Anda di halaman 1dari 26

11/7/2016 Blognya Lorens

0 Lainnya Blog Berikut» Buat Blog Masuk

Blognya Lorens

LINGKUNGAN (56) Alam (29) Sumber Daya Air (13)

MINGGU, 21 DESEMBER 2014 PENGIKUT ARSIP BLOG


▼ 2015 (20)
Join this site
Tipe Dasar Lereng dan Ciri Garis Konturnya with Google Friend ▼ Maret (10)
Connect
Pembagian Air
Beberapa waktu lalu telah dibahas mengenai cara menghitung kemiringan lereng (slope) Members (19) Tanah
More » Menurut
pada peta topografi. Selain bisa mengetahui besar kemiringan lereng, kita dapat juga Letaknya
Memakai Data
mengetahui tipe lereng dengan cara melihat pola kontur pada peta topografi. DEM SRTM
untuk
Sebelum mengidentifikasi tipe lereng, terlebih dahulu yang harus dipahami adalah tipe Analisis
Daerah
dasar lereng dan ciri garis konturnya. Tipe dasar lereng dan ciri garis konturnya itu bisa Rawan ...
menjadi bahan referensi dalam mengidentifikasi bentuk atau tipe lereng. Ada enam tipe lereng Already a member? Peta Jayapura
Sign in pada
Zaman
http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 Belanda 1/26
11/7/2016 Blognya Lorens
Belanda
dan ciri garis konturnya, yakni sebagai berikut :
Membuat Peta
Kontur
Memakai
1 Lereng terjal, dicirikan dengan jarak garis kontur yang rapat. Data DEM
SRTM
Beberapa
Sumber
Mendapatka
n Data DEM
Membuat Peta
Memakai
Data DEM
SRTM 90
Meter
Menghitung
Luas Areal
dengan
Metode Dot
Planimetri...
Menghitung
Luas Areal
dengan
2 Lereng sedang atau landai, dicirikan dengan jarak garis kontur yang renggang. Rumus
Luas
Segitiga
Menghitung
Luas Areal
dengan
Bantuan
Google
Earth
Cara
Menyajikan
Data Dalam
Bentuk
Tabel
Distribusi...

► Februari (4)
► Januari (6)
http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 2/26
11/7/2016 Blognya Lorens

► 2014 (39)
3 Lereng cekung, dicirikan dengan semakin tinggi tempat, jarak kontur semakin
► 2013 (22)
berkurang.
► 2012 (19)
► 2011 (3)

MENGENAI SAYA
Lorens Rinto Kambuaya

Lihat profil lengkapku

4 Lereng cembung, dicirikan dengan kontur yang semakin tinggi tempat, jarak kontur
semakin renggang.

5 Lereng seragam, dicirikan dengan jarak antar kontur tetap.


http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 3/26
11/7/2016 Blognya Lorens

6 Lereng berombak, dicirikan dengan kontur yang secara periodik jaraknya berdekatan.

Contoh Soal !
Lihat gambar peta dibawah ini, lalu tentukan tipe lereng dan bentang alam A dan B ?

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 4/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Jawab :

Titik A tipe lerengnya cembung dan merupakan perbukitan yang sisi utaranya sangat terjal
yang ditandai dengan garis kontur yang sangat rapat. Titik B tipe lerengnya seragam dan
hampir bulat yang menunjukan perbukitan yang sedikit menyerupai kerucut. Untuk kalian yang
berdomisili di Kota Jayapura pasti sudah tahu bentuknya seperti apa.

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Minggu, Desember 21, 2014 Tidak ada komentar:
Rekomendasikan ini di Google

Label: Alam

SELASA, 16 DESEMBER 2014

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 5/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Perhitungan Slope dengan Pendekatan Metode Wentworth

Pengukuran kemiringan (slope) pada peta topografi bisa dilakukan dengan persamaan Wentworth
(1930), yang mana persamaannya sebagai berikut :
S = (n­1) . Ic / ∆h x 100%
Dimana :
S = nilai kemiringan lereng dalam %
n = jumlah kontur
Ic = interval kontur
∆h = jarak horizontal (meter)

Dalam menghitung slope menggunakan pendekatan Wentworth, terlebih dahulu kita membuat
kotak­kotak (grid) pada peta topografi atau juga dapat dibuat menyerupai sistem salib sumbu X ­ Y.
Ukuran kotak itu relatif, tapi sebaiknya ukuran kotak lebih kecil agar mendapatkan hasil yang lebih detail.
Penggunaan kotak­kotak ini dimaksudkan agar lebih tepat dalam penentuan posisi. Selain itu,
memudahkan ketika hasil perhitungan dipindahkan untuk digambarkan dalam lembaran baru (peta
kedua/peta kemiringan lereng).
Contoh Soal !
Peta dibawah ini memiliki skala 1 : 50.000 dan memiliki interval kontur 25 meter. Hitung kemiringan lereng
pada kotak yang ditandai ?

