Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan oleh peneliti lain yang dapat digunalan
sebagai referensi yang berkaitan dengan penelitian ini.
Penelitian tersebut dilakukan oleh:
1. Gary Hamel (2013) melakukan penelitian dengan
judul “Evaluasi Sistem Pengendalian Intern
Terhadap Piutang Pada PT Nusantara Surya Sakti”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
efektivitas system pengendalian intern piutang usaha
pada PT Nusantara Surya Sakti. Variabel dalam
penelitian ini adalah system pengendalian intern dan
piutang. Metode dalam penelitian ini menggunakan
metode deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, penulis menyimpulkan penerapan
pengendalian intern terhadap piutang usaha pada PT
Nusantara Surya Sakti Amurang cukup efektif, hal
ini terlihat dari diterapkannya unsur-unsur
pengendalian intern piutang usaha yang layak dan
memadai ditunjang dengan kebijakan dan prosedur
pemberian kredit yang baik. Aktivitas pengendalian
perlu adanya pemisahan tugas antara bagian
pembukuan dan bagian penerimaan kas dan fungsi
pemeriksaan audit internal harus lebih ditingkat.
2. Nabilla Habibie (2013) melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Pengendalian Intern Piutang Usaha
Pada PT Adira Finance Cabang Manado”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
pengendalian intern piutang usaha pada PT. Adira
Finance Manado sudah efektif. Variable dalam

7
8

penelitian ini adalah pengendalian intern piutang.


Populasi yang akan di teliti adalah seluruh karyawan
yang bekerja pada PT Adira Finance Manado. Sampel
dalam penelitian ini, penelitian menggunakan
nonprobability sampling, dengan teknik convenience
sampling, metode ini memilih sampel dari elemen
populasi (orang/kejadian) yang datanya mudah di
peroleh peneliti. Dalam penelitian ini sampel yang
digunakan adalah karyawan PT. Adira Finance
Manado sebanyak 5 orang yang benar-benar
mendalami permasalahan pemberian kredit dalam
hal ini Branch Manager, Credit Marketing Head,
Credit Analyst, A/R Head, dan Administration
Head. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
secara keseluruhan pengendalian intern piutang
usaha efektif, dimana manajemen perusahaan
memberikan perhatian yang baik terhadap
pengendalian intern piutang usaha, baik dari segi
pengelolaan hingga pengawasan piutang tersebut.
Manajemen PT Adira Finance Manado menjunjung
tinggi integritas dan kompetensi. Oleh sebab itu
lingkungan pengendalian pada PT Adira Finance
Manado sudah berjalan efektif hal ini ditandai
dengan independen komite audit yang berada
langsung di bawah naungan komisaris, begitu pula
konsep pengendalian yang diterapkan oleh jajaran
seccion head sudah berjalan dengan efektif.
3. Teguh Arseno (2014) melakukan penelitian dengan
judul “Evaluasi Pengendalian Intern Sistem
Informasi Penjualan Kredit Pada PT.Sanken
Elektronik Indonesia Semarang”. Tujuan penelitian
ini Untuk mengetahui penerapan sistem informasi
9

penjualan kredit pada perusahaan dalam


meningkatkan efektivitas pengendalian intern dan
Untuk menganalisis prosedur pengendalian intern
sistem penjualan kredit pada PT. Sanken Elektronik
Indonesia Semarang. Variable penelitian ini adalah
pengendalian intern system penjualan kredit. Metode
yang digunakan aalah metode deskriptif. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sistem informasi
akuntansi penjualan kredit yang ada pada PT.
Sanken Elektronik Indonesia Semarang ada
beberapa kelemahan dan kekurangan yang masih
harus diperbaiki agar sistem informasi akuntansi
yang ada menjadi lebih baik. Salah satunya dengan
menambahkan bagian kredit pada prosedur
penjualan kredit dimaksudkan untuk menciptakan
pengecekan intern transaksi penjualan kredit. Dalam
transaksi penjualan, fungsi penjualan mempunyai
kecenderungan untuk menjual barang sebanyak –
banyaknya, yang seringkali mengabaikan dapat
ditagih atau tidaknya piutang yang timbul dari
transaksi tersebut.

Dari beberapa penelitian terdahulu di atas,


terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan. Untuk lebih jelasnya
persamaan dan perbedaan dari penelitian tersebut, dapat
di lihat pada tabel seperti berikut:
10

Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Sekarang

No Nama/ Judul Populasi dan Variable Metode Teknik Obyek/


Tahun sampel Pengumpulan Analisis Lokasi
Data Data
1. Gary Hamel Evaluasi Sistem Populasi: X: System Dokumentasi: Deskriptif PT
2013 Pengendalian Pengendalia Kualitatif Nusantar
Intern Terhadap Sampel: n Intern a Surya
Piutang Pada Pt Y: Piutang Sakti
Nusantara Surya
Sakti
2. Nabilla Analisis Populasi: Seluruh X: System - Dokumentasi Deskriptif PT. Adira
2 Habibie Pengendalian karyawan yang Pengendalia - Wawancara Kualitatif Finance
(2013) Intern Piutang bekerja pada PT n Intern - Observasi Manado
Usaha Pada Pt Adira Finance Piutang - Kuisioner
Adira Finance Manado. Usaha
Cabang Manado Sampel: 5 orang
3. Teguh Evaluasi Populasi: Sistem X: - Interview Deskriptif PT.
Arseno Pengendalian pengendalian PT. Pengendalia Sanken
11

(2014) Intern Sistem Sanken Elektronik n Intern - Dokumentasi Kualitatif Elektroni


