Anda di halaman 1dari 33

Kode Etik Guru Indonesia

24 Februari 2011 Budisastro Tinggalkan komentar Go to comments Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa BAGIAN SATU Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Pasal 1 (1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara. (2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah. Pasal 2 (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. (2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan. BAGIAN DUA Sumpah/Janji Guru Indonesia Pasal 3

(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. (2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing. (3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan. Pasal 4 (1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia. (2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelum melaksanakan tugas. BAGIAN TIGA Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari: (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila. (2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6 (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hakhak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.

c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. (2) Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :

a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan. b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. g. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. (3) Hubungan Guru dengan Masyarakat : a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya. f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan bermasyarakat. (4) Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:

a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif. d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah. e. Guru menghormati rekan sejawat. f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat. g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional. h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran. j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. m. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. n. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya. o. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. p. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. q. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

(5) Hubungan Guru dengan Profesi : a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi. b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan mata pelajaran yang diajarkan. c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugastugas profesional dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. g. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya. h. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. (6) Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya : a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan. b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan. c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugastugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya. g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.

h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (7) Hubungan Guru dengan Pemerintah: a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya. b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya. c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. d. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. BAGIAN EMPAT Pelaksanaan, Pelanggaran, dan Sanksi Pasal 7 (1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kode Etik Guru Indonesia. (2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat, penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Pasal 8 (1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakana Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan profesi guru. (2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Pasal 9

(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhdap Kode Etik Guru Indonesia menjadi wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang-undangan. (3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. (5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. (6) Setiap pelanggar dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasihat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Bagian Lima Ketentuan Tambahan Pasal 10 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan. Bagian Enam Penutup Pasal 11 (1) Setiap guru harus secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan, serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia. (2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

A. Pengertian Organisasi Ada banyak pendapat yang mengemukan pengertian dari organisasi. Seperti berikut ini: 1. Organisasi Menurut Stoner Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orangorang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama. 2. Organisasi Menurut James D. Mooney Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. 3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Organisasi juga terbagi menjadi dua bagian yaitu organisasi formal dan organisasi non-formal. dimana Organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya. Sedangkan Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak SD, kemping ke gunung pangrango rame-rame dengan teman, dan lainlain. B. Jenis-jenis Organisasi

Secara kuantitas, tidak berlebihan jika banyak kalangan pendidik menyatakan bahwa organisasi profesi kependidikan di indonesia berkembang pesat bagaikan tumbuhan di musim penghujan. Sampai sampai ada sebagian pengemban profesi pendidikan yang tidak tahu menahu tentang organisasi kependidikan itu. Yang lebih dikenal kalangan umum adalah PGRI. Disamping PGRI yang salah satu organisasi yang diakui oleh pemerintah juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI), dan lain-lain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu anggotanya. Berikut ini jenis-jenis organisasi profesi kependidikan yang ada di Indonesia: 1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Tujuan utama pendirian PGRI adalah:

a. Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan) b. Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi) Pendirian PGRI sama dengan EI: education as public service, not commodity c. Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan). Makna Visi PGRI adalah: a. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Perjuangan : 1. Wahana mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Wahana untuk membela, mempertahankan, dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Wahana untuk meningkatkan integritas bangsa dalam menjamin terpeliharanya keutuhan, kesatuan, dan persatuan bangsa. 4. Berperan aktif memperjuangkan tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 5. Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan pemangku profesi kependidikan. 6. Wahana untuk memberikan perlindungan dan membela kepentingan guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan hukum. b. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi : 1. Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru.

2. Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat. 3. Wahana menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia. 4. Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru. 5. Wahana pembinaan bagi Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang menyatakan diri bergabung atau bermitra dengan PGRI. 6. Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. 7. Wahana untuk mewujudkan pengabidan secara nyata melalui anak lembaga dan badan khusus. 8. Wahana untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan. c. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan : 1. Wahana untuk memperjuangkan terwujudnya hak-hak guru dan tenaga kependidikan 2. Wahana untuk memperjuangkan kesejahteraan guru yang berupa: imbal jasa, rasa aman, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kepastian karier. 3. Wahana untuk mewujudkan prinsip dan pendekatan ketenagakerjaan dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota.

