Anda di halaman 1dari 93

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO

NOMOR 01 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO


TAHUN 2012 – 2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI JENEPONTO,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten


Jeneponto dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun
rencana tata ruang;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat, maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi
investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah
No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, maka perlu dijabarkan kedalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, b, dan c perlu membentuk Peraturan Daerah
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Jeneponto.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1959
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor
74, Tambahanh Lembaranh Negara Republik Indonesia
Nomor 1822.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1967
tentang Pokokpokok Pertambangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1967, Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2931);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982
tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3234), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368);
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3274);
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
tentang Sumber DayaAlam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3419);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

2
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992,
tentang Kesehatan.
14. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran
16. Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412)
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002
tetang Pertanahan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002, Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi;

3
20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4377);
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4389);
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411);
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 4421);
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);

4
27. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana;
28. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725 );
29. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 nomor
82, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia nomor
5234);
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun
1982 tentang Pengaturan Tata Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia 3445);
33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 tahun
1992, tentang Cagar Budaya;
34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1993 tentang Angkutan Jalan;
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan;
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3538);
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 191 Tahun
1995 tentang Pemeliharaan dan pemanfaatan Benda Cagar
Budaya;

5
38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 67 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
1990 tentang Kepariwisataan;
39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun
1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk
dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3660);
40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3721);
41. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun
1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3776);
42. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1999 jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999,
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
43. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3816);
44. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3838);
45. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999, tentang Pengelolaan Kualitas Udara;
46. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang
Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

6
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3934);
47. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
48. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 108 Tahun
2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4027);
49. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
50. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun
2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4146);
51. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air;
52. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4242)
53. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385 );
54. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4489;
55. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

7
56. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
57. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 20);
58. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan;
59. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan
Pemerintahan daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Nomor Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
60. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran
Negara Nomor 16 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4814);
61. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun
2002 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
62. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
1989 tentang Kawasan Industri;
63. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 tahun
1989, tentang Kriteria Kawasan Budidaya;
64. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
65. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;
66. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah;
67. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
68. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan,

8
Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan Kepada
Pemerintah Daerah;
69. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota;
70. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan
Lahan Perkotaan;
71. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di
Daerah;
72. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat
dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
73. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum
Daerah;
74. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk
Hukum Daerah;
75. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita
Daerah;
76. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.14/Menhut-II/2006
tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan;
77. Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor
31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan;
78. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan
Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II;
79. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Republik Indonesia Nomor 327/KPTS/M/2002 Tahun 2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;
80. Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2005 dan Nomor 1138/Menkes/PB/VIII/2005
tentang Pengembangan Kabupaten/Kota Sehat;

9
81. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
147 Tahun 2004 tentang Pedoman Koordinasi Penataan
Ruang Daerah;
82. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Republik Indonesia Nomor 375/M/KPTS/2004 tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Primer menurut
peranannya sebagai Jalan Arteri, Jalan Kolektor – 1,
Kolektor – 2, Kolektor – 3
83. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Republik Indonesia Nomor 376/M/KPTS/2004 tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya;
84. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 369/KPTS/M/2005 tentang Rencana Umum
Jaringan Jalan Nasional.
85. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun
2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


KABUPATEN JENEPONTO

dan

BUPATI JENEPONTO

MEMUTUSKAN :

MENETAPKAN : PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN


JENEPONTO TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 –
2031

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Jeneponto;
2. Kabupaten adalah Kabupaten Jeneponto;
3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah;

10
5. Bupati adalah Bupati Jeneponto;
6. Rencana Umum Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RUTR adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten;
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat
RTRWK, adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran
strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Provinsi dan
Nasional ke dalam struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten;
8. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya
disingkat dengan RTR Kawasan Strategis Kabupaten adalah Rencana Tata
Ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup Kabupaten
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya
dan / atau lingkungan;
9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya;
10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
12. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
13. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/atau aspek fungsional;
14. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional;
15. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya;
16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya;
17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang;
18. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya;
19. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan;
20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;
21. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap;
22. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan
erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah;
23. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian
air bumi ( akuifer) yang berguna sebagai sumber air;
24. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang
darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk

11
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan
sekitarnya;
25. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan;
26. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;
27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;
28. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian
dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditujukan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis;
29. Kawasan Peruntukan Pertambangan yang selanjutnya disebut KPP adalah
wilayah yang memiliki sumberdaya bahan galian yang berwujud padat,
cair, dan gas yang berdasarkan peta atau data geologi dan tempat
melaksanakan seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, operasi-produksi, dan pasca tambang baik
di wilayah darat maupun perairan serta tidak dibatasi oleh wilayah
administrasi;
30. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan;
31. Kawasan strategis Nasional yang selanjutnya disebut KSN adalah wilayah
yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting secara Nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan
dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia;
32. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara
Nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;
33. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau
beberapa Kabupaten/Kota;
34. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai
PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan;
35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten/Kota
atau beberapa kecamatan;
36. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah
kawasan perkotaan yang dipromosikan untuk di kemudian hari dapat
ditetapkan menjadi PKL;
37. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfunsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa;
38. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa;
39. Wilayah sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah
pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai

12
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km;
40. Daerah aliran sungai selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan;
41. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang
mendapat air dari satu jaringan irigasi;
42. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam;
43. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;
44. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
45. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem
pelayanan, yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan;
46. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan
umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan
unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap
klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten;
47. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus
dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan
sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib
sesuai dengan rencana tata ruang telah disusun dan ditetapkan;
48. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap melaksanakan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang;
49. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan yang
mewakili kepentingan individu, sektor, profesi, kawasan atau wilayah
tertentu dalam penyelenggaraan penataaan ruang;
50. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
51. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut
BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang di Kabupaten Jeneponto .dan mempunyai fungsi membantu tugas
Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

13
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Kabupaten
Pasal 2

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Jeneponto adalah mewujudkan


penataan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, dan memenuhi
kebutuhan pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya, yang berwawasan
lingkungan dengan memperhatikan pengembangan wilayah pesisir, dataran
rendah dan dataran tinggi, mengoptimalkan sumberdaya lahan yang ada, dan
mengatasi masalah sumberdaya air pada lahan budidaya melalui penciptaan
peluang alokasi investasi secara efisien, bersinergi antar wilayah, dan
optimalisasi sumberdaya wilayah yang ada menuju tercapainya kesejahteraan
masyarakat.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 3

Kebijakan penataan ruang Kabupaten Jeneponto terdiri atas:


a. Pengembangan sistem perkotaan;
b. Pengembangan infrastruktur wilayah;
c. Pengelolaan dan pemantapan Kawasan lindung;
d. Pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi kawasan
lindung;
e. Pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan bencana alam
banjir, gempa bumi dan Tsunami, dan gerakan tanah dan longsor;
f. Pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan, yang meliputi kawasan budidaya kehutanan,
kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perkebunan,
kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan,
kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata,
kawasan peruntukan permukiman, dan kawasan peruntukan lainnya;
g. Pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum;
h. Pengembangan potensi perekonomian daerah;
i. Pengembangan kawasan strategis provinsi (KSP) Sulawesi Selatan;
j. Pengembangan kawasan strategis kabupaten (KSK) Jeneponto;
k. Penguatan kerjasama regional antar daerah (RM-AKSESS dan skema
intekoneksitas lainnya);
l. Pengendalian pemanfaatan ruang;
m. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 4

(1) Strategi pengembangan sistem perkotaan dalam sistem pengembangan


wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri dari:
a. Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);
b. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLP);
c. Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pengembangan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).

14
(2) Strategi pengembangan infrastruktur wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri dari:
a. Pengembangan sistem prasarana transportasi, yang terdiri dari
pembangunan dan pengembangan sistem jaringan jalan dan kereta api;
pengembangan pelabuhan, pengembangan sistem angkutan umum
massal; dan pengembangan sarana transportasi;
b. Pengelolaan sumber daya air melalui pendekatan DAS, meliputi
pengelolaan air permukaan dan air bawah tanah;
c. Pengembangan air bersih yaitu peningkatan kualitas air bersih dan
cakupan pelayanan air bersih;
d. Pengembangan sistem drainase;
e. Pengembangan prasarana energi;
f. Pengembangan jaringan telekomunikasi;
g. Pengembangan sistem persampahan (pengembangan fasilitas
pengelolaan sampah);
h. Pengembangan sistem sanitasi lingkungan yang terdiri dari kebijakan
peningkatan kualitas sistem sanitasi permukiman; dan kebijakan
pengembangan sistem pengolahan air limbah;
(3) Strategi pengelolaan dan pemantapan kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, terdiri dari:
a. Pemantapan fungsi kawasan lindung melalui upaya rehabilitasi
lahan;
b. Peningkatan kualitas ekologi kawasan lindung melalui pelaksanaan
sistem, aturan, prosedur, kriteria dan standar teknis yang berlaku.
(4) Strategi pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi kawasan
lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri dari:
a. Pengendalian secara ketat terhadap kegiatan budidaya yang
berpotensi merusak atau mengganggu kawasan lindung;
b. Pembatasan atau pengalihan kegiatan-kegiatan budidaya pada
kawasan lindung yang berpotensi dan rawan bencana alam.
(5) Strategi pengendalian, pelestarian dan rehabilitasi kawasan rawan
bencana alam banjir, gempa bumi, Tsunami, dan gerakan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, terdiri dari:
a. Perencanaan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir dan
rekayasa bangunan di dataran banjir;
b. Perencanaan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang berbahaya
yang digunakan untuk lokasi bangunan penting dan rekayasa
bangunan untuk menahan atau mengakomodir potensi gerakan tanah;
c. Perencanaan lokasi untuk menghindari daerah-daerah yang
berbahaya yang digunakan untuk lokasi bangunan penting dan
rekayasa bangunan untuk meminimasi dampak areal berpotensi
Tsunami di sepanjang pesisir;
d. Penyusunan rencana rinci termasuk pemetaan/deliniasi kawasan dan
peraturan zonasi untuk kawasan perkotaan atau permukiman yang
merupakan kawasan rawan bencana.
(6) Strategi pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung
dan daya tampung lingkungan, yang meliputi kawasan budidaya
kehutanan, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan
perkebunan, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan
pertambangan, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan
pariwisata, kawasan peruntukan permukiman, dan kawasan peruntukan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, terdiri dari:
a. Pengembangan kegiatan-kegiatan budidaya yang berfungsi lindung
terutama pada zona atas (perbukitan/pegunungan) wilayah kabupaten
melalui pengembangan tanaman-tanaman yang berfungsi konservasi;

15
b. Pengembangan kegiatan pertanian dengan cara intensifikasi
berdasarkan kesesuaian lahannya;
c. Pengembangan kegiatan budidaya perikanan dengan cara
intensifikasi berdasarkan kesesuaian perairannya;
d. Pengembangan kegiatan pertambangan berwawasan lingkungan dan
berpedoman pada good mining practices dan prinsip pertambangan
yang baik dan benar;
e. Pengembangan kegiatan pariwisata dengan cara intensifikasi promosi
ODTW dan peningkatan sarana dan prasarana kepariwisataan;
f. Mendorong pengembangan kawasan siap bangun untuk mewujudkan
perumahan atau permukiman yang lebih tertata yang didukung
dengan penyediaan infrastruktur yang terpadu.
(7) Strategi pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf g terdiri dari:
a. Pengembangan inventarisasi asset;
b. Penyebaran infrastruktur;
c. Peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan.
(8) Strategi pengembangan potensi perekonomian daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf h terdiri dari:
a. Promosi investasi, aplikasi teknologi, dan penciptaan iklim usaha
yang baik;
b. Pemberdayaan usaha ekonomi mikro yang terintegrasi dengan sistem
ekonomi makro.
(9) Strategi pengembangan kawasan strategis provinsi Sulawesi Selatan yang
berada dalam wilayah Kabupaten Jeneponto, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf i terdiri dari:
a. Pengembangan Kawasan strategis Provinsi (KSP) dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup berupa
Kawasan Suaka Margasatwa Komara;
b. Pengembangan Kawasan strategis Provinsi (KSP) dari sudut
kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi berupa Kawasan Migas Blok Karaengta.
c. Pengembangan program koordinasi perlindungan kawasan dengan
kabupaten sekitar.
(10) Strategi pengembangan kawasan strategis Kabupaten Jeneponto,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf j terdiri dari:
a. Pengembagan Kawasan Strategis Industri Malasoro dan sekitarnya;
b. Pengembangan Kawasan Industri Perikanan dan Pariwisata Terpadu
(KIPPT);
c. Pengembangan Kawasan Agropolitan Rumbia-Kelara;
d. Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Agro-
minapolitan;
e. Pengembangan Kawasan Strategis (Rencana) Bendungan Kelara-
Karaloe;
f. Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT) Agropolitan
berbasis Pesantren.
g. Pengembangan Kawasan strategi BINTARU (Binamu, Batang dan
Tarowang)
(11) Strategi penguatan kerjasama regional antar daerah (RM-AKSESS dan
skema intekoneksitas lainnya), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf k terdiri dari:
a. Pengembangan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan
pembangunan dengan mensinergikan dan mengintegrasikan
pelaksanaan pembangunan terutama meningkatkan efesiensi dan

16
efektivitas penyelenggaraan pembangunan serta sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat;
b. Pengembangan koordinasi dan kerjasama dalam pengelolaan,
pemanfaatan, promosi, dan pemasaran potensi sumberdaya dan
produk-produk lokal untuk menibkatkan kapasitas dan daya saing
dalam pasar regional, nasional dan internasional, serta;
c. Pengembangan kerjasama dalam peningkatan kualitas sumberdaya
manusia untuk meningkatkan prokduktivitas dan kualitas produk-
produk daerah.
(12) Strategi pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal (3) huruf l terdiri dari:
a. Pengaturan zonasi rencana pola ruang (kawasan lindung dan kawasan
budidaya) dilaksanakan secara terpadu dengan rencana pemanfaatan
ruang di sekitarnya;
b. Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (irigasi teknis dan
lahan kelas satu untuk pertanian pangan);
c. Pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang secara konsisten;
d. Penerapan mekanisme dan prosedur perizinan yang efisien dan efektif;
e. Penerapan sistem insentif dan disinsentif untuk mendukung
perwujudan tata ruang sesuai rencana;
f. Penerapan sanksi yang jelas sesuai ketentuan perUndang-Undangan.
(13) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal (3) huruf m terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi
khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan kemanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar
kawasan khusus pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan negara

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Jeneponto meliputi:


a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 6
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Jeneponto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);

17
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp)
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu di perkotaan
Bontosunggu Kecamatan Binamu
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu PKLp
Pa’biringa, Kecamatan Binamu, PKLp Bungeng di Kecamatan Batang,
PKLp Allu di Kecamatan Bangkala dan PKLp Tolo di Kecamatan Kelara.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan Rumbia di Kecamatan Rumbia;
b. Kawasan Tarowang di Kecamatan Tarowang;
c. Kawasan Paitana di Kecamatan Turatea; dan
d. Kawasan Arungkeke di Kecamatan Arungkeke;
e. Perkotaan Bontotangnga di Kecamatan Tamalatea.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Kelurahan Bontoramba di Kecamatan Bontoramba, dan
b. Kelurahan Bulujaya di Kecamatan Bangkala Barat.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 7

(1) Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Jeneponto


sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf b yang ada di
Kabupaten Jeneponto terdiri atas:
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan perkeretaapian.
(2) Sistem jaringan transportasi dan pusat-pusat kegiatan digambarkan dalam
peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.1, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 8
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a, adalah jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri
atas:
a. jaringan jalan;
b. jaringan prasarana lalu lintas; dan
c. jaringan layanan lalu lintas.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Jaringan jalan kolektor primer K1 yang merupakan sistem jaringan
jalan nasional yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas:
1. Batas Kab. Takalar – Batas Kota Jeneponto 45,786 Km;
2. Jln. Lanto Dg. Pasewang Di Kecamatan Binamu sepanjang 3,204
Km;
3. Ruas Jalan Arah ke Makassar sepanjang 1,305 Km
4. Jalan Pahlawan Di Kecamatan Binamu sepanjang 1,472 Km;
5. Batas Kota Jeneponto – Bts Kab. Bantaeng sepanjang 25,331 Km;

