Anda di halaman 1dari 186

0

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

NOMOR 17 TAHUN 2011 SERI E.7

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

NOMOR 17 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN CIREBON
TAHUN 2011-2031

PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON


TAHUN 2011
1

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

NOMOR 17 TAHUN 2011 SERI E.7

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

NOMOR 17 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN CIREBON
TAHUN 2011-2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CIREBON,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar


sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha;

b. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang


Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta untuk
mengarahkan pembangunan di Kabupaten Cirebon dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Cirebon;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada


huruf a dan huruf b, maka Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2011-2031, perlu
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 perubahaan kedua;

2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan


Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Barat
(Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah
2

dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan


Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Djawa Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851);

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan


Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2403);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);

8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

9. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber


Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4377);

10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
3

11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

13. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

14. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4441);

15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

16. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 25,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);

17. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

18. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan


Persampahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);

20. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4959);

21. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
4

22. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5052);

23. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5059);

24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan


Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5068);

25. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan


Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1998 tentang Rencana Tata


Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan


Suaka Alam dan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3776);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3174);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat


Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pengelolaan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Hutan Kota


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
5

33. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan


Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor
142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4254);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan


Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan


Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4425);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 30,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4638);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tatacara


Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4761);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan


Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4858);
6

44. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman


Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal
di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4861);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2008 tentang Kawasan


Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman


Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5004);

48. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan


Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

50. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;

51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang;

52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang


Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

53. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2010 tentang


Tatanan Kebandarudaraan Nasional;

54. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 20092029
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri
E, Tambahan lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 86);

55. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 14 Tahun 2009 tentang


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Cirebon
Tahun 20052025 (Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon Tahun
2009 Nomor 14, Seri E.8, Tambahan Lembaran Kabupaten Cirebon
Nomor 32).
7

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIREBON
dan
BUPATI CIREBON

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :


1. Kabupaten adalah Kabupaten Cirebon;

2. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cirebon;

3. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden


Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia;

4. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat;

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD


adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cirebon;

6. Bupati adalah Bupati Cirebon;

7. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan


oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya;
9. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;

10. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

11. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan


struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang;
8

12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi


pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan
ruang;

13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan


hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam
penataan ruang;

14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan


kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat;

15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan


penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan


penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan


tertib tata ruang;

18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang


dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya;

19. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem


jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional;

20. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya;

21. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta


segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan / atau aspek fungsional;

23. Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah tujuan yang


ditetapkan pemerintah daerah Kabupaten yang merupakan arahan
perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang Kabupaten
pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional;

24. Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan


pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
9

Kabupaten guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten


dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun;

25. Strategi penataan ruang wilayah Kabupaten adalah penjabaran


kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian
tindakan yang lebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan
rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten;

26. Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten adalah rencana yang


mencakup sistem perkotaan wilayah Kabupaten yang berkaitan
dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan
jaringan prasarana wilayah Kabupaten yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah Kabupaten selain untuk melayani kegiatan
skala Kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem
jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem
jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan
atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana
lainnya;

27. Rencana sistem perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana


susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah
Kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana
yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi
fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten;

28. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara


nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;

29. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama


bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

30. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
internasional, nasional, atau beberapa ;

31. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
atau beberapa Kabupaten/kota;

32. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
Kabupaten atau beberapa kecamatan;

33. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp


adalah Pusat Pelayanan Kawasan yang dipromosikan untuk di
kemudian hari menjadi PKL (Pusat Kegiatan Lokal);

34. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah


kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
kecamatan atau beberapa desa;
10

35. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah


pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala
antar desa;

36. Kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah


yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan
sosial dan kegiatan ekonomi;

37. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis;

38. Kawasan Minapolitan adalah kawasan ekonomi berbasis kelautan


dan perikanan yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan
perdagangan, jasa, permukiman, dan kegiatan lainnya yang saling
terkait;

39. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten adalah


rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk
mengintegrasikan wilayah Kabupaten dan untuk melayani kegiatan
yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala Kabupaten;

40. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala


bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau
air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan
jalan kabel;

41. Pembangkit tenaga listrik adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik;

42. Jaringan transmisi tenaga listrik adalah rangkaian perangkat listrik


yang berfungsi untuk penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke
sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik
antarsistem;

43. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan/atau


penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio
atau sistem elektromagnetik lainnya;

44. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi


dan kelengkapannya yang digunakan dalam rangka
bertelekomunikasi;
11

45. Jaringan terestrial adalah rangkaian media transmisi dalam bentuk


gelombang radio yang perambatannya tidak jauh atau seolah-olah
sejajar dengan bumi (tidak termasuk transmisi satelit);

46. Jaringan nirkabel atau wireless adalah rangkaian koneksi antar suatu
perangkat tanpa menggunakan kabel;

47. Jaringan satelit adalah rangkaian media transmisi yang menggunakan


media satelit dalam rangka bertelekomunikasi;

48. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan
lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik
langsung maupun tidak langsung;

49. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan


wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah
aliran sungai dan yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000
(dua ribu) km2;

50. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan;

51. Pengelolaan lingkungan adalah upaya terpadu untuk melestarikan


fungsi lingkungan yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan;

52. Rencana pola ruang wilayah Kabupaten adalah rencana distribusi


peruntukan ruang wilayah Kabupaten yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan budi daya yang dituju sampai dengan akhir
masa berlakunya RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten
yang memberikan gambaran pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten
hingga 20 (dua puluh) tahun mendatang;

53. Kawasan lindung Kabupaten adalah kawasan lindung yang secara


ekologis merupakan satu ekosistem yang terletak pada wilayah
Kabupaten, kawasan lindung yang memberikan pelindungan
terhadap kawasan bawahannya yang terletak di wilayah Kabupaten
dan kawasan-kawasan lindung lain yang menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan pengelolaannya merupakan
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten;

54. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta memelihara kesuburan tanah;
12

55. Kawasan resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan


tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air;

56. Kawasan sekitar danau atau waduk adalah kawasan tertentu


disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai;

57. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan disekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi mata air;

58. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan yang
merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai
tinggi maupun bentukan geologi yang khas;

59. Kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam;

60. Kawasan budi daya Kabupaten adalah kawasan budi daya yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan
sumber daya buatan;

61. Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan yang


diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan;

62. Kesatuan pemangkuan hutan selanjutnya disingkat KPH, adalah


wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya,
yang dapat dikelola secara efisien dan lestari;

63. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan yang diperuntukan


bagi kegiatan pertanian yang meliputi kawasan pertanian lahan basah,
kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian tanaman
tahunan/perkebunan, perikanan dan peternakan;

64. Kawasan peruntukan perkebunan adalah kawasan yang fungsi


utamanya diperuntukkan bagi kegiatan perkebunan dengan tujuan
untuk memanfaatkan potensi lahan yang sesuai untuk kegiatan
perkebunan dalam meningkatkan produksi perkebunan atau
kehutanan, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan;

65. Kawasan peruntukan perikanan adalah kawasan yang difungsikan


untuk kegiatan perikanan dan segala kegiatan penunjangnya dengan
tujuan pengelolaan untuk memanfaatkan potensi lahan untuk
perikanan dalam meningkatkan produksi perikanan, dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan;

66. Kawasan peruntukan pertambangan adalah kawasan yang


diperuntukan bagi kegiatan pertambangan bagi wilayah yang sedang
maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan,
meliputi mineral dan batubara;
13

67. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan


industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri
yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri;

68. Kawasan peruntukan industri adalah kawasan yang diperuntukan


bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah
yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan;

69. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukan


bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu yang berhubungan
dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut;

70. Kawasan peruntukan permukiman adalah kawasan yang


diperuntukan untuk tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan;

71. Kawasan Strategis Provinsi yang selanjutnya disingkat KSP adalah


wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai
pengaruh sangat penting secara regional dalam aspek pertahanan
keamanan negara, ekonomi, sosial budaya, lingkungan, dan/atau
pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi;

72. Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disingkat KSK


adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam aspek ekonomi, sosial
budaya, lingkungan, dan/atau pendayagunaan sumberdaya alam dan
teknologi tinggi;

73. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan


dengan fungsi utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan
keamanan;

74. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan


pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola
ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah) Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan
program penataan/ pengembangan Kabupaten beserta
pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan Kabupaten yang berisi rencana program
utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana dan waktu
pelaksanaan;

75. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah


petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu
pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka
mewujudkan ruang Kabupaten yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
14

76. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten


adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten agar sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten yang
berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah
Kabupaten;

77. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten adalah


ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan
Kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang
disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten;

78. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam


kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

79. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan


oleh pemerintah daerah Kabupaten sesuai kewenangannya yang
harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang
digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan
keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
disusun dan ditetapkan;

80. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan
dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah,
membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang;

81. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa
saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku;

82. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Cirebon yang


selanjutnya disingkat BKPRD Kabupaten Cirebon adalah badan
bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Cirebon dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan
tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah;

83. Satuan Polisi Pamong Praja adalah Perangkat Pemerintah Daerah


dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan
ketertiban umum serta menegakan Peraturan Daerah;

84. Masyarakat adalah perseorangan, kelompok orang termasuk


masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan
non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang;

85. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam


perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
15

BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Pertama
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 2

Penataan ruang Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten sebagai


sentra pertanian, industri dan pariwisata sebagai pendukung PKN
Cirebon yang berkelanjutan.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Paragraf 1
Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan kebijakan dan strategi penataan
ruang wilayah.

(2) Kebijakan Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi :
a. pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan terpadu;
b. pengembangan kawasan industri, agroindustri, serta industri kecil
dan mikro sesuai dengan potensi alam dan sumber daya manusia;
c. pengembangan wisata agro dan wisata religi dengan
memanfaatkan potensi alam serta memperhatikan kelestarian
lingkungan hidup dan budaya;
d. pengembangan pusat pelayanan bersinergis didukung prasarana
wilayah dan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
e. pengembangan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung sesuai
dengan fungsi dan potensi sumberdaya alam;
f. pendistribusian penduduk sesuai dengan pengembangan sistem
perkotaan; dan
g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.

Paragraf 2
Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 4

(1) Pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan terpadu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dengan
strategi meliputi :
a. meningkatkan akses jalan dari sentra industri ke pusat pemasaran;
b. mengembangkan kawasan agropolitan;
16

c. mengembangkan kawasan minapolitan; dan


d. mempertahankan luas pertanian tanaman pangan dan perikanan
sebagai basis perekonomian Kabupaten.

(2) Pengembangan kawasan industri, agroindustri, serta industri kecil


dan mikro sesuai dengan potensi alam dan sumber daya manusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dengan
strategi meliputi :
a. mengoptimalkan sentra industri dan pengembangan kawasan
industri di bagian tengah hingga bagian utara;
b. meningkatkan penataan sentra industri kecil dan mikro serta
industri menengah; dan
c. meningkatkan infrastruktur penunjang kegiatan industri.

(3) Pengembangan wisata agro dan wisata religi dengan memanfaatkan


potensi alam serta memperhatikan kelestraian lingkungan hidup dan
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c
dengan strategi meliputi :
a. mengembangkan kawasan wisata agro, wisata religi, wisata
budaya, wisata bahari, dan wisata alam; dan
b. mengembangkan infrastruktur penunjang kegiatan
pengembangan kawasan wisata.

(4) Pengembangan pusat pelayanan bersinergis didukung prasarana


wilayah dan kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf d dengan strategi meliputi :
a. meningkatkan akses jaringan jalan antar PKL dengan arteri primer,
PPK dengan kolektor primer dan PPL dengan lokal primer;
b. meningkatkan pengawasan terhadap ketinggian bangunan,
Building Coverage Ratio (BCR), Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
dan Koefisien Dasar Bangunan (KDB);
c. mengembangkan prasarana wilayah terinterkoneksi;
d. mengembangkan kawasan budidaya sesuai dengan daya
tampung lingkungan dan penduduk; dan
e. memantapkan keterkaitan fungsional antar PKL, PPK, dan PPL.

(5) Pengembangan dan pelestarian kawasan berfungsi lindung sesuai


dengan fungsi dan potensi sumberdaya alam sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dengan strategi meliputi :
a. mempertahankan kawasan yang berfungsi lindung sesuai dengan
fungsinya;
b. mengembangkan infrastruktur penunjang kawasan berfungsi
lindung; dan
c. melestarikan kawasan lindung yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya.

(6) Pendistribusian penduduk sesuai dengan pengembangan sistem


perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f
dengan strategi meliputi :
17

a. menetapkan distribusi kepadatan penduduk untuk setiap pusat


pelayanan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung
lingkungan; dan
b. meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan sesuai dengan
standar tingkat pelayanan penduduk.

(7) Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan


negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g
dengan strategi meliputi :
a. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan
di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi
pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan Kawasan Lindung dan/atau Kawasan Budidaya
tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai
zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional
dengan budidaya terbangun; dan
c. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan
keamanan.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

(1) Rencana struktur ruang wilayah terdiri atas :


a. rencana sistem pusat kegiatan; dan/atau
b. rencana sistem jaringan prasarana wilayah.

(2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1 :
50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Rencana Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 6

(1) Rencana sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


5 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. sistem perkotaan; dan/atau
b. sistem perdesaan.

(2) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri
atas :
a. PKL dengan lokasi meliputi:
1. Kecamatan Ciledug;
2. Kecamatan Lemahabang;
3. Kecamatan Sumber;
18

4. Kecamatan Palimanan; dan


5. Kecamatan Arjawinangun.
b. PKLp dengan lokasi meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Astanajapura;
3. Kecamatan Weru;
4. Kecamatan Plumbon; dan
5. Kecamatan Kapetakan.
c. PPK dengan lokasi meliputi :
1. Kecamatan Babakan;
2. Kecamatan Karangsembung;
3. Kecamatan Kedawung;
4. Kecamatan Klangenan; dan
5. Kecamatan Gegesik.

(3) Rencana sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b berupa PPL meliputi :
a. Kecamatan Pabedilan;
b. Kecamatan Pabuaran;
c. Kecamatan Waled;
d. Kecamatan Gebang;
e. Kecamatan Pasaleman;
f. Kecamatan Mundu;
g. Kecamatan Pangenan;
h. Kecamatan Sedong;
i. Kecamatan Susukanlebak;
j. Kecamatan Karangwareng;
k. Kecamatan Beber;
l. Kecamatan Greged;
m. Kecamatan Plered;
n. Kecamatan Tengahtani;
o. Kecamatan Talun;
p. Kecamatan Gunungjati;
q. Kecamatan Jamblang;
r. Kecamatan Depok;
s. Kecamatan Dukupuntang;
t. Kecamatan Gempol;
u. Kecamatan Susukan;
v. Kecamatan Kaliwedi;
w. Kecamatan Panguragan;
x. Kecamatan Suranenggala; dan
y. Kecamatan Ciwaringin.

Pasal 7

(1) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a memiliki
peranan meliputi :
a. peranan PKL Ciledug melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Pabedilan;
3. Kecamatan Pabuaran;
4. Kecamatan Waled;
19

5. Kecamatan Babakan;
6. Kecamatan Gebang; dan
7. Kecamatan Pasaleman.
b. peranan PKL Lemahabang melayani beberapa kecamatan
meliputi :
1. Kecamatan Astanajapura;
2. Kecamatan Mundu;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Sedong;
5. Kecamatan Susukanlebak;
6. Kecamatan Karangsembung; dan
7. Kecamatan Karangwareng.
c. peranan PKL Sumber melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Weru;
2. Kecamatan Beber;
3. Kecamatan Greged;
4. Kecamatan Plered;
5. Kecamatan Tengahtani;
6. Kecamatan Talun;
7. Kecamatan Kedawung; dan
8. Kecamatan Gunungjati.
d. peranan PKL Palimanan melayani beberapa kecamatan meliputi :
1. Kecamatan Plumbon;
2. Kecamatan Klangenan;
3. Kecamatan Jamblang;
4. Kecamatan Depok;
5. Kecamatan Dukupuntang; dan
6. Kecamatan Gempol.
e. peranan PKL Arjawinangun melayani beberapa kecamatan
meliputi :
1. Kecamatan Kapetakan;
2. Kecamatan Susukan;
3. Kecamatan Kaliwedi;
4. Kecamatan Gegesik;
5. Kecamatan Panguragan;
6. Kecamatan Suranenggala; dan
7. Kecamatan Ciwaringin.

(2) PKLp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b memiliki
peranan meliputi :
a. peranan Kecamatan Losari sebagai pendukung Kecamatan
Ciledug;
b. peranan Kecamatan Astanajapura sebagai pendukung
Kecamatan Lemahabang;
c. peranan Kecamatan Weru sebagai pendukung Kecamatan
Sumber;
d. peranan Kecamatan Plumbon sebagai pendukung Kecamatan
Palimanan; dan
e. peranan Kecamatan Kapetakan sebagai pendukung Kecamatan
Arjawinangun.
20

(3) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c memiliki
peranan melayani kegiatan skala kecamatan dan beberapa desa
di sekitarnya.

(4) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) memiliki peranan
melayani desa yang berada di sekitarnya.

Pasal 8

Fungsi utama dan fungsi penunjang untuk PKL dan PKLp sebagai
berikut :
a. PKL Ciledug dan PKLp Losari dengan fungsi utama sebagai kawasan
pertanian dan fungsi penunjangnya sebagai kawasan perikanan laut,
perdagangan hasil pertanian, industri, pergudangan, pelabuhan,
pelayanan sosial ekonomi, perumahan, pendidikan tinggi,
perdagangan hasil pertambangan dan fungsi penunjang PKN;
b. PKL Lemahabang dan PKLp Astanajapura dengan fungsi utama
sebagai industri manufaktur dan fungsi penunjangnya sebagai
kawasan industri, pertanian, perikanan laut, perumahan, pelayanan
sosial, pariwisata, pertambangan, perdagangan hasil pertambangan,
pendidikan kejuruan, industri hasil hutan dan fungsi penunjang PKN;
c. PKL Sumber dan PKLp Weru dengan fungsi utama sebagai pusat
pemerintahan Kabupaten, perdagangan dan jasa dan fungsi
penunjangnya sebagai kawasan perumahan, fungsi penunjang PKN,
pendidikan tinggi, pertanian, pariwisata, industri, perikanan budidaya,
pertambangan, dan pelayanan sosial ekonomi;
d. PKL Palimanan dan PKLp Plumbon dengan fungsi utama sebagai
sentra industri dan fungsi penunjangnya sebagai kawasan
perumahan, pariwisata sejarah, agro wisata, industri batu alam,
pertambangan, perdagangan hasil pertambangan, pertanian,
perikanan budidaya, pelayanan sosial, pendidikan kejuruan, dan
fungsi penunjang PKN; dan
e. PKL Arjawinangun dan PKLp Kapetakan dengan fungsi utama
sebagai kawasan pertanian tanaman pangan dan fungsi
penunjangnya adalah perikanan tangkap dan budidaya, perumahan,
agro wisata, industri, pendidikan tinggi, pelayanan sosial, dan fungsi
penunjang PKN.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 9

Rencana sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. rencana sistem jaringan prasarana utama; dan/atau
b. rencana sistem jaringan prasarana lainnya.
21

Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 10

(1) Rencana sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf a berupa sistem jaringan transportasi.

(2) Sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terdiri atas :
a. rencana sistem jaringan transportasi darat;
b. rencana sistem jaringan transportasi perkeretaapian;
c. rencana sistem jaringan transportasi laut; dan
d. rencana sistem jaringan transportasi udara.

Pasal 11

Rencana sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a berupa lalu lintas dan angkutan jalan
terdiri atas :
a. sistem jaringan jalan;
b. sistem jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. sistem jaringan layanan lalu lintas.

Pasal 12

(1) Sistem jaringan jalan dan jembatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 11 huruf a terdiri atas :
a. indikasi jalan;
b. peningkatan jalan baru; dan
c. pengoptimalan jalan.

(2) Indikasi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa
155 (seratus lima puluh lima) ruas jalan yang menjadi kewenangan
Kabupaten.

(3) Peningkatan jalan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi :
a. ruas jalan Warungasem - Kedawung;
b. ruas jalan lingkar Arjawinangun; dan
c. ruas jalan menuju Pelabuhan Pendaratan Ikan Gebang.

(4) Pengoptimalan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


meliputi :
a. jalan Arteri Primer (AP) dan Kolektor Primer 1 (KP1) meliputi :
1. ruas jalan Cirebon - Semarang;
2. ruas jalan Cirebon- Bandung;
3. ruas jalan Palimanan-Jatibarang; dan
4. ruas jalan Cirebon - Indramayu.
b. jalan Kolektor Primer 2 (KP2) meliputi :
1. ruas jalan Cirebon - Kuningan;
2. ruas jalan Sumber - Majalengka;
22

3. ruas Losari - Kuningan;


4. ruas Bunder - Budur;
5. ruas Sumber - Kalitanjung;
6. ruas Arjawinangun - Jagapura;
7. ruas Plered - Sumber; dan
8. ruas Sumber - Mandirancan.
c. pengembangan jalan lokal berupa ruas jalan utama penghubung
antar kecamatan di wilayah Kabupaten;
d. pengembangan jalan bebas hambatan meliputi :
1. ruas Palimanan - Kanci; dan
2. ruas Kanci - Pejagan.
e. rencana pengembangan jalan bebas hambatan sebagaimana
dimaksud pada huruf d melalui pengembangan gerbang tol dan
tempat peristirahatan;
f. pembangunan jalan bebas hambatan berupa jalur Palimanan-
Cikopo sepanjang kurang lebih 8 (delapan) kilometer dari panjang
keseluruhan sepanjang kurang lebih 116 (seratus enam belas)
kilometer meliputi :
1. Kecamatan Palimanan;
2. Kecamatan Gempol; dan
3. Kecamatan Ciwaringin.
g. pembangunan jalan layang di Kecamatan Gebang; dan
h. pembangunan jembatan sebagai penghubung antar kecamatan
di wilayah Kabupaten.

(5) Indikasi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tabel
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 13

(1) Jaringan prasarana lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11 huruf b terdiri atas :
a. rencana terminal penumpang; dan/atau
b. rencana terminal barang.

(2) Rencana terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a meliputi :
a. peningkatan terminal penumpang tipe B dengan lokasi meliputi :
1. Kecamatan Losari; dan
2. Kecamatan Arjawinangun.
b. peningkatan terminal penumpang tipe C dengan lokasi meliputi :
1. Kecamatan Ciledug;
2. Kecamatan Astanajapura; dan
3. Kecamatan Sumber.
c. peningkatan terminal wisata berada di Kecamatan Weru.

(3) Rencana terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b berupa terminal truk berada di Kecamatan Gempol.
23

Pasal 14

(1) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11


huruf c terdiri atas :
a. pengembangan sistem angkutan pedesaan di wilayah belum
terlayani; dan/atau
b. jaringan trayek angkutan perdesaan.

(2) Pengembangan sistem angkutan pedesaan di wilayah belum terlayani


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. Terminal Weru - Perumahan Kaliwulu - Prapatan Siabang -
Tegalsari - Tegalwangi - Bodesari - Karangmulya;
b. Wanakaya - Dawuan - Bunderan Kedawung - Kedungjaya
- Sidapurna - Keduanan Lurah - Purbawinangun - Cidengok;
c. Sidapurna - Keduanan - Lurah - purbawinangun - Cidengok
- Jamlang - Sidapurna;
d. Losari - Mulyasari - Tegalsari;
e. Mundu Situpatok - Banjarwangunan - Perum Pamengkang;
f. Cipeujeuh Wetan - Pande-Beringin Kalimeang - KarangMalang
- Karangsembung;
g. Cipeujeh Wetan Lemahabang - babakan - Japura Kidul - Japura
Lor - Pangarengan;
h. Sindang Laut - Wangkelang;
i. Sindang Laut - Lemahabang - Ender;
j. Cipeujeh - Karangsembung Kubangkarang - Karang Mekar
- Karangmalang - Kalimeang;
k. Karangsembung - Sarajaya - Sigong - Lemahabang - Sindang
Laut -Pesawahan - Susukan - Curug - Karangsembung;
l. Cipeujeh - Wetan - Sindang Laut - KarangAsem - Pasawahan
- Ciawi Japura - Sedong Lor - Sedong Kidul - Widara - Loji Kaum;
m. Cipeujeh Wetan - Cipeujeh Kulon - Belawa - Wangkelang -
Gereged - Cibuluh - Nangela;
n. Cipeujeh - Wetan - Cipeujeh Kulon - Belawa - Wangkelang
- Gemulung Tonggoh;
o. Karangmalang - Karangsuwung - Sumur Kondang - Seuseupan;
p. Putat - Winduhaji - Koreak;
q. Cipejeuh - Mertapada - Kendal - Astana Japura - Japura Kidul
- Astanamukti;
r. Putat - Ciawi Gajah;
s. Ciperna - Mertapada Kulon;
t. Beber - Halimpu - Caiwangi;
u. Beber - Cipinang - Kamarang Lebak;
v. Ciperna - Wanayasa - Greged - Beber;
w. Tegalgubug - Ciwaringin - Galagamba;
x. Geongan - Kedondong - Budur - Babakan; dan
y. Arjawinangun - Sende - Tegalkarang - Winong - Kempek
- Gempol.

(3) Jaringan trayek angkutan perdesaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b meliputi :
a. Plumbon (GKBI) - Soka - Karang Asem Wetan - Pasanggrahan;
24

b. Sendang - Astapada - Gesik - Tengahtani - Kemlaka -


Kedawung - By Pass - Tuk - Mountoya - Sendang;
c. Klangenan - Pengampon - SMAN 1 Lebak - Wangunharja
- Bojong - Pekantingan - Jemaras - Klangenan;
d. Klangenan - Jemaras - Kreyo - Gede - Geyongan;
e. Terminal Weru - Tegalwangi - Kaliwulu - Wotgali - Gamel
- Sarabau - Babadan - Wanakaya;
f. Terminal Weru - Arjawinangun - Gegesik;
g. Terminal Weru - Tegalwangi Bank Jabar Banten - Pasar Bode
- Pasalakan - Watubelah;
h. Terminal Weru - Cangkring - Celancang;
i. Pasar Karang Anyar - Sitiwinangun - Orimalang - Bakung Kidul
- Bakung Lor - Lemahtamba;
j. Pasar Minggu - Kramat;
k. Pasar Minggu - Kedongdong - Kepuh;
l. Pasar Minggu - Kantor Pos - Balerante - Cilukrak - Kepuh
- Kramat;
m. Sumber - Sindangjawa - Jamblang;
n. Sumber - Sendang - Wanasaba - Wanguntara - Gubang;
o. Sumber - Plered (Terminal Weru);
p. Sumber - Pamijahan - Karangmulya - Plumbon;
q. Sumber - Kramat;
r. Sumber - Kenanga - Plumbon;
s. Sumber - Kenanga - Karangwangi - Keduanan - Sidapurna
- Jamblang;
t. Sumber - Cisaat - Mandala - Cikalahang - Pasar Kramat;
u. Sumber - Bode - Karangsari - Marikangen - Karangasem
- Plumbon;
v. Simpang Megu Cilik - Pasar Caplek - Pasar Jamblang;
w. Arjawinangun - Terminal Weru
x. Arjawinangun - Tegalgubug - Kaliwedi - Ujungsemi
y. Arjawinangun - Susukan - Budur - Ciwaringin Via Tegalgubug
z. Arjawinangun - Suranenggala;
aa. Arjawinangun - Jagapura;
bb. Arjawinangun - Geyongan - Gintung - Ciwaringin;
cc. Arjawinangun - Gegesik - Slendra;
dd. Arjawinangun - Budur - Jatianom - Jatipura - Ujung Gebang
- Luwung Kencana;
ee. Selangit - Bulak - Sende - Arjawinangun;
ff. Ciledug - Pasalaman - Tonjong - Singkep;
gg. Ciledug - Pabedilan - Playangan;
hh. Ciledug - Losari;
ii. Ciledug - Dompyong - Gebang Kulon - Kalipasung;
jj. Ciledug - Cigobang;
kk. Ciledug - Ambit - Cibogo - Pasar Babakan;
ll. Cipeujeuh - Lemah.abang - Sigong Can.Japura Kidul
Beringin - Can.Japura Lor - Rawaurip - Bendungan;
mm. Cipeujeuh - Mertapada - Sidomulyo - Munjul - Gemulung Tonggo
- Gemulung Lebak - Lebak Mekar;
nn. Cipeujeuh Wetan Karang Sembung Karang Suwung
- Kubang Karang Karang Malang - Gedongan - Getrak Moyan
- Ender;
25

oo. Cipeujeuh Kulon Sindang Laut - Asem - Pasawahan - Ciawi


Japura - Sedong - Panongan - Putat - Panambangan
Windujayan Winduhaji;
pp. Sindang laut - Putat - Winduhaji;
qq. Sindang Laut - Pangarengan;
rr. Cipeujeuh Karang Suwung Karang Tengah Karang Asem
- Karang Wareng - Blender Sumur Kondang - Seuseupan;
ss. Karang Sembung - Susukan Lebak;
tt. Cipeujeuh-Lemahabang- Tuk- Leuwidinding Picung Pugur-
Wilulang - Susukan Agung - Kaligawe - Karang.Mangu - Nagrak;
uu. Ciperna - Beber - Durajaya - Nanggela Jati Pancur
- Sindang.Kempeng - Greged Sindang Kasih Sindang Hayu
- Wanayasa; dan
vv. Celancang - Bakung - Panguragan.

Pasal 15

(1) Rencana sistem jaringan transportasi perke


(2) retaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b
terdiri atas :
a. rencana pengembangan jaringan rel kereta api; dan/atau
b. rencana pengembangan stasiun kereta api.

(3) Rencana pengembangan jaringan rel kereta api sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. jalur rel kereta api Cirebon - Jakarta melintasi :
1. Kecamatan Susukan;
2. Kecamatan Arjawinangun;
3. Kecamatan Klangenan;
4. Kecamatan Jamblang;
5. Kecamatan Plered; dan
6. Kecamatan Kedawung.
b. jalur kereta api Cirebon - Bandung melintasi :
1. Kecamatan Susukan;
2. Kecamatan Arjawinangun;
3. Kecamatan Klangenan;
4. Kecamatan Jamblang;
5. Kecamatan Plered; dan
6. Kecamatan Kedawung.
c. jalur kereta api Cirebon - Semarang melintasi :
1. Kecamatan Mundu;
2. Kecamatan Astanajapura;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Gebang; dan
5. Kecamatan Losari.
d. jalur kereta api Cirebon - Yogyakarta melintasi :
1. Kecamatan Mundu;
2. Kecamatan Astanajapura;
3. Kecamatan Lemahabang;
4. Kecamatan Karangsembung;
5. Kecamatan Karangwareng;
6. Kecamatan Pabuaran; dan
26

7. Kecamatan Ciledug.
(4) Rencana pengembangan stasiun kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Stasiun Cangkring berada di Kecamatan Plered;
b. Stasiun Bango Dua berada di Kecamatan Klangenan;
c. Stasiun Arjawinangun berada di Kecamatan Arjawinangun;
d. Stasiun Luwung berada di Kecamatan Mundu;
e. Stasiun Sindang Laut berada di Kecamatan Lemahabang;
f. Stasiun Karangsuwung berada di Kecamatan Karangsembung;
g. Stasiun Ciledug berada di Kecamatan Ciledug;
h. Stasiun Waruduwur berada di Kecamatan Mundu;
i. Stasiun Babakan berada di Kecamatan Babakan; dan
j. Stasiun Losari berada di Kecamatan Losari.

Pasal 16

(1) Rencana sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c berupa rencana pengembangan dan
pembangunan pelabuhan laut dan sarana pendukung berada
di Kecamatan Gebang.

(2) Rencana pengembangan dan pembangunan pelabuhan laut dan


sarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
ditetapkan lebih lanjut berdasarkan hasil studi kelayakan dan daya
dukung lahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 17

Rencana sistem transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10 ayat (2) huruf d meliputi :
a. kawasan Bandara Cakrabuana berada di Kecamatan Talun dengan
hirarki bandar udara pengumpul skala tersier;
b. pengembangan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada
huruf a sesuai dengan Rencana Induk Bandara Cakrabuana yang
didalamnya memuat :
1. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr);
2. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP);
3. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan
4. Batas-Batas Kawasan Kebisingan (BKK).
c. ruang udara untuk penerbangan berupa jalur penerbangan dan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) meliputi :
1. Kecamatan Talun;
2. Kecamatan Sumber;
3. Kecamatan Beber;
4. Kecamatan Greged;
5. Kecamatan Mundu;
6. Kecamatan Astanajapura; dan
7. Kecamatan Pangenan.
27

Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 18

Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas :
a. rencana sistem jaringan energi;
b. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
c. rencana sistem jaringan sumber daya air;
d. rencana sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan; dan
e. rencana jalur dan ruang evakuasi bencana.

Pasal 19

(1) Rencana sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 18 huruf a terdiri atas :
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. gardu induk;
c. pembangkit tenaga listrik; dan
d. jaringan transmisi tenaga listrik.

(2) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. Kecamatan Ciwaringin;
b. Kecamatan Gempol;
c. Kecamatan Palimanan;
d. Kecamatan Klangenan;
e. Kecamatan Jamblang;
f. Kecamatan Plumbon;
g. Kecamatan Plered;
h. Kecamatan Weru;
i. Kecamatan Tengahtani;
j. Kecamatan Kedawung;
k. Kecamatan Gunungjati;
l. Kecamatan Suranenggala; dan
m. Kecamatan Kapetakan.

(3) Gardu induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Kecamatan Arjawinangun;
b. Kecamatan Palimanan; dan
c. Kecamatan Babakan.

(4) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


meliputi :
a. pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dikembangkan untuk
meningkatkan pasokan listrik jalur transmisi Sumatera - Jawa -
Bali berada di Kecamatan Astanajapura.
b. pengembangan energi terbarukan berupa panas bumi seluas
kurang lebih 5 (lima) hektar berada di Kecamatan Gempol.
28

(5) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi :
a. penyediaan jaringan energi listrik tersebar di 40 (empat puluh)
kecamatan bagi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan non
rumah tangga;
b. jaringan transmisi listrik meliputi Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET) melintasi :
1. Kecamatan Beber;
2. Kecamatan Sedong;
3. Kecamatan Susukan Lebak
4. Kecamatan Karangsembung;
5. Kecamatan Waled;
6. Kecamatan Babakan; dan
7. Kecamatan Ciledug.
c. jaringan transmisi listrik meliputi Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) melintasi :
1. Kecamatan Mundu;
2. Kecamatan Astanajapura;
3. Kecamatan Babakan;
4. Kecamatan Losari;
5. Kecamatan Ciledug;
6. Kecamatan Talun;
7. Kecamatan Sumber;
8. Kecamatan Weru;
9. Kecamatan Plumbon;
10. Kecamatan Palimanan;
11. Kecamatan Ciwaringin;
12. Kecamatan Susukan;
13. Kecamatan Gegesik;
14. Kecamatan Kedawung;
15. Kecamatan Klangenan;
16. Kecamatan Arjawinangun;
17. Kecamatan Lemahabang;
18. Kecamatan Karangsembung;
19. Kecamatan Gunungjati;
20. Kecamatan Kapetakan; dan
21. Kecamatan Beber.

Pasal 20

(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18 huruf b terdiri atas :
a. jaringan terestrial terdiri atas :
1. jaringan kabel; dan
2. jaringan nirkabel.
b. jaringan satelit.

(2) Jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir 1
meliputi :
a. pembangunan jaringan kabel mengikuti jaringan jalan utama dan
berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan; dan/atau
29

b. pengembangan dan peningkatan jaringan telepon umum pada


PKL, PPK, dan PPL.

(3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir
2 meliputi :
a. pembangunan Base Transceiver Station (BTS) di wilayah
Kabupaten; dan/atau
b. pengaturan BTS terpadu.

(4) Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa
peningkatan penyebaran layanan internet pada daerah tidak
terjangkau.

Pasal 21

(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18 huruf c terdiri atas :
a. jaringan sumber daya air;
b. wilayah aliran sungai, situ, dan embung;
c. jaringan irigasi;
d. jaringan air baku untuk air minum;
e. jaringan air minum ke kelompok pengguna; dan
f. sistem pengendalian banjir.