4. Wahana untuk memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawanan organisasi. 5. Wahana untuk membela dan melindungi guru sebagai pekerja. 6. Wahana untuk membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi ketenagakerjaan baik lokal, regional maupun global. d. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Mandiri : 1. Menjalin kerjasama dengan semua pihak atas dasar kemitrasejajaran, saling menghormati dan berdiri di atas semua golongan. 2. Menggali dan mengembangkan potensi baik sumber daya manusia maupun sumber daya keuangan dan sumber daya organisasi lainnya yang tidak tergantung dari pihak manapun. 3. Membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan organisasi dengan menempatkan iuran anggota sebagai sumber utama pembiayaan organisasi. e. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Non Partisan : 1. PGRI tidak menjadi bagian dari partai politik manapun dan tidak berafiliasi dengan partai manapun. 2. PGRI memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk menentukan pilihan politiknya secara merdeka. 3. PGRI selalu menjalin hubungan baik dengan seluruh partai dan komponen masyarakat dalam memajukan pendidikan nasional. Misi PGRI adalah:

a. Menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. b. Berperan aktif dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan dan kebudayaan yang berlandaskan asas demokrasi, keterbukaan, pengakuan terhadap hak asasi manusia, keberpihakan pada rakyat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. c. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan kesejahteraan anggota. d. Melaksanakan, mengamalkan, mempertahankan dan menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia. e. Membangun sikap kritis terhadap kebijakan pendidikan yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat. f. Melaksanakan dan mengelola organisasi berdasarkan tata kelola yang baik (good govermance). g. Memperjuangkan perlindungan hukum, profesi, dan kesejahteraan anggota PGRI. h. Mewujudkan PGRI sebagai organisasi profesi yang mempunyai kewenangan akreditasi, sertifikasi, dan lisensi pendidik dan tenaga kependidikan. i. Memperkuat solidaritas, soliditas, demokratisasi, dan kemandirian organisasi di semua level/tingkatan. j. Menyamakan persepsi, visi, dan misi para guru/pendidik dan tenaga kependidikan sebagai pilar utama pembangunan pendidikan nasional. k. Mewujudkan PGRI sebagai organisasi yang memiliki kekuatan penekan (pressure group), pemikir (thinker), dan pengendali (control).

2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi saling guru mata pelajaran belajar yang dan berada bertukar di pikiran suatu dan sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk berkomunikasi, pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas,2004: 1). Menurut Mangkoesapoetra (2004:1) MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah. Tujuan MGMP adalah: Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut pedoman MGMP (2004: 2) adalah: 1. Tujuan umum. Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru. 2. Tujuan khusus. a) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien. b) Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan siswa. c) Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. (Depdiknas, 2004: 2)

Menurut Mangkoesapoetra (2004: 2) tujuan diselenggarakannya MGMP adalah untuk: a) Memotivasi guru, meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan dan membuat evaluasi program pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional. b) Meningkatkan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan. c) Mendiskusikan permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari dengan dan mencari solusi mata alternative pemecahan sesuai kaarakteristik

pelajaran masingmasing, guru, sekolah dan lingkungannya. Peranan MGMP adalah Menurut pedoman MGMP (Depdiknas. 2004: 4) MGMP berperan untuk: a. Mengakomodir aspirasi dari,oleh dan untuk anggota. b. Mengakomodasi aspirasi masyarakat/stokeholder dan siswa c. Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran. d. Mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan. Sedangkan menurut Mangkoesapoetra (2004: 3) peranan MGMP adalah: a. Reformator dalam classroom reform, terutama dalam reorientasi pembelajaran efektif.

