Anda di halaman 1dari 47

MODUL PRAKTEK

Nama Mahasiswa

……………………………………

STIKes SANTA ELISABETH MEDAN


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHAP AKADEMIK
2015
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 1
DAFTAR ISI

Introduction Pemeriksaan Fisik …………………………………… 3


Prosedur Pemeriksaan Fisik ………………………………………. 5
Pengukuran tanda-tanda vital …………………………………….. 5
Pemeriksaan Kulit dan Kuku …………………………………….. 6
Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher 7
Pemeriksaan Dada dan Jantung ………………………………….. 12
Pemeriksaan Payudara ……………………………………………. 16
Pemeriksaan Abdomen ……………………………………………. 17
Pemeriksaan Ekstremitas Atas ……………………………………. 21
Pemeriksaan Ekstremitas Bawah …………………………………. 22
Pemeriksaan Genitalia ……………………………………………. 23
Range Of Motion (ROM) ………………………………………… 25
Pengukuran Antropometri ………………………………………… 31
Penilaian Tanda-tanda vital ……………………………………….. 33
Pemeriksaan Nervus Cranialis ……………………………………. 36
Pemeriksaan Refleks ……………………………………………… 43
Pemeriksaan Rangsang Meningeal ……………………………….. 46

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 2
PEMERIKSAAN FISIK

1. Definisi
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki
pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik
mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap
terapi tersebut.
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau
hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

a. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu
pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk.
Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu sistem
tunggal atau bagian dan biasanya menggunakan alat khusus seperti optalomoskop,
otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Inspeksi
adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan. Setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya.

b. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan
meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan.
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-
jari, untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan,
bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan. Hal yang di deteksi adalah suhu,
kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan
sensasi.

c. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk
menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi,
dan posisi struktur di bawahnya.
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan
suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 3
d. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh
bermacam-macam organ dan jaringan tubuh. Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang
dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah :
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan, yaitu
sebagai berikut:
1. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan
membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
2. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan
untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu
sendiri. Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privacy klien
▪ Komunikasi (penjelasan prosedur)
▪ Privacy dan kenyamanan klien
▪ Sistematis dan konsisten ( head to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke
abnormal)
▪ Berada di sisi kanan klien
▪ Efisiensi
▪ Dokumentasi
2. Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan
dijelaskan nanti di setiap bagian tubuh yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
3. Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, diantaranya:
a. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnosa
keperawatan.
b. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
c. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
d. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:
a. Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
b. Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
c. Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 4
5. Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapan
a. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter/spighnomanometer,
Thermometer, Arloji/stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih
(jika perlu), tissue, buku catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur
klien yang akan di periksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan.
Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
A) Prosedur Pemeriksaan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring


Cara : inspeksi
1. Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh,
Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/ sulit bernafas)
2. Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal: Relaks, tidak ada tanda-tanda
cemas/takut)
3. Jenis kelamin
4. Usia dan Gender
5. Tahapan perkembangan
6. TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7. Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8. Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
9. Postur dan cara berjalan
10. Bentuk dan ukuran tubuh
11. Cara bicara. (Relaks, lancer, tidak gugup)
12. Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
B) Pengukuran tanda vital
Posisi klien : duduk/ berbaring
1. Suhu tubuh (Normal : 36,50C-37,50C)
2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
(Akan dibahas lebih terperinci pada materi Tekanan Darah, lihat halaman
berikutnya)
3. Nadi
a. Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 x/menit;
Bradikardia: < 60 x/menit)
b. Keteraturan= Normal : teratur

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 5
c. Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan; 1+:denyutan kurang teraba; 2+:
Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah
teraba
4. Pernafasan
a. Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; > 20 x/menit: Takipnea; < 15 x/menit
bradipnea)
b. Keteraturan= Normal : teratur
c. Kedalaman: dalam/dangkal
d. Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada
Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat.

Jenis-jenis Pernafasan:
a. Thorakal
Rongga toraks mengembang dan mengempis sesuai dengan irama inspirasi
dan ekspirasi. Umumnya wanita mempunyai pernapasan torakal.
b. Abdominal
Inspirasi seirama dengan pengembangan perut dan ekspirasi dengan
pengempisan perut. Umumnya pada laki-laki dan anak-anak.
c. Thorakoabdominal
Unsur torakal lebih dominan. Sering pada laki-laki dan anak-anak.
d. Abdominotorakalis
Unsur abdomen lebih dominan

Perubahan bau nafas


1. Bau alkohol : ditemukan pada kasus intoksikasi
2. Bau urin ; ditemukan pada pasien dengan uremia (gagal ginjal kronik)
3. Bau aseton : ditemukan pada pasien koma diabetikum (ketoasidosis),
kelaparan
4. Bau amis/terasi (fetor hepatikum) : ditemukan pada pasien koma hepatikum
5. Bau busuk :
❑ oral higine buruk
❑ Stomatitis
❑ Periodontitis (Infeksi pada jaringan penyangga gigi)
❑ Tonsilitis
❑ Rhinitis atrofik
❑ Abses paru
❑ Bronkiektasis
C) Pemeriksaan kulit dan kuku
Tujuan
1. Mengetahui kondisi kulit dan kuku
2. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan
hidrasi.
Persiapan
a. Posisi klien: duduk/ berbaring
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 6
b. Pencahayaan yang cukup/lampu
c. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)
Prosedur Pelaksanaan
C.1. Pemeriksaan kulit\
a. Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis,
dan ikterik. (Normal:kulit tidak adaikterik/pucat/sianosis)
b. Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor
kulit, dan edema. (Normal: lembab, turgor baik/elastic,
tidak ada edema).
Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
C.2. Pemeriksaan kuku
a. Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku (Normal: bersih,
bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis)
b. Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile (pengisian kapiler).
(Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik).
Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher
perawat berhadapan dengan klien.
D) Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
b. Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
Persiapan alat
a. Lampu
b. Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau
tidak, kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut,
jumlah dan distribusi rambut. Normal: simetris, bersih, tidak
ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi
(rambut jagung dan kering)
b. Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan tekstur rambut.
Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut
lebat dan kuat/tidak rapuh.
Setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang didapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat.
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 7
2. Pemeriksaan wajah
a. Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan. (Normal: warna
sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris).
b. Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang. (Normal: tidak
ada nyeri tekan dan edema).

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan


membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
3. Pemeriksaan mata
Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b. Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat
a. Senter Kecil (pen light)
b. Surat kabar atau majalah
c. Kartu Snellen
d. Penutup Mata
e. Sarung tangan
Prosedur Pelaksanaan
Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan,
bola mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa
kontak, dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kiri dan kanan, simetris bola mata kiri dan kanan, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Ketajaman
penglihatan dibagi dua yaitu:
1. Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda
benda yang letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi.
b. Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat
benda-benda dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini
mata harus akomodasi supaya bayangan benda tepat jatuh di retina.
2. Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda
terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya
dari samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan
menggunakan kartu Snellen yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika
hasil pemeriksaan tersebut visusnya ”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan
normal dan jika Visus <20 dikatakan tidak normal (ketajaman penglihatan
berkurang).
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 8
Prosedur pemeriksaan visus dengan menggunakan Kartu Snellen yaitu:
1. Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud tujuan pemeriksaan.
2. Meminta pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter.
3. Memberikan penjelasan apa yang harus dilakukan (pasien diminta mengucapkan apa
yang akan ditunjuk di kartu Snellen) dengan menutup salah satu mata dengan
tangannya tanpa ditekan (mata kiri ditutup dulu).
4. Pemeriksaan dilakukan dengan meminta pasien menyebutkan simbol di kartu
Snellen dari kiri ke kanan, atas ke bawah.
5. Jika pasien tidak bisa melihat satu simbol maka diulangi lagi dari barisan atas. Jika
tetap maka nilai visus oculi dextra = barisan atas/6.
6. Jika pasien dari awal tidak dapat membaca simbol di Snellen chart maka pasien
diminta untuk membaca hitungan jari dimulai jarak 1 meter kemudian mundur. Nilai
visus oculi dextra = jarak pasien masih bisa membaca hitungan/60.
7. Jika pasien juga tidak bisa membaca hitungan jari maka pasien diminta untuk
melihat adanya gerakan tangan pemeriksa pada jarak 1 meter (Nilai visus oculi
dextranya 1/300).
8. Jika pasien juga tetap tidak bisa melihat adanya gerakan tangan, maka pasien
diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya sinar dan arah sinar (Nilai visus oculi
dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi
dextranya nol.
9. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
10. Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y”
artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang
normal dapat melihat sejauh y meter.

4. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi
pendengaran.
Persiapan Alat
a. Arloji berjarum detik
b. Garpu tala
c. Speculum telinga
d. Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga,
warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu
dengar. Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas
kulit bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-
tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
b. Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus (Normal: tidak ada
nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang didapat dengan


membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 9
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a. Pemeriksaan Rinne
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari
tangan yang berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien.
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran
lagi.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2
cm dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara
atau tidak.
6. Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang
berlawanan.
2. Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien .
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau
lebih jelas pada salah satu telinga.
4. Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tersebut
(Lebih jelasnya akan dibahas pada pemeriksaan nervus cranialis)

5. Pemeriksan hidung dan sinus


Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b. Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi

Persiapan Alat
1. Spekulum hidung
2. Senter kecil
3. Lampu penerang
4. Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga,
hidung (lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal
(kemerahan, lesi, tanda-tanda infeksi) (Normal: simetris kika,
warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi).

b. Palpasi dan Perkusi : frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum
deviasi). (Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan).
Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 10
6. Pemeriksaan mulut dan bibir
Tujuan
Mengetahui bentuk kelainan mulut
Persiapan Alat
a. Senter kecil
b. Sudip lidah
c. Sarung tangan bersih
d. Kasa

Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur ,
lesi, dan stomatitis. (Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab,
tidak ada lesi dan stomatitis)
b. Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu,
perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit-
langit. (Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau
kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris,
warna pink, langit-langit utuh dan tidak ada tanda infeksi)

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang
atas dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia
enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain
yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun,
gigi tersebut mulai tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan
berjumlah 7 buah (2 di rahang atas dan 4 di rahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah
8 buah (4 di rahang atas dan 4 di rahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12
buah (6 di rahang atas dan 6 di rahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah
(8 di rahang atas dan 8 di rahang bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah
(10 di rahang atas dan 10 di rahang bawah). Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan
bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

7. Pemeriksaan leher
Tujuan
a. Menentukan struktur integritas leher
b. Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c. Memeriksa sistem limfatik
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
a. Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris,
tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
b. Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi
Normal: arteri karotis terdengar.
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 11
c. Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas,
konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak,
konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada
pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.
d. Auskultasi : bising pembuluh darah.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang didapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
8. Pemeriksaan dada dan jantung
Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring
Cara/prosedur:
1. Pemeriksaan dada
Tujuan :
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Penggaris centimeter
c. Pensil penada
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress
pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema

Kelainan bentuk dada yang sering ditemukan


❑ Pigeon chest (dada burung):
Ciri utama : Sternum ⅓ distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding toraks
kompressi ke medial.

❑ Funnel chest
Ciri utama : bagian distal dari sternum terdorong kedalam/mencekung

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 12
❑ Flat chest
Ciri utama : Ø anterior – posterior memendek

❑ Barrel chest (dada menyerupai tong)


Ciri utama :
▪ Ø ant-post memanjang
▪ Iga-iga mendatar
▪ Sela iga melebar
▪ Sudut epigastrium tumpul
▪ Diafragma mendatar

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 13
b. Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(Perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka
“tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua
telapak tangan pada punggung pasien.)
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda
peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih
teraba jelas.
Lokasi tangan untuk melakukan Vokal Fremitus:

c. Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan
satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal:
resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Lokasi tangan untuk melakukan Perkusi dan Auskultasi:

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 14
Batas Paru :
Atas : Fossa supra klavikula kanan-kiri
Bawah : Iga ke VI garis midklavikula, iga ke VIII garis midaksila, iga ke
X garis skapula

d. Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan


menggunakan stetoskop di lapang paru kiri dan kanan, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, bronchial, tracheal. Setelah
diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.
Lokasi stetoskop untuk mendengarkan suara nafas normal pada manusia
❖ Vesikuler : Letak Stetoskope : Perifer Paru Iga 4 dan 5 (2:1)
❖ Bronkovesikuler : Letak Stetoskope : Iga 4 dan 5 Mid Clavicula (1:1)
❖ Bronchial : Letak Stetoskope : Manubrium Sterni (1:2)

2. Pemeriksaan Jantung
Tujuan
a. Mengetahui ketidak normalan denyut jantung
b. Mengetahui ukuran dan bentuk jantung secara kasar
c. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
Persiapan alat
a. Stetoskop
b. Senter kecil
Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis. Membagi area
thorax menjadi 5 bagian yaitu:
Garis-garis Imajiner Thorax

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 15
b. Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
c. Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke
tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid
sterna, pada RIC 4,5,dan 8.

Batas Jantung normal


Atas : ICS II linea sternalis kanan- ICS II linea sternalis kiri
Pinggang : ICS III 2-3 cm ke kiri dari linea sternalis kiri
Bawah : ICS IV linea sternalis kanan atau kiri-ICS V mid clavicula linea
kiri

d. Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell
dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak
ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4).
Lokasi untuk mendengarkan bunyi jantung pada manusia

Setelah diadakan pemeriksaan sistem kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat


dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

9. Pemeriksaan Payudara
Tujuan
a. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara
Persiapan alat
Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan
a. Inspeksi payudara: Integritas kulit

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 16
b. Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran
vena
c. Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

10. Pemeriksaan Abdomen (Perut)


Posisi klien: Berbaring
Tujuan
a. Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut
b. Mendengarkan suara peristaltic usus
c. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam
perut.
Persiapan
a. Posisi klien: Berbaring
b. Stetoskop
c. Penggaris kecil
d. Pensil gambar
e. Bntal kecil
f. Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan
1. Abdomen
a. Inspeksi
Langkah-langkah kerja:
❑ Tempatkan klien pada lingkungan yang nyaman dan aman dan
penerangan yang baik dengan posisi supine (terlentang).
❑ Amati bentuk perut secara umum (warna, lesi, bekas luka, adanya
dehidrasi, spider naevi).
❑ Membagi area abdomen menjadi 4 kuadran dan 9 regio (dapat dilihat
pada gambar di bawah ini)

