Anda di halaman 1dari 28

PEDOMAN

PENGORGANISASIAN HIV / AIDS

RSIA ANUGRAH
Jl. Sungai Raya Dalam No 43. Telp (0561) 721176
Kubu Raya
2023
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ANUGRAH
Jalan Sungai Raya Dalam No. 43 Sungai Raya 78391  (0561) 723368
HP/WA : 08210486603619  rsia_anugrah@yahoo.com
Kubu Raya, Kalimantan Barat

PERATURAN DIREKTUR RSIA ANUGRAH


NOMOR: 056/PER/DIR/RSIAA/I/2023

TENTANG
PEDOMAN PERORGANISASIAN HIV/AIDS DI RSIA ANUGRAH

DIREKTUR RSIA ANUGRAH,

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pada RSIA


Anugrah yang lebih baik, maka perlu untuk menetapkan Pedoman
Pengorganisasian HIV/AIDS RSIA Anugrah
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan yang ada sebagaimana tercantum
dalam point a, maka Pedoman Pengorganisasian HIV/AIDS di
lingkungan RSIA Anugrah perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


2. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
4. Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan
5. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang
Penanggulangan HIV, AIDS dan Infeksi Menular Seksual
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2009 Tentang Tata
Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah daerah
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1507 tahun 2005 Tentang
Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS serta sukarela
(VCT)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RSIA ANUGRAH TENTANG PEDOMAN


PENGORGANISASIAN HIV/AIDS RSIA ANUGRAH
KESATU : Peraturan Direktur RSIA Anugrah tentang memberlakukan pedoman
pengorganisasian HIV/AIDS RSIA Anugrah bersama peraturan direktur ini
sebagai pedoman di RSIA Anugrah
KEDUA : Peraturan Pedoman Pengorganisasian HIV/AIDS yang dimaksud adalah
sebagaimana dalam lampiran
KETIGA Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bilamana
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ANUGRAH
Jalan Sungai Raya Dalam No. 43 Sungai Raya 78391  (0561) 723368
HP/WA : 08210486603619  rsia_anugrah@yahoo.com
Kubu Raya, Kalimantan Barat

Ditetapkan di : Kubu Raya


Pada tanggal : 02 Januari 2023

Direktur RSIA Anugrah,

dr. Hilmi K Riskawa,Sp.A,.M,Kes


LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RSIA ANUGRAH
NOMOR: 056/PER/DIR/RSIAA/I/2023
TENTANG PEDOMAN
PENGORGANISASIAN HIV/AIDS DI RSIA
ANUGRAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak
Negara di seluruh dunia. Demikian pesatnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS
perhitungannya bukan pertahun, perbulan, perminggu, perhari atau perjam melainkan
permenit yaitu setiap menit 5 orang terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan fenomena gunung
es, artinya bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat 200 kasus yang
sama yang tidak tercatat.

Sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok berperilaku
resiko tinggi tertular HIV yaitu para penjaja seks komersial dan penyalah-guna NAPZA
suntikan di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali Jawa Barat dan Jawa Timur
sehingga provinsi tersebut tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi konsentrasi
(concentrated level of epidemic).

Data dari The Joint United Nations Program on AIDS (UNAIDS) menggambarkan
perkiraan sebaran orang dewasa dan anak yang terinfeksi oleh HIV dan AIDS pada akhir
tahun 2008 dengan total global 33,4 juta sedangkan di Indonesia sejak pertama kali
ditemukan tahun 1987 sampai dengan Desember 2012, HIV-AIDS tersebar di 345 (69,4%)
dari 497 kabupaten/ kota di seluruh provinsi di Indonesia, sampai dengan tahun 2012
jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 98.390 dan jumlah AIDS yang
dilaporkan sebanyak 42.887 orang.

Program penangulangan AIDS di Indonesia mempunyai 4 pilar, yang semuanya


menuju pada paradigma Zero new infection, Zero AIDS-related death dan Zero
Discrimination

Empat pilar tersebut adalah :

1. Pencegahan (prevention): yang meliputi pencegahan penularan HIV melalui transmisi


seksual dan alat suntik, pencegahan di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan,
pencegahan HIV dari ibu ke bayi (Prevention Mother to Child Transmission, PMTCT),
pencegahan di kalangan pelanggan penjaja seks, dan lain-lain)
2. Perawatan, dukungan dan pengobatan (PDP) yang meliputi penguatan dan
pengembangan layanan kesehatan, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik,
pengobatan antiretroviral dan dukungan serta pendidikan dan pelatihan bagi ODHA.
3. Mitigasi dampak berupa dukungan psikososio-ekonomi.

1
4. Penciptaan lingkungan yang kondusif ( creating enabling environment ) yang meliputi
program peningkatan lingkungan yang kondusif.