(2) Jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. jaringan sumber daya air lintas berupa Sungai Cisanggarung
melintasi :
1. Kecamatan Susukan Lebak;
2. Kecamatan Karangwareng;
3. Kecamatan Waled;
4. Kecamatan Pasaleman;
5. Kecamatan Ciledug;
6. Kecamatan Pabedilan; dan
7. Kecamatan Losari.
b. jaringan sumber daya air lintas Kabupaten meliputi :
1. Sungai Kumpul Kuista;
2. Sungai Jamblang;
3. Sungai Ciwaringin;
4. Sungai Condong;
5. Sungai Kalijaga;
6. Sungai Kanci;
7. Sungai Ciberes;
8. Sungai Cipager; dan
9. Sungai Bangkaderes.
c. jaringan sumber daya air dalam wilayah Kabupaten meliputi :
1. Sungai Cisanggarung;
2. Sungai Ciberes;
3. Sungai Bangkaderes;
4. Sungai Situnggak;
5. Sungai Kanci;
6. Sungai Kedungpane;
30

7. Sungai Cipager;
8. Sungai Jamblang;
9. Sungai Winong;
10. Sungai Ciwaringin;
11. Sungai Kumpulkwista;
12. Sungai Pamengkang;
13. Sungai Kalijaga;
14. Sungai Suba;
15. Sungai Cimanis;
16. Sungai Ransem;
17. Sungai Klampis;
18. Sungai Tuba;
19. Sungai Perot;
20. Sungai Kesem;
21. Sungai Belo;
22. Sungai Bulu;
23. Sungai Betik;
24. Sungai Anyer;
25. Sungai Ciberu;
26. Sungai Bledeg;
27. Sungai Gandu;
28. Sungai Tersana;
29. Sungai Gabus;
30. Sungai Balong;
31. Sungai Plawat;
32. Sungai Menur;
33. Sungai Padek;
34. Sungai Maskumambang;
35. Sungai Bunut;
36. Sungai Cipanundan;
37. Sungai Kutauwa;
38. Sungai Rawaurip;
39. Sungai Singaraja;
40. Sungai Paluh;
41. Sungai Nur;
42. Sungai Kemis;
43. Sungai Citemu;
44. Sungai Silopanganten;
45. Sungai Mundu;
46. Sungai Condong;
47. Sungai Pasepatan;
48. Sungai Muara;
49. Sungai Surantaka;
50. Sungai Kubayan;
51. Sungai Panguragan;
52. Sungai Singgranala;
53. Sungai Tumaritis; dan
54. Sungai Terwu.
d. melakukan koordinasi dalam pengembangan jaringan sumber
daya air lintas Kabupaten dan kota.
31

(3) Wilayah aliran sungai, situ, dan embung sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung dengan DAS meliputi :
1. DAS Cisanggarung;
2. DAS Ciberes;
3. DAS Bangkaderes;
4. DAS Situnggak;
5. DAS Kanci;
6. DAS Kedungpane;
7. DAS Cipager;
8. DAS Jamblang;
9. DAS Winong;
10. DAS Ciwaringin;
11. DAS Kumpulkwista;
12. DAS Pamengkang;
13. DAS Kalijaga;
14. DAS Suba; dan
15. DAS Cimanis.
b. pengembangan situ dan embung dalam rangka konservasi dan
pendayagunaan sumberdaya air;
c. pelestarian bentuk dan fungsi sungai dengan pengawasan ruang
sempadan secara ketat;
d. pembangunan embung meliputi :
1. Sungai Kumpul Kuista;
2. Sungai Jamblang Ciwaringin;
3. Sungai Condong;
4. Sungai Kalijaga;
5. Sungai Kanci;
6. Sungai Ciberes; dan
7. Sungai Bangkaderes.
e. pelestarian dan pemanfaatan situ untuk irigasi dan pariwisata
meliputi :
1. Situ Patok berada di Kecamatan Mundu; dan
2. Situ Sedong berada di Kecamatan Sedong.

(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


meliputi :
a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah meliputi :
1. DI Rentang seluas kurang lebih 20.632 (dua puluh ribu enam
ratus tiga puluh dua) hektar;
2. DI Ciwaringan seluas kurang lebih 1.103 (seribu seratus tiga)
hektar;
3. DI Seuseupan seluas kurang lebih 3.865 (tiga ribu delapan
ratus enam puluh lima) hektar; dan
4. DI Cikeusik seluas kurang lebih 6.903 (enam ribu sembilan
ratus tiga) hektar.
b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Pemerintah meliputi :
1. DI Walahar seluas kurang lebih 1.292 (seribu dua ratus
sembilan puluh dua) hektar;
2. DI Jamblang seluas kurang lebih 2.164 (dua ribu seratus enam
puluh empat) hektar;
32

3. DI Cipager seluas kurang lebih 1.056 (seribu lima puluh enam)


hektar;
4. DI Setupatok seluas kurang lebih 1.408 (seribu empat ratus
delapan) hektar;
5. DI Paniis Lebak seluas kurang lebih 332 (tiga ratus tiga puluh
dua) hektar;
6. DI Cibacang seluas kurang lebih 259 (dua ratus lima puluh
sembilan) hektar;
7. DI Cipurut seluas kurang lebih 134 (seratus tiga puluh empat)
hektar;
8. DI Jawa seluas kurang lebih 111 (seratus sebelas) hektar;
9. DI Mungkal Gajah seluas kurang lebih 27 (dua puluh tujuh)
hektar;
10. DI Katiga seluas kurang lebih 662 (enam ratus enam puluh
dua) hektar; dan
11. DI Ambit seluas kurang lebih1.543 (seribu lima ratus empat
puluh tiga) hektar.
c. Daerah Irigasi (DI) kewenangan Kabupaten meliputi :
1. DI Jatisawit seluas kurang lebih 690 (enam ratus sembilan
puluh) hektar;
2. DI Soka seluas kurang lebih 282 (dua ratus delapan puluh dua)
hektar;
3. DI Rajadana seluas kurang lebih 170 (seratus tujuh puluh)
hektar;
4. DI Ciparigi seluas kurang lebih 467 (empat ratus enam puluh
tujuh) hektar;
5. DI Keputon seluas kurang lebih 446 (empat ratus empat puluh
enam) hektar;
6. DI W. Sedong seluas kurang lebih 168 (seratus enam puluh
delapan) hektar;
7. DI Ciwado seluas kurang lebih 833 (delapan ratus tiga pulu
tiga) hektar;
8. DI Agung seluas kurang lebih 711 (tujuh ratus sebelas) hektar;
9. DI Kecepet seluas kurang lebih 477 (empat ratus tujuh puluh
tujuh) hektar;
10. DI Panongan seluas kurang lebih 952 (sembilan ratus lima
puluh dua) hektar; dan
11. DI Cangkuang seluas kurang lebih 806 (delapan ratus enam)
hektar.
d. normalisasi jaringan irigasi secara rutin dan berkala untuk
mencegah pendangkalan;
e. rehabilitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; dan
f. pemberdayaan manajemen Perkumpulan Petani Pemakai Air
(P3A) dan Gabungan P3A pada semua DI dalam pengelolaan
sarana dan prasarana pengairan.

(5) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d meliputi :
a. pembangunan dan pengembangan sumber air baku untuk
dimanfaatkan kecamatan di bagian utara meliputi :
1. Sungai Kumpul Kwista;
2. Sungai Jamblang; dan
33

3. Sungai Ciwaringin.
b. pembangunan dan pengembangan sumber air baku untuk
dimanfaatkan kecamatan di bagian timur meliputi :
1. Sungai Cisanggarung;
2. Sungai Condong;
3. Sungai Kalijaga;
4. Sungai Kanci;
5. Sungai Ciberes; dan
6. Sungai Bangkaderes.
c. pelestarian 44 (empat puluh empat) sumber mata air meliputi :
1. Mata air Citangkurak berada di Desa Cipanas Kecamatan
Dukupuntang;
2. Mata air Cidahu berada di Desa Cipanas Kecamatan
Dukupuntang;
3. Mata air Cibuyut berada di Desa Cipanas Kecamatan
Dukupuntang;
4. Mata air Cilingga berada di Desa Cangkoak Kecamatan
Dukupuntang;
5. Mata air Pancuran Daris berada di Desa Balerante Kecamatan
Palimanan;
6. Mata air Cimara berada di Desa Sindang Kempeng Kecamatan
Beber;
7. Mata air Balonggede berada di Desa Cipinang Kecamatan
Beber;
8. Mata air Ciwaru berada di Desa Beber Kecamatan Beber;
9. Mata air Bakam berada di Desa Greged Kecamatan Greged;
10. Mata air Umbar berada di Desa Nanggela Kecamatan Greged;
11. Mata air Cilengceng berada di Desa Nanggela Kecamatan
Greged;
12. Mata air Mandiangin berada di Desa Durajaya Kecamatan
Greged;
13. Mata air Cikarang berada di Desa Gumulunglebak Kecamatan
Greged;
14. Mata air Pakuwon berada di Desa Gumulung Kecamatan
Greged;
15. Mata air Pagadungan berada di Desa Lebak Mekar Kecamatan
Greged;
16. Mata air Cikubang Daris berada di Desa Belawa Kecamatan
Lemahabang;
17. Mata air Cidahu berada di Desa Belawa Kecamatan
Lemahabang;
18. Mata air Ciloa berada di Desa Belawa Kecamatan
Lemahabang;
19. Mata air Kegambulan berada di Desa Belawa Kecamatan
Lemahabang;
20. Mata air Cikondang berada di Desa Wangkelang Kecamatan
Lemahabang;
21. Mata air Ciseureuh berada di Desa Wangkelang Kecamatan
Lemahabang;
22. Mata air Pesantren berada di Desa Pasawahan Kecamatan
Lemahabang;
34

23. Mata air Cibinung berada di Desa Pasawahan Kecamatan


Lemahabang;
24. Mata air Sumurgandung berada di Desa Pasawahan
Kecamatan Lemahabang;
25. Mata air Sindang Pancuran berada di Desa Sindanglaut
Kecamatan Lemahabang;
26. Mata air Pamuruyan berada di Desa Sindanglaut Kecamatan
Lemahabang;
27. Mata air Cibanbansari berada di Desa Cipeujeuh Kecamatan
Lemahabang;
28. Mata air Karacak berada di Desa Cipeujeuh Kulon Kecamatan
Lemahabang;
29. Mata air Cibuyut berada di Desa Cipeujeuh Kulon Kecamatan
Lemahabang;
30. Mata air Ciwado berada di Desa Panongan Kecamatan
Sedong;
31. Mata air Pesantren berada di Desa Munjul Kecamatan
Astanajapura;
32. Mata air Gunung Tukung berada di Desa Waled Asem
Kecamatan Waled;
33. Mata air Cudus Gintung berada di Desa Waled Asem
Kecamatan Waled;
34. Mata air Gunung Cibelut berada di Desa Ciuyah Kecamatan
Waled;
35. Mata air Balong berada di Desa Ciuyah Kecamatan Waled;
36. Mata air Bulak Canggah berada di Desa Ciuyah Kecamatan
Waled;
37. Mata air Tambu Racak berada di Desa Cigobang Kecamatan
Pasaleman;
38. Mata air Cikondang berada di Desa Cigobang Wangi
Kecamatan Pasaleman;
39. Mata air Kondangsari berada di Desa Sumur Kondang
Kecamatan Karangsembung;
40. Mata air Krandon berada di Desa Krandon KecamatanTalun;
41. Mata air Sumur Waluh berada di Desa Kemantren Kecamatan
Talun;
42. Mata air Ciseureuh berada di Desa Cisaat Kecamatan Sumber;
43. Mata air Seureuh Beureun berada di Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber; dan
44. Mata air Sipedang berada di Desa Sidawangi Kecamatan
Sumber.
d. pemanfatan air tanah dangkal dan artesis secara terkendali; dan
e. pemanfaatan air sungai, rawa, dan embung secara proporsional.

(6) Jaringan air minum ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung dengan DAS meliputi :
1. DAS Cisanggarung;
2. DAS Ciberes;
3. DAS Bangkaderes;
4. DAS Situnggak;
5. DAS Kanci;
35

6. DAS Kedungpane;
7. DAS Cipager;
8. DAS Jamblang;
9. DAS Winong;
10. DAS Ciwaringin;
11. DAS Kumpulkwista;
12. DAS Pamengkang;
13. DAS Kalijaga;
14. DAS Suba; dan
15. DAS Cimanis.
b. DAS Cisanggarung sebagai sumber air bersih perkotaan dan
perdesaan meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Gebang;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Astanajapura; dan
5. Kecamatan Mundu.
c. pengelolaan sistem air minum oleh Masyarakat melalui
pembentukan Himpunan Pemakai Air Minum di perdesaan; dan
d. peningkatan pelayanan air minum dengan menggunakan sistem
jaringan perpipaan dan pengembangan sistem baru pada
kawasan perkotaan yang belum terlayani jaringan air bersih.

(7) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf f meliputi :
a. Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung dengan DAS meliputi :
1. DAS Cisanggarung;
2. DAS Ciberes;
3. DAS Bangkaderes;
4. DAS Situnggak;
5. DAS Kanci;
6. DAS Kedungpane;
7. DAS Cipager;
8. DAS Jamblang;
9. DAS Winong;
10. DAS Ciwaringin;
11. DAS Kumpulkwista;
12. DAS Pamengkang;
13. DAS Kalijaga;
14. DAS Suba; dan
15. DAS Cimanis.
b. pemanfaatan DAS Cimanuk sebagai saluran pembuang akhir
pengendali banjir meliputi :
1. Kecamatan Gegesik;
2. Kecamatan Panguragan;
3. Kecamatan Suranenggala;
4. Kecamatan Kapetakan; dan
5. Kecamatan Gunungjati.
c. pemanfaatan Sungai Cisanggarung, Sungai Condong, Sungai
Kalijaga, Sungai Kanci, Sungai Ciberes, dan Sungai Cimanis
sebagai saluran pembuang akhir pengendali banjir untuk
penanganan banjir meliputi :
36

1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Gebang; dan
3. Kecamatan Pangenan
d. pengembangan prasarana pengendali daya rusak air;
e. penyusunan rencana induk sistem drainase wilayah dan rencana
penanganan kawasan rawan banjir di pantai utara Kabupaten; dan
f. pembuatan sumur resapan di wilayah Kabupaten.

Pasal 22

Rencana sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d terdiri atas :
a. rencana sistem jaringan persampahan;
b. rencana sistem pelayanan air minum;
c. rencana sistem pengelolaan air limbah domestik;
d. rencana sistem pengelolaan air limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3); dan
e. rencana sistem drainase.
Pasal 23
Rencana sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf a meliputi :
a. penyusunan rencana induk pengelolaan persampahan Kabupaten;
b. pengembangan teknologi komposing sampah organik pada kawasan
permukiman perdesaan dan perkotaan;
c. pengembangan Tempat Penampungan Sementara (TPS) diletakan
pada pusat kegiatan masyarakat meliputi pasar, permukiman,
perkantoran, dan fasilitas sosial berada di setiap kecamatan;
d. peningkatan pemanfaatan Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan
Akhir Sampah (TPPAS) yang ada dengan sistem pengelolaan
sampah sanitary landfill meliputi :
1. TTPAS Gunung Santri berada di Desa Kepuh Kecamatan
Palimanan seluas kurang lebih 4 (empat) hektar;
2. TTPAS Ciawi Japura berada di Desa Ciawi Japura Kecamatan
Susukan Lebak seluas kurang lebih 2 (dua) hektar; dan
3. TTPAS Ciledug berada di Desa Ciledug Wetan Kecamatan
Ciledug seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
e. pembangunan TPPAS dengan sistem pengelolaan sampah sanitary
landfill berada di Desa Cikeusal Kecamatan Gempol seluas kurang
lebih 7 (tujuh) hektar; dan
f. persiapan pembangunan Tempat pengelolaan dan Pemrosesan Akhir
Sampah (TPPAS) Regional di Kabupaten.

Pasal 24

Rencana sistem pelayanan air minum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 22 huruf b meliputi :
a. pelayanan sambungan langsung ke permukiman, fasilitas sosial, dan
fasilitas umum;
b. pelayanan kran umum pelayanan kepada kelompok pelanggan
dan/atau konsumen yang tidak dapat dilayani sambungan rumah;
37

c. pengembangan sistem pelayanan air minum yang sudah ada maupun


pengembangan baru; dan
d. penyusunan sistem pelayanan air minum sederhana yang bisa
dikelola sendiri oleh masyarakat di lokasi yang belum terjangkau
pelayanan air minum.
Pasal 25
Rencana sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 huruf c meliputi :
a. pemenuhan prasarana jamban keluarga untuk setiap rumah pada
kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan;
b. pengembangan jamban komunal pada kawasan permukiman padat
masyarakat berpenghasilan rendah dan area fasilitas umum;
c. pengembangan prasarana terpadu Instalasi Pengolahan Limbah
Terpadu (IPLT) terintegrasi dengan TPPAS sampah Gunungsantri
Kecamatan Palimanan; dan
d. pembangunan sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)
meliputi:
1. IPAL industri batu alam berada di Kecamatan Dukupuntang; dan
2. IPAL industri batik berada di kawasan Plered.
Pasal 26
Rencana sistem pengelolaan air limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d meliputi :
a. pengembangan prasarana limbah industri meliputi :
1. kawasan industri berada di koridor Mundu - Losari; dan
2. kawasan industri Plumbon.
b. pengembangan prasarana limbah medis meliputi :
1. Kecamatan Arjawinangun;
2. Kecamatan Ciwaringin;
3. Kecamatan Waled;
4. Kecamatan Gebang;
5. Kecamatan Sumber;
6. Kecamatan Plumbon;
7. Kecamatan Kedawung;
8. Kecamatan Gunungjati; dan
9. Kecamatan Astanajapura.
c. pengembangan prasarana limbah B3 terpadu meliputi :
1. Kecamatan Pangenan;
2. Kecamatan Weru;
3. Kecamatan Plered; dan
4. Kecamatan Kapetakan.
Pasal 27
Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf
e meliputi :
a. pengembangan sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan
dan perdesaan yang rentan banjir;
b. penyusunan rencana induk sistem drainase Wilayah Kabupaten;
c. rencana penanganan sistem drainase pada Kawasan Permukiman;
d. pembuatan saluran drainase sekunder tersendiri pada setiap
kawasan fungsional;
38

e. perbaikan dan normalisasi pada saluran drainase yang sudah ada;


dan
f. koordinasi pengelolaan saluran drainase khususnya pada saluran
drainase permanen berada di Kawasan Perkotaan.

Pasal 28

(1) Rencana jalur evakuasi dan ruang evakuasi bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 18 huruf e meliputi :
a. titik atau pos evakuasi skala lingkungan di kawasan perumahan
dapat memanfaatkan taman lingkungan, lapangan olahraga, atau
ruang terbuka publik;
b. penetapan jalur evakuasi apabila terjadi bencana alam dengan
mengoptimalkan jaringan jalan yang ada; dan
c. ruang evakuasi skala kota dapat memanfaatkan ruang terbuka
publik yang cukup besar meliputi alun-alun kota, lapangan
olahraga, halaman, dan/atau gedung pelayanan umum.

(2) Jalur evakuasi bencana meliputi :


a. jalur evakuasi bencana alam tanah longsor meliputi :
1. Kecamatan Dukupuntang;
2. Kecamatan Sumber;
3. Kecamatan Gempol; dan
4. Kecamatan Sedong.
b. jalur evakuasi bencana alam gelombang pasang dan abrasi
meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Gebang;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Astanajapura;
5. Kecamatan Mundu;
6. Kecamatan Gunungjati;
7. Kecamatan Suranenggala; dan
8. Kecamatan Kapetakan.
c. jalur evakuasi bencana alam banjir meliputi :
1. Kecamatan Kapetakan;
2. Kecamatan Gunungjati;
3. Kecamatan Gegesik;
4. Kecamatan Dukupuntang;
5. Kecamatan Mundu;
6. Kecamatan Losari;
7. Kecamatan Babakan;
8. Kecamatan Pabedilan; dan
9. Kecamatan Waled.
d. jalur evakuasi bencana alam angin ribut meliputi :
1. Kecamatan Susukan;
2. Kecamatan Losari; dan
3. Kecamatan Gebang.
e. jalur evakuasi letusan Gunung Api Ciremai meliputi :
1. Kecamatan Pasaleman;
2. Kecamatan Waled;
3. Kecamatan Karangwareng;
39

4. Kecamatan Sedong;
5. Kecamatan Greged;
6. Kecamatan Beber;
7. Kecamatan Talun;
8. Kecamatan Sumber; dan
9. Kecamatan Dukupuntang.

BAB IV
RENCANA POLA RUANG

Bagian Pertama
Umum

Pasal 29

(1) Rencana pola ruang wilayah meliputi :


a. rencana pola ruang kawasan lindung; dan/atau
b. rencana pola ruang kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian minimal 1 : 50.000
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung

Pasal 30

(1) Rencana pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 29 ayat (1) huruf a meliputi :
a. menetapkan kawasan lindung Kabupaten sebesar 5 % dari luas
seluruh wilayah Kabupaten yang merupakan kawasan lindung;
b. mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang
berfungsi hidroorologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya
air; dan
c. mengendalikan pemanfaatan ruang kawasan lindung yang berada
di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

(2) Rencana pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) terdiri atas :
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam dan pelestarian alam;
d. kawasan rawan bencana alam;
e. kawasan lindung geologi; dan
f. kawasan lindung lainnya.

(3) Rencana pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) berupa tabel sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
40

Paragraf 1
Kawasan yang Memberikan Perlindungan terhadap
Kawasan Bawahannya

Pasal 31

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a
berupa kawasan resapan air.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seluas
kurang lebih 84 (delapan puluh empat) hektar meliputi :
a. Kecamatan Pasaleman berada di Desa Tonjong seluas kurang
lebih 4 (empat) hektar;
b. Kecamatan Waled meliputi:
1. Desa Ciuyah seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Ambit seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
c. Kecamatan Karangwareng meliputi :
1. Desa Seuseupan seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Sumur Kondang seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
d. Kecamatan Sedong meliputi :
1. Desa Windujaya seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Sedong Lor seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
e. Kecamatan Talun berada di Desa Sarwadadi seluas kurang lebih
4 (empat) hektar;
f. Kecamatan Sumber meliputi :
1. Desa Matangaji seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa SIdawangi seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
g. Kecamatan Beber meliputi :
1. Desa Halimpu seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Wanayasa seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
h. Kecamatan Greged meliputi :
1. Desa Kamarang seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Kamarang Lebak seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
i. Kecamatan Dukupuntang meliputi :
1. Desa Kedongdong seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Cipanas seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
j. Kecamatan Susukan Lebak meliputi :
1. Desa Karangmangu seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Kaligawe Wetan seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
k. Kecamatan Mundu berada di Desa Sinarancang seluas kurang
lebih 4 (empat) hektar;
l. Kecamatan Gempol meliputi :
1. Desa Cupang seluas kurang lebih 4 (empat) hektar; dan
2. Desa Walahar seluas kurang lebih 4 (empat) hektar.
41

Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat

Pasal 32

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 ayat (2) huruf b meliputi :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar situ;
d. kawasan sekitar mata air;
e. kawasan karifan lokal; dan
f. kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. sempadan pantai seluas kurang lebih 540 (lima ratus empat puluh)
hektar yang merupakan kawasan non hutan meliputi:
1. Kecamatan Kapetakan meliputi :
1.1 Desa Bungko Lor seluas kurang lebih 15 (lima belas)
hektar; dan
1.2 Desa Bungko seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar.
2. Kecamatan Suranenggala meliputi :
2.1 Desa Muara seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar;
2.2 Desa Karangreja seluas kurang lebih 15 (lima belas)
hektar;
2.3 Desa Suranenggala Lor seluas kurang lebih 15 (lima belas)
hektar; dan
2.4 Desa Suranenggala Kidul seluas kurang lebih 15 (lima
belas) hektar.
3. Kecamatan Gunungjati meliputi :
3.1 Desa Mertasinga seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
3.2 Desa Kalisapu seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
3.3 Desa Jatimerta seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
3.4 Desa Klayan seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
3.5 Desa Jadimulya seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
3.6 Desa Pasindangan seluas kurang lebih 10 (sepuluh)
hektar; dan
3.7 Desa Adhidarma seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar.
4. Kecamatan Mundu meliputi :
4.1 Desa Mundu Pesisir seluas kurang lebih 10 (sepuluh)
hektar;
4.2 Desa Citemu seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar; dan
4.3 Desa Waruduwur seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar.
5. Kecamatan Astanajapura meliputi :
5.1 Desa Kanci seluas kurang lebih 5 (lima) hektar;
5.2 Desa Kanci Kulon seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar;
dan
5.3 Desa Mertapada Wetan seluas kurang lebih 10 (sepuluh)
hektar.
6. Kecamatan Pangenan meliputi :
6.1 Desa Pangarengan seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar;
42

6.2 Desa Rawaurip seluas kurang lebih 40 (empat puluh)


hektar;
6.3 Desa Bendungan seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar; dan
6.4 Desa Pangenan seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar.
7. Kecamatan Gebang meliputi :
7.1 Desa Gebang Kulon seluas kurang lebih 5 (lima) hektar;
7.2 Desa Gebang Ilir seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
7.3 Desa Kalipasung seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
7.4 Desa Pelayangan seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar; dan
7.5 Desa Melakasari seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar.
8. Kecamatan Losari meliputi :
8.1 Desa Ambulu seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
8.2 Desa Tawangsari seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
8.3 Desa Kalisari seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
dan
8.4 Desa Kalirahayu seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar.
b. sempadan pantai ditetapkan dengan ketentuan minimal lebar 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
proporsional sesuai bentuk dan kondisi fisik.

(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


meliputi :
a. sempadan sungai seluas kurang lebih 1.200 (seribu dua ratus)
hektar di sepanjang kanan dan kiri sungai meliputi :
1. Kecamatan Ciledug seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar;
2. Kecamatan Losari seluas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar;
3. Kecamatan Pabedilan seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar;
4. Kecamatan Pabuaran seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
5. Kecamatan Waled seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;
6. Kecamatan Babakan seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar;
7. Kecamatan Gebang seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar;
8. Kecamatan Pasaleman seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar;
9. Kecamatan Lemahabang seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
10. Kecamatan Astanajapura seluas kurang lebih 25 (dua puluh
lima) hektar;
11. Kecamatan Mundu seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
12. Kecamatan Pangenan seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
43

13. Kecamatan Sedong seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;


14. Kecamatan Susukan Lebak seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
15. Kecamatan Karangsembung seluas kurang lebih 20 (dua
puluh) hektar;
16. Kecamatan Karangwareng seluas kurang lebih 30 (tiga puluh)
hektar;
17. Kecamatan Sumber seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
18. Kecamatan Weru seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
19. Kecamatan Beber seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
20. Kecamatan Greged seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
21. Kecamatan Plered seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
22. Kecamatan Tengahtani seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
23. Kecamatan Talun seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
24. Kecamatan Kedawung seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
25. Kecamatan Gunungjati seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar;
26. Kecamatan Palimanan seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
27. Kecamatan Plumbon seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
28. Kecamatan Klangenan seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
29. Kecamatan Jamblang seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
30. Kecamatan Gempol seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
31. Kecamatan Depok seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar;
32. Kecamatan Dukupuntang seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
33. Kecamatan Arjawinangun seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar;
34. Kecamatan Kapetakan seluas kurang lebih 30 (tiga puluh)
hektar;
35. Kecamatan Susukan seluas kurang lebih 40 (empat puluh)
hektar;
36. Kecamatan Kaliwedi seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar;
37. Kecamatan Gegesik seluas kurang lebih 60 (enam puluh)
hektar;
38. Kecamatan Panguragan seluas kurang lebih 35 (tiga puluh
lima) hektar;
39. Kecamatan Suranenggala seluas kurang lebih 30 (tiga puluh)
hektar; dan
40. Kecamatan Ciwaringin seluas kurang lebih 20 (dua puluh)
hektar.
b. sempadan sungai ditetapkan dengan ketentuan :
1. garis sempadan sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter dari tepi
kiri-kanan tanggul pada sungai bertanggul di kawasan
perkotaan;
44

2. sekurang-kurangnya 5 (lima) meter dari tepi kiri-kanan tanggul


pada sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan;
3. sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri-kanan
sungai tidak bertanggul dengan kedalaman kurang dari 3 (tiga)
meter di kawasan perkotaan;
4. sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter dari tepi kiri-kanan
sungai tidak bertanggul dengan kedalaman 3 (tiga) sampai
dengan 20 (dua puluh) meter di kawasan perkotaan;
5. sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri-kanan
sungai tidak bertanggul dengan kedalaman lebih dari 20 (dua
puluh) meter di kawasan perkotaan; dan
6. sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari tepi kiri-kanan
sungai besar tidak bertanggul dan 50 (lima puluh) meter dari
tepi kiri-kanan sungai kecil tidak bertanggul yang di luar
kawasan perkotaan.

(4) Kawasan sekitar situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi :
a. kawasan sekitar situ meliputi :
1. Situ Sedong seluas kurang lebih 150 (seratus lima puluh)
hektar berada di Kecamatan Sedong; dan/atau
2. Situ Patok seluas kurang lebih 250 (dua ratus lima puluh)
hektar berada di Kecamatan Mundu.
b. kawasan sektiar situ ditetapkan dengan ketentuan sempadan 50
(lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik
pasang ke arah darat.

(5) Kawasan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi :
a. kawasan mata air seluas kurang lebih 240 (dua ratus empat
puluh) hektar meliputi :
1. Kecamatan Dukupuntang meliputi :
1.1 Desa Cipanas seluas kurang lebih 32 (tiga puluh dua)
hektar;
1.2 Desa Girinata seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar;
dan
1.3 Desa Cisaat seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar.
2. Kecamatan Palimanan berada di Desa Balerante seluas
kurang lebih 16 (enam belas) hektar.
3. Kecamatan Greged berada di Desa Greged seluas kurang
lebih 16 (enam belas) hektar.
4. Kecamatan Beber meliputi :
4.1 Desa Sindangkempeng seluas kurang lebih 16 (enam
belas) hektar;
4.2 Desa Cipinang seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar;
dan
4.3 Desa Beber seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar.
5. Kecamatan Sedong berada di Desa Panongan seluas kurang
lebih 16 (enam belas) hektar.
6. Kecamatan Lemahabang berada di Desa Belawa seluas
kurang lebih 16 (enam belas) hektar.
45

7. Kecamatan Waled berada di Desa Waled Asem seluas kurang


lebih 16 (enam belas) hektar.
8. Kecamatan Karangsembung berada di Desa Kondangsari
seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar.
9. Kecamatan Talun berada di Desa Krandon seluas kurang
lebih 16 (enam belas) hektar.
10. Kecamatan Sumber berada di Desa Sidawangi seluas kurang
lebih 16 (enam belas) hektar.
b. kawasan mata air ditetapkan dengan ketentuan :
1. daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk
mempertahankan fungsi mata air; dan
2. wilayah dengan jarak paling sedikit radius 200 (dua ratus)
meter dari mata air.

(6) Kawasan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan seluas kurang
lebih 412 (empat ratus dua belas) hektar meliputi situs sebanyak 161
(seratus enam puluh satu) buah yang tersebar di wilayah Kabupaten.

(7) Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) perkotaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf f seluas kurang lebih 2.000 (dua ribu)
hektar berlokasi di pusat-pusat kegiatan terdiri atas :
a. RTH privat 10 % (sepuluh perseratus) terdiri atas :
1. pekarangan rumah tinggal;
2. halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha;
3. taman; dan
4. lapangan olahraga.
b. RTH publik 20 % (dua perseratus) terdiri atas :
1. RTH taman dan hutan kota terdiri atas:
1.1 taman RT, taman RW, taman kelurahan dan taman
kecamatan;
1.2 taman kota;
1.3 hutan kota; dan
1.4 sabuk hijau (green belt)
2. RTH jalur hijau jalan terdiri atas :
2.1 pulau jalan dan median jalan;
2.2 jalur pejalan kaki; dan
2.3 ruang di bawah jalan layang.
3. RTH fungsi tertentu terdiri atas :
3.1 RTH sempadan rel kereta api;
3.2 jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi;
3.3 RTH sempadan sungai;
3.4 RTH sempadan pantai;
3.5 RTH pengamanan sumber air baku/mata air;
3.6 lapangan olahraga; dan
3.7 pemakaman.
c. ketentuan lebih lanjut mengenai RTH diatur dengan peraturan
Bupati.
46

Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam

Pasal 33

Kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c berupa Taman Nasional Gunung Ciremai
(TNGC) seluas kurang lebih 16 (enam belas) hektar berada di Desa
Cikalahang Kecamatan Dukupuntang.

Paragraf 4
Kawasan Rawan Bencana Alam

Pasal 34

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal


30 ayat (2) huruf d meliputi :
a. kawasan rawan tanah longsor;
b. kawasan rawan gelombang pasang;
c. kawasan rawan banjir; dan
d. kawasan rawan angin ribut.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 4.635 (empat ribu enam ratus tiga puluh
lima) hektar meliputi :
a. Desa Cisaat Kecamatan Dukupuntang;
b. Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang;
c. Desa Girinata Kecamatan Dukupuntang;
d. Desa Bobos Kecamatan Dukupuntang;
e. Desa Kedongdong Kidul Kecamatan Dukupuntang;
f. Desa Sidawangi Kecamatan Sumber;
g. Desa Cupang Kecamatan Gempol; dan
h. Desa Karangwuni Kecamatan Sedong.

(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 24.209 (dua puluh empat ribu dua
ratus sembilan) hektar meliputi :
a. Kecamatan Kapetakan;
b. Kecamatan Suranenggala;
c. Kecamatan Gunungjati;
d. Kecamatan Mundu;
e. Kecamatan Astanajapura;
f. Kecamatan Pangenan;
g. Kecamatan Gebang; dan
h. Kecamatan Losari.

(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
seluas kurang lebih 4.412 (empat ribu empat ratus dua belas) hektar
meliputi :
a. Desa Karangkendal Kecamatan Kapetakan;
b. Desa Grogol Kecamatan Kapetakan;
c. Desa Wanakaya Kecamatan Gunungjati;
47

d. Desa Mertasinga Kecamatan Gunungjati;


e. Desa Tawangsari Kecamatan Losari;
f. Desa Ambulu Kecamatan Losari;
g. Desa Jagapura Kulon Kecamatan Gegesik;
h. Desa Jagapura Kidul Kecamatan Gegesik;
i. Desa Cangkuang Kecamatan Babakan;
j. Desa Babakan Kecamatan Pabedilan;
k. Desa Losari Lor Kecamatan Pabedilan;
l. Desa Ciuyah Kecamatan Waled;
m. Desa Ambit Kecamatan Waled;
n. Desa Gunungsari Kecamatan Waled;
o. Desa Mekarsari Kecamatan Waled;
p. Desa Mundu Mesigit Kecamatan Mundu;
q. Desa Bayalangu Kecamatan Gegesik;
r. Desa Girinata Kecamatan Dukupuntang;
s. Desa Kedongdong Kecamatan Dukupuntang; dan
t. Desa Cipanas Kecamatan Dukupuntang.

(5) Kawasan rawan angin ribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d seluas kurang lebih 2.001 (dua ribu satu) hektar meliputi :
a. Desa Panggangsari Kecamatan Losari;
b. Desa Melakasari Kecamatan Gebang;
c. Desa Jatianom Kecamatan Susukan; dan
d. Desa Luwung Kencana Kecamatan Susukan.

Paragraf 5
Kawasan Lindung Geologi

Pasal 35

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


ayat (2) huruf e meliputi :
a. kawasan cagar alam geologi; dan
b. kawasan rawan bencana alam geologi.

(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. kawasan karst seluas kurang lebih 2 (dua) hektar berada
di kawasan Gunung Kromong Kecamatan Palimanan; dan
b. kawasan panas bumi seluas kurang lebih 5 (lima) hektar berada
di Kecamatan Gempol.

(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b meliputi :
a. kawasan rawan letusan Gunung Api Ciremai seluas kurang lebih
10.638 (sepuluh ribu enam ratus tiga puluh delapan) hektar
meliputi :
1. Kecamatan Pasaleman;
2. Kecamatan Waled;
3. Kecamatan Karangwareng;
4. Kecamatan Sedong;
5. Kecamatan Greged;
48

6. Kecamatan Beber;
7. Kecamatan Talun;
8. Kecamatan Sumber; dan
9. Kecamatan Dukupuntang.
b. kawasan rawan gerakan tanah seluas kurang lebih 9.264
(sembilan ribu dua ratus enam puluh empat) hektar meliputi :
1. Kecamatan Beber;
2. Kecamatan Sedong;
3. Kecamatan Dukupuntang;
4. Kecamatan Karangwareng;
5. Kecamatan Waled;
6. Kecamatan Pabuaran; dan
7. Kecamatan Pasaleman.
c. kawasan rawan abrasi seluas kurang lebih 540 (lima ratus empat
puluh) hektar meliputi :
1. Kecamatan Kapetakan;
2. Kecamatan Suranenggala;
3. Kecamatan Gunungjati;
4. Kecamatan Mundu;
5. Kecamatan Astanajapura;
6. Kecamatan Pangenan;
7. Kecamatan Gebang; dan
8. Kecamatan Losari.

