Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No.

1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

PELAYANAN PASPOR BAGI PENYANDANG DISABILITAS


SENSORIS DI KANTOR IMIGRASI
P-ISSN 2622-4828 E-ISSN 2774-9592

https://journal.poltekim.ac.id/jikk/article/view/321
DOI: 10.52617/jikk.v5i1.321

Catur Susaningsih Anida Sri Rahayu Mastur Pascalis Danny Kristi Wibowo
catursusan7@gmail.com anidasrirahayumastur@gmail.com pascalisdanny4@gmail.com
Politeknik Imigrasi Politeknik Imigrasi Politeknik Imigrasi

Abstract (In English). The purpose of this article is to understand how to provide
passport services at the Immigration Office for Persons with Sensory Disabilities.
The method used is a qualitative approach, collecting data through desk study, and
data analysis techniques using an interactive model to draw conclusions. The result
is that passport services for persons with disabilities at the Immigration Office are
still limited for persons with physical disabilities, while persons with sensory
disabilities have not been able to obtain appropriate services. Therefore, passport
services for persons with sensory disabilities can be carried out by providing
adequate and friendly facilities for persons with disabilities in the sensory category.
Keywords: Services, Passport, Disability, Sensory, Imigration

Abstract (In Bahasa). Tujuan artikel ini untuk memahami bagaimana cara
pelayanan paspor di Kantor Imigrasi bagi Penyandang Disabilitas Sensoris. Metode
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, pengumpulan data melalui kajian desk
study, dan teknik analisis data menggunakan model interaktif untuk menarik
kesimpulan. Hasilnya bahwa pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas di Kantor
Imigrasi masih terbatas bagi penyandang disabilitas fisik, sementara untuk
penyandang disabilitas sensoris belum bisa mendapatkan pelayanan yang sesuai.
Oleh karena itu, pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas sensoris dapat
dilakukan dengan pengadaan sarana yang memadai dan ramah bagi penyandang
disabilitas dalam kategori sensoris.

Keywords: Pelayanan, paspor, disabilitas, sensoris, imigrasi.

1. PENDAHULUAN
Pelayanan publik telah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat. Setidaknya ada dua
pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan publik tersebut, yaitu: negara sebagai

Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License
87 | Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian | Vol 5 | No. 1 | 2022
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

penyedia layanan publik dan warga negara sebagai pengguna layanan. Pemerintah mempunyai
peran penting dalam menyediakan pelayanan publik yang berkualitas bagi warga negaranya sesuai
dengan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 pasal 1 tentang pelayanan
publik. Pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan kepada setiap warga negara atas barang,
jasa dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik
(Rukayat, Yayat, 2017)
Pemerintah telah melaksanakan reformasi di dalam pelayanan publik untuk menciptakan
pelayanan publik yang berkualitas. Reformasi pelayanan publik dilakukan dengan cara
meningkatkan mutu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kinerja pelayanan publik secara
menyeluruh, sehingga dapat memberikan kepuasan terhadap semua pihak tanpa adanya
diskriminasi.
Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai salah satu Unit Eselon I dan instansi vertikal di bawah
Kementerian Hukum dan HAM memiliki 2 (dua) ranah besar dalam pelaksanaan pelayanan, yaitu
pelayanan administrasi dan pelayanan regulasi (kebijakan) untuk mendukung pelayanan
administrasi dan penegakan hukum (Rasona dan Ismoyo, 2022). Dalam hal pelayanan
administrasi, sudah selayaknya Direktorat Jenderal Imigrasi menyelenggarakan pelayanan publik
yang berkualitas dari mulai tingkat pusat hingga daerah bagi seluruh masyarakat termasuk dengan
penyandang disabilitas.
Pelaksanaan peningkatan kualitas pelayanan publik bagi penyandang disabilitas telah
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi melalui upaya peningkatan standar pelayanan publik,
misalnya dengan memberikan akses dan menyediakan fasilitas yang memadai khusus bagi
penyandang disabilitas. Namun meskipun demikian, kemudahan ini hanya dapat digunakan untuk
penyandang disabilitas fisik, sedangkan untuk penyandang disabilitas lainnya, misalnya disabilitas
sensoris masih belum terfasilitasi dengan sesuai.

