Anda di halaman 1dari 82

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT

NOMOR 18 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASAMAN BARAT


TAHUN 2011 - 2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


BUPATI PASAMAN BARAT,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten


Pasaman Barat dengan memanfaatkan ruang wilayah secara
berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun
rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi
investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah
No.26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten; dan
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasaman Barat
Tahun 2011 – 2031 dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);

-1-
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
4. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888); sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tantang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Tahun 86, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4412);
5. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
6. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan
Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan, dan
Kabupaten Pasaman Barat di Provinsi Sumatera Barat
(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4348);
7. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004
tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3477);
8. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004
tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4411);
9. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4421);
10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4436),sebagaimana telah diubah dengan Undang –Undang
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5074);
11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

-2-
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
12. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004
tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4444);
13. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007
tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4722);
14. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
15. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
19. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 83, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5014);
20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3699);
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074);

-3-
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun
1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3776);
26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3034);
27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2004 tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4490);
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 46,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4624);
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1966 Nomor 86,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
33. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 86,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);

-4-
34. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833);
35. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
36. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5048);
37. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5086);
38. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5098);
39. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 17,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5099);
40. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1503);
41. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2010 tentang Wilayah Pertambangan(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
42. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5111);
43. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 30, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5112);
44. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun
2010 tentang Bentuk Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5160);

-5-
45. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
46. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak
Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5221);
47. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008
tentang Tata cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
49. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
50. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009
tentang Pedoman persetujuan Substansi Dalam Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Umum Tata
Ruang Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya;
51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
tentang Pedoman Penyusunan Produk Hukum Daerah;
52. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 630/KPTS/M/2008 tentang Penetapan Ruas-ruas
Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya
Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1;
53. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 631/KPTS/M/2009 tentang Penetapan Ruas – ruas
Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional;
54. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SK.304/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Bukan Hutan seluas ±
96.904 (Sembilan Puluh Enam Ribu Sembilan Ratus
Empat)Hektar, Perubahan Antar Fungsi Kawasan Hutan
Seluas ± 147.213 (Seratus Empat Puluh Tujuh Ribu Dua
Ratus Tiga Belas) Hektar dan Penunujukan Bukan Kawasan
Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ± 9.906 (Sembilan
Ribu Sembilan Ratus Enam) Hektar di Propinsi Sumatera
Barat;
55. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
56. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 7 tahun
2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2005-2025
(Lembaran Daerah Kabupaten Tahun 2010 Nomor 7 Seri D);
57. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 8 Tahun
2011 tentang Pemerintahan Nagari (Lembaran Daerah
Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 Nomor 8 Seri D); dan

-6-
58. Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 11
Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) (Lembaran Daerah Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2011 Nomor 11 Seri D);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT


dan
BUPATI PASAMAN BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TENTANG


RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASAMAN BARAT
TAHUN 2011 – 2031.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kabupaten Pasaman Barat.
2. Bupati adalah Bupati Pasaman Barat.
3. Kabupaten adalah Kabupaten Pasaman Barat.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pasaman Barat.
5. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
6. Nagari adalah Kesatuan Masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas
wilayah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus ketentuan masyarakat
setempat, berdasarkan filosofi adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah dan
atau berdasarkan asal-usul dan adat minangkabau yang diakui dan dihormati.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
kehidupannya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
10. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.

-7-
13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
14. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan
program beserta pembiayaannya.
17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata
ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
18. Sistem perwilayahan adalah pembagian wilayah dalam kesatuan sistem
pelayanan, yang masing-masing memiliki kekhasan fungsi pengembangan.
19. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsionalp.
20. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok – Pokok Agraria.
21. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya;
23. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam
dan sumberdaya buatan.
24. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan;
25. Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan.
26. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang menudukung prikehidupan dan penghidupan.
27. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
28. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi.
29. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi
untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
30. Kawasan Sekitar Danau/Waduk adalah kawasan sekeliling danau atau waduk
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
danau/waduk.

-8-
31. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat
kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian dan
pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hierarkis keruangan satuan sistem permukiman dan
sistem agrobisnis.
32. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha
penangkapan ikan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah,
swasta, dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat
pada suatu wilayah.
33. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukan dan atau
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik,
biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
34. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
35. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai
yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan
kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain
lintas umum.
36. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk
sungai buatan/ kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
37. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian dapat ditetapkan sebagai PKW.
38. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa
kecamatan.
39. Pusat Kegiatan Lokal promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah pusat
kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian dapat ditetapkan sebagai PKL.
40. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa nagari.
41. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar nagari.
42. Sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah jaringan prasarana
wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan
untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana
skala kabupaten.
43. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di
bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
44. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
45. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

-9-
46. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-
batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan
lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang lainnya.
47. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antarmoda transportasi.
48. Kawasan Peruntukan Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan
tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem
yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman
tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta
manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan
dan masyarakat.
49. Kawasan Peruntukan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
50. Kawasan Peruntukan Pertanian adalah seluruh kegiatan yang meliputi usaha
hulu, usaha tani, agroindustri, pemasaran, dan jasa penunjang pengelolaan
sumber daya alam hayati dalam agroekosistem yang sesuai dan berkelanjutan,
dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat.
51. Kawasan Peruntukan Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan
sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin
peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran,
dan pengusahaannya.
52. Kawasan Peruntukan Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral,
batubara dan panas bumi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
53. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa
bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
54. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat
di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
55. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
didirikan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
56. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.
57. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer
sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada
generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi
kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang (suatu variasi defenisi
pembangunan berkelanjutan).

- 10 -
58. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
59. Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
60. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain
dalam penyelenggaraan penataan ruang.
61. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
62. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan.
63. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD
adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Pasaman
Barat dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di daerah.

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang

Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten Pasaman Barat bertujuan untuk mewujudkan tata ruang
Kabupaten Pasaman Barat yang berbasis agro dan kelautan ditunjang sektor
industri yang dikelola secara integratif dan berkelanjutan.

Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 3

Kebijakan penataan ruang Kabupaten Pasaman Barat, terdiri atas :


a. pengembangan sumber daya lahan Kabupaten Pasaman Barat dilakukan dengan
mengutamakan sektor pertanian dan perkebunan yang ramah lingkungan;
b. pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir dikelola dengan menggunakan
teknologi yang tepat dan didukung dengan infrastruktur yang memadai;
c. pemantapan fungsi kawasan konservasi sebagai penyangga ekosistem wilayah
Kabupaten Pasaman Barat dan sekitarnya; dan
d. pengembangan pusat-pusat permukiman secara tematik sesuai karakter dan
perannya sehingga tercipta sistem perkotaan yang saling menguatkan dalam
kesatuan wilayah Kabupaten Pasaman Barat.

- 11 -
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang

Pasal 4

(1) Strategi pengembangan sumber daya lahan Kabupaten Pasaman Barat


dilakukan dengan mengutamakan sektor pertanian dan perkebunan yang
ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, terdiri atas :
a. menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagai bagian dari
ketahanan pangan lokal;
b. menetapkan tata batas Kawasan Peruntukan Perkebunan sesuai dengan
daya dukung lahan yang ada;
c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung pertanian dan
perkebunan yang sesuai dengan kebutuhan guna peningkatan produktivitas
komoditas; dan
d. mengembangkan kegiatan pertanian dan perkebunan organik yang
terintegrasi dengan peternakan.
(2) Strategi pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir dikelola dengan
menggunakan teknologi yang tepat dan didukung dengan infrastruktur yang
memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, terdiri atas :
a. mengembangkan kawasan pesisir melalui pola minapolitan yang ramah
bencana;
b. mengembangkan prasarana pendukung perikanan tangkap dalam kerangka
peningkatan produksi yang lebih optimal;
c. mengembangkan pemanfaatan potensi kelautan non ikan;
d. menguatkan fungsi konservasi pantai dan laut dangkal; dan
e. mengembangkan kawasan wisata bahari melalui peningkatan prasarana dan
sarana penunjang yang memadai.
(3) Strategi pemantapan fungsi kawasan konservasi sebagai penyangga ekosistem
wilayah Kabupaten Pasaman Barat dan sekitarnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf c, terdiri atas :
a. memantapkan tata batas kawasan lindung;
b. melakukan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan yang berfungsi lindung;
c. mengembangkan kegiatan penelitian, produk hutan non kayu dan ekowisata;
d. mengembangkan sabuk pengaman hijau kawasan lindung yang mempunyai
nilai ekonomi;
e. menguatkan fungsi hutan bakau sebagai bagian penyeimbang ekosistem
pesisir dan ekowisata; dan
f. menetapkan kawasan rawan bencana yang akan ditangani dengan
pendekatan mitigasi bencana pada kawasan yang telah dimanfaatkan
sebagai kawasan budi daya.
(4) Strategi pengembangan pusat-pusat permukiman secara tematik sesuai karakter
dan perannya sehingga tercipta sistem perkotaan yang saling menguatkan dalam
kesatuan wilayah Kabupaten Pasaman Barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf d, terdiri atas :
a. menguatkan fungsi Simpang Ampek sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan dan jasa;
b. mengembangkan kawasan perkotaan Kinali sebagai pusat agroindustri yang
ramah lingkungan;
c. menguatkan fungsi Aia Bangih sebagai pusat kegiatan yang berbasis kelautan;

- 12 -
d. mengembangkan pusat-pusat kegiatan pelayanan kawasan dan lingkungan
yang mendukung pengembangan potensi ekonomi wilayah hinterland-nya;
e. mengembangkan prasarana wilayah yang menunjang fungsi pusat-pusat
kegiatan dan pelayanan sehingga mempunyai peran yang optimal dalam
sistem wilayah ekonomi Pasaman Barat; dan
f. mengembangkan sistem mitigasi bencana untuk kawasan perkotaan yang
berada di kawasan rawan bencana.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Pasaman Barat, terdiri atas :
a. pusat – pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. PKWp;
b. PKLp;
c. PPK; dan
d. PPL.
(2) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Simpang Ampek di
Kecamatan Pasaman.
(3) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Ujuang Gadiang di
Kecamatan Lembah Melintang.
(4) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :
a. Kinali di Kecamatan Kinali; dan
b. Aia Bangih di Kecamatan Sungai Beremas.
(5) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas :
a. Sasak di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie;
b. Simpang Tigo di Kecamatan Luhak Nan Duo;
c. Simpang Tigo Alin di Kecamatan Gunuang Tuleh;
d. Koto Dalam di Kecamatan Sungai Aua;
e. Silapiang di Kecamatan Ranah Batahan;
f. Parik di Kecamatan Lembah Melintang; dan
g. Talu di Kecamatan Talamau.

- 13 -
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 7

Sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Pasaman Barat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. sistem jaringan transportasi darat;
b. sistem jaringan transportasi laut; dan
c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 8

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
a, terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, terdiri atas jaringan jalan, jaringan
prasarana lalu lintas dan jaringan layanan lalu lintas; dan
b. jaringan kereta api.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Rencana pembangunan Koridor Pantai Barat Pulau Sumatera sebagai jalan
strategis nasional, yaitu jalan yang menyusuri kawasan pesisir, melintasi
Kecamatan Kinali - Sasak Ranah Pasisie - Sungai Aua - Koto Balingka -
Sungai Beremas;
b. jaringan jalan kolektor primer K1 yang ada di Kabupaten Pasaman Barat,
terdiri atas :
1. ruas jalan Padang Sawah – Simpang Ampek;
2. ruas jalan Simpang Ampek – Aia Balam;
3. ruas jalan Aia Balam – Silapiang; dan
4. ruas jalan Silapiang – batas Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara.
c. jaringan jalan kolektor primer K2 yang ada di Kabupaten Pasaman Barat,
terdiri atas :
1. ruas jalan Aia Balam – Aia Bangih;
2. ruas jalan Talu – Simpang Ampek;
3. ruas jalan Simpang Ampek – Sasak; dan
4. ruas jalan Talu – batas Kabupaten Pasaman.
d. jaringan jalan kolektor primer K3 yang ada di Kabupaten Pasaman Barat,
terdiri atas :
1. ruas jalan Talu – Kampung Pinang – Sinuruik;
2. ruas jalan Batang Lingkin – Padang Tujuah – Koto tinggi – Bandarejo;
3. ruas jalan Koto Tinggi – Sidomulyo;
4. ruas jalan Pasaman Baru – Padang Tujuah;
5. ruas jalan Kapa – Simpang Tigo;
6. ruas jalan Batang Lingkin – Tanjuang Pangka;
7. ruas jalan Tanjuang Pangka – Durian Padang Hijau;
8. ruas jalan Aia Gadang – Maligi - Sasak;
9. ruas jalan Durian Kilangan – Koja – Mandiangin;
10. ruas jalan Lapau Tampuruang – Mandiangin;

- 14 -
11. ruas jalan Kapunduang – Batas Kabupaten Pasaman;
12. ruas jalan Simpang Tigo Alin – Paraman Ampalu - Sitobu;
13. ruas jalan Paraman – Bukit Malintang – Bulu Laga – Sontang – Sungai
Aua;
14. ruas jalan Sungai Aua – Sikilang – Maligi;
15. ruas jalan simpang Sayur – Banjar Kapa – Sikabau;
16. ruas jalan Parik – Tamiang Ampalu – Simaninggir – Pengambiran –
Tombang Padang – Silapiang;
17. ruas jalan Bungo Tanjung – Teluk Tapang; dan
18. ruas jalan Kampung Mesjid – Desa Baru – Simpang Tenggo.
e. jaringan jalan lokal primer yang ada di Kabupaten Pasaman Barat, terdiri
atas :
1. ruas jalan jembatan Panjang – Simpang Tigo Abu;
2. ruas jalan Bangkok – Pasa Lamo;
3. ruas jalan Talu Pasa Teleng – Bangkok;
4. ruas jalan Lapau Durian – Tambang;
5. ruas jalan Lingkar – Harapan Tinggam;
6. ruas jalan Aia Salak – Aia Panasah;
7. ruas jalan Tinggam – Tombang;
8. ruas jalan Talu – Talao;
9. ruas jalan Pilubang Kajai – Pasia Putiah;
10. ruas jalan Pasia Putiah – Tombang;
11. ruas jalan Limpato – Pilubang Kajai;
12. ruas jalan Tampuniak – Aia Putiah
13. ruas jalan Sinuruik – Kampuang Paraman;
14. ruas jalan Galewang – Rimbo Sakampuang;
15. ruas jalan Durian Utan – Paraman;
16. ruas jalan Tinggam – Tanah Udang;
17. ruas jalan Lingkar – Bangkok;
18. ruas jalan Lingkar – Koto Panjang;
19. ruas jalan Sianok – Sinurut;
20. ruas jalan Simpang III Ophir – Simpang Bedeng;
21. ruas jalan Simpang III Ophir – Koto Tinggi;
22. ruas jalan Simpang Bedeng – Koto Baru;
23. ruas jalan Simpang Kapa – Padang Lawas;
24. ruas jalan Simpang Padang Panjang – Kampuang Jambu;
25. ruas Jalan KKN – Pasaman Baru;
26. ruas jalan Padang Tujuah – Koto Tinggi;
27. ruas jalan Batang Biu – Tanjuang Pangka;
28. ruas jalan Jambak – Padang Laweh;
29. ruas jalan Padang Baru Bandar – Taluak Pagang;
30. ruas jalan Sasak – Pondok;
31. ruas jalan Pondok – Kampung Tigo;
32. ruas jalan Rabi Jonggor – Simpang Lolo;
33. ruas jalan Paraman Ampalu – Siligawan;
34. ruas jalan Sungai Aua – Simpang Gadang;
35. ruas jalan Sontang – Tinggiran;
36. ruas jalan Tambang Padang Hilir – Sontang;
37. ruas jalan Ujuang Gadiang – Situak;
38. ruas jalan Parik – Lubuak Gadang;
39. ruas jalan Desa Simpang – Kelapa Tani Sukirman;