18
6. Ruas Jalan Arah ke Bantaeng sepanjang 1,232 Km.
b. jaringan jalan kolektor primer K2 yang ada di Kabupaten Jeneponto,
terdiri atas:
1. Ruas Batas Gowa – Boro sepanjang 0,42 km
2. Ruas Boro - Batas Bantaeng sepanjang 6,59
3. Ruas Boro – Jeneponto sepanjang 33,83 km
c. Jaringan jalan kolektor primer dan jaringan lokal yang merupakan
sistem jaringan jalan kabupaten yang ada di Kabupaten Jeneponto,
terdiri atas ;
1. Jalan kolektor primer (K4); dan
2. Jalan lokal primer
d. Jaringan jalan kolektor primer dan lokal primer, sebagaimana dimaksud
pada huruf c, tercantum dalam lampiran III.1

e. Rencana pengembangan jalan di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas:


1. Rencana pengembangan jalan alternatif dalam Kecamatan Binamu
(Kota Bontosunggu), (bagian utara jalan kolektor eksisting) dengan
panjang sekitar 7,50 km;
2. Rencana pengembangan jalan alternatif primer dalam Kecamatan
Bontoramba menuju utara ke Kabupaten Gowa dengan panjang
sekitar 14,5 km;
3. Rencanan pengembangan jalan alternatif primer mulai dari
Kecamatan Bangkala Barat (perbatasan dengan Kabupaten
Takalar) melewati zona tengah: Bangkala-Bontoramba-Turatea-
Batang, dengan panjang sekitar 43,5 km;
4. Rencana pengembagan jaringan jalan sekunder di kawasan
perkotaan Bontosunggu dan sekitarnya; dan
f. Rencana pengembangan jaringan jalan lokal dan jalan strategis
kabupaten yang belum tercantum dalam lampiran III.1 akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, terdiri atas:
a. terminal penumpang tipe B terdapat di Perkotaan Bontosunggu
Kecamatan Binamu;
b. terminal penumpang tipe C ditetapkan di :
1. terminal penumpang tipe c di kota Allu Kecamatan Bangkala;
2. terminal penumpang tipe c di kota Tamanroya Kecamatan
Tamalatea;
3. terminal penumpang tipe c di kota Tarowang Kecamatan Tarowang;
4. terminal penumpang tipe c di kota Tolo Kecamatan Kelara;
c. Terminal barang ditetapkan di :
1. Terminal Pelabuhan Jeneponto di Pelabuhan Jeneponto di
Kecamatan Batang,
2. Terminal Pelabuhan Ujung Petang di Kecamatan Arungkeke.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
meliputi trayek angkutan barang dan angkutan penumbang, terdiri atas:
a. Trayek angkutan barang
b. Trayek penumpang antar kota antar Provinsi (AKAP)
c. Trayek angkutan penumpang kota dalam propinsi (AKDP); dan
d. Trayek angkuatn pedesaan

19
(5) trayek angkutan barang dan angkutan penumpang, sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), tercantum dalam lampiran III.2, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 9
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf b, meliputi:
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Ujung Petang di Kecamatan
Arungkeke
b. pelabuhan pengumpan, yaitu Pelabuhan Jeneponto di Kecamatan
Batang; dan
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas
alur pelayaran nasional: Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2; dan Alur
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 3.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 10

(1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat


(1) huruf c, terdiri atas:
a. jalur kereta api; dan
b. stasiun kereta api.
(2) Jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
pengembangan jaringan jalur keretaapi antarkota Jaringan Jalur Kereta
Api Lintas Selatan Pulau Sulawesi;
(3) Stasiun kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas rencana stasiun kereta api di Kecamatan Bangkala Barat, di
Kecamatan Bangkala, Tamalatea di Kecamatan Tamalatea, di Kecamatan
Binamu, di Kecamatan Batang, kecamatan Arungkeke dan di Kecamatan
Tarowang.

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 11

(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

20
(2) Sistem jaringan prasarana lainnya digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.1,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 12
(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
huruf a, meliputi:
a. Sistem jaringan pembangkit tenaga listrik;
b. Sistem jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. Depo BBM bahan bakar minyak.
(2) Sistem jaringan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terdiri atas:
1. PLTU Punagaya terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas
2 x 100 MW; dan
2. PLTU Bosowa Massaloro terdapat di Kecamatan Bangkala dengan
kapasitas 2 x 125 MW.
b. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kelara,
terdapat di Kecamatan Kelara dengan kapasitas 2 x 125 MW; dan
c. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang
bersumber dari Sungai Munte dan beberapa anak sungai menjangkau
sampai ke desa-desa di sekitarnya yang letaknya berada di daerah tidak
terjangkau jaringan listrik dan mempunyai sungai yang debit dan
kecepatan arus airnya mampu mendukung fungsi mikro hidro.
(3) Sistem jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. Gardu induk (GI) yang terdiri atas:
1. GI Jeneponto 1 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan
Arungkeke;
2. GI Jeneponto 2 dengan kapasitas 30 MVA terdapat di Kecamatan
Arungkeke; dan
3. Rencana Pembangunan GI Jeneponto 3 dengan kapasitas 20 MVA
terdapat di Kecamatan Arungkeke.
b. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) kapasitas 150 KV yang
terdiri atas:
1. GI Bulukumba – GI Jeneponto;
2. GI Bulukumba – GI Jeneponto;
3. GI Jeneponto TIP 58;
4. GI Jeneponto TIP 58; dan
5. GI Jeneponto – GI Tallasa.
(4) Depo bahan bakar minyak (BBM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas:
a. Depo BBM Paccelanga di Kecamatan Bangkala;
b. Depo BBM Pakkaterang di Kecamatan Binamu.;
c. Depo BBM Bontosunggu di Kecamatan Binamu; dan
d. Depo BBM Pammengkang Bulo-Bulo di Kecamatan Arungkeke.

21
(5) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi Kabupaten
Jeneponto, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, tercantum dalam
Lampiran III.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 13
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
berupa Stasiun Telepon Otomat (STO) Jeneponto dengan kapasitas 900
SST
(3) Untuk mendukung sistem interkoneksitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diarahkan rencana pengembangan jaringan kabel telepon
mengikuti pola jalan.
(4) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
terdiri atas berupa lokasi menara Base Transceiver Station (BTS)
dikembangkan penggunaannya secara bersama dan tidak mengganggu
aktifitas disekitarnya termasuk kegiatan penerbangan
(5) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
direncanakan menjangkau sampai pusat-pusat permukiman dan sentra-
sentra produksi baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, yang akan
mendukung arus informasi dari dan ke wilayah hinterlandnya

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 14
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Sumber air; dan
b. Prasarana sumber daya air.
(2) Sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Wilayah sungai strategis nasional;
b. Sumber air permukaan; dan
c. Bendungan.
(3) Wilayah sungai strategis nasional yang ada di Kabupaten Jeneponto
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu Wilayah Sungai
Jeneberang yang meliputi DAS Jeneberang, dan DAS Jeneponto;
(4) Sumber air permukaan di Kabupaten Jeneponto sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, meliputi:
a. air permukaan berupa sungai, yang terdiri dari Sungai Pappa, Sungai
Allu, Sungai Taman Roya, S. Jenponto (Sungai Kelara), Sungai Tino dan
anak sungai lainnya;
b. air permukaan lainnya yang terdiri dari:
1. Embung yang terdiri dari: Embung Bira-Bira, Embung Bulu Jaya,
Embung Buludoang, Embung Garasikang, Embung Gunung Silanu,

22
Embung Kapita, dan Embung Pattiro di Kecamatan Bangkala
Barat, Embung Maero dan Embung Tabuakkang di Kecamatan
Bontoramba; dan
2. mata air yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Jeneponto.
(5) Bendungan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, yaitu
Bendungan Kelara di Kecamatan Kelara;
(6) Prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
terdiri atas:
a. daerah irigasi;
b. sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan
c. sistem pengendalian banjir.
(7) DI sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, terdiri atas:
a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Pusat adalah DI Kelara
dengan luas 7.199 Ha; dan
b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 106
DI meliputi total luas 21.840 Ha.
(8) Rincian DI sebagaimana dimaksud dalam ayat (7), tercantum dalam
Lampiran III.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini;
(9) Sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) huruf b, terdiri dari:
a. IPA Kalakkara di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas terpasang 20
L/Detik, dan kapasitas produksi 20 L/Detik.;
b. IPA Kalakkara I di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas terpasang 10
L/Detik, dan kapasitas produksi 8 L/Detik.
c. IPA Munte di Kecamatan Turatea, dengan Kapasitas terpasang 20
L/Detik, dan Kapasitas Produksi 20 L/Detik
(10) Sistem Pengendalian Banjir sebagaimana yang dimaksud pada ayat (7)
huruf c, dilakukan melalui normalisasi Sungai Pappa, Sungai Allu,
Sungai Taman Roya, Sungai Jeneponto (Sungai Kelara), Sungai Tino,
serta mengendalikan pembangunan di sepanjang sempadan sungai.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 15
Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (1) huruf d, terdiri atas:
(1) sistem jaringan persampahan;
(2) sistem jaringan air minum;
(3) sistem Jaringan air limbah;
(4) sistem jaringan drainase;
(5) jalur evakuasi bencana;

Paragraf 5
Sistem Jaringan Persampahan
Pasal 16

(1) Rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten


Jeneponto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, terdiri atas
pengurangan sampah dan penanganan sampah yang meliputi rencana
penyediaan tempat penampungan sementara (TPS), tempat pemrosesan
akhir (TPA) dan pengolahan;

23
(2) Rencana penyediaan TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan fasilitas pemilahan sampah terdiri atas TPS sampah
organik dan TPS sampah anorganik khususnya di kawasan perkotaan
PKW, PKLp, PPK dan PPL;
(3) Rencana penyediaan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan di Kampung Bonto-Bonto, Kelurahan Panaikang, Kecamatan
Panakkukang dengan luas lahan 15 Ha yang dilengkapi dengan industry
daur ulang;
(4) Rencana pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah rencana pengolahan sampah organik skala kecil yang tersebar
pada setiap kawasan permukiman.
(5) Rincian rencana system pengelolaan persampahan, tercantum pada
Lampiran III.9 Tabel 9, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6
Sistem Jaringan Air Minum
Pasal 17

(1) Sistem penyediaan air minum (SPAM) sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 15 huruf b dilakukan melalui system jaringan perpipaan dan
bukan jaringan perpipaan;
(2) Sistem jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Unit air baku yang bersumber dari Sungai Jeneponto dan Sungai
Munte;
b. Unit produksi air minum meliputi:
1. IPA Kalakkara di Kecamatan Binamu dengan kapasitas terpasang
20 L/Detik, dan kapasitas produksi 20 L/Detik.;
2. IPA Kalakkara I di Kecamatan Binamu, dengan kapasitas
terpasang 10 L/Detik, dan kapasitas produksi 8 L/Detik.;dan
3. IPA Munte di Kecamatan Turatea, dengan Kapasitas terpasang 20
L/Detik, dan Kapasitas Produksi 20 L/Detik
c. Unit distribusi yang menyalurkan air minum melalui pipa distribusi
langsung ke rumah-rumah, fasilitas umum dan fasilitas sosial;
(3) Sistem jaringan bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak
penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air
kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Pengelolaan SPAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7
Sistem Jaringan Air Limbah
Pasal 18

(1) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15


huruf c ditetapkan dalam rangka pengurangan, pemanfaatan kembali,
dan pengolahan air limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

24
(2) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem
pembuangan air limbah terpusat;
(3) Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan secara individual melalui pengolahan dan
pembuangan air limbah setempat serta dikembangkan pada kawasan
yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah terpusat;
(4) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpulan air
limbah, pengolahan, serta pembuangan air limbah secara terpusat,
terutama pada kawasan industri dan kawasan permukiman padat;
(5) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) mencakup Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) beserta
jaringan air limbah;
(6) Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilaksanakan dengan memperhatikan aspek teknis, lingkungan,
dan sosial-budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
penyangga;
(7) Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8
Siatem jaringan Drainase
Pasal 19

(1) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf


d meliputi sistem saluran drainase primer, system saluran drainase
sekunder dan system drainase tersier yang ditetapkan dalam rangka
mengurangi genangan air dan mendukung pengendalian banjir,
terutama di kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan
perdagangan, dan kawasan pariwisata;
(2) Sistem saluran drainase primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan melalui saluran pembuangan utama meliputi Sungai
Jeneponto, Sungai Poko’ Bulo, Sungai Tamanroya, Sungai Topa, Sungai
Canda, dan Sungai Allu;
(3) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.

Paragraf 9
Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 20
Rencana Jalur Evakuasi Bencana Alam Wilayah Kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), meliputi :
(1). Jalur evakuasi bencana alam Tsunami terdiri dari jalan poros utama
bagian timur menuju ke arah utara (Tolo-Rumbia), dan jalan poros utama
bagian barat menuju ke arah utara (Bangkala Barat);
(2). Ruang (lokasi) evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah di kawasan Tolo untuk wilayah timur; dan kawasan Bangkala Barat
untuk wilayah barat.

25
(3). Jalur evakuasi bencana alam Banjir untuk wilayah Kecamatan Bangkala
(Allu) menuju utara atau menuju arah timur jalan utama, untuk wilayah
Tamalatea (Boyong Kelurahan Tonrokassi Timur) menuju utara, untuk
wilayah Bontoramba Timur menuju ke jalan eksisting arah Gowa, untuk
wilayah Tarowang menuju jalan utama, untuk wilayah Binamu bagian
selatan menuju jalan utama bagian utara, dan untuk wilayah Arungkeke
dan Batang menuju jalan utama provinsi
jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada angka (1), (2), dan (3)
direncanakan mengikuti/ menggunakan jaringan jalan dengan rute terdekat
ke ruang evakuasi dan merupakan jaringan jalan paling aman dari ancaman
berbagai bencana.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi rencana kawasan lindung
dan kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digambarkan dalam peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian
skala 1 : 50.000 sebagai Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari peraturan daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 22
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 23
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
seluas kurang lebih 6.715 Ha, yang terdiri atas:
(1). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala dengan luas kurang lebih
3.536 Ha;
(2). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bangkala Barat dengan luas
kurang lebih 1.467Ha;
(3). kawasan hutan lindung di Kecamatan Bontoramba dengan luas kurang
lebih 848 Ha;

26
(4). kawasan hutan lindung di Kecamatan Kelara dengan luas kurang lebih
216 Ha; dan
(5). kawasan hutan lindung di Kecamatan Rumbia dengan luas kurang lebih
647 Ha.

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan
Bawahannya
Pasal 24
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b, merupakan kawasan
resapan air yang meliputi areal yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan
selain kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa dengan kemiringan
lereng di atas 45%.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan di
Kecamatan Rumbia, Kecamatan Kelara, Kecamatan Bontoramba,
Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Turatea,
dan Kecamatan Tarowang.