2. METODE

a. Pendekatan

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengumpulkan, mengolah,


memanfaatkan data dan informasi yang relevan dengan kajian dalam penulisan ini. Kajian ini
bersifat deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan fakta dan kejadian yang ada dilapangan

PELAYANAN PASPOR | 88
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

kemudian menganalisisnya. Setelah fakta-fakta dan data yang relevan dari sumber-sumber yang
dapat dipercaya ditemukan, langkah selanjutnya adalah data dan fakta tersebut dihubungkan pada
konsep yang relevan, dan diambil kesimpulan berdasarkan konsep dan relevansi tersebut (Fadli,
2021).

b. Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode desk study, dimana data dan informasi dianalisis dan
diverifikasi menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui literatur. Sumber data dalam
penelitian antara lain buku, artikel, jurnal, penelitian ilmiah dan halaman web.

c. Teknik Analisis Data

Penulis menggunakan teknik analisis data dengan model interaktif secara intensif hingga
tuntas, seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman. Teknik analisis data tersebut
diantaranya reduksi data, penyajian data, verifikasi dan selanjutnya data tersebut diringkas,
disajikan kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan data yang sebelumnya sudah diverifikasi.

3. PEMBAHASAN

A. Pelayanan Paspor Penyandang Disabilitas di Kantor Imigrasi Saat Ini

Jaminan layanan bagi penyandang disabilitas terus berkembang, termasuk layanan paspor yang
merupakan salah satu dampak positif dari perubahan paradigma tentang penyandang disabilitas.
Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 dalam Wahyono (2019) menjelaskan bahwa penyandang
disabilitas yang memiliki keterbatasan fisik memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan tanpa
mengalami diskriminasi.

Dalam memperkuat Undang-Undang tersebut, maka lahirlah Peraturan Presiden Nomor 33


Tahun 2018 tentang Perubahan Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 Tentang
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019. Rencana aksi tersebut dijabarkan
di dalam setiap institusi Pemerintah, termasuk Direktorat Jenderal Imigrasi. Adapun dikatakan
bahwa ukuran keberhasilan dari rencana aksi ini adalah adanya jalur layanan khusus bagi
penyandang disabilitas. Hal ini selaras dengan Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Pelayanan Publik Berbasis Hak

89 | Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian | Vol 5 | No. 1 | 2022


Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

Asasi Manusia. Melalui Permenkumham ini, menjadikan pedoman/ acuan terkait pelayanan publik
berbasis HAM di seluruh Kantor Imigrasi.

Pelayanan publik berbasis Hak Asasi Manusia ialah kegiatan dari penyelenggara
pelayanan yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) khususnya di Lingkungan Kementerian Hukum dan
HAM yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip hak asasi manusia bagi
setiap warga negara. Salah satu pelayanan publik berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM) atau
yang dikenal dengan pelayanan ramah HAM adalah pelayanan Dokumen Perjalanan Republik
Indonesia (DPRI) atau juga yang dikenal dengan nama paspor biasa, yang diperuntukkan
khususnya bagi penyandang disabilitas.

Salah satu UPT yang telah memberikan pelayanan publik berbasis HAM bagi penyandang
disabilitas adalah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno Hatta. Pelayanan pembuatan
paspor tersebut dilakukan di loket khusus, dimana duta pelayanan melayani permohonan paspor
secara langsung. Pelayanan paspor untuk penyandang disabilitas telah mendapatkan antrian
prioritas sesuai dengan Surat Edaran Ditjen Imigrasi No. IMIUM.01.01-2435 Tahun 2018 tentang
Pemberian Fasilitas Bagi Kelompok Rentan Dalam Layanan Penerbitan Paspor Berdimensi Ramah
Hak Asasi Manusia.

