Anda di halaman 1dari 12

Jenis Rasio Keuangan:

Analisis dan Interpretasinya


Rasio keuangan (financial ratio) adalah metrik-metrik penting untuk menganalisis keuangan
perusahaan. Dalam laporan analis rating atau saham, kita akan menemukan berbagai rasio.
Demikian juga, bank juga menggunakan berbagai rasio untuk mengukur kesehatan keuangan
perusahaan. Rasio memberi mereka panduan untuk menarik kesimpulan atas analisis yang
mereka lakukan.

Di artikel ini, saya akan menjabarkan berbagai rasio keuangan, termasuk formula dan
interpretasi mereka.

Apa itu rasio keuangan?


Rasio keuangan adalah hubungan kuantitatif antara dua angka atau lebih dalam laporan
keuangan. Perhitungan rasio relatif mudah. Untuk menghitungnya, kita membagi satu item
laporan keuangan dengan item lain, dinyatakan sebagai persentase atau kelipatan.

Tapi, interpretasinya mungkin tidak sesederhana perhitungan. Rasio harus bermakna dan
merujuk pada hubungan yang penting secara ekonomi, sehingga membantu kita untuk
menafsirkan kinerja keuangan dan kesehatan perusahaan.

Mengapa rasio keuangan penting?


Beberapa alasan mengapa rasio keuangan penting bagi kita dalam menganalisis laporan
keuangan. Itu membantu kita dalam memahami kondisi keuangan dan kinerja perusahaan,
termasuk untuk:

 Mengevaluasi kinerja masa lalu, seperti kemampuan manajemen untuk mengelola


keuangan dan operasi perusahaan.
 Menilai fleksibilitas keuangan saat ini untuk mendukung pertumbuhan di masa depan,
termasuk yang terkait dengan struktur modal dan tingkat leverage.
 Memperkirakan arus kas masa depan dan seberapa cepat sebuah perusahaan dapat
mengubah penjualan menjadi uang tunai.
 Menilai seberapa efektif dan efisien perusahaan dalam menghasilkan laba.
 Menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitas jangka pendek dan jangka
panjang.

Apa saja empat jenis rasio keuangan?


Bagaimana cara menghitung dan menginterpretasikan rasio keuangan? Artikel ini
menjabarkan rasio dengan mengklasifikasikan mereka menjadi empat kelompok, mencakup:

1. Rasio efisiensi
2. Rasio likuiditas

1
3. Rasio solvabilitas
4. Rasio profitabilitas

Rasio efisiensi
Rasio efisiensi (efficiency ratio) memberitahu kita seberapa efektif perusahaan mengelola
aset dan liabilitasnya. Tentu saja, kita senang jika perusahaan produktif dan efisien dalam
menjalankan operasi sehari-hari. Kita juga menyebutnya dengan rasio aktivitas (activity
ratio) dan itu mencakup:

 Perputaran persediaan
 Days of inventory on hand (DOH)
 Perputaran piutang usaha
 Days sales outstanding (DSO)
 Perputaran utang usaha
 Days payable outstanding (DPO)
 Perputaran modal kerja
 Perputaran aset tetap
 Rasio perputaran aset

Perputaran persediaan

Perputaran persediaan (inventory turnover) menunjukkan seberapa baik perusahaan


mengelola persediaannya. Untuk menghitungnya, kita membagi harga pokok penjualan (cost
of goods solds atau COGS) dalam laporan laba rugi dengan persediaan rata-rata di neraca.
Formula untuk menghitung perputaran persediaan adalah:

 Perputaran persediaan = Harga pokok penjualan / Rata-rata persediaan

Idealnya, perputaran persediaan yang lebih tinggi, relatif terhadap peers atau rata-rata
industri, adalah lebih baik. Itu menunjukkan manajemen efektif dalam mengelola persediaan.

Sebaliknya, rasio rendah bisa mengindikasikan masalah. Perusahaan mungkin menumpuk


barang di gudang karena masalah penjualan. Atau, perusahaan membangun kembali
inventarisnya terlalu cepat walaupun permintaan pasar masih lemah.

Tapi, rasio yang tinggi juga dapat menunjukkan persediaan tidak memadai. Sehingga, itu bisa
menjadi masalah jika prospek permintaan masa depan kuat. Perusahaan tidak dapat
memenuhi permintaan karena persediaan yang kurang, sehingga penjualannya kurang
optimal.