Informasi Indonesia System - Observasi k
Penjualan Kredit Semarang Informasi Indonesia
Pada PT.Sanken Penjualan Semarang
Elektronik Sampel: Sistem Kredit
Indonesia informasi
Semarang penjualan kredit
4. Sekarwuni Analisis System Populasi: Sistem X: Sistem - Dokumentasi Deskriptif PT Tokai
Permani Pengendalian pengendalian PT Pengendalia - Wawancara kualitatif Dharma
(2018) Intern Piutang Tokai Dharma n Intern Indonesia
pada PT Tokai Indonesia Cabang Cabang
Dharma Surabaya Surabaya
Indonesia Cabang
Surabaya Sampel: Sistem
Pengendalian
Intern piutang
12

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Definisi Sistem Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2016:129) System
pengendalian internal meliputi struktur
organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga asset organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong
dipatuhinya kebijakan manajemen. Definisi
system pengendalian internal tersebut
menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan
bukan pada unsur-unsur yang membentuk
system tersebut. Dengan demikian, pengertian
pengendalian internal tersebut diatas berlaku
baik dalam perusahaan yang mengolah
informasinya secara manual, dengan mesin
pembukuan, maupun dengan komputer.

Tujuan system pengendalian internal manurut


definisi tersebut adalah:

1. Menjaga asset organisasi


2. Mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi
3. Mendorong efisiensi
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen

Menurut tujuannya,system pengendalian


tersebut dapat dibagi menjadi dua macam:
pengendalian internal akuntansi (internal
accaounting control) dan pengendalian internal
administrative (internal administrative control).
13

Pengendalian internal akuntansi, yang


merupakan bagian dari sitem pengendalian
internal, meliputi struktur organisasi, meliputi
struktur organisasimetode dan ukuran-ukuran
yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga
asset organisasi dan mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi. Pengendalian
akuntansi yang baik akan menjamin keamanan
kekayaan para investor, dan kreditur yang
ditanamkan dalam perusahaan dan akan
menghasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya. Pengendalian administrative meliputi
struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran
yang dikoordinasikan terutama untuk
mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijkan
manajemen.

A. Unsur Sistem Pengendalian Interal

Unsur pokok system pengendalian


internal adalah:

1. Struktur Organisasi Yang


Memisahkan Tanggung Jawab
Fungsional Secara Tegas
2. System Wewenang Dan Prosedur
Pencatatan Yang Memberikan
Perlindungan Yang Cukup Terhadap
Aset, Utang, Pendapatan, Dan Beban.

3. Praktik yang Sehat dalam


Melaksanakan Tugas dan Fungsi
Setiap Unit Organisasi
14

4. Karyawan yang Mutunya Sesuai


dengan Tanggung Jawabnya

2.2.2 Langkah-langkah dalam Menilai Sistem


Pengendalian Intern
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
menilai system pengendalian intern antara lain:
a. Mempelajari system pengendalian yang telah
digariskan oleh pimpinan perusahaan.
b. Menilai system pengendalian tersebut,
khususnya mengenai kelemahan dalam
system itu dan konsekuensi daripada
kelemahan tersebut.
c. Pemilihan prosedur pemeriksaan atau
pembuatan program pemeriksaan untuk
menentukan apakah system pengendalian
yang dianggap kuat memang sudah betul-
betul berjalan dan berapa jauh akibat
kelemahan dalam system pengendalian
terhadap dapat dipercaya atau tidaknya data
akuntansi.
d. Pengetesan atau pelaksanaan program dalam
ad.c dengan pengambilan contoh (sampel).
Ini merupakan penilaian atas system
pengendalian intern yang berjalan
dibandingkan dengan ad.a system yang
direncanakan/seharusnya.
e. Dengan penilaian atas system yang berjalan,
program pemeriksaan akhir tahun dapat
diubah. Misalnya transaksi yang
pengendalian intern kuat, jumlah sampel
dapat dikurangi dan untuk bagian yang
15

lemah sistemnya, jumlah sampel


diperbanyak.
f. Pemberian saran-saran kepada langganan
untuk memperbaiki atau memperkuat
system pengendalian intern.
g. Lakukan tindak lanjut untuk menentukan
apakah saran-saran telah dijalankan oleh
pelanggannya.

2.2.3 Proses Pengendalian Internal


Menurut TMBooks (2015:35)
Pengendalian internal adalah proses yang
dirancang untuk memberikan jaminan
tercapainya tujuan yang berkaitan dengan
efektifitas dan afisiensi operasi, realibilitas
pelaporan keuangan, dan ketaatan pada
peraturan hukum yang berlaku. Pemahaman
yang baik terhadap pengendalian internal sangat
diperlukan baik oleh manajer, user system
akuntansi, perancang system akuntansi, maupun
evaluator system akuntansi.
Para manajer harus mampu menilai
system internal karena mereka
bertanggungjawab atas pengendalian internal
pelaporan keuangan perusahaan. User system
juga harus memahami pengendalian perusahaan
perusahaan sehingga mereka dapat
menerapkannya dengan tepat.