Paragraf 6
Kawasan Lindung Lainnya

Pasal 36

(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30


ayat (2) huruf f berupa Taman Suaka Margasatwa.

(2) Kawasan Taman Suaka Margasatwa sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) meliputi :
a. taman suaka margasatwa kura-kura Belawa berada di Kecamatan
Lemahabang seluas kurang lebih 20 (dua puluh) hektar; dan
b. taman suaka margasatwa kera Plangon meliputi :
1. Desa Babakan Kecamatan Sumber seluas kurang lebih 48
(empat puluh delapan) hektar; dan
2. Desa Krandon Kecamatan Talun seluas kurang lebih 20 (dua
puluh) hektar.

Bagian Ketiga
Rencana Kawasan Budidaya

Pasal 37

Rencana pola ruang kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 29 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
49

d. kawasan peruntukan perikanan;


e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri;
g. kawasan peruntukan pariwisata;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan peruntukan lainnya.

Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Pasal 38

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 37 huruf a terdiri atas :
a. hutan produksi tetap (HP); dan/atau
b. hutan produksi terbatas (HPT).

(2) Hutan produksi tetap (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 4.383 (empat ribu tiga ratus delapan
puluh tiga) hektar dikelola oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Kuningan meliputi :
a. Kecamatan Sedong;
b. Kecamatan Karangwareng;
c. Kecamatan Waled; dan
d. Kecamatan Pasaleman.

(3) Hutan produksi terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas kurang lebih 1.625 (seribu enam ratus dua puluh lima)
hektar dikelola oleh KPH Kuningan dan KPH Majalengka meliputi :
a. Kecamatan Gempol;
b. Kecamatan Dukungpuntung;
c. Kecamatan Ciwaringin; dan
d. Kecamatan Sumber.

Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

Pasal 39

Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b


seluas kurang lebih 14.000 (empat belas ribu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Ciledug seluas kurang lebih 171 (seratus tujuh puluh
satu) hektar;
b. Kecamatan Losari seluas kurang lebih 250 (dua ratus lima puluh)
hektar;
c. Kecamatan Pabedilan seluas kurang lebih 468 (empat ratus enam
puluh delapan) hektar;
d. Kecamatan Pabuaran seluas kurang lebih 245 (dua ratus empat
puluh lima) hektar;
e. Kecamatan Waled seluas kurang lebih 665 (enam ratus enam puluh
lima) hektar;
50

f. Kecamatan Babakan seluas kurang lebih 655 (enam ratus lima puluh
lima) hektar;
g. Kecamatan Gebang seluas kurang lebih 500 (lima ratus) hektar;
h. Kecamatan Pasaleman seluas kurang lebih 1.923 (seribu sembilan
ratus dua puluh tiga) hektar;
i. Kecamatan Lemahabang seluas kurang lebih 746 (tujuh ratus empat
puluh enam) hektar;
j. Kecamatan Astanajapura seluas kurang lebih 600 (enam ratus)
hektar;
k. Kecamatan Mundu seluas kurang lebih 766 (tujuh ratus enam puluh
enam) hektar;
l. Kecamatan Pangenan seluas kurang lebih 423 (empat ratus dua
puluh tiga) hektar;
m. Kecamatan Sedong seluas kurang lebih 846 (delapan ratus enam
puluh empat) hektar;
n. Kecamatan Susukan Lebak seluas kurang lebih 379 (tiga ratus tujuh
puluh sembilan) hektar;
o. Kecamatan Karangsembung seluas kurang lebih 891 (delapan ratus
sembilan puluh satu) hektar;
p. Kecamatan Karangwareng seluas kurang lebih 168 (seratus enam
puluh delapan) hektar;
q. Kecamatan Sumber seluas kurang lebih 323 (tiga ratus dua puluh
tiga) hektar;
r. Kecamatan Weru seluas kurang lebih 13 (tiga belas) hektar;
s. Kecamatan Beber seluas kurang lebih 340 (tiga ratus empat puluh)
hektar;
t. Kecamatan Greged seluas kurang lebih 1.215 (seribu dua ratus lima
belas) hektar;
u. Kecamatan Plered seluas kurang lebih 23 (dua puluh tiga) hektar;
v. Kecamatan Tengahtani seluas kurang lebih 32 (tiga puluh dua)
hektar;
w. Kecamatan Talun seluas kurang lebih 275 (dua ratus tujuh puluh
lima) hektar;
x. Kecamatan Kedawung seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;
y. Kecamatan Gunungjati seluas kurang lebih 79 (tujuh puluh sembilan)
hektar;
z. Kecamatan Palimanan seluas kurang lebih 314 (tiga ratus empat
belas) hektar;
aa. Kecamatan Depok seluas kurang lebih 53 (lima puluh tiga) hektar;
bb. Kecamatan Dukupuntang seluas kurang lebih 516 (lima ratus enam
belas) hektar;
cc. Kecamatan Gempol seluas kurang lebih 409 (empat ratus sembilan)
hektar;
dd. Kecamatan Susukan seluas kurang lebih 212 (dua ratus dua belas)
hektar;
ee. Kecamatan Kaliwedi seluas kurang lebih 137 (seratus tiga puluh
tujuh) hektar;
ff. Kecamatan Gegesik seluas kurang lebih 56 (lima puluh enam) hektar;
gg. Kecamatan Panguragan seluas kurang lebih 126 (seratus dua puluh
enam) hektar;
hh. Kecamatan Suranenggala seluas kurang lebih 11 (sebelas) hektar;
dan
51

ii. Kecamatan Ciwaringin seluas kurang lebih 168 (seratus enam puluh
delapan) hektar.

Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Pertanian

Pasal 40

Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


huruf c terdiri atas :
a. kawasan peruntukan tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.

Pasal 41

(1) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 40 huruf a berupa sawah seluas kurang lebih 40.000
(empat puluh ribu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Ciledug seluas kurang lebih 473 (empat ratus
tujuh puluh tiga) hektar;
b. Kecamatan Losari seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar;
c. Kecamatan Pabedilan seluas kurang lebih 450 (empat ratus lima
puluh) hektar;
d. Kecamatan Pabuaran seluas kurang lebih 143 (seratus empat
puluh tiga) hektar;
e. Kecamatan Waled seluas kurang lebih 811 (delapan ratus
sebelas) hektar;
f. Kecamatan Babakan seluas kurang lebih 794 (tujuh ratus
sembilan puluh empat) hektar;
g. Kecamatan Gebang seluas kurang lebih 442 (empat ratus
empat puluh dua) hektar;
h. Kecamatan Pasaleman seluas kurang lebih 1.564 (seribu lima
ratus enam puluh empat) hektar;
i. Kecamatan Lemahabang seluas kurang lebih 384 (tiga ratus
delapan puluh empat) hektar;
j. Kecamatan Astanajapura seluas kurang lebih 700 (tujuh ratus)
hektar;
k. Kecamatan Mundu seluas kurang lebih 400 (empat ratus)
hektar;
l. Kecamatan Pangenan seluas kurang lebih 374 (tiga ratus tujuh
puluh empat);
m. Kecamatan Sedong seluas kurang lebih 1.175 (seribu seratus
tujuh puluh lima) hektar;
n. Kecamatan Susukan Lebak seluas kurang lebih 942 (sembilan
ratus empat puluh dua) hektar;
o. Kecamatan Karangsembung seluas kurang lebih 517 (lima ratus
tujuh belas) hektar;
p. Kecamatan Karangwareng seluas kurang lebih 441 (empat ratus
empat puluh satu) hektar;
52

q. Kecamatan Sumber seluas kurang lebih 945 (sembilan ratus


empat puluh lima) hektar;
r. Kecamatan Weru seluas kurang lebih 158 (seratus lima puluh
delapan) hektar;
s. Kecamatan Beber seluas kurang lebih 1.200 (seribu dua ratus)
hektar;
t. Kecamatan Greged seluas kurang lebih 602 (enam ratus dua)
hektar;
u. Kecamatan Plered seluas kurang lebih 488 (empat ratus
delapan puluh delapan) hektar;
v. Kecamatan Tengahtani seluas kurang lebih 329 (tiga ratus dua
puluh sembilan) hektar;
w. Kecamatan Talun seluas kurang lebih 520 (lima ratus dua puluh)
hektar;
x. Kecamatan Kedawung seluas kurang lebih 100 (seratus) hektar;
y. Kecamatan Gunungjati seluas kurang lebih 715 (tujuh ratus lima
belas) hektar;
z. Kecamatan Palimanan seluas kurang lebih 845 (delapan ratus
empat puluh lima) hektar;
aa. Kecamatan Plumbon seluas kurang lebih 520 (lima ratus dua
puluh) hektar;
bb. Kecamatan Klangenan seluas kurang lebih 1.741 (seribu tujuh
ratus empat puluh satu) hektar;
cc. Kecamatan Jamblang seluas kurang lebih 610 (enam ratus
sepuluh) hektar;
dd. Kecamatan Depok seluas kurang lebih 410 (empat ratus
sepuluh) hektar;
ee. Kecamatan Dukupuntang seluas kurang lebih 1.465 (seribu
empat ratus enam puluh lima) hektar;
ff. Kecamatan Gempol seluas kurang lebih 874 (delapan ratus tujh
puluh empat) hektar;
gg. Kecamatan Arjawinangun seluas kurang lebih 1.409 (seribu
empat ratus sembilan hektar);
hh. Kecamatan Kapetakan seluas kurang lebih 3.042 (tiga ribu
empat puluh dua) hektar;
ii. Kecamatan Susukan seluas kurang lebih 3.206 (tiga ribu dua
ratus enam) hektar;
jj. Kecamatan Kaliwedi seluas kurang lebih 2.079 (dua ribu tujuh
puluh sembilan) hektar;
kk. Kecamatan Gegesik seluas kurang lebih 5.219 (lima ribu dua
ratus sembilan belas) hektar;
ll. Kecamatan Panguragan seluas kurang lebih 1.703 (seribu tujuh
ratus tiga) hektar;
mm. Kecamatan Suranenggala seluas kurang lebih 967 (sembilan
ratus enam puluh tujuh) hektar; dan
nn. Kecamatan Ciwaringin seluas kurang lebih 1.043 (seribu empat
puluh tiga) hektar.

(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
53

Pasal 42

(1) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 40 huruf b seluas kurang lebih 6.000 (enam ribu) hektar
meliputi :
a. pertanian hortikultura sayuran; dan
b. pertanian hortikultura buah-buahan dan tanaman tahunan.

(2) Pertanian hortikultura sayuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a seluas kurang lebih 5.000 (lima ribu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Pasaleman;
b. Kecamatan Waled;
c. Kecamatan Ciledug;
d. Kecamatan Pabuaran;
e. Kecamatan Babakan;
f. Kecamatan Gebang;
g. Kecamatan Losari;
h. Kecamatan Pabedilan;
i. Kecamatan Lemahabang;
j. Kecamatan Susukanlebak;
k. Kecamatan Sedong;
l. Kecamatan Astanajapura;
m. Kecamatan Pangenan; dan
n. Kecamatan Mundu.

(3) Pertanian hortikultura buah-buahan dan tanaman tahunan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas kurang lebih
1.000 (seribu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Pasaleman;
b. Kecamatan Waled;
c. Kecamatan Karangwareng;
d. Kecamatan Karangsembung;
e. Kecamatan Susukanlebak;
f. Kecamatan Sedong;
g. Kecamatan Greged;
h. Kecamatan Beber;
i. Kecamatan Talun;
j. Kecamatan Sumber;
k. Kecamatan Dukupuntang;
l. Kecamatan Depok;
m. Kecamatan Ciwaringin;
n. Kecamatan Palimanan;
o. Kecamatan Gempol;
p. Kecamatan Susukan; dan
q. Kecamatan Kaliwedi.

Pasal 43

Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


40 huruf c berupa tanaman tebu seluas kurang lebih 8.000 (delapan ribu)
hektar meliputi :
a. Kecamatan Pasaleman;
54

b. Kecamatan Waled;
c. Kecamatan Karangwareng;
d. Kecamatan Karangsembung;
e. Kecamatan Susukan Lebak;
f. Kecamatan Sedong;
g. Kecamatan Greged; dan
h. Kecamatan Beber.

Pasal 44

(1) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 40 huruf d meliputi :
a. peternakan besar meliputi :
1. sapi;
2. kerbau;
3. kuda; dan
4. domba;
b. peternakan unggas meliputi :
1. ayam ras;
2. ayam bukan ras; dan
3. itik.

(2) Peternakan besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar meliputi :
a. Kecamatan Pasaleman;
b. Kecamatan Waled;
c. Kecamatan Karangwareng;
d. Kecamatan Sedong;
e. Kecamatan Greged;
f. Kecamatan Mundu;
g. Kecamatan Gunungjati;
h. Kecamatan Suranenggala; dan
i. Kecamatan Panguragan.

(3) Peternakan unggas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


seluas kurang lebih 15 (lima belas) hektar meliputi :
a. Kecamatan Losari;
b. Kecamatan Gebang;
c. Kecamatan Babakan;
d. Kecamatan Pabedilan;
e. Kecamatan Panguragan;
f. Kecamatan Kapetakan;
g. Kecamatan Suranenggala;
h. Kecamatan Gunungjati;
i. Kecamatan Susukan;
j. Kecamatan Ciwaringin;
k. Kecamatan Gegesik; dan
l. Kecamatan Kaliwedi.
55

Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Perikanan

Pasal 45

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


37 huruf d seluas kurang lebih 4.758 (empat ribu tujuh ratus lima
puluh delapan) hektar meliputi :
a. perikanan budidaya air tawar;
b. perikanan budidaya air laut;
c. perikanan budidaya air tambak;
d. industri pengolahan ikan; dan
e. pelabuhan pendaratan ikan.

(2) Perikanan budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 58 (lima puluh delapan) hektar meliputi :
a. Kecamatan Sedong;
b. Kecamatan Mundu;
c. Kecamatan Sumber;
d. Kecamatan Dukupuntang;
e. Kecamatan Kapetakan;
f. Kecamatan Gegesik;
g. Kecamatan Palimanan;
h. Kecamatan Beber;
i. Kecamatan Ciwaringin; dan
j. Kecamatan Suranenggala.

(3) Perikanan budidaya air laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas kurang lebih 3.500 (tiga ribu lima ratus) hektar
meliputi :
a. Kecamatan Losari;
b. Kecamatan Gebang;
c. Kecamatan Pangenan;
d. Kecamatan Mundu;
e. Kecamatan Gunungjati;
f. Kecamatan Suranenggala; dan
g. Kecamatan Kapetakan.

(4) Perikanan budidaya air tambak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c seluas kurang lebih 700 (tujuh ratus) hektar meliputi :
a. Kecamatan Losari;
b. Kecamatan Gebang;
c. Kecamatan Pangenan;
d. Kecamatan Mundu;
e. Kecamatan Gunungjati;
f. Kecamatan Suranenggala; dan
g. Kecamatan Kapetakan.

(5) Industri pengolahan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf d seluas kurang lebih 500 (lima ratus) hektar meliputi :
a. Kecamatan Losari;
b. Kecamatan Gebang;
56

c. Kecamatan Pangenan;
d. Kecamatan Mundu;
e. Kecamatan Gunungjati;
f. Kecamatan Suranenggala; dan
g. Kecamatan Kapetakan.

(6) Pelabuhan pendaratan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf e sebanyak 21 (dua puluh satu) unit meliputi :
a. Kecamatan Kapetakan 3 (tiga) unit;
b. Kecamatan Suranenggala 1(satu) unit;
c. Kecamatan Gunungjati 2 (dua) unit;
d. Kecamatan Mundu 4 (empat) unit;
e. Kecamatan Astanajapura 4 (empat) unit;
f. Kecamatan Gebang 4 (empat) unit;
g. Kecamatan Pangenan 1(satu) unit; dan
h. Kecamatan Losari 2 (dua) unit.

(7) Pelabuhan perikanan pantai dikembangkan dengan kegiatan wisata


bahari meliputi :
a. Kecamatan Gebang; dan
b. Kecamatan Gunungjati.

Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Pertambangan

Pasal 46

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 37 huruf e berupa kawasan peruntukan pertambangan mineral
dan batuan dengan luas kurang lebih 601 (enam ratus satu) hektar
meliputi :
a. Kecamatan Dukupuntang seluas kurang lebih 122 (seratus dua
puluh dua) hektar;
b. Kecamatan Gempol seluas kurang lebih 256 (dua ratus lima puluh
enam) hektar;
c. Kecamatan Beber seluas kurang lebih 8 (delapan) hektar;
d. Kecamatan Lemahabang seluas kurang lebih 30 (tiga puluh)
hektar;
e. Kecamatan Susukan Lebak seluas kurang lebih 75 (tujuh puluh
lima) hektar;
f. Kecamatan Karangsembung seluas kurang lebih 10 (sepuluh)
hektar; dan
g. Kecamatan Palimanan seluas kurang lebih 100 (seratus) hektar.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kecamatan Dukupuntang meliputi :
1. Desa Kedongdong;
2. Desa Cisaat; dan
3. Desa Cipanas.
b. Kecamatan Gempol meliputi :
1. Desa Cupang;
57

2. Desa Cikeusal;
3. Desa Palimanan Barat; dan
4. Desa Walahar.
c. Kecamatan Beber meliputi :
1. Desa Patapan; dan
2. Desa Beber.
d. Kecamatan Lemahabang meliputi :
1. Desa Cipeujeuh Wetan; dan
2. Desa Cipeujeuh Kulon.
e. Kecamatan Susukan Lebak meliputi :
1. Desa Kaligawe;
2. Desa Curug;
3. Desa Sampih;
4. Desa Ciawi Asih; dan
5. Desa Susukan Tonggoh.
f. Kecamatan Karangsembung berada di Desa Karangsuwung; dan
g. Kecamatan Palimanan meliputi :
1. Blok Gunung Giwur berada di Desa Kepuh;
2. Blok Benggoi berada di Desa Kepuh;
3. Blok Gunungrandu berada di Desa Kepuh; dan
4. Blok Gunungsantri berada di Desa Kepuh.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) berupa tabel sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Industri

Pasal 47

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


huruf f terdiri atas :
a. kawasan peruntukan industri besar;
b. kawasan peruntukan industri menengah; dan
c. kawasan peruntukan industri kecil dan mikro.

(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 2.000 (dua ribu) hektar meliputi :
a. Kecamatan Mundu berupa industri manufaktur;
b. Kecamatan Astanajapura meliputi :
1. industri manufaktur; dan
2. industri hasil tambang.
c. Kecamatan Pangenan meliputi :
1. industri manufaktur; dan
2. industri hasil tambang.
d. Kecamatan Babakan berupa industri gula;
e. Kecamatan Lemahabang berupa industri gula;
f. Kecamatan Gempol meliputi :
1. industri semen; dan
2. industri hasil tambang.
58

g. Kecamatan Gebang meliputi :


1. industri manufaktur; dan
2. industri penunjang wisata bahari.
h. Kecamatan Losari meliputi :
1. industri manufaktur;
2. industri penunjang pertanian; dan
3. industri penunjang perikanan.

(3) Industri menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


meliputi:
a. Kecamatan Ciwaringin berupa industri penunjang pariwisata;
b. Kecamatan Palimanan berupa industri manufaktur;
c. Kecamatan Plumbon berupa industri rotan;
d. Kecamatan Weru berupa industri rotan;
e. Kecamatan Plered berupa industri rotan;
f. Kecamatan Tengah Tani industri makanan;
g. Kecamatan Kedawung industri makanan;
h. Kecamatan Depok berupa industri rotan; dan
i. Kecamatan Mundu berupa industri soun.
(4) Industri kecil dan mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi :
a. Kecamatan Plered meliputi :
1. industri batik;
2. industri sandal; dan
3. industri mebeuler.
b. Kecamatan Kapetakan berupa industri perikanan budidaya;
c. Kecamatan Arjawinangun meliputi :
1. industri pertanian tanaman pangan; dan
2. industri konveksi;
d. Kecamatan Weru berupa industri makanan olahan;
e. Kecamatan Depok meliputi :
1. industri mebeuler; dan
2. industri batu alam.
f. Kecamatan Losari meliputi :
1. Industri perikanan budidaya; dan
2. Industri bata merah.
g. Kecamatan Karangsembung berupa industri bata merah dan
genteng;
h. Kecamatan Dukupuntang berupa industri batu alam;
i. Kecamatan Gebang berupa industri perikanan tangkap;
j. Kecamatan Pangenan berupa industri garam;
k. Kecamatan Astanajapura berupa industri garam;
l. Kecamatan Mundu berupa industri garam;
m. Kecamatan Plumbon berupa industri sandal;
n. Kecamatan Ciwaringin berupa industri genteng merah;
o. Kecamatan Beber berupa industri anyaman bambu; dan
p. Kecamatan Jamblang berupa industri gerabah.
59

Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 48
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 huruf g seluas kurang lebih 11.200 (sebelas ribu dua ratus) hektar
meliputi :
a. pariwisata budaya;
b. pariwisata alam; dan
c. pariwisata buatan.
(2) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a. wisata makam Sunan Gunung Jati seluas kurang lebih 200
(dua ratus) hektar berada di Kecamatan Gunungjati; dan
b. wisata budaya pesisir pantai seluas kurang lebih 500 (lima ratus)
hektar meliputi :
1. Kecamatan Losari;
2. Kecamatan Gebang;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Astanajapura;
5. Kecamatan Mundu;
6. Kecamatan Gunungjati;
7. Kecamatan Suranenggala; dan
8. Kecamatan Kapetakan.

(3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


meliputi :
a. wisata bahari seluas kurang lebih 100 (seratus) hektar meliputi :
1. Kecamatan Gebang; dan
2. Kecamatan Gunungjati.
b. wisata alam seluas kurang lebih 10.000 (sepuluh ribu) hektar
meliputi :
1. Kecamatan Sumber;
2. Kecamatan Talun;
3. Kecamatan Beber;
4. Kecamatan Greged;
5. Kecamatan Lemahabang;
6. Kecamatan Sedong; dan
7. Kecamatan Mundu.

(4) Pariwisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c


meliputi :
a. wisata agropolitan Agro Ciledug seluas kurang lebih 200 (dua
ratus) hektar meliputi :
1. Kecamatan Ciledug;
2. Kecamatan Babakan;
3. Kecamatan Pabuaran;
4. Kecamatan Pabedilan;
5. Kecamatan Waled; dan
6. Kecamatan Paselaman
b. wisata agropolitan Agro Arjawinangun seluas kurang lebih 200
(dua ratus) hektar meliputi :
60

1. Kecamatan Arjawinangun;
2. Kecamatan Gegesik;
3. Kecamatan Susukan;
4. Kecamatan Kaliwedi; dan
5. Kecamatan Panguragan.
c. wisata minapolitan perikanan meliputi :
1. Kecamatan Losari; dan/atau
2. Kecamatan Kapetakan.
d. wisata minapolitan garam berada di Kecamatan Pangenan.

Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Permukiman

Pasal 49

(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 37 ayat (1) huruf h seluas kurang lebih 18.731 (delapan belas
ribu tujuh ratus tiga puluh satu) hektar meliputi :
a. kawasan permukiman perkotaan; dan/atau
b. kawasan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga
tinggi terdiri atas :
a. kawasan permukiman perkotaan yang menjadi PKL meliputi :
1. Kecamatan Ciledug;
2. Kecamatan Lemahabang;
3. Kecamatan Sumber;
4. Kecamatan Palimanan; dan
5. Kecamatan Arjawinangun
b. kawasan permukiman perkotaan diluar PKL meliputi :
1. Kecamatan Klangenan;
2. Kecamatan Depok;
3. Kecamatan Plumbon;
4. Kecamatan Plered;
5. Kecamatan Tengahtani;
6. Kecamatan Kedawung;
7. Kecamatan Talun;
8. Kecamatan Mundu;
9. Kecamatan Pangenan; dan
10. Kecamatan Gebang.
c. lingkungan siap bangun perkotaan dengan meliputi :
1. Kecamatan Kedawung;
2. Kecamatan Tengahtani;
3. Kecamatan Weru; dan
4. Kecamatan Plered.

(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b dengan intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga
tinggi meliputi :
a. kawasan permukiman perdesaan pada PPL meliputi :
1. Kecamatan Pabedilan;
61

2. Kecamatan Pabuaran;
3. Kecamatan Waled;
4. Kecamatan Gebang;
5. Kecamatan Pasaleman;
6. Kecamatan Mundu;
7. Kecamatan Pangenan;
8. Kecamatan Sedong;
9. Kecamatan Susukanlebak;
10. Kecamatan Karangwareng;
11. Kecamatan Beber;
12. Kecamatan Greged;
13. Kecamatan Plered;
14. Kecamatan Tengahtani;
15. Kecamatan Talun;
16. Kecamatan Gunungjati;
17. Kecamatan Jamblang;
18. Kecamatan Depok;
19. Kecamatan Dukupuntang;
20. Kecamatan Gempol;
21. Kecamatan Susukan;
22. Kecamatan Kaliwedi;
23. Kecamatan Panguragan;
24. Kecamatan Suranenggala; dan
25. Kecamatan Ciwaringin.
b. lingkungan siap bangun perdesaan meliputi :
1. Kecamatan Karangwareng;
2. Kecamatan Gunungjati; dan
3. Kecamatan Talun.

Paragraf 9
Kawasan Peruntukan Lainnya

Pasal 50

Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


huruf i meliputi :
a. kawasan perdagangan dan jasa;
b. kawasan pesisir dan laut;
c. kawasan pertahanan dan keamanan; dan
d. kawasan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

Pasal 51

Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 50 huruf a seluas kurang lebih 1.000 (seribu) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Klangenan;
b. Kecamatan Depok;
c. Kecamatan Plumbon;
d. Kecamatan Plered;
e. Kecamatan Tengahtani;
f. Kecamatan Kedawung;
62

g. Kecamatan Talun;
h. Kecamatan Mundu;
i. Kecamatan Pangenan; dan
j. Kecamatan Gebang.

Pasal 52

Kawasan peruntukan pesisir dan laut sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf b seluas kurang lebih 5.400 (lima ribu empat ratus) hektar
meliputi:
a. Kecamatan Kapetakan;
b. Kecamatan Suranenggala;
c. Kecamatan Gunung Jati;
d. Kecamatan Mundu;
e. Kecamatan Astanajapura;
f. Kecamatan Pangenan;
g. Kecamatan Gebang; dan
h. Kecamatan Losari.

Pasal 53

(1) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 50 huruf c terdiri atas :
a. Kawasan Militer Angkatan Darat;
b. Kawasan Militer Angkutan Udara;
c. Kawasan Militer Angkutan Laut;
d. Komando Rayon Militer; dan
e. Kawasan kepolisian.

(2) Kawasan Militer Angkatan Darat sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a berada di Kecamatan Sumber.

(3) Kawasan Militer Angkatan Udara sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf b berada di Kecamatan Plumbon.
(4) Kawasan Militer Angkatan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c berada di Kecamatan Gebang.
(5) Komando Rayon Militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
tersebar di wilayah Kabupaten.
(6) Kawasan Kepolisian sebagai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e meliputi :
a. Kepolisian Resort berada di Kecamatan Sumber;
b. Kepolisian Sektor tersebar di wilayah Kabupaten;
c. Markas Brigader Mobil di Kecamatan Talun;
d. Kesatuan Polisi Air meliputi :
1. Kecamatan Gebang; dan/atau
2. Kecamatan Gunungjati.
Pasal 54
(1) Kawasan peruntukan fasilitas sosial dan fasilitas umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 huruf e terdiri atas :
63

a. pengembangan fasilitas pendidikan;


b. pengembangan fasilitas kesehatan;
c. pengembangan fasilitas peribadatan;
d. pengembangan fasilitas perdagangan dan jasa; dan
e. pengembangan fasilitas olah raga dan rekreasi.
(2) Kawasan peruntukan fasilitas pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 951 (sembilan ratus lima
puluh satu) hektar meliputi :
a. kawasan peruntukan Taman Kanak-Kanak seluas kurang lebih
228 (dua ratus dua puluh delapan) hektar berlokasi di kawasan
permukinan sebanyak kurang lebih 1.827 (seribu delapan ratus
dua puluh tujuh) unit;
b. kawasan peruntukan Sekolah Dasar seluas kurang lebih 349 (tiga
ratus empat puluh sembilan) hektar berlokasi di tiap desa dan
kelurahan sebanyak 970 (Sembilan ratus tujuh puluh) unit;
c. kawasan peruntukan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama seluas
kurang lebih 126 (seratus dua puluh enam) hektar berlokasi
di pusat-pusat kegiatan sebanyak 468 (empat ratus enam puluh
delapan) unit;
d. kawasan peruntukan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas seluas
kurang lebih 147 (seratus empat puluh tujuh) hektar berlokasi di
pusat-pusat kegiatan sebanyak 547 (lima ratus empat puluh tujuh)
unit; dan
e. kawasan peruntukan Pendidikan Tinggi seluas kurang lebih 100
(seratus) hektar berlokasi di PKL.

(3) Kawasan peruntukan fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. kawasan peruntukan rumah sakit seluas kurang lebih 50 (lima
puluh) hektar meliputi :
1. Kecamatan Arjawinangun;
2. Kecamatan Ciwaringin;
3. Kecamatan Plumbon;
4. Kecamatan Sumber;
5. Kecamatan Kedawung;
6. Kecamatan Gunungjati;
7. Kecamatan Gebang;
8. Kecamatan Astanajapura;dan
9. Kecamatan Waled.
b. kawasan peruntukan Puskesmas seluas kurang lebih 6 (enam)
hektar berlokasi di pusat-pusat kegiatan sebanyak 41 (empat
puluh satu) unit;
c. kawasan peruntukan puskesmas pembantu seluas kurang lebih
33 (tiga puluh tiga) hektar berlokasi di PPK dan PPL sebanyak
218 (dua ratus delapan belas) unit;
d. kawasan peruntukan balai pengobatan seluas kurang lebih 21
(dua puluh satu) hektar berlokasi di pusat-pusat kegiatan
sebanyak 174 (seratus tujuh puluh empat) unit; dan
e. kawasan peruntukan klinik bersalin seluas kurang lebih 44 (empat)
hektar berlokasi di pusat-pusat kegiatan sebanyak 277 (dua ratus
tujuh puluh tujuh) unit.
64

(4) Kawasan peruntukan fasilitas peribadatan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 200 (dua ratus) hektar
berlokasi di lingkungan permukiman.

(5) Kawasan peruntukan fasilitas perdagangan dan jasa sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d seluas kurang lebih 560 (lima ratus
enam puluh) hektar berlokasi di pusat - pusat kegiatan.

(6) Kawasan peruntukan fasilitas olah raga dan rekreasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf e berlokasi di kawasan peruntukan
permukiman.

BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 55

(1) Kawasan Strategis Provinsi di wilayah Kabupaten terdiri atas :


a. kawasan strategis provinsi sesuai kepentingan pertumbuhan
ekonomi; dan
b. kawasan strategis provinsi fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.

(2) Kawasan Strategis Kabupaten terdiri atas :


a. kawasan strategis Kabupaten sesuai kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. kawasan strategis Kabupaten sosial budaya; dan
c. kawasan strategis Kabupaten fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.

(3) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


disusun melalui Rencana Detail Tata Ruang yang ditetapkan dengan
Peraturan Daerah.

(4) Rencana penetapan kawasan strategis Kabupaten sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam peta dengan tingkat
ketelitian minimal 1 : 50.000 tercantum dalam Lampiran VI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Kawasan Strategis Sesuai Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi

Pasal 56

(1) Kawasan Strategis Provinsi sesuai kepentingan pertumbuhan


ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a
meliputi :
a. pertanian berlahan basah dan beririgasi teknis Pantura Jawa
Barat;
65

b. koridor Bandung - Cirebon; dan


c. perbatasan Jawa Barat - Jawa Tengah.

(2) Kawasan strategis Kabupaten sesuai kepentingan pertumbuhan


ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a
meliputi :
a. Kawasan Agro Arjawinangun meliputi :
1. Kecamatan Arjawinangun;
2. Kecamatan Panguragan;
3. Kecamatan Gegesik;
4. Kecamatan Kaliwedi; dan
5. Kecamatan Susukan.
b. Kawasan Agro Ciledug meliputi :
1. Kecamatan Ciledug;
2. Kecamatan Babakan;
3. Kecamatan Pabuaran;
4. Kecamatan Pabedilan;
5. Kecamatan Waled; dan
6. Kecamatan Pasaleman.
c. Kawasan Plumbon meliputi :
1. Kecamatan Plumbon;
2. Kecamatan Palimanan;
3. Kecamatan Depok;
4. Kecamatan Weru;
5. Kecamatan Plered;
6. Kecamatan Tengahtani;
7. Kecamatan Kedawung;
8. Kecamatan Jamblang;
9. Kecamatan Klangenan;
10. Kecamatan Ciwaringin;
11. Kecamatan Dukupuntang; dan
12. Kecamatan Gempol.
d. Kawasan Koridor Mundu - Losari meliputi :
1. Kecamatan Mundu;
2. Kecamatan Astanajapura;
3. Kecamatan Pangenan;
4. Kecamatan Gebang; dan
5. Kecamatan Losari.

Bagian Ketiga
Kawasan Strategis Sosial Budaya

Pasal 57

Kawasan Strategis Kabupaten sosial budaya sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 55 ayat (2) huruf b berupa Wisata Budaya Gunungjati
meliputi :
a. Kecamatan Gunungjati;
b. Kecamatan Suranenggala; dan
c. Kecamatan Kapetakan.
66

Bagian Keempat
Kawasan Strategis Fungsi Dan Daya Dukung Lingkungan Hidup

Pasal 58

(1) Kawasan Strategis Provinsi fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b berada
di kawasan Pesisir Pantura.

(2) Kawasan Strategis Kabupaten fungsi dan daya dukung lingkungan


hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) huruf c berupa
kawasan Rehabilitasi Lingkungan Hidup meliputi :
a. Kecamatan Sumber;
b. Kecamatan Talun;
c. Kecamatan Beber;
d. Kecamatan Greged;
e. Kecamatan Lemahabang;
f. Kecamatan Sedong;
g. Kecamatan Karangsembung;
h. Kecamatan Karangwareng;
i. Kecamatan Susukanlebak;
j. Kecamatan Dukupuntang; dan
k. Kecamatan Mundu.

BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 59
(1) Arahan Pemanfaatan Ruang terdiri atas :
a. indikasi program utama;
b. indikasi lokasi;
c. indikasi sumber pendanaan;
d. indikasi pelaksana kegiatan; dan
e. indikasi waktu pelaksanaan.

(2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a. perwujudan struktur ruang;
b. perwujudan pola ruang; dan
c. perwujudan rencana kawasan strategis.

(3) Indikasi lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi
lokasi yang berada pada lingkup wilayah Kabupaten.

(4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c terdiri atas :
a. dana Pemerintah;
b. dana Pemerintah Provinsi;
c. dana Pemerintah Kabupaten; dan
d. pendanaan lainnya.
67

(5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf d meliputi :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Provinsi;
c. Pemerintah Kabupaten;
d. BUMN;
e. Swasta; dan
f. Masyarakat.

(6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf e sampai dengan tahun 2031 dibagi ke dalam 4 (empat) tahap
meliputi :
a. tahap pertama tahun 2011 sampai dengan tahun 2015;
b. tahap kedua tahun 2016 sampai dengan tahun 2020;
c. tahap ketiga tahun 2021 sampai dengan tahun 2025; dan
d. tahap keempat tahun 2026 sampai dengan 2031.

(7) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Struktur Ruang

Pasal 60

Perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal


59 ayat (2) huruf a terdiri atas :
a. perwujudan sistem pusat kegiatan; dan/atau
b. perwujudan sistem jaringan prasarana wilayah.

Paragraf 1
Perwujudan sistem Pusat Kegiatan

Pasal 61

(1) Perwujudan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 60 huruf a terdiri atas :
a. perwujudan sistem perkotaan; dan/atau
b. perwujudan sistem perdesaan.

