Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION


LBM 3
“Miksi”

Disusun Oleh:

NAMA : S. K. Karyadi Putra


NIM : 021.06.0091
KELOMPOK : SGD 10
TUTOR : dr. Baiq Novaria Rusmaningrum, S. Ked
BLOK : Urogenital 1

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya sampaikan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya saya dapat melaksanakan dan menyusun laporan Small Group
Discussion (SGD) LBM 2 yang berjudul “Urinku” ini tepat pada waktunya.
Laporan ini ditulis untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai SGD serta
Pleno dalam Blok Urogenital 1. Dalam penyusunan laporan ini, saya mendapat
banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, melalui kesampatan ini saya menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan
kaporan ini dengan lancar.
2. dr. Baiq Novaria Rusmaningrum, S. Ked selaku Tutor serta Fasilitator Small
Group Discussion (SGD) kelompok 10
3. Bapak/Ibu dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar yang
memberikan masukan terkait laporan yang saya buat.
4. Kakak tingkat yang berkenan memberikan masukan terkait dengan laporan
yang telah saya buat.
5. Serta kepada teman-teman yang memberikan masukan dan dukungannya
kepada saya.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata saya berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang akan menggunakannya.

Mataram, 27 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Skenario ........................................................................................................ 1

1.2 Deskripsi Masalah ....................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Anatomi Vesica Urinaria ............................................................................ 3

2.2 Inervasi Proses Miksi .................................................................................. 6

2.3 Fisiologi Miksi (Pengumpulan hingga pengeluaran urin) ....................... 8

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Proses Miksi ............................................... 11

2.5 Kontrol Volunter yang Terjadi Pada Proses Miksi................................ 13

2.6 Proses Terjadinya Refleks Berkemih ...................................................... 14

BAB III ................................................................................................................. 17


KESIMPULAN .................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario
LBM 3

“Miksi”
Seorang mahasiswa laki-laki berumur 19 tahun sedang mengikuti ujian
OSCE. Ia merasa ingin BAK, namun ia harus menunggu hingga station selsesai.
Bagaimana penjelasan terkait kasus di atas?

1
1.2 Deskripsi Masalah
Dalam SGD LBM 3 pada blok Urogenital 1 yang berjudul Miksi, kami
mendapatkan beberapa identifikasi masalah. Dalam scenario tersebut diceritakan
Seorang mahasiswa laki-laki berumur 19 tahun sedang mengikuti ujian OSCE.
Namun ditengah-tengah ujiannya ia merasa ingin BAK, namun ia harus menunggu
hingga station selesai. Hal ini akan merujuk pada mekanisme miksi. Miksi
merupakan proses pengosongan urin dari vesica urinaria. Urine yang kita keluarkan
merupakan salah satu fungsi dari organ ginjal, yakni fungsi ekskresi. Dalam
memproduksi urine, terdapat 3 proses dasar, yakni filtrasi glomerulus, reabsorpsi
tubulus, dan sekresi tubulus. Dalam scenario ini, akan mengarah ke permasalahan
dan diharapka dapat menjawab mengenai fisiologi miksi, refleks berkemih serta
kontrol volunteer yang terjadi saat proses miksi, faktor yang berperan dalam proses
miksi, dan dibahas juga anatomi serat inervasi organ yang berperan dalam proses
miksi. Pembahasan selengkapnya akan dibahas pada pembahasan di Bab II. Materi
ini penting untuk dipelajari untuk memahami blok Uroenital dan akan berguna di
blok selanjutnya yang relevan dengan blok Urogenital 1.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Vesica Urinaria