b. Mediator dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru terutama dalam pengembangan kurikulum dan sistem pengujian c. Supporting agency dalam inivasi manajemen kelas dan manajemen sekolah. d. Collaborator terhadap unit terkait dan organisasi profesi yang relevan. e. Evaluator dan developer school reform dalam konteks MPMBS. f. Clinical dan academic supervisor dengan pendekatan penilaian appraisal. Fungsi MGMP adalah Adapun fungsi MGMP menurut Mangkoesapoetra (2004: 3) adalah: a. Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin. b. Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat sekolah, wilayah, maupun kota. c. Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah. 3. Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984. Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: (a) Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di

seluruh Indonesia; (b) meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; (c) membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; (d) mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; dari (e) meindungi spesialisasi dan memperjuangkan dan (g) kepentingan profesional para anggota; (f) meningkatkan komunikasi antaranggota berbagai pendidikan; menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan. Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya. 4. Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing. Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya. Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini. 1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi.

2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaikbaiknya. 3. Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975). Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu: 1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling; 2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling; 3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembagalembaga lin, baik dalam maupun luar negeri; dan 4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975). Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975) sebagai berikut ini. 1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bmbingan Indoesia dan brosur atau penerbitan lain. 2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya. 3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya. 4. Penelitian di bidang bimbingan.

5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis. 6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan.

PADA era Orde Baru, organisasi guru diidentikkan dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia). Pada masa itu, PGRI dapat dikatakan satu-satunya organisasi guru yang diakui pemerintah. Posisi guru saat itu sangat lemah, digaji rendah pun tidak ada yang menentang. Guru dininabobokan dengan slogan pahlawan tanpa jasa. Selain itu, guru tidak berani secara terbuka mengkritisi kebijakan pemerintah. Hal ini bisa dipahami. Dalam beberapa kasus, guru yang kritis dimutasi ke daerah terpencil atau turun pangkat. Akibatnya, banyak guru memilih diam. Bahkan dalam berpolitik pun, guru (khususnya PNS yang seharusnya netral) pada masa itu digiring untuk memilih salah satu partai politik tertentu. Tetapi setelah reformasi, bermunculah beberapa organisasi guru. Misalnya Federasi Guru Independen Indonesia, Persatuan Guru Karyawan Swasta Indonesia, Figurmas, Persatuan Guru Tidak Tetap Indonesia, Forum Guru Tidak Tetap Indonesia, Serikat Guru Jakarta, Forum Tenaga Honorer Negeri Indonesia, Forum Ilmiah Guru dan masih banyak lagi. Bahkan di setiap daerah bermunculan organisasi guru, baik yang menamakan dirinya persatuan, ikatan atau forum guru. Dalam pengamatan penulis, latar belakang kemunculan berbagai organisasi guru tersebut dikarenakan beberapa hal. Pertama, belum tertampungnya aspirasi guru dalam wadah organisasi yang sudah ada. Sebelum dekade 2000-an, banyak guru menganggap PGRI terlalu menganakemaskan guru negeri. Akibatnya, guru swasta merasa dianaktirikan, sehingga lahirlah organisasi guru swasta. Selain itu, PGRI dianggap sebagai kepanjangan tangan birokrasi untuk menekan guru (Darmaningtyas: 2007). Bahkan seorang teman anggota PGRI mengeluh, setiap bulan gajinya dipotong untuk iuran bulanan, tetapi dia tidak tahu bagaimana masalah pertanggungjawabannya. Sebenarnya jumlah uang yang dipotong tidak seberapa. Tetapi jika dikalikan dengan seluruh anggota, tentu akan menjadi jumlah yang sangat besar. Meskipun dalam beberapa hal, PGRI sekarang sudah melakukan pembenahan dalam memperjuangkan peningkatan profesionalisme guru.