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 25

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22


huruf c, terdiri atas:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sempadan pantai
d. kawasan sekitar danau atau waduk; dan
e. ruang terbuka hijau kawasan perkotaan.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
ditetapkan di sepanjang pesisir pantai di Kecamatan Bangkala Barat,
Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu,
Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang,
dengan ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
ditetapkan di Sungai Jeneponto, Sungai Tamanroya, Sungai tarowang,
Sungai Allu, dan Sungai Topa dengan ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul diluar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus)
meter dari tepi sungai; dan

27
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima pulh)
meter dari tepi sungai.
(4) Kawasan sekitar danau atau waduk dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan kawasan persiapan rencana pembangunan Bendungan
Kelara-Karaloe di Kecamatan Kelara yang berjarak 100 (seratus) meter
dari rencana pembangunan bendungan.
(5) Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, berupa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang
ditetapkan menyebar dan seimbang dengan memperhatikan fungsi
ekologis, social budaya, estetika, dan ekonomi dengan ketentuan RTH
publik paling sedikit 20% (dua puluh persen) dan RTH privat paling
sedikit 10% (sepuluh persen) dari luas kawasan perkotaan yaitu PKW,
PKLp dan PPK.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Pasal 26
(1) Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, terdiri atas:
a. Kawasan suaka margasatwa; dan
b. Kawasan pantai berhutan bakau.
(2) Kawasan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a ditetapkan di Kawasan Suaka Margasatwa Ko’mara berada di
Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih 2.250,87 (dua ribu dua
ratus lima puluh koma delapan puluh tujuh) hektar; dan
(3) Kawasan pantai berhutan bakau, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b ditetapkan di Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat,
Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Tarowang, Kecamatan Batang dan
Kecamatan Arungkeke dengan luasan kurang lebih 206 (dua ratus enam)
hektar.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 27

(1) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e,


terdiri atas:
a. Kawasan rawan banjir;
b. kawasan rawan tanah longsor; dan
c. kawasan rawan gelombang pasang.
(2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
ditetapkan di sebagian Kecamatan Bangkala, sebagian Kecamatan
Bangkala Barat, sebagian Kecamatan Tamalatea, sebagiaan Kecamatan
Bontoramba, sebagian Kecamatan Binamu, sebagian Kecamatan
Arungkeke, dan sebagian Kecamatan Batang;
(3) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, ditetapkan di Kecamatan Bangkala, Kecamatan Bangkala Barat,
Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan Kelara; dan
(4) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditetapkan di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto di

28
Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea,
Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan
Kecamatan Tarowang.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 28
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f,
merupakan kawasan rawan bencana alam geologi;
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri atas:
a. Kawasan rawan gempa bumi ditetapkan di sleuruh wilayah
kecamatan dengan kategori seismisitas rendah;
b. Kawasan rawan gerakan tanah ditetapkan di Kecamatan Bangkala,
Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Rumbia, dan Kecamatan
Kelara;
c. Kawasan rawan tsunami ditetapkan di sepanjang pesisir Kabupaten
Jeneponto meliputi Kecamatan Bangkala Barat, Kecamatan Bangkala,
Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu, Kecamatan Arungkeke,
Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang; dan
d. Kawasan rawan abrasi pantai ditetapkan di sepanjang pesisir
Kabupaten Jeneponto meliputi Kecamatan Bangkala Barat,
Kecamatan Bangkala, Kecamatan Tamalatea, Kecamatan Binamu,
Kecamatan Arungkeke, Kecamatan Batang, dan Kecamatan Tarowang.

Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 29
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g,
terdiri atas:
a. Taman buru; dan
b. Kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Kawasan taman buru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
ditetapkan di Taman Buru Bangkala Kecamatan Bangkala Barat yang
menyatu dengan Suaka Margasatwa Ko’mara dengan luasan kurang lebih
2.382 (dua ribu tiga ratus delapan puluh dua) hektar; dan
(3) Kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan di Kecamatan Bangkala
dengan luasan krang lebih 214 (dua ratus empat belas) hektar.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 30
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), terdiri
atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;

29
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi di Kabupaten Jeneponto


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan hutan produksi terbatas; dan
b. Kawasan hutan produksi tetap.

(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dengan luasan kurang lebih 375 (tiga ratus tujuh puluh lima)
hektar, ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, dan sebagian
wilayah Kecamatan Bontoramba;

(3) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dengan luasan kurang lebih 125 (seratus dua puluh lima) hektar,
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Rumbia dan sebagian wilayah
Kecamatan Bontoramba.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat
Pasal 32
Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Jeneponto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf b ditetapkan di Desa Kapita, Desa Gunung
Silanu dan Desa Marayoka Kecamatan Bangkala dengan luasan kurang lebih
1.000 (seribu) hektar.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Jeneponto sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. Kawasan peruntukan pertanian holtikultura;
c. Kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. Kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pertanian lahan basah ditetapkan di sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan
Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian
wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan
Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah
Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke,
sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan
Kelara, dan sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan
kurang lebih 27.234 (dua puluh tujuh ribu dua ratus tiga puluh
empat) hektar; dan

30
b. Kawasan peruntukan pertanian lahan kering ditetapkan di sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan
Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea, sebagian
wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan
Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah
Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke,
sebagian wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan
Kelara, dan sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan
kurang lebih 19.592 (sembilan belas ribu lima ratus Sembilan puluh
dua) hektar.
(3) Kawasan peruntukan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. Kawasan peruntukan pertanian hortikultura komoditas sayuran
ditetapkan di Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 2.826
(dua ribu delapan ratus dua puluh enam) hektar; dan
b. Kawasan peruntukan pertanian hortikultura komoditas buah-
buahan ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala,
sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah
Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba,
sebagain wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan
Turatea, sebagian wilayah Kecamatan Batang, sebagian wilayah
Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan Tarowang,
sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagain wilayah
Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 196.530 (seratus
sembilan puluh enam ribu lima ratus tiga puluh) hektar.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c merupakan kawasan perkebunan dan kawasan wanatani terdiri
dari:
a. kawasan peruntukan perkebunan kakao dan kopi robusta
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala dengan luasan
kurang lebih 1.223 (seribu dua ratus dua puluh tiga) hektar;
b. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, dan kelapa
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat dengan
luasan kurang lebih 2.103 (dua ribu seratus tiga) hektar;
c. kawasan peruntukan perkebunan kakao, dan kelapa ditetapkan di
sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba dengan luasan kurang
lebih 1.594 (seribu lima ratus sembilan puluh empat) hektar;
d. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, jambu mete,
dan kapuk ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Kelara dengan
luasan kurang lebih 208 (dua ratus delapan) hektar; dan
e. kawasan peruntukan perkebunan kakao, kopi robusta, cengkeh,
jambu mete, dan kapuk ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan
Rumbia dengan luasan kurang lebih 115 (seratus lima belas) hektar.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, berupa Kawasan peruntukan pengembangan ternak besar
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea,
sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagain wilayah Kecamatan
Binamu, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah
Kecamatan Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian
wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan
sebagain wilayah Kecamatan Rumbia dengan luasan kurang lebih 10.540
(sepuluh ribu lima ratus empat puluh) hektar.
(6) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan di Kabupaten
Jeneponto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai

31
kawasan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, dengan luasan
kurang lebih 27.234 (dua puluh tujuh ribu dua ratus tiga puluh empat)
hektar.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
huruf d, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan; dan
c. kawasan pengolahan ikan
(2) Kawasan peruntukan budidaya perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan pada wilayah perairan Laut
Flores dan wilayah perairan Teluk Bone yang meliputi kawasan pesisir
Kecamatan Bangkala Barat, kawasan pesisir Kecamatan Bangkala,
kawasan pesisir Kecamatan Tamalatea, kawasan pesisir Kecamatan
Binamu, kawasan pesisir Kecamatan Arungkeke, dan kawasan pesisir
Kecamatan Tarowang;
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. Kawasan budidaya perikanan air laut komoditas rumput laut
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat,
sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan
Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang, dan sebagian wilayah
Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih 8.150 (delapan
ribu seratus lima puluh) hektar; dan
b. Kawasan budidaya perikanan air payau komoditas udang dan ikan
bandeng ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala
Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah
Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang, dan
sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih
3.178 (tiga ribu seratus tujuh puluh delapan) hektar; dan
c. Kawasan budidaya perikanan air tawar ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat,
sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah Kecamatan
Batang, sebagian wilayah Kecamatan Rumbia, dan sebagian wilayah
Kecamatan Tamalatea dengan luasan kurang lebih 2.961 (dua ribu
sembilan ratus enam puluh satu) hektar.
(4) Kawasan pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
ditetapkan di Kawasan Pengolahan Ikan Pabiringa Kecamatan Binamu
dengan luasan kurang lebih 22 (dua puluh dua) hektar.

Pasal 35
Kawasan pelabuhan khusus perikanan Kabupaten Jeneponto (KIPPT)
ditetapkan di Pangkalan Pendataran Ikan (PPI) Tanrusampe Kelurahan
Pabiringa Kecamatan Binamu.

32
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 36

Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


huruf e, terdiri atas :
a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; dan
b. Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 37
(1) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf a, terdiri atas :
a. Wilayah usaha pertambangan; dan
b. wilayah pertambangan rakyat.
(2) Wilayah usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. wilayah usaha pertambangan mineral logam komoditas tambang
pasir besi ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu dan
sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke;
b. wilayah usaha pertambangan mineral bukan logam meliputi:
1. Komoditas tambang bentonit ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala dan sebagian wilayah Kecamatan
Binamu;
2. Komoditas tambang clay ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Binamu,
dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea;
3. Komoditas tambang dolomit ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Tamalatea;
4. Komoditas tambang oker ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Rumbia dan sebagian wilayah Kecamatan Kelara;
5. Komoditas tambang mika ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala Barat; dan
6. Komoditas tambang zeolit ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala dan sebagian wilayah Kecamatan
Tamalatea.
c. wilayah usaha pertambangan mineral batuan meliputi:
1. Komoditas tambang batu gamping ditetapkan di sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan
Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan Binamu, dan
sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea;
2. Komoditas tambang andesit ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Batang;
3. Komoditas tambang basalt ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Rumbia,
sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, dan sebagian
wilayah Kecamatan Tamalatea;
4. Komoditas tambang breksi ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala Barat, sebagian wilayah Kecamatan
Kelara, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, dan sebagian
wilayah Kecamatan Batang;
5. Komoditas tambang tufa ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, dan sebagian wilayah Kecamatan
Bontoramba;

33
6. Komoditas tambang kaldeson ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, dan sebagian wilayah Kecamatan
Tamalatea; dan
7. Komoditas tambang kerikil berpasir alami ditetapkan di
sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah
Kecamatan Binamu, sebagian wilayah Kecamatan
Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan Turatea, dan
sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea.
(3) Wilayah usaha pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, berupa wilayah usaha pertambangan mineral batuan
komoditas tambang kerikil berpasir alami ditetapkan di sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Binamu,
sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan
Turatea, dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea.

Pasal 38
Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 huruf b, merupakan kawasan peruntukan
pertambangan minyak Blok Karaengta yang berada di wilayah perairan laut
Kabupaten Jeneponto.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 39

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


huruf f, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan industri besar;
b. Kawasan peruntukan industri sedang; dan
c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a terdapat di Kawasan Industri Mallasoro, dengan luasan
kurang lebih 258 (dua ratus lima puluh delapan) hektar;
(3) Kawasan Industri Mallasoro sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilengkapi dengan infrastruktur pendukung meliputi:
a. Pembangkit listrik; dan
b. Pelabuhan khusus.
(4) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, adalah
PLTU Mallasoro, dan PLTU Punagaya;
(5) Pelabuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, terdiri
dari:
a. Pelabuhan khusus PLTU Punagaya yang dilengkapi dengan
terminal barang di sisi Timur Teluk Laikang Kecamatan Bangkala;
dan
b. Pelabuhan khusus PLTU Mallasoroyang dilengkapi dengan terminal
barang di sisi Timur Tanjung Mallasoro Kecamatan Bangkala.
(6) Kawasan peruntukan industri sedang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. Kawasan tambak garam Nassara Kecamatan Bangkala dengan
luasan kurang lebih 220 (dua ratus dua puluh) hektar; dan
b. Kawasan tambak garam Arungkeke Kecamatan Arungkeke dengan
luasan kurang lebih 300 (tiga ratus) hektar.

34
(7) Kawasan peruntukan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berupa kawasan aglomerasi industry rumah
tangga ditetapkan di PKL, PKLP dan PPK.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf f, terdiri atas:
a. Kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. Kawasan peruntukan pariwisata alam; dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Rumah Adat (Balla Kambara) dan Masjid Tua Tolo di Kelurahan Tolo
Kecamatan Kelara;
b. Rumah Adat Kampala di Desa Kampala Kecamatan ArungKeke;
c. Rumah Adat Binamu di Kelurahan Pabbiringa Kecamatan Binamu;
d. Rumah Adat Kalimporo di Desa Kalimporo Kecamatan Bangkala;
e. Artefak Serpih Bilah di Kelurahan Palengu, Kecamatan Bangkala;
f. Situs Serpih Bilah Karama di Desa Banrimanurung, Kecamatan
Bangkala Barat;
g. Kompleks Makam Nong dan Bungung Lompoa di Kampung Bungung
Lompoa, Kelurahan Tolo, Kecamatan Kelara;
h. Benteng Karampuang berada di Lingkungan Karampuang dan Balai
Pasui, Kecamatan Kelara;
i. Kompleks Makam Raja-Raja Binamu di Kec. Bontoramba;
j. Makam Manjang Loe di Kec. Tamalatea;
k. Kompleks Makam Joko di Kec. Bontoramba;
l. Kompleks Makam Kalimporo di Desa Kalimporo, Kecamatan
Bangkala;
m. Makam Pasiri Dg Mangasa Karaeng Labbua Talibannanna di Desa
Tuju Kecamatan Bangkala Barat;
n. Makam I Maddi Dg Ri Makka di Kelurahan Tonrokassi Kecamatan
Tamalatea;
o. Makam Pattima Dg Ti'no di Kelurahan Pabbiringa Kecamatan
Binamu;
p. Makam Karampuang Butung di Kelurahan Biringkasi Kecamatan
Binamu;
q. Makam Sapanang (Kr. Bebang) desa Sapanang di Kecamatan
Binamu;
r. Makam Dampang Tolo dan Makam Karaeng Sapaloe di Kelurahan
Tolo , Kecamatan Kelara;
s. Makam Ta'baka di Desa Arungkeke Pallantikang, Kecamatan
Arungkeke; dan
t. Makam Karaeng Sengge dan Makam Karaeng Bisea di Desa
Balangloe Tarowang Kecamatan Tarowang.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdiri atas:
a. Pantai Birta Ria Kassi di Kelurahan Tonrokassi Kecamatan
Tamalatea;
b. Pantai Balangloe Tarowang di Desa Balangloe Tarowang Kecamatan
Tarowang;
c. Tanjung Mallasoro' di Kecamatan Bangkala;

35
d. Pulau Libukang (Pulau Harapan) di Kelurahan Bontorannu,
Kecamatan Bangkala;
e. Air Terjun Je'ne Aribba di Desa Kapita, Kecamatan Bangkala;
f. Air Terjun Boro di Kec. Rumbia;
g. Kawasan Mangrove Kassi Desa Tarowang Kecamatan Tarowang;
h. Bungung Salapang di Desa Bontorappo, Kecamatan Tarowang;
i. Agrowisata dan Pesanggrahan Loka di Kecamatan Rumbia;
j. Pantai Karsut di Desa Kampala Kecamatan Arungkeke;
k. Pasar Kuda di Kelurahan Tolo Kecamatan Kelara; dan
l. Kawasan Pelestarian Tanaman Lontara di Kecamatan Tamalatea.
(4) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. Bintang Karaeng Resort di Kecamatan Binamu;
b. Kawasan Tambak Garam Tradisional Nassara di Kecamatan
Bangkala;
c. Kawasan Tambak Garam tradisional Arungkeke di Kecamatan
Arungkeke;
d. Arena Pacuan Kuda di Kecamatan Bangkala; dan
e. Anjungan Pantai Arungkeke di Kecamatan Arungkeke.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 41
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berupa kawasan permukiman yang didominasi
oleh kegiatan non agraris dengan tatanan kawasan permukiman yang
terdiri dari sumberdaya buatan seperti perumahan, fasilitas sosial,
fasilitas umum, serta prasarana wilayah perkotaan lainnya;
(3) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan pada Kawasan Perkotaan Bontosunggu
Kecamatan Binamu dan Kawasan Perkotaan Allu Kecamatan Bangkala;
(4) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b berupa kawasan permukiman yang didominasi
oleh kegiatan agraris dengan kondisi kepadatan bangunan, penduduk
yang rendah dan kurang intensif dalam pemanfaatan daerah terbangun.
(5) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditetapkan pada sebagian wilayah Kecamatan Bangkala
Barat, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah
Kecamatan Tamalatea, sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba,
sebagian wilayah Kecamatan Turatea, sebagian wilayah Kecamatan
Batang, sebagian wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian wilayah
Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Kelara, dan
sebagian wilayah Kecamatan Rumbia.
(6) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) juga ditetapkan kawasan permukiman Perdesaan
transmigrasi pada sebagian wilayah kecamatan Bangkala Barat.