Pengendalian internal terdiri dari 5


komponen, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian
16

Lingkungan pengendalian merupakan


factor-faktor yang merupakan pondasi bagi
komponen pengendalian internal yang lain.
Lingkungan pengendalian meliputi
integritas dan nilai-nilai etika, komitmen
terhadap kompetensi, filosofi manajemen
dan gaya operasi, struktur organisasi,
perhatian dan pengarahan dari dewan
direksi, serta kebijakan dan praktik
sumberdaya manusia.
 Integritas dan nilai-nilai etika
 Komitmen terhadap kompetensi
 Filosofi manajemen dan gaya operasi
 Struktur organisasi
 Kebijakan dan praktik sumber daya
manusia

2. Penilaian resiko
Penilaian resiko merupakan proses
identifikasi, analisis, dan pengelolaan resiko
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan
pengendalian interal. Tahapan yang paling
kritis dalam penilaian resiko adalah
mengidentifikasi perubahan kondisi internal
dan eksternal serta aktivitas terkait yang
diperlukan.
Penilaian resiko dapat dijabarkan secara
rinci dalam siklus transaksi atau dalam
sitem informasi seperti contoh berikut:
 Penilaian resiko siklus pembelian
 Penilaian resiko siklus produksi
 Penilaian resiko siklus pendapatan
17

 Penilaian resiko system informasi

3. Aktivitas pengendalian
Adalah kebijakan dan prosedur yang
dikembangkan oleh organisasi untuk
mengurangi resiko, aktifitas pengendalian
meliputi:
 Pengendalian aliran pekerjaan
 Pembatasan akses ke asset dan informasi
 Rekonsiliasi catatan dengan bukti fisik
asset
 Riview kinerja
 Pengendalian aplikasi
 Pengendalian umum

4. Informasi dan Komunikasi


System informasi perusahaan merupakan
kumpulan dari prosedur dan catatan yang
dibuat untuk memulai, merekam,
memproses, dan melaporkan kejadian dalam
proses bisnis.

5. Manajemen memantau pengendalian


internal untuk memastikan bahwa
pengendalian organisasi berfungsi seperti
yang seharusnya.

2.2.4 Prinsip-Prinsip Pengendalian Internal


Menurut I Cenik Ardana dan Hendro
lukman (2016:80) Tujuan pengendalian internal
dilihat dari perspektif system informasi
akuntansi, lebih ditujukan untuk membantu
18

manajemen melakukan pengamanan asset


perusahaan (tujuan kategori a), dan membina
system informasi akuntansi yang andal dan
dapat dipercaya (tujuan kategori b).
Untuk mencapai kedua kategori ini,
Weygrant, Kieso, Kimmel (2007) mengemukakan
beberapa prinsip pengendalian internal sebagai
berikut:
1. Menetapkan tanggung jawab,
2. Pemisahan tugas,
3. Prosedur dokumentasi,
4. Kendali secara fisik, elektronik, dan
mekanik,
5. Verifikasi internal yang bersifat independen,
6. Alat control lainnya.

2.2.5 Keterbatasan Dan Ancaman Terhadap


Pengendalian Internal
Menurut Menurut I Cenik Ardana dan
Hendro lukman (2016:80) Perusahaan merancang
system pengendalian internal dengan maksud
untuk memperoleh jaminan yang memadai
(reasonable assurance) atas pengamanan asset dan
keandalan catatan akuntansi perusahaan. Konsep
tentang “jaminan yang memadai (reasonable
ssurance)” menyiratkan pemahaman bahwa
system pengendalian internal yang
diimplementasikan tidak sepenuhnya dapat
menjamin/mengatasi risiko operasional.
Keamanan asset, serta keandalan catatan
akuntansi suatu entitas, karena beberapa alasan,
yaitu:
19

a. Factor lingkungan. Sistem Informasi


Akuntansi (SIA) dan organisasi perusahaan
merupakan system yang terbuka, artinya
factor lingkungan diluar SIA atau diluar
entitas peruysahaan ikut menentukan
kualitas SIA dan/atau keberlangsungan
hidup suatu perusahaan. Ancaman
lingkumgan terhadap keberlangsungan
hidup perusahaan antara lain seperti
bencana alam (banjir, sunami), kondisi
politik dan ekonomi suatu Negara dan
sebagainya. Factor integritas dan moralitas
para pejabat pemerintahan/birokrasi ikut
menentukan sejauh mana manajemen suatu
entitas organisasi dapat bertindak secara etis
dalam setiap tindakan dan keputusan
mereka. Berbagai peraturan dan regulasi
dari pemerintah dapat menghambat atau
mendorong kelangsungan hidup
perusahaan. Factor lingkungan SIA,
misalnya menyangkut tingkat ketersediaan
dan kompetensi tenaga akuntan/tenaga IT
yang gtersedia, ancaman virus terhadap
data/program computer, perkembangan
teknologi informasi, dan sebagainya.
b. Factor kompetensi dan integritas sumber
daya manusia. Unsur amnesia
sesungguhnya menjadi factor yang paling
menentukan. Bagaimanapun bagusnya
system pengendalian internal yang
diimplementasikan, system tersebut menjadi
tidak efektif bila di dalam
20

organisasi/perusahaan terdapat kejahatan


yang dilakukan secara berjamaah (kolusi),
apalagi kolusi tersebut melibatkan pimpinan
puncak suatu organisasi/perusahaan. Di
samping itu, setiap karyawan
bagaimanapun cakapnya, ada saat-saat
tertentu dimana karyawan tersebut juga
mengalami keletihan, atau kecerobohan
sehingga dapat saja membuat kesalahan
yang tidak dapat di sadari.
c. Factor “biaya” selalu menjadi pertimbangan
utama dalam mengimplementasikan system
pengendalian internal. Biaya yang
ditimbulkan dari pengimplementasian
system pengendalian internal tentu saja
tidak boleh melebihi manfaat yang akan
diperoleh dari system tersebut.