Kita kemudian dapat menggunakan rasio perputaran persediaan untuk menghitung rasio
keuangan lainnya, yakni days of inventory on hand (DOH). Itu menunjukkan ke kita berapa
lama perusahaan mengubah persediaannya menjadi penjualan. Rumus DOH adalah sebagai
berikut:

 Days of inventory on hand (DOH) = 365 / Perputaran persediaan

2
DOH memiliki hubungan terbalik dengan perputaran persediaan. Semakin tinggi rasio
perputaran persediaan, semakin kecil DOH dan semakin cepat perusahaan mengonversi
persediaan menjadi penjualan.

Perputaran piutang usaha

Perputaran piutang usaha (accounts receivable turnover) mengukur seberapa efektif


perusahaan mengelola penjualan kredit. Perhitungannya mudah. Kita membagi angka
pendapatan pada laporan laba rugi dengan rata-rata piutang usaha di aset lancar. Rumus
perputaran piutang usaha adalah:

 Perputaran piutang usaha = Pendapatan / Rata-rata piutang usaha

Perputaran piutang yang lebih tinggi lebih diinginkan. Itu menunjukkan prosedur
pengumpulan kredit perusahaan sangat efisien.

Sebaliknya, jika perputaran piutang rendah, perusahaan mungkin terlalu longgar dalam
memberikan kredit. Atau, itu terjadi karena perusahaan kesulitan mengumpulkan pembayaran
dari pelanggan.

Tapi, sebagai catatan untuk kita, rasio perputaran piutang yang tinggi juga dapat terjadi
karena persyaratan kredit atau kebijakan penagihan yang terlalu ketat. Itu dapat merusak
penjualan jika pesaing menawarkan persyaratan kredit yang lebih lunak kepada pelanggan.

Selanjutnya, kita juga dapat menggunakan rasio perputaran piutang untuk menghitung days
sales outstanding (DSO). Itu mengukur berapa lama perusahaan mengumpulkan piutang.
Untuk menghitungnya, kita membagi jumlah hari dalam setahun (365 hari) dengan
perputaran piutang. Berikut rumusnya:

 Days sales outstanding (DSO) = 365 / Perputaran piutang usaha

DSO berbanding terbalik dengan rasio perputaran piutang usaha. Dengan demikian, semakin
tinggi rasio perputaran piutang, semakin rendah DSO, menunjukkan semakin cepat suatu
perusahaan dapat mengumpulkan piutang dari pelanggan.

Perputaran utang usaha

Perputaran utang usaha (accounts payable turnover) menunjukkan seberapa baik perusahaan
memanfaatkan fasilitas kredit dari para pemasoknya. Itu kebalikan dari rasio perputaran
piutang.

Untuk menghitungnya, kita membagi jumlah pembelian dengan rata-rata utang usaha di
liabilitas lancar. Angka pembelian tidak tersedia di laporan laba rugi. Karena itu, kita perlu
menghitungnya secara manual, menggunakan rumus berikut:

 Pembelian = Persediaan akhir + Harga pokok penjualan – Persediaan awal

Selanjutnya, untuk menghitung rasio perputaran utang usaha, kita bisa menggunakan rumus
berikut:

3
 Perputaran utang usaha = Pembelian / Rata-rata utang usaha

Rasio ini menunjukkan berapa kali perusahaan membayar pemasoknya dalam satu tahun.
Dengan demikian, rasio yang rendah diinginkan karena perusahaan mendapatkan persyaratan
kredit yang lebih lunak dari pemasok perusahaannya. Jadi, perusahaan dapat menggunakan
uang tunai untuk keperluan lain sebelum membayarkannya kepada mereka.

Sebaliknya, rasio tinggi bisa mengindikasikan perusahaan mengeluarkan uang terlalu cepat.
Itu mengurangi fleksibilitas keuangan perusahaan. Beberapa alasan menjelaskan mengapa itu
terjadi. Pertama, perusahaan mungkin tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya fasilitas kredit
yang tersedia dan membayar kreditor terlalu cepat. Kedua, pemasok memiliki kebijakan yang
terlalu ketat. Ketiga, perusahaan melakukan pembayaran awal untuk mendapatkan diskon.