Infeksi HIV merupakan infeksi kronis dengan berbagai macam infeksI oportunistik yang
memiliki sosial terkait stigma dan diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan
pendekatan tim dan setiap layanan HIV menyediakan :

1. Informed consent untuk tes HIV seperti tindakan medis lainnya.


2. Mencatat semua kegiatan layanan dalam formulir yang sudah ditentukan.
3. Anamnesis dan pemriksaan fisik lengkap oleh dokter.
4. Skrining TB dan infeksi opotunistik.
5. Konseling bagi Odha perempuan usia subur tentang KB dan kesehatan reproduksi
termasuk rencana untuk mempunyai anak.
6. Pemberian obat kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan infeksi oportunistik
7. Pemberian ARV untuk Odha yang telah memenuhi syarat.
8. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah dilahirkan oleh ibu hamil dengan
HIV.
9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan kotrimoksasol pada bayi yang lahir
dari ibu dengan HIV positif.
10. Anjuran rutin tes HIV, malaria, sifilis dan IMS lainnya pada perawatan antenatal (ANC).
11. Konseling untuk memulai terapi
12. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan, narkotika dan konseling lainnya sesuai
keperluan.
13. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi menular seksual (IMS) dan kelompok
resiko tinggi beserta pasangan seksualnya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
14. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tugas pokok Tim HIV/AIDS adalah melaksanakan pelayanan kesehatan diagnostik,
kuratif, promotif dan preventif bidang ilmu kesehatan HIV/AIDS terhadap pasien rawat jalan
serta rawat inap ibu dan anak, dengan kemampuan pelayanan dan penanggulangan
penyakit HIV / AIDS berdasarkan pendekatan multidisiplin.

B. TUJUAN
1. Umum
RSIA Anugerah mampu melaksanakan pelayanan dalam penanggulangan dan
penatalaksanaan pasien HIV/AIDS pasien HIV/AIDS berdasarkan pedoman Perawatan,
dukungan dan pengobatan (PDP).

2. Khusus
a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru.
b. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang
berkaitan dengan AIDS.
c. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA.

2
d. Meningkatkan kualitas hidup ODHA; dan
e. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu,
keluarga dan masyarakat

3
BAB II

GAMBARAN UMUM

Rumah Sakit Ibu dan Anak Anugrah Kubu raya mulai beroperasi tahun 1995 dimana
pada saat itu sebelumnya masih merupakan praktek bidan swasta.pada saat itu lahan praktik
siswa bidan yang ada hanya di RB Harapan Ibu dan RSUD DR Soedarso, karena siswa bidan
kekurangan lahan praktik sementara lahan ada, kami berinisiatif mendirikan klinik bersalin
anugrah. Sesuai dengan PERMENKES No 29 tahun 2005 dan sesuai dengan peraturan konsil
kesehatan kedokteran indonesia No 1 tahun 2002 tentang izin penyelenggaraan saana
kesehatan swasta sesuai keputusan kepala dinas ksehatan No 441/21/Yankes/XXI/2004
tentang izin Operasional bersalin, akhirnya berubah nama menjadi Rumah Bersalin Anugrah.
Pelayanan kesehatan ini menjadi salah satu sarana pendidikan bagi mahasiswa Akbid, Akper
dan Ners serta tempat bagi pelatihan bidan-bidan melakukan standarisasi Asuhan Persalinan
Normal (APN) bagi bidan se- Kalimantan Barat sampai saat ini. Mulai bulan Agustus 2011, RB
Anugrah mendapat izin operasional menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Anugrah.
A. Tugas pokok, fungsi dan struktur dari RSIA Anugrah diantaranya :
1. Tugas pokok Rumah Sakit Ibu dan Anak Kuburaya
Melaksanakan upaya kesehatan ibu dan anak secara Paripurna dan terpadu
mulai dari pemeriksaan kehamilan, persalinan, perawatan pasca melahirkan,
perawatan bayi baru lahir, imunisasi, perawatan anak samppai penyuluhan mengenai
kesehatan ibu dan anak.
RSIA Anugrah dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi Perumusan
kebijakan teknis dibidang pelayanan, penunjang, pengembangan, pengendalian
operasional
a. Penyusunan petunjuk operasional dan pelasanaan pelayanan yang meliputi
pelayanan medik dan pelayanan keperaawatan / kebidanan
b. Adapun penggunaan bangunan terdiri sebagai berikut :
a) Lantai I :
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Instalasi Rawat Jalan terdiri dari :
i. Poli Kebidanan
ii. Poli Anak
iii. Poli Bedah Umum
iv. Poli Radiologi
v. Bagian Recepsionist ( Pendaftaran )
vi. Bagian Keuangan / Kasir
vii. Bagian Customer Service
viii. Laboratorium
ix. Instalasi Farmasi
x. Sekretariat
xi. Ruang Komite PPI

1
xii. Ruang OK
xiii. Kamar Jenazah
xiv. CSSD
b) Lantai II
1) Ruang Gizi
2) Ruang Laktasi
3) Ruang Bersalin (7 bed + 1 ruang isolasi)
4) Ruang Ruang Perawatan Nifas terdiri dari 8 ruangan (17 bed)
5) Ruang HCU (1 bed)
6) Ruang Janitor
7) Ruang Isolasi
8) Mushallah
c) Lantai III
1) Ruang Radiologi
2) Ruang nifas terdiri dari 7 kamar ( 19 bed )
3) Aula
4) Ruang Perinatologi ( level 1, level 2, level 3)
5) Mushallah
6) Gudang Farmasi
d) Lantai IV
1) Laundry
2) Ruang perawatan anak terdiri dari 5 kamar ( 8 bed )