2.2.6 Definisi piutang


Menurut Dwi Martani dkk (2012:193)
Piutang merupakan klaim suatu perusahaan
pada pihak lain. Hampir semua entitas memiliki
piutang kepada pihak lain baik yang terkait
dengan transaksi penjualan/pendapatan
maupun merupakan piutang yang berasal dari
transaksi lainnya. Kategori piutang dipengaruhi
jenis usaha entitas. Untuk perusahaan dagang
dan manufaktur jenis piutang yang muncul
adalah piutang dagang dan piutang lainnya.
Entitas menyebutkan piutang terkait dengan
pendapatan sebagai piutang usaha. Untuk entitas
21

perbankan, piutang adalah kredit yang


disalurkan kepada pihak lain, dalam laporan
posisi keuangan diklasifikasikan sebagai
pinjaman yang diberikan. Perusahaan
pembiayaan selain bank (multifinance),
mengklasifikasikan piutang menurut jenis
pembiayaan misalnya piutang pembiayaan
konsumen, piutang pembiayaan sewa, dan
piutang pembiayaan kartu kredit.
Bentuk klaim dari pihak lain dapat
didasarkan perjanjian utang piutang secara
tertulis, namun dapat juga didasarkan pada
perjanjian atau komitmen tidak tertulis. Klaim
yang didasarkan pada perjanjian tertulis disebut
wesel tagih (promissory note) atau sering disebut
sebagai note receivable. Piutang dapat juga
didasarkan pada faktur (invoice) dari transaksi
penjualan disebut piutang dagang atau account
receivable atau trade receivable.
Piutang yang tidak terkait dengan
penjualan tau pendapatan disebut piutang
lainnya atau nontrade receivable. Piutang yang
jatuh temponya kurang dari satu tahun atau satu
siklus operasi diklasifikasikan sebagai asset
lancar. Disajikan setelah asset tetap. Rincian
piutang yang dimiliki perusahaan berbeda,
tergantung kegiatan operasi perusahaan, jenis
piutang yang dimiliki. Biasanya perusahaan
memisahkan piutang berdasarkan piutang
dagang dan piutang lainnya.

2.2.7 Klasifikasi Piutang


22

Menurut Hery (2012:269) Istilah piutang


mengacu kepada sejumlah tagihan yang akan
diterima oleh perusahaan (umumnya dalam
bentuk kas) dari pihak lain, baik sebagai akibat
penyerahan barang dan jasa secara kredit (untuk
piutang pelanggan yang terdiri atas piutang
usaha dan kemungkinan piutang wesel),
memberiakan pinjaman (untuk piutang
karyawan, piutang debitur yang biasanya
langsung dalam bentuk piutang wesel, dan
piutang bunga), maupun sebagai akibat
kelebihan pembayaran kas kepada pihak lain
(untuk piutang pajak).
Sebagian besar piutang timbul dari
penyerahan barang dan jasa secara kredit kepada
pelanggan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada
umumnya pelanggan akan lebih menjadi lebih
tertarik untuk membeli sebuah produk yang
ditawarkan secara kredit oleh perusahaan
(penjual), dan hal ini rupanya juga menjadi salah
satu trik bagi perusahaan untuk meningkatkan
besarnya omset penjualan yang akan tampak
dalam laporan laba ruginya. Piutang yang timbul
dari penjualan atau penyerahan barang dan jasa
secara kredit ini diklasifikasikan sebagai piutang
usaha, yang kemudian tidak tertutup
kemungkinan akan berganti menjadi piutang
wesel.
Dalam praktik, piutang pada umumnya
diklasifikasikan sebagai berikut ini.
1. Piutang Usaha (Accounts Receivable)
23

Menurut Hery (2012:269) Yaitu jumlah


yang akan ditagih dari pelanggan sebagai
akibat penjualan barang dan jasa secara
kredit. Piutang usaha memiliki saldo normal
disebelah debet sesuai dengan saldo normal
untuk aktiva. Piutang usaha biasanya
diperkirakan akan dapat ditagih wdalam
jangka waktu yang relative pendek, biasanya
dalam waktu 30 hari hingga 60 hari. Setelah
ditagih, secara pembukuan, piutang usaha
akan berkurang di sebelah kredit. Piutang
usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai
aktiva lancar (current asset).
2 Piutang Wesel (Notes Recerivable)
Menurut Hery (2012:270) Yaitu tagihan
perusahaan kepada pembuat wesel.
Pembuat wesel disini adalah pihak yang
telah berhutang kepada perusahaan, baik
melalui barang atau jasa secara kredit
maupun melalui peminjaman sejumlah
uang. Pihak yang berhutang berjanji kepada
perusahaan (selaku pihak yang diutangkan)
untuk membayar sejumlah uang tertentu
berikut bunganya dalam kurun waktu yang
telah disepakati. Janji pembayaran tersebut
ditulis secara formal dalam sebuah wesel
atau promes (promissory note). Perhatikan
baik-baik bahwa piutang wesel
mengharuskan debitur membayar bunga.
Bagi pihak yang berjanji untuk
membayar (dalam hal ini adalah pembuat
wesel), instrument kreditnya dinamakan
24

wesel bayar, yang tidak lain dicatat sebagai


utang wesel. Sedangkan bagi pihak yang
dijanjikan untuk menerima pembayaran,
instrumennya dinamakan wesel tagih, yang
akan dicatat dalam pembukuan sebagai
piutang wesel.
Piutang wesel sama seperti piutang
usaha memiliki saldo normal di sebelah
debet sesuai dengan saldo normal untuk
aktiva. Setelah ditagih (diterima
pembayaran), piutang wesel juga akan
berkurang di sebelah kredit.
Piutang wesel diklasifikasikan dalam
neraca sebagai aktiva lancar atau aktiva
tidak lancar. Piutang wesel yang timbul
sebagai akibat penjualan barang atau jasa
secara kredit akan dilaporkan dalam neraca
sebagi aktiva lancar, sedangkan piutang
wesel yang timbul dari transaksi pemberian
pinjaman sejumlah uang kepada debitur
akan dilaporkan dalam neraca kreditur
sebagai aktiva lancar maupun aktiva tidak
lancar, tergantung pada lamanya waktu
pinjaman. Piutang wesel yang bersifat
lancar, yang timbul sebagai akibat dari
penjualan barang atau jasa secara kredit,
merupakan pengganti dari piutang usaha
yang belum juga diterima pembayarannya
hingga batas waktu kredit berakhir.
3 Piutang Lain-Lain (Other Receivables)
Piutang lain-lain umumnya
diklasifikasikan dan dilaporkan secara
25

