Laporan LBM 2 KV 2
Laporan LBM 2 KV 2
LBM 2
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat penilaian SGD (Small
Group Discussion). Terima kasih saya ucapkan kepada bapak dr. I Gede Ari Permana Putra,
S.Ked sebagai fasilitator yang telah membantu memberikan masukan dan bimbingan. Terima
kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung saya
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Saya menyadari, bahwa laporan SGD yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna
baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan
agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga laporan ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6
2.3 Gambaran EKG untuk Membedakan STEMI, Non-STEMI, dan Unstable Angina
Pectoris ............................................................................................................................ 9
PENUTUP................................................................................................................................ 20
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Seorang laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RS FK UNIZAR dengan keluhan nyeri
dada sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada dirasakan semakin memberat dan tidak hilang
dengan istirahat. Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini. Pasien sudah
meminum obat penghilang rasa nyeri namun keluhan tidak membaik. Pasien menyangkal
keluhan sesak nafas. Terdapat Riwayat merokok. BB-101 kg. TB 167cm. KU: tampak
kesakitan, TD-130/80 mmHg N-100x/menit, RR 19x/menit, 1-36,5°C, apakah Langkah
awal yang dapat dilakukan oleh dokter jaga IGD tersebut?
PEMBAHASAN
Arteri coronaria kiri. Arteri coronaria kiri mempunyai diameter 5-10 mm, lebih
besar dari arteri coronaria kanan. Setelah suatu perjalanan pendek; biasanya tidak lebih
dari 1-2 cm dari mulainya percabangan dari sinus aorta; arteri coronaria kiri bercabang
menjadi cabang ventriculare anterior atau ramus descendens anterior yang terletak dalam
sulcus interventriculare anterior; cabang kedua adalah arteri circumflexia yang berjalan
pada sulcus coronaria. Arteri circumflexia bercabang menjadi dua arteri diagonalis dan
arteri marginalis. Cabang-cabang arteri coronaria ini biasanya memberikan aliran darah
dengan volume yang besar untuk myocardium, terutama yang terletak pada ventrikel kiri,
otot septum ventricular dan otot-otot papillaris daerah supero-lateral dari katup mitral.
Demikian juga dengan otot jantung pada atrium kiri, dan cabang arteri untuk sinus node
walau jarang (Tortora, G.J & Derrickson, B 2016).
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Kasma,
2011). Oklusi yang terjadi pada STEMI, menetap dan tidak dikompensasi oleh
kolateral sehingga keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis. Infark miokard
dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan indikator kejadian oklusi total
pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi
untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung (Fadiah, Y 2017).
b. NSTEMI
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan ruptur plak
ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non
STEMI, thrombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
pada lumen arteri koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisilogi
yang mirip dengan angina tidak stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak
berbeda. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Selain itu
dapat juga dilihat dari hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan
bermakna (Fadiah, Y 2017).
c. UAP
Sindroma klinis nyeri dada yang sebagian besar disebabkan oleh disrupsi plak
aterosklerosis dan diikuti kaskade proses patologis yang menurunkan aliran darah
koroner, ditandai dengan peningkatan frekuensi, intensitas atau lama nyeri. Angina
timbul pada saat melakukan aktivitas ringan atau istirahat, tanpa terbukti adanya
nekrosis miokard. Diagnosis angina pektoris tidak stabil memiliki kemiripan dengan
IMA NSTEMI, di mana terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen
ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan, namun pada angina pektoris
tidak stabil penanda biomarka jantung tidak mengalami peningkatan (Fadiah, Y
2017).
• Terjadi saat istirahat (dengan tenaga minimal) biasanya berakhir setelah lebih
dari 20 menit.
• Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset
baru (dalam 1 bulan)
• Terjadi dengan pola crescendo (jelas lebih berat, berkepanjangan, atau sering
dari sebelumnya)
2.3 Gambaran EKG untuk Membedakan STEMI, Non-STEMI, dan Unstable Angina
Pectoris
a. STEMI
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan
yang bersebelahan.
Infark anterior
Adanya perubahan EKG ST elevasi pada lead V3 - V4 disebut infark anterior.
Infark anterior terjadi bila adanya oklusi pada left anterior desending (LAD). LAD
mensuplai darah ke dinding anterior ventrikel kiri dan 2/3 area septum intraventrikular
anterior. Komplikasi dari STEMI anterior adalah disfungsi ventrikel kiri yang berat
yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung dan shock kardiogenik.
(Akbar, H et al 2022)
Kunci Warna: ST Elevasi pada lead anterior=Oranye, ST Depresi pada lead
inferior=Biru.
Infark inferior
Infark inferior dan posterior diakibatkan oleh oklusi right coronary artery (RCA) pada
80-90% pasien sedangkan 10- 20% pasien diakibatkan oleh oklusi arteri left
circumflex (LCX). Pada infark inferior dijumpai adanya perubahan EKG ST elevasi
pada lead II, III, aVF sedangkan infark posterior dijumpai adanya ST segmen depresi
di V1 - V4.
b. NSTEMI
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan
His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EKG pada ATS
bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun
sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina dan kembali ke
gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila
perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka
disebut sebagai IMA (Fadiah, Y 2017).
