Anda di halaman 1dari 19

TUGAS AKHIR

PENGANTAR ILMU MATERIAL

Review Jurnal

Disusun Oleh:
Fhica Febriona (20034055)
No. urut : 14

Dosen Pengampu:
Dra. Yenni Darvia M.Si

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
Kata Pengantar

Segala piji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah
memberikan ramat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makal yang
berjudul “Tugas Akhir Pengantar Ilmu Material Review Jurnal”.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
tugas akhir mata kuliah pengantar ilmu material. Dalam penulisan dan penyusunan Makalah
ini penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak baik langsung maupun tidak lansung. Untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Yenni Darvina M.Si
yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sadar bahwapenulisan makalah ini dapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis
menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan makalah ini.
Akhir ini kata penulis berharap agar makalh ini dapat bermanfaat dan memberikan
sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memermalukan.

Padang,,1 Desember2022

Fhica Febriona
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………………………
Daftar Isi ……………………………………………………………………
Review Jurnal Bahan Keramik ………………………………………………………………….
Daftar Pustaka …………………………………………………………………..
JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL TENTANG BAHAN KERAMIK

Judul jurnal : Pembuatan dan Karakterisasi Keramik Magnesium Alumina Silika dari Abu
Vulkanik Gunung Sinabung
Penulis : Tri Exaudi Sidabutar
Diterbitkan Oleh : Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 1, Februari 2017

Latar belakang :
Berawal dari latar belakang untuk mengambil hikmah dari bencana dengan cara memanfaatkan
material yang dimuntahkan oleh gunung sinabung yaitu untuk membuat material refraktori.
Dimana seperti yang kita ketahui penelitian lain mengenai material refraktori pada umumnya
menggunakan pasir silika, abu batu bara, limbah pasir cetak sebagai bahan dasarnya.
Penelitian-penelitian tentang bahan material refraktori berbasis abu terbang (fly ash) banyak
yang telah dipublikasikan. Sedangkan publikasi tentang refraktori berbahan dasar lain masih
relatif sedikit. Hal tersebut yang mendasari penelitian ini tentang kelayakan abu vulkanik
sebagai bahan dalam pembuatan material refraktori yang akan dilakukan, dimana abu vulkanik
yang akan digunakan berasal dari letusan gunung berapi yaitu Gunung Sinabung yang berada
di Dataran Tinggi Tanah Karo, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Dengan kata lain
refraktori merupakan material yang dapat mempertahankan sifat-sifatnya dalam kondisi yang
sangat berat karena temperatur tinggi dan kontak dengan bahan-bahan yang korosif.
Berdasarkan komposisi kimia penyusun nya, material refraktori dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yaitu refraktori asam seperti silika, refraktori netral seperti alumina dan
refraktori basa seperti magnesit, serta refraktori khusus seperti karbon, silikon karbida, dan
lainnya. Masing-masing jenis refraktori mempunyai keunggulan yang bisa di aplikasikan
dalam industri pengecoran logam. Dengan pertimbangan pertimbangan di atas, maka abu
vulkanik telah memenuhi syarat untuk dijadikan bahan dasar refraktori.

Materi :
1. Abu Vulkanik
Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara
pada saat terjadi letusan. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika.Bahan
letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro=
api, klastik = bongkahan). Menurut Balitbangtan (2014), hasil analisis abu vulkanik
Sinabung mengandung unsur Si berkisar antara 0,05-0,32 %, Fe berkisar antara 0,58-
3,1 %, Pb berkisar antara 1,5-5,3 %,sedangkan untuk kandungan logam berat seperti
Cd, As, Ag dan Ni tidak terdeteksi ataupun sangat rendah sehingga tidak
membahayakan. Unsur S (belerang) tinggi pada abu segar, tetapi saat terjadi pencucian
(terkena air hujan) nilai S akan berkurang. Sedangkan hasil pengujian lapangan yang
dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur yang terdapat didalam abu vulkanik
yang di ambil dari Desa Berastepu dan berjarak 3 Kilometer dari kaki Gunung Sinabung
dengan taraf kedalaman pengambilan yaitu 0-8 cm dan analisis abu vulkanik Gunung
Sinabung tersebut dilakukan di Pusat penelitian Fisika (LIPI) Serpong Tangerang
Selatan, maka abu vulkanik tersebut di uji dengan menggunakan alat X-Ray
Fluorescence (XRF).
2. Silika
Silika dengan nama mineral silika (SiO2) dapat diperoleh dari silika mineral, silika nabati dan
silika sintesis kristal. Silika mineral adalah senyawa yang banyak ditemui dalam bahan
tambang/galian yang berupa mineral seperti pasir kuarsa, granit, dan feldsfar yang mengandung
kristal-kristal silika (SiO2). Silika mineral biasanya diperoleh melalui proses penambangan
yang dimulai dari penambang kemudian dilakukan proses pencucian untuk membuang
pengotor yang kemudian dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh kadar silika
yang lebih besar bergantung dengan keadaan tempat penambangan.
3. Magnesium
Magnesium adalah unsur kedelapan yang paling berlimpah dan merupakan sekitar 2% dari
berat kerak bumi dan merupakan unsur yang paling banyak ketiga terlarut dalam air laut.
Magnesium sangat melimpah di alam dan ditemukan dalam bentuk mineral penting didalam
bebatuan, seperti dolomit, magnetit, dan olivine. ini juga ditemukan dalam air laut, asin bawah
tanah dan lapisan asin. Ini adalah logam structural ketiga yang paling melimpah dikerak bumi,
hanya dilampaui oleh aluminium dan besi. Magnesium merupakan salah satu jenis logam
ringan dengan karakteritik sama dengan aluminium tetapi magnesium memiliki titik cair yang
lebih rendah dari pada aluminium.
4. Alumina
Alumina (Al2O3) merupakan material keramik nonsilikat yang paling penting. Material ini
meleleh pada suhu 2051 °C dan mempertahankan kekuatannya bahkan pada suhu 1500 sampai
1700°C. Alumina mempunyai ketahanan listrik yang tinggi dan tahan terhadap kejutan termal
dan korosi. Alumina (Al2O3) diperoleh dari pengolahan biji bauksit yang mengandung 50-60%
Al2O3; 1- 20% Fe2O3; 1-10% silika; sedikit sekali titanium, zirkonium dan oksida logam
transisi lain; dan sisanya (20-30%) adalah air.
5. Keramik
Keramik merupakan paduan logam yang terikat secara ionik dan kovalen. Berdasarkan
fungsinya keramik dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Keramik tradisional, yaitu: keramik yang banyak digunakan untuk produk-produk yang
sederhana, seperti: bahan-bahan abrasif refraktori (tahan panas), gelas, porselin dan bahan
bangunan seperti beton, lantai dal lain-lain.
2) Keramik modern, penggunaannya pada teknologi canggih atau alat-alat teknik. Keramik
modern memiliki sifat-sifat listrik, sifat mekanik, dam sifat termal yang baik, sehingga
digunakan untuk teknologi canggih.
Keunggulan keramik dibanding logam sebagai bahan industri antara lain tidak korosif, ringan,
keras, kuat, dan stabil pada suhu tinggi. Keramik pada awalnya diproduksi secara tradisional
dari mineral alam, namun sekarang kegunaan keramik bermacam-macam fungsinya, dahulu
hanya digunakan sebagai barang pecah belah, gerabah, namun sekarang telah menjadi industri
yang cukup besar dengan aplikasi kegunaan seperti keramik porselin sebagai salah satu bahan
isolator listrik, peralatan pabrik dan lain sebagainya