Kedua, adanya perubahan kondisi politik bangsa Indonesia dari Orde Baru ke era reformasi. Sebelumnya, orang takut berbeda sikap dengan pemerintah. Sekarang, setiap orang bebas untuk berserikat dan menyampaikan pendapat. Pemerintah saat itu mengarahkan organisasi guru hanya satu, untuk memudahkan dalam mengontrolnya. Seiring dengan perubahan waktu, saat ini telah banyak berdiri organisasi guru. Dalam hal penyampaian pendapat, guru yang melakukan demonstasi di masa itu dianggap tabu. Sekarang, demonstrasi dianggap hal biasa dalam memperjuangkan nasib guru. Ketiga, semangat untuk meningkatkan profesionalisme guru. Kalau sebelumnya pekerjaan guru dianggap sebelah mata, kini dianggap setara dengan profesi lain seperti dokter, pengacara, dan akuntansi. Namun dalam beberapa hal masih ditemukan kendala. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya organisasi profesi. Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). Dalam Pasal 14 1 (h) disebutkan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi. Tetapi dalam praktiknya masih saja birokrat pendidikan sekarang yang secara terselubung mewajibkan kepada guru untuk bergabung ke salah satu organisasi guru tertentu, khususnya yang berstatus pegawai negeri sipil. Padahal ini jelas melanggar UUGD. Melihat perkembangan organisasi guru yang ada, tidak semua dapat dikategorikan sebagai organisasi profesi guru. Biasanya kalau organisasi profesi itu sifatnya permanen, bukan insidental. Dengan kata lain, apa yang dilakukan organisasi guru itu harus dilakukan secara terus menerus. Bukan setelah perjuangannya selesai, kemudian organisasi tersebut berhenti beraktivitas. Memajukan Profesi Kedudukan guru sekarang makin berat, terutama jika dibandingkan sebelum adanya UUGD. Saat ini guru diposisikan sebagai tenaga profesional yang berfungsi meningkatkan martabat, dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (UUGD Pasal 2 ayat 1). Karenanya, guru dituntut untuk selalu terus meningkatkan kualitas kompetensinya. Salah satu cara meningkatkannya adalah melalui organisasi profesi guru. Dalam UUGD Pasal 41 (2) disebutkan, organisasi profesi berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Dari pasal itu dapat dikatakan, keberadaan organisasi profesi akan meningkatkan profesionalisme guru. Karena di sana ada interaksi antarguru untuk memikirkan bagaimana meningkatkan profesionalismenya secara terus-menerus.

Dalam organisasi profesi guru, tidak ada perbedaan antara guru yang sudah lulus sertifikasi dan yang belum mengikuti / belum lulus sertifikasi. Secara teori, guru yang sudah lulus uji sertifikasi dapat dikatakan sebagai guru profesional. Tetapi bukan berarti tak perlu organisasi profesi guru. Bahkan guru yang sudah lulus harus membuktikan dirinya sebagai guru yang benar-benar profesional dengan terus berinovasi dalam pembelajaran atau meng-update pengetahuan dalam pendidikan. Salah satu cara untuk selalu meningkatkan profesi guru adalah menjadi anggota profesi guru, termasuk di dalamnya guru yang belum mengikuti uji sertifikasi. Tidak salah kalau dalam UUGD Pasal 41 (3) mewajibkan setiap guru untuk mengikuti organisasi profesi guru. Perubahan Paradigma Memang, payung hukum untuk mewajibkan setiap guru mengikuti organisasi profesi perlu ada. Tetapi juga perlu penyadaran kepada guru tentang manfaat mengikuti organisasi itu. Selama ini, berdasarkan pengamatan penulis, guru mengikuti organisasi profesi lebih mengedepankan memenuhi kewajiban. Akibatnya, mereka hanya sekedar ikut-ikutan, bahkan ada yang terpaksa. Idealnya, bergabung dengan organisasi guru benar-benar menjadi sebuah kebutuhan untuk mengembangkan profesinya. Melihat kenyataan di atas, perlu ada perubahan paradigma dalam pengembangan organisasi profesi guru. Pertama, perubahan manajemen profesi guru. Selama ini guru hanya dianggap sebagai objek para petinggi organisasi. Bahkan ada anggapan masuk organisasi profesi guru ujung-ujungnya gajinya yang tidak seberapa dipotong setiap bulan. Sebenarnya guru tak mempermasalahkan besarnya iuran, tetapi bagaimana pertanggunggjawaban penggunaan dana itu, agar betul-betul bermanfaat untuk anggota profesi guru ? Maka, pertanyaan di atas itu harus dijawab pengurus organisasi profesi guru, dengan mengelola keuangan secara transparan dan akuntabel. Dengan demikian, setiap anggota bisa mengakses laporan pertanggungjawaban. Tidak kalah penting, organisasi profesi tersebut harus betul-betul memberdayakan semua anggotanya sebagai subjek, dan bukan lagi sebagai objek. Kedua, birokrat pendidikan. Dalam organisasi profesi guru, seharusnya birokrat pendidikan berlaku adil kepada seluruh organisasi profesi guru yang ada. Jangan sampai dengan masuknya birokrat pendidikan ke dalam kepengurusan organisasi profesi guru akan memandang sebelah mata organisasi profesi guru lain. UUGD menjamin kebebasan guru untuk berserikat dalam organisasi profesi.