Kemudian, kita juga dapat menggunakan perputaran utang usaha di atas untuk menghitung
days payable outstanding (DPO). Itu menunjukkan berapa lama perusahaan membayar
pemasoknya. Rumusnya adalah sebagai berikut:

 Days payable outstanding (DPO) = 365 / Perputaran utang usaha

Semakin tinggi perputaran utang usaha, semakin rendah DPO, menunjukkan semakin awal
perusahaan membayar pemasoknya. Misalnya, nilai DPO adalah 90, itu menunjukkan ke kita,
rata-rata perusahaan membutuhkan 90 hari untuk membayar pemasoknya.

Perputaran modal kerja

Rasio perputaran modal kerja (working capital turnover) mengukur kemampuan perusahaan
untuk menggunakan modal kerja untuk menghasilkan penjualan. Dalam perhitungan, kita
membagi angka pendapatan dengan rata-rata modal kerja. Kita dapat menemukan angka
pendapatan di baris atas laporan laba rugi. Sementara itu, untuk modal kerja, kita
menghitungnya dengan mengurangi aset lancar dengan liabilitas lancar.

 Perputaran modal kerja = Pendapatan / Rata-rata modal kerja

Rasio perputaran modal kerja yang lebih tinggi adalah lebih diinginkan. Rasio yang lebih
tinggi menandakan perusahaan efisien dalam menggunakan modal kerjanya untuk
menghasilkan pendapatan.

Perputaran aset tetap

Perputaran aset tetap (fixed assets turnover) menunjukkan kepada kita seberapa efektif
perusahaan menggunakan aset tetapnya untuk menghasilkan pendapatan. Aset tetap terdiri
dari properti, pabrik dan peralatan (property, plant, and equipment atau PP&E). Kita dapat
menemukan angkanya di aset tidak lancar (non-current assets) di neraca.

Mirip dengan perputaran modal kerja, kita menghitung perputaran aset tetap dengan membagi
pendapatan dengan rata-rata aset tetap. Berikut ini adalah rumusnya:

 Perputaran aset tetap = Pendapatan / Rata-rata aset tetap

4
Rasio yang lebih tinggi menunjukkan efisiensi yang lebih baik. Perusahaan lebih efisien
dalam menggunakan aset tetap untuk menghasilkan pendapatan. Sebaliknya, rasio rendah
dapat mengindikasikan inefisiensi operasi.

Rasio perputaran aset

Rasio perputaran aset (assets turnover) menyoroti efisiensi operasi secara keseluruhan. Itu
menunjukkan seberapa baik manajemen dalam mengelola dan menggunakan aset, baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin tinggi rasio perputaran aset, semakin baik.

Kita menghitung rasio perputaran aset dengan membagi pendapatan dalam laporan laba rugi
dengan rata-rata total aset di neraca.

 Perputaran total aset = Pendapatan / Rata-rata total aset

Rasio likuiditas
Rasio likuiditas (liquidity ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya seperti utang jangka pendek dan utang usaha. Secara umum,
untuk mendapatkan rasio likuiditas, kita harus membagi akun di aset lancar dengan total
liabilitas lancar. Tiga rasio yang umum digunakan adalah:

1. Rasio lancar
2. Rasio cepat
3. Rasio kas

Selain ketiganya, dua rasio lain untuk mengukur likuiditas adalah:

1. Rasio interval defensif


2. Siklus konversi kas

Rasio lancar

Rasio lancar (current ratio) adalah rasio likuiditas yang paling longgar. Kita menghitungnya
dengan membagi aset lancar dengan liabilitas lancar.

 Rasio lancar = Aset lancar / Liabilitas lancar

Rasio ini menunjukkan kepada kita apakah aset lancar perusahaan cukup untuk membayar
liabilitas jangka pendek. Nilai rasio lancar sama dengan 1 biasanya merupakan batas, yang
berarti aset lancar setara dengan liabilitas lancar. Jika kurang dari satu, itu dapat berarti
perusahaan memiliki masalah likuiditas.

Rasio cepat

Rasio cepat (quick ratio) hanya menggunakan akun aset lancar tertentu. Mereka adalah kas
dan setara kas, investasi jangka pendek (marketable securities), dan piutang usaha.

5
Kita mengecualikan item-item kurang likuid seperti persediaan karena perusahaan mungkin
tidak dapat segera mengubahnya menjadi uang tunai. Jadi, ketika persediaan tidak likuid,
rasio ini adalah indikator likuiditas yang lebih baik daripada rasio lancar.