B. RSIA Anugerah memberikan pelayanan


 Poli kandungan dan kebidanan
 Poli Anak
 Poli umum
 Poli gigi umum dan anak
 Poli jantung dan pembuluh darah
 Perawatan ibu dan anak
 Perawatan perinatologi
 Persalinan
 High care unit (HCU)
 Instalasi farmasi
 Radiologi
 Laboratorium
 USG 4 dimensi
 Operasi sesar / MOW
 KB
 Imunisasi
 IGD 24 jam
2
BAB III
VISI, MISI , DAN TUJUAN RSIA ANUGRAH

A. Visi
Visi adalah cara pandang jauh kedepan atau gambaran masa depan tentang
bagamana dan kemana rumah sakit akan dibawa agar konsisten, eksis, antisipatif,
inovatif,serta produktif. Visi yang diberikan dapat memberikan motivasi kepada seluruh
staf/karyawan, pejabat dan masyarakat pada umumnya dalam rangka meningkatkan
kinerja. Visi RSIA Anugrah adalah menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak yang memberikan
pelayanan terbaik, mandiri, dan mampu bersaing di era globalisasi.

B. Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh staf/karyawan sesuai
dengan visi yang ditetapkan sehingga tugas pokok dan fungsi rumah sakit ibu dan anak
dapat terlaksana dengan baik. Misi RSIA Anugrah adalah meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien serta memberikan pendidikan yang berkelanjutan terhadap
karyawan agar mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesionalitas

C. Tugas
Tujuan adalah hasil akhir yang dapat dicapai dalam kurun waktu satu sampai lima
tahun kedepan yang menggambarkan arah strategis organisasi. Tujuan diperlukan untuk
meletakkan kerangka prioritas dengan memfokuskan arah semua program dan aktivitas
organisasi pada pencapaian misi. Tujuan RSIA Anugrah adlah terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang efektif, efisien dan paripurna sesuai standar pelayanan yang
tetap mengutamakan kesehatan serta kepuasan ibu, anak dan keluarga.

3
BAB IV
STRUKTUR ORGANISASI RSIA ANUGRAH

4
BAB VI

POLA KETENGAKERJAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

PERSYARATAN JABATAN
JENIS TENAGA STANDAR SAAT INI KEBUTUHAN
PENDIDIKAN PELATIHAN PENGALAMAN
Dokter spesialis
Penangung jawab 1 Fres graduate 1 1 0
anak
Program
Konselor pendidikan 1 Fres graduate 1 1 0
dokter
Ketua TIM HIV D3 keperawatan - 2 tahun bekerja 1 1 0
Sekertaris S1 keperawatan - Fres graduate 1 1 0
S1 keperawatan - Fres graduate 1 1 0
D3 kebidanan - Fres graduate 1 1 0
Anggota
D4 analis - Fres graduate 1 1 0
S1 farmasi - Fres graduate 1 1 0

5
BAB VII

URAIAN JABATAN

Uraian Tugas terdiri dari:

No Jabatan Tugas Pokok Fungsi


1 Ketua TIM HIV Ketua Tim HIV/AIDS 1. Menyusun perencanaan
adalah seorang yang kebutuhan operasional.
memiliki keahlian 2. Mengawasi pelaksanaan
manajerial dan program kegiatan.
terkait dengan 3. Mengevaluasi kegiatan.
pengembangan layanan 4. Bertanggung jawab untuk
HIV/AIDS dan memastikan bahwa layanan
penanganan program secara keseluruhanberkualitas
perawatan, dukungan dan sesuai dengan pedoman
pengobatan HIV/AIDS. HIV/AIDS Departemen
Ketua Tim HIV/AIDS Kesehatan RI
bertanggung jawab 5. Mengkoordinir pertemuan
terhadap Direktur Utama berkala dengan seluruh staf
atau Direktur Pelayanan. konseling dan testing, minimal
Ketua Tim HIV/AIDS satu bulan sekali.
mengelola seluruh 6. Melakukan jejaring kerja
pelaksanaan kegiatan dengan rumah sakit, lembaga-
didalam/diluar unit, serta lembaga yang bergerak dalam
bertanggung jawab bidang HIV/AIDS untuk
terhadap seluruh kegiatan memfasilitasi pengobatan,
yang berhubungan perawatan, dan dukungan.
dengan institusi 7. Berkoordinasi dengan Dinas
pelayanan lain yang Kesehatan setempat dan
berkaitan dengan HIV Departemen Kesehatan RI
serta pihak terkait lainnya.
8. Melakukan monitoring internal
dan penilaian berkala kinerja
seluruh petugas layanan
HIV/AIDS, termasuk konselor
VCT.
9. Mengembangkan standar
prosedur operasional
pelayanan HIV/AIDS.
10. Memantapkan sistem atau
mekanisme monitoring dan

6
evaluasi layanan yang tepat.
11. Menyusun dan melaporkan
laporan bulanan dan laporan
tahunan kepada Dinas
Kesehatan setempat.
12. Memastikan logistik terkait
dengan KIE dan bahan lain
yang dibutuhkan untuk
pelayanan Konseling dan
Testing.
13. Memantapkan pengembangan
diri melalui pelatihan
peningkatan ketrampilan dan
pengetahuan HIV/AIDS.