terpisah dalam neraca. Contohnya adalah


piutang bunga, piutang deviden (tagihan
kepada investee sebagai hasil atas investasi),
piutang pajak (tagihan perusahaan kepada
pemerintah berupa restitusi atau
pengembalian atas kelebihan pembayaran
pajak), dan tagihan kepada karyawan.
Jika piutang ditagih dalam jangka waktu
satu tahun atau sepanjang siklus normal
operasional perusahaan, yang mana yang
lebih lama, maka piutang lain-lain ini
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Siklus
normal operasional perusahaan (normal
operating cycle) adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan oleh perusahaan mulai dari
pembelian barang dagangan dari pemasok,
menjualnya kepada pelanggan secara kredit
sampai pada diterimanya penagihan piutang
usaha atau piutang dagang, piutang lain-lain
memiliki saldo normal di sebelah debet dan
akan berkurang di sebelah kredit.
Untuk menentukan batasan lancar dan
tidak lancar, perhatikanlah contoh berikut
ini. Jika lamanya siklus normal operasional
perusahaan adalah sepuluh bulan, maka
pengertian lancar di sini adalah maksimum
12 bulan (satu tahun). Jadi, piutang yang
baru dapat ditagih setelah satu tahun lebih
akan diklasifikasikan sebagai tidak lancar.
Namun, jika lamanya siklus normal
operasional perusahaan adalan 14 bulan,
maka pengertian lancar di sini adalah
26

maksimum 14 bulan. Jadi piutang yang baru


dapat ditagih setelah 14 bulan lebih
dikatakan sebagai pitang (tidak lancar.
Di samping klasifikasi yang umum
seperti di atas, piutang juga dapat
diklasifikasikan sebagai: piutang dagang
dan nondagang atau piutang lacar dan tidak
lancar.
Piutang dagang (trade receivable)
dihasilkan dari kegiatan normal bisnis
perusahaan, yaitu penjualan secara kredit
barang atau jasa ke pelanggan. Piutang
dagang yang dibuktikan dengan sebuah janji
tertulis secara formal oleh pelanggan untuk
membayar, diklasifikasikan sebagai piutang
wesel (note receivable). Dalam kebanyakan
kasus, piutang dagang merupakan piutang
kepada pelanggan yang tanpa adanya
jaminan dari pelanggan untuk membayar
atau “open accounts”, yang sering dikenal
sebagai piutang usaha (accounts receivable).
Sedangkan piutang non dagang (nontrade
receivables) meliputi semua jenis piutang
lainnya, seperti yang telah disebutkan di
atas, yaitu piutang bunga, piutang deviden,
piutang pajak, tagihan kepada perusahaan
asosiasi, dan tagihan kepada karyawan.
Sebagai kesimpulan, piutang usaha
adalah piutang dagang dan oleh karenanya
bersifat lancar; piutang wesel bisa
merupakan piutang dagang dan oleh
karenanya bersifat lancar, tetapi bisa juga
27

merupakan piutang nondagang baik lancar


atau tidak lancar.

2.2.8 Pengendalian Internal Atas Piutang Usaha


Kalau kita berbicara mengenai
pengendalian internal atas piutang usaha, maka
sesungguhnya yang menjadi pusat perhatian kita
adalah bagaimana pengamanan atas perolehan
fisik kas, pemisahan tugas termasuk
permasalahan otorisasi persetujuan kredit),
sampai pada tersedianya data catatan akuntansi
yang akurat.
Setiap pengajuan kredit yang dilakukan
oleh calon pembeli haruslah diuji atau dievaluasi
terlebih dahulu kelayakan kreditnya. Bagian
penjualan tidak boleh merangkap bagian kredit.
Persetujuan pemberian kredit hanya boleh
dilakukan oleh manajer kredit. Manajer
penjualan tidaklah memiliki otorisasi atau
wewenang untuk menyutujui proposal kredit
pelanggan. Apabila bagian penjualan merangkap
bagian kredit maka dikhawatirkan (terutama
apabila komisi penjualan ditetapkan berdasarkan
pada besarnya omset penjualan) seluruh
proposal kredit (tanpa kecuali) yang diajukan
calon pembeli akan langsung disetujui tanpa
adanya evaluasi terlebih dahulu. Dalam hal ini,
kemungkinan besar resiko akan muncul
terutama terhadap calon pembeli dengan
peringkat kredit yang buruk.
Dalam praktik, ketiadaan pemisahan
tugas antara fungsi penjualan dengan fungsi
28