Selain itu, beberapa akun dalam aset lancar juga tidak mewakili potensi arus kas masuk ke
perusahaan. Kita juga mengecualikan mereka. Ambil contoh beban dibayar di muka. Ity
mewakili uang yang telah dibayarkan perusahaan kepada pemasok untuk penyediaan input di
masa mendatang. Oleh karena itu, beban dibayar di muka hanya mewakili manfaat masa
depan, tetapi bukan arus kas masuk masa depan.

 Rasio cepat = (kas dan setara kas + Investasi jangka pendek + Piutang usaha) /
liabilitas lancar

Rasio yang lebih tinggi mengindikasikan semakin likuid, dan semakin baik kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban dalam satu siklus operasi.

Rasio kas

Rasio kas (cash ratio) adalah rasio yang paling konservatif untuk mengukur likuiditas. Itu
penting untuk mengukur posisi likuiditas perusahaan jika terjadi krisis yang tidak terduga. Itu
hanya memperhitungkan kas dan setara kas dan investasi jangka pendek (marketable
securities) di dalam perhitungan.

 Rasio kas = (Kas dan setara kas + Investasi jangka pendek) / Liabilitas lancar

Seperti halnya dengan rasio cepat, rasio kas yang lebih tinggi umumnya berarti perusahaan
memiliki likuiditas yang lebih tinggi.

Rasio interval defensif

Rasio interval defensif (defensive interval ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk
menutupi pengeluaran harian menggunakan aset paling likuid, tanpa memperoleh
pembiayaan tambahan. Semakin tinggi rasionya, semakin baik.

 Rasio interval defensif = (Kas dan setara kas + Investasi jangka pendek + Piutang
usaha) / Pengeluaran tunai harian

Siklus konversi kas

Siklus konversi kas (cash conversion cycle) mengukur berapa lama perusahaan mengkonversi
persediaan menjadi uang tunai, setelah disesuaikan untuk pembayaran kepada pemasok.
Berikut ini adalah rumus siklus konversi tunai:

 Siklus konversi kas = DOH + DSO – DPO

Days sales outstanding (DSO) menggambarkan seberapa cepat perusahaan mengumpulkan


pembayaran dari pelanggan. Days of inventory on hand (DOH) mengukur seberapa cepat
suatu perusahaan mengubah persediaan menjadi penjualan. Sementara itu, days payable
outstanding (DPO) menunjukkan berapa hari perusahaan membayar pemasoknya.

6
Siklus yang lebih pendek diinginkan, menunjukkan likuiditas yang lebih baik. Perusahaan
dapat mengubah persediaan menjadi uang tunai segera dan membayar pemasoknya.
Sebaliknya, siklus yang lebih panjang menunjukkan likuiditas yang lebih rendah.

Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas (solvency ratio) adalah rasio keuangan penting lainnya untuk mengukur
kesehatan keuangan perusahaan. Itu memberi kita wawasan tentang kemampuan perusahaan
untuk melunasi kewajiban jangka panjang, terutama utang berbunga jangka panjang.

Ketika perusahaan memiliki utang yang besar, kita mengatakan leverage keuangan perusahan
tinggi. Leverage yang tinggi menimbulkan kekhawatiran. Perusahaan harus membayar beban
bunga yang besar secara rutin, bahkan ketika tidak menghasilkan pendapatan. Itu mengurangi
laba, dan arus kas perusahaan.

Kemudian, pemegang saham juga tidak suka jika utang terlalu tinggi. Itu karena ketika
perusahaan tersebut bangkrut, lebih sedikit aset yang tersisa untuk mereka. Oleh karena itu,
secara umum, semakin tinggi utang, semakin tinggi risiko gagal bayar dan semakin berisiko
sahamnya.

Beberapa rasio digunakan untuk mengukur solvabilitas perusahaan, termasuk:

 Rasio utang terhadap aset


 Debt to capital
 Debt to equity
 Interest coverage ratio

Rasio utang terhadap aset

Seperti namanya, kita menghitung rasio utang terhadap aset (debt to assets) dengan membagi
total utang dengan total aset. Kedua angka tersebut dapat kita temukan di neraca. Total utang
yang saya maksud di sini adalah utang berbunga, baik jangka pendek dan jangka panjang.

