Anda di halaman 1dari 8
Buletin AgroBio 3(2):51-58 Prospek dan Produksi Enzim a-amilase dari Mikroorganisme Nar Richana Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor ABSTRACT Prospects of a-amylase Enzyme Production from Microorganisms. Nur Richana. Enzyme «-amylases is commonly used in various food, beverage, and textile industries. Indonesia is sill importing these enzymes due to the lack of high yielding microorganism that produce these ‘enzyme and poor technology in enzyme production. Therefore, Research on production of “amylase enzymes by microorganisms is needed. The a-amylase enzymes from Bacillus spp. have been the subjects of many studies for several years. The investigations were done to gain ‘a better understanding on production, regulation of synthesis, secretion, and properties of the enzymes. The extracellular a-amylases produced by Bacilus coagulans MIl-0, B stearothermophilus Tll-12, and 8. licheniformis TVIL6 strains have been isolated in the Research Institute for Food Crop Biotechnology, Bogor. A scale up technique of a-amylases production to an industrial level is needed. Knowiedge on production, purification, and characterization of extra cellular amylase enzymes from microorganisms are reviewed in this paper. Key words: Production of a-amylase enzymes, microorganisms, Bacillus spp. inzim adalah molekul biopoli- mer yang tersusun dari serang- kaian asam amino dalam kompo- sisi dan susunan rantal yang teratur dan tetap. Enzim memegang pera- nan penting dalam berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, en- zim diproduksi dan digunakan oleh sel hidup untuk mengkatalisis reak- si, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan sel. Amilase mempunyai kemampu- an untuk memecah molekul-mole- kul pati dan glikogen (Judoamidjojo et al, 1992). Molekul pati yang me- rupakan polimer dari a-D-glikopira- nosa akan dipecah oleh enzim pa- da ikatan a-1,4- dan a-I 6-glikosida, Secara umum, amilase dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pe- mecahan dan letak ikatan yang di- pecah, yaitu a-amilase, B-amilase, dan glukoamilase. Enzim a-amilase merupakan endoenzim yang memotong ikatan a-1,4 amilosa dan amilopektin de- ngan cepat pada larutan pati kental yang telah mengalami gelatini Proses ini juga dikenal dengan na- Hak Cipta © 2000, Balitbio ma proses likuifikasi pati. Produk akhir yang dihasilkan dari aktivitas- nya adalah dekstrin beserta sejum- lah kecil glukosa dan maltosa (Prave et ail. 1987). Menurut Fogarty (1983) dan Whitaker (1972), a-amilase akan menghidro- lisis ikatan a-1-4 glikosida pada polisakarida dengan hasil degradasi secara acak di bagian tengah atau bagian dalam molekul. Enzim B-amilase atau disebut juga a-1,4-glukanmaltohidrolas E.C. 3.2.1.2. bekerja pada ikatan a-1,4- glikosida dengan menginversi konfi- gurasi posisi atom C(1) atau C no- mor 1 molekul glukosa dari a,men- jadi 8. Enzim ini memutus ikatan amilosa maupun amilopektin dati luar molekul dan menghasilkan unit-unit maltosa dari ujung nonpe- reduksi pada rantai polisakarida Bila tiba pada ikatan a-1,6 glikosida aktivitas enzim ini akan berhenti. Glukoamilase dikenal dengan nama lain a-1,4- glukan glukohidro- lase atau EC 3.2.1.3, Enzim ini menghidrolisis ikatan glukosida a-1,4, tetapi hasilnya B-glukosa yang mempunyai konfigurasi_ berlawan- an dengan hasil hidrolisis oleh en- zim o-amilase. Selain itu, enzim ini dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida o-1,6 dan a-1,3 tetapi de- ngan laju yang lebih lambat diban- dingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida a-1,4 (Judoamidjojo et al., 1992). PROSPEK a-AMILASE DALAM BIOKONVERSI BAHAN BERPATI Peranan enzim sebagai biokata- lisator dalam berbagai bidang_in- dustri semakin penting. Dewasa ini, enzim yang diproduksi secara ko- mersial banyak digunakan dalam bidang industri dan kedokteran. Konsumsi enzim bagi industri da- lam negeri yang masih harus di- impor selama tahun 1996 sebanyak 2.490.396 kg, senilai US$ 12.181.608. Di antara sekian banyak enzim yang digunakan dalam industri, enzim untuk industri pangan merupakan enzim yang menguasai pasar inter- nasional. Pada saat ini, enzim yang sangat besar penggunaannya untuk konversi bahan berpati adalah ami- lase. Selain dimanfaatkan dalam i dustri pangan terutama gula cair, amilase- juga digunakan dalam industri tekstil dan deterjen. Pada awal tahun 1993, kebutuh- an amilase di Jawa Barat, khusus- nya di Bandung sudah mencapai 40 vbulan atau setara dengan USS 2.800.000 untuk keperluan industri tekstil (Rosalinda ef al, 1994). Kebutuhan untuk produksi gula cair di PT Puncak Gunung Mas setiap bulan di tahun 1999 bisa mencapai 750 kg. Sedangkan 3 perusahaan besar lainnya yang tercatat di Biro Pusat Statistik (1997), yaitu Indone- sia Maltose Industry (Ciawi), Tam- bak Agung Abadi (Mojokerto), dan PT Raya Sugarindo Inti (Tasikma- laya). Apabila kebutuhan amilase ketiga perusahaan tersebut sama maka diperkirakan kebutuhan ami- lase untuk gula cair berkisar 4 vbu- lan sedangkan kebutuhan glukosa di Indonesia baru terpenuhi 60%. 