Gambar 1 Pandangan Anterior Organ Saluran Kencing


Pada fisiologi miksi, terdapat beberapa organ urinaria yang berperan. Ureter
merupakan struktur dari sistem urinaria yang menghubungkan antara pelvis renalis
dengan vesika urinaria. Ureter juga dapat didefinisikan sebagai saluran dengan
panjang 25-30 cm, berdinding tebal, dengan lumen sempit berdiameter 1-10 mm.
Terdapat sepasang ureter di dalam sistem urinaria. Masing-masing dari kedua ureter
mengangkut urin dari pelvis renalis menuju kandung kemih atau pelvis renalis. Di
dasar kandung kemih, ureter melengkung ke arah medial dan berjalan miring
melalui dinding aspek posterior kandung kemih. Meskipun tidak terdapat katup
anatomis di tempat untuk masing-masing ureter ke dalam kandung kemih, katup
fisiologis cukup efektif. Sewaktu terisi urine, tekanan di dalam kandung kemih
menekanlubang miring temoat masuk ureter dan mencegah aliran balik urine.
Apabila katup fisiologis ini tidak bekerja dengan baik, ada kemungkinan mikroba
naik ke dalam ureter dan menginfeksi struktur diatasnya (Tortora, GJ., Derrick. son,
B, 2016)
Kandung kemih atau vesika urinaria merupakan organ berongga, berotot
dan dapat teregang yang terletak di rongga panggul posterior dan simfisis pubis.
Pada pria, organ ini, terletak tepat di anterior rectum dan pada Wanita terletak pada
anterior vagina dan inferior dari uterus. Lipatan-lipatan peritoneum menahan

3
kandung kemih dalam posisinya. Ketika sedikit teregang akibat penimbunan urine,
kandung kemih akan berbentuk bulat. Apabila kosong, kandung kemih akan
mengempis. Kapasitas kandung kemih berkisar antara 700-800 mL. organ ini lebih
kecil pada Wanita karena uterus menempati ruang tepat superior dari kandung
kemih. Di dasar kandung kemih terdapat daerah segitiga kecil yang disebut dengan
trigonum. Dua sudut posterior trigonum mengandung dua lubang ureter. Ostium
uretra internum merupakan lubang yang akan menuju urethra yang terletak di sudut
anterior (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016).
Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan. Lapisan paling dalam
adalah mukosa, membran mukosa yang terdiri dari epitel transisional dan lamina
propria serupa dengan di ureter. Juga terdapat rugae (lipatan mukosa) agar kandung
kemih dapat mengembang. Mukosa dikelilingi oleh muskularis intermediat, yang
juga dinamai otot detrusor, yang terdiri dari tiga lapisan serat otot polos: lapisan
longitudinal di bagian dalam, sirkular di tengah, dan longitudinal di luar. Di sekitar
lubang uretra serat-serat sirkular membentuk suatu sfingter uretra internus; inferior
dari sfingter terdapat sfingter uretra eksternus, yang terdiri dari otot rangka dan
merupakan modifikasi dari otot-otot dalam perineum. Lapisan paling superfisial
kandung kemih di permukaan posterior dan inferior adalah adventisia, suatu lapisan
jaringan ikat areolar yang bersambungan dengan yang terdapat di ureter. Di
permukaan superior kandung kemih terdapat serosa, suatu lapisan peritoneum
visceral (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016).
Vesica urinaria adalah organ yang penting untuk menyimpan urine sampai
siap untuk dikeluarkan. Vesica urinaria letaknya subperitoneal. Dindingnya terdiri
dari mucosa, dilapisi oleh transitional epithelium yang tipis saat vesica urinaria
penuh namun menebal saat kontraksi. Vesica urinaria memiliki dinding muscular
yang kuat. Urine dikeluarkan dari vesica urinaria melalui urethra. Pada saat kosong,
vesica urinaria berada pada lesser pelvis dan pada saat penuh dapat setinggi
umbilicus. Vesica urinaria memiliki 5 bagian yaitu apex, body, fundus, neck, dan
uvula. Vesica urinaria dipisahkan dengan pubic bones oleh retropubic space dan
ada di sebelah inferior peritoneum, di pelvic floor. Vesica urinaria memiliki empat
permukaan, yaitu: superior surface, dua permukaan inferolateral satu permukaan
posterior. Apex vesica urinaria (ujung anterior) mengarah ke ujung superior pubic