 Rasio utang terhadap aset = Total utang / Total aset

Rasio yang lebih tinggi tidak diinginkan karena menyiratkan risiko keuangan yang lebih
tinggi. Itu menandakan posisi solvabilitas yang lebih lemah. Itu juga menunjukkan
ketergantungan perusahaan pada utang sebagai modal keuangannya.

Debt to capital

Debt to capital mengukur seberapa besar perusahaan tergantung utang pada struktur
modalnya. Modal mencakup modal utang dan modal ekuitas. Utang memiliki konsekuensi
arus keluar reguler (pembayaran bunga), sedangkan ekuitas tidak.

 Debt to capital = Total utang / (Total utang + Total ekuitas)

Rasio yang lebih tinggi menunjukkan risiko keuangan yang lebih tinggi dan karena itu, itu
tidak disukai. Lantas, mengapa perusahaan tidak lebih memilih ekuitas daripada utang?

7
Perusahaan menggunakan utang dalam komposisi modalnya karena lebih murah. Biaya utang
dikurangkan dari pajak.

Tapi, terlalu banyak hutang juga tidak bagus. Perusahaan harus membayar bunga secara
teratur.

Karena itu, perusahaan harus menemukan struktur modal optimal, yang mana biayanya
minimal. Kemudian, untuk mengukur biaya modal, kita dapat menggunakan biaya modal
rata-rata tertimbang (WACC).

Debt to equity

Debt to equity ratio (DER) mengukur seberapa besar utang perusahaan relatif terhadap modal
ekuitas. Kita dapat menemukan keduanya di neraca keuangan, di bagian liabilitas dan ekuitas
pemegang saham.

Rasio DER yang lebih tinggi tidak diinginkan karena menunjukkan risiko keuangan yang
lebih tinggi. Rasio DER sama dengan 1,0 menunjukkan modal utang dan modal ekuitas yang
setara dalam struktur modal perusahaan.

 Debt to equity (DER) = Total utang / Total ekuitas

Tetapi, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, meskipun berisiko, perusahaan tetap
mengandalkan utang sebagai modalnya karena lebih murah daripada ekuitas. Sehingga,
biasanya, di beberapa perusahaan, modal utang akan lebih besar daripada modal ekuitas.

Interest coverage ratio

Rasio cakupan bunga (interest coverage ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar bunga. Kita dapat menghitungnya dengan membagi laba sebelum bunga dan pajak
(earning before interest and tax atau EBIT) dengan beban bunga.

EBIT merupakan laba yang diterima perusahaan dari bisnis intinya. Laporan keuangan
mungkin tidak menyajikannya secara terpisah. Oleh karena itu, kita harus menghitungnya
sendiri. Berikut ini rumusnya:

 EBIT = Pendapatan – Harga pokok penjualan – Beban penjualan, umum dan


administrasi + Pendapatan bunga + Pendapatan (beban) lainnya

Cara menghitung EBIT dapat bervariasi. Ada yang mengecualikan pendapatan (beban)
lainnya, sementara yang lain memasukkannya. Mereka biasanya tidak stabil dan mungkin
tidak berlanjut di masa depan, karena itu beberapa analis keuangan lebih suka mengecualikan
mereka.

 Interest coverage ratio = EBIT / Beban bunga

Rasio yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan membayar bunga yang lebih baik.
Sebaliknya, rasio yang mendekati atau kurang dari satu menunjukkan perusahaan mengalami
kesulitan serius dalam membayar bunga.

8
Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas (profitability ratio) mengukur sejauh mana perusahaan menghasilkan
laba. Ada dua pendekatan untuk menghitungnya.

Pertama, kita membagi metrik-metrik dengan pendapatan, yang kita sebut margin
profitabilitas. Itu mengukur seberapa efektif perusahaan dalam mengubah pendapatan
menjadi laba.

Kedua, kita membagi laba bersih dengan item-item neraca, seperti aset, ekuitas, dan modal.
Dalam hal ini, rasio menunjukkan seberapa tinggi tingkat pengembalian yang perusahaan
bukukan untuk setiap aset, ekuitas dan modal yang digunakan.

Margin laba kotor

Margin laba kotor (gross profit margin) menunjukkan berapa persen pendapatan perusahaan
yang tersisa untuk memenuhi biaya operasional dan nonoperasional. Kita menghitungnya
dengan membagi laba kotor dengan pendapatan.