(2) Perwujudan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf a terdiri atas :
a. pengembangan PKL Ciledug meliputi :
1. penyusunan rencana KSK Agro Ciledug;
2. penyusunan rencana rinci tata ruang;
3. pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
perumahan;
4. penyusunan rencana kawasan Wisata Budaya Pesisir Cirebon;
dan
68

5. pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan


jasa.
b. pengembangan PKL Lemahabang meliputi :
1. penyusunan rencana KSK Koridor Mundu-Losari;
2. penyusunan rencana KSK rehabilitasi lingkungan hidup;
3. penyusunan rencana rinci tata ruang;
4. pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
perumahan; dan
5. pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan
jasa.
c. pengembangan PKL Sumber meliputi :
1. penyusunan rencana KSK rehabilitasi lingkungan hidup;
2. penyusunan rencana rinci tata ruang;
3. pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
perumahan; dan
4. pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan
jasa.
d. pengembangan PKL Palimanan meliputi :
1. penyusunan rencana KSK Plumbon;
2. penyusunan rencana rinci tata ruang;
3. pengembangan dan penataan kawasan pertambangan;
4. pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
perumahan; dan
5. pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan
jasa.
e. pengembangan PKL Arjawinangun meliputi :
1. penyusunan rencana KSK Agro Arjawinangun;
2. penyusunan rencana KSK Wisata Budaya Gunungjati;
3. penyusunan rencana rinci tata ruang;
4. penyusunan rencana kawasan Wisata Budaya Pesisir Cirebon;
5. pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan
perumahan; dan
6. pengembangan dan penataan kawasan perdagangan dan
jasa.
f. pengembangan Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) meliputi :
1. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan;
2. koordinasi pengelolaan kawasan perkotaan;
3. pengembangan dan peningkatan fasilitas perkotaan; dan
4. pengembangan dan peningkatan prasarana perkotaan.
g. pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi :
1. penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan;
2. koordinasi pengelolaan kawasan perkotaan;
3. pengembangan dan peningkatan fasilitas perkotaan; dan
4. pengembangan dan peningkatan prasarana perkotaan.

(3) Perwujudan sistem perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b terdiri atas :
a. penyusunan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa
(KTP2D);
b. penataan kawasan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL); dan
c. penyediaan sarana dan prasarana perdesaan.
69

Paragraf 2
Perwujudan Sistem Jaringan Prasarana

Pasal 62

Perwujudan sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 60 huruf b terdiri atas :
a. perwujudan sistem jaringan transportasi;
b. perwujudan sistem jaringan energi;
c. perwujudan sistem jaringan telekomunikasi;
d. perwujudan sistem jaringan sumber daya air;
e. perwujudan sistem jaringan pengelolaan lingkungan; dan
f. perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana.

Pasal 63

(1) Perwujudan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf a meliputi :
a. perwujudan sistem jaringan transportasi darat;
b. perwujudan sistem jaringan transportasi perkeretaapian;
c. perwujudan sistem jaringan transportasi laut; dan
d. perwujudan sistem jaringan transportasi udara.
(2) Perwujudan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pembangunan dan peningkatan jaringan jalan meliputi :
1. pembangunan jalan kolektor primer lintas utara Kabupaten;
2. peningkatan kapasitas dan kondisi ruas jalan strategis;
3. peningkatan jalan poros timur di jalur Pangandaran - Ciamis
- Cikijing Cirebon;
4. pembangunan jalan bebas hambatan Cikopo-Palimanan;
5. pembangunan jembatan layang di Kecamatan Gebang;
6. pembangunan Jalan Ruas Warungasem Kedawung;
7. rehabilitasi/pemeliharaan jalan di wilayah Kabupaten;
8. pembangunan jalan di wilayah Kabupaten;
9. pembangunan jembatan di wilayah Kabupaten;
10. pembangunan jalan dan jembatan perdesaan; dan
11. penanganan persimpangan lintas sebidang.
b. perwujudan jaringan prasarana lalulintas angkutan meliputi :
1. pembangunan terminal penumpang tipe B;
2. pembangunan terminal penumpang tipe C;
3. pembangunan terminal wisata berada di Kecamatan Weru;
4. peningkatan terminal truk berada di Kecamatan Gempol; dan
5. optimalisasi terminal penumpang tipe C.
c. perwujudan jaringan layanan lalulintas meliputi :
1. peremajaan angkutan perdesaan; dan
2. pengembangan trayek angkutan perdesaan.

(3) Perwujudan sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. pembangunan jalur Kereta Api Rancaekek - Jatinangor -
Tanjungsari - Kertajati - Kadipaten - Cirebon;
70

b. peningkatan sistem jalur tunggal (single track) menjadi sistem jalur


ganda (double track) Losari - Brebes;
c. peningkatan status dan fungsi Stasiun Ciledug;
d. optimalisasi kinerja stasiun Arjawinangun;
e. perbaikan dan pemeliharaan pintu perlintasan kereta api;
f. peningkatan pelayanan jalur kereta api Cirebon-Cikampek; dan
g. revitalisasi stasiun dan halte kereta api.

(4) Perwujudan sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. kajian rencana pengembangan dan pembangunan pelabuhan;
dan
b. studi kelayakan lokasi pelabuhan.

(5) Perwujudan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. pengembangan bandara sesuai Rencana Induk Bandara
Cakrabuana; dan
b. pengendalian dan pengaturan penggunaan lahan dalam DLKr,
DLKP, KKOP, dan BKK.
Pasal 64

Perwujudan sistem prasarana jaringan energi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf b meliputi :
a. peningkatan daya terpasang;
b. pengembangan jaringan dan gardu listrik;
c. studi pengembangan jaringan distribusi gas untuk rumah tangga;
d. pengembangan desa mandiri energi;
e. pengembangan listrik terbarukan panas bumi; dan
f. pengembangan energi alternatif lainnya.

Pasal 65

Perwujudan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf c meliputi :
a. peningkatan kapasitas Sambungan Satuan Telepon (SST);
b. peningkatan jumlah telepon rumah dan warung telepon;
c. studi pengembangan BTS terpadu; dan
d. pengembangan BTS Terpadu.

Pasal 66

Perwujudan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf d meliputi :
a. pemeliharaan sungai secara berkala;
b. pelestarian bentuk dan fungsi sungai dengan pengawasan ruang
sempadan secara ketat;
c. pengembangan situ dan embung dalam rangka konservasi dan
pendayagunaan sumberdaya air;
d. pengembangan jaringan irigasi teknis dan semi teknis;
e. rehabilitasi jaringan irigasi teknis, semi teknis, dan tersier;
71

f. pemeliharaan jaringan irigasi teknis, semi teknis, dan tersier; dan


g. pembangunan dan pengembangan sumber air baku;
h. pelestarian sumber mata air; dan
i. pengembangan secara terkendali pemanfaatan air tanah dangkal dan
artesis;
j. pembentukan Himpunan Pemakai Air Minum di perdesaan;
k. peningkatan sistem jaringan perpipaan baru;
l. penyusunan rencana induk sistem drainase wilayah; dan
m. pencanangan pembuatan sumur resapan.

Pasal 67

(1) Perwujudan sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf e meliputi :
a. perwujudan sistem jaringan persampahan;
b. perwujudan sistem pelayanan air minum;
c. perwujudan sistem pengelolaan air limbah domestik
d. perwujudan sistem pengelolaan air limbah B3; dan
e. perwujudan sistem drainase.

(2) Perwujudan sistem jaringan persampahan dimaksud pada ayat (1)


huruf a meliputi :
a. peningkatan wilayah pelayanan persampahan sesuai dengan
persyaratan teknis;
b. pengembangan sistem pengelolaan setempat dan sistem terpusat
melalui proses 3R (reduce, recycle, re-use);
c. pengembangan teknologi pengolahan persampahan;
d. pengkajian lokasi TPPAS regional; dan
e. optimalisasi sistem pengelolaan sampah sanitary landfill.

(3) Perwujudan sistem pelayanan air minum sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. pengembangan Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA);
b. pembangunan dan pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Minum (SPAM);
c. peningkatan kapasitas IPA;
d. peningkatan wilayah pelayanan penyediaan air minum;
e. penambahan jaringan perpipaan distribusi dan sirkulasi; dan
f. peningkatan prasarana dan perluasan air minum perdesaan.

(4) Perwujudan sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. pembangunan prasarana jamban keluarga;
b. pembangunan jamban komunal pada keluarga penghasilan
rendah;
c. pengembangan prasarana terpadu instalasi Limbah Terpadu
(IPLT);
d. pembangunan IPAL meliputi :
1. IPAL industi batu alam di Kecamatan Dukupuntang; dan
2. IPAL industri batik di kawasan Plered.
72

(5) Perwujudan sistem pengelolaan air limbah B3 sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. pengembangan sistem IPAL industri;
b. pengembangan sistem IPAL rumah sakit; dan
c. pengembangan prasarana limbah B3 terpadu.

(6) Perwujudan sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf e meliputi :
a. penyusunan rencana teknis pengembangan drainase;
b. peningkatan dan normalisasi saluran drainase perkotaan; dan
c. pengembangan fungsi layanan DAS.

Pasal 68

Perwujudan jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62 huruf f meliputi :
a. pengembangan lahan RTH perkotaan bagi ruang evakuasi;
b. optimalisasi RTH perkotaan bagi ruang evakuasi;
c. penataan ruang terbuka publik bagi ruang evakuasi; dan
d. peningkatan jalur evakuasi bencana berupa jalan poros desa.

Bagian Ketiga
Perwujudan Pola Ruang

Pasal 69

Indikasi program utama perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud


Pasal 59 ayat (2) huruf b terdiri atas :
a. perwujudan Kawasan Lindung; dan
b. perwujudan Kawasan Budidaya.

Paragraf 1
Perwujudan Kawasan Lindung

Pasal 70

(1) Perwujudan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69


huruf a meliputi :
a. perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya;
b. perwujudan kawasan perlindungan setempat;
c. perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
d. perwujudan kawasan rawan bencana alam;
e. perwujudan kawasan lindung geologi; dan
f. perwujudan kawasan lindung lainnya.

(2) Perwujudan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap


kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a. penetapan kawasan hutan berfungsi lindung;
b. penetapan tata batas kawasan hutan berfungsi lindung;
73

c. peningkatan konservasi daerah tangkapan air dan sumber-sumber


air;
d. perlindungan serta peningkatan kualitas kawasan hutan berfungsi
lindung;
e. pengembalian fungsi lindung dengan rehabiliatsi dan reboisasi; dan
f. pengembangan hutan dan tanaman tahunan.

(3) Perwujudan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. perwujudan sempadan pantai terdiri atas :
1. penyusunan perundangan peraturan daerah mengenai
ketentuan sempadan pantai;
2. penetapan lokasi sempadan pantai; dan
3. pemasangan papan larangan terhadap larangan pendirian
bangunan.
b. perwujudan sempadan sungai terdiri atas :
1. penyusunan perundangan peraturan daerah mengenai
ketentuan sempadan sungai;
2. pembersihan sempadan sungai dan bangunan liar;
3. pemasangan papan larangan terhadap larangan pendirian
bangunan; dan
4. normalisasi sungai.
c. perwujudan daerah sekitar situ terdiri atas :
1. penyusunan perundangan peraturan daerah;
2. pengukuran, pematokan, dan sertifikasi lahan situ;
3. pembersihan sekitar situ dari bangunan liar;
4. pembersihan sampah dan gulma sekitar situ;
5. pemasangan papan larangan terhadap larangan pendirian
bangunan; dan
6. pengembangan wisata air.
d. perwujudan daerah sekitar mata air terdiri atas :
1. penyusunan perundangan peraturan daerah;
2. sosialisasi pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat pada
kawasan mata air;
3. rehabilitasi lahan di sekitar mata air;dan
4. pemasangan papan larangan terhadap pelarangan pendirian
bangunan.
e. perwujudan kawasan kearifan lokal berupa pelestarian habitat dan
kelestarian ekosistem;
f. perwujudan kawasan ruang terbuka hijau terdiri atas :
1. penyediaan lahan RTH Kota;
2. perwujudan RTH publik dan privat;
3. penerapan teknologi pengganti RTH pada bangunan;
4. pengembangan jalur hijau;
5. pembangunan taman kota, lingkungan, dan hutan kota;
6. pembangunan taman lingkungan permukiman; dan
7. rehabilitasi taman kota dan hutan kota.

(4) Perwujudan kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar


budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. penataan batas TNGC;
b. penyusunan masterplan dan rencana rinci kawasan TNGC;
74

c. penyusunan peraturan zonasi kawasan TNGC;


d. rehabilitasi dan preservasi kawasan TNGC;
e. sosialisasi pengelolaan kawasan TNGC;
f. pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNGC; dan
g. pengendalian kerusakan kawasan TNGC.

(5) Perwujudan kawasan rawan bencana alam dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi :
a. pemetaan kawasan rawan bencana;
b. pemetaan zona evakuasi bencana; dan
c. pemasangan tanda dan/atau peringatan dini terhadap daerah
rawan bencana.

(6) Perwujudan kawasan lindung geologi dimaksud pada ayat (1) huruf e
berupa pengembangan wisata geologi.

(7) Perwujudan kawasan lindung lainnya dimaksud pada ayat (1) huruf f
meliputi :
a. perlindungan terhadap hewan langka kura-kura belawa;
b. pembuatan sistem penangkaran hewan kura-kura belawa;
c. pembuatan kolam tukik dan kolam pembesaran kura-kura belawa;
d. pengembangan kawasan wisata alam kera plangon;
e. rehabilitasi dan preservasi kawasan habitat kera plangon;
f. sosialisasi pengelolaan taman suaka margasatwa kura-kura belawa
dan kera plangon;
g. pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan habitat kura-kura
belawa dan kera plangon; dan
h. pengendalian kerusakan kawasan taman suaka margasatawa
kura-kura belawa dan kera plangon.

Paragraf 2
Perwujudan Kawasan Budidaya

Pasal 71

(1) Perwujudan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal


69 huruf b meliputi :
a. perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi;
b. perwujudan kawasan hutan rakyat;
c. perwujudan kawasan peruntukan pertanian;
d. perwujudan kawasan peruntukan perikanan;
e. perwujudan kawasan peruntukan pertambangan;
f. perwujudan kawasan peruntukan industri;
g. perwujudan kawasan peruntukan pariwisata;
h. perwujudan kawasan peruntukan permukiman; dan
i. perwujudan kawasan peruntukan lainnya.

(2) Perwujudan kawasan peruntukan hutan produksi dimaksud pada ayat


(1) huruf a meliputi :
a. penetapan tata batas kawasan hutan produksi terbatas;
75

b. pemanfaatan atau penguasaan hutan produksi terbatas secara


lestari;
c. penetapan tata batas kawasan hutan produksi; dan
d. pemanfaatan atau penguasaan hutan produksi terbatas.

(3) Perwujudan kawasan peruntukan hutan rakyat dimaksud pada ayat


(1) huruf b meliputi :
a. pengembangan perkebunan besar dengan perlibatan Masyarakat
sebagai inti dalam pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR); dan
b. pengembangan perkebunan rakyat mandiri dan/atau plasma dalam
pola PIR.

(4) Perwujudan kawasan peruntukan pertanian dimaksud pada ayat (1)


huruf c meliputi :
a. pengembangan lahan basah berupa sawah dengan dukungan
irigasi;
b. pengembangan budidaya pertanian dan holtikultura;
c. pengembangan budidaya perkebunan; dan
d. pengembangan kegiatan peternakan meliputi:
1. pembangunan pasar hewan;
2. pengembangan pusat pembibitan; dan
3. optimalisasi budidaya peternakan.

(5) Perwujudan kawasan peruntukan perikanan dimaksud pada ayat (1)


huruf d meliputi :
a. pengaturan jenis dan alat tangkap ikan;
b. pengaturan pembuangan limbah perikanan;
c. penataan pelabuhan perikanan;
d. pengembangan kawasan perikanan tangkap, budidaya dan
pengolahan ikan; dan
e. pengembangan kawasan wisata bahari.

(6) Perwujudan kawasan peruntukan pertambangan dimaksud pada ayat


(1) huruf e meliput :
a. rehabilitasi dan konservasi kawasan bekas tambang;
b. penataan dan penelitian potensi kawasan pertambangan;
c. pendataan ulang izin pertambangan;
d. reboisasi tanaman untuk menahan tanah; dan
e. pengembangan kegiatan pertambangan umum lainnya yang
merupakan enclave dalam kawasan peruntukan budidaya .

(7) Perwujudan kawasan peruntukan industri dimaksud pada ayat (1)


huruf f meliputi :
a. pengembangan sistem pengendalian dampak lingkungan industri;
b. penyusunan perundangan peraturan daerah tetang kualitas baku
mutu air limbah, kualitas udara, emisi sumber tidak bergerak, dan
pengelolaan limbah B3;
c. pengujian kualitas lingkungan hidup;
d. monitoring dan evaluasi penerapan manajemen produksi bersih
dari bahan baku sampai hasil jadi;
e. penilaian kinerja dalam pengelolaan lingkungan hidup;
f. pengembangan industri ramah lingkungan;
76

g. pemantapan zona industri.;


h. perintisan pengembangan kawasan industri koridor Mundu-Losari;
i. pemindahan sebagian industri kedalam kawasan industri; dan
j. pengembangan klaster industri mikro, kecil dan menengah terkait
dengan keberadaan jalan bebas hambatan di PKL, PKLp, PPK,
dan PPL serta desa yang potensial;
k. membuka peluang sebesar-besarnya bagi IKM untuk berinvestasi
pada rest area jalan bebas hambatan;
l. menempatkan produk usaha kecil dan menengah pada rest area
dengan pola kemitraan; dan
m. pengembangan aneka produk olahan.

(8) Perwujudan kawasan peruntukan pariwisata dimaksud pada ayat (1)


huruf g meliputi :
a. penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA);
b. studi kelayakan pengembangan objek wisata;
c. pengembangan kelembagaan objek wisata;
d. penyusunan Design Engineering Detail (DED) Objek Wisata
Terpilih;
e. pembangunan objek wisata;
f. revitalisasi dan operasional objek wisata;
g. pembangunan pusat wisata batik Cirebon;
h. pengembangan satuan kawasan wisata;
i. pengembangan kawasan pariwisata budaya dan cagar budaya;
j. pelestarian daya dukung lingkungan dan cagar budaya;
k. pengkaitan kalender wisata Kabupaten; dan
l. pengadaan kegiatan festival gelar seni budaya.

(9) Perwujudan kawasan peruntukan permukiman dimaksud pada ayat


(1) huruf h meliputi :
a. pembangunan prasarana permukiman;
b. pembangunan dan pengembangan skala pengembang minimal
250 unit rumah;
c. studi kelayakan lokasi lingkungan siap bangun (lisiba);
d. penyusunan DED lisiba;
e. pengembangan rumah skala besar (lisiba);
f. pembangunan rumah susun sederhana (hunian vertikal); dan
g. pembangunan sport center.

(10) Perwujudan kawasan peruntukan lainnya dimaksud pada ayat (1)


huruf i meliputi :
a. perwujudan kawasan perdagangan dan jasa meliputi:
1. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdagangan;
2. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara
mengelompok;
3. pengembangan kegiatan perdagangan pada pusat kegiatan
lingkungan;
4. pengembangan kawasan perdagangan dan jasa skala
Kabupaten;
5. pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa terkait dengan
koridor Bandung-Cirebon; dan
77

6. pembangunan pasar induk regional.


b. perwujudan kawasan pesisir dan laut meliputi :
1. penyusunan rencana rinci tata ruang pesisir;
2. penyusunan peraturan zonasi kawasan pesisir;
3. penyusunan rencana tindak kawasan pesisir;
4. pengendalian kegiatan budidaya pada kawasan pesisir;
5. rehabilitasi dan konservasi kawasan pesisir; dan
6. sosialisasi pengelolaan kawasan pesisir.
c. perwujudan kawasan fasilitas sosial dan fasilitas umum meliputi :
1. pengembangan fasilitas pendidikan;
2. pengembangan fasilitas kesehatan;
3. pengembangan fasilitas peribadatan;
4. pengembangan fasilitas perekonomian dan/atau jasa;
5. penataan lingkungan perguruan tinggi;
6. penetapan lokasi kawasan perguruan tinggi; dan
7. pengembangan pendidikan tinggi berbasis budaya.

Bagian Keempat
Perwujudan Rencana Kawasan Strategis

Pasal 72

(1) Perwujudan rencana kawasan strategis sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c terdiri atas :
a. perwujudan kawasan strategis sesuai kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. perwujudan kawasan strategis sosial budaya; dan
c. perwujudan kawasan strategis sesuai kepentingan fungsi dan
daya dukung lingkungan.

(2) Perwujudan kawasan strategis sesuai kepentingan pertumbuhan


ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. penataan kawasan potensial pengembangan ekonomi;
b. penyusunan studi kelayakan dan DED pengembangan kawasan
strategis; dan
c. pengembangan permukiman pada kawasan strategis.

(3) Perwujudan kawasan strategis sosial budaya sebagaiman dimaksud


pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. penataan kawasan wisata budaya; dan/atau
b. pembangunan infrastruktur kawasan wisata budaya.

(4) Perwujudan kawasan strategis sesuai kepentingan fungsi dan daya


dukung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri atas :
a. penataan dan pengendalian kawasan rehabilitasi lingkungan
hidup;
b. penyusunan studi kelayakan dan DED pengembangan kawasan
strategis; dan
c. pengembangan permukiman pada kawasan strategis.
78

BAB VII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 73

Pengendalian Pemanfaatan Ruang meliputi :


a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian Insentif dan Disinsentif; dan
d. arahan sanksi.

Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 74

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 73 huruf a disusun sebagai arahan dalam penyusunan
peraturan zonasi.

(2) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun


sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) digunakan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam
menerbitkan perizinan.
(4) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zonasi
pemanfaatan ruang.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas :


a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang sebagaimana


dimaksud ayat (5) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
wilayah.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana


dimaksud pada ayat (5) huruf b terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan/atau
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.
79

Paragraf 2
Peraturan Zonasi Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 75

Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 74 ayat (6) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi PKL dengan ketentuan :
1. diperbolehkan kegiatan perkotaan berskala Kabupaten, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan antar
kecamatan;
2. intensitas pemanfaatan ruang rendah hingga sedang, dan mulai
dikembangkan bangunan bertingkat;
3. tidak diperbolehkan kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat
menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.
b. ketentuan umum peraturan zonasi PKLp dengan ketentuan :
1. diperbolehkan kegiatan perkotaan berskala perkotaan, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan
kecamatan dan beberapa desa;
2. intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi, dan mulai
dikembangkan bangunan bertingkat;
3. tidak diperbolehkan kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat
menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.
c. ketentuan umum peraturan zonasi PPK dengan ketentuan :
1. diperbolehkan kegiatan perkotaan berskala perkotaan, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala pelayanan
kecamatan dan beberapa desa;
2. intensitas pemanfaatan ruang sedang hingga tinggi, dan mulai
dikembangkan bangunan bertingkat;
3. tidak diperbolehkan kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat
menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.
d. ketentuan umum peraturan zonasi PPL dengan ketentuan :
1. diperbolehkan kegiatan perkotaan berskala kecamatan, didukung
fasilitas dan prasarana yang sesuai dengan skala antar desa;
2. intensitas pemanfaatan ruang rendah hingga sedang, dan mulai
dikembangkan bangunan bertingkat sederhana;
3. tidak diperbolehkan kegiatan yang tidak sesuai dan/atau dapat
menurunkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan; dan
4. pembatasan terhadap kegiatan bukan perkotaan yang dapat
mengurangi fungsi sebagai kawasan perkotaan.
80

Paragraf 3
Peraturan Zonasi Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 76

Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan prasarana wilayah


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (6) huruf b meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
utama; dan/atau
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya.

Pasal 77

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana utama


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi darat;
b. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi
perkeretaapian;
c. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi laut; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi udara.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi darat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan raya dan
jembatan; dan/atau
b. ketentuan umum peraturan zonasi terminal.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalan raya dan jembatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dengan ketentuan :
a. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan bebas hambatan meliputi :
1. diperbolehkan prasarana pergerakan yang menghubungkan
antar pusat kegiatan yang mempunyai spesifikasi dan
pelayanan lebih tinggi daripada jalan umum yang ada;
2. intensitas bangunan di sepanjang jalan bebas hambatan
adalah rendah;
3. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung
di sepanjang jalan bebas hambatan;
4. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis
sempadan bangunan dan penetapan batas lahan ruang
pengawasan jalan serta jalan akses yang tidak mengganggu
fungsi jalan bebas hambatan;
5. ketinggian bangunan maksimum 2 (dua) lantai; dan
6. pembatasan alih fungsi lahan budidaya disepanjang jalan
bebas hambatan agar tidak mengganggu fungsinya.
b. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer meliputi :
1. diperbolehkan prasarana pergerakan yang menghubungkan
antar pusat kegiatan utama pada skala pelayanan nasional
dan provinsi;
2. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis
sempadan bangunan yang terletak ditepi jalan arteri primer;
3. pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di
sepanjang jalan arteri primer;
81

4. diperbolehkan untuk dimanfaatkan bagi pergerakan lokal


dengan tidak mengurangi fungsi pergerakan antar pusat utama
tersebut; dan
5. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang
jalan arteri primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan
antar pusat utama.
c. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan kolektor primer meliputi :
1. diperbolehkan prasarana pergerakan yang menghubungkan
antar pusat kegiatan pada skala provinsi;
2. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak
mengurangi fungsi pergerakan antar pusat kegiatan dalam
wilayah tersebut;
3. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung
di sepanjang jalan kolektor primer;
4. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis
sempadan bangunan yang terletak ditepi jalan kolektor primer;
dan
5. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang
jalan kolektor primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan
antar pusat kegiatan dalam wilayah.
d. pemanfaatan ruang di sepanjang jalan lokal primer meliputi :
1. diperbolehkan untuk prasarana pergerakan yang
menghubungkan antar pusat kegiatan dalam wilayah pada
skala Kabupaten;
2. dapat juga dimanfaatkan bagi pergerakan lokal dengan tidak
mengurangi fungsi pergerakan antar pusat kegiatan dalam
wilayah tersebut;
3. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan berfungsi lindung
di sepanjang jalan lokal primer;
4. pembatasan terhadap bangunan dengan penetapan garis
sempadan bangunan yang terletak ditepi jalan lokal primer;
dan
5. pembatasan alih fungsi lahan berfungsi budidaya di sepanjang
jalan Lokal primer agar tidak mengurangi fungsi pergerakan
antar pusat dalam wilayah.
e. ruang milik jalan paling sedikit dengan lebar :
1. jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;
2. jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
3. jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
4. jalan kecil 11 (sebelas) meter.
f. dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas lebar ruang
pengawasan jalan sebagaimana dimaksud pada huruf e
ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran
sebagai berikut :
1. jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
2. jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
3. jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
4. jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
5. jalan arteri sekunder 15 (lima belas) meter;
6. jalan kolektor sekunder 5 (lima) meter;
7. jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
8. jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter; dan
82

9. jembatan 100 (seratus) meter ke arah hilir dan hulu.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi terminal sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf b dengan ketentuan :
a. diperbolehkan untuk prasarana terminal, sub terminal bagi
pergerakan orang, barang dan kendaraan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan
kerja terminal dan sub terminal yang dapat mengganggu kegiatan
tersebut; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan
kerja terminal dan sub terminal yang harus memperhatikan
kebutuhan ruang.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi


perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
ketentuan :
a. ketentuan umum peraturan zonasi jalur kereta api; dan/atau
b. ketentuan umum peraturan zonasi stasiun kereta api.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan jalur kereta api


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jaringan jalur
kereta api dengan syarat disusun dengan intensitas menengah
hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya
dibatasi;
b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang pengawasan jalur
kereta api yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan
keselamatan transportasi perkeretaapian;
c. pembatasan pemanfaatan ruang yang peka terhadap dampak
lingkungan akibat lalu lintas kereta api di sepanjang jalur kereta
api;
d. pembatasan jumlah perlintasan sebidang antara jaringan jalur
kereta api dan jalan;
e. diperbolehkan menempatkan fasilitas operasi kereta api serta
bangunan pelengkap lainnya pada ruang manfaat jalur kereta api
dengan syarat :
1. diluar ruang bebas;
2. tidak mengganggu stabilitas konstruksi jalan rel; dan
3. tidak mengganggu pandangan bebas masinis.
f. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta
api dengan ketentuan dampak lingkungan dan kebutuhan
pengembangan jaringan jalur kereta api dimana kawasan
sempadan jalan kereta api minimal 23 (duapuluh tiga) meter; dan
g. ruang milik jalur kereta api berupa bidang tanah di kiri dan kanan
ruang manfaat jalur kereta api yang digunakan untuk pengamanan
konstruksi jalan rel meliputi :
1. batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak
pada permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri
dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling
sedikit 6 (enam) meter;
2. batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak
di bawah permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri
83

dan kanan serta bagian bawah dan atas ruang manfaat jalur
kereta api yang lebarnya paling sedikit 6 (enam) meter;
3. batas ruang milik jalur kereta api untuk jalan rel yang terletak
di atas permukaan tanah diukur dari batas paling luar sisi kiri
dan kanan ruang manfaat jalur kereta api yang lebarnya paling
sedikit 6 (enam) meter; dan
4. dalam hal jalan rel yang terletak di atas permukaan tanah di
atas atau berhimpit dengan jalan batas ruang milik jalur kereta
api dapat berhimpit dengan batas ruang manfaat jalur kereta
api.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi stasiun kereta api sebagaimana


dimaksud pada ayat (5) huruf b dengan ketentuan :
a. diperbolehkan untuk peningkatan sarana dan prasarana stasiun
kereta api bagi peningkatan pelayanan;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan
kerja stasiun kereta api yang dapat mengganggu kegiatan
tersebut; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di dalam lingkungan
kerja stasiun kereta api yang harus memperhatikan kebutuhan
ruang, agar tidak menggangu pergerakan kendaraan lainnya.

(8) Ketentuan umum peraturan zonasi jaringan transportasi laut


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ketentuan :
a. diperbolehkannya pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional pelabuhan laut;
b. diperbolehkannya pemanfaatan ruang di sekitar pelabuhan laut
sesuai dengan kebutuhan pengembangan pelabuhan laut; dan
c. pembatasan pembangunan yang digunakan untuk transportasi
agar tidak mengganggu sistem alur pelayaran.

(9) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan :
a. pengaturan, pemanfaatan dan pengendalian penggunaan lahan
dan ruang udara disekitar kawasan Bandara Cakrabuana sesuai
dengan Rencana Induk Bandara Cakrabuana;
b. diperbolehkannya pemanfaatan ruang untuk kebutuhan
operasional bandar udara;
c. diperbolehkannya pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara
sesuai dengan kebutuhan pengembangan bandar udara;
d. pembatasan pembangunan dengan memperhatikan daerah
Iingkungan kepentingan bandar udara yang merupakan daerah
di luar Iingkungan kerja bandar udara untuk menjamin
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran
aksesibilitas penumpang dan kargo; dan
e. dilarang mendirikan bangunan pada batas-batas Kawasan
Keselamatan Operasi Penerbangan dan batas kawasan
kebisingan.
84

Pasal 78

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana lainnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf b terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya
air;
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
pengelolaan lingkungan; dan
e. ketentuan umum peraturan zonasi jalur dan ruang evakuasi
bencana.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan energi dan


kelistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan
ketentuan :
a. pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar jaringan pipa minyak
dan gas bumi yang memperhitungkan aspek keamanan dan
keselamatan kawasan di sekitarnya;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik
dengan syarat memperhitungkan jarak aman dari kegiatan lain;
dan
c. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sepanjang
jalur transmisi.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan :
a. kegiatan yang diperbolehkan berupa Ruang Terbuka Hijau
sepanjang tidak menganggu batas yang ditetapkan;
b. pelarangan pemanfaatan ruang bebas di sekitar menara
pemancar; dan
c. pembatasan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara
pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek
keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan sumber daya air
dan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan pertanian dan perikanan dengan syarat
tidak merusak tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan
mengganggu kualitas maupun kuantitas jaringan sumber daya air;
b. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
sumber daya air yang dapat mengganggu kualitas sumber daya
air;
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar Wilayah
Sungai dan embung, agar tetap dapat dijaga kelestarian
lingkungan dan fungsi lindung kawasan;
d. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
DI yang dapat mengganggu kualitas sumber daya air;
e. diperbolehkan kegiatan pertanian dengan syarat tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu
sistem pengendali banjir;
85

f. pelarangan terhadap pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar


sistem pengendali banjir; dan
g. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sistem
pengendali banjir agar tetap sesuai dengan fungsinya.

Pasal 79

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana


pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat
(1) huruf d terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi rencana sistem jaringan
persampahan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pelayanan air minum;
c. ketentuan umum peraturan zonasi sistem air limbah domestik, non
domestik dan B3; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan persampahan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan daur ulang sampah dengan syarat tidak
merusak lingkungan dan bentang alam maupun perairan
setempat;
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
persampahan yang dapat mengganggu kualitas lingkungan; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar persampahan
agar dapat dipantau kelestariannya.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pelayanan air minum


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan pertanian dengan syarat tidak merusak
tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan mengganggu
kualitas maupun kuantitas air;
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
mata air yang dapat mengganggu kualitas air; dan
c. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar mata air agar
tetap dapat dijaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung
kawasan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem air limbah domestik,


non domestik, dan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dengan ketentuan :
a. diperbolehkannya kegiatan pertanian dengan syarat tidak merusak
lingkungan dan bentang alam yang akan menganggu unit
pengolahan limbah domestik, non domestik, dan B3;
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
pengolahan limbah domestik, non domestik, dan B3 dengan
radius kurang lebih 100 m2; dan
c. pembatasan terhadap Pemanfaatan ruang di sekitar pengolahan
limbah domestik, non domestik, dan B3 agar tetap dapat dijaga
keberlanjutannya.
86

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem drainase sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan pertanian dan RTH dengan syarat tidak
merusak tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan
mengganggu sistem drainase;
b. diperbolehkan pengembagangan kawasan permukiman dengan
syarat diwajibkan pembuatan saluran drainase tersier sepanjang
sisi jalan raya;
c. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang dan kegiatan di sekitar
sungai dan saluran utama untuk kegiatan yang akan merusak
sistem drainase; dan
d. pembatasan terhadap pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan
saluran utama agar tetap dapat dijaga kelestariannya.

Pasal 80

Ketentuan umum peraturan zonasi jalur evakuasi bencana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf e dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pengembangan ruang terbuka dengan syarat tidak
merusak tatanan lingkungan dan bentang alam yang akan
mengganggu kualitas lingkungan;
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang dan kegiatan di ruang
terbuka yang dapat mengganggu jalur evakuasi bencana; dan
c. pembatasan terhadap penggunaan pemanfaatan ruang di sekitar
ruang terbuka agar tetap dapat berfungsi sebagai jalur evakuasi
bencana.

Paragraf 4
Peraturan Zonasi Pola Ruang Kawasan Lindung

Pasal 81

Ketentuan umum peraturan zonasi Kawasan Lindung sebagaimana


dimaksud dalam dalam 74 ayat (7) huruf a terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian
alam, dan cagar budaya;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.

Pasal 82

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlindungan


terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkannya pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan
budidaya, yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan
air hujan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan;
87

b. diperbolehkannya pemanfaatan ruang dengan syarat wajib


memelihara fungsi resapan air;
c. diperbolehkan kegiatan penghijauan dan penyediaan sumur resapan
dan/atau embung pada lahan terbangun yang sudah ada;
d. diperbolehkan kegiatan budidaya terbangun dengan syarat
melakukan penerapan prinsip kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan (zero delta Q policy);
e. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengurangi daya serap
tanah terhadap air;
f. tidak diperbolehkan kegiatan dan pemanfaatan ruang yang dapat
mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi
hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup;
dan
g. tidak diperbolehkan kegiatan yang merusak kualitas dan kuantitas air,
kondisi fisik, dan daerah tangkapan air.