2.4 Definisi ACS
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan bagian dari Penyakit Jantung Koroner
(PJK). SKA merupakan dekompensasi jantung akut akibat tidak adekuatnya suplai
darahoksigen ke jantung. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan kebutuhan oksigen,
transpor oksigen darah berkurang dan yang paling sering yaitu pengurangan aliran koroner
karena penyempitan atau obstruksi arteri yang disebabkan oleh aterosklerosis (Aryadana et
al 2016).
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan salah satu penyakit tidak menular
dimana terjadi perubahan patologis atau kelainan dalam dinding arteri koroner
yang dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokardium dan UAP (Unstable Angina
Pectoris) serta Infark Miokard Akut (IMA) seperti Non-ST Elevation Myocardial Infarct
(NSTEMI) dan ST Elevation Myocardial Infarct (STEMI) (Muhabah, 2019).
Epidemiologi
Etiologi
Etiologi SKA umumnya disebabkan adanya pecahnya plak, trombosis atau iskemia.
Dasar mekanisme terjadinya SKA umumnya adalah aterosklerosis. Aterosklerosis adalah
penyakit inflamasi imun sistemik yang disebabkan oleh lipid. Inflamasi, merupakan salah
satu faktor penyebab SKA, yang bersifat lokal dan sistemik. Inflamasi berperan dalam
inisiasi dan perkembangan plak aterosklerotik,yang kemudian menyebabkan
ketidakstabilan plak dengan pembentukan thrombus. Semua penyebab di atas dapat
menyebabkan hipoksia dan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pemakaian
oksigen pada pembuluh darah coroner (Suhardi, 2021).
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses ter-bentuknya
plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang mengakibatkan terbentuknya
trombus sehinggamem-buat lumen menyempit, yang menyebab-kan terjadinya
gangguan suplai darah sehigga kekuatan kontraksi otot jantung menurun. Jika
thrombus pecah sebelum terjadinya nekrosis total jaringan distal, maka terjadilah infark
pada miokardium (Muhabah, 2019).
Pada saat ditarik ke area cidera, sel darah putih akan menempel di sana oleh
aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket
terutama terhadap sel darah putih. Pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit
dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel ke ruang interstisial. Di ruang
interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama netrofil tetap
melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga
merangsang proliferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di
tunika intima. Selain itu, kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat. Pada tahap indikasi dini terdapat
kerusakan pada lapisan lemak di arteri. Apabila cidera dan inflamasi terus berlanjut,
agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (thrombus), sebagian
dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah. Hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi
sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila
kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian
terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium
sehingga menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya
asam laktat sehingga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang
berkaitan dengan angina pektoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel
otot jantung yang berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak teratasi maka
terjadilah kematian otot jantung yang dikenal sebagai infark miokard (Fadiah, Y 2017).
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan jika pasien pada scenario ini mengalami
Acute Coronary Syndrome (ACS). Hal ini dikarenakan sesuai dengan apa yang terdapat di
dalam scenario. Mulai dari gejala-gejala yang dialami pasien yang merasakan nyeri pada
dada sebelah kiri sekitar 3 jam. Nyeri dada yang dirasakan pasien juga dirasakan hingga ke
leher dan juga lengan kirinya. Rasa nyeri dada yang dialami pasien ini merupakan suatu
gejala utama dari terjadinya ACS. Namun, dari skenario tersebut belum dapat menuntukan
klasifikasi dari ACS yang mana karena tidak adanya hasil pemeriksaan penunjang berupa
EKG, pemeriksaan laboratorium dan marka jantung pada scenario. Jadi penatalaksanaan
yang dapat kita berikan sesuai dengan penatalaksaan awal dari SKA sambil menunggu hasil
pemeriksaan penunjang. Agar prognosis yang diberikan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fadiah, Y 2017, Studi Penggunaan (Isdn) Pada Pasien Jantung Koroner (Penelitian Dilakukan
Di Rsud Sidoarjo) Isosorbide Dinitrate, University Of Muhammadiyah Malang.
Muhabah, 2019, Karakteristik Pasien Sindrom Koroner Akut Pada Pasien Rawat Inap Ruang
Tulipdi Rsud Ulinbanjarmasin.
Nugraha, Y.O & Trihartanto, M.A 2021, Non-St Elevation of Myocardial Infarction Segments
with Alcoholism and Heavy Smoking Habits, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Suhardi, 2021, Sindroma Koroner Akut Akibat Hipoksia: Sebuah Laporan Kasus oleh.
Tortora, G.J & Derrickson, B 2016, Principles of Anatomy & Physiology 13th Edition, United
States of America: John Wiley & Sons, Inc.