Jawab :
Informasi yang diketahui setelah melihat kotak yang ditandai yakni, jumlah kontur 2 (kontur utama), jarak
horizontal (diagonal) 0,6 cm atau 300 meter maka :
S = (2­1).25 / 300 x100% = 8,3%
Maka kemiringannya adalah 8,3%.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 6/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Peta kemiringan lereng sering dibuat menggunakan metode ini. Titik­titik yang telah dihitung pada
peta pertama (topografi), digambarkan kembali dalam lembaran baru (peta 2). Lalu titik­titik yang nilainya
sama dihubungkan.

Pada peta topografi garis kontur menghubungkan titik yang nilai ketinggiannya sama, sedangkan
pada peta kemiringan lereng titik­titik yang mempunyai nilai persentase kemiringan lerengnya sama
dihubungkan dengan interval tertentu. Lalu diberi warna berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng,
misalnya kemiringan lereng 0­2% topografinya datar, maka warnanya kuning (menurut van Zuidam,
1905).

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Selasa, Desember 16, 2014 Tidak ada komentar:

Rekomendasikan ini di Google

Label: Alam

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 7/26
11/7/2016 Blognya Lorens
JUMAT, 12 DESEMBER 2014

Gambaran Bentuk Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana cara sederhana yang bisa

dilakukan untuk menghitung besar kemiringan lereng. Nah, misalnya setelah dihitung antara
satu titik dengan titik lainnya memiliki kemiringan 5%. Setelah itu pasti kita berpikir begini, kira­
kira kemiringan lereng 5% itu bentuk lahannya bagaimana ? Apakah datar atau bergelombang
?
Besar kemiringan lereng dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan bentuk
lahan di suatu wilayah. Beberapa pakar telah melakukan penelitian dan membuat klasifikasi
bentuk lahan (relief) berdasarkan kemiringan lereng, misalnya klasifikasi menurut van Zuidam

dan Dessaunnetes yang bisa dipakai sebagai referensi untuk menyimpulkan bagaimana bentuk
lahan di suatu wilayah setelah dilakukan perhitungan.

Tabel klasifikasi relief, berdasarkan kemiringan lereng dan beda tinggi menurut van Zuidam,
1985.
Kemiringan Beda Tinggi
Satuan Relief (%) (M)

Datar atau hampir datar 0–2 <5


Bergelombang/miring landai 3–7 5 – 50
Bergelombang/miring 8 – 13 50 – 75
Berbukit bergelombang/miring 14 – 20 75 – 200
Berbukit tersayat tajam/terjal 21 – 55 200 – 500
Pegunungan tersayat tajam/sangat 56 – 140 500 – 1000
http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 8/26
11/7/2016 Blognya Lorens

tajam

Pegunungan /sangat curam >140 >1000

Tabel klasifikasi kemiringan lereng yang dibagi kedalam 5 kelompok satuan morfologi menurut
Dessaunettes, 1977.

Kemiringan (%) Kondisi Daerah Warna

<2 Datar Kuning

2–8 Gelombang lemah Orange

8 – 16 Gelombang sedang Hijau

16 – 32 Gelombang kuat Biru

< 32 Gelombang sangat kuat Merah

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Jumat, Desember 12, 2014 Tidak ada komentar:
Rekomendasikan ini di Google

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 9/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Label: Alam

KAMIS, 11 DESEMBER 2014

Rumus‐rumus Dasar dalam Menghitung Kemiringan (Slope)

Kemiringan (slope) adalah keadaan dimana ada bidang atau permukaan yang tidak rata,
disebapkan ada bagian yang tinggi dan ada bagian yang rendah.
Besar kemiringan (slope) dapat dinyatakan kedalam tiga bentuk yakni gradien,
persentase, dan derajat. Agar lebih kuat dalam memahami kemiringan sebaiknya kita flashback
sejenak pada materi perbandingan trigonometri pada segitiga ABC yang mungkin telah
dipelajari di bangku SMA maupun SMP, karena rumus perbandingan trigonometri tersebut

merupakan dasar dalam mempelajari perhitungan kemiringan.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 10/26
11/7/2016 Blognya Lorens

*) cara menghitung gradien kemiringan

Gradien merupakan perbandingan antara jarak vertikal dan jarak horizontal, rumusannya bisa
ditulis y : x. Agar lebih jelas kalian bisa lihat pada gambar segitiga ABC diatas. Gradiennya
yaitu jarak vertikal : jarak horizontal (3 : 12, yang bisa disederhanakan menjadi 1 : 4).
*) cara menghitung persentase kemiringan
Persentase kemiringan (S) = (y/x) x 100%
S = 3/12 x 100% = 25%
*) cara menghitung derajat kemiringan
Rumus menghitung derajat kemiringan
tan α = y/x α = tan ­1 (y/x)
tan α = 3/12 α= tan­1(3/12) = 14,030

*) cara menghitung kemiringan lereng

Cara menghitung kemiringan lereng sama saja seperti contoh segitiga ABC, cuma dicari beda
tinggi pada jarak vertikal terlebih dahulu.