kredit, ditambah lagi dengan kurang tepatnya


dasar penghitungan komisi, sering kali
menimbulkan peluang terjadinya tindakan
kecurangan. Tidak mustahil, karyawan bagian
penjualan akan berusaha memperbesar komisi
penjualan dengan cara yang tidak benar; dimana
oknum bagian penjualan akan membuat seolah-
olah penjualan barang dagangan ke pelanggan
sungguhnya terjadi, padahal penjualan tersebut
dilakukan secara fiktif (barang tidak dijual ke
pelanggan sungguhan namun disembunyikan).
Nanti, begitu komisi diperoleh, oknum karyawan
tadi akan mengembalikan barang yang telah
disembunyikannya, seolah-olah telah terjadi
retur dari pembeli.
Seperti kita ketahui, penerapan
pengendalian internal memang tidak terlepas
dari biaya-biaya tambahan yang harus
dikorbankan perusahaan. Dalam hal ini, ingat
kembali bahwa perusahaan pada dasarnya harus
mempertimbangkan atau membandingkan
antara besarnya biaya tambahan yang akan
dikeluarkan (dalam rangka efektifnya pemisahan
tugas) dengan manfaat yang akan diperoleh.
Atas dasar pertimbangan cost dan benefit tadi,
apabila perusahaan pada akhirnya perusahaan
lebih memilih untuk merangkap kedua fungsi
(antara fungsi persetujuan kredit dengan fungsi
penjualan), maka dasar penghitungan komisi
haruslah berdasarkan pada tingkat kolektibilitas
piutang, bukan omset penjualan. Artinya, komisi
penjualan akan dihitung berdasarkan pada
29

besarnya piutang usaha (yang ditimbulkan dari


penjualan kredit) yang telah berhasil ditagih atau
dikonversi menjadi uang kas.
Akan tetapi, secara normative, jika kita
berbicara mengenai pembagian tugas (dalam
kaitannya dengan pengendalian internal atas
piutang usaha) maka harus adanya pemisahan
fungsi antara bagian persetujuan kredit, bagian
penjualan, bagian pencatatan (akuntansi), dan
bagian penagihan. Fungsi persetujuan kredit dan
fungsi pembukuan memegang peranan sebagai
pengecek keabsahan penjualan. Karyawan yang
menangani pencatatan piutang usaha tidak boleh
ikut terlihat dalam aktivitas penagihan.

2.2.9 Pengakuan Piutang Usaha


Akun piutang usaha pertama kali akan
timbul oleh karena penjualan barang daganga
secara kredit, yang kemudian dapat diikuti
dengan transaksi retur penjualan, penyesuaian
atau pengurangan harga jual, dan pada akhirnya
penagihan (baik tanpa atau disertai dengan
pemberian potongan penjualan).

2.2.10 Piutang Usaha Yang Tidak Dapat Ditagih


Begitu piutang usaha dicatat, nantinya
akan dilaporkan dalam neraca sebagai aktiva
lancar. Piutang usaha yang dilaporkan dalam
neraca ini haruslah benar-benar menunjukkan
suatu jumlah yang kemungkinan besar dapat
ditagih, setelah memperhitungkan besarnay
kredit macet. Beban yang timbul atau tidak
30

tertaginya piutang usaha atau kredit macetakan


dicatat dalam pembukuan sebagai beban
operasional, yaitu dengan menggunakan istilah
akun: beban kredit macet (bad debt exspense),
beban piutang ragu-ragu (doubtful accounts
exspense) atau beban piutang yang tidak dapat
ditagih (uncollectible accounts exspense).
Pada umumnya, setiap caloin pembeli
haruslah terlebih dahulu memenuhi persyaratan
kredit sebelum aplikasi atau transaksi kredit
tersebut disetujui. Akan tetapi, pada
kenyataannya beberapa piutang usaha justru
menjadi tidak dapat ditagih sebagai akibat dari
kondisi pelanggan (debitur) yang ada setelah
periode kredit berjalan (berlangsung). Kondisi ini
misalnya saja, adanya pelanggan yang tidak bisa
membayar karena menurunnya omset penjualan
sebagai akibat dari lesunya perekonomian.
Kebangkrutan yang dialami debitur merupakan
indikasi kuat atas kemungkinan tidak
tertagihnya piutang usaha.
Perusahaan seringkali mencoba untuk
memindahkan resiko atas kemungkinan tidak
tertagihnya piutang ke perusahaan lain. Salah
satu cara yang efektif yang dapat dilakukan oleh
perusahaan adalah dengan mentransfer resiko
tersebut ke perusahaan lain selaku penerbit kartu
kredit, sehingga dalam hal ini perusahaan tidak
akan melakukan penjualan kredit tanpa
menerima kartu kredit dari perusahaan penerbit
kartu kredit, seperti American Express, Dinners
Club, dan lain-lain. Perusahaan (penjual) akan
31

mencatat besarnya penjualan kredit ke pelanggan


namun dengan cara mendebet akun tagihan ke
perusahaan penerbit kartu kredit (Accounts
Receivable – American Express) dan mengkredit
akun pendapatan [enjualan. Nantinya, pada
waktu tagihan ke American Express ini diterima,
tentu saja perusahaan hanya akan menerima
sebesar jumlah [enjualan dikurangi dengan
beban jasa (service fee) untuk American Express.
Cara lainnya untuk memindahkan resiko
atas kemungkinan tidak tertagihnya piutang,
perusahaan dapat juga menjual piutangnya ke
factor, seperti ke bank atau lembaga keuangan
lainnya.dalam akuntansi, penjualan piutang
tanpa tanggung renteng ini kepada factor
dinamakan factoring, dimana setelah piutang
dijual maka seluruh hasil pembayaran piutang
pelanggan akan menjadi hak factor. Dalam kasus
factoring ini, pelanggan tentu saja akan diberi
tahu oleh perusahaan yang menjual piutangnya
tersebut untuk membayar langsung kepada
factor. Tanggung renteng di sini berarti bahwa
perusahaan yang menjual piutang tersebut tidak
akan bertanggung jawab atas kerugian yang
ditimbulkan sebagai akibat dari tidak tertagihnya
piutang yang telah dijualnya.
Ada 2 (dua) metode yang digunakan
untuk menilai, mencatat, atau menghapus
piutang usaha yang tidak dapat ditagih, yaitu
metode hapus langsung (direct write-off method)
dan metode pencadangan (allowance method).
32

Kedua metode ini akan dibahas satu per satu


secara terperinci dalam subbab berikut.