❑ Amati gerakan kulit saat respirasi

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 17
Hasil :
Normal
❖ Bentuk abdomen: simetris tidak terjadi penumpukan cairan atau lemak
berlebih (membuncit).
❖ Kulit
Kulit terlihat bersih. Warna kulit merata dan disesuaikan dengan ras,
latar belakang etnis, pekerjaan dan paparan. Warna kulit pada abdomen
umumnya lebih cerah dibandingkan bagian tubuh terbuka lainnya seperti
pada kaki dan tangan.
❖ Kontur : abdomen tampak sedikit cekung dan bulat .
❖ Pergerakan : tidak terlihat pulsasi vena maupun gelombang peristaltik
pada abdomen.
❖ Tidak terlihat lesi/ bekas lesi termasuk jaringan parut.
❖ Tidak adanya massa atau benjolan
❖ Tidak terjadi distensi abdomen
❖ Tidak terjadi penegangan pada abdomen
Abnormal
Kulit
➢ Abdomen membuncit dan tampak mengkilat.
➢ Warna kulit jaundis(kekuning-kuningan),terdapat lesi, terjadi ketegangan
pada abdomen, terdapat bekas luka/ jaringan parut, terdapat spider neavi.
➢ Adanya distensi abdomen.
➢ Terdapat benjolan atau massa

b. Auskultasi
Langkah-langkah kerja:
❑ Siapkan stetoskop, hangatkan bagian diafragma stetoskop.
❑ Tanya klien waktu terakhir makan, suara usus meningkat setelah makan.
❑ Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada empat
kuadran abdomen dan dengarkan suara peristaltik usus. Normal
peristaltik 5-35x/menit. Suara usus dapat dinyatakan dengan:
terdengar,tidak ada/hipoaktif, hiperaktif.
❑ Letakkan bagian bell stetoskop diatas aorta bruit untuk mendengarkan
bising vena.
Hasil
Normal
➢ Gerakan peristaltik terdengar dengan frekuensi 5-35x/menit.
➢ Saat mendengarkan pembuluh darah pada aorta bruit tidak didapati suara,
yang ada hanyalah detak heart rate dari arteri
Abnormal
➢ Bising usus tidak terdengar, tidak ada/hipoaktif hiperaktif.
➢ Frekuensi peristaltik terdengar <5-35x/menit setelah didengarkan selama
3-5 menit atau >5-35x/menit.
➢ Terdengar adanya suara seperti desiran pada aorta bruit.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 18
c. Perkusi
Langkah-langkah kerja:
▪ Lakukan perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak
searah jarum jam.
▪ Perhatikan reaksi klien saat dilakukan perkusi, apakah terdapat nyeri
tekan atau nyeri. Catat bila terdapat nyeri.
▪ Lakukan perkusi pada seluruh area abdomen. Suara normal yang
terdengar adalah timpani.
▪ Tentukan batas hepar untuk mengetahui apakah terjadi pembesaran pada
hepar atau hepatomegali.
Hasil
Normal
➢ Saat dilakukan perkusi abdomen suara normal yang terdengar adalah
timpani.
➢ Tidak ditemukan perbesaran pada hepar(hepatomegali).
➢ Tidak ditemukan adanya ascites/kelebihan cairan pada abdomen

Abnormal
➢ Saat perkusi suara yang terdengar adalah pekak menandakan adanya
cairan berlebih(ascites) dan massa.
➢ Saat perkusi bunyi hepar pekak dan panjang hepar melebihi 6-12cm →
hepatomegali.
➢ Terdapat perbesaran pada lien dengan suara perkusi pekak.

d. Palpasi
Langkah-langkah kerja:
❑ Palpasi hepar
❑ Palpasi lien
❑ Palpasi apendiks
Palpasi Hepar
▪ Berdiri disamping kanan klien.
▪ Letakkan tangan kiri pada dinding thoraks posterior kira-kira pada tulang
rusuk ke-11 atau ke-12.
▪ Tekan tangan kiri ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dada.
▪ Letakkan tangan kanan pada batas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan
bentuk sudut 45⁰ .
▪ Anjurkan klien menarik nafas,saat ekshalasi lakukan penekanan sampai
5cm kearah bawah pada batas bawah tulang rusuk.
▪ Jaga posisi tangan dan minta klien untuk inhalasi/menarik nafas dalam.
▪ Sementara klien inhalasi ,rasakan batas hepar bergerak menentang
tangan yang secara normal terasa dengan kontur reguler. Bila hepar tidak
teraba, anjurkan klien menarik nafas dalam sementara anda
mempertahankan posisi tangan sambil memberikan tekanan sedikit lebih
dalam.
▪ Bila hepar membesar,lakukan palpasi di batas bawah tulang rusuk kanan.
Catat pembesaran tersebut dan nyatakan dengan ukuran cm pembesaran
terjadi di bawah tulang rusuk.
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 19
Hasil
Normal:
➢ Tidak ada nyeri tekan pada hepar.
➢ Tidak ada tonjolan, massa, atau pengerasan pada hepar.

Abnormal:
➢ Adanya nyeri tekan hepar saat dilakukan palpasi
➢ Terdapat pengerasan pada hepar pada saat dilakukan palpasi terhadap
klien.
➢ Ditemukan adanya pembesaran pada hepar.
➢ Terdapat massa atau benjolan pada hepar.

Palpasi Lien/Limpa
Langkah-langkah kerja:
▪ Klien pada posisi telentang.
▪ Pemeriksa berada disisi kanan klien.
▪ Jari-jari tangan kiri sedikit mengangkat dinding abdomen kuadran kiri
atas dari arah belakang,jari-jari tangan kanan berupaya meraba lien dari
arah anterior abdomen kiri atas.
▪ Lakukan palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan
menggunakan pola pada palpasi hepar

Hasil
Normal:
➢ Tidak ditemukannya nyeri tekan pada palpasi lien.
➢ Tidak terjadi pembesaran pada lien.

Abnormal:
➢ Terjadi nyeri tekan pada bagian yang di palpasi (lien/limpa).
➢ Terjadi pembesaran pada lien atau limpa didapat pada thypoid fever,
hipersplenisme,leucemia,dll.
➢ Pada lien yang sangat membesar palpasi dilakukan dengan hati-hati
karna dapat mengakibatkan ruptura lien.
Palpasi Appendiks (titik Mc Burney)
Langkah-langkah kerja:
❑ Posisikan klien pada posisi telentang.
❑ Letakkan tangan kiri pada area interior apendiks dan sedikit mengangkat
dinding apendiks.
❑ Letakkan tangan kanan pada anterior apendiks dan lakukan penekanan
4-5cm pada apendiks seraya menganjurkan klien untuk inshalasi/menarik
nafas dalam.
❑ Lepaskan tangan secara cepat dan perhatikan reaksi wajah klien. Apabila
terdapat nyeri tekan lepas maka kemungkinan besar klien menderita
apendisitis.

Tehnik lainnya
❑ Posisikan klien pada posisi telentang.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 20
❑ Pemeriksa berada disebelah kanan klien.
❑ Tekuk kaki sebelah kanan dan fleksikan kearah abdomen.
❑ Gerakkan kaki kekiri dan kekanan apabila terdapat nyeri pada daerah
apendiks,kemungkinan klien menderita apendiksitis.
2. Retroperitonealia
a. Palpasi
b. Perkusi
a. Palpasi Ginjal
Teknik Pemeriksaan
➢ Atur posisi klien dengan tidur telentang .
➢ Dalam melakukan palpasi ginjal kanan, letakkan tangan kiri di bawah
panggul dan elevasikan ginjal ke arah anterior.
➢ Letakkan tangan kanan secara langsung ke atas sementara klien menarik
nafas panjang.
➢ Bila ginjal teraba, rasakan kontur (bentuk), ukuran, adanya nyeri tekan.
➢ Untuk melakukan palpasi ginjal kiri, lakukan disisi seberang tubuh klien
dan letakkan tangan kiri di bawah panggul kemudian lakukan tindakan
seperti pada palpasi ginjal kanan.

b. Perkusi Ginjal
Teknik Pemeriksaan
➢ Persilahkan klien untuk duduk menghadap ke salah satu sisi,pemeriksa
berdiri di belakang klien.
➢ Letakkan satu tangan pada sudut costovertebra kanan setinggi vertebra
torakalis 12 dan lumbal I,pukul dengan sisi ulnar menggunakan kepalan
tangan(ginjal kanan).
➢ Lakukan perkusi pada ginjal kiri dengan pola perkusi pada ginjal kanan.
➢ Observasi reaksi klien saat dilakukan perkusi ginjal. Apabila terasa nyeri
kemungkinan terjadi gangguan/kelainan pada ginjal.

