Anda di halaman 1dari 91

Tiket ke Neraka Mahal

Oleh M. RIDLO ‘EISY

SUARANYA sedikit serak dan matanya berkaca-kaca. Ia menuturkan betapa gembira


istri dan anak-anaknya waktu mereka diajak makan malam di sebuah restoran di Bandung
Utara. “Rasanya sudah lama sekali saya tidak berbincang-bincang dengan istri dan anak-
anak saya,” tuturnya.

“Sekali-sekali makan di luar bersama keluarga sangat menyenangkan. Istri dan anak-anak
saya kelihatan sangat berbahagia. Anak-anak saya banyak bercerita tentang berbagai
kegiatannya dan juga banyak bertanya tentang berbagai macam hal. “Yang terpenting,
kata teman saya itu, biaya untuk membahagiakan keluarga ternyata murah, tidak mahal”.

**

LALU ia membandingkan dengan berbagai kegiatannya sebelumnya. Ia bukan pemabuk,


hanya sekali-sekali ia mabuk, kalau kelewat batas meminum minuman beralkohol. Pada
restoran sedikit di atas kelas menengah, satu gelas single Whiskey dan Tequila adalah Rp
30.000. Kalau ingin gaya sedikit, sebotol Champagne harganya lebih dari Rp 1 juta.
“Dengan uang sebanyak itu, saya dapat membahagiakan istri dan anak-anak saya untuk
makan-makan di restoran lebih dari lima kali,” katanya.

Ia juga bukan penyanyi, tetapi ia pintar menyanyi dan suaranya lumayan bagus. Pernah ia
berseloroh, “Kalau saya lelah jadi pengusaha, saya akan menjadi penyanyi”. Biasanya, ia
minum-minuman keras di karaoke. Biaya yang dikeluarkan untuk menyewa ruang
karaoke kelas VIP adalah Rp 1 juta dan untuk lebih meriah ia menyewa pemandu lagu
(PL) dengan harga Rp 200.000 per jam.

“Mas tahu sendirilah,” katanya. “Seringkali saya kebablasan. Dari ruang karaoke pindah
ke kamar hotel”. Jumlah uang yang dihamburkannya dalam semalam, menyamai gaji
guru besar dalam sebulan.

“Itu belum seberapa mas,” katanya. Suaranya terdengar bangga namun terselip ada nada
pahit. “Pada diskotek yang elite dan mewah, teman saya menyewa hostes dua juta tiap
jamnya. Dan Mas dapat memperkirakan berapa besar uang yang harus dibayar teman
saya kalau ia membawa hostes itu ke kamar hotel.”

**

“Itu adalah bagian dari masa lalu saya Mas,” tambahnya. “Kini saya kembali ke
pangkuan keluarga. Kembali kepada istri dan anak-anak saya.”

“Mungkin inilah yang dinamakan hidayah,” katanya dengan mata menerawang jauh.
“Saya hampir bangkrut karena judi. Mula-mula hanya iseng, recehan, seribu dua ribu
rupiah, agar main gaplenya lebih serius. Namun, sekali lagi saya kebablasan, sebagian
perusahaan saya sudah hilang dalam perjudian itu. Saya diselamatkan oleh rasa letih yang
luar biasa, saya istirahat dan berhenti berjudi sehingga tidak semua perusahaan saya
lenyap”.

“Saya hanya sedikit berkomentar, untunglah ia tidak seperti Pendawa Lima yang
menjadikan negara sebagai taruhan dalam perjudian dan Pendawa Lima kalah.

“Ya, untunglah saya tidak seperti Pendawa Lima. Masih ada harta yang tersisa untuk
hidup bahagia,” katanya sambil menarik napas lega.

“Hidup ini aneh,” tambahnya. “Semua yang saya lakukan dahulu itu, seperti mabuk-
mabukan, melacur, dan berjudi, adalah tiket menuju neraka yang menyengsarakan.
Kenapa lumayan banyak orang mau membeli tiket ke neraka yang harganya sangat
mahal?”

***

erva kurniawan 1:35 am on 30 Juli 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kisah Nyata Seorang Pemuda Arab Yang Menimba Ilmu Di Amerika

Ada seorang pemuda arab yang baru saja menyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika.
Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama
Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah
Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan
mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk
Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan
melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu
meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia
terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke
dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan
mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan
penghormatan lantas kembali duduk.

Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, “Di
tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.”

Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan
perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya.
Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin
keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar.

Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya
seorang muslim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.”

Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan


keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk
memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim
itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus
menjawabnya dengan tepat.”

Si pemuda tersenyum dan berkata, “Silahkan!

Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan satu yang tiada duanya, dua yang tiada
tiganya, tiga yang tiada empatnya, empat yang tiada limanya, lima yang tiada enamnya,
enam yang tiada tujuhnya, tujuh yang tiada delapannya, delapan yang tiada sembilannya,
sembilan yang tiada sepuluhnya, sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh, sebelas yang tiada
dua belasnya, dua belas yang tiada tiga belasnya, tiga belas yang tiada empat belasnya.
Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh! Apa yang dimaksud
dengan kuburan berjalan membawa isinya? Siapakah yang berdusta namun masuk ke
dalam surga? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu! Siapakah yang
tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari
api? Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah
yang terpelihara dari batu? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!
Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap
daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?”

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung


keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,

Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.


Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman, “Dan Kami
jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami).” (Al-Isra’: 12).
Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir
menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan
kembali dinding yang hampir roboh.
Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.
Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWT menciptakan makhluk.
Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman, “Yang
telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan
Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk: 3).
Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT
berfirman, “Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu
delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqah:
17).
Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa
tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan
belalang. (*
Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman,
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am:
160).
Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf as.
Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa as yang terdapat dalam
firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami
berfirman, ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu memancarlah daripadanya dua
belas mata air.” (Al-Baqarah: 60).
Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah
dan ibunya.
Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah
SWT berfirman, “Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.” (At-Takwir:
18).
Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf AS,
yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami
pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia
dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada
cercaaan terhadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan
ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT
berfirman, “Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19).
Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta
Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.
Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal
dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api
dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69).
Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu
adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni
gua).
Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita,
sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah
besar.” (Yusuf: 28).
Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun
mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya:
Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat
yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.
Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut.
Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan
meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui
oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, “Apakah kunci surga itu?” mendengar pertanyaan
itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun
berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-
orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut,
namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, “Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia


jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu
menjawabnya!” Pendeta tersebut berkata, “Sungguh aku mengetahui jawaban dari
pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah.” Mereka menjawab, “Kami akan
jamin keselamatan anda.” Sang pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: Asyhadu an La
Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah.”

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam.
Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam
melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.(**

(* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)

(** Kisah nyata ini diambil dari Mausu’ah al-Qishash al-Waqi’ah melalui internet,
http://www.gesah.net

***

Dari Sahabat, semoga bermanfaat

erva kurniawan 1:11 am on 27 Juli 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kalimat Terindah

Oleh Sus Woyo

***

Setelah berbulan-bulan tak ada kabar yang jelas. Setelah sekian waktu jadwal kepulangan
saya ke tanah air belum bisa dipastikan, maka suatu malam saya dipanggil sang majikan
untuk berbicara empat mata. Saat pertemuan itu ada kalimat terindah yang pernah saya
dengar dari mulutnya. Kalimat itu adalah, “Akhir bulan ini kamu pulang ke Indonesia.”
Saya terdiam. Tapi saya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang bergejolak di
dada ini. Pulang! Sebuah kata yang sangat indah di telinga saya. Setelah dua tahun lebih
saya meninggalkan orang-orang yang saya cintai: isteri, anak, keluarga yang lain, teman
dan siapa saja orang-orang yang dekat dengan saya sebelum berangkat merantau ke
negeri seberang.

Terlintas dalam pikiran saya, tentang masa lalu. Tentang sepenggal dari episode
kehidupan saya pada masa duduk di sekolah menengah. Waktu di mana saya harus
meninggalkan kampung halaman yang amat sangat saya cintai.

Selepas tamat sekolah dasar, orang tua saya mengirim saya untuk meneruskan pendidikan
di kota. Karena kampung saya jauh dari kota, maka saya harus kost. Itu saya jalani dari
SMP sampai tamat SMA. Dan saya selalu teringat saat yang paling indah, saat yang
paling menyenangkan, yaitu saat datang hari Sabtu. Sebab di akhir pekan itu saya pulang
kampung. Saking gembiranya kalau datang hari Sabtu, saya sering menyebutnya “Pulang
ke pinggir sorga.” Sebab akan bertemu dengan orang tua. Dan biasanya ibu saya sudah
menyediakan makanan-makanan kesukaan saya. Yang tentunya sangat jarang saya temui
di rumah kost.

Nah, saat mendengar kalimat dari majikan saya itu, hati saya sama persis seperti ketika
mau pulang kampung di masa-masa menempuh pendidikan di kota saya, beberapa tahun
yang lalu.

Sejak itu, hari-hari saya diliputi kegembiraan. Walaupun pekerjan yang saya tangani
sebenarnya sangat banyak. Ocehan-ocehan dari majikan yang bersifat memarahipun tak
begitu saya pedulikan. Artinya, apa yang ia omongkan hanya saya masukan telinga kanan
dan saya keluarkan lewat telinga kiri. Bahkan terkadang, hati dan pikiran saya seolah
sudah di kampung sendiri, padahal jasad saya masih bermandi keringat di negeri orang.

Suatu hari seorang teman menangkap perangai saya. Dan teman saya itu berkomentar.
“Duh, gembiranya mau pulang kampung, ya….” Saya senyum-senyum saja mendengar
itu. Memang itulah adanya.

Namun, di siang bolong yang terik mataharinya mencapai titik kulminasi, saat saya
merebahkan badan untuk melepas lelah, tiba-tiba saya berpikir keras. Sambil melihat
langit-langit kamar, saya bergumam sendiri. “Apakah kegembiraan ini bisa bertahan
lama, atau setidaknya sampai ke Indonesia nanti?’

Saya tak bisa menjawab pertanyaan saya sendiri itu. Bahkan tiba-tiba pikiran saya
melayang terlalu jauh ke depan. “Mampukah saya segembira ini jika nanti Allah juga
memberikan kalimat itu kepada saya?”

Ya, setelah merantau, pasti saya akan pulang. Sama juga setelah saya diberi kesempatan
hidup di dunia, pasti juga akan dipanggil pulang. Dan kepulangan yang terahir ini jelas
tidak mungkin bisa ditawar-tawar lagi. Cepat atau lambat, Allah akan menyapa juga
dengan kalimat yang tak beda jauh dengan kalimat majikan saya, walau dengan nuansa
yang berbeda, tentunya.

Kalau pertemuan saya dengan semua keluarga nanti di tanah air mampu memberikan
kegembiraan yang luar biasa pada saya, mampukah saya juga berperasaan yang sama
tatkala saya nanti akan berjumpa dengan Sang Pencipta?

Saya tertunduk lama. Lama sekali. Bahkan tak terasa air mata ini memberontak ingin
keluar. Seolah memerintahkan saya untuk cepat-cepat berintrospeksi diri, tentang apa
yang telah saya perbuat di “rantau” ini.

Bekal saya belum seberapa. Entah dalam tingkatan yang mana derajat keimanan saya.
Komitmen saya terhadap aturanNya belum bisa saya jadikan barometer untuk menjadikan
saya tersenyum di hadapanNya. Apalagi merasa gembira.

Namun, walaupun demikian, mudah-mudahan kepulangan saya ke tanah air tercinta akan
menjadi pelajaran besar untuk menyongsong kepulangan saya yang sebenarnya, yaitu
pulang ke pangkuanNya. Sehingga ketika kalimat terindah dari Allah, yang dibawa
malaikat penyabut nyawa,datang menyapa saya, mudah-mudahan saya bisa
menyambutnya dengan senyum kegembiraan. Seperti senyumnya para kekasih Allah
ketika dipanggil pulang menuju kampung abadi, kampung akhirat.

***

Kalimat Terindah
Oleh Sus Woyo
Setelah berbulan-bulan tak ada kabar yang jelas. Setelah sekian waktu jadwal kepulangan
saya ke tanah air belum bisa dipastikan, maka suatu malam saya dipanggil sang majikan
untuk berbicara empat mata. Saat pertemuan itu ada kalimat terindah yang pernah saya
dengar dari mulutnya. Kalimat itu adalah, “Akhir bulan ini kamu pulang ke Indonesia.”
Saya terdiam. Tapi saya tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia yang bergejolak di
dada ini. Pulang! Sebuah kata yang sangat indah di telinga saya. Setelah dua tahun lebih
saya meninggalkan orang-orang yang saya cintai: isteri, anak, keluarga yang lain, teman
dan siapa saja orang-orang yang dekat dengan saya sebelum berangkat merantau ke
negeri seberang.
Terlintas dalam pikiran saya, tentang masa lalu. Tentang sepenggal dari episode
kehidupan saya pada masa duduk di sekolah menengah. Waktu di mana saya harus
meninggalkan kampung halaman yang amat sangat saya cintai.
Selepas tamat sekolah dasar, orang tua saya mengirim saya untuk meneruskan pendidikan
di kota. Karena kampung saya jauh dari kota, maka saya harus kost. Itu saya jalani dari
SMP sampai tamat SMA. Dan saya selalu teringat saat yang paling indah, saat yang
paling menyenangkan, yaitu saat datang hari Sabtu. Sebab di akhir pekan itu saya pulang
kampung. Saking gembiranya kalau datang hari Sabtu, saya sering menyebutnya “Pulang
ke pinggir sorga.” Sebab akan bertemu dengan orang tua. Dan biasanya ibu saya sudah
menyediakan makanan-makanan kesukaan saya. Yang tentunya sangat jarang saya temui
di rumah kost.
Nah, saat mendengar kalimat dari majikan saya itu, hati saya sama persis seperti ketika
mau pulang kampung di masa-masa menempuh pendidikan di kota saya, beberapa tahun
yang lalu.
Sejak itu, hari-hari saya diliputi kegembiraan. Walaupun pekerjan yang saya tangani
sebenarnya sangat banyak. Ocehan-ocehan dari majikan yang bersifat memarahipun tak
begitu saya pedulikan. Artinya, apa yang ia omongkan hanya saya masukan telinga kanan
dan saya keluarkan lewat telinga kiri. Bahkan terkadang, hati dan pikiran saya seolah
sudah di kampung sendiri, padahal jasad saya masih bermandi keringat di negeri orang.
Suatu hari seorang teman menangkap perangai saya. Dan teman saya itu berkomentar.
“Duh, gembiranya mau pulang kampung, ya….” Saya senyum-senyum saja mendengar
itu. Memang itulah adanya.
Namun, di siang bolong yang terik mataharinya mencapai titik kulminasi, saat saya
merebahkan badan untuk melepas lelah, tiba-tiba saya berpikir keras. Sambil melihat
langit-langit kamar, saya bergumam sendiri. “Apakah kegembiraan ini bisa bertahan
lama, atau setidaknya sampai ke Indonesia nanti?’
Saya tak bisa menjawab pertanyaan saya sendiri itu. Bahkan tiba-tiba pikiran saya
melayang terlalu jauh ke depan. “Mampukah saya segembira ini jika nanti Allah juga
memberikan kalimat itu kepada saya?”
Ya, setelah merantau, pasti saya akan pulang. Sama juga setelah saya diberi kesempatan
hidup di dunia, pasti juga akan dipanggil pulang. Dan kepulangan yang terahir ini jelas
tidak mungkin bisa ditawar-tawar lagi. Cepat atau lambat, Allah akan menyapa juga
dengan kalimat yang tak beda jauh dengan kalimat majikan saya, walau dengan nuansa
yang berbeda, tentunya.
Kalau pertemuan saya dengan semua keluarga nanti di tanah air mampu memberikan
kegembiraan yang luar biasa pada saya, mampukah saya juga berperasaan yang sama
tatkala saya nanti akan berjumpa dengan Sang Pencipta?
Saya tertunduk lama. Lama sekali. Bahkan tak terasa air mata ini memberontak ingin
keluar. Seolah memerintahkan saya untuk cepat-cepat berintrospeksi diri, tentang apa
yang telah saya perbuat di “rantau” ini.
Bekal saya belum seberapa. Entah dalam tingkatan yang mana derajat keimanan saya.
Komitmen saya terhadap aturanNya belum bisa saya jadikan barometer untuk menjadikan
saya tersenyum di hadapanNya. Apalagi merasa gembira.
Namun, walaupun demikian, mudah-mudahan kepulangan saya ke tanah air tercinta akan
menjadi pelajaran besar untuk menyongsong kepulangan saya yang sebenarnya, yaitu
pulang ke pangkuanNya. Sehingga ketika kalimat terindah dari Allah, yang dibawa
malaikat penyabut nyawa,datang menyapa saya, mudah-mudahan saya bisa
menyambutnya dengan senyum kegembiraan. Seperti senyumnya para kekasih Allah
ketika dipanggil pulang menuju kampung abadi, kampung akhirat.
***

erva kurniawan 1:39 am on 26 Juli 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Sandal Jepit Isteriku
Selera makanku mendadak punah. Hanya ada rasa kesal dan jengkel yang memenuhi
kepala ini. Duh, betapa tidak gemas, dalam keadaan lapar memuncak seperti ini, makanan
yang tersedia tak ada yang memuaskan lidah. Sayur sop rasanya manis bak kolak pisang,
sedang perkedelnya asin tak ketulungan.

“Ummi… Ummi, kapan kamu dapat memasak dengan benar? Selalu saja, kalau tak
keasinan, kemanisan, kalau tak keaseman, ya kepedesan!” Ya, aku tak bisa menahan
emosi untuk tak menggerutu.

“Sabar Bi, Rasulullah juga sabar terhadap masakan Aisyah dan Khodijah. Katanya mau
kayak Rasul? Ucap isteriku kalem.

“Iya. Tapi Abi kan manusia biasa. Abi belum bisa sabar seperti Rasul. Abi tak tahan
kalau makan terus menerus seperti ini!” Jawabku masih dengan nada tinggi.

Mendengar ucapanku yang bernada emosi, kulihat isteriku menundukkan kepala dalam-
dalam. Kalau sudah begitu, aku yakin pasti air matanya merebak.

***

Sepekan sudah aku ke luar kota. Dan tentu, ketika pulang benak ini penuh dengan
jumput-jumput harapan untuk menemukan baiti jannati di rumahku. Namun apa yang
terjadi? Ternyata kenyataan tak sesuai dengan apa yang kuimpikan. Sesampainya di
rumah, kepalaku malah mumet tujuh keliling. Bayangkan saja, rumah kontrakanku tak
ubahnya laksana kapal pecah. Pakaian bersih yang belum disetrika menggunung di sana
sini. Piring-piring kotor berpesta-pora di dapur, dan cucian, wouw! berember-ember.
Ditambah lagi aroma bau busuknya yang menyengat, karena berhari-hari direndam
dengan deterjen tapi tak juga dicuci. Melihat keadaan seperti ini aku cuma bisa beristigfar
sambil mengurut dada.

“Ummi… Ummi, bagaimana Abi tak selalu kesal kalau keadaan terus menerus begini?”
ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ummi… isteri sholihah itu tak hanya
pandai ngisi pengajian, tapi dia juga harus pandai dalam mengatur tetek bengek urusan
rumah tangga. Harus bisa masak, nyetrika, nyuci, jahit baju, beresin rumah?”

Belum sempat kata-kataku habis sudah terdengar ledakan tangis isteriku yang kelihatan
begitu pilu. “Ah… wanita gampang sekali untuk menangis,” batinku. “Sudah diam Mi,
tak boleh cengeng. Katanya mau jadi isteri shalihah? Isteri shalihah itu tidak cengeng,”
bujukku hati-hati setelah melihat air matanya menganak sungai.

“Gimana nggak nangis! Baru juga pulang sudah ngomel-ngomel terus. Rumah ini
berantakan karena memang Ummi tak bisa mengerjakan apa-apa. Jangankan untuk kerja,
jalan saja susah. Ummi kan muntah-muntah terus, ini badan rasanya tak bertenaga sama
sekali,” ucap isteriku diselingi isak tangis. “Abi nggak ngerasain sih bagaimana
maboknya orang yang hamil muda…” Ucap isteriku lagi, sementara air matanya kulihat
tetap merebak.
Hamil muda?!?!

***

Bi…, siang nanti antar Ummi ngaji ya…?” pinta isteriku.

“Aduh, Mi… Abi kan sibuk sekali hari ini. Berangkat sendiri saja ya?” ucapku.

“Ya sudah, kalau Abi sibuk, Ummi naik bis umum saja, mudah-mudahan nggak pingsan
di jalan,” jawab isteriku.

“Lho, kok bilang gitu…?” selaku.

“Iya, dalam kondisi muntah-muntah seperti ini kepala Ummi gampang pusing kalau
mencium bau bensin. Apalagi ditambah berdesak-desakan dalam dengan suasana panas
menyengat. Tapi mudah-mudahan sih nggak kenapa-kenapa,” ucap isteriku lagi.

“Ya sudah, kalau begitu naik bajaj saja,” jawabku ringan.

Pertemuan hari ini ternyata diundur pekan depan. Kesempatan waktu luang ini
kugunakan untuk menjemput isteriku. Entah kenapa hati ini tiba-tiba saja menjadi rindu
padanya. Motorku sudah sampai di tempat isteriku mengaji. Di depan pintu kulihat masih
banyak sepatu berjajar, ini pertanda acara belum selesai. Kuperhatikan sepatu yang
berjumlah delapan pasang itu satu persatu. Ah, semuanya indah-indah dan kelihatan
harganya begitu mahal.”Wanita, memang suka yang indah-indah, sampai bentuk sepatu
pun lucu-lucu,” aku membathin. Mataku tiba-tiba terantuk pandang pada sebuah sendal
jepit yang diapit sepasang sepatu indah.

Dug! Hati ini menjadi luruh.

“Oh….bukankah ini sandal jepit isteriku?” tanya hatiku. Lalu segera kuambil sandal jepit
kumal yang tertindih sepatu indah itu. Tes! Air mataku jatuh tanpa terasa. Perih nian
rasanya hati ini, kenapa baru sekarang sadar bahwa aku tak pernah memperhatikan
isteriku. Sampai-sampai kemana ia pergi harus bersandal jepit kumal. Sementara teman-
temannnya bersepatu bagus.

“Maafkan aku Maryam,” pinta hatiku.

“Krek…,” suara pintu terdengar dibuka. Aku terlonjak, lantas menyelinap ke tembok
samping. Kulihat dua ukhti berjalan melintas sambil menggendong bocah mungil yang
berjilbab indah dan cerah, secerah warna baju dan jilbab umminya. Beberapa menit
setelah kepergian dua ukhti itu, kembali melintas ukhti-ukhti yang lain. Namun, belum
juga kutemukan Maryamku. Aku menghitung sudah delapan orang keluar dari rumah itu,
tapi isteriku belum juga keluar. Penantianku berakhir ketika sesosok tubuh berabaya
gelap dan berjilbab hitam melintas. “Ini dia mujahidahku!” pekik hatiku. Ia beda dengan
yang lain, ia begitu bersahaja. Kalau yang lain memakai baju berbunga cerah indah, ia
hanya memakai baju warna gelap yang sudah lusuh pula warnanya. Diam-diam hatiku
kembali dirayapi perasaan berdosa karena selama ini kurang memperhatikan isteri.

Ya, aku baru sadar, bahwa semenjak menikah belum pernah membelikan sepotong baju
pun untuknya. Aku terlalu sibuk memperhatikan kekurangan-kekurangan isteriku,
padahal di balik semua itu begitu banyak kelebihanmu, wahai Maryamku. Aku benar-
benar menjadi malu pada Allah dan Rasul-Nya. Selama ini aku terlalu sibuk mengurus
orang lain, sedang isteriku tak pernah kuurusi. Padahal Rasul telah berkata: “Yang terbaik
di antara kamu adalah yang paling baik terhadap keluarganya.”

Sedang aku? Ah, kenapa pula aku lupa bahwa Allah menyuruh para suami agar
menggauli isterinya dengan baik. Sedang aku terlalu sering ngomel dan menuntut isteri
dengan sesuatu yang ia tak dapat melakukannya. Aku benar-benar merasa menjadi suami
terzalim!

“Maryam…!” panggilku, ketika tubuh berabaya gelap itu melintas. Tubuh itu lantas
berbalik ke arahku, pandangan matanya menunjukkan ketidakpercayaan atas kehadiranku
di tempat ini. Namun, kemudian terlihat perlahan bibirnya mengembangkan senyum.
Senyum bahagia.

“Abi…!” bisiknya pelan dan girang. Sungguh, aku baru melihat isteriku segirang ini.

“Ah, kenapa tidak dari dulu kulakukan menjemput isteri?” sesal hatiku.

***

Esoknya aku membeli sepasang sepatu untuk isteriku. Ketika tahu hal itu, senyum
bahagia kembali mengembang dari bibirnya. “Alhamdulillah, jazakallahu…,”ucapnya
dengan suara tulus.

Ah, Maryam, lagi-lagi hatiku terenyuh melihat polahmu. Lagi-lagi sesal menyerbu
hatiku. Kenapa baru sekarang aku bisa bersyukur memperoleh isteri zuhud dan ‘iffah
sepertimu? Kenapa baru sekarang pula kutahu betapa nikmatnya menyaksikan matamu
yang berbinar-binar karena perhatianku?

***

Dari Sahabat

hany asmahanie 2:43 pm on 3 Maret 2011 Permalink


:’( sedih dan terharu….bisa diambil pelajaran dari cerita ini…..ijin share ya…makasih
erva kurniawan 1:13 am on 20 Juli 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Yang Terindah

Seorang ayah membeli beberapa gulung kertas kado. Putrinya yang masih kecil, masih
balita, meminta satu gulung.

“Untuk apa?” tanya sang ayah.

“Untuk kado, mau kasih hadiah.” jawab si kecil.