Contoh soal !

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 11/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Jarak horizontal A ke B 250 meter. Ketinggian titik A ± 30 mdpl dan ketinggian titik B 120 mdpl.
Hitunglah berapa besar kemiringan AB dalam bentuk gradien, persentase dan derajat.
­ Gradien
S = (120­30) / 250 = 90/250, maka gradiennya 1 : 2,77
­ Persentase kemiringan lereng
S = (120­30) / 250 x 100% = 36%
­ Derajat

tan α = (120­30) / 250 α= tan­1 (90/250) = 19,790

*) cara menghitung kemiringan rata­rata sungai


Rumus :

S = H / 0,9xL
Ket :
S = kemiringan rata­rata sungai
H = beda tinggi antara titik pengamatan dan titik terjauh sungai
L = panjang sungai (km)

Contoh soal !
Diketahui suatu sungai utama memiliki panjang ±31,021 Km, elevasi di hulu ±3400 mdpl dan di
hilir ±125 mdpl. Hitung kemiringan dasar sungai rata­rata !

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 12/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Jawab :
S = H/(0,9xL)
S = (3400 mdpl – 125 mdpl ) / 0,9 x 31021 meter
S = 0,117

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Kamis, Desember 11, 2014 11 komentar:

+1 Rekomendasikan ini di Google

Label: Alam

KAMIS, 04 DESEMBER 2014

Cara Umum Menghitung Persentase Kemiringan Lereng Pada Topografi

Besar persentase kemiringan lereng adalah salah satu informasi yang bisa didapat setelah melihat dan
menganalisa peta topografi. Pada umumnya peta topografi menggambarkan bentuk muka bumi (relief)
yang disertai dengan garis kontur yang menunjukan wilayah­wilayah yang memiliki ketinggian sama dan
sejumlah keterangan mengenai bentang budaya (jalan,dll).
Berikut ini akan dijelaskan cara umum untuk menghitung persentase kemiringan lereng pada peta
topografi. Agar lebih jelas langsung saja masuk pada contoh yang akan menggunakan peta topografi di
bawah ini.

Pada peta diatas hanya termuat garis kontur dan interval konturnya 25 meter dan tidak ada keterangan
skala (Interval konturnya itu yang garis orange tebal). Jika interval konturnya 25 meter maka garis berikut
50, 75, 100, 125, dst. Bagaimana cara mengetahui besar presentase kemiringan lereng antara titik A dan
titik B yang ditunjukan pada peta diatas ? Simak ulasan berikut.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 13/26
11/7/2016 Blognya Lorens

­)

Cari skala petanya terlebih dahulu


Untuk mengetahui berapa skala peta dicari dengan rumus berikut :
Ci = 1/2000 x Penyebut Skala
Ci = 1/2000 x Penyebut Skala
25 = 1/2000 x Penyebut Skala
Penyebut Skala = 50.0000
Maka skala peta tersebut 1 : 50.0000 atau setiap 1 cm mewakili 500 m.

­) Hitung jarak A dan B


Jarak A dan B di peta 4 cm, maka jarak sebenarnya di lapangan adalah 2000 meter atau ± 2 Km.
­) Hitung beda tinggi
Tinggi A 125 mdpl dan tinggi B 25 mdpl (titik acuannya muka air laut), maka beda tinggi = 125 – 25 = 100
meter.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 14/26
11/7/2016 Blognya Lorens

­) Hitung kemiringan lereng (S) :


*) Hitung kemiringan lereng (%) dengan rumus berikut :
S (%) = (Beda Tinggi / Jarak A ke B) x %
S = (100/ 2000) x %
S=5%
Maka kemiringan lerengnya 0,05%
*) Hitung Kemiringan lereng dalam derajat (0)
Tan α = beda tinggi/jarak A ke B
Tan α = 100/2000
Tan α = 0,05
α = 2,85 0 ( Pake kalkulator : Tekan SHIFT, TAN, 0,05, lalu tekan =. Pada kalkulator tertentu pakai INV
jika tidak ada SHIFT
Maka Sudut kemiringan lereng (α) = 2,850