Metode :
Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas breaker, spatula,
neraca digital, alat penggiling (Ball mill), alumina ball, saringan, oven (pengering), cetakan (molding),
alat cetak tekan (Hydraulic press), tungku (Furnance), jangka sorong (Vernier caliper), (Microscope
Optical), alat uji kekerasan (Microhardness Tester), Alat Uji XRD (X-Ray Diffractometer), dan bahan-
bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu vulkanik Gunung Sinabung, Magnesium Oksida
(MgO), Alumina (Al2O3) dan air (H2O).

Pembuatan Sampel Keramik :


Proses pembuatan sampel keramik yang dilakukan dalam penelitian ini yang pertama yaitu pada
penentuan komposisi sampel uji yang akan dibentuk, dimana sesuai tujuan penelitian ini, komposisi
sampel uji dibuat secara bervariasai, yaitu: Sampel 1, abu vulkanik 90%, Al2O3 5% dan MgO 5%, dan
pada sampel 2, abu vulkanik 80%, Al2O3 10% dan MgO 10% setelah dilakukan penimbangan
komposisi tersebut, tambahkan air pada setiap bahan sampel yang telah ditimbang sebanyak 25 ml,
selanjutnya adalah penggilingan dengan menggunakan mesin penggiling (ball mill) dengan durasi
(waktu) selama 4 jam yang bertujuan untuk membuat keseragaman pada bentuk ukuran partikelnya atau
dengan kata lain membuat homogenisasi pada bahan sampel keramik tersebut, setelah proses
penggilingan selesai maka langkah selanjutnya adalah pengeringan (Oven) yang bertujuan untuk
menghilangkan kadar air atau melepas molekul air yang terdapat pada bahan sampel keramik tersebut
yaiti selama ± 12 jam dengan Temperature 100 °C, setelah proses pengeringan selesai dilakukan maka
proses selanjutnya adalah pencetakan bahan sampel uji tersebut dimana pada proses ini sampel akan
dibentuk dengan berbentuk pellet dengan metode cetak tekan (dry Pressing) dengan tekanan 80 kg/cm2,
dan setelah proses pencetakan pada sampel telah selesai dilakukan maka langkah selanjutnya adalah
proses pembakaran (sintering), dimana sintering merupakan suatu proses pembakaran yang bertujuan
untuk saling mengikat butiran-butiran dan menurunkan porositas yang dilakukan pada suhu tinggi dan
untuk memperoleh benda menjadi keramik yang kompak dan kuat sesuai spesifikasi yang diinginkan,
dan pada penelitian ini suhu pembakaran (sintering) juga dilakukan secara bervariasi yaitu dari suhu
600 °C, 800 °C, 1000 °C, 1100 °C, 1200 °C, hal ini bertujuan untuk mengetahui suhu pembakaran yang
optimum pada sampel uji keramik tersebut.