“Jangan dibuang-buang ya!” pesan si ayah, sambil memberikan satu gulungan kecil.

Pagi-pagi si cilik sudah bangun dan membangunkan ayahnya, “Pa, Pa… Ada hadiah
untuk Papa.”

Sang ayah yang masih malas-malasan, matanya pun belum melek, menjawab, “Sudahlah
nanti saja.”

Tetapi si kecil pantang menyerah, “Pa, Pa, bangun Pa sudah siang.”

“Ah, kamu gimana sih? Pagi-pagi sudah bangunin papa.” Ia mengenali kertas kado yang
pernah ia berikan kepada anaknya.

“Hadiah apa nih?” tanya si ayah.

“Hadiah untuk Papa. Buka dong Pa, buka sekarang.” jawab si kecil.

Dan sang ayah pun membuka bingkisan itu. Ternyata di dalamnya hanya sebuah kotak
KOSONG. Tidak berisi apa pun juga.

“Ah, kamu bisa saja. Bingkisannya kok kosong. Buang-buang kertas kado Papa. Kan
mahal?”

Si kecil menjawab, “Nggak Pa, nggak kosong. Tadi, Putri masukin begitu buaanyaak
ciuman untuk Papa.”

Sang ayah terharu, ia mengangkat anaknya. Dipeluknya, diciumnya. “Putri, Papa belum
pernah menerima hadiah seindah ini. Papa akan selalu menyimpan boks ini. Papa akan
bawa ke kantor dan sekali-sekali kalau perlu ciuman Putri, Papa akan mengambil satu.
Nanti kalau kosong, diisi lagi ya!”

***
Boks kosong yang sesaat sebelumnya dianggap tidak berisi, tidak memiliki nilai apapun,
tiba-tiba terisi, tiba-tiba memiliki nilai yang begitu tinggi. Lalu, kendati kotak itu
memiliki nilai yang sangat tinggi di mata sang ayah, di mata orang lain tetap juga tidak
memiliki nilai apapun. Orang lain akan tetap menganggapnya kotak kosong. Kosong bagi
seseorang bisa dianggap penuh oleh orang lain. Sebaliknya, penuh bagi seseorang bisa
dianggap kosong oleh orang lain. Kosong dan penuh, dua-duanya merupakan produk dari
“pikiran” kita. Sebagaimana kita memandangi hidup, demikianlah kehidupan kita. Hidup
menjadi berarti, bermakna, karena kita memberikan arti kepadanya, memberikan makna
kepadanya. Bagi mereka yang tidak memberikan makna, tidak memberikan arti, maka
hidup ini ibarat lembaran kertas yang kosong.

***

hany asmahanie 2:21 pm on 3 Maret 2011 Permalink


saya senang sekali membaca kutipan anda ini,mengharukan,sedih,dan semuanya dapat
dijadikan contoh dalam kehidupan sehari hari…saya mohon ijin untuk share yah…
makasih

erva kurniawan 1:00 am on 19 Juli 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Tubuhku Adalah Milikku

Oleh: Wardiman Sujatmoko

Ada sebagian wanita yang berpendirian, karena tubuhnya adalah miliknya maka ia bebas
memperlakukan tubuhnya itu, bebas menampilkan tubuhnya melalui dandanan yang
sesuai dengan keinginannya di depan publik.

Kisah nyata berikut ini terjadi di sebuah apotek di bilangan Jakarta Barat. Seorang wanita
muda masuk ke dalam apotek dan langsung menuju petugas penerima resep. Ia
berpenampilan seksi, dengan rok pendek dan kaus ketat membalut sebagian tubuhnya
sehingga masih nampak bagian perut (pusar).

Setelah menyerahkan resep dokter, ia mengambil tempat duduk persis di sebelah laki-laki
muda yang sejak awal mengikuti kedatangan wanita muda ini dengan tatapan matanya.

Dengan suara perlahan namun dapat didengar orang di sekitarnya, lelaki muda itu
membuka percakapan, “mbak tarifnya berapa?”

Si perempuan muda nampak terkejut. Ia menatap dengan marah kepada lelaki tadi.
Kemudian dengan nada ketus menjawab, “saya bukan pelacur, bukan wanita
murahan…”!!
Si lelaki muda tak kurang marahnya. “Siapa yang bilang mbak pelacur atau wanita
murahan. Saya cuma menanyakan tarif, karena cara mbak berdandan seperti sedang
menjajakan sesuatu.”

Terjadi ‘perang mulut’ yang membuat pengunjung apotek ikut menyaksikan. Dengan
nada tinggi si wanita muda berkata ketus, “tubuh saya milik saya, saya bebas mau
ngapain aja dengan tubuh ini, dasar pikiranmu saja yang kotor…”

Si lelaki muda tak mau kalah. “Saya bebas menggunakan mata saya. Saya juga bebas
menggunakan mulut saya termasuk untuk menanyakan berapa tarif kamu. Saya juga
bebas menggunakan pikiran saya…”

Si wanita muda tak kehabisan argumen. “Saya bisa melaporkan kamu ke polisi dengan
tuduhan telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan.”

“Silakan,” kata si lelaki. “Saya juga bisa menuntut kamu dengan tuduhan melakukan
perbuatan tidak menyenangkan, antara lain karena kamu telah mengganggu ketenangan
‘adik’ saya. Kamu ke apotek mau menebus obat atau mau membangunkan ‘adik’ saya?”

Mungkin karena malu, si wanita muda itu sekonyong-konyong meninggalkan apotek,


padahal urusannya sama sekali belum selesai. Sedangkan si lelaki, setelah selesai dengan
urusannya ia pergi ngeloyor dengan wajah bersungut-sungut.

***

Sumber: Harian BERITA KOTA, edisi Rabu, 10 Mei 2006, Kapling Rakyat, hal. 10.

sawung01 6:40 pm on 31 Juli 2010 Permalink


Hahahaha… Ada2 aja…, trs bagaimana tnggpn anda sndri tntng wanita ini?

erva kurniawan 1:52 am on 2 Juli 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Untung Secukupnya Saja

Barangkali ada diantara kita yang menjadi seorang pedagang. Biasanya, rumus dagang
yang kita gunakan adalah mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dari barang yang
kita jual. Dengan begitu, arus keuangan yang bisa didapatkan akan besar. Dan, ketika hal
itu bisa dilakukan, kemudian kita bangga karena kita telah sukses dalam berdagang.

Tapi, rumus itu tidak dipakai olah Bu Murah, seorang pedagang warung nasi.
Di rumahnya yang kecil, dia membangun sebuah warung makan untuk para mahasiswa.
Menunya tak jauh berbeda dengan warung-warung lainnya. Nasi rames, minuman (teh,
jeruk) dan berbagai gorengan (tahu, tempe). Tapi, ada yang beda dari warung itu, yaitu
harganya. Makanan disana harganya cukup murah, maka dikenalah sang ibu penjual nasi
rames itu dengan sebutan Bu Murah

Bandingkan saja. Di warung lainnya, untuk sebungkus nasi dan telur dihargai Rp 2.500
bahkan ada yang menjualnya dengan harga Rp.2.700. Sedangkan, di warung Bu Murah
ini, untuk menu yang sama cukup mengeluarkan uang Rp.1.500 saja. Kadang saya
berpikir, apa tidak rugi berdagang seperti itu. Tapi, kemudian saya tahu, cara berdagang
Bu Murah menggunakan rumus untung secukupnya saja.

Dengan cara berdagang demikian, warung Bu murah tetap eksis sampai sekarang.
Bahkan selalu rame dikunjungi pelanggannya. Warung Bu Murah menjadi alternatif
mahasiswa dalam mencukupi kebutuhan perut sehari-hari. Sepanjang pengamatan saya,
pelanggannya tak hanya mahasiswa di sekitar warungnya. Mereka yang jauhpun
berdatangan kesitu.

Lantas, apa yang bisa kita petik dari sepenggal cara hidup Bu Murah ini.

Hidupnya sederhana, tidak serakah. Dia tidak terlalu berambisi untuk mendapatkan
keuntungan yang terlalu besar. Baginya, sudah merasa senang bisa memberikan
pelayanan kepada mahasiswa yang membeli makanannya dengan harga terjangkau.
Dengan begitu, mahasiswa diuntungkan, sementara Bu murah juga tidak merasa
dirugikan.

Begitulah cara Bu Murah memaknai hidupnya.

Ah…andai saja negeri ini dipenuhi dengan orang-orang yang mempunyai padangan
seperti Bu Murah, tentu saja keserakahan di negeri ini bisa terkurangi. Lihat saja
bagaimana kondisi sekarang. Banyak kita temukan lewat pemberitaan diberbagai media
massa, koruptor meraja lela. Sebenarnya, hidup mereka sudah berkecukupan bahkan
boleh dibilang mewah. Tapi, karena nafsu serakahlah yang membuatnya masih merasa
kurang. Maka, korupsi, mengambil uang negara dilakukan untuk sebuah ambisi
berlebihan.

Untuk itulah, hari ini kita belajar tentang kesederhanaan dalam hidup. Ketika hati kita
dipenuhi oleh ambisi yang berlebihan, yang kadang menjadikan kita menghalalkan segala
cara, ingatlah Bu Murah, hadirkan dia dalam kehidupan kita sehingga kita tidak terlalu
berlebihan dalam hidup ini. Harta memang perlu, tapi toh dia tidak akan turut serta ketika
ajal telah menjempul kita. Amal kebaikanlah yang nantinya menyertai kita.

***

Diceritakan oleh: Sudaryono Achmad, Purwokerto, 13 April 2006 Pukul 05.30.


erva kurniawan 1:57 am on 1 Juli 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Sebab Tiada Amarah

Dan bara tak kan terus berkobar, Jika tersentuh tirta kesejukan, Maka, terhempaslah
kecamuk angkara, Tak kan mampu merasuk, dalam bening hati

Siang tadi, sehabis sholat jum’at, ketika saya berjalan menuju ke warnet, tiba-tiba dari
arah belakang terdengar suara benturan keras “brak”. Seorang pengendara motor jatuh
tersungkur. Motor, lumayan hancur, sementara pengendaranya, seorang mahasiswa,
hanya bisa mengerang kesakitan. Celananya robek terkena gesekan aspal dan darah
bercucuran di kakinya.

Namanya juga kecelakaan, kejadiannya tidak terduga dan terencana. Mahasiswa tadi
menjelaskan kronologisnya, dia menyeruduk badan belakang truk karena truk tadi
berhenti secara mendadak. Sementara, sang sopir truk menjelaskan bahwa mendadaknya
berhenti karena ada motor juga didepannya, kalau tidak di rem, justru akan menabraknya
dan dalam prediksinya, pasti akan parah. Maksud sopir truk memang baik, menghindari
motor didepannya agar tak tertabrak, tapi tak disangka, justru ada sepeda motor lain
dibelakangnya yang menyeruduknya. Agak lama keduanya bernegosiasi untuk
mendapatkan solusi terbaik

Sementara saya yang menyaksikan kecelakaan itu memutar otak, bagaimana


penyelesaiannya agar masing-masing tidak merasa dirugikan ?

Cukup dilematis, pikir saya. Saya tidak tega menyalahkan sang sopir, sementara saya
juga kasihan kepada mahasiswa tadi, apalagi ketika dia bilang “Pak, ini gimana, soalnya
bukan motor saya, ini motor pinjaman milik teman saya”. Di tengah kebuntuan, tiba-tiba
ada salah satu orang yang juga menyaksikan kejadian itu menyeletuk dari belakang
“Diselesaikan secara kekeluargaan saja”. Benar juga, akhirnya saya mengiyakan saja
saran itu, diselesaikan secara kekeluargaan. Sopir truk kemudian memberikan uang Rp
100 ribu kepada mahasiswa tadi untuk memperbaiki motornya yang rusak, sementara
mahasiswa tadi juga meminta maaf kepada sang sopir truk. Kasus kecelakaan selesai dan
saya melanjutkan perjalanan ke warnet.

Di sepanjang jalan, saya merenung, hikmah apa dibalik kecelakaan ini.

Lantas, merenung juga, apa kunci kasus kecelakaan itu bisa diselesaikan secara damai
dan kekeluargaan. Kemudian saya menemukan jawabnya. Kuncinya adalah tiada amarah.
Ya, karena tidak ada amarah yang meluap-luap dari sang sopir atau mahasiswa tadi.
Keduanya cukup legowo menerima kecelakaan yang tak terduga dan tak terencana itu.
Sehingga, pada akhirnya, kasus kecelakaan bisa terselesaikan dengan baik tanpa
melibatkan polisi yang biasanya justru akan rumit.
***

Kejadian itu berbeda dengan yang saya saksikan beberapa waktu yang lalu. Kasusnya
sama, kecelakaan. Waktu itu, motor dengan motor. Seorang pemuda yang
memboncengkan dua orang bertabrakan dengan seorang pedagang telur asin yang
membawa barang dagangan di belakang motornya. Kejadianya di depan masjid kampus
Nurul ‘Ulum Purwokerto.

Setelah bertabrakan, amarah yang muncul. Semua merasa menang sendiri, tidak ada yang
mau mengaku salah. Bahkan, ketika ada seorang satpam kampus yang mencoba
melerainya, malah kena bogem mentah dari salah satu mereka yang bertabrakan itu.
Akhirnya, terjadi saling pukul dan terjadi perkelahian hebat antar mereka. Saya agak
ngeri juga menyaksikan kejadian itu. Akhirnya, saya tinggalkan saja sebab sudah banyak
orang yang mengerumuninya. Entah apa yang terjadi selanjutnya.

Dari kejadian ini, saya memetik sebuah hikmah dimana kemarahan selalu berujung
kepada kondisi yang tidak baik. Berujung dendam dan pemusuhan. Bayangkan
seandainya sang sopir dan mahasiswa yang tadi saya ceritakan diawal meluapkan
amarahnya. Bisa jadi, kondisinya akan sama dengan peristiwa kecelakaan yang saya
ceritakan di kasus kedua.

Kini, setelah saya menyadari hal ini, semoga saja saya dan kita semua bisa mengelola
kemarahan agar tidak meluap keluar secara berlebihan, karena ujungnya selalu tidak baik.

Untuk itulah, kita bisa belajar atas kejadian itu agar dalam keadaan apapun, ketika ada
yang tidak sesuai dengan hati kita, cobalah untuk bisa menahan amarah. Dengan begitu,
kita bisa menghindarkan diri dari kerusakan, dendam, permusuhan, perselisihan dll yang
muncul sesudahnya. Harapannya, setiap permasalahan yang kita hadapi bisa diselesaikan
dengan kepala jernih sehingga akan baik hasil akhirnya.

Lebih dari itu, ketika kita berusaha untuk menahan amarah, kita juga bisa berharap atas
janji Allah seperti dalam sebuah hadist yang bunyinya, “Barang siapa menahan
amarahnya padahal ia sanggup melampiaskannya. Maka kelak Allah akan memanggilnya
pada hari kiamat dihadapan makhluk sehingga ia diberi hak memilih bidadari yang
disukainya” (HR Timidzi).

Bidadari….Ya Bidadari. Ingin sekali saya bisa mendapatkannya, bagaimana dengan


Anda…?

***

Diceritakan oleh: Sudaryono Achmad, Kota Satria, 8 April 2006 pukul 19.53
erva kurniawan 1:38 am on 29 Juni 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Rencana Allah Pasti Indah

Ketika aku masih kecil, waktu itu Ibuku sedang menyulam sehelai kain.

Aku yang sedang bermain di lantai, melihat ke atas dan bertanya, apa yang ia lakukan. Ia
menerangkan bahwa ia sedang menyulam sesuatu di atas sehelai kain. Tetapi aku
memberitahu kepadanya, bahwa yang kulihat dari bawah adalah benang ruwet.

Ibu dengan tersenyum memandangiku dan berkata dengan lembut, “Anakku, lanjutkanlah
permainanmu, sementara Ibu menyelesaikan sulaman ini, nanti setelah selesai, kamu
akan kupanggil dan kududukkan di atas pangkuan Ibu dan kamu dapat melihat sulaman
ini dari atas.”

Aku heran, mengapa Ibu menggunakan benang hitam dan putih, begitu semrawut
menurut pandanganku.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar suara Ibu memanggil, ” Anakku, mari kesini,
dan duduklah di pangkuan Ibu. “

Waktu aku lakukan itu, aku heran dan kagum melihat bunga-bunga yang indah, dengan
latar belakang pemandangan matahari yang sedang terbit, sungguh indah sekali. Aku
hampir tidak percaya melihatnya, karena dari bawah yang aku lihat hanyalah benang-
benang yang ruwet.

Kemudian Ibu berkata, “Anakku, dari bawah memang nampak ruwet dan kacau,tetapi
engkau tidak menyadari bahwa di atas kain ini sudah ada gambar yang direncanakan,
sebuah pola, Ibu hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas kamu dapat
melihat keindahan dari apa yang Ibu lakukan.”

Sering selama bertahun-tahun, aku melihat ke atas dan bertanya kepada Allah,”Allah, apa
yang Engkau lakukan?”

Ia menjawab, ” Aku sedang menyulam kehidupanmu.”

Dan aku membantah,” Tetapi nampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak
yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?”

Kemudian Allah menjawab, “Hambaku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga
menyelesaikan pekerjaanKu di bumi ini..”

Satu saat nanti Aku akan memanggilmu ke sorga dan mendudukkan kamu di
pangkuanKu, dan kamu akan melihat rencanaKu yang indah dari sisiKu.
Subhanallah, beruntunglah orang-orang yang mampu menjaring ayat indah Allah dari
keruwetan hidup di dunia ini. Semoga Allah berkenan menumbuhkan kesabaran dan
mewariskan kearifan dalam hati hamba-Nya agar dapat memaknai kejadian-kejadian
dalam perjalanan hidupnya, seruwet apapun itu. Amin….

Subhanallah, tulisan ini benar-benar membuka pikiran kita bahwa Allah adalah Dzat
Yang maha pengatur segala sesuatu di alam ini.

Cerita ini mengingatkan saya bahwa kendati pun manusia punya keinginan, tetapi Allah
mempunyai keputusan yang tak mungkin dapat kita ubah, mari kita senantiasa
bertawakkal kepada Nya.

***

Dari Sahabat

sirwoyo 2:19 pm on 29 Juni 2010 Permalink


SubhanaAllah memang rencana Allah itu sebenarnya indah, tetapi terkadang kita tidak
menyadarinya bahwa keruwetan-keruwetan hidup itu adalah beban baginya, yang
membuat kita menjadi tersesat (menyimpang. Padahal dengan keruwetan itu seseorang
akan akan diuji yang nantinya akan mendapatkan karunia yang indah. mudah-mudahan
kita bisa bersabar atas ujian yang diberikan ALlah keapda kita. Amin…

erva kurniawan 1:35 am on 28 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Rezeki Besar Orang Bodoh

Waktu itu, hari Senin, pukul 07.30 WIB, saya dari Tanjungkarang berniat pergi ke
Terminal Rajabasa, Bandar Lampung, untuk berjualan asongan. Ketika sedang menunggu
angkot, tiba-tiba saya melihat sebuah dompet warna hitam tergeletak di tengah jalan.
Beberapa sepeda motor dan mobil yang lewat telah melindas dompet itu. Karena,
penasaran saya pun menghampiri dompet itu, tentu saja dengan bersusah payah karena
lalu lintas pagi itu cukup padat dan beberapa pengendara sepeda motor banyak yang
kebut-kebutan.

Setelah berhasil mendapatkan dompet itu saya buru-buru membukanya. Dan, ternyata di
dalamnya berisi uang lima puluh ribu rupiah, KTP, SIM, STNK, ATM BCA, kartu
mahasiswa dan sebuah jimat berbentuk keris mini (semar mesem?). Ketika temuan itu
saya ceritakan pasa salah seorang teman, ia pun tertawa girang. Ia meminta bagian lima
ribu rupiah. Katanya, menurut cerita dari orang tua, jika ia menemukan uang di jalan
maka harus berbagi rezeki dengan teman, sebagai ‘buang sial’ agar nantinya uang kita
tidak hilang.
Mendengar itu saya hanya tersenyum. Sebaliknya saya ingin mencari alamat pemilik
dompet itu sebagaimana tercantum di KTP, karena dompet itu bukan milik saya dan saya
tidak berhak untuk mengambil uangnya.

”Bodoh betul kamu! Tuhan telah memberimu rezeki besar tanpa harus memeras keringat.
Jika dompet itu kamu kembalikan paling-paling kamu dikasih uang sepuluh ribu rupiah.
Itu pun kalau orangnya tidak pelit-pelit amat. Mendingan uangnya kamu ambil dan
dompetnya buang. Dasar bodoh!” makinya sambil menunjuk-nunjuk.

”Niat saya hanya ingin mengembalikan dompet itu dengan ikhlas tanpa mengharap
imbalan, karena itu bukan milik saya,” kata saya sambil berlalu dari hadapannya.

Keesokan harinya saya mencari alamat pemilik dompet itu dan dengan mudah dapat saya
temukan. Saya mengetuk pintu sambil mengucap Assalamualaikum. Dengan ramah tuan
rumah menjawab uluk salam dan mempersilakan saya masuk.

”Pak, Bu, maksud kedatangan saya kemari ingin mengembalikan dompet ini yang
kemarin saya temukan di jalan,” kata saya membuka pembicaraan. Suami istri itu saling
berpandangan sambil mengambil dompet yang saya letakkan di meja lalu memeriksa
isinya.

”Memang benar ini dompet anak saya yang kemarin terjatuh waktu berangkat kuliah. Dia
sudah mencarinya kemana-mana, bahkan sudah lapor polisi. Terima kasih, Nak, terima
kasih!”

Mereka bergantian menyalami saya dan tangan saya pun diciumnya. Saya menjadi kikuk
dan salah tingkah.

Kami mengobrol ke sana kemari ditemani secangkir teh manis dan kue kering, mulai dari
soal politik sampai polah tingkah tukang copet di Terminal Rajabasa. Ketika saya
berpamitan pulang, tiba-tiba tuan rumah menyelipkan amplop ke kantong baju saya
sambil berbisik, ”Terimalah ini ala kadarnya dengan ikhlas, sabagai ungkapan rasa terima
kasih kami.”

Sampai di rumah amplop itu saya buka. Alangkah terkejutnya saya mendapati isinya:
uang dua ratus ribu rupiah! Hari itu juga saya menemui teman yang kemarin memaki-
maki saya sebagai orang bodoh di terminal. Tanpa basa-basi saya masukkan ke kantong
celananya selembar uang limapuluh ribu kemudian berlalu dari hadapannya. Ia berusaha
menahan langkah saya.

”Ini uang buat saya?” tanyanya heran. ”Ya, buat kamu. Itu rezeki besar orang bodoh!”
jawabku enteng. Ia tertawa ngakak sambil jingkrak-jingkrak dan menempelkan uang itu
di jidat. Tobat… tobat!

***
Oleh Rismanto

erva kurniawan 1:51 am on 25 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Klakep

Widi Yarmanto

KEMATIAN datang tanpa dinyana. Tanpa mengetuk pintu, tiada sinyal maupun aba-aba.
Itu yang sering membuat gelo yang ditinggalkan; anak, istri, atau suami yang jadi
sigaraning nyowo, belahan jiwa. Apalagi jika kematian itu menyisakan nadar yang belum
terlaksana. Nyesal-nya sampai bulanan.

Minggu siang lalu, maut juga muncul tanpa diduga. Suasana resepsi pernikahan di rumah
H. Tamri di Desa Jambu, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah,
berubah jadi jerit tangis air mata. Sebuah tronton bermuatan 500 sak semen nggelondor
mundur, lalu menghajar rumah itu.

Truk tersebut baru berhenti setelah menghantam gardu listrik dan menimbulkan ledakan
dahsyat. Seorang saksi mata, Jarkoni, sempat berteriak: ”Masya Allah! Allahu Akbar!
Minggir-minggir!” Toh, musibah itu tidak terelakkan. 17 orang tamu undangan tewas dan
13 orang luka-luka.

Sebenarnya, tronton yang mogok kurang lebih satu jam di tanjakan Kethekan –sekitar 50
meter dari lokasi musibah– itu sedang dibetulkan oleh sopirnya, Wawan. Rodanya
diganjal balok kayu. Jarkoni sudah mengingatkan agar ditambahi pengganjal. Wawan tak
menggubris. Musibah pun tak terhindarkan, walau mati adalah takdir.

Itu pula, mungkin, yang membuat orangtua sering mengingatkan agar punya ”bekal”
kalau sewaktu-waktu dijemput maut. Tak mengherankan jika tiba-tiba teman saya,
seorang seniman, di-SMS keluarganya. Isinya: ”Cepat pulang. Penting. Bapak mau
bicara.”

Ada apa? Ternyata dia diwejang. Umur sudah hampir 40 tahun, tapi salat belum
sempurna. Rupanya, itu yang membuat orangtua gelisah. Terlebih setelah orangtuanya
mengikuti pengajian. Waktu itu, kepada kiai yang juga pemilik pondok pesantren, dia
bertanya: ”Kiai sudah bisa salat atau belum?”

Sang kiai menjawab polos: ”Belum!” Lho, jadi kiai kok belum bias salat? Diakui secara
jujur bahwa salatnya sering sekadar njengkang-njengking tapi batinnya melayang entah
ke mana. Pengakuan jujur itu yang membuat ayah si seniman mengacungkan jempol.
Salut. Berarti kiai ini menyadari yang benar dan yang salah.
Sejak itu, rahasia kehidupan yang dicari sejak muda hingga menjelang 70 tahun seakan
terjawab. Itu yang membuat dia buru-buru meng-SMS anaknya yang seniman. Dia
diwejang agar tidak hidup dalam kegelapan. Agar mengerti kebenaran. Harus sunyi dari
pamrih. Tidak iri hati, sebab iri ibarat api yang membakar kebaikan.