52 Oleh karena itu, pengembangan produksi glukosa di dalam negeri masih diperlukan, sejalan dengan kebutuhan amilase yang terus meningkat. Penerapan bioteknologi melalui aplikasi amilase akan membantu usaha meningkatkan nilai ekonomi bahan berpati (starchy material) Perkembangan bioteknologi ini ha- nus terus dipacu, karena Indonesia banyak menghasilkan substrat ba- han berpati seperti singkong dan sagu. Produksi ubi kayu di Indone- sia pada tahun 1997 mencapai 14,7 juta t dan diekspor dalam bentuk tapioka sebesar 82.803 t (BPS, 1998). Dilain pihak, produksi ubi ka- yu tidak pemah stabil, hal tersebut karena lemahnya posisi petani da- Jam menentukan harga jual produk. Oleh karena itu, pengolahan ubi kayu dalam bentuk yang lebih bera- gam, memungkinkan petani mem- proses ubi kayu sehingga men- dapatkan harga yang lebih baik. Sebagai_ negara yang banyak menghasilkan bahan berpati (ubi kayu, sagu, garut, dan sebagainya), Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan industri penghasil enzim terutama amilase. Nilai eko- nomi ubi kayu maupun tapioka akan dapat ditingkatkan apabila di- hasilkan produk bemilai ekonomi tinggi seperti sirup glukosa, frukto- sa, maltosa, dan pati termodifikasi lainnya. Produk tersebut dihasilkan melalui hidrolisis secara enzimatis menggunakan amilase. Proses pe- ngembangan secara enzimatis pa- da bahan berpati tersebut akan sangat membantu usaha mening- katkan nilai ekonominya dan seka- ligus meningkatkan pendapatan negara. MIKROORGANISME PENGHASIL a-AMILASE, Beberapa _mikroorganisme mampu mensekresikan —enzim ekstraseluler dalam jumlah besar. BULETIN AGROBIO Enzim a-amilase merupakan enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang di- hasilkan di dalam sel, tetapi dike- Juarkan ke media pertumbuhan se- lama fermentasi. Karena itu untuk mengisolasi_ bakteri_ yang dapat menghasilkan enzim tertentu diper- lukan substrat yang mampu meng- induksi enzim tersebut (Stanbury dan Whitaker, 1984). Boing (1982) mengemukakan beberapa syarat_mikroorganisme yang digunakan untuk produksi enzima secara komersial, yaitu « Dapat — menghasilkan ekstraseluler. © Cukup stabil dan mempunyai kemampuan produksi tinggi. * Dapat tumbuh pada media yang relatif murah. * Tidak membentuk produk fer- mentasi yang mengganggu pem- bentukan enzim. ‘* Pemanenan dan ekstraksi enzim dapat dilakukan dengan mudah. Jenis mikroorganisme yang su- dah umum menghasilkan a-amila- se adalah Bacillus dan Aspergillus (Stanbury dan Whitaker, 1984). Contoh beberapa Bacillus penghasil amilase disajikan pada Tabel 1. Beberapa peneliti melaporkan bahwa enzim o-amilase dapat di- hasilkan melalui proses fermentasi media cair dari berbagai mikroorga- nisme seperti Chlorefexus auranti- cus untuk memproduksi amilase yang dapat menghidrolisis pati menjadi maltotreosa dan maltopen- enzim Tabel 1. Beberapa Bacillus penghasil w-amilase teri ‘Suhu tumbuh (°C) Vot 3, No.2 tosa_ (Ratanakhanokchai et al, 1992), Bacillus subtilis (Kimura dan Chiba, 1983), serta Neocallimastix frontalis (Mounthford dan Asher, 1988). Vihinen dan Manstala (1989) melaporkan bahwa beberapa jenis bakteri Bacillus diketahui mampu menghasilkan a-amilase antara lain B, subtilis, B. licheniformis, B. ste- arothermophilus, B. coagulans, dan sebagainya. Melliawati et al. (1995) memproduksi enzim. amiloglukosi- dase dari kapang Aspergillus sp. KTII dan khamir Saccharomycopsis sp. TJ-l yang menunjukkan ke- mampuan amilolitik yang tinggi. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (Balitbio) telah berhasil mengisolasi bakteri peng- hasil a-amilase, dari zona bening yang dihasilkan diperoleh 37 isolat bakteri termofilik dari tanah kawah Dieng dan 56 isolat bakteri mesofil dari tanah ujung kulon. Dari seleksi isolat tersebut diperoleh dua isolat termofil dan satu isolat mesofil ung- gulan (Tabel 2). Isolat termofilik ‘unggul tersebut jauh lebih aktif di- bandingkan dengan strain pemban- ding ATCC 0079, demikian juga un- tuk isolat mesofilik unggul diban- dingkan dengan ATCC 0060. PRODUKSI ENZIM a-AMILASE Fermentasi media pada kultur terendam banyak dipilih untuk memproduksi enzim, karena selain mudah dikontrol biaya pekerjaan relatif murah dan tidak memerlu- kan tempat luas. Produksi enzim Bacilus sp. 14-15 Bacilus sp. AK-2 Bacilus sp. 26-15 Bacillus No, A-40-2 B. acidocaldarius 101 8. amyloliquefaciens B. coagulans 43P B. coagulans CUMC 512 B. coagulans CUMC B. licheniformis FDO 2 ‘Suhu optimum enzim (°C) 65 70 50 65 50 82 37 55 50, 70 37 50-70 55 60-70 53 85 a 90 37 93 ‘Sumber: Vihinen dan Manstala, 1989 2000 abel 2. Karakteristk isolat unggul bakteri termofil dan mesofi indigenous {sola bakteritrmofik Isola bakter mesofic Parameter B stoarother B Iceni ATCC B. coagulans ATCC mophius I-12 _misTVIK6 0078 MIKIO_—_—0060, Dea 1800 19191876 «17202690 AXtivtas enzim (Un) 220769 1786894 901,50 748,30 «759,80 Protein frarut (ng) 164 150 053107 123 Aktvias spesitk (Uimg protein) 1.34615 1191.29 1,700,80 607 617, Sumber: Richans ef al, 1998a; Pujoyuwono et al, 1997 dengan cara tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seleksi mikroorganisme, komposisi media, dan faktor _lingkungan seperti pH, suhu, agitasi, dan aerasi (Ratledge, 1987). Substrat yang digunakan dalam proses fermentasi berpengaruh ter- hadap aktivitas dan produktivitas enzim (Boing, 1982). Sebagai salah satu sumber karbon digunakan pati yang merupakan polimer dari monosakarida. Di samping sumber karbon media kultivasi juga mem- butuhkan unsur-unsur mineral se- perti garam magnesium, fosfor, kal- sium, kalium, natrium, sulfur, dan khlor (Stanbury dan Whitaker, 1984). Secara umum fermentasi mem- butuhkan suatu kondisi lingkungan yang mendukung supaya prosesnya dapat berlangsung dengan baik. Faktorfaktor lingkungan fisik dan kimia perlu diatur selama proses fermentasi berlangsung. Pengguna- an fermentor dapat membantu ter- capainya kondisi pengaturan terse- but. Oleh karena itu, fermentor da- pat diartikan sebagai alat yang di- rancang untuk memberikan kondi lingkungan terkontrol dengan baik bagi pertumbuhan mikroba yang akan menghasilkan biomassa atau produk metabolisme (Rachman, 1989). Faktor-faktor fisik yang ber- pengaruh antarg lain suhu, tekanan, power input (masukan atau peng- gunaan tenaga), laju aliran gas, laju aliran cairan, viskositas, dan turbidi- tas, Empat faktor terakhir yang dise- butkan hanya berperan pada fer- mentasi media cair. Sedangkan fak- torfaktor kimia yang berpengaruh adalah pH, enzim, potensial redoks, oksigen terlarut, gas lain terlarut, determinasi penggunaan gas, dan adanya ion. Faktor-faktor kimia ini terutama berperan pada fermentasi media cair. Beberapa keuntungan yang da- pat diperoleh melalui kultur media cair adalah komposisi dan kompo- nen media dapat diatur dengan mudah, dapat memberikan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan, penggunaan substrat efisien, aerasi dapat disesuaikan, laju pertumbuh- an mikroba dapat diatur dan risiko kontaminan kecil (Blevin dan Davis, 1979). Sementara menurut Suharto- no (1989), melalui mekanisme pengadukan, oksigen, pH, nutrien, dan faktor lingkungan lainnya dapat tersebar merata dalam fermentor. Pada fermentasi media cair di- kenal tiga metode pokok, yaitu fer- mentasi sistem curah (batch), sis- tem sinambung (continue), dan sis- tem semi sinambung (fedbatch). Fermentasi sistem batch adalah fer- mentasi sistem tertutup di mana inokulum ditumbuhkan dalam kon- disi nutrien yang terbatas. Dalam hal ini setelah inokulasi tidak dila- kukan lagi penambahan substrat ke dalam media steril dalam fermen- tor, kecuali penambahan oksigen (udara steril), antibuih, dan larutan asam basa untuk mengatur pH (Stanbury dan Whitaker, 1984). Menurut Stredansky ef al. (1993), produksi amilase menggu- nakan B. licheniformis dilakukan dengan bioreaktor tangki teraduk (stirred tank bioreactor) bervolume N. RICHANA: Prospek dan Produksi Enzim a-amilase 53 kerja 1 liter dengan laju aerasi 0,8 wm (volume per vessel minute). Yoo ef al. (1988) melaporkan bak- teri penghasil amilase tumbuh opti- mal pada suhu sekitar 37°C, pH se- kitar 7, dan dalam kondisi aerob de- ngan laju alir udara 1 wm, demi- kian juga Kim et al. (1995) melapor- kan optimasi produksi_ a-amilase dalam bioreaktor, yaitu pada pH 10,5, suhu 50°C, kecepatan agitasi 200 rpm, laju alir udara 1 wm. Fermentasi sistem curah untuk produksi a-amilase telah dilakukan ii Balitbio. Kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri mesofilik B. coagulans Mill-10 di bioreaktor Biostat-21 adalah media yang berka- dar pati 1%, pH 6,5, suhu 30°C, sela- ma 48 jam, dengan laju aerasi 0,8 wm, dan kecepatan agitasi 200 rpm. Laju pertumbuhan maksimum. (nats) hasil kultivasi sebesar 0,11 Sel mampu memperbanyak diri hingga 1,75 g seVI di akhir fase eks- ponensial dan untuk mencapai dua kali jumlah sel semula diperlukan waktu 6,54 jam. Efisiensi pengguna- an. substrat_untuk pembentukan produk (Yj) sebesar 0,11 g pro- tein/g substrat. Efisiensi pemben- tukan produk oleh biomassa (Y,) sebesar 0,40 g proteir’g biomassa, sedangkan efisiensi_ penggunaan substrat untuk produksi sel (Y,s) sebesar 0,27 g biomassa/g substrat (Tabel 3). Parameter kinetika pembentuk- an produk p (faktor konversi pro- duk dari biomassa yang berasosiasi dengan pertumbuhan) diperoleh sebesar 0,40. Sedangkan q (faktor konversi substrat untuk pembentuk- an produk) sebesar 7,54 (Richana et al., 1999b). PURIFIKASI ENZIM a-AMILASE Purifikasi atau pemurmian dan pemisahan produk fermentasi me- rupakan tahap yang penting dalam bioproses. Beberapa tahap pemur- nian enzim antara lain ekstraksi dan pemisahan enzim seperti i, penyaringan, sentrifu- gasi, dialisis, pengeringan beku, dan ultrafiltrasi (Bollag dan Edelstein, 1991). Pemumnian lebih lanjut dapat dilakukan dengan khromatografi (Somers ef al, 1989), adsorbsi me- lalui pertukaran ion serta elektro- foresis (Kobayashi et al., 1996). Prinsip masing-masing teknik pe- mumian produk fermentasi dapat diklasifikasikan berdasarkan_ukur- an partikel (filtrasi, mikrofiltrasi), ukuran molekul dan berat molekul (ultrafiltrasi, khromatografi, filtrasi gel), suhu (kristalisasi), solubilitas (adsorbsi), muatan listrik (elektro- foresis, penukaran ion), densitas (sedimentasi, dekantasi, sentrifu- gasi, ultrasentrifugasi). Metode pemisahan yang sering digunakan dalam pemurnian enzim adalah sentrifugasi. Metode ini mencakup pemisahan sel dati cair- an kultur, pemisahan kontaminan, pengumpulan endapan, dan pemu- lihan adsorben protein tambahan dari cairan protein yang lain (Wang et al., 1979). Untuk mendapatkan fraksi protein ada dua metode, yaitu: 1, Salting out protein. mengguna- kan garam anorganik, misalnya ammonium sulfat. Arima (1964) menyarankan penggunaan ga- ram organik untuk mengendap- kan protein enzim pada konsen- trasi 70% jenuh. Untuk menghin- dari penambahan volume yang cukup besar biasanya ditambah- kan dalam bentuk _padatan. Waktu pengendapan minimal 15 menit, tetapi akan lebih efisien jika proses pengendapan dilaku- kan pada suhu 4°C. Setelah pengendapan diikuti dengan ta- hap yang akan menghilangkan sisa garam melalui membran se- mipermiabel. Metode pemekat- an dengan dialisis menggunakan gaya osmotik. Dialisis digunakan untuk menghilangkan zat terlarut berbobot molekul rendah yang BULETIN AGROBIO berlebihan secara simultan de- ngan penambahan larutan bufer yang baru ke dalam sampel (rawadi et al, 1992). 2. Menambahkan_ pelarut organik ke dalam filtrat pada kondisi suhu 5°C. Pengendapan dengan pelarut organik antara lain ase- ton dan etanol. Aseton lebih se- ing digunakan untuk fraksinasi protein karena beberapa enzim sangat stabil dalam aseton. Na- mun untuk mencegah denatura- si protein, penggunaan aseton harus dilakukan pada suhu yang cukup rendah dengan waktu sesingkat mungkin. Manning dan Chambell (1961), menggunakan aseton dalam salah satu tahap pemumian amilase pada suhu -10°C hingga dihasilkan endapan berwama kecoklatan. Setelah mengendap secepatnya dilaku- kan pencucian dengan akuades agar konsentrasi bahan pengen- dap berkurang sehingga tidak merusak protein enzim. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah cara penambahan pela- rut organik tersebut, selain harus dilakukan pada suhu rendah, pe- nambahannya harus dilakukan perlahan-lahan (Aunstrup, 1979). VoL 3, No. 2 Setelah dipisahkan kemudian enzim dipekatkan, Pemekatan ini selain untuk memekatkan enzim agar lebih stabil, juga bertujuan untuk fraksinasi komponen protein enzim berdasarkan sifat-sifat ionik- nya. Ultrafitrasi dapat digunakan se- bagai tahap pernumian enzim, yang berguna untuk memekatkan enzim (Lillford, 1988). Prinsip pemisahan dengan ultra filtrasi adalah memi- sahkan komponen berdasarkan be- rat molekul (Bollag dan Edelstein, 1991). Ultrafiltrasi sebagai salah sa- tu tahap pemurnian a-amilase telah dilakukan oleh Shih dan Labbe (1995), Lestari et al. (1999) telah melakukan penelitian pernurian enzim o-amilase menggunakan sis- ter membran ultrafitrasi (Tabel 4). Kadar pemekatan enzim sela- ma proses ultrafiltrasi berpengaruh terhadap aktivitas total a-amilase. Aktivitas spesifik tertinggi dicapai pada 10 kali pemekatan. Sistem dua fase polietilen glikol (PEG)-dekstran (polimer-polimer) dan PEG-fosfat (polimer garam), dapat digunakan untuk menekan- kan protein, memisahkan protein dari pecahan-pecahan sel. Pada ke- dua sistern tersebut PEG akan do- minan di atas, yaitu fase ringan dan Tabel 3. Nilai parameter kinetika kultivasi dalam bioreaktor-21 Parameter kinetika Isolat Mll-10" Isolat TH-12° nate gan 0,08 0,147 X'maks (o/) 175 123 You) ot 033 Yous (9/9) 027 0,32 « oat 037 ‘Sumber: Richana et al, 1999b; ~ 19994 ‘abel 4. Pengaruh kadar pemekatan terhadap aktivitas dan konsentrasi protein a-amilase dari isolat Bacillus sp. Ti-12 pada lau aliran 30 milmenit Kadar pemekatan (I) wy (mg) Supernatan 2.000 2.062.120 702.0 5 kali 400 1.645398 311.2 10 kall 200 1.194.768 ©1787 15 kali 433678648 142.8 Volume Aktivtas total Protein total Aktivtas spesifk Kemumian Rendemen (Uimg) (cali) ) 2.864,0 100 5.2879 80 6686.6 58 33 ‘Sumber: Lestari et al, 1908 2000 dekstran atau garam akan dominan di bawah (King, 1992). Metode ini memiliki proses yang lembut dan memumikan protein sehingga de- naturasi dan kehilangan aktivitas biologi protein jarang terjadi (Harris dan Angal, 1989). Dalam banyak hal pemisahan sangat bergantung pada berat molekul polimer yang digunakan. Secara umum jika berat molekul satu polimer diturunkan, substansi cenderung terpartisi ke fasa yang mempunyai berat molekul kecil. Protein memiliki kecenderungan ke PEG jika berat molekuinya kecil Beberapa percobaan menunjukkan bahwa koefisien partisi dapat di- tingkatkan dengan menurunkan berat molekul dan konsentrasi PEG (Kula, 1997). Hal tersebut dibukti- kan dengan hasil penelitian yang te- lah dilakukan di Balilbio (Tabel 5). Fraksionasi protein dilakukan setelah proses pemekatan. Metode fraksinasi protein antara lain adalah khromatografi gel (ge! filtrasi), yaitu teknik khromatografi yang unik se- bab pemisahan terjadi berdasarkan ukuran relatif molekul protein. Ke- lebihan khromatografi gel ini adalah fungsi dari protein yang mudah pecah, tidak rusak dengan diguna- kanya berbagai penunjang kroma- tografi (Stellwagen, 1990). Prepertatif native-PAGE (native polyacrilamide gel electrophoresis) atau gel elektroforesis _natif-poli akrilamida (nonSDS-PAGE), meru- pakan salah satu teknik untuk men- dapatkan hasil yang tinggi pada pe- mumian molekul biologi aktif se- perti protein enzim. Perbedaannya dengan SDS-PAGE adalah migrasi protein yang terjadi hanya berdasar- kan ukuran protein saja, sedangkan pada sistem native-PAGE migrasi yang terjadi didasarkan pada muat- an dan ukurannya. Tidak ada satu sistem bufer elektroforesis tunggal yang mampu memumikan semua native protein secara optimal. Migrasi_ protein terbaik pada native-PAGE diperoleh dengan me- modifikasi sistem bufer pH. Dengan menggunakan bufer elektroforesis yang nilai pHnya mendekati nilai pl (isoelectric poin) dari protein yang dikehendaki secara teori akan menghasilkan resolusi terbaik, wa- laupun laju migrasi menjadi lambat untuk mencapai elusi akhir diban- dingkan dengan penggunaan_ko- Jom khromatografi gel. Dengan mengubah nilai pH bufer menjauhi pl dari protein, menyebabkan laju migrasi protein yang lebih cepat, tetapi juga menyebabkan resolusi- nya berkurang. Sistem bufer gel elektroforesis_konvensional dan media yang digunakan pada alat Prep Cell Model 491 Bio Rad digu- nakan untuk memisahkan kompo- nen protein dari protein kontami- nannya (Bio Rad Laboratorium, 1991). Balitbio telah melakukan pe- nelitian pemumian a-amilase dari isolat Bacillius MIl-10 menggunakan Prep Cell Model 491 Bio Rad (Tabel 6). Fraksi yang dihasilkan oleh ko- Jom khromatografi diuji kemurnian- nya serta ditentukan bobot molekul dari setiap fraksi yang dihasilkan NN. RICHANA: Prospek dan Produksi Enzim a-amilase 55 dengan cara elektroforesis. Elektro- foresis adalah suatu cara untuk me- misahkan fraksi-fraksi suatu zat ber- dasarkan migrasi partikel bermuat- an atau ion-ion makro molekul di bawah pengaruh medan_listrik (Pomeranz dan Meloan, 1980). Migrasi dapat terjadi karena perbe- daan ukuran, bentuk, muatan, atau sifat molekul tersebut. Dalam pemi- sahan berdasarkan muatan mole- kul-molekul protein yang mempu- nyai muatan berbeda akan terpisah selama bergerak ke arah elektroda polaritasnya berlawanan dengan muatan molekul tersebut (Boyer dan Hartman, 1971). Teknik elektroforesis merupa- kan cara utama mengkarakterisasi makromolekul dan penetapan ke- mumiannya. Metode ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa mole- kul-molekul seperti DNA, RNA, dan protein memiliki muatan dan oleh karena itu, mampu bergerak apa- bila ditempatkan pada sebuah me- dan listrik (Irawadi et al, 1992). KARAKTERISAI ENZIM a-AMILASE Karakterisai enzim —meliputi pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas dan stabilitas enzim, pe- Tabel §. Pengaruh berat molekul PEG (33,3%) dan fosfat (13,3%) terhadap aktivitas enzim dan analisis protein Bahan ‘Aktivitas Protein Aktivtas spesifk Kemurian Rendemen (Ulm) (mg/m) (Utma) (cali) Oy ‘Supernatan 77192 (0,112 6.992,14 100 PEG 8000 59939 0,073 8.21082 98 PEG 3350 693.64 0,081 8.563.468 @2 PEG 600 ox 9.541) 2 ‘Sumber: Thontowi ef @l, 2000 Tabel 6. Hasil pemumnian a-amilase dari isolat Bacillus Mll-10 mengggunakan Prep cell ‘Model 491 Bio-Rad Volume Protein Supernaten (en) (rmgimiy ‘Supernatan 3.000 Gnude | 60 rude it 12 Fraksi | 45 Fraksi 4 Frakai it 5 ‘Sumber: Richana ef al, 2000 Antivtas spesitik Kemumian Rendemen (Uimng) ) *) 11.106, 100 5.406. : 15,78 4343.60 4,00 4151 19,993.89, 4,60 329 10.891,09, 251 375 19,874,365 458 45. 56 ngaruh inhibitor dan aktivator, jenis hidrolisatnya, dan konstanta kineti- ka enzim. Kebanyakan a-amilase muri kehilangan aktivitas dengan cepat pada suhu 50°C, tetapi inaktivasi ini dapat diabaikan dengan adanya kalsium. Enzim a-amilase tidak me- miliki koenzim tetapi dalam bentuk kalsium matalo-enzim dengan pa- ling sedikit terdapat satu atom dari logam per mol enzim. Kekuatan lo- gam ini untuk aktivitas katalik. De- ngan adanya kalsium enzim menja- di sangat resisten terhadap suhu ekstrim, pH, penambahan urea atau penambahan protease seperti pep- sin, tripsin, subtilin, dan_ papain. Kebalikannya, o-amilase bebas kal- sium sangat mudah terdenaturasi oleh asam, panas, urea, dan dapat didegradasi oleh protease (Fogarty, 1983). c-amilase pada umumnya stabil pada pH 5,5-8,0 dan pH ekstrim dalam bufer mengandung kalsium, Aktivitas optimal a-amilase pada keadaan normal terjadi pada pH 4,8-6,5. Terdapat perbedaan bentuk kurva pH aktivitas dan nilai pH opti- mal serta karakter lain amilase yang dihasilkan oleh mikroba (Fogarty, 1983). Suhu terendah optimal amilase dicapai pada suhu 25-30°C, yaitu dihasilkan oleh Fusarium oxyspo- rum dan yang tertinggi hampir men- capai 100°C yang dihasilkan oleh B. licheniformis termofil. Sedangkan pH optimum beberapa amilase ber- variasi antara 2,0 sampai 10,5. Hal ini menunjukkan evolusi kemam- puan adaptasi dengan lingkungan sekitar. Bobot molekul amilase ber- variasi dari 10.000-139.000 Dalton, namun kebanyakan berkisar antara 50,000-60.000 Dalton. Sifat kinetika amilase juga bervariasi, sebagai contoh nilai amilase antara 0,65-6,9 mg/ml. Karakteristik a-amilase yang telah dihasilkan oleh Balitbio disa- jikan pada Tabel 7. BULETIN AGROBIO c-amilase dari B. licheniformis memiliki aktivitas optimal pada su- hu 90°C, hal ini memungkinkan di- gunakan dalam industri pada suhu lebih dari 105°C. Keutamaan dari enzim ini adalah kestabilan relatif tidak dipengaruhi oleh ion kalsium. Cukup dengan 5 ppm kalsium, ke- stabilannya pada suhu 70°C dapat dipertahankan. Sedangkan yang di- hasilkan B. amyloliquefaciens lebih tinggi, yaitu 150 ppm (Fogarty, 1983). Pada saat a-amilase yang diha- silkan‘oleh B. licheniformis diguna- kan dalam industri, kalsium yang dibutuhkan untuk stabilitas penuh meningkat dengan 50 ppm kalsium. c-amilase dari B. licheniformis memiliki aktivitas dengan spektrum yang luas pada pH 5,0-9,0 dengan suhu optimal 76°C. Enzim ini stabil tethadap perlakuan EDTA, sehingga tidak tergantung oleh adanya kalsium. Logam berat seperti tembaga (Cu), air raksa (Hg), perak (Ag), dan timbal (Pb) menghambat akti- vitas a-amilase. Jon Cu’, Fe°*, Mn’*, dan Hg’* hampir mengham- bat secara penuh aktivitas a-amila- se pada konsentrasi 2 mM. Sedang- kan ion Zn**, Pb**, AP*, Ca’*, dan Ag* menghambat aktivitas c-amila- VoL 3, No. 2 se masing-masing pada_ tingkat 30,3; 38,0; 43,0; dan 61,2%. Ion Ba’*, Fe *, Lit, Cs'*, Co”, Sr”, Mg’, Ni*, dan Ca’* tidak menghambat enzim, demikian halnya dengan iodoasetamida 0,1 mM. Berbeda dengan EDTA pada konsentrasi 0,1 mM mampu menghambat aktivitas enzim sebesar 61,3% dan ketika di- lakukan dialisis