36
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


huruf h, merupakan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yaitu kawasan yang merupakan aset-aset
pertahanan dan keamanan/TNI Negara Kesatuan Republik Indonesia
terdiri atas:
a. Kantor Komando Daerah Militer 1425 Jeneponto di Kelurahan
Balang Kecamatan Binamu;
b. Kantor Batalyon Infanteri 726 Tamalatea di Kelurahan Bulujaya
Kecamatan Bangkala Barat
c. Kantor Komado Rayon Militer 1425-01 Binamu di Kelurahan Balang
Toa Kecamatan Binamu;
d. Kantor Komado Rayon Militer 1425-02 Bangkala di Kelurahan Allu
Kecamatan Bangkala;
e. Kantor Komado Rayon Militer 1425-03 Tamalatea di Kelurahan
Bontotangnga Kecamatan Tamalatea;
f. Kantor Komado Rayon Militer 1425-04 Kelara di Kelurahan Tolo
Kecamatan Kelara;
g. Kantor Komado Rayon Militer 1425-05 Batang di Kelurahan Togo-
Togo Kecamatan Batang;
h. Kantor Kepolisian Resort Jeneponto di Kelurahan Empong
Kecamatan Binamu;
i. Kantor Kepolisian Sektor Batang di Kelurahan Togo-Togo Kecamatan
Batang;
j. Kantor Kepolisian Sektor Arungkeke di Kelurahan Arungkeke
Kecamatan Arungkeke;
k. Kantor Kepolisian Sektor Binamu di Kelurahan Panaikang
Kecamatan Binamu;
l. Kantor Kepolisian Sektor Kelara di Kelurahan Tolo Kecamatan
Kelara;
m. Kantor Kepolisian Sektor Tamalate di Kelurahan Bontotangnga
Kecamatan Tamalatea;
n. Kantor Kepolisian Sektor Bangkala di Kelurahan Pallengu
Kecamatan Bangkala;

Pasal 43
(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 - 42 dapat dilaksanakan apabila tidak
mengganggu fungsi kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan
Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari badan atau pejabat yang tugasnya mengkoordinasikan
penataan ruang di Kabupaten Jeneponto.

37
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 44
(1). Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Jeneponto, terdiri atas:
a. Kawasan Strategis Provinsi; dan
b. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2). Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 45
(1) Kawasan Strategis Provinsi Provinsi yang ada di Kabupaten Jeneponto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam
dan teknologi tinggi;
c. KSP dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
(2) KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas perkebunan
unggulan kopi robusta ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan
Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat, sebagian
wilayah Kecamatan Kelara, dan sebagian wilayah Kecamatan
Rumbia;
b. Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas
perkebunan unggulan jambu mete ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Rumbia; dan
c. Kawasan pengembangan budidaya rumput laut ditetapkan
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Binamu, sebagian
wilayah Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan
Bangkala Barat, sebagain wilayah Kecamatan Arungkeke, sebagian
wilayah Kecamatan Tarowang, sebagian wilayah Kecamatan Batang,
dan sebagian wilayah Kecamatan Tamalatea.
(3) KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan
teknologi tinggi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, terdiri
atas:
a. Kawasan Penambangan Minyak Blok Karaengta ditetapkan di
wilayayah perairan Kabupaten Jeneponto; dan
b. Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap Punagaya di Kecamatan
Bangkala.
(4) KSP dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, adalah kawasan
hutan lindung Kabupaten Jeneponto dengan luasan kurang lebih 6.715
(enam ribu tujuh ratus lima belas) hektar ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Bangkala, sebagian wilayah Kecamatan Bangkala Barat,
sebagian wilayah Kecamatan Bontoramba, sebagian wilayah Kecamatan
Kelara, dan sebagian wilayah Kecamatan Rumbia.

38
Pasal 46

(1) KSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya; dan
c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi;
(2) KSK dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kawasan agropolitan Rumbia-Kelara ditetapkan di Kecamatan
Rumbia, dan Kecamatan Kelara;
b. Kawasan industri perikanan dan pariwisata terpadu (KIPPT)di
Kecamatan Binamu;
c. Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh Agro-minapolitan di
Kecamatan Arungkeke dan Kecamatan Tarowang;
d. Kawasan Strategis Kabupaten BINTARU di Kecamatan Binamu,
Kecamatan Batang, dan Kecamatan Arungkeke.
(3) KSK dengan sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, adalah Kawasan Strategis Cepat Tumbuh
Agropiltan Berbasis Pesantren ditetapkan di Kecamatan Turatea;
(4) KSK dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdiri atas;
a. Kawasan strategis industry Mallasoro di Kecamatan Bangkala; dan
b. Kawasan strategis rencana pembangunan Bendungan Kelara-Karaloe
di Kecamatan Kelara.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 47
(1). Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana
struktur ruang dan pola ruang.
(2). Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan
dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan
pendanaannya.
(3). Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 48
(1). Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat
(2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang
ditetapkan dalam Lampiran IV. yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(2). Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, investasi swasta dan kerja sama pendanaan.
(3). Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

39
BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten


digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 50

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman
bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem
prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas:
1. kawasan sekitar prasarana transportasi;
2. kawasan sekitar prasarana energi;
3. kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan
4. kawasan sekitar prasarana sumber daya air;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 51
(1) Jenis perizinan terkait pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten
Jenponto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
a. Izin prinsip;
b. Izin lokasi;
c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah; dan
d. Izin mendirikan bangunan.
(2) Mekanisme perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Bupati.

40
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 52
(1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (2) huruf c merupakan perangkat pemerintah daerah untuk
mengarahkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang.
(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan
zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini.

Pasal 53
(1). Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
masyarakat.
(2). Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh Bupati yang
teknis pelaksanaannya melalui SKPD kabupaten yang membidangi
penataan ruang.

Pasal 54
(1) Pemberian insentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 ayat (1), merupakan insentif yang diberikan untuk kegiatan
pemanfaatan ruang pusat-pusat pelayanan kota yang ditetapkan untuk
didorong atau dipercepat pertumbuhannya;
(2) Pemberian insentif untuk kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk:
a. Pemberian keringanan pajak;
b. Pemberian kompensasi;
c. Pengurangan retribusi;
d. Penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
e. Kemudahan perizinan.
(3) Pengenaan disinnsentif kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (1), diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang
pada kawasan yang dibatasi pengembangannya.
(4) Pengenaan disinsentif untuk kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), diberikan dalam bentuk:
a. Pengenaan kompensasi;
b. Persyaratan khusus dalam perizinan bagi kegiatan pemanfaatan
ruang yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Jeneponto;
c. Kewajiban mendapatkan imbalan;
d. Pembatasan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
e. Persyaratan khusus dalam perizinan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan
pengenaan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.

41
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 55
(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf d
diberikan dalam bentuk sanksi administratif dan/atau sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang
penataan ruang;
(2) Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang
dikenakan sanksi administratif;
(3) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum; dan/atau
e. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif

Pasal 56

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) huruf a meliputi:
a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya;
b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai
peruntukannya; dan/atau
c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak
sesuai peruntukannya.

Pasal 57

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (2) huruf b meliputi:
a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan;
dan/atau

42
b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum
dalam izin pemanfaatan ruang.

Pasal 58

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan
oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3)
huruf c meliputi:
a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan;
b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan;
c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau;
d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan;
e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan;
dan/atau
f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan
persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang.

Pasal 59

Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan


perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (3) huruf d meliputi:
a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya
alam serta prasarana publik;
b. menutup akses terhadap sumber air;
c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau;
d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki;
e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau
f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang.

Pasal 60

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi


administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (4) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi pidana sebagaimana
dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam
Kelembagaan
Pasal 61

(1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar wilayah,
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan
Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.

43
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 62

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat


berhak:
a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah,
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 63
Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah terdiri atas:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 64

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana


dimaksud pada Pasal 62 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor
daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur
pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi,
selaras, dan seimbang.

44
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 65
(1). Masyarakat berperan dalam penataan ruang dalam setiap tahapan yang
mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
(2). Peran masyarakat dalam penataan ruang pelaksanaannya dapat
dilakukan melalui tradisi/nilai kearifan lokal dalam bentuk tudang
sipulung;

Pasal 66

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 pada tahap


perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah wilayah atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan rencana tata ruang.
b. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang.

Pasal 67
Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dalam
pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama
unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan
ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan
memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta
memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan
sumber daya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dalam


pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian
insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;

45
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi
c. pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; dan
e. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata
ruang.

Pasal 69

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara


langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
disampaikan kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yang ditunjuk
oleh Bupati.

Pasal 70

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah


membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Pasal 71

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan


sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB IX
PENYIDIKAN
Pasal 72

(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegaweri


negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jeneponto yang
lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang penataan ruang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik
kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pengaturan dan lingkup tugas pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

46
BABX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah ada
dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 74

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :


a. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin terkait
disesuaikan dengan fungsi kawasan dan pemanfaatan ruang
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan menerapkan rekayasa teknis sesuai
dengan fungsi kawasan dalam Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk menerapkan rekaya teknis sesuai dengan
fungsi kawasan dalam Peraturan Daerah ini, atas izin yang telah
ditebitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Kabupaten Jeneponto yang diselenggarakan tanpa
izin ditentukan sebagai berikut:

1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,


pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan
dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat
untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
e. masyarakat yang menguasai tanahnya berdasarkan hak adat dan/atau
hak-hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, yang karena Peraturan Daerah ini pemanfaatannya tidak
sesuai lagi, maka penyelesaiannya diatur sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undangan:

47
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 75
(1) Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto tentang RTRW Kabupaten
Jeneponto sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan lampiran berupa
buku RTRW Kabupaten Jeneponto dan Album Peta skala 1: 50.000;
(2) Buku RTRW Kabupaten Jeneponto dan album peta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

Pasal 76
(1) Untuk operasionalisasi RTRWK Jeneponto, disusun rencana rinci tata
ruang berupa rencana detail tata ruang kabupaten dan rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten;
(2) Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan daerah.

Pasal 77
(1) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jeneponto adalah
20 (duapuluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun;
(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah Kabupaten Jeneponto
dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dengan
ketentuan:
a. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan;
b. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
batas teritorial wilayah daerah yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan;
c. Apabila terjadi perubahan rencana perubahan kebijakan nasional
dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten
dan/atau dinamika internal wilayah.

Pasal 78
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Bupati.

48
Pasal 79

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Jeneponto

Ditetapkan di Bontosunggu
pada tanggal 30 Januari 2012

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

Diundangkan di Jeneponto
pada tanggal 30 Januari 2012

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN JENEPONTO,

IKSAN ISKANDAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO TAHUN 2012 NOMOR 210.

Disalin sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HAM


SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO,

ttd

MUSTAKBIRIN, SH.
Pangkat : Pembina
Nip. 19630309 199203 1 007

49
LAMPIRAN I.1 : Perda 01 tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

PETA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

50
LAMPIRAN I.2 : Perda 01 tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

PETA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

51
LAMPIRAN III.3 : Perda 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

PETA KAWASAN STRATEGIS WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO

52
LAMPIRAN II : PERDA 01 TAHUN 2012
TANGGAL 30 JANUARI 2012

PROGRAM INDIKATIF PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO 2012 - 2031

SUMBER
WAKTU PELAKSANAAN
INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI PENDANAA
PELAKSANA
N* 201 201 201 201 201 201 (2017~2021 (2022~202 (2027~203
1 2 3 4 5 6 ) 6) 1)
I. PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
KABUPATEN
Pengembangan dan Peningkatan
A Sistem Perkotaan (PKW, PKLp,
PPK, dan PPL)
Pengembangan Pusat Kegiatan
A1
Wilayah (PKW) Jeneponto
Peningkatan kualitas Pelabuhan Arungkeke, APBDP &/ Dishub, Dis
1 √ √ √ √ √
Bungeng & Ujung Petang Batang APBDK PU
Pembangunan Pembangkit Listrik Bangkala PLN,
2 Swasta √ √ √ √ √ √
Tenaga Uap/Batubara (Malasoro) Disperindag
Peningkatan pelayanan terminal Kota Banto APBDP &/ Dishub & Dis
3 √ √ √ √ √ √
tipe C menjadi Tipe B Sunggu APBDK PU
APBN &/
Disperindag,
Kota Banto APBDP &/
4 Pengembangan perbankan & Din Kop √ √ √ √ √ √ √ √
Sunggu swasta
UKM
DN/LN
Pengembangan RSU menuju Tipe Kota Banto
5 APBN/P RSUD √ √ √ √ √ √ √
B Sunggu
APBN &/ DKP, Dis
Pembangunan Kawasan Industri Ba'biringa
6 APBDP &/ Pariwisata, √ √ √ √ √ √ √ √
Pariwisata dan Perikanan Terpadu Jeneponto
swasta Disperindag
Dis PU,
Pembangunan sistem mitigasi APBDP &/
7 Jeneponto Disdiknas, √ √ √ √ √ √
bencana alam terutama banjir APBDK
BMG

53
Pengembangan Pusat Kegiatan
B
Lokal (PKLp)
B1 Pengembangan PKLp Bungeng
Peningkatan kualitas pelayanan Din.
1 fungsi Pelabuhan dan Terminal Bungeng APBDK Perhubungan √ √ √ √ √
Kelas C /PU
Dinas
2 Peningkatan kualitas pasar local Bungeng APBDK √ √ √ √ √
Perindag/PU
Pengembangan APBDK Disperindag/
3 Bungeng √ √ √ √ √ √ √ √
perbankan/koperasi &/Swasta Din Kop UKM
Dinas
4 Pengembangan Puskemas Bungeng APBDK √ √ √ √ √
Kesehatan
Dinas
APBDK
5 Pengembangan SMA/SMK Bungeng Diknas/ PU/ √ √ √ √ √ √ √ √
&/Swasta
Swasta
Pembangunan sistem bencana
APBDK
6 alam terutama gempa, banjir & Bungeng Dis PU, BMG √ √ √ √ √ √
&/APBDP
tsunami
Pengembangan jaringan jalan Arungkeke, APBDK Dis PU, Dis
7 √ √ √ √ √ √
lokal Batang &/APBDP Perhubungan
B2 Pengembangan PKLp Allu
Din.
Peningkatan kualitas pelayanan
1 Allu APBDK Perhubungan √ √ √ √ √
fungsi terminal kelas C
/PU
Dinas
Peningkatan kualitas pasar induk
2 Allu APBDK PPKAD/Perin √ √ √ √ √
kabupaten
dag
Pengembangan APBDK Disperindag/
3 Allu √ √ √ √ √ √ √ √
perbankan/Koperasi &/Swasta Din Kop UKM
Dinas
4 Pengembangan Puskesmas Allu APBDK √ √ √ √ √
Kesehatan
Dinas
APBDK
5 Pengembangan SMA/SMK Allu Diknas/ PU/ √ √ √ √ √ √ √ √
&/Swasta
Swasta

54
Dis PU,
Pembangunan sistem mitigasi APBDK
6 Allu Disdiknas, √ √ √ √ √ √
bencana alam terutama banjir &/APBDP
BMG
Pengembangan jaringan jalan APBDK Dis PU, Dis
7 Bangkala √ √ √ √ √ √
lokal &/APBDP Perhubungan