Laba kotor adalah pendapatan residual dikurangi dengan beban pokok penjualan (COGS).
COGS mewakili biaya langsung terkait dengan produksi barang atau penyediaan layanan.

 Margin laba kotor = Laba kotor / Pendapatan

Margin laba kotor tinggi lebih diinginkan, mengindikasikan lebih banyak uang tersisa untuk
membayar biaya tidak langsung lainnya. Rasio yang lebih rendah mengindikasikan kondisi
sebaliknya.

Margin laba kotor bervariasi antar industri. Itu juga tergantung pada strategi strategi
kompetitif yang diadopsi oleh perusahaan. Margin memberitahu kita apakah perusahaan
memilih strategi diferensiasi atau strategi kepemimpinan biaya. Untuk menggali lebih dalam,
kita harus membandingkan angkanya dengan pesaing atau rata-rata industri.

Strategi diferensiasi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh margin yang tinggi untuk
setiap unit terjual. Alasannya karena perusahaan bisa membebankan harga premium.

Sebaliknya, strategi kepemimpinan biaya mengedepankan pada struktur biaya yang lebih
rendah daripada industri. Perusahaan tidak mengambil margin tinggi untuk setiap unit terjual.
Melainkan, mereka mengandalkan volume penjualan yang signifikan untuk meningkatkan
profitabilitas.

Margin laba operasi

Margin laba operasi (operating profit margin) memberitahu kita berapa persen dolar yang
tersisa perusahaan dari setiap penjualan, setelah membayar seluruh beban operasi. Ini
mengukur seberapa menguntungkan bisnis inti perusahaan.

 Margin laba operasional = Laba operasi / Pendapatan

9
Margin laba operasi yang lebih tinggi adalah lebih disukai. Katakanlah, persentase
peningkatannya lebih tinggi dari margin laba kotor dari tahun ke tahun. Dalam kasus tersebut,
itu menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam mengendalikan biaya operasi.

Margin laba operasi lebih lengkap dan akurat daripada margin laba kotor dalam mengukur
kinerja profitabilitas perusahaan. Rasio ini memperhitungkan tidak hanya biaya langsung
tetapi juga biaya tidak langsung seperti beban penjualan, umum dan administrasi (selling,
general and admnistrative expense atau SG&A expense), yang mana mewakili biaya tetap.
Perusahaan harus mengeluarkan uang untuk pengeluaran SG&A, bahkan ketika perusahaan
menghentikan produksi dan tidak menghasilkan penjualan.

Margin laba bersih

Margin laba bersih (net income margin) mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba bersih dari setiap dolar pendapatan. Laba bersih memperhitungkan seluruh
beban dan pendapatan. Itu tidak hanya memperhitungkan pendapatan (beban) operasi, tetapi
juga pendapatan (beban) non-operasional seperti penjualan aset tetap, pendapatan (beban)
bunga, laba (rugi), dan beban pajak.

 Margin laba bersih = Laba bersih / Pendapatan

Nilai yang lebih tinggi adalah lebih diinginkan. Kita juga menyebutnya dengan net profit
margin atau net earning margin.

Return on assets

Return on assets (ROA) mengukur seberapa baik perusahaan menggunakan asetnya untuk
menghasilkan keuntungan. Kita menghitungnya dengan membagi laba bersih dengan total
aset. Untuk menghindari variasi nilai aset akibat faktor musiman, kita dapat menggunakan
rata-rata total aset.

 ROA = Laba bersih / Rata-rata total aset

Semakin tinggi ROA, semakin mampu perusahaan menghasilkan laba bersih dari setiap aset
yang digunakan. Dan, itu lebih diinginkan.

Return on equity

Return on equity (ROE) memberitahu kita tingkat pengembalian yang diperoleh pemegang
saham atas modal yang mereka investasikan ke perusahaan. Itu mengukur efisiensi
perusahaan dalam menghasilkan laba dari setiap modal ekuitas dan menunjukkan seberapa
baik perusahaan menggunakannya untuk menghasilkan laba bersih. Rasio yang lebih tinggi
adalah lebih diinginkan.

 ROE = Laba bersih / Rata-rata total ekuitas

Kita juga bisa menggunakan return on common equity (ROCE) sebagai alternatif dari ROE.
Itu mengukur pengembalian kepada pemegang saham biasa. Untuk menghitungnya, kita
mengurangi laba bersih dengan dividen preferen. Sebagai pembilang, kita hanya
menggunakan total modal ekuitas biasa (common equity). Berikut ini rumusnya:
10
 Return on common equity (ROCE) = (Laba bersih – Dividen preferen) / Rata-rata
ekuitas biasa.