Pengujian Sampel (Karakterisasi):


a. X-Ray Diffraction (XRD)
Dalam penelitian ini, karakterisasi struktur kristal sampel uji dilakukan dengan metode difraksi
sinar-X. Tujuan dilakukannya pengujian analisa struktur kristal adalah untuk mengetahui
perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses
pembuatan sampel uji. XRD adalah suatu peralatan yang dapat memberikan data-data difraksi
suatu bahan dan besar kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi 2θ. Ada dua
karakteristik utama dari difraksi yaitu geometri dan intensitas.
b. Uji densitas (Massa Jenis)
Pada pnelitian ini pengkuran densitas dilakukan dengan menggunakan metode langsung,
pengukuran densitas diperlukan untuk mengetahui karakteristik dari bahan material keramik
dan untuk mengetahui suatu besaran kerapatan massa benda yang dinyatakan dalam berat benda
persatuan volume benda tersebut.

c. Uji Kekerasan (Hardness Vickers)


Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi pada suatu permukaan
sampel uji. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers dilakukan dengan menggunakan
Microhardness Tester. Prinsip dari uji kekerasan Vickers adalah besar beban dibagi dengan luas
daerah indentasi.
d. Struktur Morfologi (Microscope Optical)
Pada peneltian ini untupengamatan Struktur Morfologi dilakukan dengan menggunakan alat
Mikroskop BS-6000AT digital, dimana alat ini memiliki kemampuan memperbesar benda dari
40x hingga 1400x dan juga pencahayaan dapat diatur dengan mudah. Dan tujuan dilakukan
pengamatan struktur morfologi pada penelitian ini adalah untuk mengamati persebaran material
pada material keramik

Hasil :
1) Hasil pengujian XRD (X-Ray diffraction)
Anlisa XRD dilakukan untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa-
fasa apa saja yang terbentuk dalam selama proses pembuatan sampel uji. Sampel yang
digunakan dalam analisa ini adalah sampel 1 yang berkomposisi Abu sinabung 90%, Al2O3
5% dan MgO 5% di sintering pada suhu 1100°C.
Tabel 2. Hasil Pengujian XRD sampel 1 pada suhu 1100 °C

Dari Tabel 2 di atas dapat kita lihat bahwa fasa yang dominan terbentuk dalam sampel 1 ini
adalah SiO2, sekaligus fasa yang struktur kristalnya murni terbentuk pada sampel ini dan untuk
fasa yang minor atau fasa yang paling sedikit terbentuk pada sampel 1 ini adalah fasa Al₂SiO₅.
Berikut ini akan disajikan hasil pengujian XRD pada sampel 2 dimna seperti yang sudah
dijelaskan diatas pada sampel 2 ini ada perbedaan persentase komposisi yaitu menjadi, abu
80%, Al2O3 10% dan MgO 10% dan di sintering pada suhu 1200 °C.
2) Hasil Pengujian densitas (Massa Jenis)
Pengukuran densitas dilakukan untuk mengetahui pada suhu sintering berapa densitas
maksimum terjadi dan pengujian pada penelitian ini dilakukan dengan metode biasa atau
langsung yaitu dengan memabagikan langsung massa dengan volume dari sampel tersebut.
Berikut ini akan di jelaskan hasil pengujian densitas bahan material keramik sampel 1 dengan
komposisi abu vulkanik 90%, Al2O3 5% dan MgO 5%, dan untuk sampel 2 komposisi abu
vulkanik 90%, Al2O3 10% dan MgO 10% dapat kita lihat pada Tabel 4 dan Gambar 3 berikut.
3) Hasil Pengujian Kekerasan (Hardness Vickers)
Uji kekerasan yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan metode Kekerasan Vickers
yang mengacu pada standard JIS Z 2251. (Somiya,1989), Dan tujuan dilakukan pengujian
kekerasan adalah untuk mengetahui nilai kekerasan yang terdapat pada setiap sampel uji dengan
menggunakan alat Microhardness tester. Berikut ini akan di jelaskan hasil pengujian kekerasan
bahan material keramik sampel 1 dengan komposisi abu vulkanik 90%, Al2O3 5% dan MgO
5%, dan untuk sampel 2 komposisi abu vulkanik 90%, Al2O3 10% dan MgO 10%.
4) Hasil Pengamatan Struktur Morfologi (Optical Microscope)
Pengamatan struktur morfologi dilakukan untuk melihat perbesaran yang terjadi pada sampel
keramik atau melihat perbesaran pori pori yang terdapat pada permukaan sampel tersebut,
dengan melakukan pemangamatan struktur morfologi ini kita akan bisa melihat langsung
apakah campuran bahan yang ada pada sampel tersebut sudah terlihat merata atau belum sama
sekali. Hasil pengamatan struktur morfologi dengan menggunakan Microscope BS-6000 AT
pada sampel keramik yang pertama dengan komposisi Abu Vulkanik gunung sinabung 90%,
Al2O3 5%, MgO 5% di sintering pada suhu 1100 °C dan pada suhu 1200 °C ditunjukkan pada
Gambar 7 berikut.
KESIMPULAN:
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pembuatan keramik magnesium alumina silika
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1) Telah berhasil dibuat keramik magnesium alumina silika dari bahan dasar abu vulkanik Gunung
sinabung khususnya pada sampel 1 dengan komposisi Abu Vulkanik 90%, Al2O3 5%, dan MgO
5% di sintering pada suhu 1100 °C, sedangkan pada sampel 2 dengan komposisi Abu Vulkanik
Gunung sinabung 80%, Al2O3 10% dan MgO 10% fasa lain yang terbentuk adalah fasa Al₂MgO₄
(spinel).
2) Pada pembuatan keramik magnesium alumina silika dari bahan abu vulkanik gunung sinabung,
suhu pembakaran (sintering) yang optimum pada sampel 1 dengan komposisi abu 90%, Al2O3 5%
dan MgO 5% adalah pada suhu sintering 1100 °C dengan hasil nilai densitas sebesar 1.81 gr/cm2
dan untuk hasil nilai kekerasannya sebesar 567.28 kgf/mm2 Sedangkan pada sampel 2 abu 80%,
Al2O3 10% dan MgO 10% suhu pembakaran (sintering) yang optimum adalah pada suhu 1200 °C
dengan hasil nilai densitas sebesar 2.06 gr/cm2 dan hasil nilai kekerasannya sebesar 768.21
kgf/mm2.
Judul jurnal