Pasal 83

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai;
b. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan sungai;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar situ;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kearifan lokal; dan
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan RTH.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH, pertahanan dan
keamanan, dan perhubungan;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kepentingan adat dan
kearifan lokal, yang mencakup upacara adat, upacara
keagamaan, hak dan kewajiban masyarakat adat, serta tradisi dan
kebiasaan;
c. diperbolehkan pemanfaatan ruang bagi kegiatan rekreasi, wisata
bahari, dan ekowisata dengan syarat tidak mendirikan bangunan
permanen;
d. diperbolehkannya pengembangan struktur alami dan struktur
buatan untuk mencegah abrasi, akresi dan intrusi air laut;
e. diperbolehkan perluasan kawasan lindung dengan ketentuan
tanah timbul sebagai lahan milik negara dan merupakan lahan
bebas;
f. tidak diperbolehkan membuang secara langsung limbah padat,
limbah cair, limbah gas dan limbah B3; dan
g. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat menurunkan fungsi
ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah dan/atau
merusak bentang alam, kelestarian fungsi pantai dan akses
terhadap kawasan sempadan pantai.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan :
88

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH di kanan kiri sungai;


b. diperbolehkan perizinan mendirikan bangunan hanya untuk
pengelolaan badan air atau pemanfaatan air;
c. tidak diperbolehkan membuang secara langsung limbah padat,
limbah cair, limbah gas dan limbah B3;
d. diperbolehkan pengembangan budidaya perikanan air tawar
dengan syarat sesuai daya dukung dan daya tampung sungai;
dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat
mengganggu kelestarian sumber daya air, keseimbangan fungsi
lindung, serta kelestarian flora dan fauna.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan situ


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ketentuan :
a. tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang merusak daerah
tangkapan air situ;
b. tidak diperbolehkan mendirikan bagunan permanen untuk hunian
dan tempat usaha;
c. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH sekitar situ;
d. tidak diperbolehkan membuang secara langsung limbah padat,
limbah cair, limbah gas, dan limbah B3;
e. tidak diperbolehkan kegiatan Pemanfaatan ruang yang dapat
mengganggu kelestarian sumberdaya air, keseimbangan fungsi
lindung, serta kelestarian flora dan fauna.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk RTH sekitar daerah
tangkapan air hujan;
b. tidak diperbolehkan membuang secara langsung limbah padat,
limbah cair, limbah gas dan limbah B3;
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat menurunkan fungsi
ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah dan/atau
merusak bentang alam serta kelestarian fungsi mata air termasuk
akses terhadap kawasan mata air; dan
d. tidak diperbolehkan kegiatan pemanfaatan di sempadan mata air
dalam radius 200 meter dari lokasi pemunculan mata air.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan kearifan lokal


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pendidikan, penelitian,
dan pariwisata;
b. tidak diperbolehkan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak
sesuai dengan fungsi kawasan;
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat merusak kawasan
kearifan lokal;
d. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengubah bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan
kawasan kearifan lokal;
e. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang yang mengganggu
kelestarian lingkungan di sekitar kawasan kearifan lokal meliputi
89

peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, serta wilayah dengan


bentukan geologi tertentu; dan
f. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengganggu upaya
pelestarian budaya masyarakat setempat.

(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau


untuk kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
b. diperbolehkan penerapan konsep taman kota pada lokasi yang
potensial di seluruh Kabupaten untuk menjaga kualitas ruang dan
estetika lingkungan;
c. diizinkan seluruh kegiatan untuk menambah RTH agar mencapai
30%;
d. diperbolehkan bangunan dengan syarat hanya untuk bangunan
penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya;
e. tidak diperbolehkan pendirian bangunan yang bersifat permanen;
f. diperbolehkan penyediaan tanah pemakaman minimal seluas
kurang lebih 1 (satu) hektar pada masing-masing desa dan
kelurahan;
g. diperbolehkan pengembangan RTH sepanjang perbatasan
wilayah Kabupaten dengan ketentuan minimum 50 (lima puluh)
meter dari kiri kanan garis batas wilayah kecuali pada kawasan
perbatasan yang sudah padat bangunan-bangunan mengacu
pada rencana pola ruang;
h. diperbolehkannya pengelolaan ruang terbuka sepanjang jalur
instalasi listrik tegangan tinggi;
i. diperbolehkannya pemanfaatan ruang terbuka non hijau sebagai
fungsi utama tempat kelestarian lingkungan yang sekaligus
berfungsi sebagai tempat evakuasi bencana; dan

pasal 84

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian


alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c
berupa Taman Nasional Gunung Ciremai dengan ketentuan :
a. diperbolehkan wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang
alam;
b. diperbolehkan pengembangan kegiatan pendukung yang dilakukan
di dalam taman nasional dengan syarat harus mengikuti kaidah
perlindungan dan kaidah;
c. diperbolehkan penggunaan dan pemanfaatan tanah di taman
nasional dengan syarat harus sesuai dengan fungsi kawasan dan
tidak boleh mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam,
dan ekosistem alami; dan
d. tidak diperbolehkan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan
ekosistemnya.
90

Pasal 85

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf d meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan longsor;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan gelombang pasang;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan angin ribut.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan longsor


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pendirian bangunan sebagi tempat pemantauan
ancaman bencana;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan longsor untuk
tingkat kerawanan sedang dengan kemiringan 20% sampai
dengan 40% dengan ketentuan :
1. tidak diperbolehkan membangun industri dan/atau pabrik;
2. diperbolehkan izin pengembangan hunian terbatas,
transportasi lokal dan wisata alam dengan syarat tidak
mengganggu kestabilan lereng dan lingkungan, menerapkan
sistem drainase yang tepat, meminimalkan pembebanan pada
lereng, memperkecil kemiringan lereng, pembangunan jalan
mengikuti kontur lereng dan mengosongkan lereng dari
kegiatan manusia;
3. diperbolehkannya kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan,
hutan kota dan hutan produksi dengan syarat penanaman
vegetasi yang tepat, sistem terasering dan drainase yang
tepat, transportasi untuk kendaraan roda empat ringan hingga
sedang, kegiatan peternakan dengan sistem kandang,
menghindari pemotongan dan penggalian lereng, dan
mengosongkan lereng dari kegiatan manusia; dan
4. diperbolehkan kegiatan pertambangan untuk bahan galian
golongan C dengan syarat harus dilakukan kajian lingkungan
dengan memperhatikan kestabilan lereng dan didukung upaya
reklamasi.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan longsor untuk
tingkat kerawanan rendah dengan kemiringan lebih kecil dari
20 % (dua puluh perseratus) dengan ketentuan :
1. tidak diperbolehkan membangun industri dan/atau pabrik; dan
2. diperbolehkan membangun kegiatan budidaya dengan
mengikuti persyaratan pencegahan longsor.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang


pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan
karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; dan/atau
b. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk kepentingan
pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ketentuan :
91

a. diperbolehkan pemanfaatan kawasan rawan banjir bagi RTH dan


pengendalian pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan
rendah;
b. tidak diperbolehkan membangun fasilitas umum; dan
c. diperbolehkan dengan terbatas pengembangan permukiman
di kawasan rawan banjir.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana angin


ribut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan kawasan rawan bencana angin ribut
bagi RTH dan pengendalian pembangunan fasilitas umum dengan
kepadatan rendah;
b. tidak diperbolehkan membangun fasilitas umum; dan
c. diperbolehkan dengan terbatas pengembangan permukiman
di kawasan rawan bencana angin ribut.

Pasal 86

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf e terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan cagar alam geologi
meliputi :
1. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan karst; dan/atau
2. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan panas bumi.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam
geologi meliputi :
1. ketentuan umum peraturan zonasi rawan letusan gunung api;
2. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gerakan
tanah; dan
3. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan abrasi.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan karst sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf a butir 1 dengan ketentuan :
a. diperbolehkan secara terbatas izin kegiatan wisata alam,
pendidikan, penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan; dan/atau
b. tidak diperbolehkan kegiatan pemanfaatan ruang yang mengubah
dan/atau merusak bentang alam.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan panas bumi


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a butir 2 dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan bangunan untuk pengamanan dan pelestarian dari
berbagai bentuk ancaman baik oleh kegiatan manusia maupun
alam;
b. diperbolehkan kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat
tidak merusak kawasan; dan
c. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan panas
bumi;
92

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi rawan letusan gunung api


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b butir 1 dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan
karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
b. diperbolehkan bangunan sebagai ruang mitigasi bencana; dan
c. diperbolehkan bangunan untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana dan kepentingan umum.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gerakan tanah


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b butir 2 dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan secara terbatas kegiatan permukiman dengan
syarat konstruksi beton bertulang, kepadatan bangunan sedang-
rendah, dan pola permukiman menyebar;
b. diperbolehkan secara terbatas kegiatan perdagangan dan
perkantoran dengan kepadatan rendah-tinggi; dan
c. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan pertanian lahan
basah dan beririgasi serta pertanian tadah hujan, perikanan,
perkebunan, pariwisata agrokultur dan sosiokultur serta
pertambangan.

(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan abrasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b butir 3 dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan secara terbatas pengembangan kawasan
terbangun;
b. diperbolehkan aktivitas budidaya dengan syarat teknis rekayasa
teknologi; dan
c. tidak diperbolehkan aktivitas permukiman dan pembangunan
prasarana utama.

Paragraf 5
Peraturan Zonasi Pola Ruang Kawasan Budidaya

Pasal 87

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya sebagaimana


dimaksud dalam dalam Pasal 74 ayat (7) huruf b terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi hutan produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi hutan rakyat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perikanan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertambangan;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata;
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.
93

Pasal 88

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan produksi


sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan pengembangan kegiatan dengan syarat memiliki
kesesuaian lahan;
b. diperbolehkan peningkatan produktifitas hutan produksi dan hutan
rakyat dengan prioritas arahan pengembangan jenis komoditi
berdasarkan produktifitas lahan, akumulasi produksi, dan kondisi
penggunaan lahan;
c. dipebolehkan aktivitas pengembangan hutan secara berkelanjutan;
d. diperbolehkan aktivitas reboisasi atau penghijauan dan rehabilitasi
hutan;
e. diperbolehakan secara terbatas pemanfaatan hasil hutan;
f. diperbolehkan secara terbatas pendirian bangunan hanya untuk
menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
g. tidak diperbolehkan aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang
mengurangi luas hutan.

Pasal 89

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan rakyat sebagaimana


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pengembangan kegiatan dengan syarat memiliki
kesesuaian lahan;
b. diperbolehkan peningkatan produktifitas hutan produksi dan hutan
rakyat dengan prioritas arahan pengembangan jenis komoditi
berdasarkan produktifitas lahan, akumulasi produksi, dan kondisi
penggunaan lahan;
c. dipebolehkan aktivitas pengembangan hutan secara berkelanjutan;
d. diperbolehkan aktivitas reboisasi atau penghijauan dan rehabilitasi
hutan;
e. diperbolehakan secara terbatas pemanfaatan hasil hutan;
f. diperbolehkan secara terbatas pendirian bangunan hanya untuk
menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan
g. tidak diperbolehkan aktivitas pengembangan budidaya lainnya yang
mengurangi luas hutan.

Pasal 90

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 huruf c meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi pertanian tanaman pangan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi hortikultura;
c. ketentuan umum peraturan zonasi perkebunan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi peternakan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi pertanian tanaman pangan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan industi berbasis bahan baku;
94

b. diperbolehkan pengembangan konservasi berkaitan dengan


vegetatif dan sipil teknis meliputi pembuatan pematang,
terasering, dan saluran drainase;
c. tidak diperbolehkan konversi lahan terhadap sawah beririgasi
teknis yang telah ditetapkan sebagai lahan sawah berkelanjutan;
d. diperbolehkan secara terbatas konversi lahan sawah beririgasi
non teknis untuk keperluan infrastruktur strategis; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan perkotaan di sepanjang jalur
transportasi yang menggunakan lahan sawah beririgasi teknis.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi hortikultura sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kegiatan industri berbasis bahan baku;
b. diperbolehkan pengembangan agroindustri dan agrowisata serta
penyiapan sarana-prasarana pendukung;
c. diperbolehkan peningkatan produktivitas pertanian hortikultura;
d. diperbolehkan pengembangan produksi komoditas andalan; dan
e. diperbolehkannya aktivitas pendukung pertanian tanaman
pangan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi perkebunan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan ketentuan :
a. diperbolehkan aktivitas pendukung pertanian perkebunan;
b. diperbolehkan mendirikan perumahan dengan syarat tidak
mengganggu fungsi perkebunan; dan
c. dilarang aktivitas budidaya yang mengurangi atau merusak fungsi
lahan dan kualitas tanah untuk perkebunan.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi peternakan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan :
a. diperbolehkan ruang untuk segala aspek yang berkaitan dengan
peternakan, termasuk penyediaan lahan untuk kawasan
penggembalaan umum yang harus dipertahankan keberadaan
dan kemanfaatannya secara berkelanjutan;
b. diizinkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif lain di luar
zona penyangga peruntukan peternakan;
c. pengendalian limbah ternak melalui sistem pengelolaan limbah
terpadu;
d. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan
peruntukan peternakan;
e. diperbolehkan merubah fungsi lahan peternakan akibat perubahan
tata ruang dengan syarat disediakan lahan pengganti pada lahan
yang sesuai standar kawasan peternakan; dan
f. diperbolehkan pengembangan peternakan bersamaan dengan
usaha tanaman pangan, holtikultura, perikanan, perkebunan, dan
kehutanan.

Pasal 91

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perikanan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 huruf d dengan ketentuan :
95

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk pembudidaya ikan air tawar


dan jaring apung;
b. diperbolehkannya pemanfaatan ruang untuk kawasan penangkapan
ikan di perairan umum;
c. diperbolehkannya pengembangan sarana dan prasarana guna
menunjang kegiatan perikanan;
d. diperbolehkan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan
memperhatikan potensi lestari; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan sekitarnya.

Pasal 92

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertambangan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf e dengan ketentuan :
a. tidak diperbolehkan pendirian bangunan di sekitar instalasi dan
peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan
bahaya dengan memperhatikan kepentingan wilayah sekitarnya;
b. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan terbuka di dalam
kawasan lindung;
c. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan di kawasan rawan
bencana dengan tingkat kerentanan tinggi;
d. tidak diperbolehkan penambangan yang menimbulkan kerusakan
lingkungan;
e. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan diluar kawasan
pertambangan;
f. diperbolehkan pengembangan kawasan permukiman perdesaan
dengan syarat mematuhi ketentuan mengenai radius minimum
terhadap kawasan pertambangan;
g. tidak diperbolehkan kegiatan pertambangan pada daerah tadah dan
sumber air; dan
h. tidak diperbolehkan kegiatan pertambangan pada lokasi penggalian
yang memiliki lereng curam dan kurang stabil.

Pasal 93

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan industri sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 huruf f dengan ketentuan :
a. diperbolehkan pengembangan jenis industri dengan syarat ramah
lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah dengan memenuhi
persyaratan AMDAL;
b. tidak diperbolehkan bentuk kegiatan yang dapat memberikan dampak
merusak dan menurunkan kualitas lingkungan;
c. diperbolehkan penyediaan kavling industri, kavling perumahan, jalan,
dan sarana penunjang dan RTH;
d. tidak diperbolehkannya pengembangan industri dengan penggunaan
air tinggi dan mengganggu pasokan air untuk lahan pertanian;
e. diperbolehkannya penyediaan RTH pada kawasan industri kurang
lebih 20% dari luas kawasan;
f. diperbolehkan pengembangan kawasan industri yang tidak
mengakibatkan kerusakan atau alih fungsi kawasan lindung serta
lahan pertanian beririgasi;
96

g. tidak diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana industri


kecil dan menengah yang mengganggu fungsi Kawasan Lindung;
h. tidak diperbolehkan pengembangan kawasan industri kecil dan
menengah yang menyebabkan kerusakan kawasan resapan air dan
pelarangan pengambilan air tanah di daerah yang telah ditetapkan
sebagai zona pemanfaatan air tanah kritis dan rusak;
i. diperbolehkan secara terbatas pengembangan industri kecil dan
menengah pada kawasan permukiman dan pertanian;
j. diperbolehkan pengembangan industri kecil dan mikro untuk
pengolahan hasil pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan
kehutanan;
k. diperbolehkannya mengembangkan industri agribisnis yang
mendukung komoditas agribisnis unggulan;
l. diperbolehkan pengembangan kegiatan industri dengan syarat
penyediaan instalasi pengolahan air limbah dan teknologi ramah
lingkungan; dan
m. diperbolehkan jalur hijau sebagai zona penyangga pada tepi luar
kawasan industri.

Pasal 94

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 87 huruf g dengan ketentuan :
a. tidak diperbolehkan pembangunan sarana dan prasarana penunjang
wisata yang mengganggu fungsi Kawasan Lindung;
b. tidak diperbolehkan mengubah dan/atau merusak bentuk arsitektur
setempat, bentang alam dan pemandangan visual;
c. diperbolehkan secara terbatas kegiatan dan pendirian bangunan
hanya untuk kegiatan penunjang wisata pada lokasi yang
bersangkutan; dan
d. diperbolehkan pelestarian lingkungan hidup dan cagar budaya yang
dijadikan kawasan pariwisata sesuai prinsip pemugaran.

Pasal 95

Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan permukiman perkotaan dan


perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf h dengan
ketentuan :
a. diperbolehkannya mengembangkan perdagangan jasa dengan syarat
sesuai dengan skalanya;
b. diperbolehkan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial
sesuai dengan skalanya;
c. diperbolehkannya kegiatan perdagangan dengan syarat pada lahan
yang sesuai dengan kriteria fisik meliputi :
1. kemiringan lereng;
2. ketersediaan dan mutu sumber air bersih; dan
3. bebas dari potensi banjir dan/atau genangan.
d. diperbolehkan pengembangan peningkatan pelayanan fasilitas
permukiman pada permukiman hirarki rendah;
e. diperbolehkan pengembangan permukiman ditunjang dengan
rencana kelengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum;
97

f. diperbolehkan dikembangkan kegiatan industri kecil dan menengah


(IKM) dengan syarat tidak menimbulkan polusi;
g. diperbolehkan pengembangan perumahan pada lahan tidur yang
sementara tidak diusahakan;
h. diperbolehkan pembangunan perumahan bagi pengembang dengan
ketentuan standar pelayanan minimal kawasan permukiman; dan
i. tidak diperbolehkan perkembangan kawasan permukiman yang
berada atau berbatasan dengan kawasan lindung.

Pasal 96

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf i meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan
jasa;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan
keamanan; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan fasilitas sosial dan
fasilitas umum.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. tidak diperbolehkan pertumbuhan dan penyebaran sarana dan
prasarana perdagangan dan jasa yang mengganggu fungsi
kawasan lindung;
b. tidak diperbolehkan pengembangan kawasan perdagangan dan
jasa yang menyebabkan kerusakan kawasan resapan air dan
pelarangan pengambilan air tanah di daerah yang telah ditetapkan
sebagai zona pemanfaatan air tanah kritis dan rusak;
c. diperbolehkan lokasi pasar penunjang yang berfungsi menampung
produk pertanian dan didirikan berdekatan dengan sumber
pasokan dengan syarat tidak mengganggu fungsi kawasan
lindung;
d. diperbolehkan pengembangan hypermarket dan pusat
perbelanjaan dengan syarat hanya boleh berlokasi pada akses
sistem jaringan jalan arteri atau kolektor dan tidak boleh berada
pada lahan pelayanan lokal atau lingkungan di dalam perkotaan;
e. diperbolehkan pengembangan supermarket dan departement
store dengan syarat tidak boleh berlokasi pada sistem jaringan
jalan lingkungan dan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan
lingkungan di dalam perkotaan;
f. diperbolehkan pengembangan minimarket dengan syarat tidak
boleh berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan dan tidak
boleh berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam
permukiman; dan
g. diperbolehkan pengembangan di pusat perbelanjaan dan toko
modern dengan syarat penyediaan areal parkir yang memadai dan
fasilitas sarana umum lainnya.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan ketentuan :
98

a. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan


nelayan dengan kepadatan rendah;
b. diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan
dan/atau kawasan sabuk hijau;
c. diperbolehkan secara terbatas kawasan budidaya tambak dengan
atau tanpa unit pengolahannya;
d. diperbolehkan pengembangan kegiatan dengan ketentuan
memenuhi syarat pengelolaan lingkungan, memperhatikan
kemampuan sistem tata air setempat serta menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan untuk kegiatan selain kegiatan
konservasi, pendidikan, dan pelatihan;
e. diperbolehkan penyediaan infrastruktur pendukung bagi bisnis
kelautan dan wisata bahari; dan
f. diperbolehkan pengembangan kawasan bisnis kelautan dan
wisata bahari.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertahanan dan


keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan
ketentuan :
a. diperbolehkan pengembangan aktivitas pertahanan dan kemanan;
b. diperbolehkan pengembangan fasilitas umum dan fasilitas sosial
sebagai pendukung kegiatan pertahanan keamanan;
c. tidak diperbolehkan pembangunan fungsi rumah pada kawasan
lapangan tembak pada radius yang ditetapkan kurang lebih 500
(lima ratus) meter;
d. diperbolehkan pendirian bangunan hanya untuk menunjang
pertahanan kemanan; dan
e. tidak diperbolehkan segala aktivitas budidaya yang akan
mengganggu aktivitas pertahanan keamanan.

(5) Ketentuan umum peraturan zonasi fasilitas sosial dan fasilitas umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan ketentuan :
a. diperbolehkan mengembangkan aktivitas budidaya produktif
lainnya sebagai pendukung aktivitas fasilitas sosial dan fasilitas
umum;
b. diperbolehkan pengembangan aktivitas budidaya lainnya dengan
tidak mengganggu aktivitas fasilitas sosal dan fasilitas umum;
c. tidak diperbolehkan segala aktivitas budidaya yang akan
mengganggu aktivitas fasilitas sosal dan fasilitas umum; dan
d. diperbolehkan penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum
sesuai dengan standar pelayanan minimal.

Paragraf 6
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis

Pasal 97

(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) huruf c terdiri atas :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai
kepentingan pertumbuhan ekonomi;
99

b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai


kepentingan sosial budaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai
fungsi dan daya dukung lingkungan.

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai


kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dengan ketentuan :
a. diperbolehkan kawasan penunjang ekonomi dengan syarat harus
ditunjang sarana dan prasarana yang memadai;
b. diperbolehkan secara terbatas perubahan fungsi ruang pada
setiap bagian dari kawasan strategis ekonomi;
c. diperbolehkan pengembangan ruang atau zona dengan intentitas
tinggi secara khusus dengan syarat harus dilengkapi dan
mempertahankan ruang terbuka hijau;
d. diperbolehkan perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu
pada ruang terbuka sepanjang masih dalam batas ambang
penyediaan ruang terbuka; dan
e. tidak diperbolehkan merubah fungsi zona yang dinilai penting
dalam mendukung aktivitas kawasan strategis pertumbuhan
ekonomi.

(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai


kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dengan ketentuan :
a. tidak diperbolehkan merubah fungsi kawasan yang tidak
mendukung kawasan startegis sosial budaya;
b. diperbolehkan penambahan fungsi penunjang tanpa
menghilangkan identitas dan karakter kawasan;
c. dibatasi pengembangan kegiatan budidaya di sekitar kawasan
startegis sosial budaya;
d. tidak diperbolehkan dilakukan perubahan dalam bentuk
peningkatan kegiatan atau perubahan ruang disekitarnya yang
dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya; dan
e. tidak diperbolehkan dilakukan penambahan fungsi tertentu pada
suatu zona ini untuk fungsi yang bertentangan.

(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis sesuai fungsi


dan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dengan ketentuan :
a. pada kawasan yang telah ditetapkan memiliki fungsi lingkungan
dan terdapat kerusakan harus dilakukan pengembalian ke rona
awal;
b. diperbolehkan pembuatan sumur resapan pada kawasan yang
didalamnya terdapat zona peresapan air; dan
c. diperbolehkan percepatan rehabilitasi untuk menunjang
kelestarian dan mencegah kerusakan dalam jangka panjang.
100

Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan

Pasal 98

Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan


ruang dan wajib melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam
pelaksanaan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 99

(1) Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk :


a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.

(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang


yang akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu
kawasan atau zona berdasarkan Rencana Tata Ruang.

Pasal 100

(1) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99


dapat berupa :
a. fatwa rencana pengarahan lokasi;
b. izin lokasi;
c. izin mendirikan bangunan; dan
d. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara perizinan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
Bupati.

Pasal 101

(1) Fatwa rencana pengarahan lokasi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 100 ayat (1) huruf a merupakan fatwa pengarahan lokasi yang
diberikan oleh Pemerintah Kabupaten berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten dan rencana rinci tata ruang Kabupaten.

(2) Fatwa rencana pengarahan lokasi diberikan kepada setiap orang dan
badan hukum yang akan melakukan pemanfaatan ruang.

Pasal 102

(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) huruf b
merupakan pemberian izin pemanfaatan ruang untuk suatu kegiatan.

(2) Izin lokasi diberikan kepada setiap orang dan badan hukum yang
akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang.
101

Pasal 103

(1) Izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100


ayat (1) huruf c merupakan izin untuk melakukan kegiatan
pembangunan fisik bangunan.

(2) Izin mendirikan bangunan diberikan kepada orang atau badan hukum
yang akan mendirikan bangunan berdasarkan rencana rinci tata
ruang dan Peraturan Zonasi.

Pasal 104

(1) Pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 99 disertai dengan persyaratan teknis dan persyaratan
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2) Apabila dasar pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99


belum ada, maka izin diberikan atas dasar Rencana Tata Ruang yang
berlaku dengan tetap memperhatikan pedoman bidang penataan
ruang yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 105

(1) Pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan


mengacu pada Rencana Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

(2) Pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi dengan


memperhatikan kewenangan dan kepentingan berbagai instansi
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian izin


pemanfaatan ruang diatur dengan Peraturan Bupati sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 106

(1) Setiap orang dapat mengajukan penggantian yang layak terhadap


kerugian yang diderita akibat perubahan Rencana Tata Ruang.

(2) Bentuk penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) berupa :
a. uang;
b. ruang pengganti;
c. pemukiman kembali;
d. kompensasi; dan
e. urun saham.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) akan diatur
dengan peraturan Bupati.
102

Bagian Keempat
Insentif dan Disinsentif

Paragraf 1
Umum

Pasal 107

Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 73 huruf c terdiri atas :
a. insentif yang diberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sejalan dengan rencana tata ruang; dan
b. disinsentif yang diberikan untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata
ruang.

Paragraf 2
Ketentuan Insentif

Pasal 108

(1) Insentif dapat diberikan oleh pemerintah Kabupaten kepada dunia


usaha dan masyarakat yang melaksanakan pembangunan sesuai
dengan RTRW yang telah ditetapkan, berupa aspek pengaturan atau
kebijakan, aspek ekonomi dan aspek pembangunan.

(2) Insentif kepada dunia usaha dan masyarakat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk :
a. keringanan retribusi daerah;
b. kompensasi;
c. kerjasama pendanaan;
d. penyediaan infrastruktur;
e. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
f. penghargaan.

Pasal 109

Untuk mewujudkan 5 % (lima perseratus) kawasan lindung, pemerintah


Kabupaten dapat memberikan bantuan dan/atau jasa lingkungan kepada
dunia usaha dan masyarakat dengan pertimbangan proporsi luas
kawasan lindung non hutan dan apresiasi terhadap upaya perwujudan
program pencapaian luas kawasan lindung non hutan di wilayahnya.

Pasal 110

(1) Untuk mewujudkan kawasan pertanian tanaman pangan atau lahan


basah dan beririgasi teknis berkelanjutan Pemerintah Kabupaten
dapat memberikan Insentif kepada masyarakat petani.

(2) Pemberian Insentif kepada masyarakat petani sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk :
a. keringanan retribusi Daerah;
103

b. kompensasi biaya sosial petani;


c. pengembangan infrastruktur pertanian;
d. pembiayaan penelitian serta pengembangan benih dan varietas
unggul;
e. penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian; dan
f. penghargaan.

Pasal 111

Tata cara dan mekanisme pemberian Insentif sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 110 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.

Paragraf 3
Ketentuan Disinsentif

Pasal 112

(1) Disinsentif dibebankan kepada dunia usaha dan masyarakat yang


dalam melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW
Kabupaten.

(2) Disinsentif kepada dunia usaha dan masyarakat dapat diberikan


dalam bentuk :
a. penyediaan infrastruktur secara terbatas;
b. pengenaan kompensasi;
c. pembatalan Insentif;
d. rekomendasi pencabutan izin; dan
e. sanksi administratif.

(3) Tata cara dan mekanisme pemberian Disinsentif sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima
Arahan Sanksi

Pasal 113

(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 huruf d


merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi.

(2) Penertiban dan/atau penegakan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh


Satuan Polisi Pamong Praja dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sesuai dengan kewenangannya, berkoordinasi dengan kepolisian,
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang melakukan
penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
104

(4) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada penerima manfaat


ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan
ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang
berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang.

(5) Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin,
dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(6) Sanksi administrastif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdiri


atas :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(7) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a
dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
4. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
6. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
7. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. pemberian surat peringatan tertulis dengan penerbitan surat
peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali;dan
c. penerbitan surat peringatan tertulis dilakukan secara bertahap
dengan jangka waktu tertentu.

(8) Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat


(6) huruf b dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
105

2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;


3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
4. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten; dan
5. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
b. penghentian sementara kegiatan dilakukan sampai terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruang
dengan RTRW Kabupaten dan/atau ketentuan teknis
pemanfaatan ruang.

(9) Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) huruf c dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
4. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten; dan
5. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
b. penghentian sementara pelayanan umum dirinci jenis-jenis
pelayanan umum yang akan dihentikan; dan
c. penghentian sementara pelayanan umum dilakukan sampai
terpenuhinya kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruang dengan RTRW Kabupaten dan/atau
ketentuan teknis pemanfaatan ruang.

(10) Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf d


dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
4. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
106

6. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap


kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
7. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. penutupan lokasi akan dilakukan secara paksa apabila pelanggar
mengabaikan surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang
berwenang;
c. lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar
memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruang
dengan RTRW Kabupaten dan/atau ketentuan teknis
pemanfaatan ruang.

(11) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf e


dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
4. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
6. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. pencabutan izin akan dilakukan apabila pelanggar mengabaikan
perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara
permanen.

(12) Pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf f


dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
4. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
6. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
107

b. pembatalan izin diterbitkan berdasarkan lembar evaluasi yang


berisikan umum pola pemanfaatan ruang dalam RTRW
Kabupaten.

(13) Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


huruf g dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
4. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
6. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
7. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. pembongkaran bangunan akan dilakukan secara paksa apabila
pelanggar mengabaikan surat perintah pembongkaran bangunan.

(14) Pemulihan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf h


dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
4. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
6. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
7. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. pemulihan fungsi dilakukan oleh pelanggar dengan jangka waktu
tertentu;
c. pemulihan fungsi dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara
paksa apabila pelanggar dalam jangka waktu tertentu tidak
melakukan pemulihan fungsi.
108

(15) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf i


dilakukan :
a. pengenaan terhadap :
1. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur
ruang;
2. pelanggaran ketentuan umum peraturan zonasi;
3. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
4. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
5. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW
Kabupaten;
6. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap
kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum; dan
7. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan
prosedur yang tidak benar.
b. denda administrasi dapat dikenakan secara tersendiri atau
bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif.

BAB VIII
PERAN MASYARAKAT

Pasal 114

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :


a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada
pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 115

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :


a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari
pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
109

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan


perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 116

Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan antara lain melalui :


a. partisipasi dalam perencanaan tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 117

(1) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 116 huruf a berupa :
a. memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah; dan/atau
b. melakukan kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata
ruang.

(2) Masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


berupa :
a. masukan mengenai persiapan penyusunan rencana tata ruang;
b. masukan mengenai penentuan arah pengembangan wilayah atau
kawasan;
c. masukan mengenai pengidentifikasian potensi dan masalah
pembangunan wilayah atau kawasan;
d. masukan mengenai perumusan konsepsi rencana tata ruang;
dan/atau
e. masukan mengenai penetapan rencana tata ruang.

Pasal 118

Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan ruang sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 116 huruf b berupa :
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. malakukan kerjasama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang;
c. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan
lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. melakukan peningkatan efisiensi, efektivitas dan keserasian dalam
pemanfaatan ruang dengan memperhatikan kearifan lokal serta
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan;
f. memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup
dan sumber daya alam; dan
g. melakukan kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
110

Pasal 119

Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf c berupa :
a. masukan terkait arahan dan/atau ketentuan umum zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
c. melakukan pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang
berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau
pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar peraturan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 120

Tata cara dan ketentuan lebih lanjut tentang peran masyarakat dalam
penataan ruang di Daerah dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
KELEMBAGAAN

Pasal 121

(1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang


dan kerjasama antar sektor/antar daerah di bidang penataan ruang
dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).

(2) Tugas, susunan organisasi dan tata kerja Badan Koordinasi


Penataan Ruang Daerah (BKPRD) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 122

(1) RTRW Kabupaten Cirebon memilki jangka waktu Rencana Tata


Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon adalah 20 (dua puluh) tahun
sejak tanggal ditetapkan dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun.

(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan


bencana alam skala besar, perubahan batas territorial Negara
dan/atau perubahan batas wilayah yang ditetapkan dengan undang-
undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(3) Peninjauan kembali dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan
111

strategi yang mempengaruhi Pemanfaatan Ruang Kabupaten


dan/atau dinamika internal Kabupaten.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 123

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang
telah ada tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka :


a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai
dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai
dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai
dengan ketentuan Peraturan daerah ini berlaku ketentuan :
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin
tersebut disesuiakan dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan
penyesuaian dengan masa transisi selama 1 (satu) tahun
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi
kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah
diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang di Kabupaten yang diselenggarakan tanpa izin
dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan daerah ini, akan
ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan daerah ini; dan
d. pemanfaatan ruang yang sesuai dengan ketentuan Peratutan
daerah ini, agar dipercepat untuk mendapatkan izin yang
diperlukan.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 124

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Cirebon Nomor 4 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Cirebon (Lembaran Daerah Kabupaten Cirebon
Tahun 2005 Nomor 27 Seri E.9), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 125

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan


pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah
112

ada tetap dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan


belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 126

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Daerah ini, dengan penempatannya dalam Lembaran
Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon.