Hasil
Normal :
➢ Pada palpasi ginjal biasanya ginjal tidak teraba.
➢ Pasien tidak akan memberi respon rasa sakit pada saat perkusi ginjal

Abnormal:
➢ Pada palpasi, ginjal akan teraba.
➢ Pasien akan memberi respon rasa sakit pada saat perkusi ginjal

11. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)


Tujuan :
a. Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
b. Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-
bagian tertentu.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 21
Alat :
Meteran
Posisi klien: Berdiri. Duduk
a. Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM,
kekuatan dan tonus otot. Normal: simetris kiri dan kanan, integritas kulit baik,
ROM aktif, kekuatan otot penuh.
b. Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif
Kekuatan Otot
Pemeriksaan ini untuk menilai otot-otot dari sendi-sendi utama melalui suatu
pergerakan sendi pasif dan kemudian pemeriksaan kekuatan dari otot terhadap gravitasi
dan tahanan aktif. Pemeriksaan kekuatan otot pada ekstremitas bawah dilakukan dengan
berbaring. Kekuatan otot dapat dibagi dalam beberapa derajat yaitu:
Derajat 5 : Kekuatan normal. Seluruh gerakan (ROM/Range of Motion) dapat
dilakukan otot tersebut dengan tahanan minimal dari pemeriksa yang
dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.
Derajat 4 : Seluruh gerakan otot (ROM) dapat melawan gaya berat dan juga
melawan tahanan ringan dan sedang dari pemeriksa.
Derajat 3 : Seluruh gerakan otot (ROM) dapat dilakukan, berupa gaya berat,
tetapi tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa.
Derajat 2 : Otot hanya dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan dengan
menyangga anggota tubuh dan tidak dapat melawan tahanan
Derajat 1 : Kontraksi otot minimal dapat terasa atau teraba pada otot yang
bersangkutan tanpa mengakibatkan pergerakan.
Derajat 0 : Tidak ada kontraksi sama sekali, paralisis total.

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
12. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak
kaki)
a. Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit,
posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
b. Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 22
13. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy
Tujuan:
1. Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia.
2. Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema,
tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah.
3. Melakukan perawatan genetalia
4. Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan.

Alat :
1. Lampu yang dapat diatur pencahayaannya
2. Sarung tangan

Pemeriksaan rectum
Tujuan :
1. Mengetahui kondisi anus dan rectum
2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rektal
3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
4. Memeriksa kangker rectal dll
Alat :
1. Sarung tangan sekali pakai
2. Zat pelumas
Prosedur Pelaksanaan
1. Wanita:
a. Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris,
edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema
dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
b. Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran
c. Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa
d. Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid,
fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan genitalia evaluasi hasil yang
didapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

2. Pria:
a. Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada
pengeluaran pus atau darah
b. Inspeksi dan palpasi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan
testis dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
c. Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula
ani, pengeluaran dan perdarahan.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 23
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-tanda
infeksi dan pendarahan.
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 24
RANGE OF MOTION (ROM)

Tujuan:
a. Mendeteksi adanya keterbatasan gerak
b. Mencegah kontraktur
c. Memenuhi kebutuhan aktifitas dan latihan
d. Mengurangi bahaya atau resiko dari dampak imobilisasi

Prosedur Pelaksanaan
1. ROM pada leher, Spina Servikal
Tipe sendi : pivotal (putar)
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menggerakkan dagu menempel ke dada
Rentang sudut : 450
Otot yang berperan : M. sternocleidomastoideus
❑ Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak
Rentang sudut : 450
Otot yang berperan : M. trapezius
❑ Hiperekstensi : Menekuk kepada ke belakang sejauh mungkin
Rentang sudut : 100
Otot yang berperan : M. trapezius
❑ Fleksi lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu
Rentang sudut : 40-450
Otot yang berperan : M. Sternocleidomastoideus
❑ Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkular
Rentang sudut : 1000
Otot yang berperan : M. Sternocleidomastoideus, M. trapezius

2. ROM pada Bahu


Tipe sendi : sendi peluru (ball and socket)
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : mengangkat lengan dari posisi di samping kepala dengan
arah ke depan lalu ke atas
Rentang sudut : 1800
Otot yang berperan : M. coracobrachialis, M. biceps brachii, M. deltoideus, M.
pectoralis mayor
❑ Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh
Rentang sudut : 1800
Otot yang berperan : M. latissimus dorsi, M. teres major, M. triceps brachii.
❑ Hiperekstensi : menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus
Rentang sudut : 45-600
Otot yang berperan : M. latissimus dorsi, M. teres major, M. delotideus
❑ Abuksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala
dengan telapak tangan jauh dari kepala
Rentang sudut : 1800
Otot yang berperan : M. deltoideus, M. supraspinatus

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 25
❑ Adduksi anterior : menggerakkan lengan dari posisi di samping kepala,
menurun, menyamping dan menyilang di depan tubuh
sejauh mungkin
Rentang sudut : 3200
Otot yang berperan : M. teres major, M. Pectoralis major
❑ Adduksi posterior : menggerakkan lengan dari posisi di sisi kepala menurun,
menyamping, dan menyilang di belakang tubuh sejauh
mungkin.
Rentang sudut : 3200
Otot yang berperan : M. teres major, M. latissimus dorsi
❑ Rotasi eksternal : merentangkan lengan ke samping setinggi bahu dan
bengkokkan siku membentuk sudut siku-siku sehingga
ujung jari mengarah ke bawah. Gerakkan lengan ke atas
sehingga ujung jari mengarah ke atas.
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. teres major, M. infraspinatus, M. deltoideus
❑ Rotasi internal : rentangkan lengan ke samping setinggi bahu,
bengkokkan siku membentuk sudut siku-siku, ujung jari
mengarah ke atas, gerakkan lengan ke depan lalu turun
sehingga ujung jari ke bawah
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. teres major, M. pectoralis major, M. latissimus dorsi,
M. subscapularis.
❑ Sirkumduksi : menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh
(sirkumduksi adalah kombinasi semua gerakan sendi)
Rentang sudut : 3600
Otot yang berperan : M. teres major, M. latissimus dorsi, M. deltoideus, M.
M. coracobrachialis

3. ROM pada Siku


Tipe sendi : sendi engsel (hinge)
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan
sendi bahu dan tangan sejajar bahu.
Rentang sudut : 1500
Otot yang berperan : M. biceps brachii, M. brachialis, M. brachioradialis
❑ Ekstensi : menggerakkan lengan bagian bawah ke depan dan turun
luruskan lengan
Rentang sudut : 1500
Otot yang berperan : M. triceps brachii
❑ Hiperekstensi : menggerakkan lengan bagian bawah ke belakang sejauh
mungkin dari posisi lurus.
Rentang sudut : 0-150
Otot yang berperan : M. triceps brachii

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 26
4. ROM pada Lengan Bawah
Tipe sendi : pivotal (putar)
Tipe gerakan :
❑ Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
Rentang sudut : 70-900
Otot yang berperan : M. biceps brachii, M. supinator
❑ Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah
Rentang sudut : 70-900
Otot yang berperan : M. pronator teres, M. pronator quadratus

5. ROM pada Pergelangan Tangan


Tipe sendi : kondiloid
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam
lengan bawah
Rentang sudut : 0-300
Otot yang berperan : M. fleksor carpi ulnaris, M. flexor carpi radialis
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari tangan dan
lengan bawah berada pada arah yang sama
Rentang sudut : 80-900
Otot yang berperan : M. extensor carpi ulnaris, M. extensor carpi radialis
brevis, M. extensor carpi radialis longus
❑ Hiperekstensi : bengkokkan pergelangan tangan kea rah belakang sejauh
mungkin
Rentang sudut : 80-900
Otot yang berperan : M. extensor carpi ulnaris, M. extensor carpi radialis
brevis, M. extensor carpi radialis longus
❑ Abduksi (flexi radial): menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke ibu jari
Rentang sudut : 0-300
Otot yang berperan : M. flexor carpi radialis, M. extensor carpi radialis brevis,
M. extensor carpi radialis longus
❑ Adduksi (flexi ulnar): menekuk pergelangan tangan miring (lateral) kea rah
lima jari
Rentang sudut : 30-500
Otot yang berperan : m. flexor carpi ulnaris, M.extensor carpi ulnaris