TCP merupakan bioceramics yang memiliki sifat biocompatibility yang baik serta
tidak menimbulkan inflamasi ketika digunakan sebagai implan jaringan tulang. Penggunaan
TCP mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan metode lainnya yaitu tidak terjadinya
imunogenik terhadap material TCP dalam tubuh. Dan pasca implantasi TCP dalam jaringan
tulang tidak terjadi penurunan volum, perubahan morfologi serta mampu teradsorpsi dan
menyatu baik dengan tulang . Keunikan TCP dibandingkan biomaterials sintetik lain adalah
similaritas sifat kimianya dengan fase mineral tulang.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antar variabel proses
yaitu waktu sintering, kecepatan pengadukan dan waktu burning terhadap sifat fisik, kimia
dan mekanik TCP berpori yang dibuat dengan metode protein foamingstarch consolidation
menggunakan pengolahan data Respon Surface Methodology (RSM) serta karakteristik TCP
berpori yang dibandingkan dengan standar sebagai graft tulang sintetik.
• Bahan baku
Bahan baku penelitian meliputi bubuk TCP (Sigma Aldrich, Jerman), kuning telur
yang telah diisolasi dari telur ayam lokal, Darvan 821A (Vanderbilt Company, USA), tepung
sagu (starch) dan minyak goreng.
• Peralatan yang digunakan
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah muffle furnace . Peralatan
penunjang yang digunakan adalah oven (Cosmos CO 9919, Indonesia), stirrer (Heidolph,
Jerman), stainless steel mold, jangka sorong, mistar dan gelas beker 250 ml.
• Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan tahapan persiapan slurry. Slurry disiapkan dengan
mencampur 24 gr bubuk TCP, 24 gr kuning telur, 6 gr Darvan 821A dan 3 gr starch di gelas
beker. Slurry diaduk menggunakan stirrer pada kecepatan pengadukan 100 rpm, 150 rpm, dan
200 rpm selama 3 jam. Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam cetakan dan
dipanaskan di oven dengan suhu 180oC selama 1 jam untuk proses foaming dan
consolidation. Sebelum slurry dimasukkan ke dalam cetakan, cetakan dilumasi dengan
minyak goreng untuk mempermudah proses pelepasan dari mold serta mendapatkan kualitas
permukaan sampel yang bagus. Sampel dilepas dari cetakan dan dibakar pada temperatur
600oC (laju pemanasan 10oC) selama 1, 2, dan 3 jam untuk menghilangkan kuning telur
sehingga terbentuk pori didalam green bodies dan diakhiri dengan sintering (laju pemansan
2oC) pada suhu 1100oC masing-masing selama 1, 2, dan 3 jam.
Hasil dan Pembahasan
• Porous Bodies Properties
Untuk melihat pengaruh kondisi proses seperti waktu sintering, waktu burning, dan
kecepatan pengadukan terhadap TCP berpori dapat dilihat pada Gambar 1. Keramik
berpori dilakukan burning dan sintering pada suhu masing-masing 600oC dan 1100oC
dengan waktu tinggal 1, 2, dan 3 jam dengan kecepatan pengadukan 100, 150, dan
200 rpm. Setelah proses sintering, didapatkan sampel berbentuk silinder. TCP berpori
yang didapatkan tidak terjadi deformasi atau kerusakan setelah mengalami proses
sintering. Hal ini terjadi karena komponen organik yang terdapat di dalam TCP
berpori telah hilang di proses burning pada suhu 600oC. Komponen organik seperti
air, lemak, dan protein akan hilang pada suhu 600oC.

TCP berpori juga mengalami penyusutan setelah dilakukan proses sintering.


Penyusutan berhubungan dengan proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi pada
proses sintering. Penyusutan menyebabkan penurunan volum, disisi lain sampel yang
telah mengalami proses sintering akan menjadi lebih padat karena struktur partikel
material tumbuh (coarsening) dan menyatu membentuk kesatuan massa (densifikasi).
Pada penelitian ini, penyusutan sampel berkisar antara 21,56-56,99%. Penyusutan
volum terendah sebesar 21,56% diperoleh pada waktu sintering 2 jam, waktu burning
0,32 jam, dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Sedangkan penyusutan volum tertinggi
sebesar 56,99% diperoleh pada waktu sintering 2 jam, waktu burning 3,68 jam, dan
kecepatan pengadukan 200 rpm. Waktu burning adalah variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap penyusutan volum.
• Proses Foaming-Consolidating
Mekanisme proses foaming-consolidating selama pemanasan terjadi empat tahapan
proses, yaitu pre-heating, foaming, consolidating dan stabilizing (Gambar 2). Tahap
pre-heating terjadi pada saat 2 menit awal pengeringan dimana terjadi denaturation
yaitu perubahan struktur protein tanpa adanya perubahan volum dari protein tersebut
[Sopyan dkk, 2012]. Kemudian tahap foaming terjadi pada waktu pengeringan 3-22
menit yang ditunjukkan oleh peningkatan volum dari slurry sampai mencapai volum
maksimum. Peningkatan volum ini terjadi karena kemampuan foaming dari kuning
telur didalam slurry.
• Desain dan Validasi
Model Pada penelitian ini percobaan model orde dua digunakan untuk memperkirakan
kelengkungan (curvature) dari respon. Tempuhan rancangan percobaan orde dua
merupakan pengembangan model orde satu dengan penambahan tempuhan kuadratik
masing-masing variabel dan interaksi antar variabel tersebut. Untuk dapat
menggunakan model persamaan orde 2, p-value pada uji kelengkungan haruslah
dibawah tingkat probabilitas yang digunakan yaitu 5% atau 0.05 yang menunjukkan
adanya kecendrungan variabel-variabel percobaan untuk membentuk kelengkungan.
• Pengaruh Kondisi
Proses dan Interaksinya terhadap Nilai Respon Kondisi proses yang dipelajari ada tiga
yaitu waktu sintering (x1), waktu burning (x2), dan kecepatan pengadukan (x3).
Berdasarkan hasil pengujian p-value¸ semua kondisi proses memberikan pengaruh
terhadap porositas, densitas dan kuat tekan. Waktu sintering (x1) memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap porositas, densitas dan kuat tekan, diikuti dengan
waktu burning (x2) dan kecepatan pengadukan (x3). Dapat dituliskan kedalam
perbandingan x1> x2> x3.
• Makrostruktur dan Mikrostruktur
Perbedaan lama waktu sintering mempengaruhi makrostruktur dari keramik berpori.
Semakin lama waktu sintering akan meningkatkan densifikasi karena partikel keramik
akan membentuk kesatuan massa yang lebih padat. Proses densifikasi akan
menyebabkan perubahan pada ukuran pori dari keramik. Peningkatan waktu sintering
akan menghasilkan ukuran pori yang semakin kecil seperti yang terlihat pada Gambar
6. Ukuran pori yang semakin kecil akan menyebabkan kuat tekan dari keramik
berpori meningkat.