Pendeknya, manusia itu harus bisa mengekspresikan sifat-sifat Ilahi dalam dirinya.
Theodore Roszack, seorang tokoh mistik, pernah mengatakan pada diri manusia itu ada
ruang spiritual yang kalau ruang itu tidak diisi dengan hal-hal baik, secara otomatis akan
diisi hal-hal buruk.

Hati akan menjadi semakin bening jika ucapan dan hati sejalan. Perbanyaklah zikir, yang
dengan rendah hati merasakan keagungan Allah. Mintalah selalu ditunjukkan jalan yang
lurus (al-shirath al- mustaqim) yang tak hanya horizontal juga vertikal. ”Dalam
pemahaman saya, frekuensi saya harus sesuai dengan frekuensi Allah,” kata si seniman.

Artinya, dia selalu menyadari dalam pengawasan Allah. Itu sebabnya, pergi ke mana saja,
jika waktu salat sudah masuk –dan belum salat– seniman ini gelisah. Sepertinya dia
sedang menuju kehidupan sejati yang ”tak tersentuh” oleh kematian, saking dekatnya
dengan Ilahi.

Dia ingin dekat pada Allah secara total. Dia ingin mati dengan membawa ”bekal”. Dia
tak ingin tertipu oleh angan-angan panjang, oleh kepongahan duniawi. Apalagi, siksa
kubur itu bukan omong kosong. Perubahan drastis itu, tak urung membuat rekan-
rekannya heran.

Memang, dalam sebuah pengajian, Kiai Syarif Hidayatullah dari pondok Nurul Huda,
Sragen, Jawa Tengah, pernah mengajak jamaahnya menyimak siksa kubur. ”Saya mau
bercerita tentang siksa kubur. Tapi, saya minta semua diam dan tenang,” katanya. Cep
klakep. Sekitar 1.000 jemaah kontan tak bercuap.

Di saat hening itulah, tiba-tiba terdengar suara tangis seorang wanita. ”Sampeyan dengar?
Itulah tangisan siksa kubur,” kata Kiai Syarif. Tangisan perempuan di malam Jumat Legi
itu membuat orang terlarut dalam pikiran masing-masing. Siapa yang menangis dan
mengapa dia menangis?

”Mari kita cari suara tangisan itu. Kita doakan bersama-sama agar siksa kuburnya
diringankan Allah,” ujar Kiai. Lima orang santri pondok diminta menjadi ”penunjuk
jalan” menelusuri arah tangisan tersebut. Para jamaah mengikuti dari belakang.

Suara itu makin lamat-lamat, walau sumbernya jelas: dari sebuah kuburan baru di pinggir
desa. Tanah kubur itu belum ditumbuhi rumput. Lalu ramai-ramai mereka jongkok,
berdoa, dan terlarut dalam emosi masing-masing. Surat Al-Fatihah, Alam Nasyrah, Al-
Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, serta salawat Nabi dilantunkan.
Gemuruh doa itu terdengar hingga meluruhkan tangisan dari dalam kubur. Di atas kubur,
justru para ibu yang menangis. Mungkin trenyuh, mungkin menyesali perbuatan yang
lalu. Makanya, Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Ziarahilah kubur, karena itu akan
mengingatkanmu akhirat. Mandikanlah orang yang mati, karena mengurus jasad yang
tidak bernyawa merupakan pelajaran yang sangat berharga.”

Sepulang dari pengajian masing-masing orang punya kesan sendiri. ”Saya betul-betul
merinding,” ujar Joko, seorang santri. Sejak itu hamba Allah ini selalu berusaha tidak
batal dari wudhu. Jika melihat atau mendengar ada orang kena musibah, misalnya,
dengan enteng ia mengirim Al-Fatihah: ”Semoga penderitaannya diringankan Allah.”

Cerita tentang siksa kubur memang sering membawa makna yang dalam. Perenungan
tentang mati yang terus menerus juga bisa mengobati dari kelumpuhan spiritual. Jangan
heran jika rekan saya yang seniman belakangan ini ingin selalu ”dekat” dengan Ilahi.
Dan, itu nikmat!

***
[Esai, Gatra, Edisi 36 Beredar Jumat 16 Juli 2004]

erva kurniawan 1:24 am on 23 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Busuknya Sebuah Kebencian

Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak ( TK ) mengadakan “permainan”. Ibu Guru


menyuruh tiap-tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang.
Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci,
sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa … tergantung jumlah orang-orang
yang dibenci.

Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong
plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru
mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid
harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi,
bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu.

Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh,
apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat baunya juga tidak sedap.

Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan
segera berakhir.

Ibu Guru, “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”


Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa
nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut ke manapun mereka pergi.

Guru pun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.

Ibu Guru, “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa
memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk
kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu
seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya …”

***

Dari Sahabat

yossy 8:50 am on 25 Juni 2010 Permalink


kisah yang demikian inpiratif. jazakumullah….

erva kurniawan 1:41 am on 21 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Berhentilah Sejenak

Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil
mewah, sebuah BMW seri 7 merah metalic. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati
perjalanannya dengan mobil baru itu,dengan kecepatan penuh. Di pinggir jalan, tampak
beberapa anak yang sedang bermain. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu
diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu yang melintas dari arah
mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan anak-anak itu yang tampak melintas.
Aah…, ternyata, ada sebuah batu yang menimpa mobil BMW-nya.

Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
Cittt….ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram dan bersumpah serapah, di
mundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu dilemparkan. “Kurang ajar!!”.
Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Di tariknya seorang
anak yang paling dekat, dan di pojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang diparkir.

“Apa yang telah kau lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!! Lihat
goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.

“Kamu tahu nggak, mobil baru semacam itu akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau
sampai tergores.” Ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf. “Maaf Pak, maaf. Saya benar-
benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa.”

Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon ampun. “Maaf Pak, aku
melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti….”

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk ke suatu
arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. “Itu disana ada kakakku. Dia tergelincir, dan
terjatuh dari kursi roda. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat. Badannya tak
mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan..”Kini, ia mulai terisak.
Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.
“Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah, kakakku
terluka, tapi dia terlalu berat untukku.”

Pengusaha muda itu terdiam. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan


ludah. Segera, di angkatnya anak yang cacat itu menuju kursi rodanya. Kemudian,
diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di lutut anak itudan
dioleskannya Betadine. Memar dan tergores, sama seperti sisi pintu BMW
kesayangannya. Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih.

“Terima kasih, dan semoga Allah akan membalas perbuatan Tuan.” Begitu katanya…

Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap


kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi
roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju BMW


miliknya.Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungkan kejadian yang baru
saja dilewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele. Namun, ia
memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkan goresan itu,
agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata
terlihat:

“Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan
batu untuk menarik perhatianmu.”

***

Sahabat, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar dan dipacu
untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan melintasi berbagai macam hal
dan kenyataan. Namun, apakah kita memacu hidup kita dengan cepat… mengejar karir
dan harta, pergi jam 6 pulang jam 11 malam, sehingga tak pernah ada masa buat kita
untuk menyelaraskannya untuk melihat sekitar? Kita kadang memang terlalu sibuk
dengan bermacam urusan, hingga terlupa pada banyak hal yang melintas di sekitar kita.
Sebagai orang yang terpelajar dan dikaruniai kelebihan, mungkin kita ingin serba cepat
belajar, bergelar, dan menjadi maju. Celaan pun kita lontarkan untuk mereka yang malas
danbodoh. Sebagai orang yang sukses berkarir, mungkin kita akan terus haus dengan
jabatan danmengejar kekayaan. Cibiran pun kita sandangkan pada mereka yang tidak
sekayadanseperlente kita. Sebagai orang yang dikaruniai hidayah, mungkin kita juga rajin
sholat danberamal .. tanpa mengajak mereka yang kita anggap awam, tidak taat
beragama,dan ahli maksiat. Namun, apakah kita ingin pintar, ingin maju, ingin kaya,
ingin masuk surga .. sendirian saja??

Sahabat, kadang memang, ada yang akan “melemparkan batu” buat kita agar kita mau
dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar bisikan-bisikan dan
kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan batu-batu itu buat kita.

***

(Diambil dari tulisan Irfan Toni H, http://www.eramuslim.com)

erva kurniawan 1:23 am on 20 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kisah Masuk Islamnya Seorang Dokter Amerika Karena Satu Ayat Al-Qur’an

Written by: Ummu Khodijah

**

Beberapa tahun yang lalu, seorang teman bercerita kepadaku tentang kisah masuknya
seorang dokter Amerika ke dalam Islam. Dari apa yang kuingat dari kisah yang indah ini
adalah : Kisah ini terjadi pada salah satu rumah sakit di Amerika Serikat.

Di rumah sakit tersebut, seorang dokter muslim bekerja dengan keilmuan yang sangat
baik, sehingga memberi pengaruh besar untuk mengenal beberapa dokter Amerika. Dan
dia, dengan kemampuan tersebut mengundang decak kagum mereka. Diantara para
dokter Amerika ini, dia mempunyai satu teman akrab yaitu orang yang memiliki kisah
ini. Mereka berdua selalu bertemu dan keduanya bekerja pada bagian persalinan.

Pada suatu malam, di rumah sakit tersebut terjadi dua peristiwa persalinan secara
bersamaan. Setelah kedua wanita itu melahirkan, dua bayi tersebut tercampur dan tidak
ada yang mengetahui masing-masing pemilik kedua bayi yang berjenis kelamin laki-laki
dan perempuan itu. Kerancuan ini terjadi disebabkan kecerobohan perawat yang
seharusnya dia menulis nama ibu pada gelang yang diletakkan di tangan kedua bayi
tersebut. Dan ketika kedua dokter tersebut tahu bahwa mereka berada dalam
kebingungan; Siapakah ibu bayi laki-laki dan siapakah ibu bayi perempuan, maka dokter
Amerika berkata kepada dokter Muslim, ”Engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an
telah menjelaskan segala sesuatu dan engkau mengatakan bahwasanya Al-Qur’an itu
mencakup semua permasalahan-permasalahan apapun. Maka tunjukkanlah kepadaku cara
mengetahui siapa ibu dari masing-masing bayi ini..!!”

Dokter Muslim itupun menjawab, ”Ya, Al-Qur’an telah menerangkan segala sesuatu dan
akan aku buktikan kepadamu tentang hal itu. Biarkan kami mendiagnosa ASI kedua ibu
dan kami akan menemukan jalan keluar.” Setelah nampak hasil diagnosa, dengan sangat
percaya diri dokter muslim itu memberitahu temannya si dokter Amerika, siapakah ibu
sebenarnya dari masing-masing bayi tersebut…!!!!

Dokter Amerika itupun terheran-heran dan bertanya, ”Bagaimana kamu tahu?”

Dokter Muslim menjawab ”Sesungguhnya hasil yang nampak menunjukkan bahwasanya


kadar banyaknya ASI pada payudara ibu si bayi laki-laki dua kali lipat kandungannya
dibanding ibu si bayi perempuan. Perbandingan kadar garam dan vitamin pada ASI si ibu
bayi laki-laki itu juga dua kali lipat dibanding ibu si bayi perempuan.” Kemudian dokter
muslim tersebut membacakan ayat Al-Qur’an yang dia jadikan dasar argumen dari jalan
keluar itu,

”Bagi laki-laki seperti bagian dua perempuan.” (QS. An-Nisa:11)

Dan setelah mendengarkan dokter Amerika itu arti ayat tersebut, dia jadi bengong, dan
dia menyatakan keislamannya secara spontan tanpa ragu-ragu. Subhanallah, Maha Suci
Allah Robb semesta alam.

***

Diambil dari : Kolom Kisah Teladan, Majalah Qiblati |Vol.01/No.4/ Desember 2005 |
Dzulqa’idah 1426 H

kolomkiri 1:37 am on 20 Juni 2010 Permalink


hadiyah bisa datang kapan saja tak terkecualai kepada dokter Amerika tersebut…salam
kenal…http://kolomkiri.wordpress.com

Internet Murah 11:51 pm on 20 Juni 2010 Permalink


berkunjung antar blog kawan

thanks untuk sharing ilmunya sangat bermanfaat


Cara Menghindari penipuan Di Internet
Ready Stock

fitriana 5:05 pm on 13 Januari 2011 Permalink


assalamu ‘alaikum… saya mau minta izin copy artikel ini ke blog saya ya…. biar bisa
sharing ilmu dengan teman-teman yang lain…
syukron.

erva kurniawan 1:47 pm on 14 Januari 2011 Permalink


Silahkan :)

erva kurniawan 1:14 am on 19 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Mukena Untuk Syana

Detik ini aku berada di sebuah kamar yang sumpek dengan tempat tidur yang tidak
empuk lagi, seperti tidur di papan saja. Walaupun begitu aku tetap saja memilih
menyendiri di kamar ini dan mengunci pintu rapat-rapat. Aku kesal sekali hari ini. Kesal
dengan mereka. Ayah, ibu, kakek, dan nenekku. Dasar orang tua dan anak sama saja
sifatnya. Like father like son.

Aku sudah membayangkan betapa meriahnya pesta teman-temanku di Bali. Aku dan
teman-teman sudah menyiapkan pesta gila-gilaan selama berbulan-bulan. Capek, benar-
benar capek. Aku yang paling mati-matian menyiapkan pesta ini. Aku sudah booking
kamar hotel, sampai pernah ke Bali sendiri melakukan survey tempat biar tidak
mengecewakan teman-teman.

Itu semua sudah kandas. Pesta yang kurencanakan dan kusiapkan selama berbulan-bulan
kandas. Tidak ada kamar hotel yang empuk, tidak ada dugem yang sudah kuimpi-
impikan, tidak ada hingar bingar musik, tidak ada teriakan dan ocehan teman-teman
gaulku. Semuanya sudah kandas!. Rangkaian kata-kata yang berisi permintaan ijin ortu
untuk main ke rumah teman saat liburan sudah tidak bermanfaat lagi. Ayah ibuku
mengetahui rencanaku. Aku tahu pasti ada yang membocorkan rencanaku. Hasilnya,
liburan tahun ini, aku dibuang di sini. Di tempat kakek nenek. Sebuah desa yang sangat
sepi dan membosankan. Rumah kakek nenekku benar-benar menjadi tempat
pengasinganku. Tanpa HP, tanpa telepon rumah, tanpa teman-teman dekatku, tanpa
kemewahan yang sering kudapat di kota, tanpa semua yang kuinginkan. Aku benar-benar
bisa gila dengan semua ini.

“Syan, buka pintu, nak. Sudah waktunya makan siang. Kamu belum makan dari pagi,
nak”, suara nenekku mampu membangunkanku dari lamunanku.

“Nggak! Syana nggak mau makan. Nggak lapar.” Jawabku dengan ketus. Nenekku
sebenarnya sangat baik. Lebih baik dari ibuku. Setidaknya, nenek selalu menyempatkan
diri buat ngurus orang-orang di sekitarnya. Tidak seperti ibu yang selalu sibuk dengan
arisan, ngerumpi ke tetangga, jalan-jalan dan ngabisin uang ke mall, bla bla bla, de el el.
So what gitu loh kalau aku juga ngehabisin waktu buat main sama temen-temenku. Gak
ada bedanya,kan ?

Kakekku juga lebih baik dari ayahku. Walaupun hanya lulusan Sekolah Rakyat, dia
adalah orang yag sangat keren bila diajak bicara. Tidak seperti ayahku, seorang sarjana
denagn predikat cum laude. Orang yang sangat dingin. Tidak pernah mendengar alasan
putrinya. Diktator. Jahat, selalu benar… menurutku.

Kakek, nenek, ayah, ibu sekarang sama. Semuanya sama. Tidak ada yang baik. Fyiuh!!
Kenapa aku harus seperti ini ? Cuman karena tidak bisa main bareng temen, aku
menyamakan kakek nenek dengan ortuku? Lapar. Aku kelaparan. Aku belum makan
sejak kemarin. Sejak aku berangkat dari rumah menuju tempat pembuangan ini. Ihh aku
ingin makan, tapi aku lagi marah. Kesel sebel. Bila sudah sebel, aku tahan nggak makan.

“Syan…Ini kakek, kalo nggak mau makan, sholat dulu gih. Udah jam satu,” kini gantian
suara serak kakekku yang muncul dari balik pintu. Hah… sholat? Sejak kapan aku
sholat ? Kakek dan nenek pasti bercanda. Mereka sudah tahu kalau aku bukan tipe orang
yang melakukan ibadah itu. Lucu, benar-benar lucu.

“Syan nggak sholat! “ teriakku.

“Ya udah, kalau gitu. Nenek mau sholat dulu. Syan kalau mau makan ambil sendiri yah,”

“Nek, Syan nggak pernah sholat,” jawabku mempertegas jawabanku tadi.

“Syan….!” suara nenekku lirih. Nenek nangis. Aku nggak habis pikir. Kakek nenek
adalah orang-orang yang sangat taat beragama, tapi tidak satupun anak-anak mereka yang
alim. Termasuk ayahku, putra pertama mereka.

Masih kudengar suara tangisan nenekku dari balik pintu. Aku paling nggak tahan
mendengar tangisan. Kudengar juga suara kakek yang berusaha menenangkan nenek.
Aku bingung, sebel sama diriku sendiri. Kuangkat tubuhku dan berjalan menuju pintu.
Kubuka pintu perlahan.

“Syan…,” ucap nenek dan langsung memelukku sesaat setelah kubuka pintu.

“Nek, Syan nggak bawa mukena,” ucapku.

“Pake punya nenek, Syan.”

Aku sholat diimami nenek. Air mata nenek membasahi sajadahnya, aku terbawa suasana.
Ini adalah sholat pertamaku sejak SMP. Kini aku sudah kelas dua SMA. Sholat terakhir
yang kulakukan saat SMP adalah sholat karena ujian praktek agama. Ahhh seburuk
itukah aku?

“Nek, maapin Syan yaa.” Ucapku seusai sholat, disambut senyuman lembut nenekku.
**

Sudah seminggu aku tinggal di rumah kakek nenek. Pagi ini sudah saatnya pulang. Jam
kuno di ruang tamu berdentang enam kali. Sedih sekali meninggalkan tempat ini. Tempat
yang kubenci saat hari pertama aku menginjakkan kaki di sini, kini menjadi tempat yang
sangat berat kutinggalkan.

Delman yang akan mengantarkanku menuju terminal sudah datang. Kakek ikut
mengantarkanku sampai terminal. Nenek tidak bisa ikut mengantarkan karena pagi ini
rumah nenek mendapat giliran tempat untuk pengajian desa. Sedih sekali harus berpisah
dengan nenek. Sebelum pulang, kucium tangan nenek dan kupeluk tubuh nenek yang
lebih kecil dariku.

“Syan, kalau udah pake jilbab, nggak perlu pake topi !” nenek membuka topiku lalu
menjitak kepalaku.

“Syan, topinya buat kakek aja ya!” seloroh kakekku, disambut tawa nenek.

“Assalamualaikum, nek…!”

Delman membawaku pergi meninggalkan nenek. Tubuh nenek mengecil dan menghilang.
Nek, i will miss u.

“Ehh katanya kamu bukan bocah cengeng ! udah.. udah. Kalau liburan ke sini, ya.
Sebentar lagi kalau udah musim panen, kakek ma nenek juga mau datang ke rumahmu.”
Ucap kakek sambil memakaikan topi ke kepalaku.

“Bener, janji lho. Oleh-olehnya yang banyak.” Jawabku.

“Eh.. kata nenek, ‘kalau udah pake jilbab, nggak perlu pake topi’, hehe,” ucapku sambil
meniru gaya bicara nenek yang lirih. Kulepas topiku.

“Kubilangin nenekmu lhoo.”

“Bilangin aja weeeeee…”

**

Capek. Udah gonta-ganti bus sampai tiga kali. Untung nggak tersesat. Maklum, aku pergi
ke desa diantar temen ayah pake mobil. Akhirnya sampai juga aku di kota Solo tercinta.
Kulihat jam tanganku. Wahh sudah jam dua lebih. Aku belum sholat Dhuhur. Kucari
mushola. Penuh dan sesak. Ya udah jalan satu-satunya yaitu cepat-cepat mencari taksi
and go home soon. Alhmdulillah. sampai di rumah juga, setelah kurang dari 15 menit
perjalanan. Agak ragu aku memasuki rumah. Kuketuk pintu rumah.
“Assalamualaikum.” Kebiasaan salam yang kudapat selama seminggu di rumah nenek
tak sengaja keluar dari mulutku.

Ibu membukakan pintu tanpa menjawab salam. Ibu bengong meihatku. Segera kucium
tangan ibu.

Di ruang tengah, ayah hanya terdiam tanpa suara. Seperti biasanya. Dingin.

“Ibu, maapin Syan ya.”

Kulihat jam menunjukkan pukul 14.30. Aku belum sholat Dhuhur. Segera kuberlari ke
lantai atas menuju kamar mandi lalu ke kamar. Kucari mukenaku. Ahh akhirnya ketemu
juga. Mukena satu-satunya sejak SMP. Coba kukenakan. Hmm..kekecilan. Atasannya
hanya menutup setengah lenganku. Bawahannya tidak mampu menutupi kakiku. Ya
Allah, untuk menghadapMu pun aku tak punya pakaian yang layak. Beberapa menit lagi
suara adzan Ashar akan berkumandang. Aku masih berdiri terpaku, bingung. Di lantai
bawah. Kudengar mulai ada teriakan-teriakan.

“Aku sudah bilang. Bukan jalan baik ngirim anakmu ke rumah orang tuaku. Dia sudah
teracuni. Mending dulu kau biarkan saja dia minggat ke Bali! “ ucapan ayahku terdengar
jelas. Membuatku tambah bingung.

“Ayah, setidaknya dia nggak bersama anak-anak nakal. Iyya,kan.!” Jawab ibuku tak
kalah kerasnya.

Ayah, ibu…….aku sayang kalian. Aku tak ingin gara-gara aku kalian bertengkar.
Kudengar ketukan pintu dan suara ayah ibuku dari balik pintu.

“Syan.. buka pintu. Ayah dan ibu mau bicara.” Suara ibuku terdengar dari balik pintu.

Ragu tapi kubuka pintu kamarku. Mukena yang kekecilan masih melekat di tubuhku.
Ayah dan ibu hanya terdiam membisu melihatku.

“Syan mau sholat tapi mukenanya kekecilan.” Ucapku.

Tak ada reaksi dari ayah dan ibuku. Sementara sayup-sayup terdengar suara adzan
menunjukkan waktu sholat Ashar telah tiba.

“Syan berangkat dari rumah nenek tadi pagi. Belum sholat Dhuhur. Sekarang sudah
Ashar. Syan nggak tahu cara menjamak sholat.” Ucapku lirih. Aku tak sengaja
mengeluarkan air mata di depan ayah ibuku, sesuatu yang tidak pernah kulakukan dan
menjadi pantangan bagiku.

***

Dari Sahabat
erva kurniawan 1:03 am on 9 Juni 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), Kejatuhan Iblis ( 4
), kisah islami ( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Pengidap Kanker Sembuh Atas Izin Allah

Wanita Pengidap Kanker Divonis Mati Oleh Dokter, Tapi Sembuh Atas Izin Allah

Ini adalah kisah yang patut dijadikan pelajaran zaman. Kisah seorang wanita bernama,
Laila al-Hulw yang sebelumnya tidak penah mengingat Allah dan lupa kepada-Nya.
Suatu ketika, ia diberi cobaan dengan penyakit yang menakutkan dan menjijikkan
sekaligus mematikan. Barulah setelah itu, ia tersadar dan menyadari bahwa hanya Allah
lah tempat berlindung dan memohon. Dia lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu dan
Yang Maha menyembuhkan. Kemudian ia habiskan waktunya untuk mendekatkan diri
kepada-Nya di rumah-Nya, Baitullah al-Haram dan di sanalah terjadi kejadian aneh yang
akhirnya merubah kehidupannya secara total.

Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak penuturannya:

Sudah 9 tahun aku mengidap penyakit yang sangat mengerikan sekali, yaitu penyakit
kanker. Semua orang pasti tahu bahwa nama ini sangat menakutkan. Di negeriku,
Maroko, orang tidak menyebutnya penyakit as-Sarathan (kanker) tetapi disebut ‘momok’
(al-Ghawl) alias ‘penyakit kotor (al-Maradl al-Khabits).

Penyakit ini mengenai bagian payudaraku. Sebelumnya, tingkat keimananku kepada


Allah sangatlah lemah; aku lalai dari mengingat Allah. Aku mengira bahwa kecantikan
seseorang akan abadi selama hidupnya dan masa muda dan kesehatannya juga demikian.
Aku sama sekali tidak mengira akan menderita penyakit yang amat berbahaya, kanker.
Namun setelah aku benar-benar menderita penyakit ini, jiwaku menjadi sangat guncang.
Aku berpikir bagaimana bisa menghindar darinya tetapi hendak kemana? Sementara
penyakitku ini akan selalu bersamaku di mana pun aku berada. Aku juga pernah berpikir
untuk bunuh diri namun aku masih mencintai suami dan anak-anakku. Aku sama sekali
tidak pernah berpikir bahwa Allah akan menyiksaku bilamana aku jadi bunuh diri -
sebagaimana yang aku jelaskan tadi- sebab aku orang yang lalai dari mengingat Allah.

Rupanya, melalui penyakit ini Allah ingin memberikan hidayah kepadaku dan melalui
perantaraanku pula, Dia memberikan hidayah kepada banyak orang. Setelah itu, mulai
semua urusan berkembang.

Ketika menderita penyakit tersebut, aku bersama suamiku pergi ke Belgia untuk berobat
dan di sana aku mendatangi beberapa orang dokter terkenal namun mereka semua hampir
sepakat mengatakan kepada suamiku bahwa payudaraku harus dihilangkan.
Tidak sebatas itu, aku juga harus menggunakan obat-obat dengan dosis tinggi di mana
efek sampingnya dapat merontokkan rambut, melenyapkan bulu mata, kedua alis mata,
menumbuhkan seperti jenggot di atas wajah bahkan merontokkan juga kuku dan gigi.
Karena itu, aku menolaknya sama sekali seraya berkata, “Aku lebih baik mati dengan
tetap memiliki payudara dan rambut serta semua apa yang diciptakan Allah untukku dari
pada harus cacat. Lalu aku meminta kepada para dokter agar membuat resep pengobatan
ringan untukku dan mereka pun mengabulkannya.