- 15 -
40. ruas jalan Aek Nabirong – Parik;
41. ruas jalan Parik – Danau Karuah;
42. ruas jalan Keliling – Kota Parik;
43. ruas jalan Parik – Koto Laweh;
44. ruas jalan Parik – Tanah Datar;
45. ruas jalan Silawai – Bedeng Barat;
46. ruas jalan TPI Aia Bangih – Padang Jajaran;
47. ruas jalan Pasar Baru – Kampuang Padang;
48. ruas jalan Koto Sambilan – Sawang Aru;
49. ruas jalan Lingkar SMP 2 Silawai;
50. ruas jalan Silayang – Lubuak Gobing;
51. ruas jalan Tamiang Tangah – Tanjung Larangan;
52. ruas jalan Paraman Sawah – Kampuang Pinang;
53. ruas jalan Aek Nabirong – Batas Sumatera Utara;
54. ruas jalan Tanjung Larangan – Paninjauan;
55. ruas jalan Aia Runding – Translok;
56. ruas jalan Simpang Tolang – Batas BTN;
57. ruas jalan Silayang – Batang Laping;
58. ruas jalan Aek Nabirong – Kampuang Pinang;
59. ruas jalan Pintu Padang – Aia Karak;
60. ruas jalan Kampung Duren – Pasia Panjang;
61. ruas jalan Kantor Camat – Aia Pasak;
62. ruas jalan Mangkata – Silapiang;
63. ruas jalan Kampung Mesjid – Bedeng Barat;
64. ruas jalan Kapunduang – Ladang Panjang;
65. ruas jalan Durian Kilangan – Aia Maruok;
66. ruas jalan Sidodadi – Padang Canduah;
67. Sidodadi – Batang Tabik;
68. ruas jalan Lapau Tampuruang – Sumber Agung;
69. ruas jalan Pasar Bangun Rejo – Padang Canduah;
70. ruas jalan Pasar Bangun Rejo – Sidomukti;
71. ruas jalan Simpang Base Camp – Sungai Balai;
72. ruas jalan Simpang Panco – Koto Padang;
73. ruas jalan Padang Kadok – Batih – Batih;
74. ruas jalan Aia Maruok – Durian Kandang;
75. ruas jalan Koto Padang – Banjar Durian Gadang;
76. ruas jalan Katiagan – Batas Agam;
77. ruas jalan Kantor Camat Kinali – Mandiangin;
78. ruas jalan Sidodadi – Mandiangin;
79. ruas jalan Simpang TSG – Solo;
80. ruas jalan Lagan – SMP N 3 Kinali;
81. ruas jalan MAN Kinali – Lapai;
82. ruas jalan Aia Putiah – Tambau;
83. ruas jalan Koto Baru – Padang Balimbiang;
84. ruas jalan Malasiro – Lubuak Gadang;
85. ruas jalan Pasar Paneh – Kampuang Dalam;
86. ruas jalan Kapa Sarok – Kampuang Dalam;
87. ruas jalan Simpang Tigo – Durian Tigo Batang;
88. ruas jalan Jalan Lingkungan Maha Karya;
89. ruas jalan Laban – Pematang Jambu;
90. ruas jalan Sukomananti – Rimbo Janduang;

- 16 -
91. ruas jalan Pinaga – Talang Kuning;
92. ruas jalan Pasaman Baru – Lintang Utara;
93. ruas jalan Sidomulyo – Lambah Binuang;
94. ruas jalan Bancah Talang – Rimbo janduang;
95. ruas jalan Simpang Cahaya Baru – Katimaha;
96. ruas jalan Sukomananti – Kampuang Lambah;
97. ruas jalan Kampuang Cubadak – Rimbo Binuang;
98. ruas jalan Batang Tian – Batang Biu;
99. ruas jalan Ladang Rimbo – Pinaga;
100. ruas jalan Kampuang Padang – (Buli – Buli);
101. ruas jalan Talao – Pinaga;
102. ruas jalan Tani Saiyo – Kampuang Dalam;
103. ruas jalan Banjar Laweh – Pinaga;
104. ruas jalan Kampuang Baru – Batang Mandau;
105. ruas jalan Banjar Bilalang;
106. ruas jalan Jorong Padang – Durian Hijau;
107. ruas jalan Simpang Bedeng – Koto Baru;
108. ruas jalan Batang Tian – Padang Langkuang;
109. ruas Jalan KKN – Kampuang Cubadak;
110. ruas jalan Yaptip – Pasaman Permai;
111. ruas jalan Kampung Cubadak – Pasaman Baru;
112. ruas jalan Pisang Hutan – Rantau Panjang;
113. ruas jalan Taluak Pagang – Rantau Panjang;
114. ruas jalan Sasak – TPI Baru;
115. ruas jalan Sialang – PDR;
116. ruas jalan Sasak – Rantau Panjang;
117. ruas jalan Paraman Ampalu – Tanjuang Balit;
118. ruas jalan Muaro Kiawai – Pulutan;
119. ruas jalan Muaro Kiawai – Pasa Lamo;
120. ruas Jalan Lingkar – Pasa Paraman;
121. ruas jalan Paraman Ampalu – Sungai Magelang;
122. ruas jalan Ponpes Nurul Huda – Trans Kiawai;
123. ruas jalan Simpang Translok – Sungai Aua;
124. ruas jalan Sungai Aua – Paraman Ampalu;
125. ruas jalan Keliling Sungai Aua;
126. ruas jalan Kantor Camat Koto Dalam – Koto Dalam;
127. ruas jalan Karya Makmur – Ampar Putih;
128. ruas jalan Bukik Malintang – Jorong Sarasah Talang;
129. ruas jalan Pasar Sontang – SD Pematang Sontang;
130. ruas jalan Sontang – Sarasah Batuang;
131. ruas jalan Aia Haji – Jorong Sakato Jaya;
132. ruas jalan Sontang – Tamunarang;
133. ruas jalan keliling Kota – Ujuang Gadiang;
134. ruas jalan Ujuang Gadiang – Batang Gunung;
135. ruas jalan Ranah Salido – Kampuang Sawah;
136. ruas jalan Salur – Sukaramai;
137. ruas jalan Batang Gunuang – Padang Sapek;
138. ruas jalan Kuamang – Kampuang Dalam;
139. ruas jalan Gunung Tuo – Lubuak Alai;
140. ruas jalan Ranah Salido – Batang Gunuang;
141. ruas jalan Jalan Ampera – Koto Pinang;

- 17 -
142. ruas jalan simpang Ampek Koto – Batang Gunuang;
143. ruas jalan Tanah Datar – Aia Janiah (Koto Balingka);
144. ruas jalan Banjar Bahar – Simpang Bakrie;
145. ruas jalan MAN – Tombang Jarum;
146. ruas jalan Setia Baru – Sikabau;
147. ruas jalan Aek Nabirong – Kampuang Pinang;
148. ruas jalan Tanah Datar – Air Janiah;
149. ruas jalan Limau Sariang – Lubuak Gadang
150. ruas jalan Simpang (Lapangan Bola) – Takate;
151. ruas jalan Silawai Tangah – Banjar Alang;
152. ruas Jalan Lingkar Pulau Panjang;
153. ruas jalan Sawang Aru – Sikabau;
154. ruas jalan Tambang Padang – Silayang Mudik;
155. ruas Jalan Keliling Desa – Silapiang;
156. ruas jalan Paraman Sawah – Sawah Mudik;
157. ruas jalan Simpang Tolang – Batas BTN;
158. ruas jalan Silayang – Batang Laping;
159. ruas jalan Pintu Padang – Aia Karak;
160. ruas jalan Kampung Duren – Pasir Panjang;
161. ruas jalan Kantor Camat – Aia Pasak;
162. ruas jalan Mangkata – Silapiang; dan
163. ruas jalan Aia Bangih – Keliling Kota.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. terminal penumpang tipe B terdapat di Simpang Ampek.
b. terminal penumpang tipe C terdapat di Ujuang Gadiang.
c. terminal barang terdapat di Simpang Ampek, Aia Bangih dan Kinali.
(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
terdiri atas :
a. trayek angkutan barang.
b. trayek angkutan penumpang.
(5) Trayek angkutan penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b,
terdiri atas :
a. trayek Angkutan Kota Antar Propinsi (AKAP), terdiri atas :
1. Simpang Ampek – Sidempuan – Medan; dan
2. Simpang Ampek – Pekanbaru – Dumai.
b. trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), terdiri atas :
1. Simpang Ampek – Pariaman – Padang;
2. Simpang Ampek – Lubuk Basung – Bukittinggi;
3. Simpang Ampek – Panti – Lubuk Sikaping;
4. Simpang Ampek – Panti – Rao; dan
5. Simpang Ampek – Kumpulan – Lubuk Sikaping.
(6) Jaringan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. pembangunan jaringan jalur kereta api umum, terdiri atas :
1. jalur Padang – Lubuk Alung;
2. jalur Lubuk – Nareh;
3. jalur Nareh – Sungai Limau;
4. jalur Sungai Limau – Kinali;
5. jalur Kinali – Luhak Nan Duo;
6. jalur Kinali – Simpang Ampek;
7. jalur Simpang Ampek – Koto Dalam;

- 18 -
8. jalur Koto Dalam – Ujuang Gadiang; dan
9. jalur Ujuang Gadiang – Aia Bangih.
(7) Stasiun kereta api, terdapat di Kinali, Simpang Ampek dan Aia Bangih.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Transportasi Laut

Pasal 9

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
b, meliputi :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Kabupaten Pasaman Barat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pelabuhan pengumpul Teluk Tapang di Kecamatan Sungai Beremas.
b. Pelabuhan pengumpan Sasak di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie; dan
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. alur pelayaran pelabuhan pengumpul Teluk Tapang, terdiri atas :
1. Teluk Bayur – Teluk Tapang;
2. Teluk tapang – Belawan – Teluk Tapang; dan
3. Teluk tapang – Nias – Teluk Tapang.
b. alur pelayaran pelabuhan pengumpan Sasak, terdiri atas :
1. Sasak – Aia Bangih – Pulau Panjang; dan
2. Sasak – Katiagan – Tiku.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
c, terdiri atas :
a. tatanan kebandarudaraan; dan
b. ruang udara untuk penerbangan.
(2) Tatanan kebandarudaraan di Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa Bandar Udara untuk umum Simpang Ampek.
(3) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.

Bagian Keempat
Sistem jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 11

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat


(1) huruf c, terdiri atas:
a. sistem jaringan energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumber daya air; dan
d. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan.

- 19 -
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi

Pasal 12

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, terdiri
atas :
a. pembangkit tenaga listrik; dan
b. jaringan prasarana energi.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), terdapat di kecamatan Sungai
Beremas dan Simpang Ampek;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) terdapat di Kecamatan
Sungai aua, Gunuaqng Tuleh, Lembah Melintang, dan Koto Balingka; dan
c. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terdapat di Kecamatan Kinali dan
Sungai aua, Ranah Batahan, dan Koto balingka.
(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. gardu induk, terdapat di Kecamatan Pasaman dan Sungai Beremas; dan
b. jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) yang
menghubungkan Kecamatan Kinali, Luhak Nan Duo, Pasaman, Gunuang
Tuleh, Sungai Aua, Lembah Melintang, Koto Balingka dengan Ranah
Batahan.

Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 13

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b,


terdiri atas :
a. sistem jaringan kabel;
b. sistem jaringan nirkabel; dan
c. sistem jaringan satelit.
(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas
jaringan akses, alat pelanggan dan pendukung jaringan kabel yang terdapat di
Kecamatan Pasaman, Lembah Melintang, Luhak Nan Duo dan Kinali.
(3) Sistem Jaringan Nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri
atas :
a. telekomunikasi publik terdiri atas akses nirkabel terrestrial berupa menara
telekomunikasi yang terdapat di seluruh Kecamatan;
b. telekomunikasi non publik terdiri atas :
1. pemancar radio penerbangan di Kecamatan Luhak Nan Duo;
2. pemancar radio Beacon/ Radar di Kecamatan Luhak Nan Duo;
3. pemancar radio navigasi di Kecamatan Sungai Beremas dan Sasak Ranah
Pasisie; dan
4. repeater radio amatir di Kecamatan Kinali, Luhak Nan Duo, Talamau,
Lembah Melintang, dan Gunuang Tuleh.
5. pemancar radio maritim Kecamatan Sungai Beremas dan Sasak Ranah
Pasisie.

- 20 -
c. pemancar siaran (broadcast) terdiri atas :
1. pemancar siaran TV di Padang Tujuah; dan
2. pemancar siaran radio di Kecamatan Luhak Nan Duo, Pasaman, dan
Lembah Melintang.
(4) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas
sistem telekomunikasi interkoneksi nasional untuk Mikro Digital dan
interkoneksi Sumatera Barat-Pariaman - Pasaman Barat untuk Serat Optik dan
Mikro Analog.
(5) Pengembangan prasarana telekomunikasi dilakukan hingga ke kawasan
perdesaan yang belum terjangkau sarana prasarana telekomunikasi.
(6) Pengembangan teknologi informasi untuk menunjang kegiatan pelayanan sosial
dan ekonomi wilayah berupa kegiatan pemerintahan, pariwisata, industri,
agropolitan, minapolitan, kawasan pesisir, pelayaran dan kawasan wisata.

Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 14

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf
c, terdiri atas :
a. wilayah sungai lintas provinsi;
b. wilayah sungai lintas kabupaten/Kota;
c. daerah irigasi;
d. prasarana air baku untuk air bersih;
e. sistem pengendalian banjir; dan
f. sistem pengamanan pantai.
(2) Wilayah sungai lintas provinsi yang ada di Kabupaten Pasaman Barat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. wilayah sungai Batang Tonga;
b. wilayah sungai Batahan, dan
c. wilayah sungai Batang Bayang.
(3) Wilayah sungai lintas kabupaten yang ada di Kabupaten Pasaman Barat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Wilayah Sungai Masang -
Pasaman.
(4) Pengembangan wilayah sungai lintas provinsi dan lintas kabupaten/kota
dilakukan secara terpadu dalam penataan ruang, upaya konservasi dan
pemanfaatan sungai lintas provinsi dan lintas kabupaten/Kota.
(5) Pengembangan wilayah sungai dilakukan melalui pendekatan DAS dan
cekungan air tanah serta keterpaduannya dengan pola ruang dengan
memperhatikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya air permukaan dan
air tanah.
(6) Pengembangan penatagunaan air pada DAS diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan sumberdaya air dengan
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(7) Daerah irigasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, terdiri atas:
a. daerah irigasi lintas Kabupaten yang menjadi kewenangan Pemerintah di
wilayah kabupaten terdiri atas :
1. daerah irigasi Batang Tonga;
2. daerah irigasi Batahan; dan
3. daerah irigasi Batang Bayang.