6. ROM pada jari-jari Tangan


Tipe sendi : Condyloid hinge
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : membuat genggaman
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. lumbricales, M. interosseus volaris, M. interosseus
dorsalis
❑ Ekstensi : meluruskan jari-jari tangan
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. extensor digiti quinti
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 27
❑ Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin
Rentang sudut : 30-600
Otot yang berperan : M. proprius, M. extensor digitorum communis, M.
extensor indicis proprius
❑ Abduksi : merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang
lain
Rentang sudut : 300
Otot yang berperan : M. interosseus dorsalis
❑ Adduksi : merapatkan kembali jari-jari tangan
Rentang sudut : 300
Otot yang berperan : M. interosseus voralis

7. ROM pada Ibu jari


Tipe sendi : sendi pelana
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak
tangan
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. flexor pollicis brevis
❑ Ekstensi : Menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. extensor pollicis longus, M. extensor pollicis brevis
❑ Abduksi : menjaukan ibu jari ke samping
Rentang sudut : 300
Otot yang berperan : M. abductor pollicis brevis
❑ Adduksi : menggerakkan ibu jari ke depan tangan
Rentang sudut : 300
Otot yang berperan : M. adductor pollicis obliqus, M. adductor pollicis
transversus
❑ Oposisi : menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama
Otot yang berperan : M. opponens pollicis, M. opponens digiti minimi
8. ROM pada Panggul
Tipe sendi : sendi panggul (ball and socket)
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menggerakkan salah satu kaki ke depan dan ke atas,
posisi lutut dalam keadaan lurus atau ditekuk
Rentang sudut : 900 yang lurus, 1200 lutut yang ditekuk
Otot yang berperan : M. psoas major, M. iliacus, M. iliopsoas, M. sartorius
❑ Ekstensi : gerakkan salah satu kaki kembali ke posisi semula,
dimana kedua kaki sejajar
Rentang sudut : 90-1200
Otot yang berperan : M. gluteus maximus, M. semitendinousus, M.
semimembranosus
❑ Hiperekstensi : menggerakkan tungkai ke belakang tubuh
Rentang sudut : 30-500

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 28
Otot yang berperan : M. gluteus maximus, M. semitendinousus, M.
semimembranosus
❑ Abduksi : menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh
Rentang sudut : 30-500
Otot yang berperan : M. gluteus medius, M. gluteus minimus
❑ Adduksi : gerakkan salah satu kembali dari posisi abduksi dan
melewati kaki yang satunya melewati depannya
Rentang sudut : 30-500
Otot yang berperan : M. adductor longus, M. adductor brevis, M. adductor
magnus
❑ Internal rotasi : memutar kaki dan tungkai kea rah tungkai lain
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor
fasciae latae
❑ Eksternal rotasi : memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain
Rentang sudut : 900
Otot yang berperan : M. obturatorius internus, M. obturatorius eksternus
❑ Sirkumduksi : menggerakkan tungkai melingkar
Otot yang berperan : M. psoas major, M. gluteus maximus, M. gluteus
medius, M. adductor magnus.

9. ROM pada Lutut


Tipe sendi : hinge
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : menggerakkan lutut menekuk ke belakang mendekati
paha
Rentang sudut : 120-1300
Otot yang berperan : M.biceps femoris, M. semitendinosus, M. semi
membranosus, M. sartorius
❑ Ekstensi : menggerakkan meluruskan kaki dari posisi fleksi
Rentang sudut : 120-1300
Otot yang berperan : M.rectus femoris, M. vastus lateralis, M. vastus medialis,
M. vastus intermedius.

10. ROM pada Mata Kaki


Tipe sendi : hinge
Tipe gerakan :
❑ Dorsofleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
atas
Rentang sudut : 20-300
Otot yang berperan : M.tibialis anterior
❑ Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah
Rentang sudut : 45-500
Otot yang berperan : M.gastrocnemius, M. Soleus

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 29
11. ROM pada Kaki
Tipe sendi : gliding
Tipe gerakan :
❑ Inversi : memutar telapak kaki ke samping dalam (medial)
Rentang sudut : 100 atau kurang
Otot yang berperan : M.tibialis anterior, M. tibialis posterior
❑ Eversi : memutar telapak kaki ke samping luar (lateral)
Rentang sudut : 100 atau kurang
Otot yang berperan : M.peroneus longus, M. peroneus brevis

12. ROM pada jari-jari Kaki


Tipe sendi : kondiloid
Tipe gerakan :
❑ Fleksi : melengkungkan jari-jari kaki ke bawah
Rentang sudut : 30-600
Otot yang berperan : M.flexor digitorum, M. lumbricales pedis, M. flexor
hallucis brevis
❑ Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki
Rentang sudut : 30-600
Otot yang berperan : M.extensor digitorum longus, M. Extensor digitorum
brevis, M. extensor hallucis longus.
❑ Abduksi : mereganggkan jari-jari kaki satu dengan yang lain
Rentang sudut : 150 atau kurang
Otot yang berperan : M.adductor hallucis, M. interosseus dorsalis
❑ Adduksi : merapatkan kembali jari kaki secara bersama-sama
Rentang sudut : 150 atau kurang
Otot yang berperan : M.adductor hallucis, M. interosseus plantaris

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 30
PENGKAJIAN ANTROPOMETRI

a. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Parameter yang harus ada dalam pengukuran IMT adalah berat badan dan tinggi
badan. Rumus IMT adalah:

IMT = Berat Badan (Kg)


Tinggi Badan (meter) x Tinggi Badan (meter)

Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT menurut Depkes (2003)


IMT Kategori
< 17,0 Sangat kurus
17,0 – 18,4 Kurus
18,5 – 25,0 Normal
25,1 – 27,0 Gemuk
> 27,0 Obesitas

b. Lipatan Trisep
Lokasi pada dada, subskapula, midaksila, suprailiaka, abdominal, paha, betis, bisep
dan trisep. Salah satu yang paling sering digunakan adalah mengukur lipatan kulit
pada trisep. Alat yang digunakan untuk mengukur lipatan kulit adalah “skin fold
caliper”.

Hasil pengukuran dapat dikategorikan obes atau tidak obes, berdasarkan jenis
kelamin, yaitu:
Jenis kelamin Cut of points Kategori
Laki-laki > 18,6 mm Obes
Perempuan >25,1 mm Obes

c. Lingkar Lengan Atas (LLA)


Menurut Depkes (1994), pengukuran LLA pada kelompok Wanita Usia Subur
(WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh
masyarakat awam untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronik
(KEK). Wanita Usia Subur adalah wanita usia 15-45 tahun.
Ambang batas LLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.
Apabila ukuran LLA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LLA, artinya
wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan bayi
berat badan lahir rendah (BBLR).

