Pendidikan merupakan sebuah masalah yang tak pernah ada hentinya untuk selalu
menjadi topik yang ramai diperbicarakan, melalui berbagai media. Berbicara mengenai
pendidikan berarti berbicara tentang murid maupun profesi guru dan kode etik guru. Saat
menyandang prdikat sebagai guru, tentunya tugas seorang guru tidaklah mudah, seorang
guru bukan hanya sekedar menerangkan pelajaran saja, hal tersebut karena guru
merupakan profesi yang dapat menentukan masa depan generasi muda bangsa ini, guru
yang baik dan berkualitas tentu mempunyai etika yang baik, guru yang tidak berkualitas
akan menjadikan generasi muda bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dan bahkan bisa
menjadi bangsa yang terjajah lagi.
Guru merupakan fasilitator yang berperan aktif dalam suatu proses belajar
mengajar. Melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi
sumber daya yang berkualitas, inovatif, kreatif, kompetetif, dan produktif sebagai aset
bangsa dalam menghadapi persaingan global yang semakin berat seperti sekarang
ini.
Hal seperti ini tentu menjadi catatan buruk terhadap guru itu sendiri, sehigga
pemerintah menetapkan suatu aturan atau norma-norma yang harus dipatuhi oleh para
guru di Indonesia yang dikenal dengan “Kode Etik Guru”. Dengan adanya kode etik
guru, diharapkan para guru dapat menjalankan dan mematuhi tugasnya dengan baik
sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Undang – undang kode etik guru tersebut.
Rumusan masalah
1. Jelaskan Pengertian Kode Etik Guru?
Pembahasan
A. Pengertian Kode Etik Guru
Istilah “kode etik” berasal dari dua kata, yakni “kode” dan “etik”. Perkataan
“etik” berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak, adab atau cara hidup.
Sedangkan “kode etik” secara harfiah berarti sumber etik. Etika artinya tata susila
(etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu
pekerjaan.
Seorang guru sebagai tenaga pendidik yang profesional perlu memiliki
“kode etik guru” dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan
guru selama dalam pengabdian. Kode etik guru ini merupakan ketentuan yang
mengikat semua sikap dan perbuatan guru. Bila guru telah melakukan perbuatan
asusila dan amoral berarti guru telah melanggar “kode etik guru”. Sebab, kode etik
guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi guru itu sendiri.1
Maksud kode etik adalah norma-norma yang mengatur hubungan
kemanusiaan (relationship) antara guru dan lembaga pendidikan (sekolah); guru dan
sesama guru; guru dan peserta didik; guru dan lingkungannya.
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi pendidik. Artinya
setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai
pendidik.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa kode etik guru indonesia adalah himpunan
nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematis
dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Kode etik guru indonesia berfungsi sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam
menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar
sekolah serta dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dengan demikian , kode
etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap
profesional para anggota profesi keguruan.2
B. Dasar Hukum Kode Etik Guru
1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta, Rineka Cipta, 2000),
h. 49
2
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993),
h.112.
Guru sebagai tenaga profesional memiliki kode etik guru dan
menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam
pengabdian. Kode etik guru itu merupakan ketentuan yang mengikat semua sikap
dan perbuatan guru. Bila guru telah melakukan asusila dan amoral, berarti guru
telah melanggar kode etiknya. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang
harus ada pada profesi guru itu sendiri.3
3
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Cet. I, Jakarta: Bumi Aksara 1996),
49
4
Soetjipto dan Raflin Kosasi, Profesi Keguruan (Cer. I; Jakarta : Rineka Cipta, 1999), h 19- 30
5
Ambros Leonaguang Edu, dkk., Etika dan Tantangan Profesionalisme Guru, (Cet. II;
Bandung: Alfabeta, 2017), 92-123.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan
anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terusmenerus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang
menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta
didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang
dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah
pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya,
termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan
martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan
dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya
dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan
kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasanalasan yang
tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan.
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan,
moral, dan agama
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta
didiknya untuk memperoleh keuntungankeuntungan pribadi.
Sejumlah poin di atas telah jelas menjelaskan bahwa guru harus
mengedepankan prinsip profesional dalam menangani atau berurusan dengan
peserta didik. Hal ini berarti bahwa segala bentuk konflik kepentingan pribadi
ketika berhadapan dengan siswa harus dihindari oleh guru.
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien
dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan
masyarakat.
g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada
masyarakat.
h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan
bermasyarakat.
Poin-poin hubngan guru dengan dengan masyarakat tampak jelas
adanya upaya penciptaan hubungan yang harmonis antara guru dengan
masyarakat dalam rangka pendidikan bagi siswa.
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara
aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi
kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam
tindakantindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat
merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi
profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menjadi guru
sebagai sebuah profesi yang diakui berarti juga menggabungkan diri
dengan wadah organisasi profesi karena, oraganisasi profesi merupakan
salah satu syarat penting dari pekerjaan profesional.
Guru Kode etik merupakan suatu tatanan norma-norma, nilai-nilai moral yang harus
dihormati, dihayati dan diamalkan di dalam menjalankan tugas professional. Seorang guru
dalam melaksanakan tugas harus juga menghormati, menghayati dan mengamalkan kode
etik guru Indonesia, sebagai jiwa pengabdiannya kepada nusa dan bangsa Serta
pengabdiannya untuk membantu anak mencapai kedewasaan.6
6
Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar (Cet. I, Surabaya : Usaha Nasional, 1993), 264.
Pemerintah talah berupaya untuk meningkatkan keprofesionalan guru diantaranya
adalah persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar. Upaya lain
yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi yang dilakukan oleh Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam melalui Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan
Dasar.7
Pantiwati mengatakan bahwa selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di
Indonesia untuk meningkatkan keprofesionalan guru adalah PKG (Pusat Kegiatan Guru), dan
KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman
dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.8
Usaha lain yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan keprofesionalan
guru dalam pembelajaran yaitu:
7
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 1-2.
8
Pantiwati, Upaya Peningkatan Keprofeionalan Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi
(Malang: PSSJ PPS Universitas Malang), 30.
9
Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar-Mengajar (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991), 25.
10
Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar-Mengajar, 26.
Ketiga, mengelola kelas. Usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengelola
kelas antara lain: mengatur ruangan belajar dengan berlatih dan mengkaji data ruang
belajar-mengajar, penggunaan serta berusaha menata ruangan yang rapi agar siswa senang
dan kerasan menggunakannya, menciptakan iklim belajar yang tepat dengan cara mengkaji
prinsip-prinsip pengelolaan kelas, faktor-faktor yang mempengaruhi, menciptakan suasana
belajar serta berlatih menangani masalah pengajaran dan pengelolaan.11
11
Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar-Mengajar, 27.
12
Moh. Uzer Oesma, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992),118
13
Wijaya, Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar-Mengajar, 28.
14
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Dunia,
1989), 37.
15
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Dunia,
1989), 65.