- 21 -
b. daerah irigasi lintas Kabupaten yang menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi di wilayah kabupaten terdiri atas :
1. daerah irigasi Kapar Ampu; dan
2. daerah irigasi Lubuk Gobing.
c. daerah irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri atas :
1. daerah irigasi Air Dingin;
2. daerah irigasi Ampu Kariang;
3. daerah irigasi Ampu Rimbi;
4. daerah irigasi Aur Kuning;
5. daerah irigasi Bandarejo;
6. daerah irigasi Banja Anau;
7. daerah irigasi Banja Sukomenanti;
8. daerah irigasi Batang Alin;
9. daerah irigasi Batang Ingu;
10. daerah irigasi Batang Kando;
11. daerah irigasi Batang Kariang;
12. daerah irigasi Batang Karumie;
13. daerah irigasi Batang Kenaikan;
14. daerah irigasi Batang Kinali;
15. daerah irigasi Batang Lampang;
16. daerah irigasi Batang Mandiangin;
17. daerah irigasi Batang Nango;
18. daerah irigasi Batang Paku;
19. daerah irigasi Batang Pinaga;
20. daerah irigasi Batang Sarik;
21. daerah irigasi Batang Sopan;
22. daerah irigasi Bandar Rambah;
23. daerah irigasi Batang Bunut Alamanda;
24. daerah irigasi Batang Kinali Rantau Panjang;
25. daerah irigasi Bunga Tanjung;
26. daerah irigasi Danau Karuah;
27. daerah irigasi Bandar Partupangan;
28. daerah irigasi Durian Kapalo Kambiang;
29. daerah irigasi Ladang Rimbo;
30. daerah irigasi Lubuk Anai;
31. daerah irigasi Lubuk Barantai;
32. daerah irigasi Lubuk Subahan;
33. daerah irigasi Pandulangan;
34. daerah irigasi Pelita I Sungai Abuk;
35. daerah irigasi Punggai Bawah;
36. daerah irigasi Situak;
37. daerah irigasi Talang Kuning;
38. daerah irigasi Tamiang Ampalu;
39. daerah irigasi Taming;
40. daerah irigasi Tanjung Durian;
41. daerah irigasi Tinggiran;
42. daerah irigasi Air Talang;
43. daerah irigasi Batang Siau – Siau; dan
44. daerah irigasi Batang Talau Hilir.
(8) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf d berupa pemanfaatan sumber daya air baku untuk keperluan air bersih

- 22 -
untuk kawasan perkotaan di Kecamatan Pasaman, Lembah Malintang, Luhak
Nan Duo, Kinali, dan Sungai aua.
(9) Pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau serta sumber air
lainnya, antara lain embung/bendungan, waduk, dan bangunan penampung air
lainnya untuk penyediaan air baku di seluruh kecamatan terutama untuk
Kecamatan Ranah Batahan, Lembah Melintang, Talamau, Pasaman, Luhak Nan
Duo dan Kecamatan Kinali yang merupakan Kawasan Peruntukan Pertanian
tanaman pangan.
(10) Peningkatan dan pemeliharaan sumberdaya air yang berskala regional guna
menjaga kelestarian lingkungan dilakukan pada seluruh sungai yang berhulu di
hutan lindung di bagian timur.
(11) Sistem pengendalian Banjir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e
berupa pembangunan prasarana pengendalian banjir di Kecamatan Sasak
Ranah Pasisie, Pasaman, Luhak Nan Duo dan Gunuang Tuleh.
(12) Sistem pengamanan pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f
berupa pengamanan abrasi pantai di sepanjang pesisir pantai Aia Bangih -
Sasak.

Paragraf 4
Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 15

(1) Sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11 huruf d, terdiri atas :
a. sistem jaringan persampahan;
b. sistem jaringan air minum;
c. sistem jaringan prasarana pengelolaan air limbah;
d. sistem jaringan drainase; dan
e. jalur dan ruang evakuasi bencana.
(2) Sistem jaringan prasarana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. Pengembangan Tempat Penampungan Sementara (TPS) terdapat di
Kecamatan Kinali, Luhak Nan Duo, Sasak Ranan Pasisie, Pasaman,
Talamau, Gunuang Tuleh, Lembah Melintang, Ranah Batahan, Sungai Aua
dan Sungai Beremas; dan
b. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem sanitary
landfill terdapat di Kecamatan Gunuang Tuleh.
(3) Jaringan prasarana air minum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
yaitu sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) yang dikembangkan pada pusat-
pusat permukiman dengan memanfaatkan air permukaan, meliputi :
a. PKWp Simpang Ampek;
b. PKLp Ujuang Gadiang; dan
c. PPK Kinali dan Aia Bangih.
(4) Jaringan prasarana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf c, terdiri atas :
a. sistem pembuangan air limbah, yaitu kombinasi antara sistem saluran air
limbah perkotaan dengan sistem drainase;
b. sistem pengelolaan limbah domestik dan non domestik menggunakan sistem
setempat (on-site sanitation) dengan sistem terpusat diarahkan pada
kawasan perkotaan dengan penduduk yang memiliki kepadatan tinggi; dan

- 23 -
c. pengembangan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
(5) Sistem prasarana drainase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,
terdiri atas :
a. saluran drainase primer, yaitu drainase alamiah berupa sungai besar
maupun sungai sungai kecil yang terdapat di seluruh kecamatan;
b. saluran drainase sekunder, yaitu sistem jaringan drainase kawasan
pemukiman, perkantoran, kawasan komersial, industri dan lainnya yang
terdapat di seluruh kecamatan.
(6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
e terdiri atas :
a. jalur evakuasi bencana meliputi:
1. jalur jalan kolektor di wilayah Kabupaten;
2. jalur jalan lokal di setiap kecamatan;
3. jalur jalan lingkungan disetiap nagari.
b. ruang evakuasi bencana meliputi:
1. perkantoran meliputi kantor Bupati, Kecamatan, dan Desa/Nagari;
2. balai desa/nagari;
3. bangunan sekolah di setiap desa/nagari; dan
4. lapangan terbuka di setiap desa/nagari.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 16

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan
budidaya.
(2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung

Pasal 17

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.

- 24 -
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung

Pasal 18

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a terdapat di


Kecamatan Sungai Beremas, Ranah Batahan, Koto Balingka, Sungai Aua, Lembah
Melintang, Gunuang Tuleh, Talamau, Pasaman, Luhak Nan Duo, Sasak Ranah
Pasisie dan Kinali dengan luas kurang lebih 79.222 Ha (tujuh puluh sembilan ribu
sembilan ratus dua puluh dua hektar).

Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 19

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, yaitu kawasan gambut dan resapan
air yang terdapat di Kecamatan Sungai Beremas, Koto Balingka, Lembah Melintang,
Sungai Aua, Gunuang Tuleh, Pasaman, Sasak Ranah Pesisie, Luhak Nan Duo dan
Kinali dengan luas kurang lebih 11.853 Ha (sebelas ribu delapan ratus lima puluh
tiga hektar).

Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 20

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf


c, terdiri atas :
a. kawasan sempadan pantai terdapat di Kecamatan Sungai Baremas, Sasak
Ranah Pasisie, dan Kinali;
b. kawasan sempadan sungai terdapat di seluruh aliran sungai yang ada di
kabupaten, baik yang mengalir di kawasan permukiman maupun di luar
kawasan permukiman, meliputi Batang Gasang, Batang Kinali, Mandiangin,
Sialang, Bayur, Pasaman, Sikilang dan Aia Bangih;
c. kawasan sekitar waduk/bendungan Batang Tonga; dan
d. kawasan sekitar mata air, yaitu kawasan hulu – hulu sungai yang berasal
dari kawasan lindung terdapat di Kecamatan Sungai Beremas, Ranah
Batahan, Koto Balingka, Lembah Melintang, Sungai Aua, Gunuang Tuleh,
Talamau, Pasaman, Luhak Nan Duo dan Kinali.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kawasan perlindungan setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 21

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 huruf d, terdiri atas :

- 25 -
a. kawasan suaka alam terdapat di Kecamatan Pasaman dan Gunung Talamau
dengan luas lebih kurang 8 Ha (delapan hektar); dan
b. kawasan pantai berhutan bakau terdapat di Kecamatan Sungai Beremas,
Koto Balingka, dan Lembah Malintang dengan luas lebih kurang 422 Ha
(empat ratus dua puluh dua hektar).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pengaturan kawasan suaka
alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
di tetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 22

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf e,
terdiri atas :
a. kawasan rawan tanah longsor terdapat di seluruh wilayah kabupaten
terutama di Kecamatan Talamau, Gunuang Tuleh, Talamau, Pasaman,
Luhak Nan Duo dan Kinali;
b. Kawasan Rawan Gelombang Pasang terdapat di kawasan pesisir yang
meliputi Kecamatan Sungai Beremas, Koto Balingka, Sungai Aua, Sasak
Ranah Pasisie dan Kinali; dan
c. kawasan rawan banjir terdapat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie,
Pasaman, Luhak Nan Duo dan Gunuang Tuleh.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 23

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf f, terdiri
atas :
a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. kawasan rawan gempa bumi, terdapat di seluruh kecamatan;
b. kawasan rawan gerakan tanah, terdiri atas zona kerentanan gerakan tanah
tinggi yang terdapat di bagian utara Kecamatan Ranah Batahan, Koto
Balingka, Lembah Melintang, Sungai Aua, Gunuang Tuleh, Talamau,
Pasaman, Luhak Nan Duo dan Kinali;
c. kawasan yang terletak di zona patahan aktif, terdapat di seluruh kecamatan;
d. kawasan rawan tsunami, terdapat di Kecamatan Sungai Beremas, koto
Balingka, Sungai Aua, Sasak Ranah Pasisie, Luhak Nan Duo dan Kinali; dan
e. kawasan rawan abrasi terdapat di kecamatan Ranah Pasisie dan Sungai
Beremas.
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas kawasan sekitar mata air meliputi
kawasan hulu – hulu sungai yang berasal dari kawasan lindung terdapat di
Kecamatan Sungai Beremas, Ranah Batahan, Koto Balingka, Lembah
Melintang, Sungai Aua, Gunuang Tuleh, Talamau, Pasaman, Luhak Nan Duo
dan Kinali.

- 26 -
Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 24

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g, yaitu
kawasan konservasi laut daerah yang dikembangkan pada kawasan pesisir,
terdiri atas :
a. mangrove terdapat di Katiagan, Mandiangin, Muara Bingung, Muara
Tanjung, Sasak, Seberang Muaro Sasak, Muaro Sasak, Maligi, Sikilang,
Sikabau, Aia Bangih, Pulau Panjang, Pulau Unggas, Pulau Harimau, Pulau
Tamiang, Pulau Pigago dengan luas kurang lebih 6047 Ha (enam ribu empat
puluh tujuh hektar);
b. terumbu karang terdapat di Pulau Panjang, Pulau Telur, Pulau Pigogo, Pulau
Tamiang, Gosong Bidai, Gosong Bidai Satu, Gosong Bidai Dua, GosongTelur,
Gosong Sikilang dengan luas kurang lebih 245 Ha (dua ratus empat puluh
lima hektar);
c. Padang Lamun terdapat di Teluk Tapang, Pulau Panjang, Pulau Unggas,
Pulau Harimau, Pulau Tamiang, Pulau Pigogo, Mandiangin dengan luas
kurang lebih 75 Ha (tujuh puluh lima hektar); dan
d. Estuaria terdapat di Aia Bangih, Sikabau, Sikilang, Maligi, Muaro Sasak,
Sasak, Muara Bingung, Mandiangin, Katiagan dengan luas kurang lebih
3040 Ha (tiga ribu empat puluh hektar).

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya

Pasal 25

Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
h. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 26

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf a, terdiri atas :
a. kawasan hutan produksi terbatas; dan
b. kawasan hutan produksi tetap.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdapat di Kecamatan Gunuang Tuleh, Talamau, Pasaman, Luhak Nan Duo

- 27 -
dan Kinali dengan luas kurang lebih 8.721 Ha (delapan ribu tujuh ratus dua
puluh satu hektar).
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdapat di Kecamatan Sungai Beremas, Gunuang Tuleh, Pasaman dan Kinali
dengan luas kurang lebih 15.925 Ha (lima belas ribu sembilan ratus dua puluh
lima hektar).

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 27

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf


b, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan pertanian hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih
112.401 Ha (seratus dua belas ribu empat ratus satu hektar).
(3) Kawasan peruntukan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, terdapat di seluruh kecamatan dengan luas lebih kurang lebih
33.737 Ha (tiga puluh tiga ribu tujuh ratus tiga puluh tujuh hektar).
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
terdapat di seluruh kecamatan dengan luas kurang lebih 97.942 Ha (sembilan
puluh tujuh ribu sembilan ratus empat puluh dua hektar).
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdapat di seluruh kecamatan.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf


c, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;
b. kawasan peruntukan budidaya perikanan;
c. kawasan pengolahan ikan; dan
d. pelabuhan pendaratan ikan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a terdapat di seluruh perairan di kabupaten Pasaman Barat.
(3) Kawasan peruntukan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan budidaya air payau terdapat di Kecamatan Kinali, Sasak Ranah
Pasisie, Koto Balingka, Sungai Aua, dan Sungai Beremas;
b. kawasan budidaya air tawar terdapat di seluruh kecamatan; dan
c. kawasan budidaya air laut terdapat di kecamatan kinali, Sasak Ranah
Pasisie, Sungai Aua, Koto Balingka dan Sungai Beremas.

- 28 -
(4) Kawasan pengolahan Ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c
terdapat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai beremas.
(5) Pelabuhan Pendaratan Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
terdiri atas :
a. pelabuhan pendaratan ikan Aia Bangih di Kecamatan Sungai Beremas; dan
b. pelabuhan pendaratan ikan Sasak di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie.

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 29

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf d, yaitu kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara.
(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas :
a. bahan galian batu bara terdapat di Kecamatan Koto Balingka;
b. bahan logam timah hitam terdapat di Kecamatan Ranah Batahan;
c. bahan logam pasir besi terdapat di Kecamatan Kinali dan Sungai Beremas;
d. bahan logam biji besi terdapat di Kecamatan Ranah Batahan dan Sungai
Beremas;
e. bahan logam tembaga terdapat di Kecamatan Ranah Batahan;
f. bahan logam mangan terdapat di Kecamatan Pasaman dan Kecamatan
Ranah Batahan;
g. bahan galian industri andesit terdapat di Kecamatan Talamau;
h. bahan galian industri batu gamping terdapat di Kecamatan Gunuang Tuleh;
i. bahan galian industri dunit terdapat di Kecamatan Pasaman;
j. bahan galian industri granit terdapat di Kecamatan Sungai Beremas dan di
Gunuang Tuleh; dan
k. bahan galian industri kaolin terdapat di Kecamatan Sungai Beremas.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 30

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e,


terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri sedang; dan
c. kawasan peruntukan industri rumah tangga.
(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri pengolahan hasil pertanian, perkebunan,
perikanan laut, dan hasil laut terdapat di Kecamatan Pasaman, Kinali, Luhak
Nan Duo, Sungai Aua, dan Lembah Melintang; dan
b. kawasan peruntukan industri pengolahan ikan terdapat di Kecamatan
Sungai Beremas.
(3) kawasan peruntukan industri sedang terdapat di kawasan agropolitan,
minapolitan dan sekitar pelabuhan laut.
(4) kawasan peruntukan industri rumah tangga terdapat di seluruh kecamatan.

- 29 -
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata

Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf


f, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan pariwisata budaya;
b. kawasan peruntukan pariwisata alam;dan
c. kawasan peruntukan pariwisata buatan.
(1) Kawasan peruntukan pariwisata budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a, yaitu kawasan wisata budaya dan sejarah terutama wisata religius
yang terdapat di Kecamatan Gunuang Tuleh, serta pengembangan wisata
budaya lainnya yang terdapat di seluruh wilayah kabupaten.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, yaitu kawasan wisata alam berupa wisata bahari yang terdapat di
Kecamatan Sungai Beremas dan wisata danau yang terdapat di Kecamatan Koto
Balingka dan Sungai aua.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata buatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf c, terdiri atas :
a. pemandian terdapat di Kecamatan Pasaman;
b. pemancingan terdapat di Kecamatan Pasaman, Sasak Ranah Pasisie, Kinali,
Ranah Batahan, dan Sungai Beremas; dan
c. arena balap motor (motor cross) terdapat di Kecamatan Pasaman.