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 31
d. Lingkar Otot Lengan Atas (LOLA)
Ada dua jenis ukuran yang digunakan untuk menentukan LOLA, yaitu LLA
dan lipatan trisep. Hasil pengkuruan LOLA dapat digunakan untuk mengetahui
status protein otot. Rumus perhitungan LOLA sebagai berikut:

LOLA = LLA – (3,14 x tebal lipatan trisep)

Ambang batas LOLA dibedakan berdasarkan jenis kelamin orang dewasa, yaitu:
Jenis Kelamin Cut of points Kategori
Laki-laki 24,8 cm Normal
Perempuan 21,0 cm Normal
e. Rasio Pinggang dan Pinggul
Salah satu cara yang digunakan untuk menentukan apakah lemak perut berlebih atau
tidak adalah dengan pengukuran rasio pinggang dan pinggul. Hasil pengukuran ini
dapat dijadikan indicator apakah seseorang memerlukan intervensi penurunan berat
badan atau tidak.
Cara pengukuran lingkar pinggang adalah dengan mengukur lingkaran terkecil di
atas umbilicus, dan lingkar pinggul dengan mengukur tonjolan gluteus yang paling
maksimal.
Lingkar pinggang (dekat pusar)
Rasio = Lingkar pinggul (pada titik terbesar dekat bokong)

Apabila hasil rasio ≥ 1,0 diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan
penyakit jantung dan dapat dijadikan indicator untuk menurunkan berat badan.

f. Lingkar Perut
Lingkar perut dapat digunakan untuk menentukan obesitas sentral. Klasifikasi
lingkar perut dikatakan obesitas sentral untuk laki-laki ≥ 90 cm dan perempuan ≥ 80
cm. Pengukuran dilakukan dalam proses berdiri tegak dengan kedua tangan
disamping dan kaki rapat. Tepi tulang iga terendah dan Krista iliaka pada garis
aksila tengah (mid axillary line) diberi tanda dengan pena. Pita pengukur diletakkan
melintang di pertengahan antara kedua tanda tersebut melingkari perut secara
horizontal. Ukuran yang digunakan adalah sentimeter (cm).

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 32
PENILAIAN TANDA-TANDA VITAL

i. Tingkat Kesadaran
Penilaian kualitatif tingkat kesadaran, secara klinis dan umum yang digunakan
adalah:
a. Kompos mentis : sadar penuh
b. Apatis : perhatian berkurang
c. Somnolens : mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
d. Sopor : dengan rangsangan kuat masih memberi respons
gerakan
e. Soporo-comatous : hanya tinggal reflek kornea (sentuhan ujung
kapas pada kornea, akan menutup kelopak mata)
f. Coma : tidak memberi respons sama sekali

Pada tahun 1974, Teasdale G dan Jennett B. mempublikasikan penilaian kuantitatif


tingkat kesadaran dengan menggunakan Skala Coma Glasgow/GLASGOW COMA
SCALE.
Ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitiatif kesadaran yang menggunakan
Skala Coma Glasgow, yaitu:
a. Respon motorik
b. Respon bicara
c. Respon membuka mata
Skor yang kurang atau sama dengan 7 : disebut Koma
Skor yang lebih atau sama dengan 9 : tidak Koma

PENILAIAN GLASGOW COMA SCALE


Respon Motorik
Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti mengangkat tangan,
menunjukkan jumlah jari-jari dari angka yang disebut oleh pemeriksa,
melepaskan genggaman.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti
tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius.
Nilai 4 : Flexi menjauh dari rangsang nyeri yang diberikan, tetapi tidak mampu
menunjuk lokasi/tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : Flexi abnormal
Bahu adduksi, flexi dan pronasi lengan bawah, flexi pergelangan tangan dan
tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri (disebut Decorticate Rigidity)
Nilai 2 : Extensi abnormal
Bahu adduksi dan rotasi interna, extensi lengan bawah, flexi pergelangan
tangan dan tinju mengepal bila diberi rangsang nyeri (disebut Decerebrate
Rigidity)
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 33
Catatan:
❖ Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat
❖ Tidak ada trauma spinal. Bila hal ini ada, hasilnya akan selalu negatif

Respon Verbal/Bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun) dan pemeriksaan ini tidak
berlaku bila pasien:
a. Dysphasia/aphasia
b. Mengalami trauma mulut
c. Dipasang intubasi trachea (ETT)

Nilai 5 : Pasien orientasi penuh/baik dan mampu bicara. Orientasi waktu, tempat,
orang, siap dirinya, berada di mana, tanggal dan hari.
Nilai 4 : Pasien “Confuse”/tidak orientasi penuh
Nilai 3 : Bisa bicara, kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tetapi tidak
menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan
Nilai 2 : Bisa bersuara tetapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya/”nggrenyem”,
suara-suara tidak dapat dikenali makna katanya.
Nilai 1 : Tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri.

Respon Membuka Mata


Nilai 4 : Mata membuka spontan, misalnya sesudah disentuh
Nilai 3 : Mata baru membuka kalau diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata.
Nilai 2 : Mata membuka hanya kalau dirangsang kuat/nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupun diberikan rangsangan nyeri

Catatan: Mata tidak dalam keadaan terbalut ataupun Edema kelopak mata. Apabila hal
ini ada, maka skor akhir diberi huruf E yang berarti pembukaan mata tidak
dinilai.

Lalu dilakukan penjumlahan angkanya:


Nilai Motorik : ……………………………
Verbal : ……………………………
Membuka mata : ……………………………
+
Jumlah Skor : ……………………………
1. Pengukuran Tekanan Darah
a. Pasanglah manset pada lengan atas , dengan batas bawah manset 2 - 3 cm dari
lipat siku dan perhatikan posisi pipa manset yang akan menekan tepat di atas
denyutan arteri di lipat siku ( arteri brakialis)
b. Letakkan stetoskop tepat di atas arteri brakialis
c. Rabalah pulsasi arteri pada pergelangan tangan (arteri radialis),
Lihat gambar:

d. Pompalah manset hingga tekanan manset mencapai 30 mmHg setelah pulsasi


arteri radialis menghilang.
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 34
e. Bukalah katup manset dan tekanan manset dibirkan menurun perlahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg/detik
f. Bila bunyi pertama terdengar , ingatlah dan catatlah sebagai tekanan sistolik.
g. Bunyi terakhir yang masih terdengar dicatat sebagai tekanan diastolik
h. Turunkan tekanan manset sampai 0 mmHg, kemudian lepaskan manset.
Bunyi-bunyi Korothkoff
Akan terdengar bersamaan dengan nadi/fase pemompaan ventrikel
KI : adalah bunyi pertama yang terdengar, sifatnya lemah, nadanya agak tinggi
terdengar (tek…, tek…)
K II : adalah bunyi seperti K I yang disertai bising (teksst, teksst…) atau (tekrrd,
tekrrd…)
K III : adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa bising (De:g,
De:g…)
K IV : saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g…deg, deg…)
KV : saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari Korothkoff I
Nilai diastolic diambil dari Korothkoff V
Kecuali :
a. Pada anak kecil (Balita)
b. Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun permukaan air raksa sudah nol
(hal ini cukup sering kita temui)
Catatan: Pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai diastolik
Setelah itu menghitung M.A.P/Mean Arterial Pressure (tekanan arterial rata-rata)
dengan rumus:

M.A.P. = Sistolik + 2 Diastolik


3

Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal M.A.P 70
mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai. Apabila M.A.P < 70 mmHg,
fungsi eksresi berbagai zat akan menurun sampai an-uria dan potensial akan
memperburuk keadaan pasien.