B3 Pengembangan PKLp Pabiringa


Din.
Peningkatan kualitas pelayanan
1 Pabiringa APBDK Perhubungan √ √ √ √ √
fungsi Pelabuhan TPI
/PU/DKP
Dinas DKP
2 Peningkatan kualitas pasar TPI Pabiringa APBDK √ √ √ √ √
/PU
Pengembangan APBDK Disperindag/
3 Pabiringa √ √ √ √ √ √ √ √
perbankan/Koperasi &/Swasta KOP UKM
Dinas
4 Pengembangan Puskesmas Pabiringa APBDK √ √ √ √ √
Kesehatan
Dinas
Pengembangan SMA/SMK APBDK
5 Pabiringa Diknas/ PU/ √ √ √ √ √ √ √ √
Kelautan &/Swasta
Swasta
Pembangunan sistem mitigasi Dis PU,
APBDK
6 bencana alam terutama Tsunami, Pabiringa Disdiknas, √ √ √ √ √ √
&/APBDP
dan abrasi pantai BMG
Pengembangan jaringan jalan APBDK Dis PU, Dis
7 Binamu √ √ √ √ √ √
lokal &/APBDP Perhubungan
Pengembangan PKLp Tolo
B4
(Kelara)
Din.
Peningkatan kualitas pelayanan
1 Kelara APBDK Perhubungan √ √ √ √ √
fungsi terminal kelas C
/PU
Kelara PPKAD,
2 Peningkatan kualitas pasar lokal APBDK √ √ √ √ √
Perindag /PU
Pengembangan Kelara APBDK Disperindag/
3 √ √ √ √ √ √ √ √
perbankan/Koperasi &/Swasta Kop UKM
Kelara Dinas
4 Pengembangan Puskesmas APBDK √ √ √ √ √
Kesehatan
Kelara Dinas
APBDK
5 Pengembangan SMA/SMK Diknas/ PU/ √ √ √ √ √ √ √ √
&/Swasta
Swasta

55
Pembangunan sistem mitigasi Kelara Dis PU,
APBDK
6 bencana alam terutama banjir dan Disdiknas, √ √ √ √ √ √
&/APBDP
longsor BMG
Pengembangan jaringan jalan Kelara, APBDK Dis PU, Dis
7 √ √ √ √ √ √
lokal Rumbia &/APBDP Perhubungan
Pengembangan PPK (Pusat
B5
Pelayanan Kawasan)
Turatea,
Batang,
Peningkatan kualitas pelayanan Din.
Arungkeke,
1 angkutan perdesaan dan sub APBDK Perhubungan √ √ √ √ √
Tarowang,
terminal /PU
Tamalatea,
Rumbia
Turatea,
Batang,
Arungkeke, Dinas
2 Peningkatan kualitas pasar lokal APBDK √ √ √ √ √
Tarowang, Pasar/PU
Tamalatea,
Rumbia
Turatea,
Batang,
Disperindag/
Pengembangan Koperasi dan Arungkeke, APBDK
3 Distan, Dinas √ √ √ √ √ √ √ √
Penyedia Saprodi Tarowang, &/Swasta
KoP UKM
Tamalatea,
Rumbia
Turatea,
Batang,
Pengembangan Puskesmas dan Arungkeke, Dinas
4 APBDK √ √ √ √ √
PUSTU Tarowang, Kesehatan
Tamalatea,
Rumbia
Turatea,
Batang,
Dinas
Arungkeke, APBDK
5 Pengembangan SD dan SLTP Diknas/ PU/ √ √ √ √ √ √ √ √
Tarowang, &/Swasta
Swasta
Tamalatea,
Rumbia

56
Turatea,
Batang,
Pembangunan sistem mitigasi Dis PU,
Arungkeke, APBDK
6 bencana alam terutama banjir, Disdiknas, √ √ √ √ √ √
Tarowang, &/APBDP
longsor, dan Tsunami BMG
Tamalatea,
Rumbia
Turatea,
Batang,
Dis PU, Dis
Pengembangan jaringan jalan Arungkeke, APBDK
7 Perhubungan √ √ √ √ √ √
lokal Tarowang, &/APBDP
/Tarkim
Tamalatea,
Rumbia
Bntoramba
B Pengembangan PPL (Pusat dan APBDK Dis PU, Dis
√ √ √ √ √ √
6 Pelayanan Lingkungan) Bangkala &/APBDP Perhubungan
Barat
Mendorong Perwujudan Sistem
C
Transportasi Kabupaten
Peningkatan jalan dan jembatan
kolektor primer Perbatasan
APBN &/
1 Takalar Jeneponto-Perbatasan Jeneponto Dis PU        
APBP
Jeneponto Bantaeng (kapasitas
truk 10 roda)
Pengembangan jalan lingkar
alternative 1 bagian utara jalan APBN &/
2 Kec. Binamu Dis PU √ √ √ √
eksisting sebanjang kurang lebih APBP
7,5 km
Pengembangan jalan lingkar
alternative 2 mulai dari Bangkala
Kecamatan Bangkala Barat Barat,
(perbatasan dengan Kabupaten Bangkala- APBN &/ Kem PU,
3 √ √ √ √ √
Takalar) melewati zona tengah: Bontoramba- APBP Perhubungan
Bangkala-Bontoramba-Turatea- Turatea-
Batang, dengan panjang sekitar 43 Batang
km
Pembangunan jaringan jalan Arah Utara
Kem PU,
4 kereta api (program provinsi dan hampir APBN √ √ √
Perhubungan
nasional), dan stasion KA berhimpit

57
jalan
nasional
Peningkatan jalan dan jembatan Bontosunggu
5 Bontosunggu-Rumbia (kapasitas , Tolo, APBP Dis PU √ √ √ √
truk 8 roda) Rumbia
Peningkatan jalan dan jembatan
Kelara menuju perbatasan Gowa
6 Kelara APBK Dis PU √ √ √
(rencana Bendungan Kelara-
Karaloe)
Peningkatan jalan dan jembatan APBN &/
7 Rumbia Dis PU √ √ √
Rumbia-Loka (segmen Rumbia) APBP

D Pengembangan Sumber Daya Air


Rencana Konservasi Sumber
D1
Daya Air
Perlindungan DAS (8 DAS kecil) Wilayah DAS
APBN &/ Dis
1 (lihat Peta DAS di Kabupaten Kabupaten √ √ √ √ √ √
APBP Kehutanan
Jeneponto Jeneponto
Perlindungan Daerah Sempadan
Kab APBN &/
2 sungai, mata air, dan sumber Dis PU √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto APBP
daya air lainnya
Pendayagunaan Sumber Daya
D2
Air
Pengembangan sawah tadah
Kec Kelara,
hujan menjadi sawah irigasi semi
Batang,
teknis dalam rangka persiapan APBN &/ Dis PU,
1 Tarowang, √ √ √ √ √ √
pembangunan Bendungan Kelara APBP Distan
Turatea,
Karaloe (irigasi, kontrol banjir dan
Bontoramba
pembangkit listrik)
Perlindungan sawah terhadap
Bangkala, APBN &/
banjir di sekitar sungai utama Dis PU,
2 Kelara, APBP/& √ √ √ √ √ √ √ √
(Allu, Tamanroya, Pokobulo, Distan
Turatea BLN
Kelara)
APBN &/
Pembangunan Bendungan Kelara
3 Kelara APBP/& Dis PU √ √ √ √ √ √ √ √
Karaloe
BLN

58
Rehabilitasi saluran irigasi yang Seluruh
APBN &/
4 saat ini telah banyak mengalami Wilayah Dis PU √ √ √ √ √ √ √ √
APBP/
kerusakan Jeneponto
Perencanaan Pengendalian Daya
D3
Rusak Air
Wilayah
Rawan Banjir
Rehabilitasi saluran drainase pada (Binamu, APBN &/
1 wilayah rawan banjir (lihat peta Tutarea, APBP/& Dis PU √ √ √ √ √ √ √
Rawan Banjir) Bangkala, BLN
Bontoramba,
dan Taroang
Perencanaan Pembangunan Berbagai APBN &/
Dis PU /
2 Waduk Tunggu, Embung, Situ, lokasi di APBP/& √ √ √ √ √ √ √ √
Distan
dan Pond-pond penangkap air Zona Atas BLN
Perwujudan Sistem Jaringan
E Prasarana Lainnya
Seluruh
Pembangunan sumber pembakit wilayah APBN &/P PLN, Dinas
1 √ √ √ √ √ √ √ √
listrik tenaga air (Mikro-Hidro, dll) sungai &/ Swasta PU
Jeneponto
Rehabilitasi JaringanTransmisi Seluruh APBN &/P PLN, Dinas
2 √ √ √ √ √ √ √ √
Listrik Jeneponto &/ Swasta PU
Seluruh
Fasilitasi Pengembangan sistem APBN &/P
3 wilayah Telkom √ √ √ √ √ √ √ √
jaringan telekomunikasi terestrial &/ Swasta
Jeneponto

4 Peningkatan TPI Pabiringa Binamu APBN Dis KP √ √ √

Kel
APBN, Kantor
4 Pembangunan TPA Bonto-Bonto Panaikang, √ √ √ √ √ √
APBDK LH/Tarkim
Binamu
F Perwujudan Sistem Sarana
Wilayah Kabupaten
F1 Peningkatan kualitas dan Kab.
penyediaan sarana pemerintahan Jeneponto APBDK Setda/PU √ √ √ √ √ √ √ √

59
Peningkatan kualitas dan Kab. APBN/APBD
penyediaan sarana pendidikan Jeneponto P/APBDK, Dis Diknas √ √ √ √ √ √ √ √
(Sekolah Unggulan) BANLU
F2 Peningkatan kualitas dan Kab.
APBN/APBD Dis Kes, Dis
penyediaan sarana kesehatan Jeneponto √ √ √ √ √ √ √ √
K) PU
(Rumah Sakit dan Puskesmas)
F3 Peningkatan kualitas dan Kab. Setda/Kantor
penyediaan sarana peribadatan Jeneponto APBDK Agama/Dis √ √ √ √ √ √ √ √
PU
F4 Peningkatan kualitas dan Kab.
APBN/APBD Dis PU/Dis
penyediaan sarana perdagangan Jeneponto √ √ √ √ √ √ √ √
K KP
termasuk TPI
F5 Peningkatan kualitas dan Kab. Dis
penyediaan sarana pariwisata dan Jeneponto APBDK Pariwisata, √ √ √ √ √ √ √ √
olahraga OR/PU
F6 Penyediaan Ruang terbuka hijau Kec. Binamu
Dis Hut /
(RTH) (Kota APBN/APBD
Lingkungan √ √ √ √ √ √ √ √
Bontosunggu K
Hidup
)

II. PERWUJUDAN POLA RUANG KABUPATEN

Perwujudan Kawasan Lindung di


A Kab Jeneponto
Rehabilitasi dan Pemantapan
A1
Fungsi Kawasan Lindung
Bangkala
Barat, APBN &/
Pemantapan Kawasan Hurtan
1 Bangkala, APBDP &/ Dishut √ √ √ √ √ √ √ √
Lindung
Kelara, APBDK
Rumbia
Bangkala
Penanganan Kawasan Hutan Barat, APBN &/
Dishut, Dis
2 Lindung yang telah diokupasi Bangkala, APBDP &/ √ √ √ √ √ √ √ √
tan
(konflik fungsi) Kelara, APBDK
Rumbia
Pengembangan Pengelolaan
A2
Kawasan Konservasi

60
APBN &/
Komara,
1 Suaka Margasatwa (KLN) APBDP &/ Dishut √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
APBDK
APBN &/
Perlindungan sempadan sungai- Kabupaten
A3 APBDP &/ Dishut √ √ √ √ √ √ √
sungai besar Jeneponto
APBDK
APBN &/
Sepanjang Dis PU,
A4 Pengembangan sempadan pantai APBDP &/ √ √ √ √ √ √ √
pesisir Dishut
APBDK
APBN &/
Perlindungan pantai berhutan Bangkala, Dis PU,
A5 APBDP &/ √ √ √ √ √ √ √
bakau (mangrove) Arungkeke Dishut
APBDK
Kecamatan
Bangkala
Tamalatea
Program penanganan kawasan APBN &/
Bontoramba,
A6 rawan bencana alam banjir, APBDP &/ Dis PU, BMG √ √ √ √ √ √ √
Tarowang,
longsor, dan Tsunami APBDK
Binamu
Arungkeke
dan Batang.

B Perwujudan Kawasan Budidaya Kabupaten Jeneponto


Kawasan
Atas (Kelara,
APBN &/
Pengembagan kegiatan budidaya Rumbia,
B1 APBDP &/ Dis Hut √ √ √ √ √ √ √
kehutanan Bangkala,
APBDK
Bangkala
Barat)
B2 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
tahunan/perkebunan termasuk APBDP &/ Dis Tan √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
agroforestri APBDK
B3 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
pertanian lahan kering tanaman APBDP &/ Dis Tan √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
semusim APBDK
B4 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
pertanian lahan basah (sawah) APBDP &/ Dis Tan √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
APBDK

61
B5 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
hortikultura APBDP &/ Dis Tan √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
APBDK
B6 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
peternakan APBDP &/ Dis Tan √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
APBDK
B7 Pengembagan kegiatan APBN &/
Kab
perikanan tangkap budidaya APBDP &/ Dis KP √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
perikanan pesisir APBDK
B8 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab
pertambangan APBDP &/ Dis Tamben √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
APBDK
B9 Pengembagan kegiatan budidaya APBN &/
Kab Dis
pariwisata APBDP &/ √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto Pariwisata
APBDK
B1 Pengembagan kawasan APBN &/ Dis
Kab
0 perumahan/ pemukiman APBDP &/ Perumahan/ √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto
perkotaan dan perdesaan APBDK Tata Ruang

III. PERWUJUDAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS

Pengembangan Kawasan
A
Strategis Provinsi (KSP)
Perlindungan dan Rehabilitasi Bangkala
A1 APBN Dishut √ √ √ √ √ √ √ √
SM Komara Barat
Pengembangan Kawasan
B Strategis Kabupaten (KSK)
Jeneponto
Kawasan Agropolitan Rumbia- Rumbia, APBN/APBD Bappeda/
B1 √ √ √ √ √ √ √ √
Kelara Kelara K Distan
Kawasan Industri Perikanan dan APBN/APBD
B2 Binamu K Dis KP √ √ √ √ √ √ √ √
Pariwisata Terpadu (KIPPT)
Kawasan Strategis Cepat Arungkeke, APBN/APBD
B3 Tumbuh (KSCT) Arungkeke- Batang, K Bappeda √ √ √ √ √ √ √ √
Tarowang Tarowang
Kawasan Strategis Industri APBN/Swas Bappeda/ Dis
B4 Bangkala ta √ √ √ √ √ √ √ √
Malasoro Perindag

62
Kawasan Strategis Cepat APBN/APBD
Tumbuh (KSCT) Agropolitan K Bappeda/ Dis
B5 Turatea √ √ √ √ √ √ √ √
berbasis Pondok Pesantren Diknas
(Turatea)
APBN/APBD Bappeda, Dis
Binamu, P/APBDK PU, Diknas,
Kawasan Strategis Binamu,
B6 Batang, Distan, DKP, √ √ √ √ √ √ √ √
Batang, Arungkeke (BINTARU)
Arungkeke Kesehatan,
BPMD
B7 APBN/Swas
Kawasan Strategis (Rencana)
Kelara ta Dis PU √ √ √ √ √ √ √ √
Bendungan Kelara-Karaloe
IV PROGRAM PENGENDALIAN DAN PENGEMBANGAN
KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN √ √ √ √ √ √ √

1 Pengawasan kegiatan pada Kab APBN/APBD


kawasan lindung Dis Hut √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto K
2 Pemantauan dan evaluasi tata Kab Bappeda/
ruang wilayah APBDK √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto BKPRD
3 Optimalisasi fungsi BKPRD dan APBDK
Kab Bappeda/ Dis
instansi teknis dalam penataan √ √ √
Jeneponto Tata Ruang
ruang
4 Pengembangan kerjasama APBDK
Kab Bappeda/ Dis
penataan ruang dengan pemda √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jeneponto Tata Ruang
sekitar (Skema RM-AKSESS)
5 Sosialisasi PERDA RTRW Kab APBDK Bappeda/ Dis
√ √
Kabupaten Jeneponto Jeneponto Tata Ruang
6 Penyusunan mekanisme perijinan Kab APBDK Bappeda/ Dis
√ √
kegiatan pemanfaatan ruang Jeneponto Tata Ruang
7 Sosialisasi insentif dan disintensif APBDK
sehubungan penyelenggaraan tata Kab
Bappeda √ √ √ √
ruang wilayah kabupaten Jeneponto
Jeneponto

63
V SISTEM INFORMASI TATA RUANG

1 Penyusunan Sistem Informasi Kab APBDK Bappeda/ Dis


Jeneponto √ √
Tata Ruang (SIMTARU) Tata Ruang
2Updating data sistem informasi Kab APBDK Bappeda/ Dis
Jeneponto √ √ √ √ √ √ √ √ √
tata ruang wilayah Tata Ruang
) Catatan: APBN=Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; APBDP=Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi; dan
APBDK=Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten.