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 32

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25


huruf g, terdiri atas :
a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan
b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan.
(6) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan terdapat di Simpang Ampek,
Ujuang Gadiang, Kinali, Sasak, Silapiang, Simpang Tiga Alin, Parik dan Koto
Dalam dengan luas kurang lebih 3.375 Ha (tiga ribu tiga ratus tujuh puluh lima
hektar).
(7) Kawasan peruntukan permukiman perdesaan mengikuti pola pengembangan
kawasan agropolitan yang terdapat di Kecamatan Lembah Melintang dan/
minapolitan yang terdapat di Kecamatan Sungai Beremas.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf h,


yaitu kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan.
(2) Kawasan budidaya peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

- 30 -
a. kawasan kantor Komando Rayon Militer (Koramil)
b. kawasan kantor Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Pasaman Barat; dan
c. kawasan kantor Kepolisian Sektor (Polsek), terdiri atas:
1. kantor Kepolisian Sektor Aia Bangih di Kecamatan Sungai Beremas;
2. kantor kepolisian sektor Silapiang di Kecamatan Ranah Batahan;
3. kantor kepolisian sektor Parik di Kecamatan Koto Balingka;
4. kantor kepolisian sektor Koto Dalam di Kecamatan Sungai aua;
5. kantor kepolisian sektor Ujuang Gadiang di Kecamatan Lembah
Melintang;
6. kantor kepolisian sektor Simpang Tigo Alin di Kecamatan Gunuang Tuleh;
7. kantor kepolisian sektor Talu di Kecamatan Talamau;
8. kantor kepolisian sektor Simpang Ampekdi Kecamatan Pasaman;
9. kantor kepolisian sektor Simpang III di Kecamatan Luhak Nan duo;
10. kantor kepolisian sektor Sasak di Kecamatan Ranah Pasisie; dan
11. kantor kepolisian sektor Kinali di Kecamatan Kinali.

Pasal 34

(1) Pemanfaatan kawasan untuk peruntukan lain selain sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 26 – 32 dapat dilaksanakan apabila tidak mengganggu fungsi
kawasan yang bersangkutan dan tidak melanggar Ketentuan Umum Peraturan
Zonasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan setelah adanya kajian komprehensif dan setelah mendapat
rekomendasi dari badan atau pejabat yang bertugas mengkoordinasikan
penataan ruang di Kabupaten Pasaman Barat.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

Pasal 35

(1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten Pasaman Barat, terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Simpang Ampek;
b. Kawasan Strategis Kinali; dan
c. Kawasan Strategis Aia Bangih.
(2) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 36

Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1),


terdiri atas :
a. Kawasan Strategis Simpang Ampek yang merupakan kawasan strategis dari
sudut kepentingan Ekonomi.
b. Kawasan Strategis Kinali yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan Ekonomi; dan
c. Kawasan Strategis Aia Bangih yang merupakan kawasan strategis dari sudut
kepentingan Ekonomi.

- 31 -
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 37

(1) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten berpedoman pada rencana struktur


ruang, pola ruang dan Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya.
(3) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 38

(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
disusun berdasarkan indikasi program utama 5 (lima) tahunan yang ditetapkan
dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi
swasta dan kerja sama pendanaan.
(3) Kerja sama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
Arahan Pemanfaatan Rencana Struktur Ruang

Pasal 39

(1) Arahan pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan struktur ruang


dilakukan melalui perwujudan pusat-pusat kegiatan berupa sistem perkotaan
yang meliputi PKWp, PKLp, PPK, PPL dan perwujudan pengembangan sistem
prasarana wilayah.
(2) Perwujudan PKWp Simpang Ampek dilakukan melalui :
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);
b. penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR);
c. penyusunan Zoning Regulation;
d. penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
e. penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);
f. penyusunan Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau (RTH);
g. penetapan Peraturan Daerah;
h. penetapan Peraturan Bupati;
i. penataan bangunan dan lingkungan permukiman;
j. pengembangan baru kawasan perkantoran pemerintah/swasta;
k. pengembangan baru fasilitas umum/Sosial;
l. pengembangan baru kawasan permukiman;

- 32 -
m. pengembangan baru Ruang Terbuka Hijau (RTH);
n. pengembangan baru infrastruktur kawasan permukiman;
o. pembangunan dan pengembangan kawasan perdagangan;
p. pembangunan dan pengembangan kawasan industri; dan
q. pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman.
(3) Perwujudan PKLp Ujuang Gadiang dilakukan melalui :
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);
b. penyusunan zoning regulation kawasan;
c. penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
d. penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);
e. penyusunan Rencana Induk Ruang Terbuka Hijau (RTH)
f. penetapan Peraturan Daerah;
g. penetapan Peraturan Bupati;
h. penataan bangunan dan lingkungan permukiman;
i. pembangunan dan pengembangan kawasan perkantoran
pemerintah/swasta;
j. pembangunan dan pengembangan fasilitas umum/sosial;
k. pembangunan dan pengembangan kawasan perdagangan;
l. pembangunan dan pengembangan kawasan industri;
m. pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman;
n. pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH); dan
o. pembangunan dan pengembangan infrastruktur kawasan permukiman.

Pasal 40

(4) Perwujudan PPK Kinali dilakukan melalui :


a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);
b. penyusunan zoning regulation;
c. penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
d. penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);
e. penyusunan Rencana Induk Kawasan Agropolitan;
f. pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
g. pembangunan dan pengembangan fasilitas perkantoran;
h. pembangunan dan pengembangan fasilitas u mum/sosial;
i. pembangunan dan pengembangan kawasan agropolitan;
j. pembangunan dan pengembangan infrastruktur kawasan permukiman
perdesaan :
1. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
2. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
k. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan nelayan :
1. penanggulangan kemiskinan perdesaan;
2. penataan dan perbaikan lingkungan permukiman; dan
3. peremajaan kawasan kumuh dan nelayan.
l. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :

- 33 -
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(5) Perwujudan PPK Aia Bangih dilakukan melalui :
a. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR);
b. penyusunan zoning regulation;
c. penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);
d. penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK);
e. penyusunan Rencana Induk Kawasan Minapolitan;
f. pembangunan dan pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
g. pembangunan dan pengembangan fasilitas perkantoran;
h. pembangunan dan pengembangan fasilitas u mum/sosial;
i. pembangunan dan pengembangan kawasan minapolitan; dan
j. pembangunan dan pengembangan infrastruktur kawasan permukiman
perdesaan :
1. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
2. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
k. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan nelayan :
1. penanggulangan kemiskinan perdesaan;
2. penataan dan perbaikan lingkungan permukiman; dan
3. peremajaan kawasan kumuh dan nelayan.
l. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.

Pasal 41

(1) Perwujudan PPL Sasak diupayakan melalui:


a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan nelayan :
1. penanggulangan kemiskinan perdesaan;
2. penataan dan perbaikan lingkungan permukiman; dan
3. peremajaan kawasan kumuh dan nelayan.
e. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan

- 34 -
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(2) Perwujudan PPL Simpang Tiga dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(3) Perwujudan PPL Simpang Tiga Alin dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(4) Perwujudan PPL Koto Dalam dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(5) Perwujudan PPL Silapiang dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;

- 35 -
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(6) Perwujudan PPL Parik dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
f. peningkatan kualitas permukiman kumuh dan nelayan :
1. penanggulangan kemiskinan perdesaan;
2. penataan dan perbaikan lingkungan permukiman; dan
3. peremajaan kawasan kumuh dan nelayan.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.
(7) Perwujudan PPL Talu dilakukan melalui:
a. pengembangan fasilitas perkantoran;
b. pengembangan fasilitas umum/sosial;
c. pembangunan infrastruktur kawasan permukiman perdesaan :
1. pengembangan kawasan perdesaan;
2. pengembangan kawasan terpilih pusat pengembangan desa dan pusat
pertumbuhan; dan
3. penyediaan infrastruktur bagi desa terpencil dan tertinggal.
d. pengembangan kawasan perumahan dan permukiman masyarakat
berpenghasilan rendah :
1. penyediaan infrastruktur permukiman (air bersih, sanitasi, drainase dan
jalan lingkungan); dan
2. penyediaan infrastruktur permukiman di daerah terpencil.

Pasal 42

Perwujudan pengembangan sistem prasarana wilayah meliputi:


a. perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi;
b. perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan sumberdaya mineral;
c. perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi;
d. perwujudan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air; dan
e. perwujudan pengembangan sistem prasarana Lingkungan.

- 36 -
Pasal 43

(1) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 huruf a terdiri atas:
a. program transportasi darat;
b. program transportasi udara; dan
c. program transportasi laut.
(2) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi darat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
a. penyusunan rencana induk jaringan lalu lintas dan angkutan jalan
b. penyusunan rencana umum sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan
jalan
c. peyusunan rencana umum keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
d. peningkatan kompetensi sumberdaya manusia lalu lintas dan angkutan
jalan
e. pembangunan jaringan jalan strategis nasional koridor pantai sumatera
f. pembangunan jaringan jalan nasional yang berfungsi sebagai kolektor primer
K1 :
1. ruas jalan Padang Sawah – Simpang Ampek;
2. ruas jalan Simpang Ampek – Aia Balam;
3. ruas jalan Aia Balam – Silapiang; dan
4. ruas jalan Silapiang – batas Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara.
f. pembangunan jaringan jalan kolektor primer K2 :
1. ruas jalan Aia Balam – Aia Bangih;
2. ruas jalan Talu – Simpang Ampek;
3. ruas jalan Simpang Ampek – Sasak; dan
4. ruas jalan Talu – batas Kabupaten Pasaman.
g. pembangunan jaringan jalan kolektor primer K3 :
1. ruas jalan Talu – Kampung Pinang – Sinuruik;
2. ruas jalan Batang Lingkin – Padang Tujuah – Koto tinggi – Bandarejo;
3. ruas jalan Koto Tinggi – Sidumulyo;
4. ruas jalan Pasaman Baru – Padang Tujuah;
5. ruas jalan Kapa – Simpang III;
6. ruas jalan Batang Lingkin – Tanjuang Pangka;
7. ruas jalan Tanjuang Pangka – Durian Padang Hijau;
8. ruas jalan Aia Gadang – Maligi - Sasak;
9. ruas jalan Durian Kilangan – Koja – Mandiangin;
10. ruas jalan Lapau Tampuruang – Mandiangin;
11. ruas jalan Kapunduang – Batas Kabupaten Pasaman;
12. ruas jalan Simpang Tigo Alin – Paraman Ampalu - Sitobu;
13. ruas jalan Paraman – Bukit Malintang – Bulu Laga – Sontang – Sungai
Aua;
14. ruas jalan Sungai Aua – Sikilang – Maligi;
15. ruas jalan simpang Sayur – Banjar Kapar – Sikabau;
16. ruas jalan Parik – Tamiang Ampalu – Simaninggir – Pengambiran –
Tombang Padang – Silapiang;
17. ruas jalan Bungo Tanjung – Teluk Tapang; dan
18. ruas jalan Kampung Mesjid – Desa Baru – Simpang Tenggo.

- 37 -
h. pembangunan jaringan jalan lokal primer :
1. ruas jalan jembatan Panjang – Simpang Tigo Abu;
2. ruas jalan Bangkok – Pasa Lamo;
3. ruas jalan Talu Pasa Teleng – Bangkok;
4. ruas jalan Lapau Durian – Tambang;
5. ruas jalan Lingkar – Harapan Tinggam;
6. ruas jalan Aia Salak – Aia Panasah;
7. ruas jalan Tinggam – Tombang;
8. ruas jalan Talu – Talao;
9. ruas jalan Pilubang Kajai – Pasia Putiah;
10. ruas jalan Pasia Putiah – Tombang;
11. ruas jalan Limpato – Pilubang Kajai;
12. ruas jalan Tampuniak – Aia Putiah
13. ruas jalan Sinuruik – Kampuang Paraman;
14. ruas jalan Galewang – Rimbo Sakampuang;
15. ruas jalan Durian Utan – Paraman;
16. ruas jalan Tinggam – Tanah Udang;
17. ruas jalan Lingkar – Bangkok;
18. ruas jalan Lingkar – Koto Panjang;
19. ruas jalan Sianok – Sinurut;
20. ruas jalan Simpang III Ophir – Simpang Bedeng;
21. ruas jalan Simpang III Ophir – Koto Tinggi;
22. ruas jalan Simpang Bedeng – Koto Baru;
23. ruas jalan Simpang Kapa – Padang Lawas;
24. ruas jalan Simpang Padang Panjang – Kampuang Jambu;
25. ruas Jalan KKN – Pasaman Baru;
26. ruas jalan Padang Tujuah – Koto Tinggi;
27. ruas jalan Batang Biu – Tanjuang Pangka;
28. ruas jalan Jambak – Padang Laweh;
29. ruas jalan Padang Baru Bandar – Taluak Pagang;
30. ruas jalan Sasak – Pondok;
31. ruas jalan Pondok – Kampung Tigo;
32. ruas jalan Robi Jonggor – Simpang Lolo;
33. ruas jalan Paraman Ampalu – Siligawan;
34. ruas jalan Sungai Aua – Simpang Gadang;
35. ruas jalan Sontang – Tinggiran;
36. ruas jalan Tambang Padang Hilir – Sontang;
37. ruas jalan Ujuang Gadiang – Situak;
38. ruas jalan Parik – Lubuak Gadang;
39. ruas jalan Desa Simpang – Kelapa Tani Sukirman;
40. ruas jalan Aek Nabirong – Parik;
41. ruas jalan Parik – Danau Karuah;
42. ruas jalan Keliling – Kota Parik;
43. ruas jalan Parik – Koto Laweh;
44. ruas jalan Parik – Tanah Datar;
45. ruas jalan Silawai – Bedeng Barat;
46. ruas jalan TPI Aia Bangih – Padang Jajaran;
47. ruas jalan Pasar Baru – Kampuang Padang;
48. ruas jalan Koto Sambilan – Sawang Aru;
49. ruas jalan Lingkar SMP 2 Silawai;
50. ruas jalan Silayang – Lubuak Gobing;

- 38 -
51. ruas jalan Tamiang Tangah – Tanjung Larangan;
52. ruas jalan Paraman Sawah – Kampuang Pinang;
53. ruas jalan Aek Nabirong – Batas Sumatera Utara;
54. ruas jalan Tanjung Larangan – Paninjauan;
55. ruas jalan Aia Runding – Translok;
56. ruas jalan Simpang Tolang – Batas BTN;
57. ruas jalan Silayang – Batang Laping;
58. ruas jalan Aek Nabirong – Kampuang Pinang;
59. ruas jalan Pintu Padang – Aia Karak;
60. ruas jalan Kampung Duren – Pasia Panjang;
61. ruas jalan Kantor Camat – Aia Pasak;
62. ruas jalan Mangkata – Silapiang;
63. ruas jalan Kampung Mesjid – Bedeng Barat;
64. ruas jalan Kapunduang – Ladang Panjang;
65. ruas jalan Durian Kilangan – Aia Maruok;
66. ruas jalan Sidodadi – Padang Canduah;
67. Sidodadi – Batang Tabik;
68. ruas jalan Lapau Tampuruang – Sumber Agung;
69. ruas jalan Pasar Bangun Rejo – Padang Canduah;
70. ruas jalan Pasar Bangun Rejo – Sidomukti;
71. ruas jalan Simpang Base Camp – Sungai Balai;
72. ruas jalan Simpang Panco – Koto Padang;
73. ruas jalan Padang Kadok – (Batih – Batih);
74. ruas jalan Aia Maruok – Durian Kandang;
75. ruas jalan Koto Padang – Banjar Durian Gadang;
76. ruas jalan Katiagan – Batas Agam;
77. ruas jalan Kantor Camat Kinali – Mandiangin;
78. ruas jalan Sidodadi – Mandiangin;
79. ruas jalan Simpang TSG – Solo;
80. ruas jalan Lagan – SMP N 3 Kinali;
81. ruas jalan MAN Kinali – Lapai;
82. ruas jalan Aia Putiah – Tambau;
83. ruas jalan Koto Baru – Padang Balimbiang;
84. ruas jalan Malasiro – Lubuak Gadang;
85. ruas jalan Pasar Paneh – Kampuang Dalam;
86. ruas jalan Kapa Sarok – Kampuang Dalam;
87. ruas jalan Simpang Tigo – Durian Tigo Batang;
88. ruas jalan Jalan Lingkungan Maha Karya;
89. ruas jalan Laban – Pematang Jambu;
90. ruas jalan Sukomananti – Rimbo Janduang;
91. ruas jalan Pinaga – Talang Kuning;
92. ruas jalan Pasaman Baru – Lintang Utara;
93. ruas jalan Sidomulyo – Lambah Binuang;
94. ruas jalan Bancah Talang – Rimbo janduang;
95. ruas jalan Simpang Cahaya Baru – Katimaha;
96. ruas jalan Sukomananti – Kampuang Lambah;
97. ruas jalan Kampuang Cubadak – Rimbo Binuang;
98. ruas jalan Batang Tian – Batang Biu;
99. ruas jalan Ladang Rimbo – Pinaga;
100. ruas jalan Kampuang Padang – (Buli – Buli);
101. ruas jalan Talao – Pinaga;