2. Flapping Tremor/Asterixis:
Gerakan tangan turun/jatuh dengan terhentak-hentak/tersendat-sendat bila dilakukan
dorsofleksi pasif pergelangan tangan kemudian dilepaskan secara tiba-tiba (lihat
gambar)

Flapping tremor/Asterixis dapat dijumpai pada pasien-pasien yang


menuju/mendekati koma.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 35
PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS

Nervus I : OLFAKTORIUS
Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan meng hidu, selain itu
untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh
gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.
Persiapan Pasien :
1. Pasien harus sadar & kooperatif
2. Bahan : teh, kopi, tembakau, sabun, jeruk.
3.
Pemeriksaan :
1. Subyektif : Keluhan pasien
2. Obyektif
A. Syarat Pemeriksaan:
❖ Yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik.
❖ Bahan yang dipakai harus dikenal oleh pasien
❖ Bahan yang dipakai bersifat non iritasi
B. Prosedur pemeriksaan nervus Olfaktorius (N I)
❑ Memberitahukan kepada pasien bahwa daya penghiduannya akan diperiksa.
❑ Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau kelainan
pada rongga hidung.
❑ Meminta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung.
❑ Meminta pasien untuk menutup kedua mata
❑ Meminta pasien untuk mencium bau-bauan tertentu (misalnya kopi, jeruk
atau tembakau) melalui hidung yang terbuka.
❑ Meminta pasien menyebutkan jenis bau yang diciumnya
❑ Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral.
Hasil Pemeriksaan:
Normosmia yaitu kemampuan penghidu normal
Kelainan yang dijumpai pada Nervus I (Nervus Olfaktorius)
1. Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
2. Hiposmia adalah bila daya penghidu kurang tajam
3. Hiperosmia : meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada penderita
hiperemis gravidarum atau pada migren.
4. Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
5. Kakosmia : mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada
NERVUS 2: OPTIKUS
Tujuan pemeriksaan :
1. Untuk mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menentukan apakah kelainan
pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.
2. Untuk mempelajari lapang pandang.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 36
1. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus oleh karena penyakit mata
a. Kartu Snellen
Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen. Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan
visus mata kanan diperiksa. Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam
kartu snellen, begitu juga sebaliknya untuk mata kiri.
Interpretasi:
Visus normal : 6/6
x : jarak penderita dengan snellen
y : jarak dimana orang normal dapat melihat tulisan dalam snellen
b. Jari-jari tangan
❑ Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus
ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
❑ Pasien memberitahukan berapa jari perawat yang diperlihatkan kepada
pasien.
❑ Jika sejauh 6 m pasien tidak dapat melihat, jarak diperpendek sampai pasien
dapat melihat.
Interpretasi :
Normal : menghitung jari tangan jarak 60 m
Jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m, maka visus pasien
: 5/60
Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang bertujuan memeriksa batas-batas penglihatan bagian
perifer. Pemeriksaan ini dapat dikerjakan dengan 3 teknik yaitu :
1. Test konfrontasi dengan tangan
2. Test dengan kampimeter
3. Test dengan perimeter
Prosedur pemeriksaan lapangan pandang (test konfrontasi dengan tangan)
1. Meminta pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter.
2. Meminta pasien menutup mata kirinya dengan tangan untuk memeriksa mata kanan.
3. Meminta pasien melihat hidung pemeriksa
4. Pemeriksa menggerakkan jari tangannya dari samping kanan ke kiri dan dari atas ke
bawah.
5. Meminta pasien untuk mengatakan bila masih melihat jari-jari tersebut.
6. Menentukan hasil pemeriksaan
7. Mengulangi prosedur pemeriksaan untuk mata sebelah kiri dengan menutup mata
sebelah kanan.
Test Kampimeter dan Test Perimeter
▪ Papan hitam diletakkan di depan pasien dengan jarak 1 atau 2 m.
▪ Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3 mm
▪ Mata pasien difiksasi di tengah dan benda penguji digerakkan dari perifer ke tengah
dari segala jurusan.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 37
NERVUS III, IV & VI (OKULOMOTOR, TROCHLEAR, ABDUCENS)
Prosedur pemeriksaan gerakan bola mata:
❑ Memberitahukan pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan terhadap gerakan bola
matanya.
❑ Memeriksa ada tidaknya gerakan bola mata di luar kemauan pasien (nistagmus).
❑ Meminta pasien untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa yang digerakkan ke
segala jurusan.
❑ Mengamati ada tidaknya hambatan pada pergerakan matanya (hambatan dapat
terjadi pada salah satu atau kedua mata).
❑ Meminta pasien untuk menggerakkan sendiri bola matanya.
Prosedur pemeriksaan kelopak mata:
❖ Meminta pasien untuk membuka kedua mata dan menatap ke depan selama satu
menit.
❖ Meminta pasien untuk melirik ke atas selama satu menit.
❖ Meminta pasien untuk melirik ke bawah selama satu menit.
❖ Pemeriksa melakukan pengamatan terhadap celah mata dan membandingkan lebar
celah mata (fisura palpebralis) kanan dan kiri
❖ Mengidentifikasi ada tidaknya ptosis, yaitu kelopak mata yang menutup.
Prosedur Pemeriksaan Pupil:
❖ Melihat diameter pupil pasien (normal 3 mm)
❖ Membandingkan diameter pupil mata kanan dan kiri (Isokor atau anisokor).
❖ Melihat bentuk bulatan pupil teratur
❖ Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya direk:
Menyorotkan cahaya ke arah pupil lalu mengamati ada tidaknya miosis dan
mengamati apakah pelebaran pupil segera terjadi ketika cahaya dialihkan dari pupil.
❖ Memeriksa refleks pupil terhadap cahaya indirek.
Mengamati perubahan diameter pupil pada mata yang tidak disorot cahaya ketika
mata yang satunya mendapatkan sorotan cahaya langsung.

NERVUS V: TRIGEMINUS
Bertanggung jawab terhadap sensasi raba, nyeri dan temperatur pada muka. Selain inut
nervus trigeminus juga mengontrol gerakan otot yang berperan dalam mengunyah
makanan.
Pemeriksaan Nervus V meliputi Pemeriksaan Motorik dan Sensorik.
1. Pemeriksaan fungsi Motorik
Prosedur pelaksanaan:
a. Meminta pasien untuk merapatkan gigi sekuat-kuatnya.
b. Pemeriksa mengamati muskulus masester dan muskulus temporalis (normal:
kekuatan kontraksi sisi kanan dan kiri sama)
c. Meminta pasien untuk membuka mulut
d. Pemeriksa mengamati apakah dagu tampak simetris dengan acuan gigi seri atas
dan bawah (apabila ada kelumpuhan, dagu akan terdorong ke arah lesi).
2. Pemeriksaan fungsi sensorik
a. Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan jarum pada daerah dahi, pipi dan
rahang bawah

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 38
b. Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat
pada daerah dahi, pipi dan rahang bawah.
3. Melakukan pemeriksaan refleks kornea
a. Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan menutup
mata/berkedip).
b. Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut.
4. Melakukan pemeriksaan refleks masseter:
a. Meminta pasien untuk sedikit membuka mulutnya.
b. Meletakkan jari telunjuk kiri pemeriksa di garis tengah dagu pasien.
c. Mengetok jari telunjuk kiri pemeriksa dengan jari tengah kanan pemeriksa atau
dengan palu refleks.
d. Mengamati respon yang muncul: kontraksi muskulus masseter dan mulut akan
menutup.
NERVUS VII (FACIALIS)
Pemeriksaan fungsi nervus VII meliputi :
1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis
2. Pemeriksaan viserosensorik dan viseromotorik nervus intermedius.
1. Pemeriksaan Motorik
a. Meminta pasien untuk duduk dengan posisi istirahat (rileks).
b. Pemeriksa mengamati muka pasien bagian kiri dan kanan apakah simetris atau
tidak
c. Pemeriksa mengamati lipatan dahi, tinggi alis, lebar celah mata, lipatan kulit
nasolabial dan sudut mulut
d. Meminta pasien menggerakkan mukanya dengan cara sebagai berikut:
❑ mengerutkan dahi, bagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam
❑ mengangkat alis
❑ menutup mata dengan rapat, lalu pemeriksa mencoba membuka dengan
tangan.
❑ memoncongkan bibir
❑ meminta pasien menggembungkan pipinya, lalu pemeriksa menekan pipi kiri
dan kanan, untuk mengamati apakah kekuatannya sama. Bila ada
kelumpuhan maka angin akan keluar dari bagian yang lumpuh.
2. Pemeriksaan viseromotorik (parasimpatis)
❑ Memeriksa kondisi kelenjar lakrimalis basah atau kering.
❑ Memeriksa kelenjar sublingualis
❑ Memeriksa mukosa hidung dan mulut
3. Pemeriksaan sensorik
❑ Meminta pasien menjulurkan lidah
❑ Meletakkan gula, asam/garam atau sesuatu yang pahit pada sebelah kiri dan
kanan dari 2/3 bagian depan lidah
❑ Meminta penderita untuk menuliskan apa yang dirasakannya pada secarik kertas.
Catatan : Pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:
❑ Lidah pasien terus menerus dijulurkan ke luar
❑ Pasien tidak diperkenankan bicara
❑ Pasien tidak diperkenankan menelan