Dalam surat edaran tersebut, dinyatakan sebagai penerima layanan bagi kelompok rentan
adalah meliputi:

a. penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan ataupun kekurangan fisik
dan/atau mental, karena keterbatasan/kekurangan fisik tersebut menjadikan suatu halangan,
gangguan atau hambatan bagi dirinya untuk dapat melakukan kegiatan dalam kehidupan
sehari hari atau penghidupan secara wajar;
b. lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang usianya sudah mencapai 60 (enam puluh) tahun
ke atas sesuai dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lansia;
c. balita adalah setiap anak atau bayi yang memiliki usia di bawah 5 (lima) tahun;
d. ibu hamil dan/atau ibu menyusui (busui).

Kriteria penilaian pelayanan berbasis hak asasi manusia, khususnya untuk kelompok
penyandang disabilitas, didasarkan pada Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

PELAYANAN PASPOR | 90
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

(Permenkumham) Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2018 tentang Penghargaan Pelayanan


Berbasis Hak Asasi Manusia. Kriteria ini didasarkan pada:
1. Aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas untuk penyandang disabilitas, terdapat fasilitas
khusus seperti:
a. Area didalam pelayanan paspor Kantor Imigrasi Kelas I TPI Soekarno Hatta terdapat
loket dan ruang tunggu khusus bagi penyandang disabilitas;
b. Area luar ruang pelayanan, dimaksudkan adalah adanya tanda khusus yang menunjukkan
letak toilet yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas sebagai petunjuk arah untuk
memudahkan penggunanya;
c. Adanya jalur khusus sebagai lantai pemandu (Guiding Block) berupa ubin pengarah dan
ubin peringatan;
d. Tersedianya sarana penghubung bagi penyandang disabilitas berupa kursi roda dan
standar tongkat;
e. Tersedianya layanan informasi
2. Adanya petugas yang standby di Loket Pelayanan Penyandang Disabilitas
Penunjukan petugas pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas yang wajib memberikan
pelayanan kepada pemohon/klien di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Khusus Soekarno Hatta
setiap saat dan harus standby selalu.
3. Kepatuhan pejabat, pegawai, dan pelaksana terhadap ketentuan standar pelayanan masing-
masing bidang pelayanan, khususnya di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang dikenal dengan
istilah TPI.
Dalam memberikan pelayanan publik di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno
Hatta, Petugas imigrasi melaksanakan sesuai standar pelayanan, termasuk dalam pelayanan
pembuatan paspor yang sesuai dengan tahapan dan standar operasional yang ada.
(Kurniasari, 2022).

B. Kategori Disabilitas
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 Pasal 1 ayat 1, terdapat pengertian dari
penyandang disabilitas sebagai orang yang memiliki keterbatasan intelektual, fisik, mental,
dan/atau sensoris dalam jangka waktu lama ketika berinteraksi dengan lingkungan. Keterbatasan

91 | Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian | Vol 5 | No. 1 | 2022


Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

tersebut mengakibatkan hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak dengan warga negara lainnya (Widinarsih, 2019).
Lebih lanjut didalam Undang-Undang tersebut menjelaskan tentang keanekaragaman
penyandang disabilitas yang meliputi:
a. Penyandang disabilitas fisik ialah keterbatasannya fungsi tubuh untuk bergerak;
b. Penyandang disabilitas intelektual ialah terganggunya sensor motorik otak yang
disebabkan oleh daya kerja otak tersebut mengalami keterbatasan, sehingga tingkat
kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain disabilitas grahita, lambat bicara dan down
syndrome, sedangkan
c. Penyandang Disabilitas mental ialah keterbatasan ruang gerak otak sehingga
berpengaruh pada fungsi pikir, emosi, dan perilaku, yang mencakup antara lain:
1. Psikososial diantaranya skizofrenia, depresi, bipolar, anxietas, dan gangguan
kepribadian; dan
2. Kondisi disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada fungsi interaksi sosial
(autis dan hiperaktif).
d. Penyandang Disabilitas sensoris ialah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera,
antara lain disabilitas rungu, disabilitas netra, dan/atau disabilitas wicara.