4
symphysis. Fundus vesica urinaria berseberangan dengan apex, dibentuk oleh
dinding posterior yang konveks. Body of the bladder adalah bagian antara apex dan
fundus. Pada wanita, bagian fundus berdekatan dengan dinding anterior vagina.
Pada laki-laki, bagian fundus berbatasan dengan rectum. Collum vesica urinaria
(neck of the bladder) adalah bagian di mana fundus dan permukaan inferolateral
memusat di inferior (DiFiore, 2014)
Ketika vesica urinaria terisi, vesica urinaria akan naik ke superior ke arah
jaringan lemak extraperitoneal di dinding anterior abdomen dan memasuki greater
pelvis. Vesica urinaria yang terisi penuh akan berada setinggi umbilicus. Ketika
kosong, vesica urinaria berbentuk tetrahedral. Bladder bed dibentuk oleh pubic
bones serta yang menutupi obturator internus and levator ani muscles dan di sebelah
posteriorly oleh rectum atau vagina. Vesica urinaria ditutupi oleh jaringan ikat
longgar dan vesical fascia. Hanya permukaan superior yang ditutupi oleh
peritoneum. Dinding Vesica urinaria terdiri dari musculus detrusor. Dekat collum
vesica urinaria pria ada otot yang membentuk involuntary internal urethral
sphincter. Sphincter ini berkontraksi saat ejakulasi untuk mencegah ejakulasi
retrograde semen ke bladder. Pada pria, otot pada collum vesica urinaria pria
kontinu dengan jaringan fibromuscular prostat Pada pria, otot pada collum vesica
urinaria pria kontinu dengan jaringan otot pada dinding urethra. Orificium uretra
dan internal urethral orifice ada pada sudut trigonum vesica urinaria. Ureteric
orifices dikeliling oleh musculus detrusor yang menjadi kuat ketika bladder
berkontraksi sehingga mencegah reflux urine ke dalam bladder. Uvula vesica
urinaria adalah sedikit peninggian trigonum pada internal urethral orifice (Tortora,
GJ., Derrick. son, B, 2016).
Uretra merupakan saluran kecil yang berjalan dari ostium uretra internum
di dasar kandung kemih ke bagian luar tubuh. Pada wanita, uretra terletak tepat di
posterior dari simfisis pubis dan memiliki panjang 4 cm. lubang uretra ke eksterior
(ostium uretra eksternum) yang terletak di antara klitoris dan lubang vagina. Pada
pria, uretra juga terbentang dari ostium uretra internum ke luar, tetapi panjang dan
alur perjalanannya berbeda. Uretra pria mula-mula melewati prostat, lalu
menembus otot-otot dalam perineum, dan akhirnya melalui penis, dengan jarak
sekitar 20 cm (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016).

5
2.2 Inervasi Proses Miksi
Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus, yang
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan
segmen S-2 dan S-3 medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat dua jenis saraf
yaitu serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat
regangan dalam dinding kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya dari
uretra posterior merupakan sinyal yang kuat dan terutama berperan untuk memicu
refleks pengosongan kandung kemih. Persarafan motorik yang dibawa dalam
nervus pelvikus merupakan serat parasimpatis. Saraf ini berakhir di sel ganglion
yang terletak di dalam dinding kandung kemih. Kemudian sarafsaraf
postganglionik yang pendek akan mempersarafi otot detrusor (Guyton, A.C., dan
Hall, J.E. 2019).
Selain saraf pelvis, terdapat dua jenis persarafan lain yang penting untuk
mengatur fungsi kandung kemih. Saraf yang paling penting adalah serat motorik
skeletal yang dibawa melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna kandung kemih.
Saraf ini merupakan serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengatur otot
rangka volunter sfingter tersebut. Kandung kemih juga mendapatkan persarafan
simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrik, yang terutama
berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini terutama
merangsang pembuluh darah dan memberi sedikit efek terhadap proses kontraksi
kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui persarafan
simpatis dan mungkin penting untuk sensasi rasa penuh dan nyeri, pada beberapa
kasus (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Serabut saraf eferen simpatis ke kandung kemih dan uretra berasal dari the
intermediolateral gray column dari segmen T10-L2 ke ganglia paravertebral
simpatis lumbal serabut postganglion di nervus hipogastrikus untuk bersinaps di
reseptor alfa dan beta adrenergik pada kandung kemih dan uretra. Neurotransmiter
postganglion utama untuk sistem simpatis adalah norepinefrin (Wulandari Sri,
Sudira Putu Gede, 2016)
Eferen simpatis menstimulasi fasilitasi penyimpanan kandung kemih.
Reseptor beta adrenergik mempersarafi fundus kandung kemih. Stimulasi reseptor
ini menyebabkan relaksasi otot polos sehingga dinding kandung kemih berelaksasi.