Kemudian aku kembali ke negeriku, Maroko dan aku gunakanlah obat yang diberikan
para dokter tersebut. Ternyata obat itu tidak memiliki efek samping apa pun dan ini
membuatku senang. Aku berkata pada diriku, “Barangkali saja para dokter itu salah
dalam mendiagnosa dan aku sebenarnya tidak menderita penyakit kanker itu.”

Akan tetapi, setelah kira-kira enam bulan kemudian, aku mulai merasakan susutnya berat
badanku, warna kulitku banyak berubah dan merasakan berbagai keluhan sakit. Yah,
sakit yang selalu bersamaku. Lalu dokter pribadi kami di Maroko menyarankanku agar
pergi ke Belgia, maka aku pun berangkat ke sana bersama suami.

Di sanalah, seakan bencana itu benar-benar tiba. Para dokter malah berkata kepada
suamiku, “Penyakitnya sudah menyerang seluruh tubuhnya, termasuk kedua paru-paru.”
Mereka menyatakan tidak memiliki resep apa pun yang dapat menyembuhkan kondisi
yang aku alami tersebut. Kemudian mereka berkata kepada suamiku, “Sebaiknya, anda
bawa kembali isterimu ini ke negerimu hingga ia menemui ajalnya di sana.”

Suamiku kaget alang kepalang mendengar pernyataan itu dan tidak mudah percaya begitu
saja dengan ucapan mereka. Karena itu, kami bukannya pulang ke Maroko seperti yang
disarankan tetapi malah ke Perancis. Kami mengira bahwa pasti ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan penyakitku itu. Namun, kami tidak mendapatkan apa-apa sehingga
akhirnya kami sangat ingin sekali untuk meminta tolong kepada seseorang di sana agar
aku dimasukkan ke rumah sakit untuk menghilangkan payudaraku dan menggunakan
obat-obat berdosis tinggi itu.

Akan tetapi, suamiku rupanya ingat sesuatu yang selama ini kami lupakan bahkan
sepanjang hidup kami. Allah telah memberikan ilham kepada suamiku agar kami
berziarah ke Baitullah al-Haram di Mekkah. Kami harus berdiri di hadapan-Nya guna
memohon disembuhkan dari penyakit yang aku derita ini. Kami pun melakuan hal itu.

Kami berangkat dari Paris seraya bertahlil dan bertakbir. Aku sangat gembira sekali
karena untuk pertama kalinya memasuki Baitullah al-Haram dan melihat Ka’bah yang
dimuliakan. Di sebuah toko di kota Paris, aku membeli sebuah mushaf dan setelah itu,
kami berangkat menuju Mekkah al-Mukarramah.

Akhirnya, kami sampai juga di Baitullah al-Haram. Tatkala sudah masuk dan melihat
Ka’bah, aku banyak menangis karena menyesali atas perbuatanku yang telah lalu. Aku
sudah tidak pernah melakukan berbagai kewajiban yang diperintahkan Allah; shalat,
puasa, kekhusyu’an dan pasrah diri kepada-Nya.
Aku berkata, “Wahai Rabb, pengobatan terhadap penyakitku sudah membuat tak berdaya
para dokter. Sedangkan penyakit itu berasal dari-Mu dan Engkau pulalah Yang Memiliki
obatnya. Semua pintu telah tertutup di hadapanku, yang tinggal hanyalah pintu-Mu saja.
Karena itu, janganlah Engkau kunci pintu-Mu dati hadapanku.”

Aku pun melakukan thawaf di Ka’bah dan banyak memohon kepada-Nya agar Dia tidak
menyia-nyiakan harapanku dan tidak menghinakanku serta dapat membuat tercengang
para dokter yang telah memvonisku.

Seperti yang telah aku katakan tadi, dulu aku orang yang lalai dari mengingat Allah dan
jahil terhadap agama-Nya. Karena itu, aku mendatangi beberapa ulama dan syaikh yang
berada di sana seraya meminta mereka menunjukiku buku dan doa yang mudah dan
ringkas untuk aku jadikan pegangan. Lalu mereka menasehatiku agar banyak-banyak
membaca al-Qur’an dan meminum air zam-zam sepuas-puasnya. Mereka juga
menasehatiku agar memperbanyak berdzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada
Rasulullah SAW.

Berada di Baitullah, aku merasakan ketenangan jiwa yang luar biasa. Karena itu, aku
minta izin kepada suamiku untuk tetap tinggal di al-Haram dan tidak pulang ke hotel. Dia
pun mengizinkanku.

Di al-Haram kebetulan ada beberapa saudariku seiman dari Mesir dan Turki yang
menjadi tetanggaku duduk-duduk. Mereka sering melihatku sedang menangis lalu
bertanya perihal sebab aku menangis. Aku menjawab, “Karena aku sudah sampai di
Baitullah padahal aku tidak mengira akan demikian mencintainya seperti sekarang ini.
Kedua, karena aku mengidap kanker.”

Lalu mereka menemaniku dan tidak ingin berpisah. Aku beritahukan kepada mereka
bahwa aku berniat I’tikaf di rumah Allah ini. Maka, mereka pun memberitahu kepada
suami-suami masing-masing untuk meminta izin tinggal bersamaku. Kami tidak pernah
memejamka mata, tidak makan kecuali hanya sedikit. Kami hanya banyak minum air
zam-zam sebab di dalam hadits, Nabi SAW, bersabda, “Air zam-zam itu sesuai dengan
(tujuan/niat) meminumnya.” (Hadits Shahih, HR.Ibn Majah dan lainnya) Meminumnya
karena niat agar disembuhkan, maka Allah akan menyembuhkan anda, meminumnya
karena niat agar hilang dahaga, maka Allah akan menghilangkan dahaga anda dan
meminumnya karena niat agar berlindung kepada Allah, maka Dia akan melindungi anda.

Benar, Allah telah menghilangkan rasa lapar kami dan kami terus melakukan thawaf.
Kami melakukan shalat dua raka’at, lalu mengulangi thawaf lagi. Kami meminum air
zam-zam dan memperbanyak bacaan al-Qur’an. Demikianlah, siang dan malam, kami
hanya sedikit tidur. Ketika aku sampai di Baitullah, tubuhku kurus sekali, pada sebagian
tubuhku bagian atas banyak sekali tumbuh bintik-bintik dan benjolan-benjolan yang
menandakan bahwa kanker telah menyerang seluruh anggota badanku bagian atas.
Mereka menasehatiku agar membasuh separuh tubuhku bagian atas dengan air zam-zam
akan tetapi aku takut bila menyentuh benjolan-benjolan dan bintik-bintik itu, aku akan
teringat sakit lantas membuatku terlena dari berdzikir dan beribadah kepada Allah. Aku
pun membasuhnya tetapi tanpa menyentuh tubuhku.

Pada hari ke-lima, teman-temanku itu memaksaku agar menyapu seluruh tubuhku dengan
sedikit air zam-zam. Pada mulanya, aku menolak tetapi tiba-tiba aku merasa
mendapatkan kekuatan yang mendorongku untuk mengambil sedikit air zam-zam lalu
menyapunya ke tubuhku. Saat pertama kali, aku merasa cemas, kemudian aku merasakan
ada kekuatan lagi, tetapi masih ragu-ragu namun ketika untuk kali ketiganya tanpa terasa
aku memegang tanganku lalu menyapu air zam-zam ke tubuh dan payudaraku yang
mengeluarkan darah, nanah dan bintik-bintik. Di sinilah, terjadi sesuatu yang tidak
pernah aku sangka-sangka. Rupanya, semua bintik-bintik itu lenyap seketika dan aku
tidak menemukan sesuatu pun di tubuhkku, tidak rasa sakit, darah atau pun nanah.!!

Pada awal mulanya, aku betul-betul kaget. Karenanya, aku masukkan kembali kedua
tanganku ke dalam bajuku untuk mencari penyakit yang dulu bersarang di tubuhku,
namun aku tidak mendapatkan sedikit pun benjolan-benjolan itu. Bulu kudukku
merinding saking kagetnya, akan tetapi barulah aku teringat bahwa Allah Ta’ala Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Lalu aku meminta salah seorang temanku untuk menyentuh
tubuhku dan mencari bintik-bintik dan benjolan-benjolan, barangkali saja ada. Tiba-tiba
mereka berterik tanpa sadar, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.!”

Tak berapa lama setelah itu, aku tidak kuasa lagi untuk segera pulang dan
memberitahukan perihal tersebut kepada suamiku. Aku memasuki hotel tempat kami
menginap, dan begitu sudah berdiri di hadapan matanya, aku robek bajuku seraya
berkata, “Lihatlah rahmat Allah.!” Kemudian aku memberitahukan kepadanya apa yang
telah terjadi tetapi ia tidak percaya. Ia menangis dan berteriak dengan suara kencang,
“Tahukah kamu bahwa para dokter tempo hari telah bersumpah atas kematianmu setelah
tiga minggu saja.?” Lalu aku berkata, “Sesungguhnya ajal itu di tangan Allah Ta’ala dan
tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib selain Allah.”

Setelah itu, kami tinggal di Baitullah selama seminggu penuh. Selama masa-masa itu, aku
tidak putus untuk memuji dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya yang
demikian tidak terhingga. Kemudian kam mengunjungi masjid nabawi untuk melakukan
shalat dan berziarah kepada Rasulullah SAW, lalu setelah itu kembali ke Perancis.

Di sana, para dokter tampak benar-benar kaget dan bingung alang kepalang melihat
kejadian aneh yang menimpaku. Mereka antusias bertanya, “Apakah benar anda ini si ibu
tempo hari yang pernah datang kemari.?” Lalu dengan penuh rasa bangga, aku tegaskan
kepada mereka, “Ya, benar dan si fulan itu adalah suamiku. Aku telah kembali kepada
Rabbku dan aku tidak akan pernah takut lagi kepada siapa pun selain Allah. Semua takdir
berada di tangan-Nya dan segala urusan adalah milik-Nya.” Mereka bertanya,
“Sesungguhnya, kondisimu ini merupakan sesuatu yang sangat aneh sekali sebab
benjolan-benjolan itu sudah hilang sama sekali. Izinkan kami untuk mengadakan
pemeriksaan sekali lagi.”
Mereka kembali memeriksaku namun tidak mendapatkan sesuatu pun. Sebelumnya, gara-
gara benjolan-benjolan itu, aku sama sekali sulit untuk bernafas akan tetapi ketika sampai
di Baitullah al-Haram dan aku meminta kesembuhan hanya kepada-Nya, maka sesak
nafas itu pun hilang.

Setelah peristiwa aneh itu, aku bergiat mencari tahu mengenai riwayat hidup Nabi
Muhammad SAW, riwayat hidup para shahabatnya dan aku banyak menangis. Aku
menangisi masa laluku karena sudah sekian lama melewatkan waktu dengan sia-sia dan
tidak dapat mengecap rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku menyesali hari-hari
yang telah aku sia-siakan dan membuatku jauh dari-Nya itu. Aku memohon kepada Allah
agar menerima amalanku dan menerima taubatku, suamiku dan seluruh kaum Muslimin.

***

(SUMBER: asy-Syifaa` Ba’da al-Maradl karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, h.47-
54, sebagai yang dinukilnya dari buku al-’Aa`iduun Ilallaah, h.65, disusun Muhammad
al-Musnid)

dhian 9:46 am on 5 Agustus 2010 Permalink


Subhannallah, Kuasa Allah.. semoga Allah dapat menyembuhkan pula penyakitku dan
mengabulkanku untuk mengunjungi Baitullah Al Mukarrahmah

erva kurniawan 1:31 am on 5 Juni 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), Kejatuhan Iblis ( 4
), kisah islami ( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Hilang dan Melayang

Penyakit ini tidak seperti biasanya, sejak kambuh tiga hari yang lalu sampai hari ini
rasanya malah bertambah parah. Malam itu pun sama.

Badan ini terasa menggigil, panas rasanya, bernafas menjadi sangat sulit. Lalu rasa sakit
itu semakin menjalar, seluruh tubuh serasa ditusuk jarum panas. Lalu sekonyong
konyong seseorang memelukku dari belakang dan menarik ku ke atas, semakin aku
meronta, kekuatan itu semakin kuat mencengkeram. Seiring nafas ku yang tinggal satu
persatu, apabila kutarik nafas, serasa badan ku memanjang, dan saat kukeluarkan
nafasku, serasa badan ku mengkerut dan sakit nya bukan kepalang.

Demikian, cenkeraman itu begitu dahsyatnya. Rasanya seperti badan ini mengkerut dari
arah kaki, panas dan serasa ditusuk tusuk, mulai ujung kaki kemudian merambat ke
telapak dan terus ke tumit, dengkul, kemudian merambat keperut, kedada, semakin keatas
semakin panas rasanya dan sakitnya tak terkira. Lalu tiba tiba…
Sekali renggut, hilang lah rasa sakit itu digantikan rasa “hilang” dan “mengambang”.
Tiba tiba saja aku sudah terbangun di suatu tempat lapang yang sangat sangat luas,
sepanjang mata memandang kulihat ribuan bahkan jutaan manusia berbaris rapi menuju
sebuah gerbang. Satu persatu mereka “diperiksa”, dua makhluk yang berbeda berdiri di
kedua samping gerbang menyambut manusia manusia ini.

Disebelah kanan kulihat penjaga yang dengan penuh kesopanan membawa mereka entah
kemana, sementara di sebelah kiri penjaga yang menyeramkan dan berbahasa kasar,
menarik dan menyeret manusia lainnya yang berteriak teriak. Lalu tibalah giliranku, di
gerbang ini terdapat sebuah timbangan dan seseorang mengeluarkan segala sesuatu dari
kaki ku, dari tangan ku kiri dan kanan, dari tubuhku, dari mulutku, dari mataku dan
semuanya mengeluarkan isinya. Kemudian disimpanlah semuanya kedalam timbangan
yang aku lihat berat kekiri, penjaga disebelah kiri itu mulai menyeringai dan siap untuk
merenggut dan menyeretku. Pandangannya sangat mengerikan, kulihat api dibola
matanya, kurasakan panas udara saat dia mendekat.

Tapi tiba tiba dari belakang datanglah seseorang, “orang ini belum waktunya, belum
waktunya.” Sambil berkata demikian, dibawanya aku melesat dan “hilang” “melayang”.

Saat mataku terbuka, kulihat suamiku, anak anakku berkumpul. Berderai lah air mataku.
Terimakasih Ya Alloh, Engkau berikan aku kesempatan kedua.

(Diilhami dari cerita seorang bibi yang pernah meninggal kemudian hidup lagi)

**

Akankah tangan kita, kaki kita, tubuh kita dan semuanya pada diri kita bisa
menyumbangkan amal atau malah menumpahkan dosa kedalam timbangan di akhirat
nanti…?.

Apakah kita siap untuk mati…???, mati yang tak akan hidup lagi, tanpa kesempatan
kedua, mati yang akan mengantar kita ke alam selanjutnya, alam yang tak ada kata kata
atau perbuatan untuk merubah semua amal dan dosa. Siapkah kita?

***

Sahabat Ari

erva kurniawan 1:55 am on 31 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), Kejatuhan Iblis ( 4
), kisah islami ( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Siapakah Ibunya
Mungkin kita sudah sering membaca atau mendengar cerita semacam ini. Saya kagum
dengan anak tersebut, siapakah ibunya, siapakah ayahnya.Dan saya juga kagum dengan
pemuda yang memperhatikan nasib anak penjual kue tersebut, siapakah istrinya, siapakah
ibu dari pemuda tersebut, siapakah ayahnya..dst..

Andaikan saja banyak manusia-manusia berhati semacam kisah dibawah ini, mungkin tak
sebanyak ini manusia “sengsara/melarat” di “Indonesia khususnya”.

Tetapi teramat disayangkan sangat sedikit, bahkan tidak sedikit orang tua, ayah atau ibu
yang melalaikan anak-anaknya, hanya karena alasan ini dan itu. Sibuk di kantor,karier,
jabatan, sibuk dengan perempuan/lelaki lainnya yang bukan dari ibu kandung anak-
anaknya sendiri.

***

= Siapakah Ibunya/Orang Tuanya? =

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke kota. Mengingat jalan tol yang juga
padat, saya menyusuri jalan lama.

Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan,
seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.

“Abang mau beli kue?” Katanya sambil tersenyum.

Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajaannya.

“Tidak dik….abang sudah pesan makanan,” jawab saya ringkas, dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya terus menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian saya
melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka
juga menolak, dia berlalu begitu saja.

“Abang sudang makan, tak mau beli kue saya?” katanya tenang ketika menghampiri meja
saya.

“Abang baru selesai makan di, masih kenyang nih,” kata saya sambil menepuk-nepuk
perut. Dia pergi, tapi cuma disekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya
yang masih penuh.

Setiap yang lalu ditanya, “Tak mau beli kue saya bang..pak.kakak atau ibu.”

Molek budi bahasanya.


Pemilik restoran itu pun tak melarang dia keluar masuk ke restorannya menemui
pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat
betapa gigihnya dia berusaha.

Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang
yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil.

Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka pintu,
membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya menghidupkan mesin, anak
tadi berdiri di tepi mobil.

Dia menghadiahkan sebuah senyuman.

Saya turunkan cermin. Membalas senyumannya.

“Abang sudah kenyang, tapi mungkin abang perlukan kue saya untuk adik-adik abang,
ibu atau ayah abang,” katanya sopan sekali sambil tersenyum. Sekali lagi dia
memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya. Saya tatap
wajahnya, bersih dan bersahaja.

Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar
uang Rp 20.000,- padanya.

“Ambil ini dik! Abang sedekah ….tak usah abang beli kue itu.” Saya berkata ikhlas
karena perasaan kasihan meningkat mendadak. Anak itu menerima uang tersebut, lantas
mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya
gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan . Saya memundurkan mobil saya. Alangkah
terperanjatnya saya ketika melihat anak itu mengulurkan uang Rp 20.000,- pemberian
saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua matanya.

Saya terkejut … saya hentikan mobil, memanggil anak itu.

“Kenapa bang mau beli kue kah?” tanyanya.

“Kenapa adik berikan duit abang tadi pada pengemis itu? Duit itu abang berikan adik!”
kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

“Bang saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata
emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.

Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, mak
pasti marah. Kata mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat bang!”
katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu.
Tanpa banyak soal, saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

“Abang mau beli semua kah?” dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah saya kelu
mau berkata.

“Rp 25.000,- saja bang…..”

Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-.
Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi.

Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terfikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim kah? Siapakah
wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus terang saya katakan , saya
beli kuenya bukan lagi atas rasa kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat
menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak
itu.

Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

***

Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai


sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima sesuatu kecuali yang
baik.” Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman,
seperti Dia perintahkan kepada para rasul-Nya dengan firman-Nya, yang artinya, “Wahai
para Rasul, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan”.

Dan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari makanan yang
baik-baik, dan bersyukurlah kamu kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya
kamu menyembah.”

Kemudian Rasulullah menyebutkan seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh,


rambutnya kusut lagi berdebu. Orang tersebut menengadahkan kedua tangannya ke langit
seraya berdo’a: “Ya Tuhanku .. Ya Tuhanku ..” Sedangkan makanannya haram,
minumannya haram, dan baju yang dipakainya dari hasil yang haram. Maka bagaimana
mungkin do’anya akan dikabulkan?” (HR. Muslim, shahih).

***

Dari Sahabat
erva kurniawan 1:46 am on 21 Mei 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Si Gembala Domba

Minggu itu seperti biasa saya ajak anak anak jalan jalan pagi, selepas subuh
(alhamdulillah dari bayi anak anak saya sudah terbiasa bangun pagi) kami berangkat.
Biasanya kami pergi ketempat lari pagi, tapi pagi itu saya putuskan untuk pergi kesebuah
lokasi perumahan baru yang masih banyak tanah kosongnya.

Ternyata banyak juga para pelari pagi yang datang juga kesana dan memang tempatnya
masih alami, masih banyak pepohonan dan ilalang yang tumbuh liar. Anak anak saya
biarkan menjelajahi alam, si sulung saya lihat sibuk mengejar kupu kupu, dan si bungsu
mulai asik menemukan tumbuhan “aneh” putri malu yang jika disentuh tumbuhan ini
akan mengkerut dan dedaunannya akan menutup diri. Subhanalloh, setelah lama tidak
melihat putri malu ini, saya jadi asik juga menyentuh nyentuh dan memperhatikan
kehebatan tumbuhan ini, lama saya perhatikan sepertinya tumbuhan ini memiliki indra
perasa yang bisa merasakan sentuhan atau getaran yang kita buat di sekitar tangkainya,
subhanalloh, walhamdulillah, wallohuakbar.

Tak jauh dari situ, saya lihat segerombolan kambing berjalan ke arah kami dan
dibelakangnya mengikuti seorang tua renta membawa tongkat kayu dan sebuah payung
yang ternyata seorang gembala. Saya perhatikan mata gembala ini tak henti hentinya
memperhatikan kambing kambing yang sibuk memakan rumput dan ilalang di sekitarnya.
Sesekali orang tua ini bangun dari duduknya dan menghampiri kambing yang agak
terpisah dari kelompoknya dan menggiringnya kembali. Begitu sabarnya orang tua ini
dalam melakukan tugasnya menggembala kambing sehingga pada saat hujan turunpun
(apalagi hujan pagi pagi dinginyaa…) tapi orang tua ini tetap saja tal bergeming, dia
membuka payungnya dan tetap memperhatikan kambing kambing dengan penuh
kesabaran.

Sambil menuntun anak anak, pikiran saya melayang kepada Rosululloh Saw muda yang
yatim piatu, sendirian ditengah binatang gembalaanya seperti orang tua itu. Pemuda yang
kelak menjadi Rosul penutup ini setiap hari menggambalakan kambing, siang hanya
beratapkan langit dan awan juga teriknya sinar mentari, disaat malam tiba beliau Saw
beralaskan bumi dan bertapkan langit dengan kemerlap bintang bintang dan rembulan.
Inilah yang membawa kesadaran pemuda ini akan sesuatu yang Maha Besar dan Maha
Hebat yang berdasarkan pengamatannya yang polos (baca:umiy) tanpa prasangka
ataupun distorsi pemikiran, ada kekuatan yang melebihi dahsyatnya matahari yang
membakar dan indahnya rembulan yang menerangi malam. Ada kekuatan yang melebihi
apapu yang diperhatikannya selama ini. Apakah itu?, pertanyaan seorang lugu dan polos
inilah yang menuntun pemuda ini kapada Sang Penguasa Segala Kekuatan di langit dan
bumi.

Dengan menggembala kambing ini juga lah pemuda ini Saw, mengambil pelajaran dalam
kesabaran, ketegasan, kasih sayang, leadership, dll untuk mempersiapkan hati dan
pikirannya dalam menyambut tugas berat yang akan diembannya menjadi kekasih Alloh,
Nabi dan Rosul penutup. Beliau Saw, menyampaikan bahwa: “Nabi-nabi yang diutus
Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing,
Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di
Ajyad.” Maka berbanggalah wahai engkau penggembala kambing, engkau melakukan
perkejaan mulia yang juga dilakukan oleh para Nabi Rosul Alloh.

Saat ini, cobalah kita merenungi si gembala kambing, bisakah kita bersabar dalam
menasehati, bisakah menasehati dengan kasih sayang, bisakah kita melihat sekeliling dan
berkaca apakah sudah kita menjadi makhluk yang sesuai dengan keinginan Sang Kolik?
….

***

Disampaikan Oleh Sahabatku Ari Dino

erva kurniawan 1:34 am on 17 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Orang Kaya Dan Orang Miskin Bertemu Di Surga

Alkisah, di suatu negeri pernah hidup seorang kaya raya, yang rajin beribadah dan
beramal. Meski kaya raya, ia tak sombong atau membanggakan kekayaannya.
Kekayaannya digunakan untuk membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim,
membantu saudara, kerabat dan tetangga-tetangganya yang miskin dan kekurangan, serta
berbagai amal sosial lainnya. Di musim paceklik, ia membagikan bahan pangan dari
kebunnya yang berhektar-hektar kepada banyak orang yang kesusahan. Salah satu yang
sering dibantu adalah seorang tetangganya yang miskin.

Dikisahkan, sesudah meninggal, berkat banyaknya amal, si orang kaya ini pun masuk
surga. Secara tak terduga, di surga yang sama, ia bertemu dengan mantan tetangganya
yang miskin dulu. Ia pun menyapa.

“Apa kabar, sobat! Sungguh tak terduga, bisa bertemu kamu di sini,” ujar si kaya.

“Mengapa tidak? Bukankah Tuhan memberikan surga pada siapa saja yang dikehendaki-
Nya, tanpa memandang kaya dan miskin?” jawab si miskin.

“Jangan salah paham, sobat. Tentu saja aku paham, Tuhan Maha Pengasih kepada semua
umat-Nya tanpa memandang kaya-miskin. Cuma aku ingin tahu, amalan apakah yang
telah kau lakukan sehingga mendapat karunia surga ini?”
“Oh, sederhana saja. Aku mendapat pahala atas amalan membangun rumah ibadat,
menyantuni anak yatim, membantu saudara, kerabat dan tetangga yang miskin dan
kekurangan, serta berbagai amal sosial lainnya….”

“Bagaimana itu mungkin?” ujar si kaya, heran. “Bukankah waktu di dunia dulu kamu
sangat miskin. Bahkan seingatku, untuk nafkah hidup sehari-hari saja kamu harus
berutang kanan-kiri?”