- 39 -
102. ruas jalan Tani Saiyo – Kampuang Dalam;
103. ruas jalan Banjar Laweh – Pinaga;
104. ruas jalan Kampuang Baru – Batang Mandau;
105. ruas jalan Banjar Bilalang;
106. ruas jalan Jorong Padang – Durian Hijau;
107. ruas jalan Simpang Bedeng – Koto Baru;
108. ruas jalan Batang Tian – Padang Langkuang;
109. ruas Jalan KKN – Kampuang Cubadak;
110. ruas jalan Yaptip – Pasaman Permai;
111. ruas jalan Kampung Cubadak – Pasaman Baru;
112. ruas jalan Pisang Hutan – Rantau Panjang;
113. ruas jalan Taluak Pagang – Rantau Panjang;
114. ruas jalan Sasak – TPI Baru;
115. ruas jalan Sialang – PDR;
116. ruas jalan Sasak – Rantau Panjang;
117. ruas jalan Paraman Ampalu – Tanjuang Balit;
118. ruas jalan Muaro Kiawai – Pulutan;
119. ruas jalan Muaro Kiawai – Pasa Lamo;
120. ruas Jalan Lingkar – Pasa Paraman;
121. ruas jalan Paraman Ampalu – Sungai Magelang;
122. ruas jalan Ponpes Nurul Huda – Trans Kiawai;
123. ruas jalan Simpang Translok – Sungai Aua;
124. ruas jalan Sungai Aua – Paraman Ampalu;
125. ruas jalan Keliling Sungai Aua;
126. ruas jalan Kantor Camat Koto Dalam – Koto Dalam;
127. ruas jalan Karya Makmur – Ampar Putih;
128. ruas jalan Bukik Malintang – Jorong Sarasah Talang;
129. ruas jalan Pasar Sontang – SD Pematang Sontang;
130. ruas jalan Sontang – Sarasah Batuang;
131. ruas jalan Aia Haji – Jorong Sakato Jaya;
132. ruas jalan Sontang – Tamunarang;
133. ruas jalan keliling Kota – Ujuang Gadiang;
134. ruas jalan Ujuang Gadiang – Batang Gunung;
135. ruas jalan Ranah Salido – Kampuang Sawah;
136. ruas jalan Salur – Sukaramai;
137. ruas jalan Batang Gunuang – Padang Sapek;
138. ruas jalan Kuamang – Kampuang Dalam;
139. ruas jalan Gunung Tuo – Lubuak Alai;
140. ruas jalan Ranah Salido – Batang Gunuang;
141. ruas jalan Jalan Ampera – Koto Pinang;
142. ruas jalan simpang Ampek Koto – Batang Gunuang;
143. ruas jalan Tanah Datar – Aia Janiah (Koto Balingka);
144. ruas jalan Banjar Bahar – Simpang Bakrie;
145. ruas jalan MAN – Tombang Jarum;
146. ruas jalan Setia Baru – Sikabau;
147. ruas jalan Aek Nabirong – Kampuang Pinang;
148. ruas jalan Tanah Datar – Air Janiah;
149. ruas jalan Limau Sariang – Lubuak Gadang
150. ruas jalan Simpang (Lapangan Bola) – Takate;
151. ruas jalan Silawai Tangah – Banjar Alang;
152. ruas Jalan Lingkar Pulau Panjang;

- 40 -
153. ruas jalan Sawang Aru – Sikabau;
154. ruas jalan Tambang Padang – Silayang Mudik;
155. ruas Jalan Keliling Desa – Silapiang;
156. ruas jalan Paraman Sawah – Sawah Mudik;
157. ruas jalan Simpang Tolang – Batas BTN;
158. ruas jalan Silayang – Batang Laping;
159. ruas jalan Pintu Padang – Aia Karak;
160. ruas jalan Kampung Duren – Pasir Panjang;
161. ruas jalan Kantor Camat – Aia Pasak;
162. ruas jalan Mangkata – Silapiang; dan
163. ruas jalan Aia Bangih – Keliling Kota.
i. pembangunan terminal type B;
j. pembangunan terminal type C;
k. pembangunan terminal angkutan barang Simpang Ampek;
l. pembangunan terminal angkutan barang Kinali;
m. pembangunan terminal angkutan barang Aia bangiah;
n. penyusunan rencana induk perkeretaapian;
o. peraturan bupati;
p. pembangunan jalur kereta api umum trans sumatera;
q. pembangunan stasiun kereta api kinali;
r. pembangunan stasiun kereta api Simpang Ampek; dan
s. pembangunan stasiun kereta api Aia bangiah;
(3) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi udara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan melalui :
a. pemantapan bandar udara umum Simpang Ampek;
b. penyusunan rencana induk bandar udara umum Simpang Ampek; dan
c. pembangunan bandar udara umum Simpang Ampek.
(4) Perwujudan pengembangan sistem prasarana transportasi laut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan melalui :
a. penyusunan rencana induk pelabuhan;
b. penyusunan rencana trayek tetap dan teratur angkutan laut;
c. penetapan peraturan bupati;
d. pemantapan pelabuhan pengumpul teluk tapang;
e. pembangunan pelabuhan pengumpul teluk tapang;
f. pengerukan alur pelayaran dan kolam pelabuhan teluk tapang;
g. pembangunan pelabuhan pengumpan sasak;
h. pembangunan pelabuhan pendaratan ikan sasak; dan
i. pembangunan pelabuhan pendaratan ikan aia bangiah.

Pasal 44

Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi dan sumberdaya mineral


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b dilakukan melalui:
a. optimalisasi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD);
b. optimalisasi dan pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH);
c. optimalisasi dan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS);
d. optimalisasi dan pengembangan gardu induk; dan
e. pembangunan dan pengembangan jaringan saluran udara tegangan extra tinggi
(SUTET).

- 41 -
Pasal 45

Perwujudan pengembangan sistem prasarana telekomunikasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 huruf c dilakukan melalui:
a. optimalisasi jaringan telekomunikasi publik meliputi jaringan tetap (fixed line),
sentral jaringan bergerak seluler, dan sistem jaringan telkom lainnya.
b. Pembangunan dan pengembangan jaringan telekomunikasi non publik untuk
menunjang kegiatan Navigasi Penerbangan, Pelayaran dan Meteorologi.
c. optimalisasi dan pengembangan pemancar siaran TV daerah di Padang Tujuah;
d. optimalisasi dan pengembangan pemancar siaran radio di Kecamatan Luhak Nan
Duo, Pasaman dan Lembah Melintang;
e. pengembangan teknologi informasi untuk menunjang kegiatan pelayanan sosial
dan ekonomi wilayah berupa kegiatan pemerintahan, pariwisata, industri,
agropolitan, minapolitan, kawasan pesisir, pelayaran dan kawasan;
f. pembangunan dan pengembangan menara telkomunikasi/ BTS (Base
Transmision Station);
g. pengembangan prasarana telekomunikasi kawasan perdesaan yang belum
terjangkau sarana prasarana telekomunikasi; dan
h. optimalisasi dan pengembangan sistem telekomunikasi interkoneksi nasional
untuk mikro digital dan interkoneksi sumatera barat-pariaman - pasaman barat
untuk serat optik dan mikro analog.

Pasal 46

Perwujudan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 42 huruf d dilakukan melalui:
a. konservasi dan penatagunaan air pada daerah aliran sungai (DAS);
b. penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan sumberdaya air;
c. peningkatan dan pemeliharaan sumberdaya air yang berskala regional guna
menjaga kelestarian lingkungan dilakukan pada seluruh sungai yang berhulu di
hutan lindung di bagian timur;
d. pengembangan, pengelolaan dan konservasi pemanfaatan sumber daya air baku
untuk keperluan air bersih untuk kawasan perkotaan;
e. pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau serta sumber air
lainnya, antara lain embung/bendungan, waduk, dan bangunan penampung air
lainnya untuk penyediaan sumber air baku dan pertanian; dan
f. pemeliharaan dan pengembangan daerah irigasi :
1. daerah irigasi Batang Tongar;
2. daerah irigasi Batahan;
3. daerah irigasi Batang Bayang;
4. daerah irigasi Kapar Ampu;
5. daerah irigasi Lubuk Gobing;
6. daerah irigasi Air Dingin;
7. daerah irigasi Ampu Kariang;
8. daerah irigasi Ampu Kariang;
9. daerah irigasi Ampu Rimbi;
10. daerah irigasi Aur Kuning;
11. daerah irigasi Bandarejo;
12. daerah irigasi Banja Anau;
13. daerah irigasi Banja Sukomenanti;
14. daerah irigasi Batang Alin;

- 42 -
15. daerah irigasi Batang Ingu;
16. daerah irigasi Batang Kando;
17. daerah irigasi Batang Kariang;
18. daerah irigasi Batang Karumie;
19. daerah irigasi Batang Kenaikan;
20. daerah irigasi Batang Kinali;
21. daerah irigasi Batang Lampang;
22. daerah irigasi Batang Mandiangin;
23. daerah irigasi Batang Nango;
24. daerah irigasi batang Paku;
25. daerah irigasi Batang Pinaga;
26. daerah irigasi Batang Sarik;
27. daerah irigasi Batang Sopan;
28. daerah irigasi Bandar Rambah;
29. daerah irigasi Batang Bunut Alamanda;
30. daerah irigasi Batang Kinali Rantau Panjang;
31. daerah irigasi Bunga Tanjung;
32. daerah irigasi Danau Karuah;
33. daerah irigasi Bandar Partupangan;
34. daerah irigasi Durian Kapalo Kambiang;
35. daerah irigasi Ladang Rimbo;
36. daerah irigasi Lubuk Anai;
37. daerah irigasi Lubuk Barantai;
38. daerah irigasi Lubuk Subahan;
39. daerah irigasi Pandulangan;
40. daerah irigasi Pelita I Sungai Abuk;
41. daerah irigasi Punggai Bawah;
42. daerah irigasi Situak;
43. daerah irigasi Talang Kuning;
44. daerah irigasi Tamiang Ampalu;
45. daerah irigasi Taming;
46. daerah irigasi Tanjung Durian;
47. daerah irigasi Tinggiran;
48. daerah irigasi Air Talang;
49. daerah irigasi Batang Siau – Siau; dan
50. daerah irigasi Batang Talau Hilir.
g. pembangunan dan pengembangan saluran air hujan/drainase;
h. pembangunan prasarana pengendalian banjir; dan
i. pembangunan prasarana pengamanan abrasi pantai di sepanjang pesisir pantai
Aia bangiah – Sasak.

Pasal 47

Perwujudan pengembangan sistem prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 42 huruf e dilakukan melalui :
a. pengembangan dan pembangunan Tempat Penampungan Sementara (TPS) di
seluruh kecamatan;
b. pengembangan dan pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan
sistem sanitary landfill;
c. penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM);

- 43 -
d. pembangunan dan pengembangan prasarana Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM);
e. pemeliharaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
f. penguatan kelembagaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);
g. pembangunan prasarana sistem pembuangan air limbah;
h. pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan limbah domestik dan non
domestik menggunakan sistem setempat (on-site sanitation) dengan sistem
terpusat untuk kawasan perkotaan dengan penduduk yang memiliki kepadatan
tinggi;
i. pengembangan dan pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT);
j. penyusunan rencana induk sistem drainase;
k. pengelolaan dan pemeliharaan prasarana sistem drainase primer;
l. pembangunan prasarana sistem drainase sekunder;
m. pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan prasarana sistem drainase
sekunder;
n. pembangunan dan pengembangan jalur evakuasi bencana;
o. pembangunan dan pengembangan ruang evakuasi bencana; dan
p. pengelolaan dan pemeliharaan ruang evakuasi bencana.

Bagian Kedua
Arahan Pemanfaatan Rencana Pola Ruang

Pasal 48

Arahan pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan pola ruang dilakukan


melalui :
a. perwujudan kawasan lindung; dan
b. perwujudan kawasan budidaya.

Pasal 49

Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a, terdiri


atas:
a. pengelolaan kawasan hutan lindung
b. pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
c. pengelolaan kawasan perlindungan setempat;
d. pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. pengelolaan kawasan rawan bencana alam;
f. pengelolaan kawasan lindung geologi; dan
g. pengelolaan kawasan konservasi laut daerah.

Pasal 50

Pengelolaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a


dilakukan melalui:
a. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan hutan lindung; dan
b. pengembangan pengelolaan kawasan lindung.

- 44 -
Pasal 51

Pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf b dilakukan melalui :
a. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya; dan
b. pengembangan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya.

Pasal 52

Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49


huruf c dilakukan melalui:
a. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan sempadan pantai;
b. pengembangan pengelolaan kawasan sempadan pantai;
c. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan sempadan sungai;
d. pengembangan pengelolaan kawasan sempadan sungai;
e. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan sekitar waduk/bendungan batang
tongar, batang batahan dan batang bayang;
f. pengembangan pengelolaan kawasan sekitar waduk/bendungan batang tongar,
batang batahan dan batang bayang;
g. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan sekitar mata air; dan
h. pengembangan pengelolaan kawasan sekitar mata air.

Pasal 53

Pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49 huruf d dilakukan melalui:
a. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan suaka alam;
b. pengembangan pengelolaan kawasan suaka alam;
c. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan pantai berhutan bakau; dan
d. pengembangan pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau.

Pasal 54

(1) Pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf e dilakukan melalui:
a. mitigasi dan pemetaan daerah rawan gelombang longsor;
b. mitigasi dan pemetaan daerah rawan gelombang pasang;
c. mitigasi dan pemetaan daerah rawan gelombang banjir; dan
d. pembangunan sarana dan prasarana untuk mengantisipasi bencana, baik
yang bersifat struktural maupun non struktural.
(2) Penetapan mitigasi dan pemetaan kawasan rawan bencana alam akan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

- 45 -
Pasal 55

Pengelolaan kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 49


huruf f dilakukan melalui :
a. mitigasi dan pemetaan kawasan rawan bencana gempa bumi;
b. mitigasi dan pemetaan kawasan rawan gerakan tanah;
c. mitigasi dan pemetaan kawasan yang terletak di zona patahan aktif.
d. mitigasi dan pemetaan kawasan rawan bencana alam tsunami;
e. mitigasi dan pemetaan kawasan rawan abrasi;
f. pengaturan kegiatan manusia di kawasan rawan bencana geologi untuk
melindungi manusia dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara
tidak langsung oleh perbuatan manusia;
g. melakukan upaya untuk mengurangi/ meniadakan resiko bencana geologi seperti
melakukan penghijauan pada lahan kritis;
h. melakukan sosialisasi mitigasi bencana geologi pada masyarakat, terutama
masyarakat yang berada pada/dekat dengan daerah rawan gempa bumi, gerakan
tanah, zona patahan/sesar dan rawan tsunami;
i. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap air tanah; dan
j. pengembangan pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
air tanah.

