Anda di halaman 1dari 4

NAMA : INDRA MAHARDIKA PUTRA

NIM : 043861213
NOMOR URUT : 13
SEMESTER/KELAS : III/A

TUGAS TUTON 2 !
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan multikulturalisme dalam era Globalisasi! Berikan
contoh konkret!
Jawaban :
Multikulturalisme dalam era Globalisasi adalah banyaknya budaya, disuatu
masyarakat. Diakibatkan salah satunya oleh globalisasi, karena globalisasi atau mendunia,
menyebabkan masuknya budaya asing atau luar negeri masuk kesuatu negara tertentu.
Masuknya budaya asing itu menyebabkan munculnya pencampuran budaya asing dengan
budaya asing, atau juga bisa menambahkan budaya asing ke daerah tertentu, hingga
munculnya banyak ragam budaya yang disebut multikuluralisme.
Contoh: Budaya musik DJ, yang berasal dari negara asing atau negara lain, yang
masuk negara indonesia, sehingga masuk di indonesia, maka orang indonesia ada yang
mengikutinya. Maka musik DJ di indonesia ada dan berkembang. Sehingga menambhan
ragam budaya musik di indonesia.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan stereotipe, berikan contohnya!


Jawaban :
Pengertian stereotipe menurut :
a. Baron, Branscombe dan Byrne (2008:188), stereotip adalah kepercayaan tentang sifat
atau ciri-ciri kelompok sosial yang dipercayai untuk berbagi.
b. Franzoi (2008 : 199), stereotip adalah kepercayaan tentang orang yang menempatkan
mereka kedalam satu kategori dan tidak mengizinkan bagi berbagai (variation)
individual. Kepercayaan sosial ini didapatkan dari orang lain dan dipelihara melalui
aturan-aturan dalam interaksi sosial.
Contohnya :
a. Pedagang Kaki Lima
Adanya kelompok pedagang kaki lima yang terlibat konflik terhadap pegawai
ketertiban kota. Kelompok pedagang beranggapan bahwa pemerintah kota yang
diwakili oleh para pegawai ketertiban selaku kelompok manusia yang pemikirannya
mau menang sendiri, tanpa memihak kepada rakyat kecil.
Anggapan itu ditujukan kepada semua pegawai ketertiban, meskipun di antara
para pegawai itu ada orang-orang yang sehari-harinya baik hati dan penuh perasaan
terhadap kesusahan pedagang kaki lima. Pejabat pemerintah yang diwakili para
petugas ketertiban juga muncul stereotip kepada kelompok pedagang kaki lima,
stereotip tersebut dapat berupa anggapan kepada kelompok pedagang kaki lima selaku
orang-orang yang tidak mengindahkan aturan yang dibuat pemerintah.
b. Orang gemuk biasanya malas dan rakus
Pernyataan tersebut seringkali terlintas dalam benak semua orang secara cepat,
dengan pemahaman bahwa orang gendut pasti makan lebih banyak dari orang-orang
yang tidak gendut, sehingga timbul stereotip bahwa orang gendut biasanya rakus. Dan
juga anggapan bahwa orang gemuk biasanya malas, hal tersebut juga merupakan
suatu bentuk pemikiran yang diambil “secara cepat” karena anggapan bahwa orang
gendut tidak pernah berolahraga.
c. Orang arab teroris
Lewat beragam sumber informasi yang menyebutkan bahwa terdapat peristiwa
pemboman yang terjadi dan dilakukan oleh orang dengan agama islam, dan sebagai
bentuk dari proses pemikiran secara cepat, sehingga orang-orang islam disimpulkan
berasal dan berada di arab. Kemudian munculah stereotip bahwa orang arab teroris.
d. Aparat keamanan selalu saja bisa disogok dengan uang
Hal ini juga merupakan suatu bentuk dari proses pemikiran secara cepat,
karena adanya beragam kejadian serupa, yakni penyogokan yang dilakukan kepada
aparat keamanan, sehingga munculah stereotip akan hal tersebut yang menyebar dan
diafirmasi oleh beragam kalangan. Kepada semua aparat keamanan.
Sumber : https://dosensosiologi.com/stereotip/