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 39
NERVUS VIII (AKUSTIKUS)
Pemeriksaan Nervus VIII meliputi :
a. Pemeriksaan fungsi pendengaran
b. Pemeriksaan fungsi vestibular
a. Pemeriksaan fungsi pendengaran
1. Pemeriksaan Weber
▪ Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang di telinga kanan
dan kiri penderita.
▪ Garputala diletakkan di dahi penderita.
Pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (penderita tidak dapat
menentukan dimana yang lebih keras)
▪ Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri, misal oleh karena otitis media,
pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi di
sebelah kiri, maka test weber terdengar lebih keras di kanan.
2. Pemeriksaan Rinne
▪ Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
penderita. Pada telinga sehat, pendengaran melalui udara di dengar lebih
lama daripada melalui tulang.
▪ Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi, kemudian garpu tala dipindahkan ke depan meatus
eksternus. Test rinne positif ditemukan pada pasien tuli persepsi, sedangkan
pada tuli konduksi test rinne negatif.
3. Pemeriksaan Schwabach
▪ Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang
pemeriksa (dengan anggapan pendengaran pemeriksa adalah baik).
▪ Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus mastoideus
penderita. Bila penderita sudah tidak mendegar lagi suara garputala tersebut,
maka segera garputala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
▪ Bila hantaran tulang pasien baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar
suara mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan Schwabach normal.
▪ Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa masih
mendengar suara getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan
Schwabach memendek.
b. Pemeriksaan fungsi vestibular
1. Romberg test
▪ Pasien disuruh berdiri tegak dengan mata tertutup
▪ Pasien dianjurkan untuk menggerak-gerakkan kedua anggota bagian atas, ke
atas, ke bawah dengan mata tertutup
Interpretasi:
▪ Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap Romberg yang dipertajam
selama 30 detik atau lebih.
▪ Romberg test (+) apabila ketika pasien berjalan berubah arah ke sisi labirin
yang rusak/deviasi ke arah labirin yang rusak.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 40
2. Past Ponting test
Pasien diminta untuk menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,
kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normal:
pasien harus dapat melakukannya.

NERVUS IX : GLOSOFARINGEUS
Prosedur Pemeriksaan:
❑ Pasien diminta untuk membuka mulutnya
❑ Dengan penekan lidah, lidah hendaknya ditekan ke bawah, sementara itu pasien
diminta untuk mengucapkan ‘a-a-a’ panjang
❑ Maka akan tampak bahwa langit-langit yang sehat akan bergerak ke atas. Lengkung
langit-langit disisi yang sakit tidak akan bergerak ke atas.
Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas. Lengkung langit-langit
yang lumpuh tertinggal

NERVUS X : VAGUS
Pemeriksaan fungsi menelan
▪ Minta penderita minum air
▪ Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi:
❖ Normal : mampu minum air dengan baik.
❖ Kelainan : air akan masuk ke hidung pada lesi n.IX bilateral
Pemeriksaan Refleks muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum mole

Interpretasi : Refleks muntah +/-

NERVUS XI : AKSESORIUS
1. Pemeriksaan fungsi M. Sterno Kleidomastoideus
Prosedur pelaksanaan
❖ Minta klien menoleh ke kiri dan ke kanan tanpa mengangkat bahu, observasi
tentang gerak sendi servikal
❖ Minta klien menoleh ke kanan dan ke kiri dan melawan tahanan tangan
pemeriksa, amati kekuatan klien melawan tahanan dan lakukan untuk sisi kanan
Interpretasi :
Normal : kontraksi (+)
Kelainan : kontraksi (-)
2. Pemeriksaan fungsi M. Trapezius
▪ Saat Istirahat
▪ Saat bahu digerakkan

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 41
Prosedur pemeriksaan:
❑ Minta klien menaikkan kedua bahu bersamaan dan observasi kesimetrisan
gerakan
❑ Tahan kedua sisi bahu klien dengan telapak tangan, minta klien mendorong
tangan pemeriksa sekuat-kuatnya , perhatikan kekuatan daya dorong

Interpretasi :
➢ Normal : Simetris
➢ Kelainan : Asimetris, kelemahan pada bahu yang sakit.

NERVUS XII : HIPOGLOSUS


Prosedur pemeriksaan :
❑ Periksa gerakan lidah : minta klien men julurkan lidah, menggerakan lidah ke kiri
dan ke kanan, observasi kesimetrisan gerakan lidah
❑ Periksa kekuatan otot lidah : minta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung
lidah, dorong bagian luar pipi klien dengan dua jari,observasi kekuatan tahanan
lidah klien.
❑ Ulangi dengan sisi sebelahnya

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 42
PEMERIKSAAN REFLEKS

Refleks normal terdiri dari:


Refleks tendon seperti; bisep, radius, trisep, patella, achiles.
1. Refleks Biceps
Lengan fleksi pada siku, telapak tangan menghadap ke bawah, letakkan ibu jari
tangan kita pada biceps, ketuk dengan refleks hammer; respon fleksi lengah bawah,
rasakan kontraksi biceps.

2. Refleks Triceps
Lengan fleksi sendi siku, ketok tendon triceps di atas siku; observasi kontraksi
triceps, respon ekstensi lengan bawah

3. Refleks Patella
Pasien duduk atau baring, tungkai difleksikan dan digantung, ketuk tendon
muskulus kuadriseps femoris, di bawah atau di atas patella, respon kontraksi
quadriceps dan ekstensi tungkai bawah.

4. Refleks Brachiradialis
a. Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus beristirahat longgar
di pangkuan pasien.
Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 43
b. Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (Tendon melintasi (sisi ibu jari
pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan tangan. posisi
lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons:
❖ flexi pada lengan bawah
❖ supinasi pada siku dan tangan

5. Refleks Achiles
Tungkai bawah sedikit difleksikan sedikit kemudian ketuk tendon achilles, respon
fleksi plantar pada kaki

REFLEKS PHATOLOGIS
1. REFLEK BABINSKI
a. Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki diluruskan.
b. Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar kaki tetap pada
tempatnya.
c. Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior
d. Respon : positif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan
pengembangan jari kaki lainnya

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 44
2. REFLEK CHADDOK
a. Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari
posterior ke anterior
b. Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya (fanning)
jari-jari kaki lainnya.

3. REFLEK SCHAEFFER
a. Menekan tendon achilles.
b. Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

4. REFLEK OPPENHEIM
a. Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke distal
b. Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 45
PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL

1. KAKU KUDUK.
Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sebagai berikut:
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu men capai dada.
Selama penekukan diperhatikan ada nya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita
dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat
ringan atau berat.

2. KERNIG SIGN
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat
terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut
135 derajat, maka dikatakan kernigsign positif.

3. BRUDZINSKI
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah
kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala
pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini adalah positif bila
gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 46
DAFTAR PUSTAKA

Augustinus, Andy Santoso (2010). Pemeriksaan Fisik. Jakarta: STIKes St. Carolus

Hidayati, Ratna, dkk. (2014). Praktik Laboratorium Keperawatan, Jilid 1.


Jakarta: Erlangga

I Dewa Nyoman Supariasa (2012). Pendidikan dan Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC

Priharjo, Robert (2006). Pengkajian Fisik Keperawatan Ed.2. Jakarta: EGC

Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Talbot, A. Laura, Meyers, Mary (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Widagdo (2008). Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan system persarafan.
Jakarta: TIM

Buku pegangan pemeriksaan fisik | Progam Studi Profesi Ners Tahap Akademik 47

Anda mungkin juga menyukai