Pasal 56

Pengelolaan kawasan konservasi laut daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal


Pasal 49 huruf g dilakukan melalui:
a. penetapan tata batas kawasan konservasi laut daerah;
b. penyusunan masterplan, program pembangunan dan upaya pelestarian Kawasan
konservasi laut daerah;
c. pembanguan fasilitas dan utilitas penunjang kawasan konservasi laut daerah;
d. penyediaan perangkat keras dan lunak untuk mendukung kegiatan kawasan
konservasi laut daerah;
e. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan mangrove;
f. pengembangan pengelolaan kawasan mangrove;
g. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan karang;
h. pengembangan pengelolaan kawasan karang;
i. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan padang lamun;
j. pengembangan pengelolaan kawasan padang lamun;
k. rehabilitasi dan pemantapan fungsi kawasan estuaria; dan
l. pengembangan pengelolaan kawasan estuaria.

Pasal 57

Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b,


terdiri atas:
a. pengembangan kawasan hutan produksi
b. pengembangan kawasan peruntukan pertanian;

- 46 -
c. pengembangan kawasan peruntukan perikanan;
d. pengembangan kawasan peruntukan pertambangan;
e. pengembangan kawasan industri;
f. pengembangan kawasan pariwisata; dan
g. pengembangan kawasan permukiman;
h. pengembangan kawasan peruntukan lainnya.

Pasal 58

Pengembangan kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57


huruf a dilakukan melalui:
a. pengembangan dan pengendalian kawasan hutan produksi terbatas;
b. pengembangan dan pengendalian kawasan hutan produksi tetap;

Pasal 59

(1) Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 57 huruf b terdiri atas:
a. pengembangan kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan dan
hortikultura;
b. pengembangan kawasan peruntukan perkebunan; dan
c. pengembangan kawasan peruntukan peternakan.
(2) Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertanian tanaman pangan dan
hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
a. pengembangan dan pengendalian kawasan andalan untuk pertanian
tanaman pangan; dan
b. pengembangan dan pengendalian kawasan andalan untuk pertanian
hortikultura.
(3) Pengembangan Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk perkebunan;
b. penetapan kawasan, sentra dan komoditas unggulan;
c. pelaksanaan pembudidayaan komoditas unggulan yang dikembangkan;
d. pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam peningkatan
produktivitas lahan;
e. pembangunan jalan produksi; dan
f. pembangunan industri pengolahan pasca panen.
(4) Pengembangan Kawasan Peruntukan Peternakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk peternakan;
b. menetapkan sentra-sentra peternakan sesuai dengan jenis ternak yang
dikembangkan; dan
c. membangun infrastruktur sesuai kebutuhan dan teknik pengembangan
ternak.

- 47 -
Pasal 60

Pengembangan Kawasan Peruntukan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


57 huruf c dilakukan melalui:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk perikanan tangkap;
b. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk budi daya perikanan air
payau;
c. pengembangan dan rehabilitasi kawasan budidaya perikanan air tawar;
d. pengembangan dan rehabilitasi kawasan budidaya perikanan air laut; dan
e. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk Industri pengolahan
ikan.

Pasal 61

Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 57 huruf d dilakukan melalui:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk pertambangan mineral
dan batubara;
b. penyusunan peraturan daerah tentang ijin pengelolaan dan seleksi usaha;
c. penyusunan studi kelayakan tentang pegelolaan wilayah pertambangan; dan
d. penyusunan kajian lingkungan wilayah pertambangan.

Pasal 62

Pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf e


dilakukan melalui pengembangan industri unggulan, terdiri atas:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk industri besar
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan;
b. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk industri sedang
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan;
c. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk industri rumah tangga
pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan; dan
d. peningkatan pelayanan dan pembangunan prasarana penunjang kegiatan
industri.

Pasal 63

Pengembangan kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf g


meliputi:
a. penyusunan rencana induk pengembangan pariwisata daerah;
b. penetapan peraturan bupati;
c. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk wisata budaya, sejarah,
dan religi;
d. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk wisata alam;
e. pengembangan dan rehabilitasi kawasan andalan untuk wisata buatan;
f. pembangunan sarana prasarana pendukung pariwisata; dan
g. percepatan pembangunan infarstruktur.

- 48 -
Pasal 64

Pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf


g meliputi:
a. pengembangan dan rehabilitasi kawasan peruntukan permukiman perkotaan;
dan
b. pengembangan dan rehabilitasi kawasan permukiman perdesaan.

Pasal 65

Pengembangan kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57


huruf g meliputi Pengembangan dan Pengendalian Kawasan pertahanan dan
keamanan.

Bagian Ketiga
Arahan Pemanfaatan Rencana Kawasan Strategis

Pasal 66

Arahan pemanfaatan ruang dalam rangka perwujudan kawasan strategis dilakukan


melalui:
a. rehabilitasi/revitalisasi kawasan strategis
b. pengembangan dan peningkatan kualitas kawasan strategis

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 67

(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten digunakan


sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten.
(2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Pasal 68

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 67 ayat (2) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah
daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :

- 49 -
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem jaringan
prassarana provinsi dan kabupaten.

Pasal 69

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan resapan air;
c. kawasan perlindungan setempat
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana;
f. kawasan rawan bencana geologi; dan
g. kawasan konservasi laut daerah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf b meliputi:
a. kawasan hutan produksi;
b. Kawasan Peruntukan Perkebunan;
c. Kawasan Peruntukan Pertanian;
d. Kawasan Peruntukan Perikanan;
e. Kawasan Peruntukan Pertambangan;
f. kawasan industri;
g. kawasan pariwisata;
h. kawasan permukiman; dan
i. Kawasan peruntukan lainnya.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana provinsi
dan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf c
meliputi:
a. sistem perkotaan;
b. sistem jaringan transportasi;
c. sistem jaringan prasarana energi;
d. sistem jaringan prasarana telekomunikasi;
e. sistem jaringan sumberdaya air; dan
f. sistem prasarana lingkungan.

Pragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

Pasal 70

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dilakukan dengan ketentuan:
1. tidak diperbolehkan mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi
utamanya;
2. pengolahan tanah terbatas;
3. diperbolehkan dengan syarat tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
biofisik dan sosial ekonomi;

- 50 -
4. tidak diperbolehkan menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; dan
5. diperbolehkan dengan syarat tidak membangun sarana dan prasarana yang
mengubah bentang alam.
b. kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung diperbolehkan dengan syarat
tidak dilakukan secara terbuka, dan harus dilakukan reklamasi areal bekas
penambangan sehingga kembali berfungsi sebagai kawasan lindung;
c. kawasan hutan lindung dapat dikelola atau dipinjampakaikan, diperbolehkan
dengan syarat mengikuti prosedur dan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
d. pembangunan prasarana wilayah yang harus melintasi hutan lindung dapat
dilakukan dengan ketentuan :
1. diperbolehkan dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya perkembangan
pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut; dan
2. diperbolehkan dengan syarat mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan.

Pasal 71

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan resapan air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai berikut :
a. diperbolehkan dengan syarat dalam kawasan resapan air tidak diperkenankan
adanya kegiatan budidaya;
b. permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan resapan air sebelum
ditetapkan sebagai kawasan lindung masih diperkenankan dengan ketentuan :
1. diperbolehkan dengan syarat tingkat kerapatan bangunan rendah (KDB
maksimum 20%, dan KLB maksimum 40%);
2. diperbolehkan dengan syarat perkerasan permukaan menggunakan bahan
yang memiliki daya serap air tinggi; dan
3. diperbolehkan dengan syarat dalam kawasan resapan air wajib dibangun
sumur-sumur resapan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 72

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan danau dan/atau waduk; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan mata air.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kawasan sempadan pantai ditetapkan 100 meter dari titik pasang tertinggi;
b. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk dalam zona inti wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan
budidaya kecuali kegiatan penelitian, bangunan pengendali air, dan sistem
peringatan dini (early warning system);

- 51 -
c. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona pemanfaatan terbatas
dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperbolehkan dilakukan
kegiatan budidaya pesisir, ekowisata, dan perikanan tradisional; dan
d. dalam kawasan sempadan pantai yang termasuk zona lain dalam wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil diperperbolehkan dilakukan kegiatan budidaya
sesuai peruntukan kawasan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai berikut:
a. kawasan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai dengan
lebar sempadan sebagai berikut:
1. bertanggul dan berada dalam kawasan permukiman dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
2. tidak bertanggul dan berada diluar kawasan permukiman dengan lebar
minimal paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
3. tidak bertanggul pada sungai kecil di luar kawasan permukiman dengan
lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
b. dalam kawasan sempadan sungai tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan
budidaya yang mengakibatkan terganggunya fungsi sungai;
c. dalam kawasan sempadan sungai masih diperbolehkan dibangun prasarana
wilayah dan utilitas lainnya dengan ketentuan:
1. diperbolehkan dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya
perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan
prasarana tersebut; dan
2. diperbolehkan dengan syarat dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang
berlaku.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan danau dan/atau waduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan sebagai berikut :
a. lebar sempadan danau atau waduk adalah 50 (lima puluh) sampai dengan
100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi;
b. dalam kawasan sempadan waduk/danau tidak diperbolehkan dilakukan
kegiatan budidaya yang dapat merusak fungsi danau/waduk;
c. dalam kawasan sempadan waduk/danau diperbolehkan dilakukan kegiatan
penunjang pariwisata alam seseuai ketentuan yang berlaku; dan
d. dalam kawasan sempadan sungai diperbolehkan dibangun prasarana
wilayah dan untilitas lainnya dengan ketentuan :
1. diperbolehkan dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya
perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sekitar jaringan
prasarana tersebut; dan
2. diperbolehkan dengan syarat pembangunannya dilakukan sesuai
ketentuan peraturan yang berlaku.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan mata air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan sebagai berikut :
a. dalam kawasan sempadan mata air tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan
budidaya yang dapat merusak mata air; dan
b. dalam kawasan sempadan mata air diperbolehkan dilakukan kegiatan
penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku.

- 52 -
Pasal 73

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d ditetapkan sebagai berikut:
a. dalam kawasan cagar alam diperbolehkan dilakukan kegiatan untuk kepentingan
penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan
lainnya yang menunjang budidaya
b. tidak diperbolehkan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan
fungsi kawasan.
c. tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan budidaya yang mengakibatkan rusak dan
menurunnya fungsi kawasan; dan
d. diperbolehkan dilakukan kegiatan pariwisata alam secara terbatas dan kegiatan
penelitian.

Pasal 74

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf e ditetapkan sebagai berikut :
a. perkembangan kawasan permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan
rawan bencana alam harus dibatasi dan diterapkan peraturan bangunan
(building code) sesuai dengan potensi bahaya/bencana alam, serta dilengkapi
jalur evakuasi;
b. kegiatan-kegiatan vital/strategis diarahkan untuk tidak dibangun pada kawasan
rawan bencana;
c. dalam kawasan rawan bencana diperbolehkan dilakukan pembangunan
prasarana penunjang untuk mengurangi resiko bencana alam dan pemasangan
sitem peringatan dini (early warning system); dan
d. dalam kawasan rawan bencana alam diperbolehkan adanya kegiatan budidaya
lain seperti pertanian, perkebunan, dan kehutanan, serta bangunan yang
berfungsi untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana alam.

Pasal 75

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana geologi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf f ditetapkan sebagai berikut :
a. kegiatan permukiman yang sudah terlanjur terbangun pada kawasan rawan
bencana geologi harus mengikuti peraturan bangunan (building code) yang sesuai
dengan potensi bencana geologi yang mungkin timbul dan dibangun jalur
evakuasi;
b. pada kawasan bencana alam geologi budidaya permukiman dibatasi dan
bangunan yang ada hatus mengikuti ketentuan bangunan pada kawasan rawan
bencana alam geologi;
c. pada kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah tidak
diperbolehkan adanya bangunan terkecuali bangunan yang terkait dengan sistem
jaringan prasarana wilayah dan pengendali air;
d. dalam kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
diperbolehkan budidaya pertanian, perkebunan dan kehutanan sepanjang tidak
mengganggu fungsi lindung terhadap air tanah; dan

- 53 -
e. pada kawasan lindung geologi diperbolehkan dilakukan budidaya pertanian,
perkebunan dan kehutanan.

Pasal 76

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi laut daerah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g ditentukan sebagai berikut :
a. kawasan konservasi laut daerah tidak diperbolehkan dialihfungsikan menjadi
kegiatan budidaya;
b. dalam kawasan konservasi laut daerah diperbolehkan dikembangkan kegiatan
hutan kemasyarakatan tanpa mengganggu fungsi utama kawasan;
c. dalam kawasan konservasi laut daerah diperbolehkan dikembangkan kegiatan
ekowisata selama tidak mengganggu fungsi utama kawasan; dan
d. pembangunan sarana dan prasarana dalam kawasan konservasi laut daerah
diperbolehkan dengan syarat menunjang fungsi kawasan.

Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya

Pasal 77

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. tidak diperbolehkan adanya kegiatan budidaya kecuali kegiatan kehutanan dan
pembangunan sistem jaringan prasarana wilayah dan bangunan terkait dengan
pengelolaan budidaya hutan produksi;
b. tidak diperbolehkan dalam kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi
terbatas dialihfungsikan untuk kegiatan lain di luar kehutanan setelah potensi
hutan tersebut dimanfaatkan dan sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
c. tidak diperbolehkan kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi dan
hutan produksi terbatas menimbulkan dampak gangguan lingkungan seperti
bencana alam; dan
d. sebelum kegiatan pengelolaan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas
dilakukan wajib dilakukan studi kelayakan dan studi AMDAL yang hasilnya
disetujui oleh tim evaluasi dari lembaga yang berwenang.

Pasal 78

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Peruntukan Perkebunan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf b ditetapkan sebagai berikut :
a. tidak diperbolehkan dalam kawasan peruntukan perkebunan dan perkebunan
rakyat penanaman jenis tanaman perkebunan yang bersifat menyerap air dalam
jumlah banyak, terutama Kawasan Peruntukan Perkebunan yang berlokasi di
daerah hulu/kawasan resapan air;
b. tidak diperbolehkan dalam kawasan peruntukan perkebunan besar merubah
jenis tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan;
c. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Perkebunan besar dan perkebunan
rakyat bangunan yang bersifat mendukung kegiatan perkebunan dan jaringan
prasarana wilayah;

- 54 -
d. diperbolehkan alih fungsi Kawasan Peruntukan Perkebunan menjadi fungsi
lainnya sepanjang sesuai dan mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
e. sebelum kegiatan perkebunan besar dilaksanakan, wajib dilakukan kajian
lingkungan; dan
f. tidak diperbolehkan kegiatan perkebunan dilakukan di dalam kawasan lindung.

Pasal 79

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Peruntukan Pertanian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah
dan lahan kering menggunakan lahan yang dikelola dengan mengabaikan
kelestarian lingkungan, misalnya penggunaan pupuk yang menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, dan pengolahan tanah yang tidak memperhatikan
aspek konservasi;
b. tidak diperbolehkan dalam pengelolaan pertanian tanaman pangan lahan basah
pemborosan penggunaan sumber air;
c. diperbolehkan peruntukan budidaya pertanian pangan lahan basah dan lahan
kering untuk dialihfungsikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, kecuali lahan pertanian tanaman pangan yang telah
mempunyai ketetapan hukum;
d. diperbolehkan pada kawasan budidaya pertanian adanya bangunan prasarana
wilayah dan bangunan yang bersifat mendukung kegiatan pertanian;
e. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Pertanian dilakukan kegiatan wisata
alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan; dan
f. tidak diperbolehkan kegiatan pertanian dilakukan di dalam kawasan lindung.