Mikrostruktur dari keramik berpori juga mengalami perubahan dengan


peningkatan waktu sintering. Gambar 6 menunjukkan dengan peningkatan waktu
sintering akan menyebabkan jumlah grain yang berikatan satu sama lain akan
meningkat. Ikatan antar permukaan grain tersebut akan menyebabkan kuat tekan yang
dihasilkan dari keramik berpori meningkat. Pada proses sintering, struktur partikel
akan tumbuh (coarsening) dan menyatu membentuk kesatuan massa (densifikasi) .
Laju densifikasi akan meningkat apabila temperatur semakin tinggi, tekanan semakin
besar, ukuran partikel semakin kecil dan waktu sintering yang semakin lama.
Kesimpulan TCP berpori telah berhasil dibuat dengan metode Protein
Foaming-Starch Consolidation dengan kondisi operasi waktu sintering (1-3 jam),
waktu burning (1-3 jam), dan kecepatan pengadukan (100-200 rpm). Waktu sintering,
waktu burning, dan kecepatan pengadukan masing-masing memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap perubahan nilai respon seperti porositas, densitas serta kuat
tekan. Porositas yang diperoleh pada penelitian ini adalah 69.71-81.88%, densitas
yang diperoleh 0.569-0.951 gr/cm3 , dan kuat tekan yang diperoleh 1.05-1.85 MPa.
Kondisi optimum yang diperoleh pada penelitian ini adalah pada kondisi operasi
waktu sintering 3 jam, waktu burning 3 jam dan kecepatan pengadukan 100 rpm.
Nilai respon optimum yang didapatkan adalah porositas sebesar 70.56%, densitas
sebesar 0.92 gr/cm3 , dan kuat tekan sebesar 1.66 MPa.

Hasil
Kurva beban-perpindahan karakteristik yang dicatat selama pengujian diplot pada Gambar. 4.
Dalam semua kurva SPT dan B3B, bagian kekakuan rendah awal yang sesuai dengan
penyesuaian penopang pada spesimen diamati untuk beban rendah (<10N). Kemudian, beban
meningkat secara linier hingga beban gagal, diikuti dengan penurunan beban yang tajam pada
pengujian B3B (Gbr. 4a). Dalam kurva SPT (Gbr. 4b), penurunan beban pertama (P1) diikuti
oleh pemulihan beban hingga penurunan beban kedua (P2) dan, di beberapa kurva, a

Diskusi
Perbedaan antara geometri pengujian bertanggung jawab atas tingkat tegangan yang berbeda
melalui spesimen untuk beban yang diterapkan sama; dengan demikian, nilai (Pc/t2)0 untuk
kedua tes (Tabel 2) berbeda. Sebaliknya, nilai serupa dari modulus Weibull, m, telah
ditemukan.

Mekanisme fraktur dari material yang dipelajari rapuh dengan nilai kekuatan ditentukan oleh
cacat mikrostruktur, seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 6, mengalami tegangan biaksial
pada B3B serta uji SPT.