2 Wakil Ketua Tim Wakil Ketua Tim 1. Menyusun perencanaan


HIV/AIDS HIV/AIDS adalah seorang kebutuhan operasional.
yang memiliki keahlian 2. Mengawasi pelaksanaan
manajerial dan program kegiatan.
terkait dengan 3. Mengevaluasi kegiatan.
pengembangan layanan 4. Bertanggung jawab untuk
HIV/AIDS dan memastikan bahwa layanan
penanganan program Secara keseluruhan
perawatan, dukungan dan berkualitas sesuai dengan
pengobatan HIV/AIDS. pedoman HIV/AIDS
Wakil Ketua Tim Departemen Kesehatan RI.
HIV/AIDS bertanggung 5. Mengkoordinir pertemuan
jawab terhadap Ketua Tim berkala dengan seluruh staf
HIV/AIDS. Wakil Ketua konseling dan testing, minimal
Tim HIV/AIDS membantu satu bulan sekali.
mengelola seluruh 6. Melakukan jejaring kerja
pelaksanaan kegiatan dengan rumah sakit, lembaga-
didalam/diluar unit, serta lembaga yang bergerak dalam
bertanggung jawab bidang HIV/AIDS untuk
terhadap seluruh kegiatan memfasilitasi pengobatan,
yang berhubungan perawatan, dan dukungan.
dengan institusi 7. Berkoordinasi dengan Dinas
pelayanan lain yang Kesehatan setempat dan
berkaitan dengan HIV Departemen Kesehatan RI
serta pihak terkait lainnya.
8. Melakukan monitoring internal

7
dan penilaian berkala kinerja
seluruh petugas layanan
HIV/AIDS, termasuk konselor
VCT.
9. Mengembangkan standar
prosedur operasional
pelayanan HIV/AIDS.
10.Memantapkan sistem atau
mekanisme monitoring dan
evaluasi layanan yang tepat.
11.Menyusun dan melaporkan
laporan bulanan dan laporan
tahunan kepada Direktur RSIA
Anugrah dan Dinas Kesehatan
setempat.
12.Memastikan logistik terkait
dengan KIE dan bahan lain
yang dibutuhkan untuk
pelayanan Konseling dan
Testing.
13.Memantapkan pengembangan
diri melalui pelatihan
peningkatan ketrampilan dan
pengetahuan HIV/AIDS
2 Sekretaris 1. Terkelola dan 1. Bertanggung jawab terhadap
terdokumentasinya ketua Tim HIV/AIDS
seluruh data 2. Bertanggungjawab terhadap
pelayanan HIV/AIDS pengurusan perijinan dan
2. Terkoordinasinya registrasi Tim HIV/AIDS
seluruh program 3. Melakukan surat menyurat dan
kegiatan pelayanan administrasi terkait
HIV/AIDS 4. Melakukan tata laksana
dokumen dan pengarsipan.
5. Melakukan pencatatan,
pengumpulan, pengolahan,
pelaporan dan analisis data
3 Sub Konselor Seorang konselor 1. Mengisi kelengkapan
Tim VCT menangani untuk 1-5 pengisian formulir klien,
KTS orang pasien terbagi pendokumentasian dan
antara klien konseling pra pencatatan konseling klien
testing dan klien konseling dan menyimpannya agar

8
pasca testing terjaga kerahasiaannya.
2. Pembaruan data dan
pengetahuan HIV/AIDS.
3. Membuat jejaring eksternal
dengan layanan pencegahan
dan dukungan di masyarakat
dan jejaring internal dengan
berbagai bagian rumah sakit
yang terkait.
4. Memberikan informasi
HIV/AIDS yang relevan dan
akurat, sehingga klien
merasa berdaya untuk
membuat pilihan untuk
melaksanakan testing atau
tidak.
5. Bila klien setuju melakukan
testing, konselor perlu
mendapat jaminan bahwa
klien betul menyetujuinya
melalui penandatangan
informed consent tertulis.
6. Menjaga bahwa informasi
yang disampaikan klien
kepadanya adalah bersifat
pribadi dan rahasia.
7. Selama konseling pasca
testing konselor harus
memberikan informasi lebih
lanjut seperti, dukungan
psikososial dan rujukan.
8. Informasi ini diberikan baik
kepada klien dengan HIV
positif maupun negatif.
9. Pelayanan khusus diberikan
kepada kelompok perempuan
dan mereka yang
dipinggirkan, sebab mereka
sangat rawan terhadap
tindakan kekerasan dan
diskriminasi

9
Petugas Seorang petugas 1. Bertanggung jawab untuk
penangana penanganan kasus penggalian kebutuhan klien,
n kasus menangani 1-5 orang terkait dengan kebutuhan
(Petugas klien dalam satu kali psikologis, sosial, dan
manajemen periode penanganan. mengkoordinasi pelayanan
kasus) komprehensif.
2. Berpartisipasi dalam
penanganan kegiatan
advokasi yang sesuai.
3. Mengadakan kunjungan ke
rumah klien sesuai dengan
kebutuhan.
4. Menyiapkan klien dan
keluarga dengan informasi
HIV/AIDS dan dukungan
dengan tepat dan sesuai.
5. Melakukan rujukan ke sarana
pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan oleh klien.
6. Berpartisipasi dalam supervisi
dan monitoring rutin terjadwal
untuk konselor / petugas
manajemen kasus
7. Membantu penanganan
perawatan di rumah dan
memberikan informasi
pendidikan kepada klien
(Khusus untuk petugas medis
atau yang berlatar pendidikan
keperawatan).
4 Petugas Petugas laboratorium atau 1. Mengambil darah klien sesuai
Laboratorium teknisi telah mengikuti SOP.
pelatihan tentang teknik 2. Melakukan pemeriksaan
memproses testing HIV laboratorium sesuai prosedur
dengan cara ELISA, dan standar laboratorium
testing cepat, dan yang telah ditetapkan.
mengikuti algoritma 3. Menerapkan kewaspadaan
testing yang diadopsi dari baku dan transmisi.
WHO 4. Melakukan pencegahan
pasca pajanan okupasional
5. Mengikuti perkembangan