“Ucapanmu memang benar,” jawab si miskin. “Cuma waktu di dunia dulu, aku sering
berdoa: Oh, Tuhan! Seandainya aku diberi kekayaan materi seperti tetanggaku yang kaya
itu, aku berniat membangun rumah ibadat, menyantuni anak yatim, membantu saudara,
kerabat dan tetangga yang miskin dan banyak amal lainnya. Tapi apapun yang kau
berikan untukku, aku akan ikhlas dan sabar menerimanya.”

“Rupanya, meski selama hidup di dunia aku tak pernah berhasil mewujudkannya,
ternyata semua niat baikku yang tulus itu dicatat oleh Tuhan. Dan aku diberi pahala,
seolah-olah aku telah melakukannya. Berkat semua niat baik itulah, aku diberi ganjaran
surga ini dan bisa bertemu kamu di sini,” lanjut si miskin.

Maka perbanyaklah niat baik dalam hati Anda. Bahkan jika Anda tidak punya kekuatan
atau kekuasaan untuk mewujudkan niat baik itu dalam kehidupan sekarang, tidak ada niat
baik yang tersia-sia di mata Tuhan.

***

Sumber: Anonim

annisa 7:19 am on 18 Mei 2010 Permalink


Subhanallah.. besar sekali ganjaran Allah untuk niat yang baik dan besar.. memang
sebaiknya kita iri dlm hal kebaikan..,
semoga kita bisa mengambil keuntungan dari keberhasilan orang2 di sekitar kita atw yg
kita tahu, spt cara diatas.. aamiiin

Jeff Ross 8:10 pm on 19 Mei 2010 Permalink


Subhanallah.. besar sekali ganjaran Allah untuk niat yang baik dan besar.. memang
sebaiknya kita iri dlm hal kebaikan..,semoga kita bisa mengambil keuntungan dari
keberhasilan orang2 di sekitar kita atw yg kita tahu, spt cara diatas.. aamiiin
+1

ayu 2:58 pm on 30 Mei 2010 Permalink


Subhanallah…Allah memang maha adil……….
Videos cristianos 12:11 pm on 28 Januari 2011 Permalink
You do know what you’re doing, so keep at it.
Thank you!

David.

erva kurniawan 1:50 am on 15 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Alloh Batuk Yaa Bi?

Kemarin saat hujan turun begitu derasnya, bahkan disertai es batu kecil kecil juga angin
dan petir, sambil melihat keluar jendela, saya ngobrol sama anak anak saya, 5 tahun dan
3,5 tahun;

“Ini siapa yang buat ayooo?” saya menunjuk sebuah mainan perahu yang saya buat dari
kertas, “Abi yang bikin” jawab anak saya, “Ini siapa yang buat?” sambil nunjukin kue
yang di buat ibunya. “Umi” jawab anak saya lagi “Kalau abi sama umi sama aa sama ade,
siapa yang bikin ayooo?” “Allooohhh!!!” jawab anak saya yang diikuti adiknya yang
baru berumur tiga tahun.. “Terus kalau hujan, yang nurunin siapa ayoooo?”. “Allooh kan
Bi?” jawab anak saya ragu ragu, apalagi jika hujannya berupa hujan lebat disertai angin
kencang dan petir seperti ini. “Iyaa Alloh juga, hujan ini nanti masuk ke tanah terus
airnya di minum sama tanaman, nanti tanamannya akan tumbuh dan berbuah, nanti
buahnya kita makan deh…? “aku suka apel sama jeruk” jawab si sulung, “aku sukanya
buah mangga yang manis yang manis yang manis bangeeet” jawab anak kedua saya.

Dhuarrrr! terdengan bunyi petir yang sangat keras yang membuat anak saya meloncat
kepangkuan saya. “Itu Alloh lagi batuk yaaa Bi?. sambil masih memeluk erat, anak saya
bertanya. Sambil tersenyun saya pandangi keduanya, Saya melihat bahwa otak kecil anak
saya mulai menangkap Kebesaran Alloh, walau masih terbatas, dia sudah mulai
mencerna bahwa Alloh itu Besar, batuk nya aja seperti itu.

Kemudian saya terdiam dan sedikit ragu untuk menjawab, tapi akhirnya saya lanjutkan,
“Alloh itu Maha Besar dan Maha Tinggi, tinggi, tinggi banget”. “Sampai kelangit yaa
BI?” tanya sibungsu. “Iya lebih tinggi lagi dari langit, Alloh itu ngga seperti abi atau umi
atau aa atau ade, jadi… Alloh ngga batuk. Tadi itu namanya petir, Kalau hujan lebat
memang suka ada petir. Jadi… siapa coba yang bikin peitr?”. “Alloohhhhh?” jawab
anakku serentak.

Tiba tiba tep!, mati lampu dan akhirnya menghentikan obrolan yang saya rasa sangat
berat ini, kebetullan ada tukang gorangan lewat didepan rumah kami pun akhirnya asik
menikmati gorengan yang masih hangat.
***

Dari Sahabat

erva kurniawan 1:49 am on 8 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Seorang Bayi Hanya Hidup 6 Jam, Tetapi Menyelamatkan 2 Nyawa

Sepasang suami istri hidup bahagia. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif
dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti
membunuh seorang bayi. Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri
hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini
kepada famili, teman dan sahabat, dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut
bersukacita dengan mereka.

Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Dokter menemukan bayi
kembar dalam perutnya, seorang bayi lelaki dan perempuan. Tetapi bayi perempuan
mengalami kelainan, dan ia mungkin tidak bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Dan
kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi lelaki. Jadi dokter menyarankan untuk
dilakukan aborsi, demi untuk sang ibu dan bayi lelakinya. Fakta ini membuat keadaan
menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depressi. Pasangan ini
bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuannya (membunuh bayi tersebut),
tetapi juga kuatir terhadap kesehatan bayi lelakinya. “Saya bisa merasakan
keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak”, kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan
sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut, dengan mengatakan
bahwa ini adalah kehendak Tuhan.

Ketika sang istri semakin mendekatkan diri dengan Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa
Tuhan pasti memiliki rencanaNya dibalik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah.
Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di
internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih
banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa
mereka tidak sendirian. Banyak pasangan lainnya yang juga mengalami situasi yang
sama, dimana bayi mereka tidak dapat hidup lama. Mereka juga menemukan bahwa
beberapa bayi akan mampu bertahan hidup, bila mereka mampu memperoleh donor organ
dari bayi lainnya. Sebuah peluang yang sangat langka. Siapa yang mau mendonorkan
organ bayinya ke orang lain?

Jauh sebelum bayi mereka lahir, pasangan ini menamakan bayinya, Jeffrey dan Anne.
Mereka terus bersujud kepada Tuhan. Pada mulanya, mereka memohon keajaiban supaya
bayinya sembuh. Kemudian mereka tahu, bahwa mereka seharusnya memohon agar
diberikan kekuatan untuk menghadapi apapun yang terjadi, karena mereka yakin Tuhan
punya rencanaNya sendiri. Keajaiban terjadi, dokter mengatakan bahwa Anne cukup
sehat untuk dilahirkan, tetapi ia tidak akan bertahan hidup lebih dari 2 jam. Sang istri
kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika sesuatu yang buruk terjadi pada Anne,
mereka akan mendonorkan organnya. Ada dua bayi yang sedang berjuang hidup dan
sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi.

Sekali lagi, pasangan ini berlinangan air mata. Mereka menangis dalam posisi sebagai
orang tua, dimana mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini
bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yg akan terjadi. Hari kelahiran tiba. Sang
istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat. Pada momen yang sangat
berharga tersebut, sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati, Anne
menatap ayahnya, dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan
pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata di dunia ini yang mampu
menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu. Mereka sangat bangga bahwa
mereka sudah melakukanpilihan yang tepat (dengan tidak mengaborsi Anne), mereka
sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka, mereka sangat
sedih karena kebahagiaan ini akan berakhir dalam beberapa jam saja. Sungguh tidak ada
kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air
mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka??
Baik sang kakek, nenek, maupun kerabat famili memiliki kesempatan untuk melihat
Anne.

Keajaiban terjadi lagi, Anne tetap bertahan hidup setelah lewat 2 jam. Memberikan
kesempatan yang lebih banyak bagi keluarga tersebut untuk saling berbagi kebahagiaan.
Tetapi Anne tidak mampu bertahan setelah enam jam???.. Para dokter bekerja cepat
untuk melakukan prosedur pendonoran organ. Setelah beberapa minggu, dokter
menghubungi pasangan tersebut bahwa donor tersebut berhasil. Dua bayi berhasil
diselamatkan dari kematian.

Pasangan tersebut sekarang sadar akan kehendak Tuhan. Walaupun Anne hanya hidup
selama 6 jam, tetapi dia berhasil menyelamatkan dua nyawa. Bagi pasangan tersebut,
Anne adalah pahlawan mereka, dan sang Anne yang mungil akan hidup dalam hati
mereka selamanya?..

***

Ada 3 point penting yang dapat kita renungkan dari kisah ini:

Sesungguhnya, tidaklah penting berapa lama kita hidup, satu hari ataupun bahkan seratus
tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang kita telah kita lakukan selama hidup
kita, yang bermanfaat bagi orang lain.
Sesungguhnya, tidaklah penting berapa lama perusahaan kita telah berdiri, satu tahun
ataupun bahkan dua ratus tahun. Hal yang benar-benar penting adalah apa yang dilakukan
perusahaan kita selama ini, memberikan manfaat bagi orang lain.
Ibu Anne mengatakan “Hal terpenting bagi orang tua bukanlah mengenai bagaimana
karier anaknya di masa mendatang, dimana mereka tinggal, maupun berapa banyak uang
yang mampu mereka hasilkan. Tetapi hal terpenting bagi kita sebagai orang tua adalah
untuk memastikan bahwa anak-anak kita melakukan hal-hal terpuji selama hidupnya,
sehingga ketika kematian menjemput mereka, mereka akan menuju surga”.

tonosaur 10:16 am on 9 Mei 2010 Permalink


subhanalloh..

annisa 9:41 am on 10 Mei 2010 Permalink


subhanallah.. kisah nyata yg sarat makna..
semoga di sisa umur kita masih bisa bermanfaat bagi orang lain.. amiinn.. 100 x

bery 8:56 pm on 20 Mei 2010 Permalink


subhanallah semoga hidup kita menjadi bermanfaat bg semua,
amin…amin

Sri Mulyati 7:24 pm on 19 September 2010 Permalink


subhanallah…

erva kurniawan 1:06 am on 7 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kisah Perjuangan Hidup Soichiro Honda

Amati kendaraan yang melintasi jalan raya. Pasti, mata Anda selalu terbentur pada
kendaraan bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merek kendaran ini
memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu barangkali memang layak
disebut sebagai raja jalanan.

Namun, pernahkah Anda tahu, sang pendiri kerajaan bisnis Honda — Soichiro Honda —
selalu diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga berbuah
lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar
insinyur. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas, duduknya tidak pernah
di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.

Saat merintis bisnisnya, Soichiro Honda selalu diliputi kegagalan. Ia sempat jatuh sakit,
kehabisan uang, dikeluarkan dari kuliah. Namun, ia terus bermimpi dan bermimpi. Dan,
impian itu akhirnya terjelma dengan bekal ketekunan dan kerja keras. ”Nilaiku jelek di
sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda,”
tutur Soichiro, yang meninggal pada usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo,
Tokyo, akibat mengidap lever.
Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi
pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah. Di kawasan inilah dia lahir.
Kala sering bermain di bengkel, ayahnya selalu memberi catut (kakak tua) untuk
mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel
yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat
berdiam diri berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak
menghabiskan waktu bermain penuh suka cita. Dia memang menunjukan keunikan sejak
awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan
bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang.
Bersepeda memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika
12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem
kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian menjadi usahawan otomotif.
Karena dia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan,
sehingga membuatnya selalu rendah diri.

Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai Company. Bossnya,
Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal
mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari
perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan.
Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang
di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.

Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak
oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan
kembali. Karena itu, jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai
subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif.

Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu,
hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya
gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji
logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia.

Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama. Setelah menciptakan
ruji. Lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri.
Mulai saat itu dia berpikir, spesialis apa yang dipilih ? Otaknya tertuju kepada pembuatan
ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu, ditawarkannya
karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota,
karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring Piston buatannya tidak lentur, dan tidak
laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan
dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara. Akibat kegagalan itu, Honda jatuh sakit
cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin
bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari
jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin.

Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan pengetahuan
yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya
dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. ”Saya merasa sekarat, karena ketika lapar
tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan
dan pengaruhnya,” ujar Honda, yang diusia mudanya gandrung balap mobil. Kepada
rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah. Melainkan pengetahuan.
Penjelasan ini justru dianggap penghinaan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan
akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinston-nya diterima pihak Toyota
yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat mendirikan pabrik.
Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata.

Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana
kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah.
Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik.
Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan
hingga dua kali kejadian itu menimpanya.

Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka
diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat,
untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan
selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga
diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba
beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.

Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi
ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya
akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan
bagi keluarganya.

Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya. Karena
memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada
sepeda itu. Siapa sangka, sepeda motor– cikal bakal lahirnya mobil Honda — itu diminati
oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan
kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok. Lalu Honda
kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak pernah lepas dari tangannya.
Motor Honda berikut mobilnya, menjadi raja jalanan dunia, termasuk Indonesia.

Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan dulu melihat keberhasilanya dalam
menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya.
”ORANG MELIHAT KESUKSESAN SAYA HANYA SATU PERSEN. TAPI,
MEREKA TIDAK MELIHAT 99 PERSEN KEGAGALAN SAYA,” tuturnya. Ia
memberikan petuah, ”KETIKA ANDA MENGALAMI KEGAGALAN, MAKA
SEGERALAH MULAI KEMBALI BERMIMPI. DAN MIMPIKANLAH MIMPI
BARU.” Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang
dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin

***
“Adalah lebih baik berani mencoba mencari tantangan walaupun dirudung kegagalan,
daripada duduk bengong seperti orang tidak bersemangat, yang tidak bergembira dan
menderita karena hidup dalam dunia samar yang tidak mengenal menang atau kalah “.

Theodore Roosevelt

annisa 8:59 am on 11 Mei 2010 Permalink


subhanallah.. kisah yang inspiratif dan membuat kita
selalu punya mimpi.. walaupun mimpi disiang hari..
yakinlah bahwa kita BISA…

erva kurniawan 1:43 am on 3 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Nakalnya Anak-Anak

Suatu hari seisi rumah dikejutkan oleh suara teriakan nyaring dari mulut seorang anak
yang paling kecil di rumah itu.

Anak: “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa….”teriaknya yang tanpa dosa sudah


membuat onar seisi rumah.

Mama: “Ade, kenapa kamu teriak-teriak?!” tegur Mama yang sudah berlari ke luar dari
kamar ingin melihat ada apa dengan buah hatinya.

Anak: “Ade teriak pake mulut Ade sendiri, Ade enggak pinjam mulut Mama?!”
bantahnya sambil memonyongkan mulut kecilnya.

Mama: “ooohh, gitu, ya sudah, kamu teriak lagi yang keras, tapi awas?!Mama nda mau
suara kerasmu itu masuk ketelinga Mama?! gangguin telinga Mama aja?!” mulai Mama
berargumen dengan anaknya yang selalu cari perhatian.

Anak: “ Mama punya tangan?!tutup aja telinga Mama sama tangan Mama sendiri, kalau
enggak mau denger teriakan Ade?!” mulai anak mencari gara-gara.

Mama: “Enak aja, kamu buat kerjaan Mama lagi ya, kamu nda lihat, tangan Mama lagi
dipake nulis sama Mama, atau kamu yang tutupin telinga Mama sama tangan kamu,
karena kamu yang pingin teriak kan, tapi awas, kalau sampai teriakan kamu masih masuk
ke telinga Mama?!” jawab Mama mulai masuk ke logika anaknya dan langsung buat anak
terdiam.

**
Hampir tiap hari sang Mama selalu mendengar cerita-cerita dari sekolah anaknya.

Anak: “Ma, kayanya pak Ramli guruku itu banci dech ma,” cerita anaknya yang tertua.

Mama: “Emang, kamu tahu dari mana kalau pak Ramli itu banci, ?” Tanya Mama sambil
merhatiin wajah anaknya dengan menyelidik.

Anak: “Hmm, itu mah, kalau lagi ngomong, tangannya pasti begini-begitu dech, ?”
ceritanya lagi sambil menirukan gaya banci yang biasa dilihat di TV.

Mama: “Ooohh, emang kalau banci, tangannya begini-begini ya, ?” jawab Mama sambil
mengikuti gaya anak sebelumnya.

Anak: “Hehehe, enggak juga sich, ma, ?tapi aneh aja lihat gayanya kaya Tessy,” jawab
anak sambil tersenyum merhatiin Mamanya yang sudah melotot.

Mama: “Lagi pula, kalau pak ramli banci, apa dia rugiin kamu?” Tanya Mama yang
mulai berargumen sama anaknya yang besar.

Anak: “Nda sich ma,” jawab anak yang mulai tertunduk sambil menahan senyum.

Mama: “Masih mending pak ramli, walau disangka banci, dia masih bisa jadi guru?lha
kamu apa?” Tanya Mama lagi dan membuat anak terdiam.

**

Tiba-tiba Mama dikejutkan oleh anaknya yang lari masuk kamar memanggil Mamanya

Anak: “Mama, beliin Ade mainan di tukang mainan itu dong, ?!” rengek anaknya yang
kecil

Mama: “Hari ini Mama nda punya uang lebih untuk beliin mainan baru, nanti aja kalau
Mama sudah punya uang lebih ya.” Jawab Mama sambil perhatikan anaknya yang suka
protes.

Anak: “Pokoknya Ade enggak mau tahu, Ade mau mainan itu sekarang!!” rengek anak
lagi yang mulai dengan senjata tangisannya.

Mama: “Ya, udah beli aja sana, ?” jawab Mama santai.

Anak: “Mana uangnya, cepet ma, nanti abangnya keburu pergi?!” pinta anak yang sudah
mulai menarik baju Mamanya.

Mama: “Lho, emang yang mau beli mainan itu sekarang siapa, ?” Tanya Mama santai

Anak: “Ya, Ade lah, ”


Mama: “Ya, udah pake uang Ade dong, kan yang mau mainan Ade dan bukan Mama, ?”

Anak: “Ade kan enggak punya uang, pake uang Mama dong, ?!” jawab anak polos.

Mama: “Hehe, sama dong, Mama juga nda punya uang sekarang, kalau mau pake uang
Mama, tunggu sampe Mama punya uang lagi ya, ?” jawab Mama sambil senyum.

Anak: “Mama jelek.!!” Protes anak yang memancing Mama untuk menggodanya.

Mama: “Jelekkan Ade dong, kan Ade keluar dari perut Mama campur sama kotoran”
goda Mama yang melihat anaknya kesal

Anak: “Jelek Mama dari Nenek, Mama juga keluar dari perut nenek campur sama
kotoran?!” Teriak anak yang mulai kesal dan hanya membuat Mamanya tersenyum
sendiri

Mama: “Yeee, Mama kan nda katain Nenek jelek” jawab Mama sambil tertawa melihat
anaknya yang mulai bingung

**

Seperti biasa pulang sekolah, pasti ada aja cerita yang disampaikan oleh anaknya yang
tertua.

Anak: “Ma, aku kesal banget sama Sherly tadi, ?” cerita anak yang terlihat sekali wajah
kesalnya.

Mama: “Hmm, memang si Sherly buat apa sama kamu?” Tanya Mama datar.

Anak: “Tadi si Sherly lempar uang untuk pengemis ke comberan, mentang-mentang dia
pengemis, emang boleh apa lempar uang begitu, mending enggak usah dikasih aja kalau
dilempar begitu.” Kesal anak yang terlihat hampir menangis.

Mama: “Lalu, kamu bilang apa sama Sherly, ?” Tanya Mama yang mulai merhatiin
wajah anaknya yang mulai ingin menangis

Anak: “Aku bilang, Sherly kenapa kamu lempar uang itu ke comberan, terus jawab
Sherly, biarin aja, toch, dia cuma pengemis, ?” cerita anak yang akhirnya menangis.

Mama: “Terus, ” Tanya Mama yang serius merhatiin anaknya cerita

Anak: “Akhirnya uang jajanku aku kasih ke Sherly untuk gantiin uang yang dikasih ke
pengemis itu, kasihan pengemis itu ma, dia turun ke comberan ambil uang itu, aku bilang
ke Sherly, ini uangnya aku gantiin, baru kasih segitu aja pake dilempar?!” cerita anak
sambil terisak karena tangis.
Mama: “Hmm, harusnya kamu larang pengemis itu untuk ambil uang yang dicomberan,
dan uang kamu itu yang kamu kasihkan ke pengemis dan biarkan si Sherly yang ambil
uang itu ke comberan, ?” usul Mama sambil menghapus air mata anaknya.

Anak: “Aku lupa Ma.” isak anak yang menyesali dirinya dan wajahnya sudah dipenuhi
oleh air matanya.

***

Oleh: Hana

Thomas 1:48 am on 3 Mei 2010 Permalink


Mencermati polah tingkah anak2 memang menarik, apalagi pada saat anak mulai sekolah
di TK atau pada saat mulai masuk SD. Anak2 biasanya mulai “memberontak”…mulai
pintar “membantah”, itulah anak2. Yang penting orang tuanya tetap sabar dan mau masuk
ke dalam pola pikir si anak, maka fase ini akan bisa dlewati dengan baik

salam

http://thomasandrianto.wordpress.com/2010/05/03/katakan-cinta-dengan-lagu/

tary 8:57 am on 3 Mei 2010 Permalink


Jadi pengen cepet2 jadi Ibu……

annisa 9:54 am on 10 Mei 2010 Permalink


ya.. emang kita sbg ortu harus sabar ngadepin anak2 skrang, krna berbedanya keadaan,
tontonan dan budaya pd waktu kita kecil dulu..
cuma klau kita ortunya bisa sabar.. apakah orang skeliling kita juga bisa sabar..?? ini
yang penting..

erva kurniawan 1:35 am on 2 Mei 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Cerita Sang Anak, Amanah Salah

Seorang anak yang memperhatikan ibundanya sholat, dan menangis dalam sholatnya,
hanya terdiam memandangi ibundanya, hingga selesai.

“Kamu sudah sholat atau belum sayang, ?” tanya sang mama.


“Aku baru mau sholat, tadi mau bareng sama mama, tapi aku sakit perut, ” hehe
jawabnya sambil tersenyum

“Iya sudah, sekarang kamu sholat ya, :)” tegur mama

Dan ternyata, sang mama tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, sambil


membersihkan wajahnya dihadapan cermin dan sesekali air matanya turun kembali,
sambil memperhatikan sang anak yang sedang sholat. Hingga anak selesai sholat, dan
memperhatikan wajah ibundanya yang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, sambil
melipat mukenah yang habis dipakainya sang anak mulai memancing mamanya dengan
candanya.

“Ma, tahu enggak?! Kalau amanah itu ada juga yang jadi buat orang salah dan
membahayakan orang lain” ceritanya sambil tersenyum2

“Masak sich, amanah yang seperti apa tuch, ?” tanya mama sambil terus mengusap air
matanya yang masih turun

“Aku punya cerita ma, tentang amanah itu ?”

“Coba ceritain dong sama mama, ” tanggap mama yang mecoba tertawa2 pada buah
hatinya

“Waktu itu ada orang yang ingin bunuh diri di rel kereta api, lalu masinis itu melihat
orang yang sedang duduk di rel itu.!! Kemudian masinis langsung menelphon petugas
jaga, dan memberitahukan bahwa ada orang yang mau bunuh diri.”cerita anak dengan
mimik lucunya

“Lalu, ” tanggap mama

“Hallo, pak petugas, !ada orang yang mau bunuh diri nich, kata masinis”

“Lho, emang yang mau bunuh diri ada berapa orang?tanya petugas jaga”

“Yang mau bunuh diri ada satu orang, kata masinis panik”

“Lalu, berapa penumpang yang sedang kamu bawa, tanya petugas”

“Penumpang yang ada dikereta saya ada 1000 orang pak.!! Kata masinis panik”

“Oh, ya sudah, tabrak aja yang 1 dan selamatkan yang 1000!! Kata petugas” cerita sang
anak dengan serius sambil memperagakan gaya seorang masinis dan petugas penjaga
kereta

“Lalu, amanah yang salahnya dimana dong, ?” tanya mama mulai bingung
“Lha, itu ma, ternyata orang itu enggak jadi bunuh diri, lalu bangun dari rel dan berniat
untuk pergi menjauh dari kereta yang mau lewat, ya, karena si masinis sudah terima
amanat untuk menabrak yang satu dan menyelamatkan yang 1000, akhrinya, kereta ini
dibelokkan oleh masinis ke luar rel dan mengejar orang yang enggak jadi bunuh diri
itu.?! Ya, akhirnya, kereta yang keluar rel itu terbalik dan penumpang yang 1000 itu jadi
celaka, eeh, malah yang enggak jadi bunuh diri itu selamat dech,” hahaha akhirnya ibu
dan anak sudah tertawa2 memegang perutnya

“Itulah, ma, kalau amanat diterima, dan yang menerima amanat itu bodoh!!” hahaha sang
mama hanya tertawa2 sambil menggeleng2kan kepalanya, dan terlihat senyum bahagia
dari wajah sang anak, yang sudah berhasil membuat mamanya tertawa2.

Robbi habbli minassholihin, ya, Allah, jadikanlah buah hatiku anak2 yang sholeh, yang
dapat menjadi penerang dalam rumah, penyejuk mata dan hatiku, pemanis hidup dan
kehidupan, pemancing tawa dan menghapus kesedihan

***

Oleh: Hana

Ahmad Isa 6:40 pm on 13 Mei 2010 Permalink


subhanalloh . . .
begitu cerdasnya anak itu . . .

erva kurniawan 1:39 am on 23 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kisah Kepala Ikan

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan
sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek
tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.

Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun
bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata mereka telah
mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah
dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun
pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.

Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan
ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan,
telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran
pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan
mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil
sisa ikan tersebut untuknya sendiri.

Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran.Akhirnya
sang nenek berkata kepada sang kakek, “Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera
pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk
hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup
sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan.
Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu. Sejak awal pernikahan kita,
ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau
selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku
tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin
membahagiakanmu. Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka
selama masa pernikahan kita. Sekarangpun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap
memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi
untuk mengungkapkan hal ini.”

Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan Sang nenek.
Akhirnya, sang kakek pun menjawab, “Istriku, ketika engkau memutuskan untuk
menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu
membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan
kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan
hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu.
Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan
yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka
karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku.”

Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Merekapun akhirnya berpelukan.
Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya
merekapun ikut terharu.

**

Moral Of The Story:

Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah
berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah
karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas.

Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan
terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing-masing. Hal itu dapat
dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu,
mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan
saling menghargai satu sama lain.

***
Sumber: Email dari Sahabat

putrasubuh 2:03 am on 23 April 2010 Permalink


wow,..cerita ini,kirain aku cerita dongeng tentang ikan menjdi manusia.hehehe.sungguh
bgus cerita ini,isinya mengharukan.

btw ikan apa tuch pic nya…?hah.jdi laper.

bagus mas ceritanya.

Benz 12:13 am on 24 April 2010 Permalink


Good Story,..

Abi Salsa 6:18 am on 24 April 2010 Permalink


Pelajaran yg menarik, keikhlasan hati terkadang perlu di utarakan, agar tidak terjadi salah
komunikasi

rizal 6:15 pm on 5 Mei 2010 Permalink


harusnya nenek terbuka dengan apa yang dia tidak suka… begitu pula dengan kakek.
dengan begitu keduany bisa saling memahami. ya pada intinya kita harus terbuka
terhadap keadaan tetapi jangan sampai menyinggung perasaan orang lain.

erva kurniawan 1:30 am on 22 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Curhat Anak

Hampir disetiap malam, seorang ibu dan anak selalu bercerita tentang semua kejadian
yang dialami selama 1 harian di luar rumahnya

“Ma, tadi aku di sekolah, tampar mukanya si fulan.” cerita anak sambil memandang
wajah mamanya yang dibuat senormal mungkin.

“Eemm, emang si fulan, salah apa..sampe kamu tampar mukanya?” tanya mama sedatar
mungkin.

“Habis, aku kesal sama fulan Ma..”jawab sang anak yang terlihat mulai berkaca-kaca
matanya
“Apa yang sudah si fulan lakukan..sampe kamu kesal padanya..?”

“Habis, dia katain mama, katanya mama masih kecil..” jawab anak polos.

“Hahaha, lho baru dikatain gitu aja, koq segitu kesalnya, sampe orang ditampar segala?
Memang kenyataannya mama kecil, lagipula bagus dunk itu berarti mama masih muda,
jadi si fulan bilang mama kecil.” goda mama.

“Tapi, aku enggak suka, dia katain mama.?” katanya yang mulai kesal.

“Lho, memang gara2nya apa sich sampe si fulan, pake bawa2 katain mama segala?”
tanya mama.

“Tadi kita semua lagi bercanda ma, terus si fulan, pukul aku terus aku balas memukulnya,
eeh dia langsung katain mama ku masih kecil, ya udah aku tampar aja lagi mukanya, aku
bilang sama si fulan, kalau kamu marah sama aku, pukul dan katain aku aja, tapi jangan
kamu bawa-bawa mamaku, memangnya mamaku salah apa sama kamu?” cerita sang
anak yang mulai menangis.

“Terus..” tanya mama pada anaknya

“Terus kata si fulan, ya udah katain aja aku lagi, ya udah aku balas aja katain, dasar anak
tukang sate?!”

“Hush..!!kenapa kamu jadi ikutan si fulan, katain ayahnya?! Memang ayahnya salah apa
sama kamu?” tegur mama sedikit keras.

“Habis, fulan yang suruh aku balas ma?” bela sang anak.

“Kamu enggak suka, mama dikatain sama si fulan? Lalu kenapa kamu juga ikutan katain
ayahnya si fulan? Kamu kasihan sama mama, karena kamu enggak mau mama dibilang
seperti itu sama si fulan. Kasihan juga dunk, ayahnya si fulan yang enggak tahu apa-apa
dibawa oleh keributan kamu berdua. Itu berarti kamu tidak ada bedanya sama si fulan.
Harusnya tamparan itu sudah cukup, kamu berikan padanya, dan enggak usah lagi kamu
bawa orang tuanya.”

Dan terlihat air mata yang masih menggenang di sudut matanya yang masih menyimpan
rasa kesal, karena tidak ingin mamanya dibilang spt itu. Dan untuk mengalihkan
pikirannya

“Hayo, sekarang tidur sudah malam.” Alihkan mama dan disambut masih ada rasa kesal
terlihat diwajah anak tertuanya.

***

Sumber: Email dari Sahabat


muhammad aanx farhan 1:39 am on 22 April 2010 Permalink
kayaknya seneng tuh maen sama anak..??
jadi pengen uy..??

tary 9:16 am on 22 April 2010 Permalink


Didikan dan pelajaran yang baik untuk anak2….

erva kurniawan 1:39 am on 21 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Alloh Maha Mengetahui Yang Terbaik Untuk Hambanya

“Akhirnya ada juga Le Bis yang lewat. Kita pulang Le. Ya Allah, kok ya tega ya nda mau
berhenti. Sabar ya Le, insya Allah akan ada lagi Bis yang lewat. “

Bayi lelaki berumur sebelas bulan itu hanya tersenyum senyum mendengar perkataan
ibunya. Kembali Ibu itu melambaikan tangannya kepada Bis yang lewat tapi tetap saja
Bis itu tidak mau berhenti. Bayi itu tertawa, “Le…le…kok kamu bisa bisanya tertawa.”

Bayi lucu itu tidak mau tahu teriknya mentari saat itu.

“Alhamdulillah…ada juga yang berbaik hati mau berhenti.”

“Cepet Bu cepet!“ ujar kondektur.

“Ya Allah, Bis nya penuh Le, tapi ga apa apa, yang penting kita bisa pulang Le.“

“Jogja , jogja!“ teriak sang kondektur mencari penumpang.

“Lha wong sudah penuh sesak begini kok masih cari penumpang. “

“Mas! Pie toh mas, sesak begini kok“ salah seorang penumpang geram.

Tiba tiba bayi lelaki itu menangis. “Aduh Le, jangan nangis toh Le”

Tapi bayi itu makin keras tangisnya. Suasana panas saat itu makin membuat para
penumpang tidak nyaman, apalagi dengan kondisi penuh sesaknya manusia didalam bis
tersebut.

“Bu, anak e bisa disuruh diam nda sih?“ ujar salah seorang penumpang di sebelahnya.
“Maaf pak, maaf. “

“Huh, udah banyar mahal mahal, tapi kaya begini“ salah seorang lagi marah marah.

“Saya ini mau tidur, disuruh diam bisa nda sih“ ujar seorang ibu ibu gemuk
dibelakangnya.

“Hey, anak siapa itu, macet begini bikin pusing saja“ teriak pak sopir.

“Suruh turun saja pak sopir” teriak penumpang belakang.

“Iya, turuni saja. Wong sudah sesak begini kok“ tambah yang lain.

“Kalau anak itu nda mau diam, lebih baik kalian turun saja“ ujar pak kondektur.

“Bapak bapak, Ibu ibu, siapa yang nda setuju kalau ibu ini disuruh turun?“ tanya salah
seorang penumpang sambil berdiri.

Semua terdiam.

“Suruh turun saja“ salah seorang kakek berkata.

“Ibu turun saja disini. Cari bis yang lain saja“ kata kondektur.

“Maaf bapak bapak ibu ibu, kalau anak saya ini mengganggu, tapi anak ini kan masih
kecil, belum mengerti apa apa. Tolonglah kami. Tolong“

“Wah, nda bisa Bu, anak ibu ini main kenceng saja nangisnya. Disini banyak penumpang
yang mau istirahat“ tambah pak Kondektur.

Dengan tidak hormat, Ibu dan anak itu dipaksa turun dari bis.

“Ya Allah, kok ya ada manusia manusia seperti itu. Kok ya nda kasihan sama anak bayi
ini. Le, le, kamu tuh bikin susah ibumu saja le.“

Dengan tertatih, ibu itu mencoba menyetop mobil yang lewat saat itu sambil berjalan
berkilo-kilo meter. Dan sampai akhirnya.

“Lho, ibu mau kemana, sudah hampir gelap begini kok. Kasihan anaknya.“ Tanya sang
pengemudi.

“Maaf, dek. Boleh ibu menumpang sampai kota”

“Oh tentu tentu. Masuk Bu.“ jawab sang pengemudi.


“Ternyata masih ada anak muda baik hati seperti adik ini ya.” Si bayi itu tertawa tawa
ketika mereka menumpang dimobil itu.

“Ibu ini sebenarnya mau kemana toh?“ Tanya sang pengemudi.

“Saya mau ke Jogja, mau pulang.“

“Wah, kebetulan kalau begitu, saya juga mau kerumah mbah yang ada di Jogja. Kalau
begitu saya antar ibu sampai rumah, kasihan bayi ne.“ ujar sang pengemudi.

“Tapi saya masih bingung, kenapa kok ya bisa ibu ini sendirian ditengah sawah tadi?“

“Oh, saya itu juga bingung dek, kok ya ada orang yang tega menurunkan saya, gara gara
anak saya ini terus terusan nangis.“ jawab si Ibu

“Masa sih bu. Wah, kalau itu kebangetan toh bu.“ timpal sang pengemudi.

**

Beberapa jam kemudian.

“Wah, ada apa ya kok nda biasa biasanya macet begini. Mas mas, aqua nya satu mas.
Mas, ada apa toh mas, kok bisa macet begini ? panjang ya mas macet nya?“ tanya anak
muda itu.

“Wah iya mas, katanya ada kecelakaan bis didepan sana.“ jawab penjual minuman.

“Oh…terimas kasih ya..mas. Ini bu, kalau ibu haus.“

“Oh, ini toh bisnya, ya Allah bisnya hangus terbakar, oh pantes. Tabrakan dengan truk
besar.“ heran anak muda itu.

Prit prit prit, seorang polisi sedang mengatur jalannya arus lalu lintas yang macet itu.

“Pak ada yang selamat pak?“

“Kasihan dek, semua penumpang dan sopirnya tewas.“ jawab Polisi.

“Ya Allah, alhamdulillah. Le, kamu untung kamu nangis le.“ kata si Ibu

“Lha kok, ibu malah alhamdulillah wong ada musibah seperti ini kok.“ timpal sang
pengemudi

“Dek, ini lho dek bis yang ibu naiki itu.“


“Ha, yang bener toh bu? Ya Allah. Kalau begitu anak ibu ini sudah menyelamatkan ibu
lho. Itu adalah kasih sayang Allah bu, lewat anak ibu ini.”

“Ya..Allah, apa jadinya kalau saya dan anak saya masih menumpang bis itu ya…dek,
alhamdulillah Alhamdulillah.”

~ Diambil dari kisah nyata ~

Sesungguhnya Allah itu maha mengetahui apa apa yang terbaik untuk hambanya. karena
itu pandai pandailah mencari Hikmah dibalik sebuah musibah dan ingat lah selalu untuk
bersabar. Karena Allah selalu bersama orang orang yang sabar.

***

Sumber: tulisan sahabat

tary 4:46 pm on 22 April 2010 Permalink


Kita harus tetap yakin dibalik semua kejadian pasti da hikmahnya dan Allah selalu
memberikan yang terbaik untuk hambanya.Allah sangat menyayangi kita semua.

annisa 7:51 am on 23 April 2010 Permalink


nice story..Ya.. memang orang sabar di sayang Allah..

erva kurniawan 1:16 am on 19 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Harga Sebuah Baju

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian
sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu
menuju kantor Pimpinan Harvard University. Mereka meminta janji.

Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang
kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin
tidak pantas berada di Cambridge.

“Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard”, kata sang pria lembut.

“Beliau hari ini sibuk,” sahut sang Sekretaris cepat.

“Kami akan menunggu,” jawab sang Wanita.


Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan
tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak.

Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang
pemimpinnya.

“Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi,”
katanya pada sang Pimpinan Harvard. Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan
mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka.

Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar
kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvard, dengan wajah
galak menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama
di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu,
dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu
tempat di kampus ini. bolehkah?” tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak
terkejut. “Nyonya,” katanya dengan kasar, “Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap
orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan
seperti kuburan.”

“Oh, bukan,” Sang wanita menjelaskan dengan cepat, “Kami tidak ingin mendirikan tugu
peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard.”

Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan
pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, “Sebuah gedung?! Apakah kalian
tahu berapa harga sebuah gedung?! Kalian perlu memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya
untuk bangunan fisik Harvard.”

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia
bisa terbebas dari mereka sekarang.

Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan,”Kalau hanya sebesar itu biaya
untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?”

Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr.


dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto,
California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama
mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.

Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas
di AS.
Catatan:

Kita, seperti pimpinan Harvard itu, acap silau oleh baju, dan lalai. Padahal, baju hanya
bungkus, apa yang disembunyikannya, kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita
selalu abai, karena baju-baju, acap menipu.

***

Sumber: Email dari Sahabat

KutuBacaBuku 1:33 am on 19 April 2010 Permalink


hmm … ini kisah nyata sejarah terbentuknya Stanford yah ?? atau hanya anekdot ??

Klo ini kisah nyata, sepertinya banyak juga contoh2 lain seperti Bob Sadino ketika masuk
mall, dan tokoh2 lain. Miris memang … tp kan mereka sendiri yg rugi

zal daus 3:03 am on 22 April 2010 Permalink


bukan Alllah menyukai keindahan…..pakai lah yang pantas bagi kita yang tidak
menyiratkan kesombongan.

annisa 8:04 am on 23 April 2010 Permalink


ya.. memang kesederhanaan itu bagus untuk kita,
harga pakaian yg mahal dgn murah sama2 bermanfaat untuk menutup aurat..:D

sentrabaju 10:33 pm on 3 Mei 2010 Permalink


Kebanyakan orang hanya melihat orang lain dari fisiknya saja. padahal keunikan
seseorang bukan dari sisi fisiknya, tetapi dari hati dan perbuatannya. Orang dikenang
bukan dari baju yang dipakainya tetapi dari perbuatan yang dilakukannya.

erva kurniawan 1:01 am on 18 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Jangan Ada Dusta

oleh: Dewi Mar’atusshalihah”

“Sofi, carikan aku calon istri…”

Waaaaa…….. Gimana ini…, nyari kemana? Supermarket, Tanah Abang, Glodok, atau
Toko Kelontong? Emang Gampang kayak nyari kacang rebus, gitu? Enak aja…
Nyomblangin… Mau ngasih berapa sih prangkonya? he he, matre… Tapi bagaimanapun,
aku kan baik hati…cieeee…….

***

Ku obrak-abrik memori otakku. Ku buka album kenanganku, mulai dari yang di TK


hingga kini di kampusku. Ku bolak-balik buku telponku, kularik dari A sampai Z. Yang
mana yang cocok dengan Fahrur, rekan Rohisku. Ups…, Fatima Khairunnisa. Teman
SMAku di Yogya dulu.

Gadis manis berlesung pipit, dengan kacamata yang menambah cantik wajah ovalnya.
Yang memperkenalkanku untuk berjilbab, membawaku masuk Rohis, mengajariku
menjadi muslimah sejati. Temanku yang seindah namanya. Puteri kesayangan Nabi, yang
memang khairunnisa, sebaik-baik perempuan. Inilah sebaik-baik pilihan, untuk Fahrur.

***

Liburan mid-semester, aku pulang ke Yogya sebentar, yang juga untuk melanjutkan
misiku, mencarikan istri.

***

Parangtritis, pantai di sebelah selatan Yogyakarta. Karang yang menjulang, ombak yang
saling berkejaran di bawah birunya langit, yang katanya menjadi persemayaman Nyi
Roro Kidul, Ratu cantik Pantai Selatan, wallahu a’lam.

Namun, di tempat inilah kami bernostalgia, mengenang masa-masa di SMA, bersama


sobatku, calon mangsaku.

Setelah lelah berjalan, berlari, melompat dan melepaskan jerit ketika gulungan ombak
menghampiri kaki. Kami duduk bersisian berkiblatkan laut, diam membisu membiarkan
matahari tenggelam di lautan lepas, dalam gulungan buih putih di permukaan biru,
berkejaran dan terantuk pada sebongkah cadas, tak bosan-bosannya menyapa dan
membelai cadas sambil mengulang-ulang nyayiannya dalam irama yang datar.

Hanya jeritan camar yang menjadi pengiring irama abadi di pinggir pantai itu.
Kubayangkan, kehidupan manusia itu seperti benturan buih dan cadas.

Cadas telah mengukuhkan kekuatannya ketika dia terus menerus dibenturkan oleh besar
kecilnya riak buih yang menghantam. Tanpa jeda.

Manusia yang baik adalah manusia yang kuat seperti cadas. Jangan yakini kekuatan
manusia sebelum dibenturkan oleh realitas. Cadas telah tawakal dan pasrah diri untuk
menerima gempuran-gempuran buih kenyataan yang didorong oleh badai takdir.
Gempuran itu tak boleh melemahkan, meluluhkan ataupun menghancurkan.
Jadilah seperti cadas, gempuran menjadikannya lebih kuat dari sebelumnya.

“Kenapa nggak dengan kamu aja Sofi?”, tanyanya ketika dengan perlahan ku tawarkan
niatku untuk mencarikan istri rekan dakwahku.

Ku hanya tersenyum, dengan datar. Dan kembali kuyakinkan Nisa, bahwa ia adalah
makhluk-Nya, yang dikirimkan oleh-Nya, untuk menemani dan menguatkan langkah
dakwah sobatku.

Rembang mulai turun, setengah bola api dari semesta telah tenggelam di lautan barat.
Lapis awan oranye diam bermandi cahaya matahari yang makin lama makin lemah
sinarnya.

Sementara ratusan burung berkumpul mengitari awan itu, seakan salam penghormatan
terakhir pada hari yang sebentar lagi akan ditinggalkan.

Waktunya pulang, dengan membawa seribu perasaan lega di hati, atas persetujuan
sobatku.

***

Kulangkahkan kakiku memasuki pelataran rumah yang sudah tak asing lagi. tempat kami
berdua bercanda, bercengkerama sepulang sekolah dulu.

Pohon jambu itu masih ada.

Lima tahun yang lalu, aku nangkring diatas sana, memilih jambu yang telah ranum
memerah. Lalu tiba-tiba kuteriak dan terjatuh, karna seluruh tubuhku telah dipenuhi
semut Rangrang. Di teras itu, kami makan rujak bersama, hingga merah semua wajah
kami, penuh keringat, kepedasan.

Di teras itu, kini bersanding pemilik rumah itu, pemilik nama indah itu, Fatimah
Khairunnisa, bersama shobatku.

***

“Ono opo tho ‘Ndhuk, kok pulang dengan wajah mbesengut begitu…?”

Ku peluk Ibuku yang semakin menua, dengan rambut ditumbuhi uban satu-dua. Ingin ku
luapkan perasaanku, namun ku tak tega menambahi beban yang telah menggelayuti
wajah keriputnya.

“Yo wis, cepat mandi, lalu lihat aja di dapur, Ibu sudah masak sayur kesukaanmu…”

Ibu, ibu, Ini yang membuatku kangen untuk pulang terus.


Nasi liwet, Pindang goreng, Bening Jowo, dan tak bisa ketinggalan sambel terasi.

Wah, kalau sudah begini, Brad Pitt lewat pun aku tak peduli.

***

Malam ini, begitu nikmatnya ku berasyik masyuk menyapa-Mu

Di sajadah panjang ini, ku limpahkan semua derai tangisku

Tuhan, aku bukan Khadijah, Sang ummahatul mukminin, dengan sejuta talenta, yang
telah mengajukan diri mendampingi hidup Sang Rasul mulia.

Aku bukan Srikandi, sang Wanodya ayu tama ngambar arumming kusuma, yang
mempunyai mata nDamar kanginan, hidung mBawang tunggal, bulu mata nanggal
sepisan, dan pipi yang nDuren sejuing. Sehingga berani ngunggah-unggahi Arjuna.

Aku hanya gadis yang belajar dari seorang ibu yang berhati rembulan bersemangat
mentari, dan seorang ayah yang segarang singa selembut sutra.

Ku tak layak Tuhan.

Ku tatap dinding kamarku, terpampang besar sekali gambaran rencana masa depanku,
yang tersusun rapi dalam “Peta Hidup”, seperti yang diajarkan Bunda Marwah.

Kususuri kotak demi kotak umurku. Mataku terpaku pada kotak ke 26, di tahun 2007.
Ada dua point tertulis disana, S3, dan menikah. Kutulis sedikit footnote kecil disana “F”,
hanya itu.

Tuhan, maafkan hamba telah lancang. Bukan kuberniat mendahului qadha-Mu. Ini hanya
harapanku, rencanaku, inginku. Namun, keputusan-Mu, itu yang pasti.

Ku ambil Tip Ex. Tak boleh kutulis inisial apapun di kotak peta hidupku.

Tuhan, jangan biarkan ku menangisi perkara yang telah Kau jamin dan Kau tetapkan.
Namun permudahkan aku menangisi dosa dan kerinduanku pada-Mu. Nisa, hadiah
terindahku untuknya.

***

Petang menjelang, tasyakuran pernikahanpun usai.

Setelah tamu-tamu pulang, meninggalkan lelah sekaligus gembira kedua mempelai dan
keluarga, Fahrur segera menuju kamarnya, menyendiri, tergugu di atas sajadah. Lirih ia
bergumam; Sofi, semoga ini hadiah terindahmu. Semoga ku bisa menepis perasaan ini.
Ku takut memetikmu, ku tak layak disisimu. Cukup bagiku hadiahmu ini. Ku kan jaga,
istriku, pilihanmu, amanahmu.

Ku teringat akan puisi yang ku dapatkan dari temanmu, tentang surat cinta, yang
menyentakkan kesadaranku, mematahkan nyaliku untuk menyuntingmu.

(ehhh…puisi siapa ya ini….)

**

Wanita suci

Bagiku kau bukanlah bunga

Tak mampu aku samakan kau dengan bunga-bunga

Terindah dan terharum sekalipun

Bagiku manusia adalah mahluk terindah

Tersempurna dan tertinggi

Bagiku dirimu salah satu manusia terindah

Tersempurna dan tertinggi

Karenanya kau tak membutuhkan persamaan

Wanita Suci

Dengan menatapmu, telah membuatku terus mengingatmu

Dan memenuhi kepalaku dengan inginkanmu

Berimbas pada tersusunnya gambarmu dalam tiap dinding khayalku

Membuatku inginkan dirimu sepenuh hati, seluruh jiwa sesemangat mentari

Dirimu terlalu suci untuk hadir dalam khayalku

Yang penuh dengan lumpur…

Wanita suci

Menghabiskan waktu berdua denganmu bagai mimpi tak berujung


Menyentuhmu merupakan ingin diri, berkelebat selalu

Meski ujung penutupmupun tak pernah berani kusentuh

Jangan pernah kalah dengan mimpi dan inginku…

Karena aku biasa memakaikan topeng keindahan pada wajah burukku

Meniru pakaian para rahib, kiai dan ulama

Meski hatiku lebih kotor dari kubangan lumpur

Wanita suci

Beri sepenuh diri pada dia sang lelaki suci

Yang dengan sepenuh diri membawamu pada Ilahi

Untuknya dirimu ada

Tunggu sang lelaki suci menjemputmu

Atau kejar sang lelaki suci itu

Dialah hakmu, seperti dicontohkan ibunda Khadijah

Jangan ragu…, jangan malu…

Wanita suci

Bariskan harapanmu pada istikharah penuh ikhlas

Relakan Tuhan pilihkan lelaki suci bagimu

Mungkin sekarang atau nanti…

Bahkan mungkin tak ada, sampai kau mati

Karena kau terlalu suci,

untuk semua lelaki,

dalam permainan ini

Karena lelaki suci itu menantimu di istana kekal


Yang kau bangun dengan kekhusu’an ibadah

Wanita suci

Pilihan Tuhan tak selalu seindah inginmu

Tapi itulah pilihan-Nya

Tak ada yang lebih baik dari pilihan-Nya

Sang Kekasih Tertinggi

Tempat kita memberi semua cinta

Dan menerima cinta yang tak terhingga

Dalam tiap detik hidup kita

(untuk yg ada disana, Dia-lah Maha Pembuat Skenario Terbaik, biarlah Dia yang
menentukan)

***

telah diterbitkan di majalah KUBAH, Agustus 2005

erva kurniawan 3:27 am on 5 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Doa Kang Suto

Pernah saya tinggal di Perumnas Klender. Rumah itu dekat mesjid yang sibuk. Siang
malam orang pada ngaji. Saya tak selalu bisa ikut. Saya sibuk ngaji yang lain.

Lingkungan sesak itu saya amati. Tak cuma di mesjid. Di rumah-rumah pun setiap habis
magrib saya temui kelompok orang belajar membaca Al Quran. Anak-anak, ibu-ibu dan
bapak-bapak, di tiap gang giat mengaji. Ustad pun diundang.

Di jalan Malaka bahkan ada kelompok serius bicara sufisme. Mereka cabang sebuah
tarekat yang inti ajarannya berserah pada Tuhan. Mereka banyak zikir. Solidaritas mereka
kuat. Semangat agamis, pendeknya, menyebar di mana-mana.