C. Pelayanan Paspor Penyandang Disabilitas Sensoris


Pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas di Kantor Imigrasi Kementerian Hukum dan
HAM untuk saat ini masih terbatas bagi penyandang disabilitas fisik saja, sementara untuk
penyandang disabilitas intelektual, mental dan sensoris belum terjamahkan dalam arti belum atau
tidak terpikirkan akan adanya hal tersebut dikarenakan minimnya informasi.
Adapun hambatan arsitektural bagi penyandang disabilitas sensoris diantaranya adalah:
Kategori Hambatan
Kecacatan Sensoris Tunanetra:
▪ Tidak adanya petunjuk arah atau tanda yang jelas melalui
suara/voice dan gambaran pada tempat pelayanan yang
secara samar masih bisa dilihat oleh tunanetra dalam
jangkauan keterbatasannya sebagai alat bantu yang
menunjukkan keterangan, seperti penomoran lantai pada
gedung bertingkat;
▪ Hal yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan
hambatan contohnya ventilasi yang terbuka ke luar atau

PELAYANAN PASPOR | 92
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

papan reklame yang ditempatkan pada zona pejalan kaki


yang dikhawatirkan dapat menimbulkan hal yang tidak
diinginkan/cedera;
▪ Pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu samar.
▪ Petunjuk taktual (dapat diraba) pada lift berfungsi untuk
membedakan aneka macam tombol, serta petunjuk suara/
voice record sebagai penunjuk nomor lantai.
Tunarungu:
Tunarungu tergolong disabilitas yang tidak dapat mendengar,
sehingga membutuhkan alat bantu dengar melalui media
pengeras suara di terminal atau bandara, dikarenakan
keterbatasan pendengarannya. Selain itu juga ditemukan
kendala terkait keterbatasan tuna rungu tersebut didalam
menterjemahkan gerak bibir maupun bahasa isyarat
dikarenakan minim pencahayaan di posisi auditorium, dan
juga pada kondisi di mana mereka mungkin tidak dapat
mendengar alarm sebagai tanda bahaya.
Sumber: Tarsidi (2008) dalam Firdaus, Iswahyudi (2010).
Berdasarkan pemaparan yang ada di dalam tabel, diketahui beberapa hal yang dapat
dilaksanakan perbaikan secara berkelanjutan pelayanan publik untuk penyandang disabilitas
khususnya bagi kategori disabilitas sensoris, diantaranya adalah:
1. Sarana dan prasarana untuk pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas tunanetra:
a. Diperlukan pengadaan simbol/ciri spesifik atau petunjuk arah yang dapat didengar atau
dilihat dalam penglihatan terbatas. Petunjuk atau simbol/ciri spesifik yang memberikan
petunjuk seperti nomor lantai gedung bertingkat;
b. Papan reklame yang ditempatkan tidak menghalangi pada jalur pejalan kaki atau reduksi
hambatan kecil contohnya jendela yang membuka ke luar;
c. Pengaturan cahaya dan lampu agar tidak terlalu redup atau menyilaukan mata;
d. Diperlukan petunjuk taktual (dapat diraba) pada lift untuk membedakan aneka macam
tombol, dan petunjuk suara untuk memberikan petunjuk nomor lantai;
e. Pengadaan petunjuk pengisian formulir yang dapat didengar atau dilihat dengan teknik
perabaan atau biasa dikenal dengan istilah huruf braille;
f. Pengadaan formulir yang dapat dibaca dengan menggunakan huruf braille.