10
kemajuan teknologi
pemeriksaan laboratorium
6. Mencatat hasil testing HIV
dan sesuaikan dengan nomor
identifikasi klien
7. Menjaga kerahasiaan hasil
testing HIV.
8. Melakukan pencatatan,
menjaga kerahasiaan, dan
merujuk ke laboratorium
rujukan
Dokter Anak Memberikan pelayanan 1. Melakukan pencegahan,
kesehatan pada anak perawatan, pengobatan
dengan HIV/AIDS infeksi
2. Memberikan pengobatan dan
pemantauan antiretroviral dan
psikososial bagi bayi dan
anak dengan HIV serta
keluarganya
Dokter Obsgyn Memberikan pelayanan 1. Melakukan perawatan dan
kesehatan pada dukungan bagi perempuan
perempuan dengan dengan HIV, bayi dan
HIV/AIDS keluarganya
2. Melakukan kegiatan yang
meliputi pencegahan dan
pengobatan infeksi
oportunistik, pengobatan
antiretroviral, psikososial dan
kesehatan reproduksi
3. Memberikan pelayanan KB.
Bidan Berkolaborasi dengan 1. Membantu dokter dalam
dokter memberikan melakukan perawatan dan
pelayanan kesehatan dukungan bagi perempuan
pada pasien dengan dengan HIV dan keluarganya
HIV/AIDS
Perawat Berkolaborasi dengan 1. Membantu dokter dalam
dokter memberikan melakukan perawatan dan
pelayanan kesehatan dukungan bagi perempuan
pada pasien dengan dengan HIV, bayi dan
HIV/AIDS keluarganya

11
Sub Tim DOTS TB Koordinator Tim DOTS TB 1. Melakukan koordinasi
HIV HIV adalah seorang pelaksanaan pelayanan TB
dokter yang HIV.
bertanggungjawab secara 2. Bertanggung jawab untuk
teknis medis dalam layanan TB HIV secara
penyelenggaraan layanan keseluruhan.
TB HIV Koordinator Tim 3. Pengembangan ilmu
DOTS TB HIV pengetahuan dan penelitian
bertanggungjawab 4. Monitoring dan evaluasi
langsung kepada Ketua kegiatan
Tim HIV/AIDS

12
BAB VII
TATA HUBUNGAN KERJA

TIM HIV/AIDS

Tata hubungan kerja Tim HIV/AIDS meliputi Poliklinik:


1. Poliklinik DOTS TB-HIV: untuk penatalaksanaan kolaborasi TB-HIV
2. Poliklinik Gigi: untuk penatalaksanaan infeksi gigi dan mulut
3. Poliklinik Obsgyn: untuk penatalaksanaan kehamilan pada pasien suspek maupun
HIV/AIDS
4. Poliklinik Anak: untuk penatalaksanaan pasien HIV pada pasien anak
5. Instalasi Rawat Inap: untuk penanganan pasien HIV rawat inap
6. Unit IGD: untuk penatalaksanaan pasien HIV yang datang dari IGD
7. Unit VK: untuk menatalksanaan ibu hamil dengan HIV
8. Unit Farmasi:untuk penatalaksanaan pasien HIV yang memerlukan pengobatan ARV
9. Unit perinatologi : untuk penatalaksanaan bayi dengan ibu positif HIV

1
BAB VIII
POLA KETENAGAAN DAN KUALIFIKASI PERSONIL

A. Ketua Tim HIV/AIDS


Ketua Tim HIV/AIDS adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial dan
program terkait dengan pengembangan layanan HIV/AIDS dan penanganan program
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS. Ketua Tim HIV/AIDS bertanggung jawab
terhadap Direktur Utama atau Direktur Pelayanan. Ketua Tim HIV/AIDS mengelola seluruh
pelaksanaan kegiatan didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.

B. Wakil Ketua Tim HIV/AIDS


Wakil Ketua Tim HIV/AIDS adalah seorang yang memiliki keahlian manajerial dan
program terkait dengan pengembangan layanan HIV/AIDS dan penanganan program
perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS.
Wakil Ketua Tim HIV/AIDS bertanggung jawab terhadap Ketua Tim HIV/AIDS.
Wakil Ketua Tim HIV/AIDS membantu mengelola seluruh pelaksanaan kegiatan
didalam/diluar unit, serta bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan
dengan institusi pelayanan lain yang berkaitan dengan HIV.

C. Sekretaris / Administrasi
Petugas administrasi atau sekretaris adalah seorang yang memiliki keahlian di
bidang administrasi dan berlatarbelakang minimal setingkat SLTA.