Selain itu, birokrat pendidikan dan pemerintah harus memberi otonomi penuh kepada semua organisasi profesi dalam mengelolanya. Jangan sampai mengintervensi ketika ada guru yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, lalu dimutasi atau diturunkan pangkatnya. Kalau ada kasus seperti itu, maka guru dan organisasi profesi harus berdialog. Ketiga, dari pihak guru. Menurut Paul Suparno (2004), reformasi pendidikan di Indonesia berjalan sangat lambat. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Banyak guru tidak suka perubahan. Guru sudah puas dengan tugas sehari-hari di kelas, sehingga ketika ada perubahan dalam pendidikan justru menjadi kaget dan bingung. Kondisi ini tidak sertamerta disalahkan kepada guru, karena selama 32 tahun mereka ditempatkan sebagai robot yang harus melaksanakan perintah atasannya. Meminjam istilah Giroux (1988), guru itu seharusnya seorang intelektual transformatif. Seorang intelektual yang dapat ikut merubah suasana dan keadaan, serta menjadi agen perubahan masyarakat lewat anak didik yang dibantu secara kritis (Paul Suparno: 2004). Untuk menjadi guru yang intelektual tranformatif, salah satunya bisa dilakukan dengan mengikuti organisasi profesi guru. Dari ketiga hal di atas, kalau semua pihak terkait mau dan mampu merubah paradigmanya, bukan tidak mungkin fungsi organisasi guru seperti diamanatkan dalam UUGD akan tercapai. (32)

Setelah menulis tentang pengertian profesi pendidikan, sekarang om oji akan menjelaskan bagaimana kode etik profesi keguruan. Pengertian Kode Etik

1. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokokpokok kepegawaian, pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan. 2. Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,Basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggalilan pengabdiannya bekerja

sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: (1) sebagai landasan moral. (2) sebagai pedona tingkah laku. Dari uraian diatas terlihat bahwa kode atik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh anggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Tujuan Kode Etik Menurut R. Hermawan S (1979) secara umum tujuan kode etik adalah : 1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi 2. Untuk menjaga dam memelihara kesejahteraan para anggotanya 3. Untuk meningkatkan penabdian para anggota profesi 4. Untuk meningkatkan mutu profesi 5. Untuk meningkatkan mutu oranisasi profesi Penetapan Kode Etik Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan memikat para anggotanya. Penetapan kode etik lasim ditetapkan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak dapat dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota profesi daro organisasi tersebut. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara memcampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yag semula hanya merupaka kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjuadi perturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya seagai sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meninkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Kode Etik Guru Indonesia Kode etik guru indonesi dapat dirumuskan sebaai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi kode guru indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku tiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugasnya mengabdi sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Dengan demikian kod etik guru indonesia merupakan alat yang amat penting untuk membentuk sikap profesional pada anggota profesi keguruan. Organisasi Profesi Keguruan a. Fungsi organisasi profesional keguruan adalah Seperti yang tekah disebutkan dalam salah satu kriteria jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak lankah dan mengendalikan keseluruhan profesi, yakni organisasi profesi. Bagi guru-guru kita, itu telah ada yakni Persatuan guru Republik indonesia atau yang lebih dikenal denga PGRI yang didirikan di Surakarta pada tanggal 25 November 1945.