Pasal 80

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Peruntukan Perikanan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf d ditetapkan sebagai berikut :
a. tidak diperbolehkan kawasan budidaya perikanan berdekatan dengan kawasan
yang bersifat polutif;
b. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Perikanan adanya kegiatan lain yang
bersifat mendukung kegiatan perikanan dan pembangunan sistem jaringan
prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
c. diperbolehkan Kawasan Peruntukan Perikanan untuk dialihfungsikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Perikanan dilakukan kegiatan wisata
alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan perikanan dilakukan di dalam kawasan lindung.

Pasal 81

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Peruntukan Peternakan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf e ditetapkan sebagai berikut:

- 55 -
a. tidak diperbolehkan kawasan budidaya peternakan berdekatan dengan kawasan
permukiman;
b. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Peternakan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan peternakan dan pembangunan sistem jaringan
prasarana sesuai ketentuan yang berlaku;
c. diperbolehkan Kawasan Peruntukan Peternakan untuk dialihfungsikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. diperbolehkan dalam Kawasan Peruntukan Peternakan dilakukan kegiatan wisata
alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan peternakan dilakukan di dalam kawasan lindung.

Pasal 82

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Peruntukan Pertambangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf f ditetapkan sebagai berikut:
a. kegiatan usaha pertambangan sepenuhnya harus mengikuti ketentuan yang
berlaku di bidang pertambangan;
b. tidak diperbolehkan kegiatan usaha pertambangan dilakukan tanpa izin dari
instansi/pejabat yang berwenang;
c. kawasan pascatambang wajib dilakukan rehabilitasi (reklamasi dan/atau
revitalisasi) sehingga dapat digunakan kembali untuk kegiatan lain, seperti
pertanian, kehutanan, dan pariwisata;
d. diperbolehkan pada Kawasan Peruntukan Pertambangan adanya kegiatan lain
yang bersifat mendukung kegiatan pertambangan;
e. diperbolehkan kegiatan permukiman secara terbatas untuk menunjang kegiatan
pertambangan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek keselamatan; dan
f. sebelum kegiatan pertambangan dilakukan wajib dilakukan kajian lingkungan.

Pasal 83

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 69 ayat (2) huruf g ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk meningkatkan produktifitas dan kelestarian lingkungan pengembangan
kawasan industri harus memperhatikan aspek ekologis;
b. tidak diperbolehkan lokasi kawasan industri berbatasan langsung dengan
kawasan permukiman;
c. diperbolehkan pada kawasan industri adanya permukiman penunjang kegiatan
industri yang dibangun sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. diperbolehkan pada kawasan industri adanya sarana dan prasarana wilayah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. pengembangan kawasan industri harus dilengkapi dengan jalur hijau (greenbelt)
sebagai penyangga antar fungsi kawasan, dan sarana pengolahan limbah.
f. pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau
kolektor harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas;
dan
g. setiap kegiatan industri wajib dilakukan kajian lingkungan.

- 56 -
Pasal 84

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (2) huruf h ditetapkan sebagai berikut :
a. tidak diperbolehkan pada kawasan pariwisata alam dilakukan kegiatan yang
dapat menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi obyek wisata
alam;
b. tidak diperbolehkan dalam kawasan pariwisata dibangun permukiman dan
industri yang tidak terkait dengan kegiatan pariwisata;
c. diperbolehkan dalam kawasan pariwisata adanya sarana dan prasarana yang
mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. diperbolehkan pada kawasan pariwisata dilakukan penelitian dan pendidikan.
e. tidak diperbolehkan pada kawasan pariwisata alam adanya bangunan lain
kecuali bangunan pendukung kegiatan wisata alam; dan
f. pengembangan pariwisata wajib dilakukan kajian lingkungan.

Pasal 85

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 69 ayat (2) huruf i ditetapkan sebagai berikut:
a. diperbolehkan peruntukan kawasan permukiman untuk dialihfungsikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. diperbolehkan pada kawasan permukiman adanya sarana dan prasarana
pendukung fasilitas permukiman sesuai dengan petunjuk teknis dan peraturan
yang berlaku;
c. diperbolehkan dalam kawasan permukiman dibangun prasarana wilayah sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku;
d. kawasan permukiman harus dilengkapi dengan fasilitas sosial termasuk Ruang
Terbuka Hijau (RTH) perkotaan dengan luas paling sedikit 30% dari luas kawsan
perkotaan;
e. diperbolehkan dalam kawasan permukiman adanya kegiatan industri skala
rumah tangga dan fasilitas sosial ekonomi lainnya dengan skala pelayanan
lingkungan;
f. tidak diperbolehkan kawasan permukiman dibangun di dalam kawasan
lindung/konservasi dan lahan pertanian dengan irigasi teknis;
g. tidak diperbolehkan dalam kawasan permukiman dikembangkan kegiatan yang
mengganggu fungsi permukiman dan kelangsungan kehidupan sosial
masyarakat.
h. pengembangan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku di bidang perumahan dan permukiman;
i. pembangunan hunian dan kegiatan lainnya di kawasan permukiman harus
sesuai dengan peraturan teknis dan peraturan lainnya yang berlaku (KDB, KLB,
sempadan bangunan, dan lain sebagainya); dan
j. pada kawasan permukiman perkotaan harus disediakan prasarana dan sarana
dasar pendukung permukiman yang tersambung dengan sistem prasarana
perkotaan yang sudah ada.

- 57 -
Pasal 86

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf j ditetapkan sebagai berikut :
a. diperbolehkan kawasan peruntukan lainnya untuk dialihfungsikan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. diperbolehkan adanya sarana dan prasarana pendukung fasilitas peruntukan
lainnya sesuai dengan petunjuk teknis dan peraturan yang berlaku.
c. alokasi peruntukan yang diperbolehkan adalah lahan terbuka (darat dan perairan
laut) yang belum secara khusus ditetapkan fungsi pemanfaatannya dan belum
banyak dimanfaatkan oleh manusia serta memiliki akses yang memadai untuk
pembangunan infrastruktur.
d. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang merusak fungsi ekosistem daerah
kawasan peruntukan lainnya.
e. pembangunan kawasan peruntukan lainnya harus sesuai dengan peraturan
teknis dan peraturan lainnya yang terkait (KDB, KLB, sempadan bangunan, dan
lain sebagainya).

Paragraf 3
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Sistem Jaringan
Prasarana dan Sarana Provinsi dan Kabupaten

Pasal 87

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 69 ayat (3) huruf a ditetapkan sebagai berikut :
a. diperbolehkan dengan syarat sesuai dengan fungsi dan peranan perkotaan yang
bersangkutan;
b. diperbolehkan dengan syarat sesuai dengan karakteristik fisik perkotaan dan
sosial budaya masyarakatnya;
c. diperbolehkan dengan syarat mengacu pada standar teknik perencanaan yang
berlaku;
d. tidak diperbolehkan pemerintah kabupaten merubah sistem perkotaan yang telah
ditetapkan pada sistem nasional dan provinsi, kecuali atas usulan pemerintah
kabupaten dan disepakati bersama;
e. pemerintah kabupaten wajib memelihara dan mengamankan sistem perkotaan
nasional dan provinsi yang ada di wilayah kabupaten Pasaman Barat.

Pasal 88

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf bmeliputi:
a. transportasi darat :
1. tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan lalu
lintas regional di sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi;
2. tidak diperbolehkan adanya akses langsung dari bangunan ke jalan di
sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi;

- 58 -
3. bangunan di sepanjang sistem jaringan jalan nasional dan provinsi
diperbolehkan dengan syarat harus memilki sempadan bangunan yang sesuai
dengan ketentuan;
4. lebar ruang pengawasan jalan ditentukan dari tepi jalan paling sedikit dengan
ukuran sebagai berikut :
a. jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
b. jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
c. jalan lokal primer 5 (lima) meter;
d. jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu;
5. lokasi terminal tipe B dan C diarahkan lokasi yang strategis dan memiliki
akses ke jalan kolektor primer sesuai peraturan perundangan yang berlaku;
b. transportasi laut :
1. pelabuhan laut harus memiliki kelengkapan fasilitas pendukung sesuai
dengan fungsi dari pelabuhan tersebut; dan
2. pelabuhan laut harus memiliki akses ke jalan kolektor primer;
c. transportasi udara :
1. untuk mendirikan, mengubah atau melestarikan bangunan serta menanam
atau memelihara pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi
penerbangan (KKOP) tidak boleh melebihi batas ketinggian KKOP; dan
2. bandar udara harus memilki akses ke jalan kolektor primer.
3. Peraturan zonasi ruang udara disekitar bandar udara lebih lanjut diatur
dalam peraturan perudang-undangan yang berlaku.
d. pengembangan kawasan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas diharuskan
membuat analisa dampak lingkungan lalu-lintas.

Pasal 89

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana energi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf c ditetapkan bahwa pada ruang yang berada
di bawah SUTET tidak diperbolehkan adanya bangunan permukiman sesuai
ketentuan yang berlaku.

Pasal 90

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana telekomunikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf d ditetapkan sebagai berikut :
a. ruang bebas di sekitar menara berjari-jari minimum sama dengan tinggi menara;
b. diarahkan untuk menggunakan menara telekomunikasi secara bersama-sama
diantara para penyedia layanan telekomunikasi (provider).

Pasal 91

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf e ditetapkan sebagaimana telah diatur pada
ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat.

- 59 -
Pasal 92

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem prasarana lingkungan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf f yang berupa Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) ditetapkan sebagai berikut :
a. tidak diperbolehkan TPST berdekatan dengan kawasan permukiman;
b. lokasi TPST harus wajib dilakukan kajian lingkungan;
c. pengelolaan sampah dalam TPST dilakukan dengan sistem sanitary landfill sesuai
ketentuan peraturan yang berlaku;
d. dalam lingkungan TPST disediakan prasarana penunjang pengelolaan sampah.

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 93

(1) Perizinan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b
merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang sesuai rencana struktur ruang dan pola ruang yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
kewenangannya dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur atau
mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Izin pemanfaatan ruang yang memiliki dampak skala kabupaten diberikan atau
mendapat rekomendasi dari Bupati; dan
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan perizinan wilayah kabupaten diatur
dengan Peraturan Bupati.

Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif

Pasal 94

(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana yang dimaksud


dalam Pasal 67 ayat (2) huruf c merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang
dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif meliputi:
a. ketentuan umum insentif-disinsentif; dan
b. ketentuan khusus insentif-disinsentif

Pasal 95

(1) Ketentuan umum pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana yang


dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf a berisikan arahan pemberlakuan
insentif dan disinsentif untuk berbagai pemanfaatan ruang secara umum;
(2) Ketentuan khusus pemberian insentif dan disinsentif sebagaiamana yang
dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf b ditujukan untuk pemberlakuan

- 60 -
insentif dan disinsentif secara langsung pada jenis-jenis pemanfaatan ruang
atau kawasan tertentu.

Pasal 96

(1) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini;
(2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah,
dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini;

Pasal 97

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang


wilayah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten kepada tingkat pemerintah yang
lebih rendah (kecamatan/ desa) dan kepada masyarakat
(perorangan/kelompok);
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi
berwenang sesuai dengan kewenangannya;
(3) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(4) Insentif dan pengenaan disinsentif diberikan oleh Bupati
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan pemberian insentif dan disinsentif
diatur dengan Keputusan Bupati.

Pragraf 1
Ketentuan Umum Pemberian Insentif dan Disinsentif

Pasal 98

(1) Pemberian insentif diberlakukan pada pemanfaatan ruang yang didorong


perkembangannya dan sesuai dengan rencana tata ruang.
(2) Pemberian disinsentif diberlakukan bagi kawasan yang dibatasi atau
dikendalikan perkembangannya bahkan dilarang dikembangkan untuk kegiatan
budidaya.
(3) Ketentuan pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud ayat (1) meliputi :
a. pemberian keringanan atau penundaan pajak (tax holiday) dan kemudahan
proses perizinan;
b. penyediaan sarana dan prasarana kawasan oleh pemerintah untuk
memperingan biaya investasi oleh pemohon izin;
c. pemberian kompensasi terhadap kawasan terbangun lama sebelum rencana
tata ruang ditetapkan dan tidak sesuai tata ruang serta dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan;
d. pemberian kemudahan dalam perizinan untuk kegiatan yang menimbulkan
dampak positif.
(4) Ketentuan pemberian disinsentif sebagaimana yang dimaksud ayat (2) meliputi :

- 61 -
a. pengenaan pajak yang tinggi terhadap kegiatan yang berlokasi di daerah
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti pusat kota, kawasan komersial,
daerah yang memiliki tingkat kepadatan tinggi;
b. penolakan pemberian izin perpanjangan hak guna usaha, hak guna
bangunan terhadap kegiatan yang terlanjur tidak sesuai dengan rencana tata
ruang dan peraturan zonasi;
c. peniadaan sarana dan prasarana bagi daerah yang tidak dipacu
pengembangannya, atau pengembangannya dibatasi;
d. penolakan pemberian izin pemanfaatan ruang budidaya yang akan
dilakukan di dalam kawasan lindung;

Pragraf 2
Ketentuan Khusus Pemberian Insentif dan Disinsentif

Pasal 99

(1) Pemberian insentif khusus ditujukan pada pola ruang tertentu yang dinilai
harus didorong pemanfaatannya, meliputi :
a. kawasan pesisir dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan;
b. kawasan wisata guna peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan
asli daerah.
(2) Pemberian disinsentif khusus ditujukan pada pola ruang tertentu yang dinilai
harus dibatasi dan/atau dikendalikan pemanfaatannya, meliputi:
a. kawasan rawan bencana, meliputi rawan bencana longsor, gempa, tsunami
atau gelombang pasang dan banjir;
b. kawasan suaka alam yang menjadi salah satu paru-paru Provinsi Sumatera
Barat, pelestarian alam, cagar alam dan wisata alam.

Pasal 100

(1) Ketentuan pemberian insentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 98 ayat
(3) huruf a meliputi :
a. insentif fiskal; dan
b. insentif non-fiskal
(2) Pemberian insentif fiskal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. penghapusan retribusi;
b. pengurangan atau penghapusan PBB melalui mekanisme restitusi pajak oleh
dana APBD;
c. bantuan subsidi, modal bergulir atau penyertaan modal.
(3) Pemberian insentif non-fiskal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. kemudahan dalam perizinan bagi pengusaha;
b. penyediaan dan atau kemudahan memperoleh sarana dan prasarana
permukiman;
c. bantuan peningkatan keberdayaan pelaku usaha terkait;
d. penyediaan prasarana pendukung produksi dan pemasaran produk.

- 62 -
Pasal 101

(1) Ketentuan pemberian disinsentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 98


ayat (4) meliputi disinsentif non-fiskal, berupa tidak diberikannya sarana dan
prasarana permukiman yang memungkinkan pengalihan fungsi lahan pertanian
menjadi perumahan atau kegiatan komersial.
(2) Ketentuan pemberian disinsentif sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 98
ayat (4) huruf a hanya diberlakukan disinsentif non fiskal, meliputi :
a. pembatasan penyediaan prasarana dan sarana permukiman untuk
mencegah perkembangan permukiman lebih lanjut;
b. penolakan pemberian prasarana dan sarana permukiman untuk kawasan
lindung;
c. penyediaan prasarana dan sarana permukiman hanya diperbolehkan untuk
memenuhi kebutuhan penduduk yang sudah ada saja.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 102

(1) Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf d
merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pengenaan sanksi
administratif kepada pelanggar pemanfaatan ruang.
(2) Pengenaan sanksi administratif berfungsi sebagai :
a. perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi
kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(3) Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan :
a. hasil pengawasan penataan ruang;
b. tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang;
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang; dan
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang.