D. Konselor VCT
Konselor VCT yang berasal dari tenaga kesehatan atau non kesehatan yang telah
mengikuti pelatihan VCT. Tenaga konselor VCT minimal dua orang dan tingkat pendidikan
konselor VCT adalah SLTA. Seorang konselor sebaiknya menangani untuk 5-8 orang klien
perhari terbagi antara klien konseling pra testing dan klien konseling pasca testing.

E. Penanganan kasus ( Petugas manajemen kasus ).


Petugas penanganan kasus yang berasal dari tenaga non kesehatan yang telah
mengikuti pelatihan managemen kasus. Minimal pendidikan tenaga petugas penanganan
kasus adalah SLTA. Seorang petugas penanganan kasus menangani 20 orang klien
dalam satu kali periode penanganan.

F. Petugas Laboratorium
Petugas laboratorium minimal seorang petugas pengambil darah yang
berlatarbelakang perawat. Petugas laboratorium atau teknisi telah mengikuti pelatihan
tentang teknik memproses testing HIV dengan cara ELISA, testing cepat, dan mengikuti
algoritma testing yang diadopsi dari WHO.

1
G. Petugas PMTCT
Petugas PMTCT adalah seorang dokter, dokter spesialis obsgyn, dokter spesialis
anak, bidan/perawat, dan petugas administrasi yang bertanggungjawab secara teknis
medis maupun non medis dalam penyelenggaraan layanan PMTCT.

H. Petugas PDP
Anggota PDP adalah seorang dokter konsulen, dokter umum, perawat, apoteker,
farmasi, laboratorium dan petugas sosial yang membantu secara teknis medis atau non
medis dalam penyelenggaraan layanan PDP, anggota PDP bertanggungjawab langsung
kepada Koordinator PDP

I. Petugas DOTS TB HIV


Petugas DOTS TB HIV adalah seorang dokter konsulen, dokter umum dan perawat
yang membantu secara teknis medis atau non medis dalam penyelenggaraan layanan
PDP khusus paru-paru, anggota DOTS TB-HIV bertanggung jawab langsung kepada
Koordinator DOTS TB-HIV.

2
BAB IX
KEGIATAN ORIENTASI

Kegiatan orientasi dalam pelayanan HIV/AIDS :


1. Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS terdiri atas pencegahan penularan HIV;
pemeriksaan diagnosis HIV, pengobatan, perawatan dan dukungan; dan rehabilitasi.
2. Promosi kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif mengenai pencegahan penularan HIV dan menghilangkan stigma serta
diskriminasi.
3. Pencegahan penularan HIV dapat dicapai secara efektif dengan cara menerapkan pola
hidup aman dan tidak berisiko meliputi upaya; pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seksual; pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual; dan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya.
4. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan melalui upaya untuk:
a. Tidak melakukan hubungan seksual (Abstinensia);
b. Setia dengan pasangan (Be Faithful);
c. Menggunakan kondom secara konsisten (Condom use);
d. Menghindari penyalahgunaan obat/zat adiktif (no Drug);
e. Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati IMS
sedini mungkin (Education); dan
f. Melakukan pencegahan lain, antara lain melalui sirkumsisi
5. Pencegahan penularan HIV melalui hubungan non seksual ditujukan untuk mencegah
penularan HIV melalui darah melalui : Pencegahan infeksi HIV pada tindakan medis dan
non medis yang melukai tubuh dilakukan dengan penggunaan peralatan steril dan
mematuhi standar prosedur operasional serta memperhatikan kewaspadaan umum
(universal precaution)
6. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dilaksanakan melalui 4 (empat) kegiatan
yang meliputi:
a. Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif;
b. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV.
c. Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya; dan
d. Pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta
anak dan keluarganya
7. Terhadap ibu hamil yang memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi
kesehatan dan pencegahan penularan HIV melalui :
a. Pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling.
b. Tes dan Konseling sebagaimana dimaksud dianjurkan sebagai bagian dari pemeriksaan
laboratorium rutin saat pemeriksaan
8. Ibu hamil dengan HIV dan AIDS serta keluarganya harus diberikan konseling mengenai:
a. Pemberian ARV kepada ibu;
b. Pilihan cara persalinan;