Kesimpulan
Dalam karya ini perilaku fraktur cakram komersial PZT lunak yang diuji menggunakan dua
konfigurasi uji miniatur biaksial yang berbeda (B3B dan SPT) telah dianalisis dan nilai
kekuatan karakteristik dari kedua pengujian telah dihitung menggunakan pendekatan yang
berbeda.Validitas SPT untuk karakterisasi kekuatan PZT telah terbukti. Hasilnya sebanding
dengan yang diperoleh B3B menggunakan hubungan Weibull untuk volume efektif.
Judul jurnal : Effect of the Ceramic Burning Temperature on the Characteristics of the
Emission Spectrum (LIBS) of Al and Transmittance (FTIR) of Al-O on Ceramic Body of BL-
1 Type
Penulis : Nyoman Wendri1 *, Aprilion Krisandi1 , I Gusti Putu Yoyok Irawan2
Diterbitkan Oleh : Effect of the Ceramic Burning Temperature on the Characteristics of the
Emission
Pendahuluan
Keramik pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani Keramikos yang merupakan sebuah periuk
atau belanga yang berasal dari tanah liat dan mengalami proses pembakaran . Sekarang ini
keramik lebih berkembang dengan bahan yang tidak selalu menggunakan tanah liat melainkan
menggunakan semua bahan bukan logam atau bahan anorganik yang berbentuk padatan [2, 3].
BTIKK (Balai Teknologi Industri Kreatif Keramik) adalah salah satu lembaga yang melakukan
kajian dalam bidang teknologi pembuatan keramik di Indonesia. Salah satu tipe keramik yang
dibuat pada BTIKK adalah keramik dengan tipe BL-1. Keramik tipe BL-terbuat dari Kalblen,
Kaolin, Feldspar RRT, Kwarsa, Balclay, Bentonite dan Talk .
Landasan Teori
2.1 Susut kering Susut kering adalah penyusutan tanah liat yang terjadi dari keadaan basah
menjadi kering. Pada saat tanah liat dikeringkan, terjadi penyusutan antara 5-8%. Pada saat
tanah liat kering dan kemudian dibasahi, tanah liat akan menyerap sejumlah air saat direndam
dan menyelimuti setiap partikel .
2.2 Sifat tanah lempung pada pembakaran Menurut Yusuf, 2010 [9] tanah lempung yang
dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut. a) Pada temperatur 150 ºC, terjadi
penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah
menjadi batu bata mentah. b) Pada temperatur antara 400 ºC-600 ºC, air yang terikat secara
kimia dan zat- zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap. c) Pada temperatur
diatas 800 ºC, terjadi perubahan-perubahan struktur dari tanah lempung dan mulai terbentuk
bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras. d)
Senyawa senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya
mempengaruhi warna batu bata. d) Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut
susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk
(melengkung), pecah pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat lagi
menjadi tanah lempung atau tanah liat oleh pengaruh udara maupun air.
2.3 Atom Al dan gugus fungsi Al-O Terdapat beberapa sifat penting yang dimiliki Aluminium
sehingga banyak digunakan dalam bidang rekayasa material seperti penghantar listrik dan
panas yang baik (konduktor), mudah difabrikasi, ringan (besi ± 8,1 gr/cm3 ) [11], tahan korosi
dan tidak beracun. Walaupun secara individu kekuatannya rendah, tetapi dalam bentuk paduan
logam (alloy) Aluminium dapat meningkatkan sifat mekanisnya. Gugus metal – O-H selain
dari unsur pembentuknya sendiri seperti kaolin dan tanah liat, penambahan air (H2O) juga
mempengaruhi ikatan metal-OH. Aluminium yang merupakan metal berpengaruh terhadap
tingkat kekerasan dan kekuatan pada bodi keramik
2.4 Laser Induced Breackdown Spectroscopy (LIBS) Teknik LIBS sebagai sebuah teknik
analitik baru dan sedang berkembang pesat yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan
dengan teknik analitik konvensional. Salah satu keunggulannya adalah dapat digunakan untuk
mengukur hampir seluruh unsur kimia yang ada dalam tabel periodik secara serempak. Selain
itu, teknik ini juga tidak bersifat destructive namun, sensitive, cepat dan tidak memerlukan
persiapan sampel yang rumit
2.5 Fourier Transform Infrared (FTIR) Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan
radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah.
Pancaran inframerah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di
antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Absorsi radiasi terjadi karena adanya
interaksi antara momen dipol (yang dihasilkan oleh vibrasi molekul) dengan gelombang
elekromagnetik (IR). Secara garis besar terdapat dua macam modus vibrasi pada molekul, yaitu
vibrasi stretching (terdiri dari symmetric dan asymmetric stretch) dan vibrasi bending (terdiri
atas symmetric in-plane bend (scissor), asymmetric in-plane bend (rock), symmetric out-of-
plane bend (twist), asymmetric out-of-plane bend (wag)). vibrasi stretching adalah suatu
gerakan harmonis sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau
berkurang. vibrasi bending dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-
ikatan antar atom, atau karena gerakan gugusan atom terhadap atom/gugus lain pada molekul
tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan . Atom-atom di dalam molekul bervibrasi
dalam berbagai modus pada tingkat enrgi vibrasi tertentu. Rentang energi vibrasi untuk
molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara
1200 dan 400 cm-1 . Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk
mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Daerah ini sering dinyatakan sebagai
daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang penting oleh para ahli kimia organik
mempunyai serapan yang khas dan relatif tetap pada panjang gelombang tersebut.

Metode Penelitian
3.1 Persiapan sampel Bahan keramik dicetak menggunakan cetakan khusus uji keramik yang
berukuran 2x10 cm sebanyak 10 buah yang kemudian disebut sebagai bodi keramik. Bodi
keramik yang sudah dicetak kemudian dikeringkan selama 4 hari di dalam suhu kamar agar
hasil keringnya tidak merusak permukaan bodi keramik. Setelah bodi keramik kering dilakukan
proses pembakaran menggunakan tungku listrik (furnace). Sampel dibakar pada suhu 800, 850,
900, 950, dan 10000C, masing masing sebanyak dua sampel selama 8 jam.
3.2 Karakterisasi sampel Bodi keramik yang sudah selesai dibakar dikarakterisasi
menggunakan dua spectrometer yaitu LIBS dan FTIR. Karakterisasi mengguakan LIBS tidak
memerlukan persiapan sampel khusus, karena sampel sudah berupa padatan. Karakterisasi
menggunakan FTIR dilakukan dengan cara menghaluskan sampel menggunakan mortar dan
dicampur dengan KBr sebagai Background.
Hasil Dan Pembahasan
Secara fisik bodi keramik yang dihasilkan berupa lempengan persegi panjang berwarna merah
muda terang seperti yang terlihat pada Gambar 1a yang berbeda jauh dengan warna bodi
keramik sebelum dibakar yaitu coklat gelap seperti pada Gambar 1b. Hal ini karena pengaruh
suhu pembakaran membuat sifat fisika seperti warna, tingkat kekerasan, dan daya serap airnya
berubah. Karakterisasi sampel bodi keramik yang telah dilakukan menggunakan LIBS
didapatkan hasil seperti pada Gambar 2, yang merupakan spektrum emisi atom Al yang muncul
pada panjang gelombang 394,4 nm (Al-I) dan 396,1 nm (Al-II) yang mana merupakan atom Al
tunggal belum terionisasi. Nilai dari intensitas spektrum ini merepresentasikan foton yang
ditransmisikan yang mana berasal dari emisi foton plasma Aluminum pada keramik yang
tertangkap oleh sensor LIBS. Puncak (peaks) pada panjang gelombang tersebut selalu muncul
pada bahan yang mengandung atom Aluminium.