2.2.11 Penjualan Piutang Usaha


Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, piutang usaha merupakan bagian
dari siklus normal operasi perusahaan. Siklus
normal operasi perusahaan adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan mulai
dari pembelian barang dagangan dari pemasok,
menjualnya kepada pelanggan secara kredit
sampai pada diterimanya penagihan piutang
usaha atau piutang dagang. Sering kali, siklus ini
terjadi dalam waktu beberapa bulan untuk
penyelesaiannya. Padahal, beberapa perusahaan
pada kenyataannya memerlukan kas dalam
waktu yang segera dan tidak dapat menunggu
sampai selesainya siklus operasi. Atau bisa juga,
perusahaan tidak sedang dalam kesulitan
keuangan, tetapi ingin mempercepat proses
penagihan piutang usaha, membagi risiko kredit
dan usaha penagihan ke pihak lain, atau
menggunakan piutang usaha tersebut sebagai
sumber pendanaan.
Piutang usaha dapat dikonfersi menjadi
kas dengan cara dijual (baik dengan atau tanpa
tanggung renteng) atau sebagai jaminan
pinjaman. Kondisi-kondisi yang harus dipenuhi
agar transfer piutang usaha dapat diperlukan
atau dikatakan sebagai penjualan, adalah:
 Aktiva yang ditransfer (dalam hal ini adalah
piutang usaha) harus telah diisolasi atau
33

dipisahkan dari sisi penjualnya, dimana si


penjual piutang dan para krediturnya tidak
lagi memiliki akses terhadap piutang usaha
yang telah dijual tersebut.
 Pembeli piutang memiliki hak penuh untuk
menjaminkan, menggadaikan, atau menukar
piutang yang telah dibelinya tersebut dari si
penjual.
 Penjual piutang tidak dapat membeli
kembali piutang yang telah dijualnya dan
tidak memiliki kemampuan yang dapat
menyebabkan pembeli mengembalikan
piutang tersebut.
Bank dan lembaga keuangan tertentu
mungkin bersedia untuk membeli piutang dari
perusahaan. Dalam beberapa kasus, pembelian
piutang dilakukan tanpa tanggung renteng, yang
berarti bahwa pembeli piutang menanggung
segala risiko yang terkait dengan masalah
kolektifitas piutang. Sebaliknya, jika persyaratan
penjualan piutang adalah dengan tanggung
renteng, maka jika piutang tidak dapat ditagih,
pembeli piutang memiliki hak untuk menagih
piutang tersebut dari perusahaan yang telah
menjual piutangnya. Penjualan piutang tanpa
tanggung renteng umumnya dikenal sebagai
factoring. Dalam hal ini pembeli piutang
dinamakan sebagai factor. Pelanggan biasanya
diberitahu oleh si penjual piutang bahwa
tagihannya menjadi terhutang kepada factor.
Selanjutnya factor akan menanggung segala
34

beban penagihan piutang yang telah diberinya


dari penjual piutang.
Berikut adalah alur dari aktifitas yang
terlibat dalam factoring.
1. Perusahaan memberikan (menjual) barang
atau jasa kepada pelanggan secara kredit.
2. Penjualan kredit ini akan menimbulkan
piutang usaha bagi perusahaan kepada
pelanggannya.
3. Karena perusahaan butuh uang kas dalam
waktu yang segera dan tidak
memungkinkan untuk menunggu sampai
dengan saat jatuh temponya tagihan, maka
perusahaan menjual piutang usaha tersebut
kepada factor.
4. Factor membeli piutang usaha tersebut dan
membayar sejumlah uang kas kepada
perusahaan (penjual piutang).
5. Penjual piutang memberitahu pelanggannya
bahwa tagihannya terhutang kepada factor.
6. Factor menerima uang kas hasil penagihan
piutang dari pelanggan bersangkutan.
Pembeli piutang mungkin akan menagih
bagian dari harga beli atas kemungkinan
terjadinya retur penjualan atau penyesuaian
harga jual. Penyelesaian akhir atas jumlah yang
ditahan ini akan dilakukan setelah piutang
ditagih. Ketika piutang dijual, tanpa tanggung
renteng, kas di debet, saldo piutang usaha dan
cadangan atau penyisihan atas piutang terkait
akan dihapus dari pembukuan, dan
akunkerugian atas penjualan piutang tersebut
35

akan di debet. Katika ada bagian dari harga beli


yang ditahan oleh factor, akun piutang factor di
buat sambil menunggu penyelesaian akhir.
Begitu bagian dari harga beli yang di tahan oleh
factor diterima, akun piutang factor akan
dihapuskan.

2.2.12 Penjaminan Piutang Usaha


Pinjaman sering kali diperoleh dari bank
atau lembaga peminjaman uang lainnya dengan
cara menjaminkan atau menggadaikan piutang
usaha sebagai jaminan. Pinjaman ini dibuktikan
dengan janji tertulis dalam bentuk wesel. Dalam
hal penjaminan piutang usaha, tidak ada
masalah akuntansi khusus yang timbul.
Pembukuan secara sederhana melaporkan
penerbitan wesel dan pelunasan pinjaman.

2.2.13 Prosedur Pencatatan Piutang


Prosedur pencatatan piutang bertujuan
untuk mencatat mutasi piutang perusahaan
kepada setiap debitur. Mutasi piutang
disebabkan oleh transaksi penjualan kredit,
penerimaan kas dari debitur, retur penjualan, dan
penghapusan piutang.
A. Informasi yang diperlukan oleh
manajemen
Informasi mengenai piutang yang
dilaporkan kepada manajemen adalah:
1. Saldo piutang pada saat tertentu
kepada setiap debitur.
36

2. Riwayat pelunasan piutang yang


dilakukan oleh setiap debitur.
3. Umur piutang kepada setiap debitur
pada saat tertentu.