1
c. Pilihan pemberian ASI eksklusif kepada bayi hingga usia 6 bulan atau pemberian susu
formula yang dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (acceptable,
feasible, affordable, sustainable, and safe).
d. Pemberian susu formula dan makanan tambahan kepada bayi estela usia 6 bulan;
e. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksasol pada anak; dan
f. Pemeriksaan HIV pada anak
9. Setiap bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV harus dilakukan tes virologi HIV
(DNA/RNA) dimulai pada usia 6 (enam) sampai dengan 8 (delapan) minggu atau tes
serologi HIV pada usia 18 (delapan belas) bulan ke atas.
10. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan
atau peningkatan kejadian infeksi HIV, pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan berdasarkan
prinsip konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan dan rujukan
11. Prinsip konfidensial sebagaimana dimaksud berarti hasil pemeriksaan harus dirahasiakan
dan hanya dapat dibuka kepada :
a. Yang bersangkutan;
b. Tenaga kesehatan yang menangani;
c. Keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap;
d. Pasangan seksual; dan
e. Pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
12. Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS ( Konseling Testing
Sukarela ) atau TIPK ( Testing Inisiasi Petugas Kesehatan ), Pemeriksaan diagnosis HIV
sebagaimana dimaksud harus dilakukan dengan persetujuan pasien, kecuali dalam hal:
a. Penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi;
b. Keadaan gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pada pasien yang secara klinis
telah menunjukan gejala yang mengarah kepada AIDS.
c. Permintaan pihak yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
KTS dilakukan dengan langkah-langkah meliputi:
a. Konseling pra tes;
b. Tes HIV; dan
c. Konseling pasca tes.
13. KTS hanya dilakukan dalam hal pasien memberikan persetujuan secara
Tertulis, Konseling pra tes dilakukan dengan tatap muka atau tidak tatap muka dan dapat
dilaksanakan bersama pasangan (couple counseling) atau dalam kelompok (group
counseling), Konseling pasca tes dilakukan tatap muka dengan tenaga kesehatan atau
konselor terlatih.
14. TIPK dilakukan dengan langkah-langkah meliputi:
a. Pemberian informasi tentang HIV dan AIDS sebelum tes;
b. Pengambilan darah untuk tes;
c. Penyampaian hasil tes; dan
d. Konseling.
e. Tes HIV pada TIPK tidak dilakukan dalam hal pasien menolak secara tertulis.

2
15. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi:
a. Setiap orang dewasa, remaja dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut
diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis
dan IMS;
b. Asuhan antenatal pada ibu hamil dan ibu bersalin;
c. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan infeksi HIV;
d. Anak-anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi di wilayah epidemi luas, atau
anak dengan malnutrisi yang tidak menunjukan respon yang baik dengan pengobatan
nutrisi yang adekuat; dan
e. Laki-laki dewasa yang meminta sirkumsisi sebagai tindakan pencegahan HIV.
16. TIPK dilakukan pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang memperlihatkan tanda
dan gejala yang mengindikasikan infeksi HIV, termasuk tuberkulosis, serta anak dengan
riwayat terpapar HIV pada masa perinatal, pada pemerkosaan dan kekerasan seksual lain.
17. TIPK sebagaimana dimaksud terutama diselenggarakan pada:
18. Tes HIV untuk diagnosis dilakukan oleh tenaga medis dan/atau teknisi laboratorium yang
terlatih tes dilakukan dengan metode rapid diagnostic test (RDT) atau EIA ( Enzyme
Immuno Assay ).
19. Konseling wajib diberikan pada setiap orang yang telah melakukan tes HIV, Konseling
terdiri atas konseling pribadi, konseling berpasangan, konseling kepatuhan, konseling
perubahan perilaku, pencegahan penularan termasuk infeksi HIV berulang atau infeksi
silang, atau konseling perbaikan kondisi kesehatan,kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana.
20. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih
21. Tes HIV pada darah pendonor, produk darah dan organ tubuh dilakukan untuk mencegah
penularan HIV melalui transfusi darah dan produk darah serta transplantasi organ tubuh.
22. Tindakan pengamanan darah pendonor, produk darah dan organ tubuh terhadap penularan
HIV dilakukan dengan uji saring darah/organ tubuh pendonor.
23. Tindakan pengamanan darah terhadap penularan HIV melalui transfusi darah
24. Pengobatan dan Perawatan; setiap ruangan pelayanan dilarang menolak pengobatan dan
perawatan ODHA.
25. Setiap orang terinfeksi HIV wajib mendapatkan konseling pasca pemeriksaan diagnosis
HIV, diregistrasi secara nasional dan mendapatkan pengobatan, Registrasi sebagaimana
dimaksud meliputi pencatatan yang memuat nomor kode fasilitas pelayanan kesehatan,
nomor urut pasien dan stadium klinis saat pertama kali ditegakkan diagnosisnya, registrasi
sebagaimana dimaksud harus dijaga kerahasiannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
26. Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV, menghambat
perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup pengidap HIV, Pengobatan
HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan terapi infeksi oportunistik,