Dua puluh tahun lebih di Jakarta, tak saya temukan corak hidup macam itu sebelumnya.
Saya bertanya: gejala apa ini?
Saya tidak heran Rendra dibayar dua belas juta untuk membaca sajak di Senayan. Tapi,
melihat Ustad Zainuddin tiba-tiba jadi superstar pengajian (ceramahnya melibatkan
panitia, stadion, puluhan ribu jemaah dan honor besar), sekali lagi saya dibuat bertanya:
jawaban sosiologis apa yang harus diberikan buat menjelaskan gairah Islam, termasuk di
kampus-kampus sekular kita? Benarkah ini wujud santrinisasi?

Di Klender yang banyak mesjid itu saya mencoba menghayati keadaan. Sering ustad
menasihati, “Hiasi dengan bacaan Quran, biar rumahmu teduh.”

Para “Unyil” ke mesjid, berpici dan ngaji. Pendeknya, orang seperti kemarok terhadap
agama.

Dalam suasana ketika tiap orang yakin tentang Tuhan, muncul Kang Suto, sopir bajaj,
dengan jiwa gelisah. Sudah lama ia ingin salat. Tapi salat ada bacaan dan doanya. Dan
dia tidak tahu. Dia pun menemui pak ustad untuk minta bimbingan, setapak demi setapak.

Ustad Betawi itu memuji Kang Suto sebagai teladan. Karena, biarpun sudah tua, ia masih
bersemangat belajar. Katanya, “Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena amal tanpa ilmu
tak diterima. Repotnya, malaikat yang mencatat amal kita cuma tahu bahasa Arab. Jadi
wajib kita paham Quran agar amal kita tak sia-sia.”

Setelah pendahuluan yang bertele-tele, ngaji pun dimulai. Alip, ba, ta, dan seterusnya.
Tapi di tingkat awal ini Kang Suto sudah keringat dingin. Digebuk pun tak bakal ia bisa
menirukan pak ustad. Di Sruweng, kampungnya, ‘ain itu tidak ada. Adanya cuma ngain.
Pokoknya, kurang lebih, ngain.

“Ain, Pak Suto,” kata Ustad Bentong bin H. Sabit.

“Ngain,” kata Kang Suto.

“Ya kaga bisa nyang begini mah,” pikir ustad.

Itulah hari pertama dan terakhir pertemuan mereka yang runyem itu. Tapi Kang Suto tak
putus asa. Dia cari guru ngaji lain. Nah, ketemu anak PGA. Langsung Kang Suto
diajarinya baca Al-Fatihah.

“Al-kham-du …,” tuntun guru barunya.

“Al-kam-ndu …,” Kang Suto menirukan. Gurunya bilang, “Salah.”

“Alkhamdulillah …,” panjang sekalian, pikir gurunya itu.

“Lha kam ndu lilah …,” Guru itu menarik napas. Dia merasa wajib meluruskan. Dia
bilang, bahasa Arab tidak sembarangan. Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena
mengubah arti Quran.
Kang Suto takut. “Mau belajar malah cari dosa,” gerutunya.

Ia tahu, saya tak paham soal kitab. Tapi ia datang ke rumah, minta pandangan keagamaan
saya.

“Begini Kang,” akhirnya saya menjawab. “Kalau ada ustad yang bisa menerima ngain,
teruskan ngaji. Kalau tidak, apa boleh buat. Salat saja sebisanya. Soal diterima tidaknya,
urusan Tuhan. Lagi pula bukan bunyi yang penting. Kalau Tuhan mengutamakan ain,
menolak ngain, orang Sruweng masuk neraka semua, dan surga isinya cuma Arab
melulu.” Kang Suto mengangguk-angguk.

Saya ceritakan kisah ketika Nabi Musa marah pada orang yang tak fasih berdoa. Beliau
langsung ditegur Tuhan. “Biarkan, Musa. Yang penting ketulusan hati, bukan kefasihan
lidahnya.”

“Sira guru nyong,” (kau guruku) katanya, gembira.

Sering kami lalu bicara agama dengan sudut pandang Jawa. Kami menggunakan sikap
semeleh, berserah, pada Dia yang Mahawelas dan Asih. Dan saya pun tak berkeberatan ia
zikir, “Arokmanirokim,” (Yang Pemurah, Pengasih).

Suatu malam, ketika Klender sudah lelap dalam tidurnya, kami salat di teras mesjid yang
sudah tutup, gelap dan sunyi. Ia membisikkan kegelisahannya pada Tuhan.

“Ya Tuhan, adakah gunanya doa hamba yang tak fasih ini. Salahkah hamba, duh Gusti,
yang hati-Nya luas tanpa batas.”

Air matanya lalu bercucuran. Tiba-tiba dalam penglihatannya, mesjid gelap itu seperti
mandi cahaya. Terang-benderang. Dan kang Suto tak mau pulang. Ia sujud, sampai pagi.

***

Mohammad Sobary, Editor, No.21/Thn.IV/2 Februari 1991

Sumber: Email dari Sahabat

annisa 3:54 pm on 15 April 2010 Permalink


subhanallah.. cerita yg bagus..,
semoga kita tidak berputus asa dari Rahmat Allah..,
karena sbg manusia biasa tentu kita banyak kekurangan
dlm mencari ilmu-Nya, dan semoga Allah memaafkan kita smua amiin…

erva kurniawan 3:11 am on 4 April 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Tawakal Dan Ikhtiar

Secara singkat AA Gym menyatakan bahwa manusia harus Tawakal, harus percaya
bahwa Allah SAW itu sangat sayang kepada Umat Manusia, oleh karena itu telah
menyediakan segala yang ada di bumi ini untuk keperluan manusia.

Tapi menurut AA Gym manusia tidak cukup hanya Tawakal. Karena Allah juga tidak
suka kepada manusia yang tidak berupaya, tidak ber-Ikhtiar.

Dicontohkan oleh AA Gym bahwa manusia itu hendaknya memperhatikan apa yang
dilakukan oleh seekor cecak ketika dia harus menghidupi dirinya mencari makan.

Cecak itu adalah binatang yang melata, merayap, padahal makanannya adalah nyamuk
(binatang yang bisa terbang).

Teryata cecak itu tetap tawakal, dia percaya Allah tidak akan menyia nyiakan dia tanpa
makanan di dunia ini, tapi cecak juga mengerti bahwa untuk tetap dapat hidup, tidak
cukup hanya tawakal. Bila hanya berbekal Tawakal, maka dia tak akan bisa menangkap
cecak yang selalu terbang.

Jadi apa yang harus dibuat nya selain tawakal? Nah cecak harus berusaha (Ikhtiar), dia
akan berupaya mengejar nyamuk yang dapat terbang.

Bagaimana caranya? Cecak lalu bertindak seolah olah dia itu benda mati, kadang kadang
secara diam diam dia juga harus merayap. Semua perbuatannya itu dilakukan dengan hati
hati, supaya nyamuk tidak sadar, bahwa didekat nya ada seekor cecak yang siap
menyergapnya.

Setelah ada nyamuk yang betul betul dekat, maka HAP, lalu ditangkap. (ingat lagu anak2
berjudul cecak cecak didinding?).

Lalu AA Gym juga mencontohkan bagaimana seorang sosok manusia yang telah
mengikuti langkah langkah seperti cecak.

Seorang manusia yang percaya (tawakal) tapi dia juga berikhtiar

Adalah seorang penjual mangga, dia percaya bahwa semua perbuatan yang didasari
dengan tawakal pasti disenangi oleh Allah, tapi dia tidak semata mata mengandalkan ke-
tawakalannya tersebut, dia juga berikhtiar.

Pagi pagi setelah sholat subuh, dia lap satu persatu mangga mangga yang hendak di jual
nya (supaya sedap dipandang mata), setelah itu ditatanya mangga mangga itu dalam
tumpukan yang tersusun dengan baik di keranjang yang hendak dipikulnya.
Sang istri melihat kerajinan suaminya mempersiapkan dagangan nya itu, ketika suami
berangkat, sang istri mendoakan semoga rezeki dilimpahkan Allah kepada suami nya
yang tawakal dan rajin itu.

Dipasar, pedagang mangga itu tidak hanya sendirian, disebelah kanan dan kiri banyak
juga penjual mangga seperti halnya dia yang sedang berupaya mencari sesuap nasi.

Bila ada seorang ibu atau bapak yang mampir di tempat dagang nya, maka pedagang kita
ini melayani dengan sopan, tidak marah bila ditawar oleh calon pembeli, dan tidak juga
kesal bila ternyata pembeli itu tidak jadi membeli, atau malah akhirnya membeli di lapak
sebelahnya.

Dalam hati nya si pedagang berkata, saya telah berikhtiar sebaik-baiknya, saya pun
tawakal, bahwa Allah senantiasa memperhatikan rezeki saya, maka ketika sore tiba,
pulang lah dia kerumah, disambut oleh sang istri, yang menanyakan bagaimana
peruntungan hari ini.

Pedagang kita menjawab, alhamdulillah bu, tidak ada yang beli, tapi saya sudah puas bu,
tidak ada satu kali pun pikiran saya buruk, tak satu patah kata yang kasar keluar dari
mulut saya, sebaliknya saya telah melayani para calon pembeli dengan ramah, hati
mereka rata-rata terhibur oleh keramahan saya, saya telah berhasil membuang jauh jauh
rasa dengki saya kepada pedagang disebelah, ketika pembeli yang semula menawar
manggaku, ternyata membeli dari lapak nya. Saya telah berbuat banyak kebaikan bu, tapi
tidak satupun Mangga kita terjual.

Maka istrinya pun membalas, alhamdulillah Pak, itu lah rezeki kita.

Maka mereka berdua mengucapkan doa syukur, kepada Allah SAW.

Namun, tak berapa lama kemudian datang lah anak mereka, dengan berteriak teriak
gembira, “Bapak, Ibu, alhamdulillah saya telah terpilih sebagai mahasiswa yang
mendapat beasiswa”.

Nah, rezeki bukan hanya berbentuk uang, rezeki bisa berbentuk apa saja, dan ternyata
rezeki itu tidak harus datang melalui diri kita, tapi dapat saja melalui anak kita, melalui
istri kita, bahkan melalui orang tua kita.

rezeki bisa berupa kesehatan

rezeki bisa berupa kerukunan keluarga

rezeki bisa berbentuk bea siswa yang diterima oleh anak

***

Sumber: Email dari Sahabat


erva kurniawan 3:01 pm on 23 Maret 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Yang Tidak Bisa Diucapkan Ayah

Biasanya, bagi seorang anak perempuan yang sudah dewasa, yang sedang bekerja
diperantauan,atau yang ikut suaminya merantau di luar kota atau luar negeri, yang sedang
bersekolah atau kuliah jauh dari kedua orang tuanya.

Akan sering merasa kangen sekali dengan Mamanya. Lalu bagaimana dengan Papa?

Mungkin karena Mama lebih sering menelepon untuk menanyakan keadaanmu setiap
hari, tapi tahukah kamu, jika ternyata Papa-lah yang mengingatkan Mama untuk
menelponmu? Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Mama-lah yang lebih sering
mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Papa bekerja
dan dengan wajah lelah Papa selalu menanyakan pada Mama tentang kabarmu dan apa
yang kau lakukan seharian?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil. Papa biasanya mengajari putri
kecilnya naik sepeda. Dan setelah Papa mengganggapmu bisa, Papa akan melepaskan
roda bantu di sepedamu. Kemudian Mama bilang : “Jangan dulu Papa, jangan dilepas
dulu roda bantunya”

Mama takut putri manisnya terjatuh lalu terluka.

Tapi sadarkah kamu? Bahwa Papa dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan
menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI
BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Mama
menatapmu iba. Tetapi Papa akan mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tapi
tidak sekarang” Tahukah kamu, Papa melakukan itu karena Papa tidak ingin kamu
menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi?

Saat kamu sakit pilek, Papa yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak
dengan berkata : “Sudah di bilang! kamu jangan minum air dingin!”.

Berbeda dengan Mama yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut.


Ketahuilah, saat itu Papa benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja. Kamu mulai menuntut pada Papa untuk dapat izin
keluar malam, dan Papa bersikap tegas dan mengatakan: “Tidak boleh!”. Tahukah kamu,
bahwa Papa melakukan itu untuk menjagamu? Karena bagi Papa, kamu adalah sesuatu
yang sangat – sangat luar biasa berharga. Setelah itu kamu marah pada Papa, dan masuk
ke kamar sambil membanting pintu.

Dan yang datang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalahMama.
Tahukah kamu, bahwa saat itu Papa memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam
batinnya, Bahwa Papa sangat ingin mengikuti keinginanmu, Tapi lagi-lagi dia HARUS
menjagamu?

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah
untuk menemuimu, Papa akan memasang wajah paling cool sedunia. :’) Papa sesekali
menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu. Sadarkah
kamu, kalau hati Papa merasa cemburu?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Papa melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar
rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang
dilakukan Papa adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang
sangat khawatir. Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut – larut. Ketika melihat putri
kecilnya pulang larut malam hati Papa akan mengeras dan Papa memarahimu.. .

Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Papa akan segera datang?
“Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Papa”

Setelah lulus SMA, Papa akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau
Insinyur. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Papa itu semata – mata
hanya karena memikirkan masa depanmu nanti. Tapi toh Papa tetap tersenyum dan
mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Papa

Ketika kamu menjadi gadis dewasa. Dan kamu harus pergi kuliah dikota lain. Papa harus
melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Papa terasa kaku untuk
memelukmu? Papa hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini – itu, dan menyuruhmu
untuk berhati-hati. Padahal Papa ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu
erat-erat. Yang Papa lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan
menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”. Papa melakukan itu
semua agar kamu KUAT, kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang
pertama yang mengerutkan kening adalah Papa. Papa pasti berusaha keras mencari jalan
agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain. Ketika permintaanmu
bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Papa tahu ia tidak bisa memberikan yang
kamu inginkan.

Kata-kata yang keluar dari mulut Papa adalah : “Tidak. Tidak bisa!” Padahal dalam batin
Papa, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Papa belikan untukmu”. Tahukah
kamu bahwa pada saat itu Papa merasa gagal membuat anaknya tersenyum?
Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Papa adalah orang pertama yang berdiri
dan memberi tepuk tangan untukmu. Papa akan tersenyum dengan bangga dan puas
melihat “putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi
seseorang”

Sampai saat seorang teman Lelakimu datang ke rumah dan meminta izin padaPapa untuk
mengambilmu darinya. Papa akan sangat berhati-hati memberikan izin.. Karena Papa
tahu. Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti.

Dan akhirnya. .

Saat Papa melihatmu duduk di Panggung Pelaminan bersama seseorang Lelaki yang di
anggapnya pantas menggantikannya, Papa pun tersenyum bahagia. Apakah kamu
mengetahui, di hari yang bahagia itu Papa pergi kebelakang panggung sebentar, dan
menangis? Papa menangis karena papa sangat berbahagia, kemudian Papa berdoa. Dalam
lirih doanya kepada Tuhan, Papa berkata: “Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik.
Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita yang cantik. Bahagiakanlah ia
bersama suaminya. “

Setelah itu Papa hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang
sesekali datang untuk menjenguk. Dengan rambut yang telah dan semakin memutih. Dan
badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya. Papa telah
menyelesaikan tugasnya.

Papa, Ayah, Bapak, atau Abah kita. Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat.
Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis. Dia harus terlihat tegas bahkan saat
dia ingin memanjakanmu. Dan dia adalah yang orang pertama yang selalu yakin bahwa
“KAMU BISA” dalam segala hal..

Saya mendapatkan notes ini dari seorang teman, dan mungkin ada baiknya jika aku
kembali membagikannya kepada teman-teman ku yang lain.

Tulisan ini aku dedikasikan kepada teman-teman wanita ku yang cantik, yang kini sudah
berubah menjadi wanita dewasa serta ANGGUN, dan juga untuk teman-teman pria ku
yang sudah ataupun akan menjadi ayah yang HEBAT !

Yup, banyak hal yang mungkin tidak bisa dikatakan Ayah / Bapak / Romo / Papa / Papi
kita. tapi setidaknya kini kita mengerti apa yang tersembunyi dibalik hatinya.

***

Dari email teman

teguh prayoga 11:28 am on 28 Maret 2010 Permalink


Bapak ku pergi meninggalkan kami sekeluarga. . .:(

Hendra 4:00 pm on 30 Maret 2010 Permalink


Allah hu akbar

rizky TheFallen 12:56 am on 5 April 2010 Permalink


subhanallah, jadi pengen nangis. walaupun gw cowok :’)

yudhy 8:38 pm on 6 April 2010 Permalink


itulah yang terjadi padaku saat ini, bahkan dari saya kecil sampai saya dewasa blum
pernah sekalipun beliau memukul saya dan kakak dan adik ku,beliau mengajarkan kami
dengan lemah lembut tanpa kekerasan
I love forever my parent

reeza 11:33 pm on 4 Mei 2010 Permalink


Menyentuhh..mengingatkan akan papaku yg mati2an membanting tulang. ♡ u pah ☺ …

erva kurniawan 7:46 am on 21 Maret 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Santri dan Kyai

Si Santri dan Si Kyai

Ada seorang Santri suatu hari datang kepada kyai. Santri ini berpendidikan umum
progresif. Sedangkan Si Kyai adalah seorang otodidak agama yang aktif. Si Santri
memahami Islam secara tekstual. Sedangkan Si Kyai sebaliknya, mencerna agama ini
secara kontekstual. Si Santri muda ini meletup-letup semangatnya. Sedangkan Si Kyai
setengah baya ini yang tinggal di desa menonjol sikap tawadhu’-nya terutama terhadap
ilmu.

Sekali waktu Santri tersebut mengusulkan sebuah seminar ilmiah kepada sang kyai di
pondoknya. Seraya mengapit sehelai stofmap berisi proposal ketik apik komputer,
mahasiswa yang pernah mengaji pada kyai ini menyodorkan topik bahasan bertema
Telaah Kritis Atas Hadits Bukhari.

“Saya yakin peminatnya pasti banyak, kyai. Sebab, ini khan memang lagi trend-nya!,”
ujar si Santri berapi-api.

“Anak muda,” sahut Si Kyai, “Tema itu terlalu sombong untuk diangkat. Apakah kita
sudah mengaca diri, siapa sih kita ini, kok mentang-mentang mau mengkritik Bukhari.”
Kemudian Si Kyai melanjutkan penuturannya, bahwa betapa Imam Bukhari (wafat tahun
256 H) memang sudah pernah dikritik oleh para ulama hadits sekaliber berat, seperti
Darqutny (wafat tahun 385 H), Al-Ghassany (wafat tahun 365 H), dan pakar ilmu-ilmu
hadits lainnya. Tiga abad kemudian Ibnu Shalah (wafat tahun 643 H) dan Imam Nawawi
(wafat tahun 676 H) juga melakukan hal yang sama, yaitu mengkaji dan menguji
kodefikasi karya Bukhari dan akhirnya mereka sepakat memutuskan bahwa Shahih
Bukhari merupakan kitab paling otentik sesudah Al-Qur’an. Para ahli mengakui bahwa
abad III dan VI adalah merupakan masa matang dan suburnya karya ilmiah, terutama di
bidang studi hadits.

Si Santri kemudian menyela, “Tapi kyai, berdasarkan fakta, ada beberapa hadits di dalam
Bukhari yang tidak sejalan dengan logika dan tak relevan dengan sejarah. Bahkan ada
yang bertentangan dengan sains modern.”

Si Kyai pun lalu menjawab, “Hadits-hadits riwayat bukhari itu sejalan dengan logika.
Jika kamu tak paham, barangkali logikamu sendiri yang belum cukup peka untuk
menangkapnya. Pikiran seperti itu mirip telaah para orientalis yang hanya berdasarkan
prakonsepsi. Justru menurut saya, metodologi hadits yang dikembangkan Bukhari dalam
seleksi mata rantai perawi yang begitu njlimet (kompleks) merupakan khazanah kita yang
paling besar. Sesuatu yang (apalagi saat itu) jarang dikerjakan oleh ahli sejarah manapun
dalam menelusuri sumber-sumber berita. Sebuah karya monumental yang tak
tertandingi!.”

Dengan agak menyesal, Si Santri muda itu berkata lagi, “Lantas topik apa pula yang
cocok untuk seminar, biar kelihatan wah begitu?.”

Si Kyai menyahut :

“Bikinlah seminar di dalam dirimu sendiri, dengan tema yang pas mungkin Sudah Sejauh
Mana Kita Merealisasikan Sunnah Nabi Dalam Kehidupan Sehari-hari. Barangkali
refleksi seperti ini akan lebih bermanfaat ketimbang kamu harus mengerjakan yang
muluk-muluk, tak ketahuan juntrung faedahnya. Malahan dampaknya dapat diduga lebih
dahulu, yaitu akan membuat orang awam jadi kian bingung.”

Sadar disindir, Si Santri hanya tersenyum kecut. Mengakhiri nasehatnya, Si Kyai berkata,
“Anak muda!, jadilah penyuluh tuntunan, jangan jadi tontonan.” Si Santri tersebut
akhirnya kembali bermukim di desa dan menekuni kitab kuning.

***

[Disarikan dari Sorotan Cahaya Ilahi, M.Baharun, cetakan I, 1995, penerbit Pustaka
Progressif, Surabaya]
erva kurniawan 6:26 am on 18 Maret 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Dan Bulan Pun Telah Terbelah

Allah berfirman, “Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah” (Q.S.
Al-Qamar: 1)

Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur’an ini menyebabkan
masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ?? Di bawah ini adalah kisahnya:

Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-
Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari
surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut: Tentang ayat ini, saya
akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di
Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada
yang muslim dan ada juga yang bukan muslim.

Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an. Salah
seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah
menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah]
mengandung mukjizat secara ilmiah?

Maka saya menjawabnya, “Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu
pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak
bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang
terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai pembenaran
atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Dan mukjizat yang
kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai
hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah
kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu
memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala
sesuatu.

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah
bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-
orang musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba
tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan
kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?”

Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan?”. Mereka menjawab, “Coba belah
bulan.”
Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya.
Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka
Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan
sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, “Muhammad,
engkau benar-benar telah menyihir kami!” Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir,
memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa
menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-
orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju
keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika
datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang
musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?”Mereka
menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi
dua dan saling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali.”

Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh
karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya, “Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah
terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi
berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka
mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar
telah tetap ….sampai akhir surat Al-Qamar.

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya
Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga
Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-
Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??”

Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati.”

Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi
muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-
makna Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku
membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-
Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun
membacanya, “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah…”

Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa
terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa
melakukan hal itu? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya
dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari.

Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam
pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu
ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa
AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu
besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia
sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan.
Presenter pun berkata, ” Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah
lebih banyak berguna”. Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya
dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada
banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi
pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka
pengembangan kehidupan manusia.

Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di
bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak
kurang dari 100 juta dollar.

Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi
ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?” Mereka pun
menjawab, “Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di
bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri,
maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana
lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan
dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian
telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, “Ternyata bulan
pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!!

Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab,
“Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan
bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk
menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika
memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali”.

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun
turun dari kursi dan berkata, “Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri
Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah
mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih,
hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak
mungkin salah … Maka aku pun berguman, “Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf
Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar, dan … saat itu adalah awal aku menerima dan
masuk Islam.

***

Sumber: Email dari Sahabat

erva kurniawan 6:07 am on 17 Maret 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Anugerah Terindah

Jika kita bertanya kepada Siti Masyithoh, “Anugerah terindah apa yang pernah kau
miliki?”. Maka Siti Masyithoh pasti akan menjawab “Sisir! Karena dengan sisir lah aku
bisa membela ketauhidanku terhadap Fir’aun sehingga Fir’aun menyiapkan sebuah
tempat pembakaran unutk merebusku hingga lebur semua tulang-tulangku. Dan semua
karena Allah semata”

Jika kita bertanya kepada Bilal bin Rabbah, “Anugerah terindah apa yang pernah kau
miliki?”, Maka Bilal pasti akan menjawab “Suara! Karena dengan suaraku ini aku bisa
mengumandangkan dan menggemakan adzan keseluruh pelosok negeri mengajak orang-
orang untuk sholat. Dan semua karena Allah semata.”

Jika kita bertanya kepada Faris ‘Audah (seorang bocah Palestina) “Anugerah terindah apa
yang pernah kau miliki?” Maka dia pasti akan menjawab “Batu! Karena dengan
bersenjatakan batu inilah aku berjihad menghadapi yahudi laknatullah hingga akhirnya
sebuah peluru menerjang dan menjatuhkan ku. Dan semua karena Allah semata.”

Bagaimana jika pertanyaan itu kemudian ditanyakan kepada kita?

“Anugerah terindah apa yang pernah kumiliki?”

Bisakah kita menjawabnya? Atau kita hanya terdiam dan tersenyum tidak tahu mesti
menjawab apa.

Sungguh orang-orang yang telah mendahului kita telah memberikan contoh yang begitu
jelas. Semua nikmat dan anugerah yang kita punya akan menjadi “Anugerah Terindah”
kita apabila kita menggunakannya di jalan Allah.

Allah memberi kita suara yang indah nan merdu, tapi pernahkah suara kita itu
mengumandangkan adzan? atau pernahkan untuk tilawah Al-Qur’an? atau hanya sebuah
pekik takbir “Allahu akbar!!” ? atau jangan-jangan suara kita justru menjadi sumber
bencana kita? justru menjadi pengantar kita ke neraka? Na’udzubillah min Dzalik.

Allah memberi kita anugerah-anugerah yang berbeda-beda. Lalu ada sebuah pertanyaan :
“Apa anugerah terindah yang pernah kumiliki?”