Dalam akuntansi piutang, secara


periodic dihasilkan pernyataan piutang
yang dikirimkan kepada setiap debitur.
Pernyataan piutang ini merupakan unsur
pengendalian internal yang baik dalam
pencatatan piutang. Dengan mengirimkan
secara periodic pernyataan piutang kepada
debitur, catatan piutang perusahaan diuji
keakuratannya dengan menggunakan
tanggapan yang diterima dari debitur atas
pengiriman pernyataan piutang tersebut.
Disamping itu, pengiriman pernyataan
piutang secara periodic kepada para
debitur akan menimbulkan citra yang baik
di mata debitur mengenai keandalan
pertanggungjawaban keuangan
perusahaan.

Untuk mengetahui status piutang dan


kemungkinan tak tertagih atau tidaknya
piutang, secara periodic fungsi pencatatan
piutang menyajikan informasi umur
piutang setiap debitur kepada manajer
keuangan. Daftar umur piutang ini
merupakan laporan yang dihasilkan dari
kartu piutang.

B. Dokumen
37

Dokumen yang digunakan sebagai dasar


pencatatan ke dalam kartu piutang adalah:
1. Faktur penjualan
Dalam pencatatan piutang, dokumen
ini digunakan sebagai dasar
pencatatan timbulnya piutang dari
transaksi penjualan kredit. Dokumen
ini dilampiri dengan surat muat (bill
of lading) dan surat order pengiriman
sebagai dokumen pendukung untuk
mencatat transaksi penjualan kredit.
2. Bukti kas masuk
Dalam pencatatan piutang, dokumen
ini digunakan sebagai dasar
pencatatan berkurangnya piutang dari
transaksi pelunasan piutang oleh
debitur.
3. Memo kredit
Dalam pencatatan piutang, dokumen
ini digunakan sebagai dasar
pencatatan retur penjualan. Dokumen
ini dikeluarkan oleh bagian order
penjualan, dan jika silampiri dengan
laporan penerimaan barang yang
dibuat oleh bagian penerimaan,
merupakan dokumen sumber untuk
transaksi retur penjualan.
4. Bukti memorial (journal voucher)
Bukti memorial adalah dokumen
sumber untuk dasar pencatatan
transaksi ke dalam jurnal umum.
Dalam pencatatan piutang, dokumen
38

ini digunakan sebagai dasr pencatatan


penghapusan piutang. Dokumen ini
dikeluarkan oleh fungsi kredit yang
memberikan otorisasi penghapusan
piutang yang sudah tidak dapat
ditagih lagi.

C. Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi yang digunakan
untuk mencatat transaksi yang terkait
dengan piutang adalah:
1. Jurnal Retur Jurnal Penjualan
Dalam prosedur pencatatn piutang,
dokumen ini digunakan untuk mencatat
timbulnya piutang dari transaksi
penjualan kredit.
2. Penjualan
Catatan akuntansi ini digunakan untuk
mencatat berkurangnya piutang dari
transaksi retur penjualan.
3. Jurnal Umum
Catatan akuntansi ini digunakan untuk
mencatat berkurangnya piutang dari
transaksi penghapusan piutang yang
tidak dapat ditagih lagi.
4. Jurnal Penerimaan Kas
Catatn akuntansi ini digunakan untuk
mencatat berkurangnya piutang dari
transaksi penerimaan kas yang berasal
dari debitur.
5. Kartu Piutang
39

Catatan akuntansi ini digunakan untuk


mencatat mutasi dan saldo piutang
kepada setiap debitur.

2.3 Kerangka konseptual


Kerangka konseptual adalah suatu uraian dan
visualisasi tentang hubungan atau kaitan antara konsep-
konsep atau variable-variabel yang akan diamati atau
diukur melalui penelitian yang dilakukan (Notoadmojo,
2012:69).
Karangka konseptual membantu peneliti
menguraikan secara sistematik pokok permasalahan
dalam penelitian. Adapun kerangka konseptual dari
penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Komponen :
Pengendalian
Informasi Lingkungan
Intern
Yang
Pengendalian
Diperlukan
Oleh Penilaian Resiko
Manajeme
n Aktivitas
Prosedur
Dokumen Pengendalian
Pencatatan
Catatan Piutang Informasi Dan
Akuntansi Komunikasi

Pengawasan

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
40

Berdasarkan Gambar 2.1 Kerangka Konseptual


penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa dalam
penelitian ini peneliti akan menganalisis system
pengendalian intern piutang PT. Tokai Dharma Indonesia
tahun 2014-2016. Atau selama tiga tahun terakhir ini
apakah sudah efektif sesuai dengan kebijakan-kebijakan
dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan sudah
dijalankan dan diterapkan sesuai dengan ketetapan
perusahaan. Analisis pengendalian intern di lihat dari
segi lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas
pengendalian informasi dan komunikasi, dan
pemantauan. Sedangkan prosedur pencatatan piutang
mencakup informasi yang diperlukan oleh manajemen,
dokumenasi, dan catatan akuntansi.

2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2013:93) Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan didasarkan
pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan
penelitian yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk
umum atau generalisasi (Sugiyono, 2013:147). Penelitian
deskriptif merupakan penelitian non hipotesis atau non
statistik yang tidak membutuhkan pengujian statistic,
41

bersifat sementara dan dapat berubah-ubah sewaktu


pengumbulan data analisis datanya (Arikunto, 2012:17).
Dari penjelasan di atas, oleh karena penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kualitatif sehingga
peneliti tidak mengajukan hipotesis.

Anda mungkin juga menyukai