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

64
LAMPIRAN III.1 : Perda Nomor 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

Jaringan Jalan Kolektor Primer dan Lokal Primer Kabupaten Jeneponto

1. Ruas Buludoang - Barana - Bts. Takalar sepanjang 14.90 km;


2. Ruas Barana - Bulujaya sepanjang 2.30 km;
3. Ruas Patejagung - Kompleks RKBA sepanjang 1.90 km;
4. Ruas Bontocaku - Bts. Takalar sepanjang 2.10 km;
5. Ruas Barana - Parangmani sepanjang 3.70 km;
6. Ruas Beroanging - Tombolo - Bontokassi sepanjang 10.10 km;
7. Ruas Limbangan Jarang - Tombolo sepanjang 2.40 km;
8. Ruas Pallengu - Bokopanrang sepanjang 1.10 km;
9. Ruas Sawitto - Balobboro sepanjang 1.10 km;
10. Ruas Campagaya - Bangkala - Baddopangka sepanjang 5.50 km;
11. Ruas Bilaya - Bisolli sepanjang 1.00 km;
12. Ruas Bisolli - Santigia sepanjang 7.90 km;
13. Ruas Bulujaya - Kampung Beru sepanjang 7.90 km;
14. Ruas Banri Manurung - Tanaeja sepanjang 6.50 km;
15. Ruas Balla Barrisi - Limbangan Parang sepanjang 7.20 km;
16. Ruas Santigia - Bissangka sepanjang 6.80 km;
17. Ruas Beroanging - Bungung-bungung sepanjang 3.50 km;
18. Ruas Benteng Allu - Beroanging sepanjang 12.80 km;
19. Ruas Batu Bassi - Pattiro sepanjang 3.10 km;
20. Ruas Pattiro - Pa'rasangan Beru sepanjang 2.70 km;
21. Ruas Allu - Bissangka - Lambupeo sepanjang 4.60 km;
22. Ruas Allu - Pallengu sepanjang 2.50 km;
23. Ruas Bissangka - Lambupeo sepanjang 1.50 km;

65
24. Ruas Tanetea - Barobbo sepanjang 13.50 km;
25. Ruas Bulu-bulu - Parangboddong sepanjang 7.50 km;
26. Ruas Tombo-tombolo - Taipa Tinggia sepanjang 2.90 km;
27. Ruas Parang Luara - Taipa Tinggia sepanjang 2.20 km;
28. Ruas Ta'bungtulu - Se'rukang sepanjang 4.55 km;
29. Ruas Allu Marayako - Pappalluang sepanjang 23.00 km;
30. Ruas Ruku-ruku - Tanetea sepanjang 2.10 km;
31. Ruas Tanam Mawang - Sarroanging sepanjang 1.30 km;
32. Ruas Bontorannu - Tanetea sepanjang 2.30 km;
33. Ruas Kassi Kebo - Talasa - Kalimporo sepanjang 7.50 km;
34. Ruas Bontorannu - Mallasoro sepanjang 4.60 km;
35. Ruas Mallasoro - Batule'leng sepanjang 5.60 km;
36. Ruas Mallasoro - Kawaka - Mallasoro sepanjang 5.30 km;
37. Ruas Balang Toddo - Mallasoro sepanjang 5.20 km;
38. Ruas Rappo-rappo Jawaya - Manjangloe sepanjang 3.50 km;
39. Ruas Mallasoro - Ujunga sepanjang 3.60 km;
40. Ruas Mallasoro - Bungung Pandang sepanjang 1.50 km;
41. Ruas Nasara - Kampung Beru - Kassi-kassi sepanjang 4.50 km;
42. Ruas Mallasoro - Biringkassi sepanjang 3.50 km;
43. Ruas Mallasoro - Biringkassi sepanjang 1.00 km;
44. Ruas Bonto Salangka - Aranaya sepanjang 5.30 km;
45. Ruas Kapita - Se'rukang sepanjang 4.55 km;
46. Ruas Bonto Salangka - Se'rukang sepanjang 6.60 km;
47. Ruas Butta Guntung - Tala Joko sepanjang 6.10 km;
48. Ruas Tambung Bt. Jawa - Parangboddong sepanjang 1.30 km;
49. Ruas Si'rukang - Panngalawakang sepanjang 7.50 km;
50. Ruas Ci'nong Sulurang - Bangka-bangkala sepanjang 7.20 km;
51. Ruas Bulu Suka - Se'rukang sepanjang 3.30 km;
52. Ruas Bulu Suka - Bulu Sibatang sepanjang 3.50 km;

66
53. Ruas Kapita Pokanga - Batangloe sepanjang 3.50 km;
54. Ruas Ci'nong - Tonrokassi sepanjang 1.00 km;
55. Ruas Balandangang - Maero - Bulusuka sepanjang 12.50 km;
56. Ruas Ta'bingjai - Campagaya sepanjang 1.00 km;
57. Ruas Boyong - Kamoa sepanjang 1.50 km;
58. Ruas Tamanroya - Alluka - Bontoramba sepanjang 3.50 km;
59. Ruas Tanetea - Mannuruki sepanjang 2.90 km;
60. Ruas Parang Leang - Tanam Mayang sepanjang 4.50 km;
61. Ruas Panaikang - Gantinga - Barayya sepanjang 5.30 km;
62. Ruas Kanawaya - Tamanroya sepanjang 0.90 km;
63. Ruas Layu - Panaikang sepanjang 1.00 km;
64. Ruas Kareloe - Su'rulangi sepanjang 3.50 km;
65. Ruas Gandi Parappa - Parappa sepanjang 1.00 km;
66. Ruas Maero - Bontoramba - Joko sepanjang 5.50 km;
67. Ruas Sapaya - Panaikang sepanjang 2.40 km;
68. Ruas Bungunglompoa - Palambuta sepanjang 14.50 km;
69. Ruas Daima - Marayu sepanjang 3.10 km;
70. Ruas Bontotangnga - Turatea - Barandasi sepanjang 2.70 km;
71. Ruas Conre - Pattiroang sepanjang 2.10 km;
72. Ruas Bungunglompoa - Embo sepanjang 2.80 km;
73. Ruas Sidenre - Kunjungmange sepanjang 1.50 km;
74. Ruas Kalumpang - Bontojai sepanjang 3.10 km;
75. Ruas Barandasi - Mannyumbeng sepanjang 3.10 km;
76. Ruas Pandang-pandang - Bungung-bungung sepanjang 7.70 km;
77. Ruas Monro-monro - Pabiringa sepanjang 2.50 km;
78. Ruas Monro-monro - Tamanroya sepanjang 11.00 km;
79. Ruas Balangloe - La'lupang sepanjang 3.50 km;
80. Ruas Romanga - Pa'rewakang sepanjang 1.00 km;
81. Ruas Romanga - Panaikang sepanjang 2.30 km;

67
82. Ruas Kalukuang - Balangloe sepanjang 1.70 km;
83. Ruas Belokallong - Embo sepanjang 12.60 km;
84. Ruas Mannuruki - Sarroanging sepanjang 3.80 km;
85. Ruas Camba Borong - Ka'nea sepanjang 2.50 km;
86. Ruas Balangloe - Mangngepong - Tanjonga sepanjang 11.00 km;
87. Ruas Mangngepong - Bululoe sepanjang 1.70 km;
88. Ruas Mangngepong - Kampung Beru sepanjang 1.50 km;
89. Ruas Mangngepong - Tanjonga sepanjang 1.00 km;
90. Ruas Mangngaungi - Aung sepanjang 1.50 km;
91. Ruas Talapang Kaya - Sarroanging sepanjang 1.90 km;
92. Ruas Paceko - Lembang Loe sepanjang 1.00 km;
93. Ruas Kalukuang - Sapanang sepanjang 5.00 km;
94. Ruas Bontosunggu - Agang Je'ne sepanjang 3.90 km;
95. Ruas Malolo - Ganrang Batu sepanjang 5.90 km;
96. Ruas Kayuloe - Bontoloe sepanjang 1.50 km;
97. Ruas Bungung Barana - Je'netallasa sepanjang 7.60 km;
98. Ruas Gantinga - Pa'rasangan Beru sepanjang 2.50 km;
99. Ruas Jenetallasa - Sekke sepanjang 0.90 km;
100. Ruas Bulloe - Mattoanging sepanjang 1.30 km;
101. Ruas Mangngaungi - Munte - Mangepong sepanjang 8.70 km;
102. Ruas Paitana - Ta'lambua sepanjang 5.20 km;
103. Ruas Rannaya - Pakokoa sepanjang 2.20 km;
104. Ruas Empoang - Kalukuang - Palajau sepanjang 11.50 km;
105. Ruas Karisa - Pannara sepanjang 3.30 km;
106. Ruas Monro-monro - Tarusang sepanjang 2.00 km;
107. Ruas Pappengkang - Bulo-bulo - Palajau sepanjang 4.30 km;
108. Ruas Balangloe - Bulo-bulo sepanjang 3.00 km;
109. Ruas Palajau - Pandang-pandang sepanjang 2.00 km;
110. Ruas Kassi-kassi - Sambone-bone sepanjang 1.30 km;

68
111. Ruas Borongloe - Pala-palasa sepanjang 1.70 km;
112. Ruas Bonto burungeng - Palajau sepanjang 6.00 km;
113. Ruas Capponga - Palajau sepanjang 7.10 km;
114. Ruas Parang Tinambung - Boronglamu sepanjang 3.50 km;
115. Ruas Tanggakang - Pao - Bungeng sepanjang 3.50 km;
116. Ruas Cappongan - Bungeng sepanjang 3.00 km;
117. Ruas Kua Kuala - Bungeng - Pajalaya sepanjang 2.50 km;
118. Ruas Tarowang - Panjaya sepanjang 2.20 km;
119. Ruas Tarowang - Sepeka sepanjang 5.00 km;
120. Ruas Arungkeke - Paranga sepanjang 2.50 km;
121. Ruas Batu Maccing - Bulloe sepanjang 5.70 km;
122. Ruas Pappengkang - Bulo-bulo - Maccini Baji sepanjang 3.90 km;
123. Ruas Bulloe - Camba Langkasa sepanjang 3.10 km;
124. Ruas Ganrang Batu - Pammessorang sepanjang 4.10 km;
125. Ruas Maccini Baji - Bonto Laya sepanjang 2.20 km;
126. Ruas Bonto Burungeng - Paitana sepanjang 8.90 km;
127. Ruas Bulloe - Pitape sepanjang 1.60 km;
128. Ruas Camba-camba - Bonto Jannang sepanjang 4.10 km;
129. Ruas Togo-togo - Bata Polong sepanjang 5.70 km;
130. Ruas Sammu-sammukeng - Bonto Jannang sepanjang 2.50 km;
131. Ruas Gudanga - Kaluku sepanjang 2.50 km;
132. Ruas Bontosunggu - Sarappo sepanjang 2.80 km;
133. Ruas Bontosunggu - Mangngaungi sepanjang 1.50 km;
134. Ruas Pallengu - Lassang-lassang sepanjang 1.00 km;
135. Ruas Bontorappo - Tolo sepanjang 8.30 km;
136. Ruas Togo-togo - Bontoraya sepanjang 5.00 km;
137. Ruas Bontoraya - Kalongko sepanjang 2.00 km;
138. Ruas Tarowang - Kalongko - Pala-Palasa sepanjang 6.30 km;
139. Ruas Pala-Palasa - Kalongko sepanjang 2.10 km;

69
140. Ruas Pala - Palasa - Samataring sepanjang 1.40 km;
141. Ruas Pala - palasa - Ramba sepanjang 8.80 km;
142. Ruas Balombonga - Karampuang sepanjang 2.20 km;
143. Ruas Palajau - Pallengu - Petang sepanjang 1.50 km;
144. Ruas Bontonompo - Butang-Butang sepanjang 2.00 km;
145. Ruas Tarowang - Goyang - Bontonompo sepanjang 7.90 km;
146. Ruas Bontomanai - Bts.Bantaeng sepanjang 2.50 km;
147. Ruas Bontonompo - Pangi sepanjang 2.90 km;
148. Ruas Mangngundurang - Bontosunggu sepanjang 1.70 km;
149. Ruas Camba Lompoa - Gantarang - Bontolebang sepanjang 14.70 km;
150. Ruas Balangloe - Kanang-Kanang sepanjang 6.50 km;
151. Ruas Tino - Kanang-Kanang sepanjang 5.60 km;
152. Ruas Tino - Bontotangnga sepanjang 4.20 km;
153. Ruas Ramba - Pangi sepanjang 3.10 km;
154. Ruas Ramba - Rompodepa sepanjang 3.00 km;
155. Ruas Loka - Kassi - Kurisi - Ramba sepanjang 11.50 km;
156. Ruas Ramba - Kurisi sepanjang 0.90 km;
157. Ruas Kacici - Bualang Paliang sepanjang 3.50 km;
158. Ruas Boro - Parangtalasa - Loka sepanjang 8.40 km;
159. Ruas Tompo Bulu - Kapasa sepanjang 3.70 km;
160. Ruas Kambutta Towa - Bts.Bantaeng sepanjang 1.50 km;
161. Ruas Rannaya - Ta'buakang sepanjang 1.00 km;
162. Ruas Maccini Baji - Borongloe sepanjang 3.10 km;
163. Ruas Tompo Kelara - Bendungan sepanjang 2.30 km;
164. Ruas Tolo - Pangnyawakang sepanjang 1.50 km;
165. Ruas Mataere - Sarroanging sepanjang 1.40 km;
166. Ruas Canda - Pabolong sepanjang 1.50 km;
167. Ruas Alla-Alla - Ujung Petang sepanjang 2.00 km;
168. Ruas Bontosunggu - Pa'borongang sepanjang 3.20 km;

70
169. Ruas Ramba - Paloe - Kassi sepanjang 5.00 km;
170. Ruas Bululoe - Rambuta sepanjang 2.50 km;
171. Ruas Bissanti - Bale Balang - Kassi sepanjang 3.80 km;
172. Ruas Bangkala - Batunapara sepanjang 5.20 km;
173. Ruas Maccini baji - Bulu Rinring sepanjang 3.00 km;
174. Ruas Lumpakang - Pattiro sepanjang 2.00 km;
175. Ruas Tombolo - Ramba sepanjang 4.20 km;
176. Ruas Ujung Loe - Bonto-Bonto sepanjang 2.80 km;
177. Ruas Limbang Jarang sepanjang 2.30 km;
178. Ruas Tombolo sepanjang 4.60 km;.

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

71
LAMPIRAN III.1 : Perda Nomor 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

Trayek Angkutan Barang dan Angkutan Penumpang di Kabupaten Jeneponto

a. Trayek angkutan kota dalam provinsi (AKDP), terdiri atas:


1. Karisa – Mamuju;
b. trayek angkutan kota dalam provinsi (AKDP), terdiri atas:
1. Karisa –Pinrang;
2. Karisa – Palopo;
3. Karisa - Pare pare;
4. Karisa – Makassar;
5. Karisa – Takalar;
6. Karisa – Gowa;
7. Karisa – Bantaeng;
8. Karisa – Bulukumba;
9. Karisa – Sinjai.
c. trayek angkutan perdesaan, terdiri atas:
1. Karisa – Embo;
2. Karisa-Ujung loe;
3. Karisa-Bangkala;
4. Karisa-Bulukumba;
5. Karisa-Bantaeng;
6. Karisa-Tino;
7. Karisa-Batang;
8. Karisa-Tolo;

72
9. Karisa-Pamesorang;
10. Karisa-Arungkeke;
11. Karisa-Bulobulo;
12. Karisa-Pannara;
13. Karisa-Mangngepong;
14. Karisa-Sapanang;
15. Karisa-Bungkeke;
16. Karisa-Pokobulo;
17. Karisa-Jombe;
18. Karisa-Kambang;
19. Karisa-Paitana;
20. Karisa-Rumbia;
21. Karisa-Boro;
22. Karisa-Tarowang;
23. Karisa-Tamalatea;
24. Karisa-Barobbo;
25. Karisa-Buluodoang;
26. Karisa BTN/Taba.