b. Jenis-jenis organisasi keguruan adalah Disamping PGRI yang satu-satunya organisasi yang diakui oleh pemerinta juga terdapat organisasi lain yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didirikan atas anjuran Departeman Pendidikan dan Kebudayaan. Sayangnya, organisasi ini tidak ada kaitan yang formal dengan PGRI. Selain itu ada juga organisasi profesional guru yang lain yaitu ikatan serjana pendidikan indonesia (ISPI), yang sekarang suda mempunyai nanyak devisi yaitu Ikatan Petugas Bimbingan Belajar (IPBI), Himpunan Serjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HSPBI), dan lainlain, hubungannya secara formal dengan PGRI juga belum tampak secara nyata, sehingga belum didapatkan kerjasama yang saling menunjang dalam meningkatkan mutu anggotanya. Problem profesi guru Adapun kelemahan-kelemahan lainnya yang terdapat dalam profesi keguruan di Indonesia, antara lain berupa: (1) Masih rendahnya kualifikasi pendidikan guru dan tenaga kependidikan; (2) Sistem pendidikan dan tenaga kependidikan yang belum terpadu; (3) Organisasi profesi yang rapuh; serta (4) Sistem imbalan dan penghargaan yang kurang memadai.

PEMBUKAAN Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradap. Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak

yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini. Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa. Bagian Satu Pengertian, tujuan, dan Fungsi Pasal 1 (1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara. (2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah. Pasal 2 (1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang. (2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan. Bagian Dua

Sumpah/Janji Guru Indonesia Pasal 3 (1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. (2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing. (3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan. Pasal 4 (1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia. (2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas. Bagian Tiga Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional Pasal 5 Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari : (1) Nilai-nilai agama dan Pancasila (2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. (3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual, Pasal 6 (1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik: a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hakhak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran. d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan. e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan. g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik. h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya. i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya. j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil. k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya. l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya. m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan. n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan. o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama. p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa : 1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan. 2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik. 3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya. 4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. 5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya. 6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan. 7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi. (3) Hubungan Guru dengan Masyarakat : 1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan. 2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran. 3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat 4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya. 5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya 6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat. 7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat. 8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat. (4) Hubungan Guru dengan seklolah 1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah. 2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan. 3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif. 4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah. 5. Guru menghormati rekan sejawat. 6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat 7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.

8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya. 9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapatpendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran 10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat. 11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran. 12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya. 13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat. 14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya 15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya. 16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbanganpertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum. 17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat. (5) Hubungan Guru dengan Profesi : 1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi 2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan 3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya 4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya. 5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya. 6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya. 7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya 8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran. (6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya : a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.

b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat. d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugastugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya. e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya. f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya. g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya. h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. (7) Hubungan Guru dengan Pemerintah : a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya. b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya. c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945. d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran. e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara. Bagian Empat Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi Pasal 7

(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia. (2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Pasal 8 (1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru. (2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat. Pasal 9 (1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia. (2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif (3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru. (5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang. (6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Bagian Lima Ketentuan Tambahan Pasal 10 Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

Bagian Enam Penutup Pasal 11 (1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia. (2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai