Anda di halaman 1dari 2

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) merupakan ejaan yang diberlakukan di Republik

Indonesia semenjak tahun 1972 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27
Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 dan dipergunakan untuk menggantikan Ejaan Soewandi atau Ejaan
Republik.

Ejaan ini sudah beberapa kali direvisi yaitu tahun 1987 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 dan tahun 2009 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 46 Tahun 2009. Revisi terbaru dinamakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang
berdasar pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015, telah diterbitkan
pada tahun 2015 dan disebarkan melalui situs web resmi Kemendikbud tertanggal 21 Januari 2016.

Perhatian: Huruf e dengan diakritik ini tidak wajib dipergunakan, para pemakai bisa mempergunakannya
jika memang ingin memberikan penanda pelafalan yang beda, misalnya dalam buku belajar bahasa
Indonesia
Perubahan penting dari peraturan terbaru antara lain penggunaan tanda diakritik guna mengetahui
pelafalan yang benar dari huruf e. Huruf e sendiri dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis
berdasarkan pelafalannya:
Diakritik é dilafalkan [e]:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Kedelai merupakan bahan pokok kecap (kécap).
Diakritik è dilafalkan [ɛ]:
Kami menonton film seri (sèri).
Pertahanan militer (militèr) Indonesia cukup kuat.
Diakritik ê dilafalkan [ə]:
Pertandingan itu berakhir seri (sêri).
Upacara itu dihadiri pejabat teras (têras) Bank Indonesia.
Kecap (kêcap) dulu makanan itu.
Diftong “ei”
Selain pengenalan tanda diakritik, PUEBI terbaru juga mengenalkan diftong ei dalam
kata eigendom, geiser atau survei.
eigendom /éigendom/ berarti hak mutlak atas suatu barang, milik atau kepunyaan. Berasal dari bahasa
Belanda dan istilah dalam bidang hukum
Kapitalisasi sapaan
Semua kata sapaan atau acuan termasuk julukan harus memakai huruf kapital dan tidak terbatas kepada
kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti PUEBI lama.
“Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?”
“Bu, saya sudah melaporkan hal ini kepada Bapak.”

1.‘Ejaan Van Ophuijsen


Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan.
Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai berikut:

Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.


Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’,
dinamai’.
2. Ejaan Soewandi

Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru
itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut:

Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.


Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata
depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.

3. Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua)
menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-
Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya

Ejaan yang Disempurnakan (disingkat EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari
tahun 1972 hingga 2015. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan ini
digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia sejak tahun 2015.

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

"tj" menjadi "c": tjutji → cuci


"dj" menjadi "j": djarak → jarak
"j" menjadi "y": sajang → sayang
"nj" menjadi "ny": njamuk → nyamuk
"sj" menjadi "sy": sjarat → syarat
"ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata
furqan, dan xenon.
Awalan "di-" dan kata depan "udi" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di
sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda
perulangan

Anda mungkin juga menyukai