6
Reseptor alfa adrenergik mempersarafi sfingter interna dan uretra posterior.
Stimulasi pada reseptor ini menyebabkan kontraksi otot polos pada sfingter interna
dan uretra posterior, meningkatkan resistensi saluran keluar dari kandung kemih
dan uretra posterior. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kebocoran selama fase
pengisian urin (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016), (Wulandari Sri, Sudira Putu
Gede, 2016).
Eferen parasimpatik (motorik) berasal dari medulla spinalis di S2-S4 ke
nervus pelvikus dan memberikan inervasi ke otot detrusor kandung kemih. Reseptor
parasimpatik kandung kemih disebut kolinergik karena neurotransmiter
postganglion utamanya adalah asetilkolin. Reseptor ini terdistribusi di seluruh
kandung kemih. Peranan sistem parasimpatik pada proses berkemih berupa
kontraksi otot detrusor kandung kemih. Serabut saraf somatik berasal dari nukleus
Onuf yang berada di kornu anterior medula spinalis S2-S4 yang dibawa oleh nervus
pudendus dan menginervasi otot skeletal sfingter uretra eksterna dan otot-otot dasar
panggul (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016), (Wulandari Sri, Sudira Putu Gede,
2016).
Perintah dari korteks serebri secara disadari menyebabkan terbukanya
sfingter uretra eksterna pada saat berkemih. Sistem aferen (sensoris) berasal dari
otot detrusor, sfingter uretra dan anal eksterna, perineum dan genitalia, melalui
n.pelvikus dan n.pudendus ke conus medullaris; dan melalui n.hipogastrikus ke
medula spinalis thoracolumbal. Aferen ini terdiri atas dua tipe: A-delta (small
myelinated A-delta) dan serabut C (unmyelinated C fibers). Serabut A-delta
berespon pada distensi kandung kemih dan esensial untuk berkemih normal.
Serabut C atau silent C-fibers tidak berespon terhadap distensi kandung kemih dan
tidak penting untuk berkemih normal. The silent C fibers memperlihatkan firing
spontan ketika diaktifkan secara kimia atau iritasi temperatur dingin pada dinding
kandung kemih. Serabut C berespon terhadap distensi dan stimulasi kontraksi
kandung kemih involunter pada hewan dengan CMS suprasakral (Tortora, GJ.,
Derrick. son, B, 2016), (Wulandari Sri, Sudira Putu Gede, 2016).
Fasilitasi dan inhibisi berkemih berada di bawah 3 pusat utama yaitu pusat
berkemih sakral (the sacral micturition center), pusat berkemih pons (the pontine
micturition center), dan korteks serebral. Pusat berkemih sakral pada S2-S4

7
merupakan pusat refleks dimana impuls eferen parasimpatik ke kandung kemih
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan impuls aferen ke sacral micturition
center menyediakan umpan balik terhadap penuhnya kandung kemih. The pontine
micturition center terutama bertanggung jawab terhadap koordinasi relaksasi
sfingter ketika kandung kemih berkontraksi. CMS suprasakral menyebabkan
gangguan sinyal dari pontine micturition center, sehingga terjadi dissinergi detrusor
sfingter. Efek korteks serebral menginhibisi sacral micturition center. Karena CMS
suprasakral juga mengganggu impuls inhibisi dari korteks serebral, sehingga CMS
suprasakral seringkali memilki kapasitas kandung kemih yang kecil dengan
kontraksi kandung kemih involunter (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016).

2.3 Fisiologi Miksi (Pengumpulan hingga pengeluaran urin)


Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga
tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas, dan keadaan
ini akan mencetuskan tahap kedua, yakni adanya refleks saraf yang disebut dengan
refleks miksi (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Urine yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki
komposisi yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligens;
tidak ada perbedaan komposisi urine yang bermakna selama urine mengalir melalui
kalises ginjal dan ureter menuju ke kandung kemih. Urine mengalir dari duktus
koligens menuju kalises ginjal. Urine meregangkan kalises dan meningkatkan
aktivitas pacemaker yang ada, yang kemudian akan memicu kontraksi peristaltik
yang menyebar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang ureter, dengan
demikian memaksa urine mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung kemih. Pada
orang dewasa, ureter normal panjangnya 25 sampai 35 cm. Dinding ureter terdiri
atas otot polos yang dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis serta pleksus
neuron dan serat saraf intramural sepanjang ureter. Seperti otot polos viseral
lainnya, kontraksi peristaltik pada ureter diperkuat oleh rangsang parasimpatis dan
dihambat oleh rangsang simpatis (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area
trigonum kandung kemih. Biasanya, ureter berjalan miring sepanjang beberapa
sentimeter ketika melewati dinding kandung kemih. Tonus normal otot detrusor di
8
dalam kandung kemih cenderung akan menekan ureter, dengan demikian mencegah
aliran balik (refluks) urine dan kandung kemih ketika tekanan di dalam kandung
kemih meningkat selama miksi atau selama kompresi kandung kemih. Setiap
gelombang peristaltik di sepanjang ureter meningkatkan tekanan di dalam ureter
sehingga daerah yang menuju kandung kemih membuka dan memungkinkan aliran
urine ke dalam kandung kemih (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).

Gambar 2 Perubahan Tekanan Intravesikular Sewaktu Kandung Kemih Terisi


Dengan Urine
Gambar diatas memperlihatkan perkiraan perubahan tekanan
intravesikular sewaktu kandung kemih terisi dengan urine. Pada saat tidak ada urine
di dalam kandung kemih, tekanan intravesikularnya sekitar 0, tetapi setelah terisi
urine sebanyak 30 sampai 50 ml, tekanan meningkat menjadi 5 sampai 10 cm H2O.
Tambahan urine sebanyak 200 sampai 300 ml hanya sedikit menambah
peningkatan tekanan; nilai tekanan yang konstan ini disebabkan oleh tonus intrinsik
pada dinding kandung kemih sendiri. Bila urine yang terkumpul di dalam kandung
kemih lebih banyak dari 300 sampai 400 ml, baru menyebabkan peningkatan
9
tekanan secara cepat. Tumpang tindih pada kurva perubahan tekanan tonik selama
pengisian kandung kemih adalah peningkatan tekanan akut periodik yang terjadi
selama beberapa detik hingga lebih dari semenit. Puncak tekanan dapat meningkat
hanya beberapa cm H2O, atau mungkin meningkat hingga lebih dari 100 cm H2O.
Puncak tekanan ini disebut gelombang miksi pada sistometogram dan disebabkan
oleh refleks miksi. Bila refleks miksi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain
yang berjalan melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya.
Jika inhibisi ini lebih kuat di dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke
sfingter eksterna, maka akan terjadi pengeluaran urine melalui urethra. Jika tidak,
pengeluaran urine tidak akan terjadi hingga kandung kemih terus terisi dan refleks
miksi menjadi lebih kuat lagi (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Pada saat pengisian vesica urinaria, ujung saraf aferen pada otot detrusor
teraktivasi. Kemudian saraf aferen membawa impuls ke kornu posterior medula
spinalis thorakolumbal. Impuls diteruskan ke nuklus preganglionic simpatik
segmen T12-L2. Serabut eferen preganglion menuju ke ganglion mesentrikum
inferior (neuron pasca-ganglionik). Serabut pasca ganglion berjalan melalui pleksus
hipogastrik inferior ke dinding vesica urinaria dan sfingter interna. Terjadi relaksasi
otot detrusor dan kontraksi otot sfingter interna. Untuk relaksasi otot detrusor
neurotransmitter yang dilepaskan β adrenegik. Sedangkan kontraksi otot sfingter
interna neurotransmitter yang dilepaskan α adregenik. Pada medula spinalis segmen
sacral terdapat neuron motoric yang disebut nukleus onuf’s. Pontine storage center
(PSC) berada di pons baagian lateral, oleh karena itu dinamakan nukleus lateral
region. PSC ini mempersarafi nukleus onuf”s di medula spinalis sacral. Serabut dari
nukleus onuf’s merupakan nervus pudendus yang mempersarafi otot sfingter
eksterna. Kontor PSC untuk mempertahankan tonus otot sfingter eksterna. Impuls
PSC dikirim terus menerus untuk menjaga agar sfingter eksterna selalu tertutup.
Sehingga saat batuk, bersin atau tertawa urin tidak mengalir keluar (Franco, Israel
& Ejerskov, Cecile, 2017) (Sherwood, 2019).
Ketika vesica urinary telah terisi penuh melebihi ambang rangsang, ujung
saraf aferen pada otot detrusor teraktivasi akibat regangan otot. Impuls aferen
dikirim ke nukleus ger’t pada medula spinalis segmen S1-S2. Serabut aferen
nukleus gert’s berjalan naik ke mesensefalon. Serabut aferen sampai ke