3. Jelaskan arti kesetaraan menurut Bikhu Parekh, berikan contohnya?


Jawaban :
esetaraan menurut Bikhu Parekh,
yaltu sebagai makhluk kultural.
Manusia memiliki
beberapa kemampuan dan
kebutuhan yang sama, tetapi
perbedaan kultural yang dimiliki.
esetaraan menurut Bikhu Parekh,
yaltu sebagai makhluk kultural.
Manusia memiliki
beberapa kemampuan dan
kebutuhan yang sama, tetapi
perbedaan kultural yang dimiliki.
Bikhu Parekh adalah seorang filsuf politik yang telah menulis banyak buku tentang
masalah multikulturalisme dan pluralisme. Menurut Parekh, kesetaraan adalah prinsip
moral yang mengakui bahwa semua individu memiliki martabat yang sama dan harus
diperlakukan secara adil dan setara, tanpa diskriminasi berdasarkan ras, agama, gender,
atau orientasi seksual.
Parekh menekankan bahwa kesetaraan bukanlah hanya tentang memberikan hak
yang sama kepada semua orang, tetapi juga tentang mengakui perbedaan yang ada dan
memperlakukan individu sesuai dengan kebutuhan dan kapasitasnya.
Kesetaraan, menurut Parekh, adalah tentang mempromosikan keadilan sosial dan
memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang
dan mencapai potensi mereka.
Sebagai contoh, kesetaraan dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan publik yang
mengakui keberagaman budaya dan bahasa di masyarakat, dan memberikan dukungan
dan sumber daya yang diperlukan kepada kelompok yang terpinggirkan atau kurang
diwakili dalam kebijakan publik. Kesetaraan juga dapat diwujudkan melalui pendidikan
yang inklusif, yang mengakui keberagaman budaya dan bahasa dalam kurikulum dan
mempromosikan pengertian dan toleransi terhadap perbedaan budaya dan agama.
Parekh menekankan bahwa kesetaraan adalah prinsip yang penting dalam
masyarakat multikultural dan pluralistik, di mana individu dengan latar belakang yang
berbeda-beda harus hidup bersama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Parekh juga mengemukakan bahwa kesetaraan dapat diterapkan dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk di bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Misalnya, dalam bidang politik, kesetaraan dapat diterapkan dalam bentuk hak
pilih yang sama bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan latar belakang
sosial atau budaya. Di bidang ekonomi, kesetaraan dapat diterapkan melalui kebijakan
yang mengurangi kesenjangan ekonomi antara kelompok yang berbeda, dan memastikan
akses yang sama terhadap peluang ekonomi dan sumber daya. Sedangkan di bidang
sosial, kesetaraan dapat diterapkan melalui kebijakan yang mempromosikan penghargaan
terhadap perbedaan budaya dan agama, dan melindungi hak-hak individu dari kelompok
minoritas.
Namun, Parekh juga mengakui bahwa kesetaraan tidak selalu mudah diterapkan
dalam praktiknya, terutama di masyarakat yang masih mengalami diskriminasi dan
ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, Parekh menekankan pentingnya kerja sama antara
berbagai kelompok sosial untuk mempromosikan kesetaraan dan keadilan sosial, serta
menghindari sikap diskriminatif dan intoleran terhadap kelompok minoritas.

Sumber:
Parekh, B. (2008). A new politics of identity: Political principles for an interdependent
world. New York: Palgrave Macmillan.
Parekh, B. (2002). Equality and diversity. In R. Chadwick, E. Lövbrand, & F. Sundman
(Eds.), The ethics of stakeholding (pp. 167-182). Houndsmills: Palgrave.

Anda mungkin juga menyukai