tanpa Ca** enzim terinaktivasi total dan tidak dapat lagi dilihat aktivitasnya dengan di- alisis lang menggunakan CaCl (Hayashida et al., 1998). KESIMPULAN Produksi enzim a-amilase dari mikroorganisme terutama_bakteri didominasi oleh Bacillus sp. Kultur media cair mempunyai keunggulan untuk produksi enzim. Fermentasi sistem curah lebih banyak diguna- kan dibandingkan dengan sistem kontingen. Kemumian dapat dilaku- kan dengan cara salting out, me- nambah pelarut organik ke dalam filtrat, pemisahan dua fase, dan pe- mumian menggunakan cara elek- troforesis. Karakterisasi_ enzim a- amilase meliputi pH 5,5-8,0, suhu 25-30°C atau mencapai 100°C. Bobot makhluk bervariasi antara 10,000 sampai 139.000 Dalton. Sifat kinetika amilase 0,65-6,9 mg/ml. Tabel 7. Karakteristik a-amilase dar isolat bakteri indigenous Karakter B. stearotermophils TH-12” ‘pH optimum | 7.0 ‘Suhu optimum 90°C. Stabilitas pH 7,0/4°C/24 jam 7,0128°C/24 jam 6,0-8,014°C/18 jam ‘Stabiltas suhu 61,9%/70°C/5 menit 9,0/28°C/24 jam 1%4/90-100°C/15 menit 34,7%I70°CI15 menit '94-98%/80-100°C/20 menit Kinetik amilase’ km 0.169% (1,69 mg/m) 1,06 g/m Vmaks £85,188 Molimenit 4,24 Molimenit Bobot molekul 42 454,6 Dalton (monomer) 182 932,8 Dalton 168 413.8 Dalton (tetramer) Pengaruh Ca®* Positif Positif, optimum § mM CaCl, Inhibitor NazCO,/82,5%/2 mM EDTA'5mM/33,5% AgNOy22,4%/1 mM CuSO, 1 mMI77,3% EDTAI77,8%/0,5 mM Keterangan: Km rmesofiik indegenous, °isolat bakteri ‘Sumber: Richana ot ai, 2000; Lestari et al, 1999 Konstanta Michaelis, Vmaks = kecepatan maksimum, isolat baktor| termofllk indegenous 2000 DAFTAR PUSTAKA. Arima, K. 1984. Microbial enzyme ‘production in industrial and chemi- ‘al microbiology. In Mortimer (Ed) Global Impact of Applied Microbio- logy. John Willey and Sons, New York. p. 112-159. Aunstrup, K. 1979. Enzyme of indus- trial interest: Traditional product. in Tsao (Eds.). Annual Reports on Fermentation Processes. Academic Press, New York. 6:234-285. Bio Rad Laboratorium. 1991. Manual Prep Coll Model 491. 35 p. Biro Pusat Statistik (BPS). 1997. ‘Statistik Indonesia. Statistical Year Book of Indonesia. Jakarta, Biro Pusat Statistik (BPS). 1998. Statistik industri besar dan sedang Biro Pusat Statistik, Jakarta. Blevin, W.T. and N.D. Davis. 1979. Methods for laboratory for menta- tion. in Peppler, HJ. and. Perlman (Eds.). Microbial Techno- logy, Microbial Proces. Academic Press, New York. 1:77-102 Boing J.T.P. 1982. Enzyme production. ‘Avi Publishing Company Inc., West Port. p. 135-196. Bollag, D.M. and S.J. Edelstein. 1991. Protein methods. John Wiley and Sons, New York. p. 31-45. Boyer, E.W. and P.A. Hartman. 1971. Extracellular transglucocylase and a-amylase of Streptococcus ‘equinus. J. Bacteriol. 106:561-570. Fogarty, W.M. 1983. Microbial enzyme ‘and biotechnology. Applied Science Publisher, London. p. 56-96. Harris, E.L. and S. Angal. 1989. Prote- in purification methods a practical ‘approach. Oxford Uniersity Press, Oxford. p. 61-82. Hayashida, S.Y. Teramoto, and T. Inoue. 1998. Production and characteristics of rawpotato-strach- digesting a-amylase from Bacillus subtilis 65. J.’Appl. Environ, Micro- biol, 54:960-965. lrawadi, T.T., H.S. Rukmini, dan 1. Maplliandari, 1992. Teknik pemur- nian selulase. Pusat Antar Universi- tas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Judoamidjojo, R.M., A.A. Darwis, dan E.G. Sa'id. 1992. Teknologi fermen- tasi. Rajawali Press, Jakarta. Kim, T.U., B.G. Gu, J.Y. Yeong, S.M. Byun, and Y.C. Shin. 1995. Purification and characterization of maltotreose-forming alkaline a- amilase from an alkalophilic Bacillus strain GM8901. J. Appl. and Environ. Microbiol. p. 3105-3112. Kimura, A. and Chiba. 1983. Quantita- tive study of numeric forms of mal- tose produced by «and B-amylase. Agric. Biol. Chem. 47:1747-1753. King, R.S. 1992. Aqueous two phase, Pattiioning in Biotechnology. Poli- mer Application for Biotechnology. p. 55-81 7, H. Kanal, T. Hayashi, T. R. Akaboshi, and K. 1996. Heloalkaliphilic mattotriose forming a-amylase from the archaebacterium Natronococous sp. strain Ah-36. J. Bacteriol 174(11):3439-3444. Kula, MK. 1997. Aqueous phase separation in bioactive microbial product. In Stower ef al. (Ed.). Biotechnology. Academic Press. London p. 725-762. Lestari, P., N. Richana, dan U. Murdi- yatmo. 