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

73
LAMPIRAN III.3 : Perda Nomor 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan energi Kabupaten Jeneponto

1. Sistem Jaringan Pembangkit Tenaga listrik :


a. PLTU Punagaya terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 100 MW;
b. PLTU Bosowa Massaloro terdapat di Kecamatan Bangkala dengan kapasitas 2 x 125 MW.
c. Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kelara, terdapat di
Kecamatan Kelara dengan kapasitas 2 x 125 MW; dan
d. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang bersumber
dari Sungai Munte dan beberapa anak sungai lainnya.

2. Gardu induk (GI) yang terdiri atas:


a. GI Jeneponto 1 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke;
b. GI Jeneponto 2 dengan kapasitas 30 MVA terdapat di Kecamatan Arungkeke; dan
c. Rencana Pembangunan GI Jeneponto 3 dengan kapasitas 20 MVA terdapat di
Kecamatan Arungkeke.

3. Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) kapasitas 150 KV yang terdiri atas:
a. GI Bulukumba – GI Jeneponto;
b. GI Bulukumba – GI Jeneponto;
c. GI Jeneponto TIP 58;

74
d. GI Jeneponto TIP 58; dan
e. GI Jeneponto – GI Tallasa.

3. Depo BBM Bahan Bakar Minyak :


a. Depo BBM Paccelanga di Kecamatan Bangkala;
b. Depo BBM Pakkaterang di Kecamatan Binamu.;
c. Depo BBM Bontosunggu di Kecamatan Binamu; dan
d. Depo BBM Pammengkang Bulo-Bulo di Kecamatan Arungkeke.

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

75
LAMPIRAN III.4 : Perda Nomor 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012.

Daerah Irigasi di Kabupaten Jeneponto

1. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah, terdiri atas DI Kelara, seluas 7.199 ha;
dan
2. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri dari 106 DI meliputi
total luas 21.840 ha, yang terdiri dari :
a. Daerah Irigasi di Kecamatan Tamalatea 225 ha,
b. Daerah Irigasi di Kecamatan Rumbia 6.141 ha,
c. Daerah Irigasi di Kecamatan Taroang 2.080 ha,
d. Daerah Irigasi di Kecamatan Turatea 1.212 ha,
e. Daerah Irigasi di Kecamatan Bontoramba 2.994 ha,
f. Daerah Irigasi di Kecamatan Bangkala 1.247 ha,
g. Daerah Irigasi di Kecamatan Bangkala Barat 3.948 ha,
h. Daerah Irigasi di Kecamatan Binamu 681 ha,
i. Daerah Irigasi di Kecamatan Kelara 1.100 Ha,
j. Daerah Irigasi di Kecamatan Batang 1.282 Ha, dan
k. Daerah Irigasi di Kecamatan Arungkeke 921 Ha.

76
BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

77
LAMPIRAN IV : Perda 01 Tahun 2012
Tanggal 30 Januari 2012

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI RUANG WILAYAH KABUPATEN JENEPONTO 2012-2031

Ketentuan Umum Peraturan Zonasi


Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

A. Kawasan Lindung

A1. Kawasan lindung yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya

a. Pemanfaatan ruang untuk


wisata alam tanpa merubah
bentang alam; Kawasan hutan lindung
b. Ketentuan pelarangan seluruh seluas 6.715,88 Ha, yang
kegiatan yang berpotensi terdiri atas:
mengurangi luas kawasan  kawasan hutan lindung di
hutan dan tutupan vegetasi; Kecamatan Bangkala
c. Pemanfaatan ruang kawasan dengan luas kurang lebih
untuk kegiatan budidaya hanya 3.536,03 Ha;
Kawasan hutan yang diizinkan bagi penduduk dengan  kawasan hutan lindung di
mempunyai fungsi pokok luasan tetap, tidak mengurangi Kecamatan Bangkala Barat
sebagai perlindungan sistem fungsi lindung kawasan, dan dengan luas kurang lebih
penyangga kehidupan untuk dibawah pengawasan ketat; 1.467,45Ha;
a. Kawasan hutan lindung mengatur tata air, mencegah d. Penetapan dan penegasan batas  kawasan hutan lindung di
banjir, mengendalikan erosi, kawasan hutan lindung untuk Kecamatan Bontoramba
mencegah intrusi air laut, dan menghindari konflik pemanfaatan dengan luas kurang lebih
memelihara kesuburan tanah ruang; 848,33 Ha;
e. Penetapan batas kawasan hutan  kawasan hutan lindung di
dilakukan secara terkordinasi Kecamatan Kelara dengan
sesuai ketentuan prundangan luas kurang lebih 216,86
yang berlaku; Ha; dan
f. Sosialisasi batas kawasan hutan  kawasan hutan lindung di
kepada masyarakat; Kecamatan Rumbia dengan
g. Pengaturan kembali secara luas kurang lebih 647,21
bertahap penguasaan dan Ha.
penggunaan tanah sesuai dengan
fungsi lindung.
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

a. Pemanfaatan ruang secara


terbatas untuk kegiatan
budidaya tidak terbangun yang kawasan resapan air
Kawasan Resapan Air adalah memiliki kemampuan tinggi
kawasan yang mempunyai dalam menahan limpasan air
di Kabupaten Jeneponto
kemampuan tinggi untuk hujan; meliputi areal bagian
b. Kawasan resapan air: meresapkan air hujan sehingga b. Penyediaan sumur resapan atas selain kawasan
merupakan tempat pengisian air pada lahan terbangun yang hutan lindung dan
bumi (akuifer) yang berguna sudah ada; dan suaka margasatwa
sebagai sumber air. c. Penerapan prinsip zero delta Q
policy terhadap setiap kegiatan dengan lereng di atas
budidaya terbangun yang 45%.
diajukan izinnya.

A2. Kawasan perlindungan setempat


Ketentuan:
a. daratan sepanjang tepian laut Kawasan sempadan
Sempadan pantai adalah dengan jarak minimal 100 meter pantai terdapat di
kawasan sepanjang pantai yang dari titik pasang air laut tertinggi pesisir kecamatan
mempunyai manfaat penting ke arah darat; atau
untuk mempertahankan Bangkala Barat,
a. kawasan sempadan pantai; b. daratan sepanjang tepian laut
kelestarian fungsi pantai. yang bentuk dan kondisi fisik
Kecamatan Bangkala,
pantainya curam atau terjal Kecamatan Tamalatea,
dengan jarak proporsional Kecamatan Binamu,
terhadap bentuk dan kondisi Kecamatan Arungkeke,
fisik pantai. Kecamatan Batang, dan
79
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

Pemanfaatan: Kecamatan Tarowang,


a. Pemanfaatan ruang untuk ruang
terbuka hijau;
b. Pengembangan struktur alami
dan struktur buatan untuk
mencegah abrasi;
c. Pendirian bangunan yang
dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan rekreasi
pantai;
d. Ketentuan pelarangan
pendirian bangunan selain
yang dimaksud pada huruf c;
dan
e. Ketentuan pelarangan semua
jenis kegiatan yang dapat
menurunkan luas, nilai ekologis,
dan estetika kawasan.
d. daratan sepanjang tepian sungai
besar tidak bertanggul diluar
kawasan permukiman dengan
lebar 100 (seratus) meter dari
tepi sungai;
Sempadan sungai adalah e. daratan sepanjang tepian anak
kawasan sepanjang kiri kanan sungai tidak bertanggul diluar
sungai, termasuk sungai kawasan permukiman dengan
buatan/kanal/ saluran irigasi lebar paling sedikit 50 (lima Kawasan sempadan sungai
b. kawasan sempadan sungai;
primer, yang mempunyai puluh) meter dari tepi sungai; terdapat di sungai-sungai besar
manfaat penting untuk dan dan kecil
mempertahankan fungsi sungai. f. untuk sungai dikawasan
permukiman berupa sempadan
sungai yang diperkirakan cukup
untuk dibangun jalan inspeksi
antara 10 – 15 meter.
Pemanfaatan:
a. Pemanfaatan ruang untuk ruang
terbuka hijau;
80
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

b. Ketentuan pelarangan
pendirian bangunan kecuali
bangunan yang dimaksudkan
untuk pengelolaan badan air
dan/atau pemanfaatan air;
c. Pendirian bangunan dibatasi
hanya untuk menunjang
fungsi taman rekreasi;
d. Penetapan lebar sempadan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
a. Pemanfaatan ruang untuk ruang
terbuka hijau
b. Jalur hijau minimal 100 meter
dari tepi waduk.
Kawasan sekitar danau/waduk c. Ketentuan pelarangan Kawasan sekitar waduk
adalah kawasan tertentu pendirian bangunan kecuali merupakan areal persiapan
disekeliling danau/waduk yang bangunan yang dimaksudkan dengan jarak 100 meter pada
c. kawasan sekitar danau/waduk; mempunyai manfaat penting untuk pengelolaan badan air rencana kawasan pembangunan
untuk mempertahankan dan/atau pemanfaatan air; Bendungan Kelara-Karaloe, di
kelestarian fungsi d. Pendirian bangunan dibatasi Kecamatan Kelara (perbatasan
danau/waduk. hanya untuk menunjang Kabupaten Gowa)
fungsi taman rekreasi;
e. Penetapan lebar sempadan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
A3. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan
cagar budaya
Kawasan suaka alam adalah kawasan Dalam hutan suaka alam/margasatwa,
dengan ciri khas tertentu, yang tidak dibenarkan melakukan kegiatan yang
Kawasan suaka alam terdiri atas
mempunyai fungsi pokok sebagai dapat merubah keutuhan kawasan hutan
Suaka margasatwa dan taman
kawasan pengawetan keanekaragaman suaka alam (UU no 5 1990), kecuali untuk
a. kawasan suaka margasatwa buru Komara/Bangkala terdapat
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya kegiatan-kegiatan bagi kepentingan
di Kecamatan Bangkala dengan
yang juga berfungsi sebagai wilayah penelitian dan pengembangan, ilmu
luas kurang lebih 2.512 ha;
sistem penyangga kehidupan, plasma pengetahuan, pendidikan dan kegiatan
nutfah, ilmu pengetahuan dan lainnya yang menunjang budidaya (pasal 17).

81
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

pembangungan pada umumnya. Yang dimaksud dengan perubahan terhadap


keutuhan kawasan suaka alam meliputi
mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas
kawasan suaka alam, serta menambah jenis
tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.
a. Areal pasang surut dengan mangrove di
atasnya yang masih utuh perlu
dipertahankan sebagai kawasan lindung.
Kawasan pantai berhutan bakau
b. Areal selain mangrove dan daerah
merupakan suatu ekosistem hutan yang
terbangun diperlukan penetapan lebar kawasan pantai berhutan bakau
dipengaruhi oleh pasang surut air laut
minimal sempadan pantai. tersebar di wilayah Kecamatan
b. kawasan pantai berhutan bakau dengan suplai air tawar yang cukup.
c. Wilayah budidaya tambak/kolam yang Bangkala, Bangkala Barat,
Kawasan pantai berhutan bakau
telah ada dipertahankan keberadaannya, Tamalatea, Tarowang, Batang,
berfungsi sebagai sumber bahan
dengan sistem pengelolaan yang dan Arungkeke.dengan luas
organik, habitat berbagai hewan aquatik
bertumpu pada kaidah konservasi. kurang lebih 206 ha.
bernilai ekonomis tinggi, pelindung
Lahan-lahan pasang surut yang dulunya
abrasi dan penahan intrusi air laut.
mangrove, tapi karena adanya
pembukaan lahan dan kemudian tidak
produktif lagi perlu direhabilitasi.
A4. kawasan rawan bencana alam
Peraturan zonasi untuk kawasan
rawan banjir, adalah membatasi
kegiatan intensif dalam kawasan
rawan banjir dan melakukan
pengendalian bencana banjir dalam Kawasan rawan banjir terdapat
bentuk sebagai berikut: di dataran pantai di sebelah
Kawasan rawan banjir adalah barat Kecamatan Bangkala
kawasan yang karena kondisi a. Struktural: dilakukan melalui (Allu), Tamalatea (Topa,
a. kawasan rawan banjir topografi, geologi, dan land kegiatan rekayasa teknis, Kelurahan Tonrokassi Timur),
usenya sering dilanda banjir terutama dalam penyediaan Bontoramba, Tarowang, Binamu
pada curah hujan di atas normal prasarana dan sarana serta bagian selatan, dan dataran
penanggulangan banjir sebelah timur: Arungkeke dan
b. Non Struktural: dilakukan untuk Batang.
meminimalkan kerugian yang
terjadi akibat bencana banjir,
baik korban jiwa maupun materi,
yang dilakukan melalui
82
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

pengelolaan daerah pengaliran,


pengelolaan kawasan banjir,
flood proofing, penataan sistem
permukiman, sistem peringatan
dini, mekanisme perijinan, serta
kegiatan lain yang berkaitan
dengan upaya pembatasan
(limitasi) pemanfaatan lahan
dalam rangka mempertahankan
keseimbangan ekosistem.
Untuk zonasi ruang kawasan rawan
banjir, diperlukan penanganan
banjir yang berupa pencegahan dini
(preventif) dan pencegahan sebelum
terjadinya bencana banjir (mitigasi),
yang terdiri dari kombinasi antara
upaya struktur (bangunan
pengendali banjir) dan non-struktur
(perbaikan atau pengendalian DAS).
kawasan rawan longsor adalah kawasan rawan tanah
kawasan yang karena kondisi Menghindari pembangunan longsor terdapat di bagian
topografi, geologi, dan land pemukiman dan kegiatan budidaya utara Kabupaten utamanya
a. kawasan rawan longsor usenya berpotensi untuk intensif lainnya pada sekitar di beberapa segmen
terjadinya gerakan tanah dan kawasan rawan longsor. kecamatan Bangkala,
longsor Bangkala Barat, Rumbia, dan
Kelara.
Kawasan rawan
Kawasan rawan gelombang Menghindari pembangunan gelombang pasang adalah
pasang adalah kawasan yang pemukiman dan kegiatan budidaya
b. kawasan rawan gelombang beberapa segmen wilayah
karena tipologi pantainya rawan intensif lainnya pada sekitar
pasang sepanjang pesisir di
terhadap ancaman gelombang kawasan rawan gelombang pasang, Kecamatan Bangkala Barat,
pasang yang dapat yang dibuktikan dengan kejadian Bangkala, Tamalatea,
mempengaruhi dan mengancam adanya gelombang pasang Binamu, Arungkeke, Batang,
aktivitas di sepanjang pesisir
dan Tarowang.
Kawasan rawan bencana alam Membatasi pembangunan Kawasan rawan tsunami,
A5. kawasan lindung geologi geologi terdiri atas: kawasan pemukiman dan kegiatan budidaya terdapat di sepanjang pesisir
rawan tsunami dan kawasan intensif lainnya pada sekitar Kabupaten meliputi
83
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

rawan abrasi kawasan rawan terjadinya tsunami Kecamatan Bangkala Barat,


Bangkala, Tamalatea,
Binamu, Arungkeke, Batang,
Melakukan pengendalian dan Tarowang; dan kawasan
terhadap potensi abrasi, melalui rawan abrasi terdapat di
pengendalian structural dan non- sepanjang pesisir Kecamatan
struktural Bangkala Barat, Bangkala,
Tamalatea, Binamu,
Arungkeke, Batang, dan
Tarowang.
A6. kawasan lindung lainnya
Taman buru (game park) adalah
sebentuk kawasan konservasi
yang dipersiapkan selain untuk a. Pelestarian vegetasi yang ada
tujuan pelestarian, juga untuk dalam kawasan Taman buru
mengakomodir kebutuhan Komara/Bangkala yang
a. Taman buru b. Menghindari kegiatan yang dapat
perburuan satwa. Dengan menyatu dengan Suaka
demikian, kawasan taman buru mengurangi, menghilangkan
Margesatwa di Kecamatan
memang dibangun untuk fungsi dan luas kawasan, serta
Bangkala dengan luas
keperluan perburuan satwa yang menambah jenis tumbuhan dan
kurang lebih 2.512 ha
sudah ditentukan jenisnya, dan satwa lain yang tidak asli.
disertai persyaratan-
persyaratannya.
Terumbu karang adalah
sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut Terumbu karang di sekitar pulau-
Melarang kegiatan yang dapat
c. Terumbu karang zooxanhellae. Terumbu karang pulau kecil di Kecamatan
merusak keutuhan terumbu karang
merupakan habitat bagi berbagai Bangkala
spesies tumbuhan laut, hewan
laut, dan mikroorganisme laut
lainnya yang belum diketahui.