Kesimpulan
Hasil karakterisasi keramik tipe BL-1 dengan LIBS dan FTIR telah memperlihatkan adanya
pita-pita karakteristik yang menunjukkan adanya atom aluminium (Al). Suhu pembakaran pada
pembuatan keramik tipe BL-1 berpengaruh terhadap karakteristik spectra LIBS, yaitu
menunjukkan adanya perubahan intensitas pada pita yang berada pada panjang gelombang
394,4 dan 396,1 nm (ditandai sebagai Al-I dan Al-II). Intensitas puncak pita maksimum pada
ke dua pita diberikan oleh sampel keramik yang dibakar pada suhu 900 oC. Semakin tingginya
suhu pembakaran berpengaruh terhadap spekra FTIR keramik tipe BL-1, yaitu memperlihatkan
adanya pergeseran puncak pita pada bilangan gelombang antara 1030-1060 cm-1 . Kecuali
pada suhu pembajaran 1000 oC puncak pita pada bilangan gelombang tersebut bergeser ke arah
bilangan gelombang yang lebih besar dengan bertambah tingginya suhu pembakaran.
Judul jurnal : STUDI PEMBUATAN KERAMIK BERPORI BERBASIS CLAY DAN
KAOLIN ALAM DENGAN ADITIF ABU SEKAM PADI
Penulis : Henok Siagian 1 dan Martha Hutabalian
Diterbitkan Oleh : Jurnal Saintika Volume 12(1): 14 - 23, 2012
PENDAHULUAN
Istilah keramik berasal dari bahasa Yunani yaitu keramos yang berarti suatu bentuk dari tanah
liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiklopedi tahun 1950-an
mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari
tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin dan sebagainya. Tetapi saat ini
keramik bukan hanya berasal dari tanah liat. Umumnya bahan pembuatan keramik banyak
tersedia pada kerak bumi, misalnya SiO2, Al2O3, CaO, MgO, Na2O, dan masih banyak yang
lainnya. Keramik mempunyai sifat-sifat yang baik seperti kuat, keras, stabil pada suhu tinggi,
dan tidak korosif sehingga cocok digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan. Saat ini,
seiring dengan berkembangnya teknologi keramik, keramik tidak hanya dapat dibuat secara
tradisional menggunakan tanah liat tetapi telah dapat dibuat dan dibentuk dengan bermacam-
macam cara yang disesuaikan dengan penggunaannya. Berbagai jenis keramik termasuk
semen, bata untuk bangunan, bata tahan api dan gelas telah dipergunakan sejak lama sebagai
bahan konstruksi bangunan

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Material Test Pendidikan Teknologi Kimia
Industri (PTKI) Medan, dan Pusat Penelitian Fisika-LIPI Serpong, Tangerang Banten. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Clay dan Kaolin Alam Pahae, Abu sekam padi
sebagai adtif, dan Aquades.