10
periaquaductual gray di mesensefalon. Periaquaductual gray mengirimkan impuls
ke pontine micturition center (PMC) di pons. Pontine micturition center (PMC)
disebut juga nukleus barrington. PMC ini kemudian mengirimkan impuls eferen ke
medula spinalis. Serabut eferen ke neuron preganglion parasimpatis(S2-S4).
Terjadilah kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter interna. PMC juga
kontak dengan interneuron yang akan menginhibisi nuklus onuf’s sehingga terjadi
relaksasi dari otot sfingter eksterna. PMC juga menginhibisi neuron simpatis,
sehingga terjadilah proses miksi. Ada juga serabutnya yang membentuk lengkung
refleks langsung dengan nukleus preganglionic parasimpatis (S2-S4). Serabut
preganglion berjalan ke dalam pleksus hipogastrik inferior dimana terdapat neuron
pasca-ganglionik parasimpatis. Terjadi kontraksi otot detrusor dan relaksasi otot
sfingter interna. Unutk kontraksi otot detrusor neurotransmitter yang dilepaskan
asetilkolin. Sedangkan untuk relaksasi otot sfingter interna saraf parasimpatis
melepaskan nitric oxide. Pada kondisi normal, proses lengkung saraf ini akan
ditekan oleh kontrol saraf pusat. Jadi Pontine micturition center (PMC) berperan
mengaktivasi saraf parasimpatis, menginhibisi saraf simpatis dan menginhibisi
nukleus onuf’s. Keseluruhan jalur diatas disebut dengna jalur refleks spino bulbo
spinalis (Sherwood, 2019), (Franco, Israel & Ejerskov, Cecile, 2017)

2.4 Faktor Yang Memengaruhi Proses Miksi


Banyak faktor yang mempengaruhi volume serta kualitas urin serta
kemampuan klien untuk berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon
keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas,
tingkat perkembangan serta kondisi penyakit. Hal ini juga dapat menyebabkan
beberapa perubahan tersebut dapat terjadi bersifat akut dan kembali pulih/reversible
ataupun dapat pula terjadi perubahan yang bersifat kronis serta tidak dapat sembuh
kembali/ireversibel. Terjadinya perubahan eliminasi urin juga dapat terjadi pada
wanita yang sedang mengalami kehamilan (Rachmadi, Gunandar, 2016).
Faktor lainnya yang memengaruhi proses miksi, yakni pertumbuhan dan
perkembangan, dimana usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah
pengeluaran urin. Pada usia lanjut volume kandung kemih berkurang, perubahan
fisiologis banyak ditemukan setelah usia 50 tahun. Demikian juga wanita hamil
sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering. Kedua, psikologis, dimana
11
pada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulasi berkemih. Ketiga,
Tonus otot, dimana eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot
abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan
untuk berkemih juga akan berkurang. Mekanisme awal yang menimbulkan proses
berkemih volunter belum diketahui dengan pasti. Salah satu peristiwa awal adalah
relaksasi otot-otot dasar panggul, hal ini mungkin menimbulkan tarikan yang cukup
besar pada otot detrusor untuk merangsang kontraksi. Kontraksi otot-otot perineum
dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara volunter sehingga mampu mencegah
urin mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih,
keempat, Intake cairan dan makanan, dimana alkohol menghambat anti diuretik
hormon, kopi, teh, coklat, dan cola (mengandung kafein) dapat meningkatkan
pembuangan dan ekskresi urin. Kelima, kondisi penyakit, dimana pada pasien yang
deman akan terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan
melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ kemih menyebabkan retensi urin
(Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016), (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Faktor selanjutnya adalah Pembedahan, dimana dalam penggunaan anastesi
menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan menurun. Ketujuh,
pengobatan, dimana pada penggunaan diuretik meningkatkan output urin, anti
kolinergik dan antihipertensi menimbulkan retensi urin. Terdapat juga beberapa
hormon yang memengaruhi, yakni Angiotensin II dimana akan merangsang sekresi
aldosteron dan pada akhirnya menyebabkan berkurangnya pengeluaran air melalui
urine. Aldosteron dimana akan meningkatkan reabsorpsi air melalui osmosis,
dengan mendorong reabsorpsi Na+ dan Cl- dan akan menyebabkan berkurangnya
pengeluaran air melalui urine. Peptida Natriuretik Atrium (ANP) dimana akan
mendorong natriuresis peningkatan ekskresi Na + dan Cl- urine disertai oleh
pengeluaran air dan akan menyebabkan peningkatan pengeluaran air melalui urine.
Hormon antidiuretik (ADH), juga dikenal sebagai vasopresin akan menyebabkan
pendorong penyisipan protein kanal-air (akuaporin-2) ke membran apikal principal
cell di duktus koligentes ginjal. Akibatnya, permeabilitas se; terhadap air meningkat
dan lebih banyak air direabsorpsi dimana akan menyebabkan berkurangnya
pengeluaran air melalui urine (Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016), (Guyton, A.C.,
dan Hall, J.E. 2019).