Ditetapkan di Sumber
pada tanggal 21 Oktober 2011

BUPATI CIREBON,

TTD

DEDI SUPARDI

Diundangkan di Sumber
pada tanggal 24 Oktober 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON,

ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7


113

LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON


NOMOR : 17 Tahun 2011
TANGGAL : 21 Oktober 2011

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


KABUPATEN CIREBON
TAHUN 2011-2031
114

diundangkan di Sumber BUPATI CIREBON


Pada Tanggal 24 Oktober 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON TTD

DEDI SUPARDI
ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
115

LAMPIRAN II : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON


NOMOR : 17 Tahun 2011
TANGGAL : 21 Oktober 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031
RUAS-RUAS JALAN KABUPATEN
NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
WILAYAH KERJA I
UPTD JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH ARJAWINANGUN
JN. KM 16,09 CRB Palimanan/
1 21 Palimanan Kramat JP. KM 20,5 SBR - CGS 7.40 0.00 7.40 4,5-5,0 JJS LOKAL PRIMER
- JKT Dukupuntang
JN. KM 25,1 CRB - JN. KM 11,5 CRB - Awn/Panguragan/
2 24 Arjawinangun Suranenggala 14.50 0.00 14.50 5,0-6,0 JJS LOKAL PRIMER
JKT INDR. Suranengala
3,0 -
3 25 Beringin Luwungkencana JEMBATAN 28/28 BTS. KAB. MJLK 9.90 0.00 9.90 JJS LOKAL PRIMER Susukan/ Ciwaringin
4,5
TANGGUL/DS. 3,0 -
4 26 Gegesik Kedungdalem JEMBATAN 27/27 5.00 0.00 5.00 LU LOKAL PRIMER Gegesik
SIBUBUT 4,0
JN. KM 22,72 CRB JN. KM 22,99 CRB -
5 28 Jenun Ciwaringin 6.60 0.00 6.60 6.00 JJS LOKAL PRIMER Ciwaringin/Awn
- JKT BGD
JN. KM 27,10 CRB Arjawinangun/
6 29 Tegalgubug Kaliwedi 30/30 4.10 0.00 4.10 4.00 JJS LOKAL PRIMER
- JKT Kaliwedi
JN. KM 33,8 CRB - Kaliwedi/Gegesik/
7 30 Kertasemaya Gegesik 27/27 8.60 0.00 8.60 4.00 JJS LOKAL PRIMER
JKT Susukan
JN. KM 17,9 CRB - Kapetakan/
8 32 Pegagan Lemahtamba 24/24 7.10 0.00 7.10 4.00 LU LOKAL PRIMER
INDR. Panguragan
9 33 Ujungsemi Jagapura JEMBATAN 30/30 MASJID 27/27 12.60 0.00 12.60 3.50 LU LOKAL PRIMER Kaliwedi/Gegesik
Dukupuntang/
10 34 Kepuh Kedongdong JEMBATAN 21/21 21/21 9.10 0.00 9.10 3.50 LU LOKAL PRIMER
Palimanan
JN. KM 29,48 CRB
11 35 Bunder Wanakajir 30/30 3.10 0.00 3.10 4.00 LU LOKAL PRIMER Susukan/ Kaliwedi
- JKT
JN. KM 15,9 CRB - Klangenan/
12 36 Klangenan Panguragan KANTOR PDAM 24/24 10.20 0.00 10.20 4.50 JJS LOKAL PRIMER
JKT Panguragan
13 46 Kaliwedi Guwa 30/30 33/33 2.80 0.00 2.80 3.50 LU LOKAL PRIMER Kaliwedi
14 65 Komp. Kota Arjawinangun - - 2.80 0.00 2.80 4,0-7,0 LU LOKAL PRIMER Arjawinangun
Babakan JN. KM 23,98 CRB
15 80 Budur 31/31 1.60 0.00 1.60 4.00 LU LOKAL PRIMER Ciwaringin
Ciwaringin - BDG
116

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JN. KM 18,2 CRB - JN. KM 18,01 CRB -
16 81 Gempol Pegagan 2.20 0.00 2.20 3.00 LU LOKAL PRIMER Gempol/ Palimanan
BDG JKT
JN. KM 29,87 CRB
17 82 Bunder Luwung Kencana 25/25 5.90 0.00 5.90 3.50 LU LOKAL PRIMER Susukan
- JKT
3,0 -
18 84 Kr. Anyar Semplo 21/21 97/97 2.20 0.00 2.20 LU LOKAL PRIMER Palimanan
7,0
19 85 Gegesik Kiwerga 27/27 30/30 1.30 0.00 1.30 4.50 LU LOKAL PRIMER Gegesik
JN. KM 16,65 CRB
20 97 Palimanan Balerante 34/34 4.10 0.00 4.10 3.00 LU LOKAL PRIMER Palimanan
- JKT
JN. KM 16,1 CRB - 3,5 -
21 99 Palimanan Jemaras 36/36 3.60 0.00 3.60 LU LOKAL PRIMER Palimanan/ Klangenan
JKT 4,0
JN. KM 22,25 CRB
22 100 Winong Slangit 100/100 5.40 0.00 5.40 3.50 LU LOKAL PRIMER Palimanan/ Klangenan
- JKT
23 108 Orimalang Jemaras 79/79 36/36 3.90 0.00 3.90 3.50 LU LOKAL PRIMER Klangenan
24 109 Tangkil Kayen 31/31 BTS. KAB. MJLK 3.80 0.00 3.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Susukan
25 120 Bayalangu Panguragan 27/27 24/24 3.80 0.00 3.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Panguragan/Gegesik
26 121 Balerante Cikeusal 13/13 38/38/78 2.00 0.00 2.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Palimanan/Gempol
JN. KM 27,1 CRB - Arjawinangun/
27 123 Tegalgubug Susukan 31/31 1.00 0.00 1.00 4.00 LU LOKAL PRIMER
JKT Susukan
JN. KM 23,1 CRB -
28 126 Winong Kempek 81/81 2.80 0.00 2.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Gempol/Palimanan
JKT
29 130 Walahar Cupang BTS. KAB. MJLK DESA CUPANG 3.50 0.00 3.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Gempol
30 132 Bayalangu Kiwerga 27/27 30/30/85 2.20 0.00 2.20 3.50 LU LOKAL PRIMER Gegesik/ Kaliwedi
Nyimas 3,5 -
31 154 Panguragan 24/24 120/120 1.40 0.00 1.40 LU LOKAL PRIMER Panguragan
Gandasari 4,0
JN. KM 21,1 CRB -
32 157 Kedaton Bungko TPI 3.90 0.00 3.90 4.00 LU LOKAL PRIMER Kapetakan
INDR.
JN. KM 23,1 CRB - Palimanan/Arjawinang
33 162 Tegalkarang Sende 100/100 1.90 0.00 1.90 3.00 LU LOKAL PRIMER
JKT un
JN. KM 23,2 CRB
34 163 Ciwaringin Beringin 28/28 5.40 0.00 5.40 3.00 LU LOKAL PRIMER Ciwaringin
- BDG
35 168 Galagamba Gintung 28/28 163/163 1.00 0.00 1.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Ciwaringin
36 175 Dukuhpuntang Girinata 21/21 34/34 1.50 0.00 1.50 4.00 LU LOKAL PRIMER Dukuhpuntang
JUMLAH 168.20
UPTD JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH PLUMBON
JP. KM 15,5 SBR -
1 17 Sindangjawa Mandirancan BTS. KAB. KNG 3.30 0.00 3.30 4.00 LU LOKAL PRIMER Sumber
CGS
117

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JN. KM 14,1 CRB - 4,0 -
2 19 Jamblang Cikeduk JP. KM 16,0 SBR - CGS 6.80 0.00 6.80 JJS LOKAL PRIMER Jamblang/Depok
JKT 4,5
JN.KM 11,7 CRB -
3 20 Plumbon Kenanga JP. KM 14,0 SBR - CGS 6.40 0.00 6.40 6.00 JJS LOKAL PRIMER Plumbon/Sumber
JKT
JN. KM 9,2 CRB - 4,5 -
4 22 Tegalsari Lemahtamba 24/24 12.20 0.00 12.20 JJS LOKAL PRIMER Plered/Panguragan
JKT 6,0
JN. KM 9,4 CRB -
5 23 Clangcang Pangkalan 22/22 4.20 0.00 4.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Gunung Jati/Plered
INDR.
6 37 Kecomberan Sarwadadi SMP 14/14 BTS. KAB. KNG 5.00 0.00 5.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Talun
JEMB. BTS. KOTA
7 53 Pecilon Kertawinangun DESA 54/54 1.80 0.00 1.80 4.00 LU LOKAL PRIMER Kedawung
CRB
JN. KM 3,6 CRB -
8 54 Cideng Kertawinangun JN. KM 5,4 BY. PASS 0.80 0.00 0.80 4.50 LU LOKAL PRIMER Kedawung
JKT
BTS. KOTA
9 56 Jl. Pembangunan TANGGUL PENGAIRAN 1.20 0.00 1.20 3.00 LU LOKAL PRIMER Kedawung
CIREBON
JN. KM 3,0 CRB -
10 61 Jl. Wiratama JN. PILANG 0.70 0.00 0.70 4.00 LU LOKAL PRIMER Kedawung
JKT
7,0 -
11 67 Komp. Ibukota Sumber - - 4.30 0.00 4.30 JJS LOKAL PRIMER Sumber
12,0
JP. KM 20,5 SBR - 3,0 -
12 71 Kramat Cisaat 17/17 4.40 0.00 4.40 LU LOKAL PRIMER Dukupuntang
CGS 4,5
3,5 -
13 72 Megu Lurah 18/18 20/20 4.60 0.00 4.60 JJS LOKAL PRIMER Weru
4,5
14 73 Tukmudal Bode 124/124 72/72 4.80 0.00 4.80 3.50 LU LOKAL PRIMER Sumber/Weru
JN. KM 9,2 CRB -
15 74 Tegalsari Bode 72/72 1.70 0.00 1.70 3.50 LU LOKAL PRIMER Plered/Weru
JKT
16 75 Marikangen Kasugengan 20/20 19/19 2.00 0.00 2.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Plumbon/Jamblang
17 76 Sarwadadi Kubang 37/37 93/93 1.90 0.00 1.90 3.00 LU LOKAL PRIMER Talun
JN. KM 14,1 CRB -
18 79 Jamblang Bakung 22/22 6.40 0.00 6.40 3.00 LU LOKAL PRIMER Jamblang/Plered
JKT
19 83 Watubelah Kr. Sari 18/18 73/73 1.20 0.00 1.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Weru
20 86 Sidawangi Matangaji 15/15 BTS. KAB. KNG 2.80 0.00 2.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Sumber
JP. KM 6,1 CRB -
21 87 Beber Ciwangi BTS. KAB. KNG 2.00 0.00 2.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Beber
KNG
JN. KM 7,1 CRB -
22 92 Gesik Sendang 14/14 7.20 0.00 7.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Tengah Tani/Sumber
JKT
23 94 Mandala Pasawahan 71/71 BTS. KAB. KNG 1.00 0.00 1.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Dukupuntang
118

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
24 93 Sendang Kubang 14/14/92 BTS. KAB. KNG 4.40 0.00 4.40 4.00 LU LOKAL PRIMER Sumber/Talun
3,0 -
25 95 Komp. Wisata Cikalahang 71/71 BTS. KAB. KNG 2.30 0.00 2.30 LU LOKAL PRIMER Dukupuntang
4,5
JP. KM 21,0 SBR -
26 96 Bobos Cikalahang 71/71 0.60 0.00 0.60 3.00 LU LOKAL PRIMER Dukupuntang
CGS
JN. KM 10,9 CRB -
27 101 Plumbon Marikangen 72/72 2.10 0.00 2.10 3.50 LU LOKAL PRIMER Plumbon
JKT
JN. KM 5,4 BY
28 102 Kertawinangun Kalikoa 105/105 2.90 0.00 2.90 3.00 LU LOKAL PRIMER Kedawung
PASS
JN. KM 6,9 CRB - 4,0 -
29 105 Kedawung Warung Asem 14/14/146 5.70 0.00 5.70 JJS LOKAL PRIMER Kedawung/Talun
JKT 4,5
JN. KM 11,71 CRB
30 106 Plumbon Pangkalan 22/22 5.60 0.00 5.60 3.50 LU LOKAL PRIMER Plumbon/Plered
- JKT
JN. KM 5,5 CRB -
31 107 Wanakaya Cangkring 22/22 4.30 0.00 4.30 3.50 LU LOKAL PRIMER Gunung Jati/Plered
INDR.
JP. KM 9,1 CRB -
32 110 Halimpu Ciwangi 87/87 5.50 0.00 5.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Beber
KNG
33 118 Warukawung Kepuh 19/19 21/21 1.50 0.00 1.50 3.50 LU LOKAL PRIMER Depok/Dukupuntang
34 119 Kenanga Warukawung 20/20 19/19 4.10 0.00 4.10 3.50 LU LOKAL PRIMER Sumber/Depok
JP. KM 13,0 SBR - 3,5 -
35 124 Tukmudal Lurah 72/72 4.40 0.00 4.40 JJS LOKAL PRIMER Sumber/Plumbon
CGS 6,0
36 125 Lurah Waruroyom 20/20 19/19 2.30 0.00 2.30 4.00 LU LOKAL PRIMER Plumbon/Depok
JN. KM 14,6 CRB -
37 127 Jamblang Kasugengan 75/75 0.80 0.00 0.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Jamblang/Depok
JKT
JN. KM 12,77 CRB
38 129 Kebarepan Kejuden 125/125 2.60 0.00 2.60 3.00 LU LOKAL PRIMER Plumbon/Depok
- JKT
39 131 Kedungsana Pangkalan 106/106 106/106 2.70 0.00 2.70 3.50 LU LOKAL PRIMER Plumbon/Plered
JN. KM 7,5 CRB -
40 133 Batembat Kalibaru JEMBATAN KALIBARU 1.20 0.00 1.20 3.00 LU LOKAL PRIMER Tengah Tani/Sumber
JKT
41 134 Keduanan Kr. Wangi 125/125 119/119 3.00 0.00 3.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Depok
42 136 Sitiwinangun Danawinangun 79/79 36/36 1.10 0.00 1.10 3.50 LU LOKAL PRIMER Klangenan
JN. KM 7,9 CRB - 3,0 -
43 140 Weru Sarabahu 107/107 3.80 0.00 3.80 LU LOKAL PRIMER Plered
JKT 8,0
JN. KM 7,06 CRB -
44 141 Panembahan Trusmi 140/140 1.50 0.00 1.50 4.00 LU LOKAL PRIMER Plered
JKT
45 142 Jl. Tembus Ibukota Sumber 14/16/18 JP. KM 12,5 CRB -CGS 1.00 0.00 1.00 12.00 JJS LOKAL PRIMER Sumber
119

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JN. KM 11,1 CRB -
46 143 Karangmulya Marikangen 72/72 2.00 0.00 2.00 3.50 LU LOKAL PRIMER Plumbon
JKT
47 144 Kalitengah Trusmi 141/141 140/140 1.90 0.00 1.90 3.00 LU LOKAL PRIMER Plered
48 145 Getasan Waruroyom 20/20 125/125 3.30 0.00 3.30 3.50 LU LOKAL PRIMER Depok
49 146 Ciperna Warungasem JP. CRB - KNG 14/14 3.50 0.00 3.50 5.00 LU LOKAL PRIMER Talun
JN. KM 7,2 CRB -
50 147 Dawuan Wanakaya 107/107 4.50 0.00 4.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Tengah Tani
JKT
JP. KM 7,4 CRB -
51 149 Setukulon Megu 18/18 1.30 0.00 1.30 3.00 LU LOKAL PRIMER Weru
JKT
52 153 Trusmi Kaliwulu 140/140 22/22 1.50 0.00 1.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Plered
53 158 Pasalakan Kertasari 72/72 73/73 2.50 0.00 2.50 3.50 LU LOKAL PRIMER Weru
JN. KM 15,4 CRB -
54 159 Serang Beberan 21/21 3.00 0.00 3.00 3.50 LU LOKAL PRIMER Palimanan
JKT
55 161 Cempaka Karangsari 124/124 73/73 1.50 0.00 1.50 3.50 LU LOKAL PRIMER Sumber
JN. KM 9,4 CRB -
56 166 Purwawinangun Muara TAMBAK 1.90 0.00 1.90 3.50 LU LOKAL PRIMER Gunung Jati
INDR.
JN. KM 11,8 CRB -
57 178 Kebarepan Kedungsana 106/106 2.20 0.00 2.20 3.50 LU LOKAL PRIMER Plumbon
JKT
58 180 Kepongpongan Cirebongirang 14/14 175/175 2.00 0.00 2.00 4,0 - 10 LU LOKAL PRIMER Talun
JN. KM 3,05 CRB -
59 181 JL. Tuparev BTS KOTA CRB 2.16 0.00 2.16 12.00 JJS LOKAL PRIMER Kedawung
JKT
JUMLAH 183.36
WILAYAH KERJA II
UPTD JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH SINDANGLAUT
JN. KM 11,9 CRB - Astanajapura/
1 8 Pengarengan Sindanglaut ALUN-ALUN 07/07 5.10 0.00 5.10 4.00 JJS LOKAL PRIMER
TGL Lemahabang
JN. KM 9,03 CRB - Astanajapura/
2 9 Kanci Sindanglaut 08/07 6.90 0.00 6.90 5.00 JJS LOKAL PRIMER
TGL Lemahabang
4,0 - Lemahabang/Sedong/
3 11 Sindanglaut Ciawigajah PASAR 07/09/39 BTS. KAB. KNG 15.10 0.00 15.10 JJS LOKAL PRIMER
8,0 Beber
4 12 Putat Koreak DESA 11/11 BTS. KAB. KNG 5.30 0.00 5.30 3.50 LU LOKAL PRIMER Sedong
JN. KM 5,75 CRB - TERUSAN
5 13 Bandengan Setupatok 5.10 0.00 5.10 3.00 LU LOKAL PRIMER Mundu
TGL 111/SETUPATOK
JP. KM 15,3 CRB -
6 38 Halimpu Wangkelang DESA 39/39/69 10.50 0.00 10.50 4.00 LU LOKAL PRIMER Beber
KNG
120

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
3,5 -
7 39 Cipeujeuh Kamarang PASAR 09/07/11 11/11 9.30 0.00 9.30 LU LOKAL PRIMER Lemahabang/Greged
4,5
8 45 Mertapada Gemulung Lebak PASAR 09/09 38/38 5.50 0.00 5.50 3.50 LU LOKAL PRIMER Astanajapura/ Greged
9 69 Putat Wangkelang 11/11 39/39 2.60 0.00 2.60 3.00 LU LOKAL PRIMER Sedong
JP. KM 18,7 CRB -
10 77 Wanayasa Sindanghayu 11/11 2.70 0.00 2.70 3.50 JJS LOKAL PRIMER Beber
KNG
11 78 Nanggela Greged 122/38/38 39/39 2.50 0.00 2.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Greged
12 88 Mertapada Japura 09/09 08/08 2.70 0.00 2.70 4.00 LU LOKAL PRIMER Asjap
13 89 Luwung Gemulung Lebak 13/13 38/38 7.70 0.00 7.70 4.00 LU LOKAL PRIMER Mundu/Asjap
14 98 Durajaya Kamarang 38/38 11/11 3.40 0.00 3.40 3.00 LU LOKAL PRIMER Beber
TERUSAN
15 111 Banjarwangunan Setupatok 115/115 2.00 0.00 2.00 3.50 LU LOKAL PRIMER Mundu
13/SETUPATOK
Susukan JEMBATAN
16 112 Curug 169/169 1.40 0.00 1.40 3.50 LU LOKAL PRIMER Susukan Lebak
Tonggoh 152/152
JN. KM 5,00 CRB -
17 115 Mundu Pamengkang BTS. KOTA CIREBON 5.50 0.00 5.50 3.50 LU LOKAL PRIMER Mundu
TGL
18 117 Lemahabang Leuwidingding 07/07 11/11 2.50 0.00 2.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Lemahabang
19 122 Sinarancang Nanggela 13/13 38/38/78 3.20 0.00 3.20 3.00 LU LOKAL PRIMER Mundu/Greged
JN. KM 13,3 CRB -
20 138 Rawaurip Bendungan JN. KM 14,5 CRB - TGL 2.60 0.00 2.60 3.50 LU LOKAL PRIMER Pangenan
TGL
21 139 Sindangkasih Cikancas 77/77 148/148 1.20 0.00 1.20 3.50 LU LOKAL PRIMER Beber
JP. KM 8,5 CRB -
22 148 Halimpu Cikancas 38/38 2.60 0.00 2.60 3.50 LU LOKAL PRIMER Beber
KNG
JN. KM 16,75 CRB
23 150 Pangenan Kr. Malang 10/10 3.10 0.00 3.10 3.50 LU LOKAL PRIMER Pangenan
- TGL
24 151 Sigong Sarajaya 07/07 07/07 2.30 0.00 2.30 4.00 LU LOKAL PRIMER Karangsembung
JEMB. DS.
25 155 Putat Panambangan 12/12 3.00 0.00 3.00 3.50 LU LOKAL PRIMER Sedong
PANAMBANGAN
JN. KM 13,3 CRB -
26 165 Rawaurip Beringin JEMBATAN IRIGASI 2.90 0.00 2.90 3.50 LU LOKAL PRIMER Pangenan
TGL
Susukan Lemahabang/Susukan
27 169 Dongkol 11/11 174/174 1.60 0.00 1.60 3.50 LU LOKAL PRIMER
Tonggoh Lebak
28 172 Sedong Lor Karangwuni 11/11 SETU SEDONG 2.00 0.00 2.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Sedong
4,0 -
29 173 Pasawahan Susukan Lebak 11/11 KEC./TERUSAN 152 3.90 0.00 3.90 LU LOKAL PRIMER Susukan Lebak
5,0
30 176 Mertapada Munjul 09/09 JEMBATAN 45 / 45 3.00 0.00 3.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Astanajapura/ Mundu
31 177 Pande Beringin 07/07 165/165 4.10 0.00 4.10 3.50 LU LOKAL PRIMER Lemahabang/Pangena
121

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
n
32 179 Pamengkang Perum Kalijaga 115/115 BATAS KOTA CRB 1.00 0.00 1.00 4.50 LU LOKAL PRIMER Mundu
JUMLAH 132.30

UPTD JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH CILEDUG


JN. KM 25,3 CRB -
1 1 Playangan Bojongnegara JP. KM 72,2 KNG - LSR 7.60 0.00 7.60 4.50 JJS LOKAL PRIMER Gebang/Ciledug
TGL
JP. KM 72,1 KNG -
2 2 Bojongnegara Kudukeras 03/03 3.70 0.00 3.70 4.00 LU LOKAL PRIMER Ciledug/Babakan
LSR
JN. KM 22 CRB -
3 3 Gebangilir Waled JP. KM 66,3 KNG - LSR 11.10 0.00 11.10 5.00 JJS LOKAL PRIMER Gebang/Waled
TGL
JP. KM. 69,1 KNG - 5,0 -
4 4 Jatiseeng Pabuaran 3/3/2007 2.10 0.00 2.10 JJS LOKAL PRIMER Pabuaran
LSR 7,0
5 5 Cibogo Babakan 07/07 PASAR 03/03 4.50 0.00 4.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Pabuaran/Babakan
6 6 Babakan Tersana SMP 03/03 JEMBATAN 01/01 3.80 0.00 3.80 3.00 LU LOKAL PRIMER Babakan/Pabedilan
7 7 Sindanglaut Pabuaran 08/09 PASAR 03/04/03 14.10 0.00 14.10 5.00 JJS LOKAL PRIMER Lemahabang/Pabuaran
JN. KM 18,5 CRB - Pangenan/Karangsemb
8 10 Ender Karangsembung 7/7 9.40 0.00 9.40 4.00 JJS LOKAL PRIMER
TGL ung
JN. KM 30,6 CRB -
9 40 Panggang Ambulu PANTAI/TPI 4.00 0.00 4.00 3.00 LU LOKAL PRIMER Losari
TGL
JP. KM 99,7 KNG -
10 42 Pasuruan Tersana 01/01 5.20 0.00 5.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Pabedilan
LSR
JP. KM 68,1 KNG -
11 43 Cilengkrang Tonjong DESA TONJONG 5.30 0.00 5.30 4.00 LU LOKAL PRIMER Pasaleman
LSR
12 44 Pasaleman Cigobang SMP 43/43 DS. SALURAN IRIGASI 3.20 0.00 3.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Pasaleman
DS. JP. KM 69,1
13 48 Damarguna Ciledug JP. KM 70,6 KNG - LSR 1.30 0.00 1.30 4.50 LU LOKAL PRIMER Ciledug
KNG - LSR
14 70 Kr. Wangun Dompyong 03/03 90/90 1.20 0.00 1.20 3.50 LU LOKAL PRIMER Babakan/Gebang
JN. KM 19,55 CRB
15 90 Kalipasung Serang 05/05 7.40 0.00 7.40 4.00 LU LOKAL PRIMER Gebang/Babakan
- TGL
JP. KM 63,5 KNG -
16 91 Waled Cibogo 07/07 6.10 0.00 6.10 4.00 LU LOKAL PRIMER Waled/Pabuaran
LSR
17 103 Tonjong Leuwiasem TERUSAN43 BTS. KAB. KNG 3.60 0.00 3.60 3.50 LU LOKAL PRIMER Pasaleman
18 104 Kalirahayu Tawangsari 40/40 KARANGMULYA 8.60 0.00 8.60 3.00 LU LOKAL PRIMER Losari
19 114 Karangwareng Sumurkondang 07/07 BTS. KAB. KNG 3.40 0.00 3.40 4.00 LU LOKAL PRIMER Karangwareng
20 116 Kr. Sembung Tambelang 10/10 DESA TAMBELANG 3.90 0.00 3.90 3.50 LU LOKAL PRIMER Karangsembung
21 128 Tambelang Kalimeang 116/116 10/10 1.30 0.00 1.30 3.00 LU LOKAL PRIMER Karangsembung
122

NO NO NAMA PANGKAL NAMA UJUNG TITIK PENGENAL TITIK PENGENAL PANJANG PANJANG LEBAR KLASIFI FUNGSI TERMASUK
URUT RUAS RUAS RUAS PANGKAL UJUNG RUAS KM KM (m) KASI JALAN KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
JN. KM 24,50 CRB
22 135 Gebangkulon Gagasari 90/90 2.50 0.00 2.50 4.00 LU LOKAL PRIMER Gebang
- TGL
JP. KM 61,5 KNG -
23 137 Waled Gn. Sari 91/91 2.20 0.00 2.20 4.00 LU LOKAL PRIMER Waled
LSR
Karangsembung/Susuk
24 152 Kr. Suwung Susukan Lebak 07/07 KEC. SUSUKAN LEBAK 4.50 0.00 4.50 3.50 LU LOKAL PRIMER
an Lebak
25 156 Gebang Udik Kalimaro 03/03 90/90 1.20 0.00 1.20 3.00 LU LOKAL PRIMER Gebang
26 160 Ambit Ciuyah 91/91 DESA CIUYAH 3.50 0.00 3.50 3.00 LU LOKAL PRIMER Waled
27 170 Cilengkrang Cihowe 43/43 JEMBATAN GANTUNG 2.30 0.00 2.30 3.00 LU LOKAL PRIMER Pasaleman
28 174 Susukan Lebak Kaligawe 174 / 152 DESA KALIGAWE 3.00 0.00 3.00 3.50 LU LOKAL PRIMER Susukan Lebak

JUMLAH 130.00
JUMLAH = 155 RUAS
TOTAL : 613.86

diundangkan di Sumber BUPATI CIREBON


Pada Tanggal 24 Oktober 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON TTD

DEDI SUPARDI
ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
123

diundangkan di Sumber
Pada Tanggal 24 Oktober 2011 BUPATI CIREBON

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON


TTD

ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI DEDI SUPARDI


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
124

LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON


NOMOR : 17 Tahun 2011
TANGGAL : 21 Oktober 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031

PENETAPAN LOKASI KAWASAN LINDUNG KABUPATEN


Lokasi (Kode) Luasan
FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
1. Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahnya
1.1 Kawasan Resapan Non Hutan Pasaleman Tonjong 4
Air Ciledug Waled Ciuyah 4
Waled Ambit 4
Karang Wareng Seuseupan 4
Karang Wareng Sumur Kondang 4
Sedong Windu Jaya 4
Lemahabang Sedong Sedong Lor 4
Susukan Lebak Karangmangu 4
Susukan Lebak Kaligawe Wetan 4
Mundu Sinarancang 4
Talun Sarwadadi 4
Sumber Matangaji 4
Sumber Sidawangi 4
Sumber Beber Halimpu 4
Beber Wanayasa 4
Greged Kamarang 4
Greged Kamarang lebak 4
Dukupuntang Kedongdong 4
Dukupuntang Cipanas 4
Palimanan
Gempol Cupang 4
Gempol Walahar 4
Luas Kawasan Resapan Air 84
2. Kawasan Perlindungan Setempat
2.1 Sempadan Pantai Non Hutan Kapetakan Bungko lor 15
Kapetakan Bungko 15
Suranenggala Muara 15
Arjawinangun
Suranenggala Karangreja 15
Suranenggala Suranenggala lor 15
Suranenggala Suranenggala Kidul 15
Gunungjati Mertasinga 10
Gunungjati Kalisapu 10
Gunungjati Jatimerta 10
Palimanan Gunungjati Klayan 10
Gunungjati Jadi Mulya 10
Gunungjati Pasindangan 10
Gunungjati Adhidarma 10
Mundu Mundu Pesisir 10
Mundu Citemu 10
Mundu Waruduwur 10
Astanajapura Kanci 5
Astanajapura Kanci Kulon 10
Lemahabang
Astanajapura Mertapada Wetan 10
Pangenan Pengarengan 40
Pangenan Rawaurip 40
Pangenan Bendungan 40
Pangenan Pangenan 40
Gebang Gebang Kulon 5
Gebang Gebang Ilir 20
Ciledug Gebang Kalipasung 20
Gebang Pelayangan 20
Gebang Melakasari 20
125

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
Losari Ambulu 20
Losari Tawangsari 20
Losari Kalisari 20
Losari Kalirahayu 20
Luas Kawasan Sempadan Pantai 540
2.2 Sempadan Sungai Non Hutan Ciledug Ciledug 60
Losari 60
Pabedilan 60
Pabuaran 20
Waled 50
Babakan 40
Gebang 40
Pasaleman 60
Lemahabang Lemahabang 20
Astanajapura 20
Mundu 20
Pangenan 20
Sedong 20
Susukan Lebak 20
Karang Sembung 20
Karang Wareng 30
Sumber Sumber 20
Weru 20
Beber 20
Greged 20
Plered 20
Tengahtani 20
Talun 20
Kedawung 20
Palimanan Gunungjati 40
Palimanan 20
Plumbon 20
Klangenan 20
Jamblang 20
Depok 20
Duku Puntang 20
Gempol 20
Arjawinagun Arjawinangun 20
Kapetakan 30
Susukan 40
Kaliwedi 60
Gegesik 60
Panguragan 30
Suranenggala 30
Ciwaringin 30
Luas Kawasan Sempadan Sungai 1200

Kawasan Sekitar Lemahabang Mundu Setu Patok 250


2.3 Waduk dan Dana/ Non Hutan
Sedong Sedong
Situ 150
Luas Kawasan Sempadan Setu/ Danau 400

2.4 Kawasan Sekitar Non Hutan Dukupuntang Cipanas 32


Mata Air Girinata 16
Palimanan
Cisaat 16
Palimanan Balerante 16
Greged Greged 16
Beber Sindangkempeng 16
Sumber
Cipinang 16
Beber 16
126

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
Talun Krandon 16
Sumber Sidawangi 16
Sedong Panongan 16
Lemahabang Lemahabang Belawa 16
Karangsembung Kondangsari 16
Ciledug Waled Waled Asem 16
Luas Kawasan Sekitar Mata Air 240

2.5 Kawasan Kearifan Non Hutan Ciledug


1. Ciledug
Lokal
Cagar Budaya dan * Bale Kabuyutan Ciledug Wetan 2.00
Ilmu Pengetahuan * Sumur Keramat
Leuweunggajah Leuweunggajah 2.00
* Vihara Budhi Dharma Ciledug Lor 2.00
2. Losari
* Ki Buyut Mertasara
(Pasaleman) Mulyasari 7.00
* Makam Pangeran Peken Barisan 2.00
* Jami Al Qaromah Mulyasari 2.00
3. Pabedilan
* Makam Batisari Pabedilan Kaler 2.00
* Makam Buyut Gameng Babakan Loasari 2.00
4. Pabuaran
* Mbah Buyut Sadikin Hulu Banteng 2.00
* Masjid Baitulrohman
(Masjid Sukadana) Sukadana 2.00
* Nyai Randah Kasihan 2.00
* Sumur Kramat Kedung
Oleng 2.00
5. Babakan
* Buyut Ceuri Babakan 2.00
* Buyut Jaka Bodoh Karangwangun 2.00
* Sumur Keramat dalam
Kebun Karangwangun 2.00
* Lingga Yoni Dompyong Wetan 2.00
6. Gebang
* Kraton Gebang Gebang Kulon 2.00
* Makam Santri Malakasari 2.00
* Astana Gebang Ilir Gebang Kulon 2.00
7.Pasaleman
* Petilasan Pangeran
Walangsungsang Tonjong 2.00
* Ki Buyut Rangga Kemayung Tonjong 2.00
8. Waled
* Sumur Sela Cikulak Kidul 2.00
* Sindang Kasih Sindang Laut 2.00
* Sela Sutajaya Waled Kota 2.00
* Ki Buyut Rapisa Cikulak 2.00
Lemahabang 9. Lemahabang
* Makam Tengah Dayeuh Picungpugur 2.00
* Cilampayan Picungpugur 2.00
* Mbah Kuwu Cerbon/
Talapak/ Patilasan Sindang Laut 2.00
* Sindang Pancuran Tuk 2.00
* Makam Mbah Buyut
Muqoyim Tuk 2.00
10. Astanajapura
* Ki Gede Japura Kidul Japura Kidul 2.00
* Balong Kramat Japura Kidul 2.00
* Makam Mbah Buyut Tuk 2.00
127

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
Pangeran Ardi Sela
11.Susukan Lebak
* Tampian Wilulang 2.00
* Mbah Nut Kalam 2.00
* Prasasti Kuno Bertuliskan
Huruf Cina 2.00
12. Karangsembung
* Makam Buyut Kadis / Kadi Kalimeang 2.00
* Makam Buyut Mayagiri Karangmekar 2.00
* Makam Ki Buyut Jaisem Karangsembung 2.00
* Makam Aruman Kalimeang 2.00
* Makam Taryani/ P. Astana
Paliangan Karangsuwung 2.00
* Makam Mbah Buyut
Mainem dan H. Jembar
Kamulyan Karangmalang 2.00
* Makam Ki Buyut Nuryadi Kalimeang 2.00
13. Sedong
* Nyi Mas Pakungwati Putat 2.00
* Syekh Abdul Khafi Putat 2.00
* Bukit Pasir Ipis Sedong Kodul 5.00
14. Pangenan
* Ki Gede Gapura Japura Lor Japura Lor 2.00
* Buyut Langgeng Rawaurip 2.00
* Sumur Kramat Japura Lor Japura Lor 2.00
15.Mundu
* Pangeran Raja Muhammad Luwung 2.00
* Pangeran Brata Kelana Mundu Mesigit 2.00
Sumber 16. Sumber
* Balong Sumber Sumber 2.00
* Pasalakan Pesalakan 2.00
* Pangeran Pasarean Gegunung 2.00
* Plangon Babakan 48.00
* Watu Semar Babakan 2.00
17. Weru
* Danalaya Tegalsari 2.00
* Megu Gede Megu Gede 2.00
* Balegede Megu Cilik 2.00
18. Talun
* Ki Gede Kepongpongan Kecomberan 2.00
* Talun Cirebon Girang 2.00
19. Tengah Tani
* Makam Buyut Muji Dawuan 2.00
* Makam Buyut Gesik Gesik 2.00
* Ki Layaman Dawuan 2.00
20. Plered
* Buyut Trusmi Trusmi Wetan 2.00
* Danalaya Tegalsari 2.00
21. Beber
* Adipati Kincir Sindangkasih 2.00
* Makam Syekh Dahtul Khafi Halimpu 2.00
* Buyut Walijah Cikancas 2.00
* Makam Buyut Maruyung Sindangkasih 2.00
* Makam Buyut Santa
Malinda Sindangkasih 2.00
* Sumur Tujuh Kondangsari 2.00
22. Kedawung
* Balong Tuk Kertawinangun 2.00
* Makam Bramasari Kedung Jaya 2.00
* Makam P. Akmadi Panji Kalikoa 3.00
* Syekh Majagung Kedung Jaya 2.00
128

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
Palimanan 23. Palimanan
* Buyut Hasan Basari Kepuh 2.00
* Masjid Panongan Panongan 2.00
* Sumur Gambiran Cengkuang 2.00
* Sumur Cirawat Kepuh 2.00
* Buyut Petebon Gunung
Giwur Kepuh 2.00
* Pancuran Daris Balerante 2.00
* Ki Buyut Johar Balerante 2.00
* Ki Braja Ungkaran dan Ki Pegagan
Braja Geni Palimanan 2.00
24.Klangenan
* Buyut Surawana Bango
Dua Bango Dua 2.00
* Buyut Jaka Bodoh Serang 2.00
* Buyut Serang Serang 2.00
* Ki Gede Pekantingan Pekantingan 2.00
* Sumur Kramat Nyi Ajeng Danawinangun 2.00
* Nyi Gede Jemaras Jemaras 2.00
* Nyi Endang Geulis Danawinangun 2.00
25. Depok
* Pakungwati Warugede 2.00
* Syekh Pasiraga Depok 2.00
* Nyi Mas Ratu Gandasari Kasugengan Kidul 2.00
* Buyut Akmaluddin Kasugengan Kidul 2.00
* Masjid Kramat Depok Depok 2.00
* Makam Dawa Getasan Lor 2.00
* Ki Gede Angga Soyag Keduanan 2.00
* Buyut Cigoler Kasugengan Lor 2.00
26. Dukupuntang
* Sumur Balad Balad 2.00
* Sultan Mulyana, Pangeran
Papak, Pangeran Arja, dan
Pangeran Jayakusuma Balad Cidemit 2.00
* Buyut Dawi Balad 2.00
* Batu Celek Balad 2.00
* Prasasti Huludayeuh Cikalahang 2.00
* Sumur Jaya Balad 2.00
27.Gempol
* Gua Dalem Makam Ki Gede
Palimanan Palimanan Barat 2.00
* Situs Sunan Bonang Cupang 1.50
* Buyut Amat (P. Atas Angin) Palimanan Barat 2.00
28. Gunungjati
* Nyi Ageng Sembung Wanakaya 2.00
* Lawang Gede/ Si Blawong Mertasinga 2.00
* Makam Sunan Gunungjati Astana 10.00
* Kompleks Makam Syekh
Datul Khafi Astana 10.00
* Makam Ki Laya Klayan 2.00
* Makam Penderasan Kalisapu 2.00
* Alas Konda Jatimerta 10.00
* Bale lebu Sirnabaya 2.00
* Ki Ageng Mayung Mayung 2.00
* Makam Pahlawan Tak
Dikenal Buyut 2.00
29. Jamblang
* Masjid Kramat Kebagusan Sitiwinangun 2.00
30. Plumbon
* Syekh Haji Abdulatif (Buyut
Kajen) Marikangen 2.00
129