Pasal 103

(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4) huruf a
diberikan oleh pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran

- 63 -
pemanfaatan ruang melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) kali;
(2) Penghentian kegiatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat
(4) huruf b dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari pejabat yang
berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap
kegiatan pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban
oleh aparat penertiban;
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan
penghentian kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan
e. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yang berwenang
melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan
tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar
untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(3) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
102 ayat (4) huruf c dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. penerbitan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara
pelayanan umum);
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum
kepada pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang
akan diputus;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian jenis-jenis
pelayanan umum yang akan diputus;
d. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa
pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar, disertai
penjelasan secukupnya;
e. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada pelanggar;
dan
f. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan
umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum
kepada pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk
menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan
ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
(4) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4) huruf d
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

- 64 -
a. Penerbitan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. Apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang disampaikan, pejabat
yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi penutupan
lokasi kepada pelanggar;
c. Pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dengan
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
d. Berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
e. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi, untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan
ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
(5) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4) huruf e
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi
pencabutan izin pemanfaatan ruang;
c. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar mengenai
pengenaan sanksi pencabutan izin;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban mengajukan
permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
e. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan izin
menerbitkan keputusan pencabutan izin;
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan
ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya; dan
g. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang melakukan
penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(6) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4) huruf f
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. membuat lembar evaluasi yang berisikan perbedaan antara pemanfaatan
ruang menurut dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang
dalam rencana tata ruang yang berlaku;
b. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang perihal rencana
pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan izin;
c. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat yang berwenang
melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
d. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan pembatalan izin;

- 65 -
e. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
f. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dibatalkan.
(7) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4)
huruf g dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran bangunan dari
pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang;
b. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
c. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan
yang akan segera dilaksanakan; dan
d. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang
melakukan tindakan penertiban dengan bantuan aparat penertiban
melakukan pembongkaran bangunan secara paksa.
(8) Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (4) huruf
h dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian
yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan
ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
c. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban, memberitahukan
kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang yang
harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
e. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban dan melakukan
pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
f. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum
melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk
melakukan pemulihan fungsi ruang; dan
g. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu membiayai kegiatan
pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan penetapan
pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban pelanggar
di kemudian hari.

Pasal 104

Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan


pengenaan sanksi administratif dan besarannya ditetapkan oleh Pemerintah
Kabupaten.

- 66 -
Pasal 105

Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini dapat diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Bupati.

BAB VIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 106

Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 107

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan


kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan
Koordinasi Penataan ruang Daerah Kabupaten;
(2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Kabupaten sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bupati.
(3) Ketentuan mengenai kelembagaan akan didelegasikan ke Peraturan Bupati.

BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 108

Dalam kegiatan mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat berhak:


a. berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah,
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang;
d. memperoleh pergantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
e. mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan; dan
f. mengawasi pihak-pihak yang melakukan penyelenggaraan tata ruang

- 67 -
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 109

Kewajiban masyarakat dalam penataan ruang wilayah terdiri atas :


a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang diberikan; dan
c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 110

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana


dimaksud pada Pasal 109 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan
kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dilakukan masyarakat secara
turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya
dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan
ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan
seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 111

Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 112

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf a pada
tahap perencanaan tata ruang dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. penentuan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
3. perumusan rencana tata ruang; dan
4. penyusunan rencana struktur dan pola ruang.
b. menyampaikan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
c. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama
unsur masyarakat.

Pasal 113

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf b dalam
pemanfaatan ruang dapat berupa:

- 68 -
a. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
c. memberikan dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam
pengelolaan pemanfaatan ruang;
d. meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan
kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. melakukan kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau dan pihak lainnya secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan
penataan ruang;
f. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan SDA;
g. melakukan usaha investasi dan/atau jasa keahlian; dan
h. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pemerintah atau pihak lain apabila
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan merugikan.

Pasal 114

Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 huruf c dalam
pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. memberikan masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. turut serta memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang,
rencana tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan
minimal di bidang penataan ruang;
c. melaporkan kepada instansi/pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan,
tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di
masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. mengajukan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.

Pasal 115

(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara


langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan
kepada bupati.
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat disampaikan
melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 116

Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun


sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.

- 69 -
Pasal 117

Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN LAIN – LAIN

Pasal 118

(1) RTRW Kabupaten sebagaimana dimaksud dilengkapi dengan lampiran berupa


buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011 –
2031 dan album peta skala 1:50.000.
(2) Buku RTRW Kabupaten Pasaman Barat dan album peta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 119

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:


a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten.

Pasal 120

(1) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pasaman Barat adalah
20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Pasaman Barat dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam
5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal wilayah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 121

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:

- 70 -
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang
dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan
izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak;
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan
Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan
ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan
Daerah ini;
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.

BAB XIII
PENUTUP

Pasal 122

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang
mengenai teknis pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah


ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat.

ditetapkan di Simpang Ampek


pada tanggal 17 Desember 2012

BUPATI PASAMAN BARAT,

H. BAHARUDIN R

- 71 -
Diundangkan di Simpang Ampek
pada tanggal 17 Desember 2012

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN PASAMAN BARAT,

YULRIZAL BAHARIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TAHUN 2012 NOMOR 18

- 72 -
PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT


NOMOR TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PASAMAN BARAT


TAHUN 2011 - 2031

I. UMUM
Sesuai dengan amanat pasal 25 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006
tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW)
merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
daerah; penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor; penetapan lokasi dan
fungsi ruang untuk investasi; dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten.
Oleh karena itu, RTRW Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011-2031 disusun
dengan mempertimbangkan dinamika pembangunan yang berkembang, antara lain
tantangan globalisasi, otonomi dan aspirasi daerah, keseimbangan perkembangan
antara Kawasan Utara dan Kawasan Timur Wilayah Kabupaten Pasaman Barat,
kondisi wilayah Kabupaten Pasaman Barat yang rentan terhadap bencana, dampak
pemanasan global, pengembangan potensi kelautan dan pesisir, dan peran teknologi
dalam memanfaatkan ruang.
Untuk mengantisipasi dinamika pembangunan tersebut, upaya upaya
pembangunan daerah juga harus ditingkatkan melalui perencanaan, pelaksanaan,
dan pengendalian pemanfaatan ruang yang lebih baik agar seluruh pikiran dan
sumberdaya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Salah satu hal
penting yang dibutuhkan untuk mencpai maksud tersebut adalah peningkatan
keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang pembangunan, yang
secara spasial dirumuskan dalam RTRW Kabupaten Pasaman Barat.
Penggunaan sumber daya alam dilakukan secara terencana, rasional, optimal,
bertanggung jawab, dan sesuai dengan kemampuan dan daya dukungnya, dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran masayarakat Pasaman Barat,
memperkuat struktur ekonomi yang memberikan efek pengganda yang maksimum
terhadap pengembangan industri pengolahan dan jasa dengan tetap memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup serta keanekaragaman
hayati guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.
RTRW memadukan dan menyerasikan tata guna tanah, tata guna udara, tata guna
air, dan tata guna sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan
yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan
kependudukan yang serasi dan disusun melalui pendekatan wilayah dengan
memperhatikan sifat lingkungan dan sosial. Untuk menyusun itu , penyusunan
RTRW ini didasarkan pada upaya untuk mewujudkan tujuan penataan ruang
wilayah Kabupaten Pasaman Barat antara lain, meliputi untuk mewujudkan tata
ruang wilayah Kabupaten Pasaman Barat yang berbasis agro dan kelautan ditunjang
sektor industri yang dikelola secara integratif dan berkelanjutan, yang diterjemahkan

- 73 -
dalam kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah
Kabupaten Pasaman Barat. Struktur ruang wilayah Kabupaten Pasaman Barat
mencakup pusat-pusat kegiatan, sistem prasarana utama dan sistem prasarana
lainnya. Pola ruang wilayah mencakup kawasan lindung dan kawasan budi daya
termasuk kawasan andalan dengan sektor unggulan yang prospektif dikembangkan
serta kawasan strategis kabupaten.
Selain rencana pengembangan struktur ruang dan pola ruang RTRW ini juga
menetapkan kriteria penetapan struktur ruang, pola ruang, kawasan andalan, dan
kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang yang merupakan indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan; serta arahan pengendalian dan
pemanfaatan ruang yang terdiri atas peraturan zonasi, perizinan, insentif dan
disinsntif, dan sanksi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Yang dimaksud “kebijakan penataan ruang Kabupaten Pasaman Barat” adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam
pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam bumi
untuk mencapai tujuan penataan ruang Kabupaten Pasaman Barat.

Pasal 4
Yang dimaksud “strategi penataan ruang Kabupaten Pasaman Barat” adalah
langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang Kabupaten Pasaman
Barat

Pasal 5
Cukup Jelas

Pasal 6
Cukup Jelas

Pasal 7
Cukup Jelas

Pasal 8
Cukup Jelas

Pasal 9
Cukup Jelas

Pasal 10
Cukup Jelas

Pasal 11
Cukup Jelas

- 74 -
Pasal 12
Cukup Jelas

Pasal 13
Ayat (1)

Huruf b
Yang dimaksud Jaringan telepon fixed line adalah Link Transmisi
Nirkabel Lokal menggunakan seluler, Microwave, atau teknologi
radio untuk menghubungkan Pelanggan di lokasi tetap untuk
pertukaran lokal.

Pasal 14
Cukup Jelas

Pasal 15
Cukup Jelas

Pasal 16
Cukup Jelas

Pasal 17
Cukup Jelas

Pasal 18
Cukup Jelas

Pasal 19
Cukup Jelas

Pasal 20
Cukup Jelas

Pasal 21
Cukup Jelas

Pasal 22
Cukup Jelas

Pasal 23
Cukup Jelas

Pasal 24
Cukup Jelas

Pasal 25
Kawasan budi daya menggambarkan kegiatan dominan yang berkembang di
dalam kawasan tersebut. Dengan demikian masih dimungkinkan keberadaan
kegiatan budi daya lainnya didalam kawasan tersebut. Sebagai contoh, pada
kawasan industri dapat dikembangkan perumahan untuk para pekerja di
kawasan peruntukan industri. Peruntukan kawasan budi daya dimaksudkan
untuk memudahkan pengelolaan kegiatan termasuk dalam penyediaan
prasarana dan sarana penunjang, penaganan dampak lingkungan, penerapan
mekanisme insentif, dan sebagainya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa penyediaan prasarana dan sarana penunjang kegiatan akan lebih

- 75 -
efisien apabila kegiatan yang ditunjangnya memiliki besaran yang
memungkinkan tercapainya skala ekonomi dalam penyediaan prasarana dan
sarana. Peruntukan kawasan budi daya disesuaikan dengan kebijakan
pembangunan yang ada.

Huruf a
Kawasan peruntukan Hutan produksi dimaksudkan untuk
menyediakan komoditas hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan
untuk industri, sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang
ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan konservasi dari
kerusakan akibat pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali.

Huruf b
Kawasan peruntukan pertanian selain dimaksudkan untuk
mendukung ketahanan pangan nasional juga dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan penyediaan
lapangan kerja.

Huruf c
Kawasan peruntukan perikanan dapat berada di ruang darat,
ruang laut, dan diluar kawasan lindung.

Huruf d
Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan untuk
mengarahkan agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung
secara efisien dan produktif tanpa menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.

Huruf e
Kawasan peruntukan industri dimaksudkan untuk mengarahkan
agar kegiatan industri dapat berlangsung secara efisien dan
produktif, mendorong pemenfaatan sumberdya setempat,
pengendalian dampak lingkungan, dan sebagainya.

Huruf f
Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi
oleh fungsi kepariwisataan dapat mencakup sebagian areal dalam
kawasan lindung atau kawasan budi daya lainnya dimana
terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang
pariwisata.
Kebutuhan pariwisata berkaitan dengan segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengelolaan objek dan
daya tarik wisata yang mencakup :
1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna; dan
2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang
berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru,
wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan tempat hiburan.

Huruf g
Kawasan peruntukan permukiman harus dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan, serta tempat kerja yang

- 76 -
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk
mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi
permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
Kawasan peruntukan permukiman merupakan bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa
kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Huruf h
Kawasan peruntukan lainnya mencakup kawasan tempat
beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan dan
keamanan.

Pasal 26
Cukup Jelas

Pasal 27
Cukup Jelas

Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Cukup Jelas

Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31
Cukup Jelas

Pasal 32
Cukup Jelas

Pasal 33
Cukup Jelas

Pasal 34
Cukup Jelas

Pasal 35
Cukup Jelas

Pasal 36
Cukup Jelas

Pasal 37
Cukup Jelas

Pasal 38
Cukup Jelas

Pasal 39
Cukup Jelas

- 77 -
Pasal 40
Cukup Jelas

Pasal 41
Cukup Jelas

Pasal 42
Cukup Jelas

Pasal 43
Cukup Jelas

Pasal 44
Cukup Jelas

Pasal 45
Cukup Jelas

Pasal 46
Cukup Jelas

Pasal 47
Cukup Jelas

Pasal 48
Cukup Jelas

Pasal 49
Cukup Jelas

Pasal 50
Cukup Jelas

Pasal 51
Cukup Jelas

Pasal 52
Cukup Jelas

Pasal 53
Cukup Jelas

Pasal 54
Cukup Jelas

Pasal 55
Cukup Jelas

Pasal 56
Cukup Jelas

Pasal 57
Cukup Jelas

Pasal 58
Cukup Jelas

- 78 -
Pasal 59
Cukup Jelas

Pasal 60
Cukup Jelas

Pasal 61
Cukup Jelas

Pasal 62
Cukup Jelas

Pasal 63
Cukup Jelas

Pasal 64
Cukup Jelas

Pasal 65
Cukup Jelas

Pasal 66
Cukup Jelas

Pasal 67
Cukup Jelas

Pasal 68
Cukup Jelas

Pasal 69
Cukup Jelas

Pasal 70
Cukup Jelas

Pasal 71
Cukup Jelas

Pasal 72
Cukup Jelas

Pasal 73
Cukup Jelas

Pasal 74
Cukup Jelas

Pasal 75
Cukup Jelas

Pasal 76
Cukup Jelas

Pasal 77
Cukup Jelas

- 79 -
Pasal 78
Cukup Jelas

Pasal 79
Cukup Jelas

Pasal 80
Cukup Jelas

Pasal 81
Cukup Jelas

Pasal 82
Cukup Jelas

Pasal 83
Cukup Jelas

Pasal 84
Cukup Jelas

Pasal 85
Cukup Jelas

Pasal 86
Cukup Jelas

Pasal 87
Cukup Jelas

Pasal 88
Cukup Jelas

Pasal 89
Cukup Jelas

Pasal 90
Cukup Jelas

Pasal 91
Cukup Jelas

Pasal 92
Cukup Jelas

Pasal 93
Cukup Jelas

Pasal 94
Cukup Jelas

Pasal 95
Cukup Jelas

Pasal 96
Cukup Jelas

- 80 -
Pasal 97
Cukup Jelas

Pasal 98
Cukup Jelas

Pasal 99
Cukup Jelas

Pasal 100
Cukup Jelas

Pasal 101
Cukup Jelas

Pasal 102
Cukup Jelas

Pasal 103
Cukup Jelas

Pasal 104
Cukup Jelas

Pasal 105
Cukup Jelas

Pasal 106
Cukup Jelas

Pasal 107
Cukup Jelas

Pasal 108
Cukup Jelas

Pasal 109
Cukup Jelas

Pasal 110
Cukup Jelas

Pasal 111
Cukup Jelas

Pasal 112
Cukup Jelas

Pasal 113
Cukup Jelas

Pasal 114
Cukup Jelas

Pasal 115
Cukup Jelas

- 81 -
Pasal 116
Cukup Jelas

Pasal 117
Cukup Jelas

Pasal 118
Cukup Jelas

Pasal 119
Cukup Jelas

Pasal 120
Cukup Jelas

Pasal 121
Cukup Jelas

Pasal 122
Cukup Jelas

- 82 -

Anda mungkin juga menyukai