12
FAKTOR MEKANISME EFEK
Air meningkat
Pusat haus di
Merangsang keinginan untuk minum jika rasa haus
hipotalamus
dipenuhi
Berkurangnya
Angiotensin II Merangsang sekresi aldosteron pengeluaran air
melalui urine
Meningkatkan reabsorpsi air melalui Berkurangnya
Aldosteron osmosis, dengan mendorong reabsorpsi pengeluaran air
Na+ dan Cl- melalui urine
Peptida Mendorong natriuresis peningkatan Peningkatan
Natriuretik ekskresi Na+ dan cl- urine disertai oleh pengeluaran air
Atrium (ANP) pengeluaran air melalui urine
Mendorong penyisipan protein kanal-air
Hormon
(akuaporin-2) ke membran apikal
antidiuretik Berkurangnya
principal cell di duktus koligentes ginjal.
(ADH), juga pengeluaran air
Akibatnya, permeabilitas se; terhadap air
dikenal sebagai melalui urine
meningkat dan lebih banyak air
vasopresin
direabsorpsi
(Tortora, GJ., Derrick. son, B, 2016).

2.5 Kontrol Volunter yang Terjadi Pada Proses Miksi


Pengeluaran urine secara volunter merupakan pengontrolan baik menahan
maupun pengeluaran urine yang dilakukan secara sadar. Pengosongan urine yang
terjadi dapat dilakukan seseorang dengan cara volunter mengontraksikan otot
perutnya, yang akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan
memungkinkan urine tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra
posterior akibat tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu
reseptor regang, yang mencetuskan refleks miksi dan sekaligus menghambat
sfingter uretra eksterna. Biasanya, seluruh urine akan dikeluarkan, dan menyisakan
tidak lebih dari 5 sampai 10 ml urine di dalam kandung kemih (Guyton, A.C., dan
Hall, J.E. 2019).

13
Distensi kandung kemih oleh urin dengan jumlah kurang lebih 250 cc akan
merangsang reseptor tekanan yang terdapat pada dinding kandung kemih.
Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi dinding kandung kemih oleh otot detrusor,
pada saat yang sama terjadi relaksasi sfingter internus, diikuti oleh relaksasi sfingter
eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. 7 Rangsangan yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter interus dihantarkan
melalui serabut-serabut parasimpatik. Kontraksi sfingter eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis
dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan
terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi
urin (kencing tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh
torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi
untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna (Guyton, A.C., dan Hall,
J.E. 2019).
2.6 Proses Terjadinya Refleks Berkemih
Refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, tetapi
dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi pusat fasilitasi
dan inhibisi kuat di batang otak, terutama terletak di pons, dan beberapa pusat yang
terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapi dapat berubah
menjadi eksitasi. Refleks miksi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi
biasanya pusat yang akan melakukan kendali akhir untuk proses miksi. Pusat yang
kendali di otak menjaga agar refleks miksi tetap terhambat sebagian, kecuali bila
miksi diinginkan. 2. Pusat kendali di otak dapat mencegah miksi, bahkan jika terjadi
refleks miksi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna melakukan kontraksi
tonik hingga saat yang tepat datang. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat
memfasilitasi pusat miksi sakral untuk membantu memulai refleks miksi dan pada
saat yang sama menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urine dapat
terjadi (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).