Bagaimana seharusnya menggunakan rasio-rasio di atas?


Rasio di atas mungkin tidak relevan untuk semua industri. Jadi, tugas pertama kita dalam
analisis rasio keuangan adalah memilah mereka. Kita menggunakan rasio yang paling relevan
dengan industri tempat perusahaan beroperasi.

Berikutnya adalah memeriksa standar akuntansi perusahaan. Metode yang berbeda


menghasilkan angka yang berbeda pula. Akibatnya, membandingkan dua perusahaan dengan
metode akuntansi yang berbeda dapat menyesatkan. Oleh karena itu, ketika membandingkan
mereka, kita harus memastikan mereka menggunakan standar akuntansi yang sama. Atau,
jika berbeda, kita melakukan penyesuaian dalam perhitungan.

Membandingkan dengan tolok ukur

Mengamati hanya satu atau dua rasio juga bisa menyesatkan. Kita dapat keliru dalam
menyimpulkan, membuat penilaian tidak objektif. Kita memerlukan referensi atau tolok ukur
(benchmark) untuk menafsirkan rasio keuangan. Benchmark penting untuk menjawab apakah
rasio keuangan di tahun tertentu lebih baik atau lebih buruk.

Dua benchmark yang kita dapat gunakan:

1. Tren historis
2. Perusahaan pembanding (peers) atau rata-rata industri

Untuk tren historis, kita membandingkan angka yang sama dari waktu ke waktu. Dalam hal
ini, kita dapat menggunakan rata-rata mereka dalam tiga tahun atau lima tahun terakhir
sebagai patokan.

Menurut saya, menghitung rata-rata untuk beberapa tahun lebih masuk akal daripada
menggunakan tahun sebelumnya sebagai tolok ukur. Tren dari tahun ke tahun cenderung
berfluktuasi karena faktor siklikal. Dan, itu bisa meningkatkan subjektivitas kita jika hanya
menggunakan tahun sebelumnya.

Kemudian, membandingkan dengan peers atau rata-rata industri adalah tolok ukur
berikutnya. Perusahaan dapat mencatat peningkatan rasio dari tahun ke tahun, tetapi mungkin
tidak lebih baik dari pesaing.

Misalnya, perusahaan mencatat kenaikan margin laba bersih dari tahun ke tahun, tetapi masih
jauh lebih rendah dari pesaing. Sehingga, meski cenderung membaik, tapi, itu tidak lebih baik
daripada pesaing. Kemudian, kita perlu mencari tahu mengapa itu terjadi. Apakah itu karena
efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan yang lebih buruk atau karena alasan lain?

Membaca sesuai dengan konteks

Selanjutnya, kita harus menafsirkan rasio keuangan dalam konteks. Kita perlu
mempertimbangkan aspek-aspek seperti:

11
 Target manajemen
 Kondisi ekonomi dan siklus bisnis
 Tahap pertumbuhan perusahaan
 Tahap pertumbuhan industri

Keempatnya mempengaruhi strategi bisnis yang perusahaan jalankan. Dan, itu pada akhirnya
mempengaruhi keuangan perusahaan.

Memiliki justifikasi untuk menghitung

Ketika seorang analis menghitung rasio, hasilnya mungkin berbeda dari analis lainnya.
Alasannya adalah karena mereka menggunakan justifikasi yang berbeda. Satu analis mungkin
memasukkan item tertentu. Tapi, yang lain mengecualikannya. Masing-masing memiliki
alasan yang kuat dan logis.

Sehingga, ketika kita menghitung rasio keuangan, kita harus tahu mengapa kita menghitung
rasio menggunakan item tertentu. Apa alasannya? Misalnya, dua analis dapat menggunakan
akun yang berbeda untuk menghitung rasio cakupan bunga (interest coverage ratio). Satu
menggunakan EBIT sebagai pembilang. Yang lain menggunakan laba sebelum bunga, pajak,
depresiasi, amortisasi (EBITDA). Tapi, yang pasti, keduanya memiliki alasan sendiri untuk
melakukannya.

12

Anda mungkin juga menyukai