3
pemberian kondom dan konseling, Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai
tidak terdeteksi jumlah virus (viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi
obat ARV
27. Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan:
a. Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV, pengobatan IMS, dan pengobatan
infeksi oportunitis.
b. Pengobatan profilaksis meliputi: pemberian ARV pasca pajanan; dan kotrimoksasol
untuk terapi dan profilaksis.
c. Pengobatan penunjang sebagaimana meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan
perbaikan gizi.
28. Pengobatan ARV diberikan setelah mendapatkan konseling, mempunyai pengingat minum
obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan seumur hidup, pengobatan ARV
harus diindikasikan bagi ibu hamil dengan HIV; dan penderita HIV dengan tuberkulosis.
29. Pengobatan Bayi dan Ibu Hamil; Setiap ibu hamil dengan HIV berhak mendapatkan
pelayanan persalinan, Pelayanan persalinan sebagaimana dimaksud dengan
memperhatikan prosedur kewaspadaan standar dan tidak memerlukan alat pelindung diri
khusus bagi tenaga kesehatan penolong persalinan.
30. Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS harus segera mendapatkan profilaksis ARV
dan kotrimoksazol, dalam hal status HIV belum diketahui, pemberian nutrisi sebagai
pengobatan penunjang bagi bayi baru lahir dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
31. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilaksanakan dengan pilihan pendekatan
sesuai dengan kebutuhan:
a. Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan; dan
b. Perawatan rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care).
c. Perawatan dan dukungan HIV dan AIDS harus dilakukan secara holistik dan
komprehensif dengan pendekatan biopsikososiospiritual yang meliputi tatalaksana
gejala; tata laksana perawatan akut; tatalaksana penyakit kronis; pendidikan
kesehatan; pencegahan komplikasi dan infeksi oportunistik; perawatan paliatif;
d. Dukungan psikologis kesehatan mental, dukungan sosial ekonomi, dan pemberdayaan
masyarakat untuk membina kelompok-kelompok dukungan; dan evaluasi dan
pelaporan hasil.
e. Perawatan berbasis fasilitas pelayanan kesehatan merupakan perawatan yang
ditujukan kepada orang terinfeksi HIV dengan infeksi oportunistik sehingga memerlukan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan sistem rujukan; Perawatan
rumah berbasis masyarakat (Community Home Based Care) merupakan bentuk
perawatan yang diberikan kepada orang terinfeksi HIV tanpa infeksi oportunistik, yang
memilih perawatan di rumah. Perawatan dirumah bertujuan untuk mencegah infeksi,
mengurangi komplikasi, mengurangi rasa sakit/tidak nyaman, meningkatkan
penerimaan diri menghadapi situasi dan memahami diagnosis, prognosis dan
pengobatan, serta meningkatkan kemandirian untuk mencapai hidup yang berkualitas.

4
32. Rumah sakit wajib membuat mekanisme pelayanan HIV AIDS pasien dan keluarga;
33. Semua kegiatan pelayanan wajib melakukan pencatatan perawatan, tindak lanjut perawatan
pasien HIV dan pemberian ARV serta mendokumentasikannya dalam rekam medik.
34. Setiap petugas kesehatan melakukan asesmen kepada pasien dan keluarga dengan HIV
AIDS .
35. Setiap petugas kesehatan membuat rencana pelayanan HIV AIDS sesuai hasil asesmen
36. Rumah sakit mengidentifikasi dan menjalin kerjasama dengan sumber-sumber yang ada
dikomunitas yang mendukung pelayanan pasien dengan HIV AIDS
37. Setiap petugas kesehatan memberikan pelayanan sesuai prosedur operasional kepada
pasien dan keluarga
38. Dilakukan upaya pencegahan penularan HIV dilaksanakan melalui media komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) dengan penekanan aspek perubahan perilaku melalui jalur
pendidikan, pelatihan, penyuluhan/ sosialisasi dan advokasi.
39. Rumah sakit harus membuat suatu proses untuk memverifikasi bahwa pasien dan keluarga
telah menerima dan memahami pelayanan yang diberikan
40. Untuk mempertahankan dan meningkatkan potensi, setiap petugas wajib mempunyai
sertifikat serta mengikuti pelatihan-pelatihan pemberi pelayanan pada pasien HIV AIDS.
41. Semua petugas kesehatan wajib menjaga kerahasiaan pasien beserta keluarganya yang
mengidap HIV dan memastikan ODHA selalu berkoordinasi dengan petugas kesehatan
untuk memantau perkembangan kesehatannya.
42. Setiap pelayanan wajib melaksanakan tindakan preventif untuk mencegah penularan
infeksi HIV; Tindakan preventif untuk mencegah penularan infeksi meliputi kewaspadaan
umum (universal precaution); kepatuhan kepada program pencegahan infeksi sesuai
dengan standar; penggunaan darah yang aman dari HIV; dan komunikasi, informasi dan
edukasi kepada pasien.
43. Perawatan dan pengobatan bagi orang terinfeksi HIV yang miskin dan tidak mampu
ditanggung oleh negara.
44. Semua pasien HIV/ AIDS dapat dirawat di seluruh ruangan sesuai dengan infeksi
oportunistik yang ada.
45. Untuk menjamin kerahasiaan, rekam medik pasien HIV disimpan khusus di sekretariat Tim
HIV/ AIDS.
46. Melaksanakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi

5
BAB X
PERTEMUAN / RAPAT

Pertemuan rapat Tim HIV/AIDS dilakukan setiap bulan untuk mengevaluasi pelayanan
HIV/AIDS di RSIA Anugerah

6
BAB XI
PELAPORAN

1. Laporan Harian
Laporan harian dilakukan setiap hari antara lain apabila terdata pasien yang teridentifikasi
terinfeksi HIV baik kunjugan lama ataupun baru, adapun laporannya berupa nama pasien,
umur, jenis kelamin, status pasien, alamat, status kunjugan (lama atau baru), data
penggunaan obat ARV

2. Laporan Bulanan
Laporan bulanan dilakukan setiap bulan dan dilaporkan ke, Dinas Kesehatan Kubu Raya,
Propinsi, dan Ditkesad

Menyetujui, Kubu
Raya, ...........................
Direktur RSIA Anugrah Penanggung Jawab
Kegiatan
Ketua TIM Pelayanan HIV/AIDS

dr. Hilmi K Riskawa, Sp.A., M.Kes.


.......................................................

Anda mungkin juga menyukai