***

Sumber: Email dari Sahabat

julia nanda 4:45 pm on 22 Maret 2010 Permalink


y,,,memang benar,saya tdk tau ingin menjawab apa?karena saya blm berbuat apapun
dijalan Allah,,saya merasa tidak berguna,,,
erva kurniawan 5:15 am on 14 Maret 2010 Permalink | Balas
Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Usai Menyaksikan Jenazah Raja Fahd, Seorang Pendeta Italia Masuk Islam

Hidayah Allah datangnya tidak bisa diraba-raba. Apabila Allah menghendaki maka ia
akan mendatangi hamba yang berbahagia itu. Demikianlah kisah seorang pendeta asal
Italia.

Seorang pendeta terkenal di Italia mengumumkan masuk Islam setelah menyaksikan


jenazah raja Arab Saudi, Fahd bin Abdul Aziz, untuk kemudian mengucapkan dua
kalimat syahadat. Hal itu terjadi setelah ia melihat betapa sederhananya prosesi
pemakaman jenazah yang jauh dari pengeluaran biaya yang mahal dan berlebihan.

Sang mantan pendeta telah mengikuti secara seksama prosesi pemakaman sang Raja yang
bersamaan waktunya dengan jenazah yang lain. Ia melihat tidak ada perbedaan sama
sekali antara kedua jenazah tersebut. Keduanya sama-sama dishalatkan dalam waktu
yang bersamaan.

Pemandangan ini meninggalkan kesan mendalam tersendiri pada dirinya sehingga


gambaran persamaan di dalam Islam dan betapa sederhananya prosesi pemakaman yang
disaksikan oleh seluruh dunia di pekuburan ‘el-oud’ itu membuatnya masuk Islam dan
merubah kehidupannya. Tidak ada perbedaan sama sekali antara kuburan seorang raja
dan penguasa besar dengan kuburan rakyat jelata. Karena itulah, ia langsung
mengumumkan masuk Islam.

Salah seorang pengamat masalah dakwah Islam mengatakan, kisah masuk Islamnya sang
pendeta tersebut setelah sekian lama perjalanan yang ditempuh mengingatkan pada upaya
besar yang telah dikerahkan di dalam mengenalkan Islam kepada sebagian orang-orang
Barat. Ada seorang Da’i yang terus berusaha sepanjang 15 tahun untuk berdiskusi dengan
pendeta ini dan mengajaknya masuk Islam. Tetapi usaha itu tidak membuahkan hasil
hingga ia sendiri menyaksikan prosesi pemakaman Raja Fahd yang merupakan pemimpin
yang dikagumi dan brilian. Baru setelah itu, sang pendeta masuk Islam.

Sang Muslim baru yang mengumumkan keislamannya itu pada hari prosesi pemakaman
jenazah pernah berkata kepada Dr al-Malik, “Buku-buku yang kalian tulis, surat-surat
kalian serta diskusi dan debat yang kalian gelar tidak bisa mengguncangkanku seperti
pemandangan yang aku lihat pada pemakaman jenazah raja Fahd yang demikian
sederhana dan penuh toleransi ini.”

Ia menambahkan, “Pemandangan para hari Selasa itu akan membekas pada jiwa banyak
orang yang mengikuti prosesi itu dari awal seperti saya ini.”
Ia meminta agar kaum Muslimin antusias untuk menyebarkan lebih banyak lagi
gambaran toleransi Islam dan keadilannya agar dapat membekas pada jiwa orang lain. Ia
menegaskan, dirinya telah berjanji akan mengerahkan segenap daya dan upaya dari sisa
usianya yang 62 tahun in untuk menyebarkan gambaran Islam yang begitu ideal. Semoga
Allah menjadikan keislamannya berkah bagi alam semesta.(istod/AH)

***

http://www.alsofwah.or.id

Sumber: Email dari Sahabat

Salahuddin 11:41 am on 19 Maret 2010 Permalink


Cerita beginian sdh usang, jangan selalu menyebarluaskan berita “mualaf”, nggak perlu
promosi, sbg umat muslim saya tdk merasa bangga sih. Terutama krn banyak juga
muslim yg pindah ke agama lain, juga “muslim (mengaku muslim)” namun menyebarkan
kebencian spt Hizbuth Tahir, FPI, Lasjkar Jihad dan teroris yg berkedok muslim untuk
membenarkan tindakan radikalnya.

Abdullah 4:26 pm on 23 April 2010 Permalink


hai salahuddin…jangan berburuk sangka…

angkasa 2:46 pm on 25 Mei 2010 Permalink


tidak perlu orang besar masuk islam untuk bisa menunjukkan kebesaran islam!

erva kurniawan 4:48 am on 13 Maret 2010 Permalink | Balas


Tags: cerita islami ( 261 ), cerita nasehat ( 313 ), cerita teladan ( 334 ), kisah islami
( 247 ), kisah teladan ( 331 ), kumpulan kisah teladan ( 263 )
Kisah Seorang Pemeriksa Pajak Melawan Korupsi

Sebagai pegawai Departemen Keuangan, saya tidak gelisah dan tidak kalang kabut akibat
prinsip hidup korupsi. Ketika misalnya, tim Inspektorat Jenderal datang, BPKP datang,
BPK datang, teman-teman di kantor gelisah dan belingsatan, kami tenang saja. Jadi
sebenarnya hidup tanpa korupsi itu menyenangkan sekali.Hidup tidak korupsi itu
sebenarnya lebih menyenangkan. Meski orang melihat kita sepertinya sengsara, tapi
sebetulnya lebih menyenangkan. Keadaan itu paling tidak yang saya rasakan langsung.

Saya Arif Sarjono, lahir di Jawa Timur tahun 1970, sampai dengan SMA di Mojokerto,
kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dan selesai pada 1992.
Pada 17 Oktober 1992 saya menikah dan kemudian saya ditugaskan di Medan. Saya
ketika itu mungkin termasuk generasi pertama yang mencoba menghilangkan dan
melawan arus korupsi yang sudah sangat lazim. Waktu itu pertentangan memang sangat
keras. Saya punya prinsip satu saja, karena takut pada Allah, jangan sampai ada rezeki
haram menjadi daging dalam diri dan keturunan. Itu saja yang selalu ada dalam hati saya.
Kalau ingat prinsip itu, saya selalu menegaskan lagi untuk mengambil jarak yang jelas
dan tidak menikmati sedikit pun harta yang haram. Syukurlah, prinsip itu bisa didukung
keluarga, karena isteri juga aktif dalam pengajian keislaman. Sejak awal ketika menikah,
saya sampaikan kepada isteri bahwa saya pegawai negeri di Departemen Keuangan,
meski imej banyak orang, pegawai Departemen Keuangan kaya, tapi sebenarnya tidak
begitu. Gaji saya hanya sekian, kalau mau diajak hidup sederhana dan tanpa korupsi, ayo.
Kalau tidak mau, ya sudah tidak jadi.

Dari awal saya sudah berusaha menanamkan komitmen kami seperti itu. Saya juga sering
ingatkan kepada isteri, bahwa kalau kita konsisten dengan jalan yang kita pilih ini, pada
saat kita membutuhkan maka Allah akan selesaikan kebutuhan itu. Jadi yang penting
usaha dan konsistensi kita. Saya juga suka mengulang beberapa kejadian yang kami
alami selama menjalankan prinsip hidup seperti ini kepada istri. Bahwa yang penting bagi
kita adalah cukup dan berkahnya, bahwa kita bisa menjalani hidup layak. Bukan berlebih
seperti memiliki rumah dan mobil mewah.

Menjalani prinsip seperti ini jelas banyak ujiannya. Di mata keluarga besar misalnya,
orangtua saya juga sebenarnya mengikuti logika umum bahwa orang pajak pasti kaya.
Sehingga mereka biasa meminta kami membantu adik-adik dan keluarga. Tapi kami
berusaha menjelaskan bahwa kondisi kami berbeda dengan imej dan anggapan orang.
Proses memberi pemahaman seperti ini pada keluarga sulit dan membutuhkan waktu
bertahun-tahun. Sampai akhirnya pernah mereka berkunjung ke rumah saya di Medan,
saat itulah mereka baru mengetahui dan melihat bagaimana kondisi keluarga saya,
barulah perlahan-lahan mereka bias memahami.

Jabatan saya sampai sekarang adalah petugas verifikasi lapangan atau pemeriksa pajak.
Kalau dibandingkan teman-teman seangkatan sebenarnya karir saya bisa dikatakan
terhambat antara empat sampai lima tahun. Seharusnya paling tidak sudah menjabat
Kepala Seksi, Eselon IV. Tapi sekarang baru Eselon V. Apalagi dahulu di masa Orde
Baru, penentangan untuk tidak menerima uang korupsi sama saja dengan karir terhambat.
Karena saya dianggap tidak cocok dengan atasan, maka kondite saya di mata mereka
buruk. Terutama poin ketaatannya, dianggap tidak baik dan jatuh.

Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari semua pengalaman itu. Antara lain, orang-
orang yang berbuat jahat akan selalu berusaha mencari kawan apa pun caranya. Cara
keras, pelan, lewat bujukan atau apa pun akan mereka lakukan agar mereka mendapat
dukungan. Mereka pada dasarnya tidak ingin ada orang yang bersih. Mereka tidak ingin
ada orang yang tidak seperti mereka.

Pengalaman di kantor yang paling berkesan ketika mereka menggunakan cara paling
halus, pura-pura berteman dan bersahabat. Tapi belakangan, setelah sekian tahun barulah
ketahuan, kita sudah dikhianati. Cara seperti in seperti sudah direkayasa. Misalnya,
pegawai-pegawai baru didekati. Mereka dikenalkan dengan gaya hidup dan cara bekerja
pegawai lama, bahwa seperti inilah gaya hidup pegawai Departemen Keuangan. Bila
tidak berhasil, mereka akan pakai cara lain lagi, begitu seterusnya. Pola-pola apa saja
dipakai, sampai mereka bisa merangkul orang itu menjadi teman.

Saya pernah punya atasan. Dari awal ketika memperkenalkan diri, dia sangat simpatik di
mata saya. Dia juga satu-satunya atasan yang mau bermain ke rumah bawahan. Saya
dengan atasan itu kemudian menjadi seperti sahabat, bahkan seperti keluarga sendiri. Di
akhir pekan, kami biasa memancing sama-sama atau jalan-jalan bersama keluarga. Dan
ketika pulang, dia biasa juga menitipkan uang dalam amplop pada anak-anak saya. Saya
sendiri menganggap pemberian itu hanya hadiah saja, berapalah hadiah yang diberikan
kepada anak-anak. Tidak terlalu saya perhatikan. Apalagi dalam proses pertemanan itu
kami sedikit saja berbicara tentang pekerjaan. Dan dia juga sering datang menjemput ke
rumah, mengajak mancing atau ke toko buku sambil membawa anak-anak.

Hingga satu saat saya mendapat surat perintah pemeriksaan sebuah perusahaan besar.
Dari hasil pemeriksaan itu saya menemukan penyimpangan sangat besar dan luar biasa
jumlahnya. Pada waktu itu, atasan melakukan pendekatan pada saya dengan cara paling
halus. Dia mengatakan, kalau semua penyimpangan ini kita ungkapkan, maka perusahaan
itu bangkrut dan banyak pegawai yang di-PHK. Karena itu, dia menganggap efek
pembuktian penyimpangan itu justru menyebabkan masyarakat rugi. Sementara dari sisi
pandang saya, betapa tidak adilnya kalau tidak mengungkap temuan itu. Karena
sebelumnya ada yang melakukan penyimpangan dan kami ungkapkan. Berarti ada
pembedaan. Jadwal penagihannya pun sama seperti perusahaan lain.

Karena dirasa sulit mempengaruhi sikap saya, kemudian dia memakai logika lain lagi.
Apakah tidak sebaiknya kalau temuan itu diturunkan dan dirundingkan dengan klien, agar
bisa membayar pajak dan negara untung, karena ada uang yang masuk negara. Logika
seperti ini juga tidak bias saya terima. Waktu itu, saya satu-satunya anggota tim yang
menolak dan meminta agar temuan itu tetap diungkap apa adanya. Meski saya juga sadar,
kalau saya tidak menandatangani hasil laporan itu pun, laporan itu akan tetap sah. Tapi
saya merasa teman-teman itu sangat tidak ingin semua sepakat dan sama seperti mereka.
Mereka ingin semua sepakat dan sama seperti mereka. Paling tidak menerima. Ketika
sudah mentok semuanya, saya dipanggil oleh atasan dan disidang di depan kepala kantor.
Dan ini yang amat berkesan sampai sekarang, bahwa upaya mereka untuk menjadikan
orang lain tidak bersih memang direncanakan.

Di forum itu, secara terang-terangan atasan yang sudah lama bersahabatdan seperti
keluarga sendiri dengan saya itu mengatakan, “Sudahlah, Dik Arif tidak usah munafik?”
Saya katakan, “Tidak munafik bagaimana Pak? Selama ini saya insya Allah konsisten
untuk tidak melakukan korupsi.”

Kemudian ia sampaikan terus terang bahwa uang yang selama kurang lebih dua tahun ia
berikan pada anak saya adalah uang dari klien. Ketika mendengar itu, saya sangat
terpukul, apalagi merasakan sahabat itu ternyata berkhianat. Karena terus terang saya
belum pernah mempunyai teman sangat dekat seperti itu, kecuali yang memang sudah
sama-sama punya prinsip untuk menolak uang suap. Bukan karena saya tidak mau
bergaul, tapi karena kami tahu persis bahwa mereka perlahan-lahan menggiring ke arah
yang mereka mau.

Ketika merasa terpukul dan tidak bisa membalas dengan kata-kata apa pun, saya pulang.
Saya menangis dan menceritakan masalah itu pada isteri saya di rumah. Ketika
mendengar cerita saya itu, isteri langsung sujud syukur. Ia lalu mengatakan,
“Alhamdulillah. Selama ini uang itu tidak pernah saya pakai,” katanya. Ternyata di luar
pengatahuan saya, alhamdulillah, amplop-amplo itu tidak digunakan sedikit pun oleh
isteri saya untuk keperluan apa pun. Jadi amplop-amplop itu disimpan di sebuah tempat,
meski ia sama sekali tidak tahu apa status uang itu. Amplop-amplop itu semuanya masih
utuh. Termasuk tulisannya masih utuh, tidak ada yang dibuka. Jumlahnya berapa saya
juga tidak tahu. Yang jelas, bukan lagi puluhan juta. Karena sudah masuk hitungan dua
tahun dan diberikan hampir setiap pekan.

Saya menjadi bersemangat kembali. Saya ambil semua amplop itu dan saya bawa ke
kantor. Saya minta bertemu dengan kepala kantor dan kepala seksi. Dalam forum itu,
saya lempar semua amplop itu di hadapan atasan saya hingga bertaburan di lantai. Saya
katakan, “Makan uang itu, satu rupiah pun saya tidak pernah gunakan uang itu. Mulai
saat ini, saya tidak pernah percaya satu pun perkataan kalian.” Mereka tidak bisa bicara
apa pun karena fakta obyektif, saya tidak pernah memakai uang yang mereka tuduhkan.
Tapi esok harinya, saya langsung dimutasi antar seksi. Awalnya saya diauditor, lantas
saya diletakkan di arsip, meski tetap menjadi petugas lapangan pemeriksa pajak. Itu
berjalan sampai sekarang. Ketika melawan arus yang kuat, tentu saja da saat tarik-
menarik dalam hati dan konflik batin. Apalagi keluarga saya hidup dalam kondisi
terbatas. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak tergoda untuk menggunakan
uang yang tidak jelas. Ada pengalaman lain yang masih saya ingat sampai sekarang.
Ketika saya mengalami kondisi yang begitu mendesak. Misalnya, ketika anak kedua
lahir. Saat itu persis ketika saya membayar kontrak rumah dan tabungan saya habis.
Sampai detik-detik terakhir harus membayar uang rumah sakit untuk membawa isteri dan
bayi kami ke rumah, saya tidak punya uang serupiah pun.

Saya mau bicara dengan pihak rumah sakit dan terus terang bahwa insya Allah pekan
depan akan saya bayar, tapi saya tidak bisa ngomong juga. Akhirnya saya keluar sebentar
ke masjid untuk sholat dhuha. Begitu pulang dari sholat dhuha, tiba-tiba saja saya ketemu
teman lama di rumah sakit itu. Sebelumnya kami lama sekali tidak pernah jumpa. Dia
dapat cerita dari teman bahwa isteri saya melahirkan, maka dia sempatkan datang ke
rumah sakit. Wallahu a’lam apakah dia sudah diceritakan kondisi saya atau bagaimana,
tetapi ketika ingin menyampaikan kondisi saya pada pihak rumah sakit, saya malah
ditunjukkan kwitansi seluruh biaya perawatan isteri yang sudah lunas. Alhamdulillah.

Ada lagi peristiwa hampir sama, ketika anak saya operasi mata karena ada lipoma yang
harus diangkat. Awalnya, saya pakai jasa askes. Tapi karena pelayanan pengguna Askes
tampaknya apa adanya, dan saya kasihan karena anak saya baru berumur empat tahun,
saya tidak pakai Askes lagi. Saya ke Rumah Sakit yang agak bagus sehingga
pelayanannya juga agak bagus. Itu saya lakukan sambil tetap berfikir, nanti uangnya
pinjam dari mana?
Ketika anak harus pulang, saya belum juga punya uang. Dan saya paling susah sekali
menyampaikan ingin pinjam uang. Alhamdulillah, ternyata Allah cukupkan kebutuhan itu
pada detik terakhir. Ketika sedang membereskan pakaian di rumah sakit, tiba-tiba Allah
pertemukan saya dengan seseorang yang sudah lama tidak bertemu. Ia bertanya
bagaimana kabar, dan saya ceritakan anak saya sedang dioperasi. Dia katakan, “Kenapa
tidak bilang-bilang?” Saya sampaikan karena tidak sempat saja. Setelah teman itu pulang,
ketika ingin menyampaikan penundaan pembayaran, ternyata kwitansinya juga sudah
dilunasi oleh teman itu. Alhamdulillah.

Saya berusaha tidak terjatuh ke dalam korupsi, meski masih ada tekanan keluarga besar,
di luar keluarga inti saya. Karena ada teman yang tadinya baik tidak memakan korupsi,
tapi jatuh karena tekanan keluarga. Keluarganya minta bantuan, karena takut dibilang
pelit, mereka terpaksa pinjam sana sini. Ketika harus bayar, akhirnya mereka terjerat
korupsi juga. Karena banyak yang seperti itu, dan saya tidak mau terjebak begitu, saya
berusaha dari awal tidak demikian. Saya berusaha cari usaha lain, dengan mengajar dan
sebagainya. Isteri saya juga bekerja sebagai guru.

Di lingkungan kerja, pendekatan yang saya lakukan biasanya lebih banyak dengan
bercanda. Sedangkan pendekatan serius, sebenarnya mereka sudah puas dengan
pendekatan itu, tapi tidak berubah. Dengan pendekatan bercanda, misalnya ketika datang
tim pemeriksa dari BPK, BPKP, atau Irjen. Mereka gelisah sana-sini kumpulkan uang
untuk menyuap pemeriksa. Jadi mereka dapat suap lalu menyuap lagi. Seperti rantai
makanan. Siapa memakan siapa. Uang yang mereka kumpulkan juga habis untuk dipakai
menyuap lagi. Mereka selalu takut ini takut itu. Paling sering saya hanya mengatakan
dengan bercanda, “Uang setan ya dimakan hantu.”

Dari percakapan seperti itu ada juga yang mulai berubah, kemudian berdialog dan
akhirnya berhenti sama sekali. Harta mereka jual dan diberikan kepada masyarakat. Tapi
yang seperti itu tidak banyak. Sedikit sekali orang yang bisa merubah gaya hidup yang
semula mewah lalu tiba-tiba miskin. Itu sulit sekali. Ada juga diantara teman-teman yang
beranggapan, dirinya tidak pernah memeras dan tidak memakan uang korupsi secara
langsung. Tapi hanya menerima uang dari atasan. Mereka beralasan toh tidak meminta
dan atasan itu hanya memberi. Mereka mengatakan tidak perlu bertanya uang itu dari
mana. Padahal sebenarnya, dari ukuran gaji kami tahu persis bahwa atasan kami tidak
akan pernah bisa memberikan uang sebesar itu.

Atasan yang memberikan itu berlapis-lapis. Kalau atasan langsung biasanya memberi
uang hari Jum?at atau akhir pekan. Istilahnya kurang lebih uang Jum’atan. Atasan yang
berikutnya lagi pada momen berikutnya memberi juga. Kalau atasan yang lebih tinggi
lagi biasanya memberi menjelang lebaran dan sebagainya. Kalau dihitung-hitung
sebenarnya lebih besar uang dari atasan dibanding gaji bulanan. Orang-orang yang
menerima uang seperti ini yang sulit berubah. Mereka termasuk rajin sholat, puasa
sunnah dan membaca Al-Qur’an. Tetapi mereka sulit berubah. Ternyata hidup dengan
korupsi memang membuat sengsara. Di antara teman-teman yang korupsi, ada juga yang
akhirnya dipecat, ada yang melarikan diri karena dikejar-kejar polisi, ada yang isterinya
selingkuh dan lain-lain. Meski secara ekonomi mereka sangat mapan, bukan hanya
sekadar mapan.

Yang sangat dramatis, saya ingat teman sebangku saya saat kuliah di STAN. Awalnya dia
sama-sama ikut kajian keislaman di kampus. Tapi ketika keluarganya mulai sering minta
bantuan, adiknya kuliah, pengobatan keluarga dan lainnya, dia tidak bisa berterus terang
tidak punya uang. Akhirnya ia mencoba hutang sana-sini. Dia pun terjebak dan merasa
sudah terlanjur jatuh, akhirnya dia betul-betul sama dengan teman-teman di kantor.
Bahkan sampai sholat ditinggalkan. Terakhir, dia ditangkap polisi ketika sedang
mengkonsumsi narkoba. Isterinya pun selingkuh. Teman itu sekarang dipecat dan
dipenjara.

Saya berharap akan makin banyak orang yang melakukan jihad untuk hidup yang bersih.
Kita harus bisa menjadi pelopor dan teladan di mana saja. Kiatnya hanya satu, terus
menerus menumbuhkan rasa takut menggunakan dan memakan uang haram. Jangan
sampai daging kita ini tumbuh dari hasil rejeki yang haram. Saya berharap, mudah-
mudahan Allah tetap memberikan pada kami keistiqomahan (matanya berkaca-kaca).

***

Sumber: (Majalah Tarbawi Edisi 111 Th. 7/Jumadal Ula 1426 H/23 Juni 2005)

muqoffa 4:17 pm on 25 Maret 2010 Permalink


sangat indah dan menyentuh………….

spjati 11:41 am on 29 Maret 2010 Permalink


assalamu’alaikum, salam kenal pak, mohon ijin utk saya share ke teman2 lain.
terimakasih.

Ikhlasul 11:56 am on 29 Maret 2010 Permalink


mampu menahan nafsu dunia adalah kemenangan sejati yg sesungguhnya, beruntunglah
orang2 yg memiliki “microchip” merasa bersyukur, nyaman dan nikmat tanpa harus
memiliki harta berlebih…

nyit2 12:34 pm on 29 Maret 2010 Permalink


pak,perjuangan melawan ketidakadilan memang sulit…tapi walaupun kelihatannya sulit
dan melelahkan,tuhan selalu punya cara untuk melindungi umatnya….sama2 kt katakan
tidak pada korupsi….

ferry 4:20 pm on 29 Maret 2010 Permalink


Saya terkesan dengan cerita pengalaman hidup di atas, saya percaya dari sekian banyak
karyawan yang korupsi masih ada yang bersih seperti di atas, semoga tetap jihad
melawan korupsi. Cobaan yang paling berat adalah melawan korupsi di lingkungan
koruptor. Semoga.

slurpz 12:59 am on 30 Maret 2010 Permalink


sangat indah hidup anda, saya domisili mojokerto jg pak, hehehe tp saya pengangguran
hehehe, oh ya maaf lupa salam kenal pak, semoga Allah senantiasa melindungi anda
sekeluarga, klo dibanding dgn hidup q jauh banget, saya sangat terkesan dgn perjalanan
karir anda, bersih, jujur, gak banyak tingkah, anda orang yg paling dicari bagi masyarakat
bawah spt saya ni,

A rozi 5:43 pm on 2 April 2010 Permalink


Sangat menyentuh hati, teman saya ada juga yang bekerja di Ditjen Pajak, semoga dia
seperti pak Arif… Tidak Korupsi, tidak makan yang bukan haknya… Anda hidup
sengsara di dunia, saya doakan anda akan hidup kaya raya di akhirat kelak.. Amin ya
Allah… Semoga Allah melindungi anda dan keluarga di dunia dan akhirat kelak.

ummu 2:00 am on 10 April 2010 Permalink


Assalaamu’alaikum wr wb,
Kisah yang menyentuh, saya juga punya saudara yang kerja di BPK, berusaha selalu
berlaku jujur dan tidak korupsi. Memang akibatnya kenaikan pangkat terhambat, yang
lain bisa jadi kepala, ini tak pernah bisa, padahal orangnya pandai.
Tak apalah, yakin Allah akan menggantikan kedudukan dunia yang tak seberapa dan tak
kekal di dunia ini dengan kedudukan yang mulia dan kekal di akhirat nanti. Allah tak
akan menyelisihi janjinya. Ingatlah 1 hari di akhirat itu sama dengan 1000 tahun di dunia.

Dog For Sale 10:33 am on 16 April 2010 Permalink


Nyimak duluuu

hery 12:15 pm on 6 Mei 2010 Permalink


orang seperti itu hanya bisa di hitung dg jari allhuakbar….jika kita mengejar akherat
insyallah dunia akan ikut tapi jika kita mengejar dunia belum tentu ikut…..subhanallah

riyyanfikri 9:37 pm on 10 Juli 2010 Permalink


Subhanalloh……..ijin share ya….

agung w 6:29 am on 16 November 2010 Permalink


Subhannallah…S’moga njenengan & keluarga besar slalu d beri rahmatNya…Amiin….

Anda mungkin juga menyukai