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
* Pangeran Purbaya Purbaya 2.00
* Nyi Mas Gandasari Bode Lor 2.00
Arjawinangun 31. Arjawinangun
* Ki Gede Suropati Tegal Gubug 2.00
* Sumur Ki Jaka Tawa Rawagatel 2.00
* Ki Wasiat Jungjung wetan 2.00
* Ki Runcum Arjawinangun 2.00
* Ki Kasmadi (Ki Gede Bulak) Bulak 2.00
* Nyai Ratu Geyongan 2.00
32. Ciwaringin
* Bale Gede Galagamba 2.00
33. Gegesik
* Kramat Nyi Lara Keli Panunggul 2.00
* Garuda Gegesik Lor 2.00
* Makam Kramat Ki Warsiki Gegesik Lor 2.00
* Pesanggrahan Sibubut 2.00
* Makam Kramat Ki Gede
Bayalangu Bayalangu 12.00
* Ki Panunggul dan Nyi
Mertasari Gegesik Kidul 2.00
* Ki Warga 2.00
* Ki Raja Pandita Gegesik 2.00
* Ki Gede Gesik ( Buyut
Kuwu) Gegesik Kulon 2.00
* Ki Jangkar Gegesik Lor 2.00
34. Kaliwedi
* Makam Kramat Ki Gede
Kaliwedi Kaliwedi 2.00
* Makam Kramat Ki Madung
Jaya (Ki Gede Gua) Guwa 3.00
35. Kapetakan
* Syekh Magelung Sakti Karang Kendal 2.00
36.Panguragan
* Lumbung Padi Panguragan 2.00
* Sumur Pangeran
Suryanegara Lemahtamba 2.00
* Balong Kramat Panguragan Lor 2.00
* Pangeran Jagabayan, Nyi
Mas Endang Sari Panguragan Lor 2.00
* Ki Bluwuk 2.00
* Nyi Mas Gading Ronggeng Kalianyar 2.00
* Makam Kejayan 2.00
* Makam Pendawa 2.00
* Nyi Mas Ratu Gandasari Panguragan 2.00
37. Susukan
* Makam Kramat Ki Tambak Ujung Gebang 2.00
* Nyi Waja Ujung Gebang 2.00
* Makam Kramat Ki Bogo Ujung Gebang 2.00
* Sumur Nyi Mas Pandansari Jatinom 2.00
* Buyut Ujung Gebang (Nyi
Mas Kejaksan) Ujung Gebang 2.50
* Buyut Ujung Gebang (Nyi
Mas Junti) Ujung Gebang 2.00
* Ki Pedamaran Kedondong 2.00
* Makam Kramat Buyut
Adipati Gelong Jatinom 2.00
* Makan Gaman/ Makam
Dawa Kedongdong 2.00
* Makam Kramat Ki Selapada Bunder 2.00
Luas Kawasan Kearifan Lokal 412.00
130

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
2.6 Kawasan Ruang Non Hutan Ciledug Ciledug Tersebar 579
Terbuka Hijau (RTH) Losari Tersebar 122
Lemahabang Lemahabang Tersebar 146
Asatanajapura Tersebar 130
Sumber Sumber Tersebar 100
Weru Tersebar 178
Palimanan Palimanan Tersebar 140
Plumbon Tersebar 330
Arjawinangun Tersebar 145
Arjawinangun
Kapetakan Tersebar 130
Luas RTH 2000
3 Kawasan Suaka Alam (KSA), Pelestarian Alam (KPA) & Cagar Budaya
3.1 KSA/KPA Taman Nasional Gunung
Palimanan Dukupuntang Cikalahang 16
Ciremai
Luas KSA/ KPA 16
4. Kawasan Rawan Bencana Alam
4.1 Kawasan Rawan Non Hutan Palimanan Cisaat, Cipanas, 4635
Tanah Longsor Dukupuntang Girinata, Bobos,
Kedongdong Kidul
Gempol Cupang
Sumber Sumber Sidawangi
Lemahabang Sedong Karangwuni
4.2 Kawasan Rawan Kapetakan 24209
Arjawinangun
Gelombang Pasang/ Suranenggala
Abrasi Palimanan Gunungjati
Mundu
Lemahabang Astanajapura
Pangenan
Gebang
Ciledug
Loasri
4.3 Kawasan Rawan Non Hutan Arjawinangun Karangkendal dan 4412
Kapetakan
Banjir Grogol
Jagapura Kulon,
Gegesik Jaga Pura Kidul
dan Baya Langu
Palimanan Wanakaya,
Gunungjati
Mertasinga
Girinatha,
Dukupuntang Kedongdong,
Cipanas
Ciledug Tawangsari dan
Losari
Ambulu
Babakan Desa Cangkuang
Babakan, Losari
Pabedilan
Lor
Ciuyah, Ambit,
Waled Gunungsari ,
Mekarsari
Lemahabang Mundu Mundu Sigit
4.4 Kawasan Rawan Non Hutan Losari Panggangsari 2001
Ciledug
Angin Ribut Gebang Melakasari
Jatianom dan
Arjawinangun Susukan
Luwung Kencana
5. Kawasan Lindung Geologi
5.1 Kawasan Cagar Non Hutan Palimanan Gunung Kromong 2
Alam Geologi Palimanan Kawasan Panas
Gempol
Bumi di Gempol 5
Luas Kawasan Lindung Geologi 7
131

Lokasi (Kode) Luasan


FUNGSI Klasifikasi Fisik
PKL Kecamatan Desa Ha
5.2 Kawasan Rawan Bencana Geologi
5.2.1 Rawan Letusan Non Hutan Pasaleman 10638
Ciledug
Gunung Api Waled
Karangwareng
Lemahabang
Sedong
Greged
Beber
Sumber
Talun
Sumber
Palimanan Dukupuntang
5.2.2 Rawan Gerakan Non Hutan Sumber Beber 9264
Tanah Sedong
Lemahabang
Karangwareng
Palimanan Dukupuntang
Pabuaran
Ciledug Pasaleman
Waled
5.2.3 Rawan Abrasi Non Hutan Kapetakan 540
Arjawinagun
Suranenggala
Palimanan Gunungjati
Mundu
Lemahabang Astanajapura
Pangenan
Gebang
Ciledug
Loasri
6 Kawasan Lindung Lainnya
6.1 Kawasan Taman Non Hutan Sumber Sumber Babakan 48
Suaka Margasatwa Lemahabang Talun Krandon 20
Lemahabang Belawa 20
Luas Kawasan Lindung Lainnya 88
TOTAL LUAS KAWASAN LINDUNG 4987

Keterangan :
Total Luas Kawasan Rawan Bencana Alam dan Kawasan Rawan Bencana Geologi tidak dimasukkan dalam hitungan Total Luas
Kawasan Lindung Kabupaten Cirebon. Hal ini dikarenakan kedua kawasan lindung tersebut sebagian ada yang menyatu dengan
kawasan lindung yang lainnya dan atau kawasan permukiman

diundangkan di Sumber
Pada Tanggal 24 Oktober 2011 BUPATI CIREBON

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON TTD

DEDI SUPARDI
ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
132

LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON


NOMOR : 17 Tahun 2011
TANGGAL : 21 Oktober 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031

NO KECAMATAN LOKASI KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN (Ha)


1 Lemahabang Desa Cipeujeuh Wetan 15
Desa Cipeujeuh Kulon 15
JUMLAH 30
Susukan Lebak Desa Kaligawe 15
Desa Curug 15
Desa Sampih 15
Desa Ciawi Asih 15
Desa Susukan Tonggoh 15
JUMLAH 75
Karangsembung Desa Karangsuwung 10
JUMLAH 10

JUMLAH 1 115
2 Beber Desa Patapan 4
Desa Beber 4
JUMLAH 8
JUMLAH 2 8
3 Desa Kepuh (Blok Gunung Giwur, Blok Benggoi,
Palimanan 100
Blok Gunung Randu, Blok Gunung Santri)
JUMLAH 100
Dukupuntang Desa Cipanas 100
Desa Kedongdong 16
Desa Cisaat 6
JUMLAH 122
Gempol Desa Cikeusal 106
Desa Palimanan Barat 106
Desa Cupang 40
Desa Walahar 4
JUMLAH 256
JUMLAH 3 478
JUMLAH TOTAL (1+2+3) 601

diundangkan di Sumber
Pada Tanggal 24 Oktober 2011
BUPATI CIREBON
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON
TTD

DEDI SUPARDI
ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
133

diundangkan di Sumber
Pada Tanggal 24 Oktober 2011
BUPATI CIREBON

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON TTD

DEDI SUPARDI
ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
134

LAMPIRAN VII : PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON


NOMOR : 17 Tahun 2011
TANGGAL : 21 Oktober 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011-2031
INDIKASI PROGRAM PEMANFAATAN RUANG

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
A. PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG
1. PERWUJUDAN SISTEM PUSAT KEGIATAN
1.1 SISTEM PERKOTAAN
1.1.1 Pengembangan PKL Ciledug
a. Penyusunan Rencana KSK Agro
PKL Ciledug
Ciledug BAPPEDA
b. Penyusunan Rencana Rinci Koridor Jalan Tol Kanci
Tata Ruang - Ciledug, Koridor
DCKTR
Jalan Pantura Kanci -
Losari
c. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Permukiman dan Kementerian
Perumahan Kelautan&Perikanan
, Kementerian
PKL Ciledug Sosial, Kementerian
Perumahan Rakyat,
Diskimrum Propinsi,
DCKTR, Diskanla,
Dislakan, Dinsos
d. Penyusunan Rencana Kawasan
Kec. Gebang Bappeda
Wisata Budaya Pesisir Cirebon
e. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Kec. Ciledug dan Diskimrum Prop.,

Losari Bappeda,
Disperindag, DCKTR

1.1.2 Pengembangan PKL Lemahabang


a. Penyusunan Rencana KSK Mundu, Astanajapura, Bappeda
135

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Mundu -Losari Pangenan, Gebang,
Losari
b. Penyusunan Rencana KSK Kec. Lemahabang;
Rehabilitasi Lingkungan Hidup Kec. Sedong; Kec.
Karangsembung; Kec. Bappeda
Karangwareng; Kec.
Susukanlebak
c. Penyusunan Rencana Rinci
PKL Lemahabang DCKTR
Tata Ruang
d. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Permukiman dan Kementerian
Perumahan Kelautan&Perikanan
Kec. Mundu,
, Kementerian
Astanajapura, dan
Sosial, Kementerian
Pangenan; Kec.
Perumahan Rakyat,
Karangwareng
Diskimrum Propinsi,
DCKTR, Diskanla,
Dislakan, Dinsos
e. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Kec. Lemahabang dan Bappeda,Disperinda

Astanajapura g,DCKTR,DBM,
Dishub

1.1.3 Pengembangan PKL Sumber


a. Penyusunan Rencana KSK Kec. Sumber; Kec.
Rehabilitasi Lingkungan Hidup Talun; Kec. Beber; Bappeda
Kec. Greged;
b. Penyusunan Rencana Rinci Pusat Pemerintahan
DCKTR
Tata Ruang Sumber
c. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Permukiman dan Kementerian
Perumahan Kelautan&Perikana,
Kementerian Sosial,
Kec. Talun
Kemenpera,
Diskimrum Propinsi,
DCKTR, Diskanla,
Dislakan, Dinsos
136

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
d. Pengembangan dan Penataan Bappeda,
Kawasan Perdagangan dan Jasa PKL sumber Disperindag, Dishub,
DCKTR, DBM

1.1.4 Pengembangan PKL Palimanan


a. Penyusunan Rencana KSK
Zona Industri Bappeda
Plumbon
b. Penyusunan Rencana Rinci Koridor Jalan Tol
DCKTR
Tata Ruang Palimanan - Kanci
c. Pengembangan dan Penataan Kementrian, ESDM
Kecamatan Palimanan,
Kawasan Pertambangan Prov, Kimrum Prov,
Gempol, Ciwaringin
Bappeda,DPSDAP,
dan Dukupuntang
BLHD
d. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Permukiman dan Kementerian
Perumahan Kelautan&Perikanan
, Kementerian
PKL Palimanan Sosial, Kementerian
Perumahan Rakyat,
Diskimrum Propinsi,
DCKTR, Diskanla,
Dislakan, Dinsos
e. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Kementerian
Perhubungan,
Koridor Jalan
Diskimrum,
Palimanan - Cirebon
Bappeda,
Disperindag, Dishub,
DBM, DCKTR

1.1.5 Pengembangan PKL Arjawinangun


a. Penyusunan Rencana KSK Agro PKL Arjawinangun
Bappeda
Arjawinangun
b. Penyusunan Rencana KSK Situs Makan Sunan
Bappeda
Gunungjati Gunung Jati
c. Penyusunan Rencana Rinci Koridor Jalur KA DCKTR
137

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Tata Ruang Arjawinangun -
Kertajati
d. Penyusunan Rencana Kawasan Kec. Kapetakan,
Wisata Budaya Pesisir Cirebon Suranenggala, dan Bappeda
Gunungjati
e. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Permukiman dan Kementerian
Perumahan Kelautan&Perikanan
Kec. Kapetakan, , Kementerian
Suranenggala, dan Sosial, Kementerian
Gunungjati Perumahan Rakyat,
Diskimrum Propinsi,
DCKTR, Diskanla,
Dislakan, Dinsos
f. Pengembangan dan Penataan Kementerian PU,
Kawasan Perdagangan dan Jasa Kementerian Indag,
Disperindag
Kec. Arjawinangun &
Propinsi, Diskimrum
Panguragan
Propinsi, Dinas BM,
DCKTR, Disperindag,
Dishub
1.1.6 Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp)
a. Penyusunan/ Revisi Rencana 1. Kecamatan Losari
Kementerian Yang
Detail Tata Ruang Kawasan 2. Kecamatan
terkait , Dinas/
Perkotaan Astanajapura
Instansi terkait
3. Kecamatan Weru
Tingkat Provinsi,
4. Kecamatan
Dinas/ Instansi
Plumbon
terkait Tingkat
5. Kecamatan
Kabupaten
Kapetakan
b. Koordinasi pengelolaan 1. Kecamatan Losari
kawasan perkotaan 2. Kecamatan
Astanajapura
3. Kecamatan Weru Bappeda, DCKTR
4. Kecamatan
Plumbon
5. Kecamatan
138

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Kapetakan
c. Pengembangan dan 1. Kecamatan Losari
Kementerian Yang
peningkatan fasilitas perkotaan 2. Kecamatan
terkait , Dinas/
Astanajapura
Instansi terkait
3. Kecamatan Weru
Tingkat Provinsi,
4. Kecamatan
Dinas/ Instansi
Plumbon
terkait Tingkat
5. Kecamatan
Kabupaten
Kapetakan
d. Pengembangan dan 1. Kecamatan Losari
Kementerian Yang
peningkatan prasarana 2. Kecamatan
terkait , Dinas/
perkotaan Astanajapura
Instansi terkait
3. Kecamatan Weru
Tingkat Provinsi,
4. Kecamatan
Dinas/ Instansi
Plumbon
terkait Tingkat
5. Kecamatan
Kabupaten
Kapetakan

1.1.7 Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)


a. Penyusunan/Revisi Rencana Kementerian Yang
1. Kec. Babakan
Detail Tata Ruang Kawasan terkait , Dinas/
2. Kec.
Perkotaan Instansi terkait
Karangsembung
Tingkat Provinsi,
3. Kec. Kedawung
Dinas/ Instansi
4. Kec. Klangenan
terkait Tingkat
5. Kec. Gegesik
Kabupaten
b. Koordinasi pengelolaan 1. Kec. Babakan Bappeda, DCKTR
kawasan perkotaan 2. Kec.
Karangsembung

3. Kec. Kedawung
4. Kec. Klangenan
5. Kec. Gegesik
c. Pengembangan dan 1. Kec. Babakan Kementerian Yang
peningkatan fasilitas perkotaan 2. Kec. terkait , Dinas/
Karangsembung Instansi terkait
3. Kec. Kedawung Tingkat Provinsi,
4. Kec. Klangenan Dinas/ Instansi
139

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
5. Kec. Gegesik terkait Tingkat
Kabupaten
d. Pengembangan dan Kementerian Yang
1. Kec. Babakan
peningkatan prasarana terkait , Dinas/
2. Kec.
perkotaan Instansi terkait
Karangsembung
Tingkat Provinsi,
3. Kec. Kedawung
Dinas/ Instansi
4. Kec. Klangenan
terkait Tingkat
5. Kec. Gegesik
Kabupaten
1.1.8 Pengembangan Sistem Perdesaan
a. Penyusunan Kawasan Terpilih Kec.Pabedilan; Kec. Kementerian Yang
Pusat Pengembangan Desa Pabuaran;Kec. Waled; terkait , Dinas/
(KTP2D) Kec. Gebang; Kec. Instansi terkait
Pasaleman; Kec. Tingkat Provinsi,
Mundu;Kec.Pangenan; Dinas/ Instansi
Kec. Sedong; Kec. terkait Tingkat
Susukanlebak; Kec. Kabupaten
Karangwareng;
Kec.Beber;
Kec.Greged;Kec.
Plered; Kec.
Tengahtani; Kec.Talun;
Kec. Gunungjati;
Kec.Jamblang; Kec.
Depok; Kec.
Dukupuntang; Kec.
Gempol;Kec. Susukan;
Kec. Kaliwedi; Kec.
Panguragan; Kec.
Suranenggala & Kec.
Ciwaringin
140

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
b. Penataan kawasan Pusat Kec.Pabedilan; Kec. Kementerian Yang
Pelayanan Lingkungan (PPL) Pabuaran;Kec. Waled; terkait , Dinas/
Kec. Gebang; Kec. Instansi terkait
Pasaleman; Kec. Tingkat Provinsi,
Mundu;Kec.Pangenan; Dinas/ Instansi
Kec. Sedong; Kec. terkait Tingkat
Susukanlebak; Kec. Kabupaten
Karangwareng;
Kec.Beber;
Kec.Greged;Kec.
Plered; Kec.
Tengahtani; Kec.Talun;
Kec. Gunungjati;
Kec.Jamblang; Kec.
Depok; Kec.
Dukupuntang; Kec.
Gempol;Kec. Susukan;
Kec. Kaliwedi; Kec.
Panguragan; Kec.
Suranenggala & Kec.
Ciwaringin
2. PERWUJUDAN SISTEM JARINGAN PRASARANA WILAYAH
2.1 SISTEM TRANSPORTASI
2.1.1 SISTEM TRANSPORTASI DARAT
2.1.1.1 Pembangunan dan Peningkatan Jaringan Jalan
a. Pembangunan jalan kolektor jalan kolektor primer
Kementerian PU,
primer lintas utara Kabupaten lintas utara Kabupaten
Perhubungan
Cirebon
b. Peningkatan kapasitas & Kementerian PU,
Cirebon
kondisi ruas jalan strategis Perhubungan
c. Peningkatan jalan poros timur
Kementerian PU,
di jalur Pangandaran - Ciamis - Cirebon
Perhubungan
Cikijing - Cirebon
d. Pembangunan Jalan Tol Cikopo/Cikampek - Kementerian PU,

Palimanan Perhubungan
e. Pembangunan Fly Over Gebang Kementerian PU,

Perhubungan
141

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
f. Pembangunan Jalan Ruas Kecamatan Kedawung Kementerian PU,
Warungasem - Kedawung Dinas Bina Marga

Prov, Dinas Bina
Marga Kab

2.1.1.2 Program Pembangunan Jalan dan Jembatan


Kementerian PU,
Perencanaan Pembangunan Dinas Bina Marga
a. Kabupaten Cirebon
Jalan Prov, Dinas Bina
Marga Kab
Kementerian PU,
Dinas Bina Marga
b. Pembangunan Jalan Kabupaten Cirebon
Prov, Dinas Bina
Marga Kab
Kementerian PU,
Dinas Bina Marga
c. Pembangunan Jembatan Kabupaten Cirebon
Prov, Dinas Bina
Marga Kab

2.1.1.3 Program Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan dan Jembatan


Kementerian PU,
Perencanaan Rehabilitasi/ Dinas Bina Marga
a. Kabupaten Cirebon
Pemeliharaan Jalan Prov, Dinas Bina
Marga Kab
Kementerian PU,
Rehabilitasi / Pemeliharaan Dinas Bina Marga
b. Kabupaten Cirebon
Jalan Prov, Dinas Bina
Marga Kab
Kementerian PU,
Rehabilitasi/ Pemeliharaan Dinas Bina Marga
c. Kabupaten Cirebon
Jembatan Prov, Dinas Bina
Marga Kab

2.1.1.4 Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan


Pembangunan Jalan dan Kementerian PU,
a. Kabupaten Cirebon
Jembatan Perdesaan Dinas Bina Marga
142

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Prov, Dinas Bina
Marga Kab
Kementerian PU,
Rehabilitasi/ Pemeliharaan Dinas Bina Marga
b. Kabupaten Cirebon
Jalan dan Jembatan Prov, Dinas Bina
Marga Kab

2.1.1.5 Penanganan Persimpangan Lintas Sebidang


a. Penyusunan Feasibility
Bappeda,Dinas Bina
Study(FS), Detail Engineering
Marga
Design (DED)
b. Pembangunan Interchange Kementerian PU,
di 43 ruas DBM Propinsi, Dinas
Bina Marga Kab
c. Pembangunan Fly Over Kementerian PU,
di 43 ruas DBM Propinsi, Dinas
Bina Marga Kab

Departemen
Perhubungan,
Kec. Losari, Kec.
2.1.1.6 Pembangunan Terminal Tipe B Dishub Prov, Dishub
Arjawinangun
Kab, Bappeda,
DCKTR
Departemen
Kec. Ciledug, Kec. Perhubungan,
2.1.1.7 Pembangunan Terminal Tipe C Astanajapura, Kec. Dishub Prov, Dishub
Sumber Kab, Bappeda,
DCKTR
Departemen
Kec. Ciledug, Kec. Perhubungan,
2.1.1.8 Optimalisasi Terminal Tipe C Astanajapura, Kec. Dishub Prov, Dishub
Sumber Kab, Bappeda,
DCKTR
Departemen
2.1.1.9 Pembangunan Terminal Wisata Kec. Weru Perhubungan,
Dishub Prov, Dishub
143

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Kab, Bappeda,
DCKTR
Departemen
Perhubungan,
2.1.1.10 Peningkatan Terminal Truk Kec. Gempol Dishub Prov, Dishub
Kab, Bappeda,
DCKTR
Kementerian
Perhubungan,
2.1.1.11 Peremajaan Angkutan Perdesaan Kab. Cirebon
DISHUB Provinsi,
Dishub Kabupaten
Kementerian
Pengembangan Trayek Angkutan Perhubungan,
2.1.1.12 Kab. Cirebon
Perdesaan DISHUB Provinsi,
Dishub Kabupaten

2.1.2 SISTEM TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN


Pembangunan jalur Kereta Api
Rancaekek-Jatinangor-
2.1.2.1 Kab. Cirebon PT. KAI
Tanjungsari-Kertajati-Kadipaten-
Cirebon
Peningkatan sistem jalur tunggal
(single track) menjadi sistem jalur
2.1.2.2 Losari PT. KAI
ganda (double track) Losari -
Brebes
Peningkatan status dan fungsi
2.1.2.3 Ciledug PT. KAI
Stasiun Ciledug
Optimalisasi kinerja stasiun
2.1.2.4 Arjawinangun PT. KAI
Arjawinangun
Meningkatkan keamanan
perlintasan Kereta Api dengan lalu
Area perlintasan
2.1.2.5 lintas moda lain melalui perbaikan PT. KAI
Kereta Api
dan pemeliharaan pintu
perlintasan Kereta Api
Peningkatan Pelayanan Jalur Area perlintasan Dinas Perhubungan
2.1.2.6
Kereta Api Cirebon-Cikampek Kereta Api Di Provinsi Jawa Barat
144

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Kabupaten Cirebon
Revitalisasi Stasiun dan Halte
2.1.2.7 Kab. Cirebon PT. KAI
Kereta Api

2.1.3 SISTEM TRANSPORTASI LAUT


Departemen
Perhubungan,
Kajian Rencana Pengembangan
2.1.3.1 Kab. Cirebon Dishub Prov, Dishub
dan Pembangunan Pelabuhan
Kab, Bappeda,
DCKTR
Departemen
Studi Kelayakan Lokasi Perhubungan,
2.1.3.2 Pengembangan dan Pembangunan Kab. Cirebon Dishub Prov, Dishub
Pelabuhan Kab, Bappeda,
DCKTR

2.1.4 SISTEM TRANSPORTASI UDARA


Departemen
Perhubungan,
Pengembangan Bandara Sesuai
Dishub Prov, Dishub
2.1.4.1 Rencana Induk Bandara Kec. Talun
Kab, Bappeda,
Cakrabuana
DCKTR, Instansi
Terkait
Pengendalian dan Pengaturan
Kec. Talun, Kec. Departemen
Penggunaan Lahan dalam Daerah
Sumber, Kec. Beber, Perhubungan,
Lingkungan Kerja (DLKr), Daerah
Kec. Greged, Kec. Dishub Prov, Dishub
2.1.4.2 Lingkungan Kepentingan (DLKP),
Mundu, Kec. Kab, Bappeda,
Kawasan Keselamatan Operasi
Astanajapura, Kec. DCKTR, Instansi
Penerbangan (KKOP) dan Batas-
Pangenan Terkait
Batas Kawasan Kebisingan (BKK)
2.2 JARINGAN ENERGI
2.2.1 Pengembangan Jaringan Energi Listrik dan Gas
a. Peningkatan Daya Terpasang
Kab. Cirebon PLN PLN
PLN
b. Pengembangan Jaringan dan
Kab. Cirebon PLN PLN
Gardu Listrik
145

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
c. Studi Pengembangan Jaringan
Distribusi Gas Untuk Rumah Kab. Cirebon PGN PGN
Tangga
2.2.2 Pengembangan Desa Mandiri Kementrian ESDM,
Energi dinas ESDM, Bag.
Kab. Cirebon SDA, Dinas PSDAP
dan indtansi terkait
lainnya.
2.2.3 Pengembangan Mikrohidro/ Energi Kementrian ESDM,
Alternatif dinas ESDM, Bag.
Kab. Cirebon SDA, Dinas PSDAP
dan indtansi terkait
lainnya.
2.2.4 Pengembangan Energi Terbarukan Kementrian ESDM,
Panas Bumi dinas ESDM, Bag.
Kab. Cirebon SDA, Dinas PSDAP
dan indtansi terkait
lainnya.
2.3 JARINGAN TELEKOMUNIKASI
2.3.1 Pengembangan Jaringan
Telekomunikasi
a. Peningkatan Kapasitas
Kab. Cirebon Telkom
Sambungan Telepon (SST)
b. Peningkatan Jumlah Telepon
Kab. Cirebon Telkom
Rumah dan Wartel
c. Studi Pengembangan BTS Kemenkominfo,
Terpadu Kab. Cirebon Diskominfo,
Bappeda
d. Pengembangan BTS Terpadu Kemenkominfo,
Kab. Cirebon
Diskominfo

2.4 JARINGAN SUMBER DAYA AIR


2.4.1 Pengembangan Jaringan Irigasi Kab. Cirebon Kementerian PU,
a. Irigasi teknis Kementerian
Pertanian, Dinas
b. Irigasi semi teknis
Pertanian prop.,
146

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Distanbunakhut,
DPSDAP
2.4.2 Rehabilitasi Jaringan Irigasi Kab. Cirebon Kementerian PU,
a. Irigasi teknis Kementerian
b. Irigasi semi teknis Pertanian, Dinas
Pertanian prop.,
c. Irigasi tersier Distanbunakhut,
DPSDAP
2.4.3 Pemeliharaan Jaringan Irigasi Kab. Cirebon Kementerian PU,
a. Irigasi teknis Kementerian
b. Irigasi semi teknis Pertanian, Dinas
Pertanian prop.,
c. Irigasi tersier Distanbunakhut,
DPSDAP
2.5 JARINGAN PERSAMPAHAN
2.5.1 Pengelolaan Persampahan
a. Peningkatan Wilayah
Pelayanan
- Peningkatan prasarana dan
Kab. Cirebon
sarana angkutan sampah Kementerian
- Perbaikan TPAS Gunung Santri, Ciawi PU,Diskimrum

Japura, Ciledug Propinsi,DCKTR
- Pembangunan TPPAS
Kab. Cirebon
Regional
- Pembangunan TPPAS Gegesik Kec. Gegesik
b. Pengembangan Sistem
Kementerian PU,
Pengelolaan Setempat dan
Kab. Cirebon Diskimrum Propinsi,
Sistem Terpusat Melalui Proses
DCKTR
3R (Reduce, Recycle, Re-use)
c. Pengembangan Teknologi
Kab. Cirebon
Pengolahan Persampahan
Kementerian PU,
- DED TPA Gegesik Kab. Cirebon
Diskimrum Propinsi,
- DED TPA Regional Kab. Cirebon
DCKTR
- DED Persampahan Kab. Cirebon
- DED Pertamanan Kab. Cirebon
2.5.2 Optimalisasi Tempat Pembuangan Kec. Kaliwedi, Kec. Kementerian PU,
147

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
dan Pemrosesan Akhir Sampah Palimanan, Kec. Diskimrum Propinsi,
(TPPAS) dengan Sistem Sanitary Ciledug, Kec. Susukan DCKTR
Landfill Lebak
Kementerian PU,
2.5.3 Pengkajian Lokasi TPPAS Regional Kab. Cirebon Diskimrum Propinsi,
DCKTR
2.6 JARINGAN SUMBER AIR BERSIH
2.6.1 Penyediaan Air Bersih
a. Pengembangan Instalasi

Pengolahan Air Bersih (IPA)
b. Peningkatan kapasitas IPA

(Reservoir) Kementerian PU,
c. Peningkatan Wilayah Diskimrum Propinsi,
Kabupaten Cirebon
pelayanan PDAM DCKTR, PDAM
d. Penambahan jaringan
perpipaan (pipa distribusi dan Kabupaten Cirebon
sirkulasi)
2.6.2 Peningkatan prasarana dan perluasan air baku/ bersih Perkotaan
Kementerian PU,
a. Masterplan air minum Kabupaten Cirebon Diskimrum Propinsi,
DCKTR, PDAM
Kementerian PU,
Pembangunan sistem
b. Kabupaten Cirebon Diskimrum Propinsi,
penyediaan air minum regional
DCKTR, PDAM
Pembangunan dan
Kementerian PU,
pengembangan Sistem
c. ibukota kecamatan Diskimrum Propinsi,
Pengelolaan Air Minum (SPAM)
DCKTR, PDAM
ibukota kecamatan
2.6.3 Peningkatan prasarana dan perluasan air baku/ bersih Perdesaan
Pembangunan & Kementerian PU,
a. pengembangan SPAM Kabupaten Cirebon Diskimrum Propinsi,
perdesaan DCKTR, PDAM

2.7 JARINGAN LIMBAH DOMESTIK, NON DOMESTIK DAN B3 (BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN)
Pengkajian Sistem Pengolahan Air Kementrian PU,
2.7.1 Kab. Cirebon
Limbah Komunal (Limbah rumah Diskimrum Propinsi,
148

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
tangga) DCKTR,Bappeda,
Pengkajian Instalasi Limbah BLHD
2.7.2 Kab. Cirebon
Terpadu (Limbah Pengolahan Ikan)
Pengkajian Instalasi Pengolahan Air
2.7.3 Kab. Cirebon
Limbah B3
Pengembangan Sistem IPAL Rumah Kec. Waled dan Kec.
2.7.4
Sakit Arjawiangun
2.7.5 Pembangunan IPAL Batu Alam Kec. Dukupuntang
a. Pembangunan IPAL Batu Alam
Kementerian PU,
- penyediaan lahan untuk
Kec. Dukupuntang Diskimrum
pembangunan IPAL dan kantor
Propinsi,DCKTR
- pembangunan IPAL dan
Kec. Dukupuntang
kantor
b. Relokasi Industri Batu Alam Kec. Dukupuntang
- penyediaan lahan untuk
Kec. Dukupuntang
relokasi industri batu alam DCKTR
- pembangunan relokasi indutri
Kec. Dukupuntang
batu alam
c. Peningkatan Sarana dan Kementerian
Prasarana Air Limbah Kabupaten Cirebon PU,Diskimrum
Propinsi, DCKTR
2.7.6 Pembangunan IPAL Batik Trusmi
a. Pembangunan IPAL Industri Kec. Plered/ Kec.
Batik Trusmi Weru
Kementerian
- Penyusunan DED IPAL Industri Kec. Plered/ Kec.
PU,Kementerian
Batik Weru
LH,BPLHD
- Penyediaan lahan untuk
Kec. Plered/ Kec. Propinsi,Diskimrum
pembangunan IPAL Industri
Weru Propinsi,BLHD,
Batik
DCKTR
- Pembangunan IPAL Industri Kec. Plered/ Kec.