1999. Pemurian c-amilase Bacillus stearothermophilus dengan membran ultrafitrasi. Dalam Moeljo- pawiro, S., T. Purwadaria, M. Her- man., A. Rukyani, Sutrisno, H. Ka- sim, dan LN. Orbani (Eds.). Prosi- ding Ekspose Hasil Penelitian Bio- Pertanian. Jakarta, 31 September 1999. Lillford, P.J. 1988. Large scale method for protein separation and isolation, In Frank, F. (Ed.). Characterization of Protein. Humana Press, New York. p. 123-145. Manning, G.B. and LL. Champbell 1961. Thermostable a-amylase of Bacillus stearothermophilus |: Crys- talization and general properties. Journal_of Biological Chemistry 236:2957-2962. Melliawati R, N.R. Prayitno, R. Wiryosasmita, Yopi, J. Rachmat, AM. Fuad, dan A. Purnawan. 1995. Produksi enzim amiloglukosi- dase melalui proses fermentasi Akiba, Horikoshi. N. RicHana: Prospek dan Produksi Enzim a-amilase 87 substrat cair. Kabinawa et al. (Ed). Laporan Hasil Penelitian Bioteknolo- gi. Pusat Penelitian dan Pengem- bangan Bioteknologi LIPI. him. 133- 150, Mounthford, 0.0. and R.A. Asher. 1988. Production of a-amylases by ruminal anaerobic fungus Neocal- limastix frontalis. Appl. Environ Microbiol. 54:2293-2299, Prave, P., U. Faust, W. Sittig, and D.A. Sukatsch. 1987. Fundamer tals of biotechnology. VCH Ver- lagsge-sellschaft mbH. Weinheim. Pomeranz, Y. and C.L. Meloan. 1 ys AVI Pub. Co. Inc., Westport, Connecticut. Pujoyuwono, M., D. Trinovia, N. Richana, D.S. Damardjatl, dan U. Murdiyatmo. 1997. Karakterisasi ‘enzim amilase dari beberapa strain bakteri indigenous Indonesia. Prosi- ding Seminar Teknologi Pangan, Denpasar, Bali Rachman, A. 1989. Pengantar tekno- logi fermentasi. Pusat Antar_Uni- versitas Bioteknologi, Institut Perta- nian Bogor. Ratanakhanokchal, K., J. Kaneko, Y. Kamio, and K. Izaki. 1982. Purif cation ‘and properties of mattote- traose and mattotriose-producing e-amylase from —_Chloroflexus auranticus. Appl. Environ. Microbiol. 58:2490-2494, Ratledge, C. 1987. Biochemistry of growth and metabolism. in Bu'Lock and Kristiansen (Eds.). Basic Bio- technology. Acad. Press, New York. p. 11-39, Richana, N., N. Yusri, N. Azizah, D.S. Damardjati, dan U. Murdiyatmo. 1999a. Produksi amilase oleh isolat bakteri termofil indigenous. Penelit- an Pertanian Tanaman Pangan. 18(2):39-45. Richana, N., A. Setyawan, L. Hartoto, dan D.S. Damardjati. 19: Kinetika kultivasi produksi c-amilase oleh isolat bakteri mesofilik Mll-10. J. Bioteknologi Pertanian 4(2):41- 48. 58 Richana, N., M.D. Ahmadi, R. Masrina, D.S. Damardjati, dan U. Murdiyatmo. 2000. Purifikasi ‘menggunakan Prep Cell dan karak- terisasi a-amilase dari isolat Bacillus sp. Mil-10. Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman |. Bogor, 29 Februari-1 Maret 2000. Rosalinda, P., N.S. Hartati, R. Melliawati, E. Sukara, da Wiryasasmita. 1994. Teknologi en- zim, Laporan Teknik Proyek Pene- Iitian Bioteknologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LPL Shih, NJ. and R.G. Labbe. 1995. Purification and characterization of ‘an extracellular c-amylase from Clostridium perfringens type A. J Appl. Environ. Microbiol. 61:1776- 179. Somers, W., J. Vi FM. Rombouts, and K. Van't Riet. 1989. Developments in downstream processing of polysacharide con- verting enzymes. J. Biotechnol. 11:199-222 BULETIN AGROBIO Stanbury, P-F. and A. Whitaker. 1984. Principles of fermentation techno- logy. Pergamon Press, London. p. 26-71. Stellwagen, E. 1990. Gel filtration. In Duetcher, M.P. (Ed). Methods in Enzymology: Guide to Protein Puri- fication. Academic Press _Inc., Sandiego, California, 128:135-156. Stredansky, M., R. Svore, E. Sturdik, and K. Dercove, 1993. Repeated batch a-amylase production in aqueous two-phase system with Bacillus strain. J. Botechnol. 27:481-190. Suhartono, M.T. 1989. Er dan bioteknologi. Departemen Pendidik- an dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. Vot 3, No. 2 Thontowi A., Y.F. Mami, dan N. Richana. 2000. Pemurnian a- amilase dari Bacillus stearothermo- philus Tl-12 dengan sistem dua fase polyethylene glycol (PEG)- garam fosfat. Seminar lmiah Tahunan PERMI. Denpasar, 27-28 Juni 2000. Vihinen M. and P. Manstala. 1989. Microbial amylolytic enzymes. Critic. Rev. Biochem. and Mol. Biol. 24(4):329-418 Wang, D.C. C.L. Cooney, AL. Demain, P. Dunhill, AE. Humphrey, and M.D. Lily. 1979. Fermentation and enzyme technolo- gy. John Wiley and Sons, New York. p. 72-81 Whitaker, J.R. 1972. Principles of enzymology for the food science. Marcel Dekker Inc., New York. p. 140-159. Yoo, Y.J., T:W. Cadman, J. Hong, and R.T. Hatch. 1988. Kinetics of a- amylase synthesis from Bacillus amyloliquefaciens. J. Biotechnol. and Bioengin. 31:357-365.

Anda mungkin juga menyukai