B. Kawasan Budi Daya

84
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

a. Pemanfaatan hutan produksi


dapat berupa pemanfaatan
kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu
serta pemungutan hasil hutan
kayu dan bukan kayu.
b. Pemanfaatan kawasan
dilaksanakan untuk
Kawasan hutan produksi memanfaatkan ruang tumbuh
menurut ketentuan terbaru sehingga diperoleh manfaat
tidak dibedakan lagi atas hutan lingkungan, manfaat sosial dan
produksi terbatas, hutan manfaat ekonomi yang optimal.
produksi biasa, dan hutan c. Pemanfaatan jasa lingkungan
produksi yang dapat dikonversi. dilakukan dalam bentuk usaha
yang memanfaatkan potensi
B1. Kawasan peruntukan hutan jasa lingkungan dengan tidak
Walaupun hutan produksi saat
produksi merusak lingkungan dan tidak
ini sudah tidak dibedakan
antara HPT, HPB, HPK, namun mengurangi fungsi pokoknya.
dalam pemanfaatannya harus d. Pemanfaatan hasil hutan
tetap mengacu pada ketentuan dilakukan dalam bentuk usaha
teknis pengelolaan kawasan pemanfaatan hutan alam dan
budidaya kehutanan. usaha pemanfaatan hutan
tanaman. Usaha pemanfaatan
hutan tanaman diutamakan
dilaksanakan pada hutan yang
tidak produktif dalam rangka
mempertahankan hutan alam.
e. Pemungutan hasil hutan
meliputi pemanenan,
penyaradan, pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran
yang diberikan untuk jangka
waktu tertentu.
Hutan rakyat adalah hutan yang Pengusahaan kegiatan budidaya Kawasan peruntukan hutan
B2. Kawasan hutan rakyat tumbuh di atas tanah yang di dalam kawasan hutan, dengan
rakyat/ kemasyarakatan terdapat
dibebani hak milik maupun hak tetap mempertahankan fungsi
85
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

lainnya dengan ketentuan luas perlindungan kawasan di Desa Kapita, Desa Gunung
minimum 0,25 Ha, penutupan Silanu, dan Desa Marayoka
tajuk tanaman kayu-kayuan dan Kecamatan Bangkala dengan
tanaman lainnya lebih dari 50 luasan kurang lebih 1000 Ha.
%.

a. Pengembangan komoditas
pertanian pada lahan-lahan
mempunyai nilai kesesuaian
lahan dari sangat sesuai (S1)
sampai marginal (S3) untuk
tanaman pertanian (pangan
lahan kering, pangan lahan
Kawasan peruntukan pertanian basah, dan hortikultura) Arahan lokasi untuk tanaman
adalah kawasan yang karena b. Pemanfaatan ruang untuk pertanian (pangan lahan kering,
B3. Kawasan peruntukan pertanian potensi kesesuaian yang permukiman petani dengan pangan lahan basah, dan
dimilikinya, ditetapkan sebagai kepadatan rendah hortikultura) dapat dilihat pada
kawasan pertanian c. Ketentuan pelarangan alih Peta Pola Ruang (Buku III).
fungsi lahan pertanian,
khususnya daerah lumbung
pangan, menjadi lahan
budidaya non-pertanian
kecuali untuk pembangunan
sistem jaringan prasarana
utama.
a. Pengembangan komoditas Arahan lokasi untuk
perkebunan (tanaman tahunan) tanaman perkebunan
Kawasan peruntukan pada lahan-lahan mempunyai unggulan dan Agroforestri
perkebunan adalah kawasan nilai kesesuaian lahan dari dapat dilihat pada Peta Pola
B4. Kawasan peruntukan yang karena potensi kesesuaian sangat sesuai (S1) sampai Ruang (Buku III). Tanaman
perkebunan lahan yang dimilikinya, marginal (S3) untuk tanaman perkebunan yang potensil
ditetapkan sebagai kawasan perkebunan adalah Jambu Mente,
perkebunan b. Pemanfaatan ruang untuk Kelapa, Kapas, Kapok, Kopi
permukiman petani dengan Robusta, dan Lontar.
kepadatan rendah

86
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

a. Pemanfaatan ruang untuk


permukiman petani dan/atau
Kawasan peruntukan perikanan nelayan dengan kepadatan
adalah kawasan yang karena rendah; Peta sebaran kawasan
potensi dan stok serta b. Pemanfaatan ruang untuk perikanan di Kabupaten
B5. Kawasan peruntukan perikanan
kesesuaian lahan dan perairan kawasan pemijahan dan/atau Jeneponto dapat dilihat pada
yang dimilikinya, ditetapkan kawasan sabuk hijau; Buku III (Album Peta)
sebagai kawasan perikanan c. Pemanfaatan sumber daya
perikanan agar tidak melebihi
potensi lestari.
a. Pengaturan pendirian
bangunan agar tidak
mengganggu fungsi alur
pelayaran yang ditetapkan
peraturan perundang-
undangan;
b. Pengaturan kawasan
tambang dengan
memperhatikan keseimbangan
antara biaya dan manfaat serta
keseimbangan antara risiko dan
Kawasan peruntukan manfaat; Peta sebaran Tambang di
pertambangan adalah kawasan c. Pengaturan bangunan lain di
B6. Kawasan peruntukan Kabupaten Jeneponto dapat
yang karena potensi yang sekitar instalasi dan peralatan
pertambangan dilihat pada Buku III (Album
dimilikinya, ditetapkan sebagai kegiatan pertambangan yang Peta)
kawasan pertambangan berpotensi menimbulkan
bahaya dengan memperhatikan
kepentingan daerah;
d. Eksploitasi bahan tambang C
harus tidak mengganggu
konstruksi prasarana wilayah
seperti dam, irigasi, tanggul,
jembatan, jalan, maupun
pondasi bangunan di sekitar
area penambangan;
e. Kegiatan pertambangan
hendaknya dilakukan melalui
87
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

praktek-praktek yang ramah


lingkungan untuk mencegah
terjadinya kerusakan
lingkungan dan pencemaran
lingkungan;
f. Melakukan upaya pemulihan
kualitas lingkungan pasca
tambang melalui kegiatan
rehabilitasi maupun reklamasi
kawasan tambang.
a. Pemanfaatan ruang untuk
kegiatan industri baik yang
sesuai dengan kemampuan
penggunaan teknologi, potensi Kawasan peruntukan
sumber daya alam maupun industry besar terdapat di
sumber daya manusia di Kawasan Industri Mallasoro,
wilayah sekitarnya; yang saat ini baru mulai
b. Pembatasan pembangunan dibangun PLTU Mallasoro
perumahan baru sekitar dan PLTU Punagaya, seluas
kawasan peruntukan industri. kurang lebih 258 ha.
Kawasan peruntukan industry c. Pelarangan membuang zat
adalah kawasan yang karena pencemar (termasuk limbah B3) Kawasan peruntukan
realitas pembangunan dan dari hasil kegiatan industri ke industry sedang adalah
B7. Kawasan peruntukan industri Tambak Garam di Nassara,
potensi yang dimilikinya, media lingkungan hidup
ditetapkan sebagai kawasan d. Pengelolaan limbah B3 mengacu Kecamatan Bangkala, seluas
industri pada peraturan perundangan kurang lebih 220 ha.dan
yang berlaku Industrti Garam di
e. Pencegahan pencemaran di Arungkeke seluas 330 Ha.
dalam kawasan peruntukan
industri melalui sarana Kawasan peruntukan
pengelolaan limbah atau industry rumahtangga
penerapan produksi bersih, dan dijumpai di semua
aktivitas produksi ramah kecamatan.
lingkungan.
f. Penerapan mekanisme insentif
dan disinsentif

88
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

a. Pemanfaatan potensi alam


dan budaya masyarakat
sesuai daya dukung dan daya
tampung lingkungan;
Kawasan peruntukan pariwisata b. Perlindungan terhadap situs
adalah kawasan yang karena peninggalan kebudayaan masa Peta sebaran lokasi
realitas pembangunan dan lampau;
B8. Kawasan peruntukan pariwisata pariwisata dapat dilihat pada
potensi yang dimilikinya, c. Pembatasan pendirian Album Peta Buku III.
ditetapkan sebagai kawasan bangunan hanya untuk
pariwisata menunjang kegiatan pariwisata;
dan
d. Ketentuan pelarangan
pendirian bangunan selain
yang dimaksud pada huruf c.
a. Penetapan areal pemukiman
baru
b. Penetapan amplop bangunan;
c. Penetapan tema arsitektur
bangunan; Kawasan Permukiman
d. Penetapan kelengkapan Perkotaan tersebar di
Kawasan yang diperuntukkan
bangunan dan lingkungan; dan Kawasan Perkotaan
B9. Kawasan peruntukan untuk tempat tinggal atau
e. Penetapan jenis dan syarat Bontosunggu Kecamatan
permukiman perkotaan lingkungan hunian yang ada di
penggunaan bangunan yang Binamu dan Perkotaan Allu
kawasan perkotaan
diizinkan. Kecamatan Bangkala.
f. Membatasi kegiatan komersil
pada zona perumahan
g. Membatasi pembangunan
perumahan pada kawasan
rawan bencana alam
Kawasan yang diperuntukkan untuk a. Penataan kawasan permukiman
Kawasan Permukiman
B10. Kawasan peruntukan permukiman tempat tinggal atau lingkungan perdesaan
Perdesaan tersebar di seluruh
pedesaan hunian yang ada di kawasan b. Membatasi pembangunan
wilayah kecamatan di Kabupaten
perdesaan perumahan pada kawasan rawan
Jeneponto
bencana alam
C. Kawasan Sekitar Sistem Prasarana Wilayah di Kabupaten

C1. Sekitar prasarana


89
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

transportasi
a. Pemanfaatan ruang di
sepanjang sisi jalan nasional
maupun jalan kabupaten
dengan tingkat intensitas
menengah hingga tinggi yang
kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. Ketentuan pelarangan alih
fungsi lahan yang berfungsi
lindung di sepanjang sisi jalan
Kawasan sekitar jaringan jalan nasional maupun jalan
adalah kawasan kiri dan kanan kabupaten; Peta jaringan jalan dapat
jalan baik jalan eksisting c. Penetapan garis sempadan dilihat pada Peta Struktur
a. Sekitar jaringan jalan
maupun jalan yang sedang bangunan di sisi jalan nasional Ruang (Album Peta, Buku III)
direncanakan maupun jalan kabupaten yang
memenuhi ketentuan daerah
pengawasan jalan;
d. Ruang milik jalan ditetapkan
dengan peraturan perundangan
yang berlaku;
e. Dalam hal ruang milik jalan
tidak cukup luas, lebar ruang
pengawasan jalan ditentukan
dari tepi badan jalan sesuai
dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
a. Pemanfaatan ruang di
sepanjang sisi jaringan jalur
kereta api dilakukan dengan
Kawasan sekitar jaringan jalan tingkat intensitas menengah Peta jaringan jalan KA dapat
KA adalah kawasan kiri dan hingga tinggi yang
g. Sekitar jaringan jalan kereta api dilihat pada Peta Struktur Ruang
kanan jalan KA yang sedang kecenderungan pengembangan (Album Peta, Buku III)
direncanakan ruangnya dibatasi;
b. Ketentuan pelarangan
pemanfaatan ruang pengawasan
jalur kereta api yang dapat
90
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

mengganggu kepentingan
operasi dan keselamatan
transportasi perkeretaapian;
c. Pembatasan pemanfaatan ruang
yang peka terhadap dampak
lingkungan akibat lalu lintas
kereta api di sepanjang jalur
kereta api;
d. Pembatasan jumlah perlintasan
sebidang antara jaringan jalur
kereta api dengan jalan; dan
e. Penetapan garis sempadan
bangunan di sisi jaringan jalur
kereta api dengan
memperhatikan dampak
lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur
kereta api.
a. Pemanfaatan ruang ditijukan
untuk kebutuhan operasional
dan pengembangan kawasan
Kawasan sekitar pelabuhan pelabuhan.
adalah kawasan yang masuk b. Pembatasan pemanfaatan ruang Peta lokasi pelabuhan dapat
h. Sekitar pelabuhan dalam areal pelabuhan di dalam daerah lingkungan dilihat pada Peta Struktur Ruang
berdasarkan kebijakan kerja pelabuhan dan daerah (Album Peta, Buku III)
kepelabuhanan lingkungan kepentingan
pelabuhan harus mendapatkan
izin sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
a. Pemanfaatan ruang pada
kawasan di sekitar wilayah
sungai dengan tetap menjaga Peta lokasi prasarana sumber
Kawasan sekitar sumberdaya air
C2. Sekitar prasarana sumber kelestarian lingkungan dan daya air dilihat pada narasi Buku
adalah kawasan kiri dan kanan
daya air fungsi lindung kawasan; II dan Peta Struktur Ruang
sungai
b. Pemanfaatan ruang di sekitar (Album Peta, Buku III)
wilayah sungai lintas
Kabupaten, secara selaras
91
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Zona Berdasarkan Pola Ruang
Deskripsi
Wilayah Kabupaten Ketentuan Umum Kegiatan Keterangan

dengan pemanfaatan ruang


pada wilayah sungai di
Kabupaten yang berbatasan.
a. Pembangkit listrik tenaga
mikrohidro disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan
ruang di sekitar pembangkit
listrik, yang harus
memperhatikan jarak aman dari
Kawasan sekitar prasarana kegiatan lain. Peta lokasi prasarana energy
energi adalah kawasan sekitar b. Peraturan zonasi untuk jaringan dapat dilihat pada narasi Buku II
C3. Sekitar prasarana energi pembangkit listrik dan jaringan transmisi tenaga listrik disusun dan Peta Struktur Ruang (Album
SUTT, baik eksisting maupun dengan memperhatikan Peta, Buku III)
yang sedang direncanakan ketentuan pelarangan
pemanfaatan ruang bebas di
sepanjang jalur transmisi (SUTT)
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Pengalokasian kawasan industri
pembangkit tenaga listrik
Peraturan zonasi untuk sistem
jaringan telekomunikasi d a n
i n f o r m a s i disusun dengan Peta lokasi prasarana
Kawasan sekitar prasarana memperhatikan pemanfaatan ruang telekomunikasi dapat dilihat
C4. Sekitar prasarana telekomunikasi adalah kawasan untuk menara pemancar pada narasi Buku II dan Peta
telekomunikasi sekitar jaringan dan pemancar telekomunikasi maupun menara Struktur Ruang (Album Peta,
telekomunikasi pemancar informasi yang Buku III)
memperhitungkan aspek keamanan
dan keselamatan aktivitas kawasan
di sekitarnya.

BUPATI JENEPONTO,

RADJAMILO

92
93

Anda mungkin juga menyukai