14
Gambar 3 Kurva Peningkatan Kontraksi Miksi
Seiring dengan pengisian kandung kemih, tampak tumpang tindih kurva
peningkatan kontraksi miksi, seperti yang ditunjukkan oleh kurva berbentuk
runcing terputus-putus. Kontraksi ini dihasilkan dari refleks regang yang dipicu
oleh reseptor regang sensorik di dalam dinding kandung kemih, terutama oleh
reseptor di uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi dengan urine pada tekanan
kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung
kemih dikirimkan ke segmen sakralis dari medula spinalis melalui nervus pelvikus,
dan kemudian dikembalikan secara refleks ke kandung kemih melalui serat saraf
parasimpatis dengan menggunakan persarafan yang sama (Guyton, A.C., dan Hall,
J.E. 2019).
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi miksi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus
terisi, refleks miksi menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot
detrusor yang lebih kuat. Sekali refleks miksi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi
sendiri." Artinya, kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor
15
regang yang menyebabkan peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak dari
kandung kemih dan uretra posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks
kontraksi kandung kemih selanjutnya; jadi, siklus ini akan berulang terus-menerus
sampai kandung kemih mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat. Kemudian,
setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang beregenerasi sendiri
ini mulai kelelahan dan siklus regeneratif pada refleks miksi menjadi terhenti,
memungkinkan kandung kemih berelaksasi (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).
Jadi, refleks miksi merupakan siklus yang lengkap yang terdiri atas (1)
kenaikan tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3)
kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks miksi yang
telah terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih, persarafan pada refleks
ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit hingga 1
jam atau lebih, sebelum terjadi refleks miksi berikutnya. Bila kandung kemih terus-
menerus diisi, akan terjadi refleks miksi yang semakin sering dan semakin kuat.
Bila refleks miksi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan
melalui nervus pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi
ini lebih kuat di dalam otak daripada sinyal konstriktor volunter ke sfingter
eksterna, maka akan terjadi pengeluaran urine. Jika tidak, pengeluaran urine tidak
akan terjadi hingga kandung kemih terus terisi dan refleks miksi menjadi lebih kuat
lagi (Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019).

16
BAB III

KESIMPULAN

Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi urine. Miksi
melibatkan dua tahap utama: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif hingga
tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas, dan keadaan
ini akan mencetuskan tahap kedua, yakni adanya refleks saraf yang disebut dengan
refleks miksi. Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus,
yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama
dengan segmen S-2 dan S-3 medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat dua
jenis saraf yaitu serat saraf sensorik dan serat saraf motorik. Pada fisiologi miksi,
terdapat beberapa organ urinaria yang berperan. Ureter merupakan struktur dari
sistem urinaria yang menghubungkan antara pelvis renalis dengan vesika urinaria.
Vesica urinaria adalah organ yang penting untuk menyimpan urine sampai siap
untuk dikeluarkan. Urine dikeluarkan dari vesica urinaria melalui urethra. Banyak
faktor yang mempengaruhi volume serta kualitas urin serta kemampuan klien untuk
berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon keinginan awal untuk berkemih,
gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan serta kondisi
penyakit. Refleks miksi adalah refleks medula spinalis yang bersifat otonom, tetapi
dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Refleks miksi merupakan
penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusat yang akan melakukan kendali akhir
untuk proses miksi. Selain refleks berkemih, terdapat juga kontrol volunteer dalam
proses miksi. Kontrol volunteer ini bekerja dengan sadar, yakni dengan menambah
tekanan yang ada di intra abdomen sehingga tekana yang ada pada kandung kemih
dapat meningkat.

17
DAFTAR PUSTAKA

DiFiore. 2014. Atlas Histologi dengan Kolerasi Fungsional. Edisi 11. EGC
Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Gartner L. P. and Hiatt J. L. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Revisi
Berwarna Ke-13.

Junqueira. 2012. Histologi Dasar. Edisi 12. EGC Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia Harper Edisi
27. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Riswanto dan Rizki, M. 2015. Urinalisis: Menerjemahkan Pesan Klinis Urine.


Yogyakarta: Pustaka Rasmedia.

Sherwood, L.Z., 2019. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed: 9. Jakarta: EGC

Tortora, GJ, Derrickson, B. 2016. Principles of Anatomy & Physiology 13th


Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.

Rachmadi, Gunandar (2016) Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Miksi


Efektif Dalam Rangka Mengurangi Keluhan Pasien Benigna Prostat
Hiperplasia (Bph). Doctor thesis, Universitas Brawijaya.

Franco, Israel & Ejerskov, Cecile.2017. Disorder of Micturition and Defecation.


Swaiman’s Pediatric Neurology.

Wulandari Sri, Sudira Putu Gede. 2016. Neurogenic Bladder. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Denpasar.

iii

Anda mungkin juga menyukai