PEMBUATAN KERAMIK BERPORI


a. Pembuatan Aditif Pembuatan aditif abu sekam padi, yaitu dengan cara : Sekam padi
dikeringkan lalu dibakar di dalam furnace hingga suhu 5000C dan ditahan selama 3 jam,
kemudian setelah jadi abu diayak dengan ukuran 200 mesh.
b. Persiapan Sampel Bahan baku keramik berpori yang terdiri dari Clay (Lempung) dan kaolin
alam Pahae masih dalam bentuk bongkahan. Bongkahan-bongkahan tersebut digiling sampai
halus dengan menggunakan alat mesin penggiling dan untuk menghalus-kan digunakan mortar
dan pastel kemudian hasilnya diayak dengan ukuran 200 mesh agar butiran bahan memiliki
ukuran yang homogen.
c. Pencampuran Bahan Bahan pembuat keramik yang terdiri dari Clay, kaolin dan abu sekam
padi dicampur sekaligus dengan menggunakan magneticstirer dan waktu pencampuran adalah
1 jam dengan komposisi
d. Pembentukan Sampel
Masing-masing komposisi dibuat sebanyak 5 buah sampel yang akan digunakan untuk uji
susut bakar, porositas, kuat tekan dan analisa struktur difraksi sinar-X. Sampel ditimbang
dengan neraca analitik untuk mengetahui massanya, sedangkan untuk volume dilakukan
dengan mengukur tebal dan diameter plat dengan jangka sorong. Alat pencetak yang digunakan
yaitu cetakan (molding) berbentuk bulat dengan diameter 30 mm. Masing-masing bahan
dimasukkan ke dalam cetakan dan kemudian dipadatkan dengan cara ditekan menggunakan
alat hidrolik press sebesar 4 ton selama 5 menit untuk tiap sampel.
PENGUJIAN SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI
Pengujian yang dilakukan pada sampel ini meliputi susut bakar, porositas, densitas, uji
kekerasan, dan analisa struktur dengan difraksi sinar-X.
a. Pengukuran Susut Bakar Setiap bahan keramik yang telah mengalami proses pembakaran
akan mengalami penyusutan, maka sebelum pembakaran terhadap sampel uji dilakukan
pengukuran tebal dan diameter dengan menggunakan jangka sorong. Setelah dilakukan
pembakaran pada temperatur yang telah ditentukan, tebal dan diameter akhir di ukur kembali
untuk memperoleh persentasi penyusutan.
b. Pengukuran Densitas dan Porositas Pengukuran densitas dilakukan dengan membandingkan
massa dan volume sampel setelah dibakar, sedangkan prosedur kerja untuk pengukuran
porositas keramik berpori adalah: 1. Sampel dikeringkan agar diperoleh berat konstan. Proses
pengeringan dilakukan dengan pembakaran sampel pada temperatur 1500C lalu didinginkan.
Kemudian menimbang berat saturasi sampel (D). 2. Sampel diletakkan ke dalam sebuah wadah
yang berisi air dan dilakukan proses perendaman selama 24 jam. 3. Setelah perendaman selama
24 jam, sampel diangkat kemudian menimbang kembali berat saturasi sampel (M). 4. Setelah
menimbang berat saturasi sampel, kemudian menghitung persentase porositas sampel (A).
c. Uji Kekerasan (Vickers Hardness Test) Kekerasan didefenisikan sebagai ketahanan bahan
terhadap penetrasi atau terhadap deformasi dari permukaan bahan. Pengujian kekerasan pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Vickers Hardness Tester Matsuzawa Seiki Co,
LTD.
d. Analisa Struktur dengan Difraksi Sinar X (XRD) Analisa difraksi sinar-X dilakukan untuk
mengetahui perubahan pola difraksi akibat campuran dan penambahan bahan aditif abu sekam
padi. Besaran-besaran yang diperlukan adalah letak puncak dan intensitas relatifnya serta data
indeks miller untuk mengetahui parameter kisi, struktur kristal dan fasa-fasa

Pembahasan
a. Pengujian Susut Bakar Dari tabel 2 untuk pengukuran susut bakar keramik berpori dapat
dilihat bahwa apabila suhu sintering meningkat maka nilai susut bakarnya juga akan
meningkat, hal ini sesuai dengan fenomena proses sinter yaitu terjadi proses densifikasi,
pengurangan jumlah pori dan ukuran pori disertai terjadinya penyusutan, karena
butiran butirannya akan semakin rapat sehingga akan mengurangi celah/pori yang disebabkan
juga adanya pertumbuhan butir pada proses sintering sehingga membentuk batas butir yang
sempurna. Semakin banyak impuritis (zat pengotor) yang hilang pada suhu sintering yang
makin tinggi maka butiran semakin padat sehingga susut bakar semakin meningkat.
b. Pengujian Porositas Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa apabila semakin besar suhu sintering
yang diberikan maka nilai porositas yang diperoleh akan semakin kecil oleh karena adanya
densifikasi (pemadatan) pada sampel yang berbanding lurus dengan suhu sintering, tetapi untuk
suhu sintering yang sama semakin besar aditif abu sekam padi yang diberikan maka nilai
porositas yang diperoleh juga akan semakin besar karena aditif abu sekam padi dapat
mengakibatkan pengurangan celah/pori pada proses pembakaran. Hal ini disebabkan karena
penambahan abu sekam padi berfungsi untuk menyerap suhu sintering dan memecahkan
ikatan-ikatan partikel-partikel serta mengurangi susut bakar pada proses sintering sehingga
dapat meningkatkan celah/pori pada saat pembakaran.
c. Pengujian Densitas Hubungan densitas (rapat massa) terhadap suhu sintering pada grafik dan
tabel dapat dilihat bahwa densitas meningkat dengan adanya peningkatan suhu sintering. Hal
ini disebabkan terjadinya densifikasi (pemadatan) di antara partikel-partikelnya sehingga
ikatan yang terbentuk semakin kuat dan porositasnya semakin kecil akibat pemadatan atau
pemampatan serta volume benda uji akan semakin berkurang (terjadi penyusutan), dan juga
senyawa impuritis (pengotor) yang terkandung dalam clay, kaolin dan abu sekam padi mulai
lepas sehingga celah/pori akan semakin berkurang. Bertambahnya suhu sintering akan
meningkatkan densitas. Semakin besar kandungan aditif abu sekam padi, maka densitasnya
akan semakin kecil, tetapi apabila suhu sintering yang diberikan makin tinggi maka densitas
yang diperoleh juga makin besar.

Kesimpulan
Dari data studi pembuatan keramik berpori berbasis Clay dan kaolin alam Pahae dengan aditif
abu sekam padi disimpulkan bahwa : 1. Variasi campuran komposisi abu sekam padi
berpengaruh terhadap karakteristik keramik berpori, dimana penambahan persentase
komposisi abu sekam padi dari 0%, 5%, 10% dan 15% mengakibatkan meningkatnya porositas
dan sifat mekanik keramik, sedangkan densitas dan susut bakar mengalami penurunan. 2.
Temperatur sintering dalam pembuatan keramik berpori berpengaruh terhadap sifat fisis
keramik. Peningkatan temperatur sintering dari 9000C, 10000C dan 11000C menyebabkan
peningkatan densitas, susut bakar, kuat tekan dan kekerasan, sedangkan porositas mengalami
penurunan. Hasil penelitian menunjukkan nilai densitas (1,91-1,71) gr/cm3 , porositas (27,80-
56,94)%, susut bakar (18,91-23,31)% , dan kekerasan (8,78-12,87) kgf/mm2 .

Anda mungkin juga menyukai