Batik Weru

2.8 JARINGAN DRAINASE


2.8.1 Pengendalian Banjir, Drainase, dan Irigasi
a. Penyusunan Rencana Teknis
Kab. Cirebon DCKTR
Pengembangan Drainase
149

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
- perencanaan (DED) DCKTR
b. Peningkatan dan Normalisasi 10 Lokasi di Kab.
DCKTR
Saluran Drainase Perkotaan Cirebon
c. Pengembangan Fungsi Layanan Kementerian PU,
18 Sungai
DAS PSDAP

2.9 JARINGAN PRASARANA LAINNYA


2.9.1 JALUR EVAKUASI BENCANA
2.9.1.1 Pengembangan RTH Perkotaan
- Alun-Alun Kecamatan Kab. Cirebon Diskimrum Propinsi,
- Taman Kota Kab. Cirebon DCKTR,Bappeda,
- Lapangan Olah Raga Kab. Cirebon BLHD
2.9.1.2 Optimalisasi RTH Perkotaan
- Alun-Alun Kecamatan Kab. Cirebon Diskimrum Propinsi,
- Taman Kota Kab. Cirebon DCKTR,Bappeda,
- Lapangan Olah Raga Kab. Cirebon BLHD, Dinsos
2.9.1.3 Peningkatan Jalur Evakuasi Bencana
Diskimrum Propinsi,
DCKTR,Bappeda,
- Jalan Poros Desa Kab. Cirebon
BLHD, Dishub,
Binamarga, Dinsos
2.9.1.4 Penataan Ruang Terbuka Publik
- Alun-Alun Kecamatan Kab. Cirebon Diskimrum Propinsi,
- Taman Kota Kab. Cirebon DCKTR,Bappeda,
- Lapangan Olah Raga Kab. Cirebon BLHD, Dinsos

B. PERWUJUDAN POLA RUANG


1. PERWUJUDAN KAWASAN LINDUNG
1.1 KAWASAN YANG MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP KAWASAN BAWAHNYA
Penetapan Kawasan Hutan KPH Majalengka & KPH Majalengka &
1.1.1
Berfungsi Lindung KPH Kuningan KPH Kuningan
Dephut, BLHD Prov,
Penetapan Tata Batas Kawasan
1.1.2 Kab. Cirebon BLHD Kab,
Lindung
Distanbunakhut
Lahan - lahan kritis Dephut, BLHD Prov,
1.1.3 Kawasan Resapan Air
yang tersebar di Kab. BLHD Kab,
150

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Cirebon Distanbunakhut
a. Peningkatan konservasi daerah Dephut, BLHD Prov,
tangkapan air dan sumber- Kab. Cirebon BLHD Kab,
sumber air Distanbunakhut
b. Perlindungan dan Peningkatan Dephut, BLHD Prov,
Kualitas Kawasan Hutan Kab. Cirebon BLHD Kab,
Berfungsi Lindung Distanbunakhut
c. Pengembalian Fungsi Lindung Dephut, BLHD Prov,
dengan Rehabilitasi dan Kab. Cirebon BLHD Kab,
Reboisasi Distanbunakhut
d. Pengembangan hutan dan Dephut, BLHD Prov,
tanaman Tahunan Kab. Cirebon BLHD Kab,
Distanbunakhut
1.2 KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1.2.1 Pengendalian Sempadan Pantai
Kec.Kapetakan,
a. Penyusunan perundangan Bappeda, DCKTR,
Kec.Suranenggala,
peraturan daerah Diskanla, Bag.
Kec.Gunungjati,
Hukum Setda
Kec.Mundu,
b. Penetapan lokasi sempadan Bappeda, DCKTR,
Kec.Astanajapura,
pantai Bag. Hukum Setda
Kec.Pangenan,
c. Pemasangan papan larangan
Kec.Gebang,
untuk mendirikan bangunan/ Dis Pol PP
Kec.Losari
tambak
1.2.2 Pengendalian Sempadan Sungai
a. Penyusunan perundangan Kementrian PU,
peraturan daerah Diskimrum,
Bappeda, DCKTR,
Sungai yang termasuk DPSDAP, Bag.
DAS Cimanuk & DAS Hukum Setda
b. Pembersihan sempadan sungai Cisanggarung yang Kementrian PU,
dari bangunan liar melintas di Kab. Diskimrum,

Cirebon Bappeda, DCKTR,
DPSDAP
c. Pemasangan papan larangan Kementrian PU,
untuk mendirikan bangunan Diskimrum, DCKTR,
DPSDAP, Dispol PP
151

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
d. Normalisasi Sungai Kementrian PU,
Diskimrum, DCKTR,
DPSDAP
1.2.3 Pengamanan Daerah Sekitar Situ
a. Penyusunan perundangan Bappeda, DCKTR,
peraturan daerah DPSDAP, Bag.
Hukum Setda
b. Pengukuran, pematokan, dan DCKTR, DPSDAP,

sertifikasi lahan situ BPN
c. Pembersihan sekitar situ dari
Dis Pol PP
bangunan liar
d. Pemasangan papan larangan Situ Patok & Situ
Dis Pol PP
untuk mendirikan bangunan Sedong
e. Pembersihan sampah dan
DCKTR, DPSDAP
gulma sekitar situ
f. Pengembangan Wisata Air Kemenbudpar,
Kementrian PU,
Diskimrum, DCKTR,

Bappeda,
Disbudparpora,
PSDAP, BLHD
1.2.4 Perwujudan Daerah Sekitar Mata Air
a. Penyusunan perundangan Bappeda, DCKTR,
peraturan daerah Diskanla, Bag.
Hukum Setda
b. Rehabilitasi Lahan Di Daerah Kementrian PU,
Sekitar Mata Air Diskimrum,

Bappeda, DCKTR,
44 Lokasi Mata Air di BLHD
c. Pemasangan papan larangan Kabupaten Cirebon
untuk mendirikan bangunan/ Dis Pol PP
tambak
d. Sosialisasi Pengelolaan dan Diskimrum,
Pemberdayaan Masyarakat Bappeda, DCKTR

Pada Kawasan Sekitar Mata Air
152

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
1.2.5 Pengamanan Kawasan Kearifan Lokal
a. Pelestarian habitat dan Kementrian PU,
keaslian ekosistem Diskimrum, DCKTR,
Kawasan Kearifan
Bappeda,
Lokal Di Kab. Cirebon
Disbudparpora,
BLHD

1.2.6 Pengembangan dan Pengelolaan RTH KOTA


a. Penyediaan lahan RTH Kota Kab. Cirebon

(DED RTH) DCKTR
b. Perwujudan RTH Publik dan Kab. Cirebon

Privat DCKTR
c. Penerapan teknologi pengganti Kab. Cirebon
RTH pada bangunan yang
melanggar rencana RTH
DCKTR, BLHD
(seperti keharusan roof
garden, tanaman rambat,
sumur resapan, dsb.)
d. Pengembangan jalur hijau Kab. Cirebon DCKTR, BLHD,
DISTANBUNAKHUT,
BINAMARGA, PSDAP
e. Pembangunan taman kota, Kab. Cirebon Kementerian PU,
lingkungan, dan hutan kota Diskimrum, DCKTR,
Bagian SDA-Setda,
BLHD,
Distanbunakhut
f. Pembangunan taman Kab. Cirebon
DCKTR
lingkungan permukiman
g. Rehabilitasi taman kota dan Kab. Cirebon DCKTR, BLHD,

hutan kota DISTANBUNAKHUT
1.3 KAWASAN SUAKA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Penataan Batas Taman Nasional Kecaatan
1.3.1 Distanbunakhut,
Gunung Cermai (TNGC) Dukupuntang
KPH Majalengka dan
Kuningan
153

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Penyusunan Master Plan dan
1.3.2 Distanbunakhut,
Perencanaan Rinci Kawasan
KPH Majalengka dan
Kuningan
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Penyusunan Peraturan Zonasi
1.3.3 Distanbunakhut,
Kawasan TNGC
KPH Majalengka dan
Kuningan
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Rehabilitasi dan Preservasi
1.3.4 Distanbunakhut,
Kawasan TNGC
KPH Majalengka dan
Kuningan
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Sosialisasi Pengelolaan Kawasan
1.3.5 Distanbunakhut,
TNGC
KPH Majalengka dan
Kuningan
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Pemberdayaan Masyarakat sekitar
1.3.6 Distanbunakhut,
Kawasan TNGC
KPH Majalengka dan
Kuningan, BPMPD
Dephut, BLHD Prov,
BLHD Kab,
Pengendalian Kerusakan Kawasan
1.3.7 Distanbunakhut,
TNGC
KPH Majalengka dan
Kuningan
1.4 KAWASAN RAWAN BENCANA Kementrian PU,
1.4.1 Pemetaan Kawasan Rawan Diskimrum, DCKTR,

Bencana Kawasan Rawan Bappeda,
1.4.2 Pemetaan Zona Evakuasi Bencana Bencana Di Kab. Disbudparpora,
1.4.3 Pemasangan tanda dan/ atau Cirebon BLHD, Dinsos,
peringatan dini terhadap daerah PSDAP, BBWS
rawan bencana Cimanuk-
154

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Cisanggarung,
Instansi Terkait
1.5 KAWASAN LINDUNG GEOLOGI
1.5.1 Pengembangan Wisata Geologi Kemenbudpar,Keme
ntrian PU,
Kawasan Gunung Diskimrum, DCKTR,

Kromong Bappeda,
Disbudparpora,
PSDAP, BLHD
1.6 KAWASAN LINDUNG LAINNYA
1.6.1 Penetapan Kawasan Lindung Kemenhut,
Lainnya Kemenbudpar, BLHD
Kecamatan Sumber
Prov, BLHD Kab,
dan Kecamatan Talun
Distanbunakhut,
Disbudparpora
1.6.2 Penyusunan Master Plan dan Kemenhut,
Perencanaan Rinci Kawasan Kemenbudpar,Keme
nterian PU, BLHD
Kecamatan Sumber
Prov, BLHD Kab,
dan Kecamatan Talun
Distanbunakhut,
Disbudparpora,
DCKTR
1.6.3 Penyusunan Peraturan Zonasi Kemenhut,
Kawasan Lindung Lainnya Kemenbudpar, BLHD
Prov, BLHD Kab,
Kecamatan Sumber
Distanbunakhut,
dan Kecamatan Talun
Disbudparpora,
Setda Hukum,
Bappeda
1.6.4 Rehabilitasi dan Preservasi Kemenbudpar,
Kawasan Lindung Lainnya Kemenhut, BLHD
Kecamatan Sumber Prov, BLHD Kab,

dan Kecamatan Talun Distanbunakhut,
Disbudparpora,
Bappeda
1.6.5 Sosialisasi Pengelolaan Kawasan Kecamatan Sumber Kemenhut,

Lindung Lainnya dan Kecamatan Talun Kemenbudpar, BLHD
155

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Prov, BLHD Kab,
Distanbunakhut,
Disbudparpora
1.6.6 Pemberdayaan Masyarakat sekitar Kemenhut,
Kawasan Lindung Lainnya Kemenbudpar, BLHD
Kecamatan Sumber Prov, BLHD Kab,

dan Kecamatan Talun Distanbunakhut,
Disbudparpora,
BPMPD
1.6.7 Pengendalian Kerusakan Kawasan Kemenhut,
Lindung Lainnya Kemenbudpar, BLHD
Kecamatan Sumber
Prov, BLHD Kab,
dan Kecamatan Talun
Distanbunakhut,
Disbudparpora
2. PERWUJUDAN KAWASAN BUDIDAYA
2.1 KAWASAN PERUNTUKKAN HUTAN PRODUKSI
Penetapan Tata Batas
KPH Kuningan dan Kementerian
2.1.1 Kawasan Hutan Produksi
KPH Majalengka Kehutanan, KPH
Terbatas
Pemanfaatan/ Penguasaan
KPH Kuningan dan Kementerian
2.1.2 Hutan produksi Terbatas
KPH Majalengka Kehutanan, KPH
Secara lestari
Penetapan Tata Batas KPH Kuningan dan Kementerian
2.1.3
Kawasan Hutan Produksi KPH Majalengka Kehutanan, KPH
Pemanfaatan/ Penguasaan KPH Kuningan dan Kementerian
2.1.4
Hutan Produksi Secara lestari KPH Majalengka Kehutanan, KPH
2.2 KAWASAN PERUNTUKKAN PERTANIAN
Pengembangan Perkebunan Besar Kementerian
dengan Perlibatan Masyarakat Agro Ciledug dan Agro Pertanian,
2.2.1
sebagai inti dalam Pola Arjawianangun Distanbunakhut
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Prov dan Kab.
Kementerian
Pengembangan Perkebunan Rakyat Pertanian,
Agro Ciledug dan Agro
2.2.2 Mandiri dan/atau Plasma dalam Distanbunakhut
Arjawianangun
Pola PIR Prov,
Distanbunakhut Kab.
156

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Kementerian
Pengembangan Pertanian Lahan Pertanian,
Agro Ciledug dan Agro
2.2.3 Basah Berupa Sawah dengan Distanbunakhut
Arjawianangun
Dukungan Irigasi Prov,
Distanbunakhut Kab.
Kementerian
Pertanian,
Pengembangan Budidaya Agro Ciledug dan Agro
2.2.4 Distanbunakhut
Pertanian dan Holtikultura Arjawianangun
Prov,
Distanbunakhut Kab.
2.2.5 Pengembangan Kegiatan Peternakan
Kementerian
Pertanian,
Distanbunakhut
a. Pembangunan Pasar Hewan Kab. Cirebon
Prov,
Distanbunakhut Kab,
DCKTR, BLHD,
Kementerian
Pertanian,
Pengembangan Pusat
b. Kab. Cirebon Distanbunakhut
Pembibitan Hewan Ternak
Prov,
Distanbunakhut Kab.
Kementerian
Pertanian,
Optimalisasi Budidaya
c. Kab. Cirebon Distanbunakhut
Peternakan
Prov,
Distanbunakhut Kab.
2.3 KAWASAN PERUNTUKKAN PERIKANAN
2.3.1 Pengembangan Budidaya Perikanan
Pengaturan jenis dan alat
a. Kab. Cirebon Kementerian
tangkap ikan
Perikanan dan
Pengaturan Pembuangan
b. Kab. Cirebon Kelautan, Dinas
Limbah Perikanan
Kelautan dan
Penataan Pelabuhan
a. Kab. Cirebon Perikanan Prov,
Perikanan
Dislakan Kab
b. Pengembangan Kawasan Kab. Cirebon
157

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
perikanan tangkap, budidaya
dan pengolahan ikan
a. - Pengembangan Wisata Bahari Kab. Cirebon
2.4 KAWASAN PERUNTUKKAN PERTAMBANGAN
Kec. Dukupuntang, Kementrian, ESDM
Kec. Palimanan, Kec. Prov, Diskimrum
Reklamasi kawasan yang semula
2.4.1 Gempol, Kec. Beber, Prov,
digunakan untuk pertambangan
Kec. Lemahabang, Kec. Bappeda,DPSDAP,
Susukan Lebak BLHD
Kec. Dukupuntang, Kementrian, ESDM
Kec. Palimanan, Kec. Prov, Diskimrum
Penataan dan penelitian potensi
2.4.2 Gempol, Kec. Beber, Prov,
zona pertambangan
Kec. Lemahabang, Kec. Bappeda,DPSDAP,
Susukan Lebak BLHD
Kec. Dukupuntang, Kementrian, ESDM
Kec. Palimanan, Kec. Prov, Diskimrum
Pendataan ulang izin
2.4.3 Gempol, Kec. Beber, Prov,
pertambangan
Kec. Lemahabang, Kec. Bappeda,DPSDAP,
Susukan Lebak BLHD, BPPT
Kec. Dukupuntang, Kementrian, ESDM
Kec. Palimanan, Kec. Prov, Diskimrum
Reboisasi tanaman untuk menahan
2.4.4 Gempol, Kec. Beber, Prov,
tanah
Kec. Lemahabang, Kec. Bappeda,DPSDAP,
Susukan Lebak BLHD
Pengembangan kegiatan
Kec. Dukupuntang, Kementrian, ESDM
pertambangan umum lainnya yang
Kec. Palimanan, Kec. Prov, Diskimrum
merupakan enclave dalam
2.4.5 Gempol, Kec. Beber, Prov,
Kawasan Budidaya lainnya, dengan
Kec. Lemahabang, Kec. Bappeda,DPSDAP,
prosedur teknis dan legal yang
Susukan Lebak BLHD, BPPT
berlaku
2.5 KAWASAN PERUNTUKKAN INDUSTRI
2.5.1 Pengendalian Dampak Lingkungan Kab. Cirebon
158

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
a. Pengembangan Sistem Kementrian LH,
Pengendalian dampak Kementerian
lingkungan industri Kelautan &
Kab. Cirebon Perikanan,
Diskimrum, DKP
Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
b. Penyusunan perundangan Kementrian LH,
peraturan daerah tentang baku Kementerian
mutu kualitas air limbah, Kelautan &
kualitas udara, emisi sumber Kab. Cirebon Perikanan,
tidak bergerak, pengelolaan Diskimrum, DKP
limbah B3 Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
c. Pengujian kualitas lingkungan Kementrian LH,
hidup Kementerian
Kelautan &
Kab. Cirebon Perikanan,
Diskimrum, DKP
Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
d. Monitoring dan evaluasi Kementrian LH,
penerapan manajemen Kementerian
produksi bersih dari bahan Kelautan &
baku sampai hasil jadi Kab. Cirebon Perikanan,
Diskimrum, DKP
Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
e. Penilaian kinerja dalam Kementrian LH,
pengelolaan lingkungan hidup Kementerian
perusahaan peserta
Kelautan &
PROPER (Program
Perikanan,
Peningkatan Peringkat
Diskimrum, DKP
Kinerja Perusahaan)
Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
159

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
f. Pengembangan industri ramah Kementrian LH,
lingkungan Kementerian
Kelautan &
Kab. Cirebon Perikanan,
Diskimrum, DKP
Prov, BLHD Prov,
Dislakan Kab, BLHD
Zona Industri Plumbon
2.5.2 Pemantapan Zona Industri Bappeda, DCKTR
& Astanajapura
Kementerian
Perindustrian,
Kemeterian
Perdagangan,
Perintisan pengembangan Kawasan Kec. Mundu, Kec.
2.5.3 Kementrian PU,
Industri Koridor Mundu Losari Losari
Diskimrum,
Disperindag Prov,
Bappeda, DCKTR,
BLHD, Disperindag
Kementerian
Perindustrian,
Kemeterian
Perdagangan,
Pemindahan sebagian Industri
2.5.4 Kab. Cirebon Kementrian PU,
Kedalam Kawasan Industri
Diskimrum,
Disperindag Prov,
Bappeda, DCKTR,
BLHD, Disperindag
Kementerian
Perindustrian,
Kemeterian
Pengembangan klaster-klaster
Perdagangan,
Industri mikro, kecil dan menengah
Kementrian PU,
2.5.5 terkait dengan keberadaan jalan Kab. Cirebon
Diskimrum,
bebas hambatan di PKL, PKLp, PPK,
Disperindag Prov,
dan PPL serta desa yang potensial
Dishub Prov,
Disperindag, Dinkop
UMKM, Jasa Marga
160

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Kementerian
Perindustrian,
Kemeterian
Perdagangan,
Membuka peluang sebesar-
Kementrian PU,
besarnya bagi IKM untuk
2.5.6 Kab. Cirebon Diskimrum,
berinvestasi pada rest area jalan
Disperindag Prov,
bebas hambatan
Dishub Prov,
Disperindag, Dinas
Kop UMKM, Jasa
Marga, BPPT
Kementerian
Perindustrian,
Kemeterian
Perdagangan,
Menempatkan produk usaha kecil Kementrian PU,
2.5.7 dan menengah pada rest area Kab. Cirebon Diskimrum,
dengan pola kemitraan Disperindag Prov,
Dishub Prov,
Disperindag, Dinas
Kop UMKM, Jasa
Marga, BPPT
Pengembangan aneka produk DiskopUMKM,
2.5.8 Kab. Cirebon
olahan Disperindag
2.6 KAWASAN PERUNTUKKAN PARIWISATA
Penyusunan RIPPDA (Rencana
Disbudparpora,
2.6.1 Induk Pengembangan Pariwisata
DCKTR
Daerah)
Situs di Kab. Cirebon,
FS Pengembangan Objek Wisata DCKTR,
2.6.2 Wisata Alam Terpadu
Disbudparpora
Gempol, Situ Sedong,
Kementerian PU,
Situ Patok, Wisata
Kemenbudpar,
Pengembangan Kelembagaan Pesisir Pantai Gebang
2.6.3 Diskimrum, DCKTR,
Objek Wisata & Bondet
Disbudparpora,
Bappeda
Penyusunan DED Objek Wisata Kementerian PU,
2.6.4
Terpilih Diskimrum,DCKTR,
161

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Disbudparpora,
Bappeda
Kementerian PU,
Kemenbudpar,
2.6.5 Pembangunan Objek Wisata Diskimrum,
DCKTR,Disbudparpo
ra, Bappeda, BLHD
Kementerian PU,
Kemenbudpar,
Revitalisasi dan Operasional Objek
2.6.6 Diskimrum, DCKTR,
Wisata
Disbudparpora,
Bappeda, BLHD
Kementerian PU,
Kemenbudpar,
Pembangunan Pusat Wisata Batik
2.6.7 Kec. Plered Diskimrum,
Cirebon
DCKTR,Disbudparpo
ra, Bappeda, BLHD
Kementerian PU,
Kemenbudpar,
Pengembangan satuan kawasan
2.6.8 Kab. Cirebon Diskimrum,
wisata
DCKTR,Disbudparpo
ra, Bappeda, BLHD
Kementerian Pu,
Kemenbudpar,
Pengembangan budaya, pariwisata
2.6.9 Kab. Cirebon Diskimrum,
dan cagar budaya
Disbudparpora,
Bappeda
Kementerian Pu,
Kemenbudpar,
Pelestarian daya dukung
2.6.10 Kab. Cirebon Diskimrum,
lingkungan dan cagar budaya
Disbudparpora,
Bappeda, BLHD
Pengkaitan kalender wisata
2.6.11 Kab. Cirebon Disbudparpora
kabupaten
Pengadaan kegiatan festival gelar
2.6.12 Kab. Cirebon Disbudparpora
seni budaya
162

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
2.7 KAWASAN PERUNTUKKAN PERMUKIMAN
Kementerian PU,
Kementerian
Pembangunan Prasarana
2.7.1 Kab. Cirebon Perumahan Rakyat,
Permukiman
Diskimrum Propinsi,
DCKTR
2.7.2 Studi Kelayakan Lokasi Lisiba Kab. Cirebon DCKTR
2.7.3 Penyusunan DED Lisiba Kab. Cirebon DCKTR
Kementerian PU,
Kementerian
Pengembangan Rumah Skala Besar
2.7.4 Kab. Cirebon Perumahan Rakyat,
(Lisiba )
Diskimrum Propinsi,
DCKTR
Kementerian PU,
Pembangunan Rumah Susun
2.7.5 Kab. Cirebon Kementerian
Sederhana (Hunian Vertikal)
Perumahan Rakyat
Kementerian,
Diskimrum,
2.7.6 Pembangunan Sport Center Kab. Cirebon
Disbudparpora,
DCKTR
2.8 KAWASAN PERUNTUKKAN LAINNYA
2.8.1 KAWASAN PERUNTUKKAN PERDAGANGAN DAN JASA
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
2.8.1.1 PKL Dis Pol PP
(Pengawasan dan Penertiban)
Pengembangan Kegiatan DCKTR, BAPPEDA,
2.8.1.2 Perdagangan dan Jasa Secara PKLp DiskopUMKM,Disper
Mengelompok indag
Pengembangan Kegiatan
2.8.1.3 Perdagangan Pada Pusat-pusat PPL DCKTR, BAPPEDA,
Kegiatan Lingkungan
Kementerian PU,
Diskimrum, DCKTR,
Pembangunan Pasar Induk
2.8.1.4 PKL BAPPEDA, BLHD,
Regional
Dispenda,
Disperindag
2.8.1.5 Pengembangan perdagangan dan PKW Kementerian PU,
163

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
jasa skala kabupaten Diskimrum, DCKTR,
BAPPEDA, BLHD,
Dispenda,
Disperindag
Kementerian PU,
Pengembangan kegiatan Diskimrum, DCKTR,
Sekitar Koridor
2.8.1.6 perdagangan dan jasa terkait BAPPEDA, BLHD,
Bandung-Cirebon
dengan koridor Bandung-Cirebon Dispenda,
Disperindag
2.8.2 KAWASAN PERUNTUKKAN PENDIDIKAN
Penataan Lingkungan Perguruan
2.8.2.1 Kab. Cirebon DIKTI
Tinggi
Penetapan Lokasi Kawasan
2.8.2.2 Kab. Cirebon DIKTI
Perguruan Tinggi
Pengembangan pendidikan tinggi
2.8.2.3 Kab. Cirebon DIKTI
berbasis budaya
2.8.3 KAWASAN PERUNTUKKAN PESISIR
Penyusunan Rencana Rinci Tata Kecamatan di Pantura
2.8.3.1
Ruang Pesisir Kabupaten Cirebon Kementerian
Penyusunan Peraturan Zonasi Kecamatan di Pantura Perikanan dan
2.8.3.2
Kawasan pesisir Kabupaten Cirebon Kelautan,
Penyusunan Rencana Tindak Kecamatan di Pantura Kementerian
2.8.3.3
Kawasan Pesisir Kabupaten Cirebon Lingkungan Hidup,
Pengendalian kegiatan Budidaya Kecamatan di Pantura Dinas Kelautan dan
2.8.3.4
Pada Kawasan Peisisr Kabupaten Cirebon Perikanan Prov,
Rehabilitasi dan Konservasi Kecamatan di Pantura BPLHD Prov,
2.8.3.5
Kawasan Pesisir Kabupaten Cirebon Dislakan Kab, BLHD
Sosialisasi Pengelolaan Kawasan Kecamatan di Pantura Kab.
2.8.3.6
Pesisir Kabupaten Cirebon
C. PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS
164

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031

1 Kawasan Strategis Kepentingan Ekonomi


1.1 KSK Agro
a. Penyusunan FS, DED Arjawinangun & Bappeda, DCKTR
b. Penataan Kawasan Ciledug Kementerian PU,

DCKTR
1.2 KSK Pengembangan Ekonomi
a. Penyusunan FS, DED Bappeda, DCKTR
b. Penataan Kawasan Kementerian PU,
DBM Prov, DPSDAP

Prov, DBM, DPSDAP,
Plumbon, Plered,
DCKTR
Weru, Tengah Tani,
c. Pengembangan Permukiman Kementerian PU,
Kedawung
Kementerian
Perumahan Rakyat,
Diskimrum Propinsi,
DBM, DCKTR
1.3 KSK Koridor Mundu-Losari
a. Penyusunan FS, DED Bappeda, DCKTR,

Disperindag
b. Penataan Kawasan Kemeterian PU,

DBM Prov, DPSDAP
Mundu, Astanajapura,
c. Pengembangan Permukiman Kementerian PU,
Pangenan, Gebang
Kementerian
Perumahan Rakyat,
Diskimrum Propinsi,
DBM, DCKTR
2 Kawasan Strategis Berdasarkan Kepentingan Lingkungan Hidup
2.1 KSK Rehabilitasi Lingkungan Hidup
a. Penyusunan FS, DED Bappeda, DCKTR,

BLHD
b. Penataan Kawasan Kemeterian PU,
Sumber, Talun, Beber,
DBM Prov, DPSDAP
Greged, Lemahabang
c. Pengembangan Permukiman Kementerian PU,
Kementerian
Perumahan Rakyat,
165

TAHAP SUMBER DANA


I II III IV
INSTANSI
NO PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026 APBD APBD
APBN Lainnya PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 s.d. s.d. s.d. Prov Kab
2020 2025 2031
Diskimrum Propinsi,
DBM, DCKTR
3 Kawasan Strategis Berdasarkan Kepentingan Sosial Budaya
3.1 KSK Wisata Budaya
a. Penataan Kawasan Kementerian PU,
DBM Prov, DBM,
DCKTR
b. Pengembangan Infrasruktur Gunungjati Kementerian PU,
Wilayah Dispar Prov, DBM

Prov, DBM, DCKTR,
Disbudparpora

diundangkan di Sumber
Pada Tanggal 24 Oktober 2011
BUPATI CIREBON
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN CIREBON
TTD

ACHMAD ZAINAL ABIDIN RUSAMSI


DEDI SUPARDI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON TAHUN 2011 NOMOR 17 SERI E.7
166

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON
NOMOR 17 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN CIREBON

TAHUN 2011-2031

A. PENJELASAN UMUM
Guna mendukung terwujudnya penataan ruang yang berkualitas dan
memperhatikan kelestarian lingkungan maka diterbitkan undang-undang beserta
peraturan lainnya yang mengatur mengenai penataan ruang. Hal ini diwujudkan dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya termasuk Norma
Standar Pedoman dan Manual. Tentu saja hal tersebut berpengaruh terhadap
perkembangan dan perubahan paradigma dalam kegiatan penataan ruang di wilayah
Kabupaten Cirebon, baik perubahan secara internal dan eksternal. Perubahan paradigma
ini dapat dilihat dari aspek pengendalian pemanfaatan ruang, yang salah satunya
mengatur sanksi tegas secara administrasi maupun pidana bagi para pelanggar
pemanfaatan ruang.
Perubahan dinamika yang terjadi mendorong untuk segera dilakukannya
penyesuaian rencana tata ruang wilayah Kabupaten Cirebon. Hal ini penting dilakukan,
mengingat penataan ruang selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
Penyesuaian yang dilakukan ini diharapkan dapat mengantisipasi perkembangan
penataan ruang di Kabupaten Cirebon ke arah yang tidak diharapkan. Adapun dinamika
eksternal yang terjadi diantaranya adanya rencana pembangunan Bandara Internasional
Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Kabupaten Majalengka.
Sedangkan dinamika internal diantaranya berupa pemekaran wilayah kecamatan
yang semula berjumlah 37 (tiga puluh tujuh) kecamatan menjadi 40 (empat puluh)
kecamatan. Dimana pemekaran tersebut berpengaruh terhadap perubahan luas wilayah
serta batas-batas administrasi kecamatan di Kabupaten Cirebon. Selain itu juga adanya
pengembangan beberapa kawasan konservasi di wilayah Kabupaten Cirebon. Konservasi
tidak hanya terfokus pada konservasi hutan, melainkan juga konservasi air, tanah, udara
dan lainnya. Hal ini sebagai salah satu wujud kepedulian Kabupaten Cirebon terhadap
pengendalian kualitas lingkungan.
Terkait dengan adanya penyesuaian penataan ruang di Kabupaten Cirebon, dalam
penyusunannya RTRW Kabupaten Cirebon sudah mengacu pada Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) Ciayumajakuning-Gardang. Hal ini sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup bahwa RTRW harus mengacu pada KLHS.
Perumusan substansi RTRW yang memuat tujuan, kebijakan dan strategi, rencana,
arahan pemanfaatan dan pengendalian, ditujukan untuk dapat menjaga sinkronisasi dan
konsistensi pelaksanaan penataan ruang serta mengurangi penyimpangan implementasi
167

indikasi program utama yang ditetapkan yang diharapkan akan lebih mampu merespon
tantangan dan menjamin keberlanjutan pembangunan, melalui berbagai pembenahan
serta pembangunan ruang yang produktif dan berdaya saing tinggi, demi terwujudnya
masyarakat yang lebih sejahtera.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Istilah yang ditetapkan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan
pengertian dalam Peraturan Daerah ini dan sudah disesuaiakan dengan istilah yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Cirebon disesuaikan dengan visi dan
misi pembangunan Kabupaten Cirebon.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
168

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
169

Pasal 17
Huruf b
Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) bandar udara yang dimaksud merupakan
daerah yang dikuasai badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara
bandar udara, yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan,
pengembangan, dan pengoperasian fasilitas bandar udara. Adapun DLKr
digunakan untuk :
a. fasilitas pokok di bandar udara, yang meliputi :
1) Fasilitas sisi udara;
2) Fasilitas sisi darat;
3) Fasilitas navigasi penerbangan;
4) Fasilitas alat bantu pendaratan visual;
5) Fasilitas komunikasi penerbangan.
b. fasilitas penunjang bandar udara, yang meliputi :
1) Fasilitas penginapan/ hotel;
2) Fasilitas penyediaan toko dan restoran;
3) Fasijitas penempatan kendaraan bermotor;
4) Fasilitas perawatan pada umumnya;
5) Fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung
kegiatan bandar udara

Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKP) bandar udara merupakan daerah di


luar Iingkungan kerja bandar udara yang digunakan untuk menjamin
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas
penumpang dan kargo.

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dimaksud


merupakan batas-batas keselamatan operasi penerbangan yang merupakan
suatu kawasan disekitar bandar udara yang penggunaannya harus memenuhi
persyaratan guna menjamin keselamatan operasi penerbangan. KKOP ini
meliputi 6 (enam) kawasan sebagai berikut:
a) Kawasan ancangan pendaratan dan Iepas landas, yang merupakan
kawasan perpanjangan kedua ujung landasan di bawah Iintasan pesawat
udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran
panjang dan lebar tertentu;
b) Kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan yang merupakan sebagian dart
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung
landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan
kemungkinan terjadi kecelakaan;
c) Kawasan di bawah permukaan transisi. yang merupakan bidang dengan
kemirtngan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dart poras
landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garts-
garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian
atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam;
d) Kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, yang merupakan bidang
datar dl atas dan sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan
ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara
melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas
landas; dan
e) Kawasan di bawah permukaan kerucut, yang merupakan bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan
170

permukaan horizontal Iuar, masing-masing dengan radius dan ketingglan


tertentu dlhitung dan titik referensi yang ditentukan
f) Kawasan di bawah permukaan horizontal-luar, yang merupakan bidang
datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi
operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat mefakukan
pendekatan untuk mendarat dan gerakan setefah tinggal landas atau
gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan
Batas kawasan kebisingan yang dimaksud merupakan kawasan tertentu di
sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara
dan yang dapat mengganggu Iingkungan dengan perhitungan Tingkat
Kebisingan Terbobot yang Diterima secara Sepadan dan Kontinyu (WECPNL).

Adapun yang dimaksud dengan WECPNL adalah suatu ukuran yang diusulkan
oleh organisasi penerbangan sipil Internasional (ICAO) untuk menilai ekspos
yang kontinyu terhadapa kebisingan jangka panjang dari berbagai pesawat
terbang. Kawasan tingkat kebisingan ini terdiri atas :
a. Kawasan kebisingan tingkat I ( 70 WECPNL < 75 ), yaitu tanah dan ruang
udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau
bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit.
b. Kawasan kebisingan tingkat II ( 75 WECPNL < 80), yaitu tanah dan ruang
udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan danatau
bangunan kecuali untukjenis kegiatan dan atau bangunan sekolah, rumah
sakit dan rumah tinggal;
c. Kawasan kebisingan tingkat Ill (80 WECPNL) yaitu tanah dan ruang udara
yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas bandar udara yang
dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau
sarana pengendalian Iingkungan dan pertanian yang tidak mengundang
burung.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Wireless atau dalam bahasa indonesia disebut nirkabel, adalah teknologi
yang menghubungkan dua piranti untuk bertukar data tanpa media kabel.
Data dipertukarkan melalui media gelombang cahaya tertentu (seperti
teknologi infra merah pada remote TV) atau gelombang radio (seperti
bluetooth pada komputer dan ponsel) dengan frekuensi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
171

Ayat (3)
Huruf a
Base Transceiver Station (BTS) adalah pemancar sinyal suatu operator.
BTS berfungsi menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan
jaringan menuju jaringan lain.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Huruf d
Sanitary Landfill merupakan tempat penimbunan sampah yang dilengkapi dengan sistem
sanitasi.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Huruf d
Pembangunan IPAL industri batik di kawasan Plered merupakan kawasan di sekitar
daerah yang memiliki potensi pengrajin batik. Untuk lokasi IPAL industri batik yang belum
diatur dalam kawasan peruntukkan IPAL industri batik sebagaimana yang disebutkan di
atas agar disesuaikan dengan potensi dan karakteristik wilayahnya, serta harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
172

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf b
Hidroorologis merupakan siklus atau perputaran air. Dimana siklus
hidroorologis dimulai dari air hujan, sebagian air hujan mengalir di atas
permukaan tanah dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah, karena panas
matahari air menguap sehingga terbentuklah awan sampai terjadi hujan
kembali.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah kawasan tertentu
sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai, dengan bentuk dan kondisi fisik
pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Penetapan batas Sempadan Pantai mengikuti ketentuan:
a. perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
b. perlindungan pantai dari erosi atau abrasi;
c. perlindungan sumber daya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan
bencana alam lainnya;
d. perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah,
mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan
delta;
e. pengaturan akses publik; serta
f. pengaturan untuk saluran air dan limbah.
Huruf b
Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan-kiri sungai, termasuk
sungai buatan/ kanal/ saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat
penting untuk melestarikan fungsi sungai.
Huruf c
Kriteria kawasan sekitar situ adalah daratan sepanjang tepian situ yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik situ, sekurang-
kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Perlindungan terhadap kawasan sekitar situ dilakukan untuk melindungi situ
dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsinya.
Huruf d
Untuk mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 (dua
ratus) meter di sekitar mata air.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
173

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
174

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Dalam kawasan peruntukkan industri, untuk jenis industri yang belum diatur agar
disesuaikan dengan potensi dan karakteristik wilayahnya, serta harus
memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
175

Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
176

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
177

Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
178

Ayat (6)
Huruf e
Enclave pertambangan (kawasan kantung pertambangan) adalah lahan
pertambangan yang berada di antara lahan-lahan yang bukan
diperuntukan pertambangan.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
179

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Huruf d
Pengertian Zero Delta Q Policy atau kebijakan prinsip zero delta Q adalah
keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit
air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.
Pasal 83
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf d
Abrasi air laut merupakan peristiwa alam yang berupa pengikisan bibir
pantai oleh gelombang air laut.
180

Akresi air laut merupakan peristiwa penambahan bibir pantai sebagai akibat
adanya asupan sedimen yang berlebihan di daerah pantai. Akresi
merupakan kebalikan dari peristiwa abrasi. Dimana kecepatan akresi di
beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi hasil erosi di
hulu.
Intrusi air laut merupakan peristiwa peresapan air laut yang mencemari air
tanah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf b
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
181

Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 91
Huruf d
Potensi lestari adalah pemanfaatan perikanan yang berkelangsungan dan tidak
pernah habis sehingga dapat diambil hasil panen di tahun berikutnya.
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Huruf a
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian lingkungan yang mempunyai dampak besar dan
penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan
digunakan untuk pengambilan keputusan.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Huruf e
Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan prasarana paling sedikit meliputi
jalan, drainase, sanitasi, dan air minum.
Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan sarana paling sedikit meliputi
rumah ibadah dan ruang terbuka hijau (RTH).
Yang dimaksud dengan rencana kelengkapan utilitas umum paling sedikit
meliputi, jaringan listrik termasuk KWH meter dan jaringan telepon.
Perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus
mempertimbangkan kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi
masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik, misalnya penyandang cacat
dan lanjut usia.
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf d
Yang dimaksud Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
182

daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Adapun


Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang
digunakan untukmenggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi
dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil
dan/atau manfaat pelayanan.
Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 100
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 104
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 105
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
183

Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 106
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Huruf a
Peringatan tertulis, dapat dikenakan kepada kegiatan yang sedang
dilaksanakan tetapi melanggar/tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dan/atau belum memiliki ijin yang diperlukan, melanggar ketentuan dalam
ijin yang diberikan, atau lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam ijin yang telah diberikan;
Huruf b
Penghentian sementara kegiatan, dapat dikenakan kepada permohonan
184

perijinan yang dalam jangka waktu tertentu belum melengkapi


kelengkapan syarat administratif yang ditetapkan;
Huruf c
Penghentian sementara pelayanan umum, dapat dikenakan kepada
kegiatan pelayanan umum yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
dan tidak mengindahkan peringatan dan/atau teguran yang diberikan oleh
aparat pemerintah daerah;
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Pencabutan ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang, dengan atau
tanpa penggantian yang layak, dapat dikenakan kepada setiap ijin
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan, baik yang telah ada sebelum maupun sesudah adanya
Rencana Tata Ruang yang ditetapkan; dan/atau bila pemegang ijin lalai
mengikuti ketentuan perijinan, dan atau membangun menyimpang dari
ketentuan yang ditetapkan dalam ijin yang diberikan;
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Pembongkaran, dapat dikenakan pada pemanfaatan ruang dan/atau
bangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan, termasuk bangunan liar yang tidak mungkin diberikan ijinnya.
Pembongkaran dilakukan setelah peringatan dan perintah
pembongkaran yang diberikan tidak ditaati;
Huruf h
Pemulihan fungsi atau rehabilitasi fungsi ruang, dapat dikenakan kepada
kegiatan yang menyebabkan peralihan fungsi ruang;
Huruf i
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Ayat (14)
Cukup jelas.
Ayat (15)
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
185

Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 35

Anda mungkin juga menyukai