2. Sarana dan prasarana pelayanan paspor bagi penyandang disabilitas Tunarungu,diantaranya


adalah:

93 | Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian | Vol 5 | No. 1 | 2022


Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

a. Adanya boarding (papan informasi) yang menunjukkan informasi mengenai nomor urut
dari antrian paspor;
b. Adanya informasi melalui media televisi saat penyandang disabilitas sensoris tiba di UPT
agar mendapat panduan tentang tahapan pelayanan paspor, baik paspor baru maupun
penggantian paspor serta paspor hilang maupun paspor rusak dan juga dalam pengisian
Perdim 11 (formulir isian) secara manual;
c. Dalam hal penerangan, pengaturan pencahayaan dapat disesuaikan, agar pemohon
penyandang disabilitas sensoris tuna rungu dapat membaca gerak bibir ataupun bahasa
isyarat tanpa mengalami kendala;
d. Mengantisipasi adanya bencana alam atau hal lain terkait konsleting listrik yang dapat
menimbulkan adanya bahaya, maka bisa diantisipasi dengan pengadaan lampu khusus
yang dapat digunakan sebagai lampu tanda bahaya yang dapat dilihat oleh penyandang
disabilitas sensoris tunarungu.

4. KESIMPULAN
Kemudahan dalam mengakses pelayanan publik merupakan hak segenap rakyat Indonesia
tanpa terkecuali. Oleh karena itu, seluruh rakyat Indonesia wajib memiliki kemudahan dalam
mengakses pelayanan publik tanpa adanya diskriminasi. Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai
salah satu unit utama Eselon I di Kementerian Hukum dan HAM sudah melaksanakan usaha
peningkatan kualitas pelayanan bagi penyandang disabilitas namun meskipun demikian,
kemudahan ini hanya dapat digunakan untuk penyandang disabilitas fisik, sedangkan untuk
penyandang disabilitas lainnya, misalnya disabilitas sensoris masih belum terfasilitasi dengan
sesuai. Oleh karena itu, pelayanan paspor khususnya bagi penyandang disabilitas sensoris dapat
dilakukan dengan pengadaan sarana yang memadai dan ramah bagi penyandang disabilitas dalam
kategori sensoris.

DAFTAR PUSTAKA

1. Artikel
Kurniasari, N. 2022. Pelayanan Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kantor Imigrasi Kelas
I Khusus TPI Soekarno Hatta

PELAYANAN PASPOR | 94
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 5 No. 1 Tahun 2022
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622 - 4828

Wahyono. 2019. Layanan Paspor Berbasis HAM bagi Penyandang Disabilitas

2. Modul
Akbar, R.S., & Ismoyo, I. 2022. Muatan Teknis Substantif Lembaga (MTSL) Ditjen
Imigrasi.Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Jakarta.

3. Jurnal Ilmiah
Fadli, M.R. 2021. Memahami Desain Penelitian Metode Kualitatif.
Firdaus, Iswahyudi 2010. Aksesibilitas dalam Pelayanan Publik untuk Masyarakat dengan
Kebutuhan Khusus
Rukayat, Y. 2003. Kualitas Pelayanan Publik Bidang Administrasi Kependudukan di
Kecamatan Pasirjambu
Widinarsih, D. 2019. Penyandang Disabilitas di Indonesia: Perkembangan Istilah dan Definisi

4. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas
Peraturan Presiden. (2018). Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Hukum
dan HAM Republik Indonesia (Permenkumham) Nomor 27 Tahun 2018 tentang
Penghargaan Pelayanan Publik Berbasis Hak Asasi Manusia
Surat Edaran. (2018). Surat Edaran No. IMI-UM.01.01-2435 Tahun 2018 tentang Pemberian
Fasilitas Bagi Kelompok Rentan Dalam Layanan Penerbitan Paspor Berdimensi Ramah
Hak Asasi Manusia.

95 | Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian | Vol 5 | No. 1 | 2022

Anda mungkin juga menyukai