Kira­kira demikian cara menghitung persentase kemiringan lereng pada peta topografi. (*)

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Kamis, Desember 04, 2014 7 komentar:

+1 Rekomendasikan ini di Google

Label: Alam

SELASA, 25 NOVEMBER 2014

Peningkatan Ketahanan Air Melalui Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air

I. Pendahuluan

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Manusia membutuhkan

air untuk minum, mandi memasak,dll, tumbuhan membutuhkan air untuk proses fotosintesis,
dan hewan pun membutuhkan air untuk proses metabolisme dalam tubuhnya. Dalam skala
yang lebih luas, air digunakan untuk kepentingan irigasi guna meningkatkan produksi tanaman

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 15/26
11/7/2016 Blognya Lorens

pangan. Selain itu, air juga digunakan dalam


kegiatan industri untuk menghasilkan suatu
produk maupun digunakan untuk mendinginkan
mesin,dll. Secara singkat bisa dikatakan setiap
orang butuh air dalam kehidupannya (water is

everyone’s business).
Air nilainya begitu vital bagi kehidupan

manusia, namun kenyataan telah terjadi

degradasi air di beberapa wilayah di Indonesia.


Banyak penduduk yang harus menempuh perjalanan belasan kilometer untuk sampai di

sumber air guna mengambil air untuk keperluan sehari­hari, banyak instalasi pengelolaan air
minum yang mengalami penurunan pasokan air baku, banyak saluran irigasi yang tidak

berfungsi karena minim pasokan air. Sebagai contoh, kerusakan jaringan irigasi di Indonesia
setara dengan kerusakan 3,3 juta hektar lahan pertanian (Harian Kompas, 18/11/2014). Jika

jaringan irigasi yang rusak ini diperbaiki mungkin akan terjadi peningkatan produksi tanaman
pangan, terutama beras.

Melihat value air, maka dipandang perlu untuk melakukan kegiatan­kegiatan yang
bertujuan menjaga keberlanjutan keberadaan air dan sumber air sehingga mampu mendukung

perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, baik waktu sekarang maupun yang akan
datang.

II. Kegiatan Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 16/26
11/7/2016 Blognya Lorens

keadaan, sifat, dan fungsi daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang

akan datang (UU No 7 Tahun 2004).


Tujuan utama dari upaya/kegiatan konservasi sumber daya air yaitu untuk menjaga

kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
Adapun beberapa kegiatan pokok konservasi sumber daya air menurut UU No 7 Tahun 2004,

dijelaskan dalam beberapa point sebagai berikut :


a. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditunjukan untuk melindungi dan melestarikan sumber
air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebapkan

oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebapkan oleh tindakan manusia.

Perlindungan dan pelestarian sumber air menurut UU No 7 Tahun 2004, mencakup beberapa
hal yaitu :

 Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

 Pengendalian pemanfaatan sumber air;

 Pengisian pada sumber air;

 Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

 Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan


pemanfaatan lahan pada sumber air;

 Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

 Pengaturan daerah sempadan sumber air;

 Rehabilitasi hutan dan lahan;

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 17/26
11/7/2016 Blognya Lorens

 Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air bisa dikatakan sebagai konservasi segi suplai

karena domain ada di sumbernya. Contohnya, dalam Keppres No 32 Tahun 1990 ditetapkan
kriteria bagi kawasan sekitar mata air adalah sekurang­kurangnya dengan jari­jari 200 meter di

sekitar mata air. Artinya hutan di daerah mata air harus tetap terjaga dan bersih dari aktivitas
budi daya, hal ini dilakukan agar tidak terjadi penurunan debit mata air, sehingga suplai air

tetap terjaga baik dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas.

b. Pengawetan Air
Pengawetan air ditunjukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas

air sesuai fungsi dan manfaatnya.


Pengawetan air menurut UU No 7 Tahun 2004, dilakukan dengan cara :

 Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dimanfaatkan pada waktu saat

diperlukan;

 Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif;

 Mengendalikan penggunaan air tanah.


Pengawetan atau penghematan air ini bisa dikatakan sebagai konservasi dari sisi kebutuhan

dan domainnya ada pada pengguna air terkait digunakan untuk kebutuhan apa. Pengguna air
harus menggunakan secara hemat sesuai kebutuhan. Kegiatan pengawetan air ini berkorelasi

positif dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menitikberatkan pada penghematan


dalam menggunakan sumber daya alam. Selain itu, kegiatan pengawetan air ini juga sejalan

dengan prinsip ekoefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya alam.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 18/26
11/7/2016 Blognya Lorens

c. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air


Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditunjukan untuk mempertahankan

dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang pada sumber air (UU No 7 Tahun 2004).
Pada point ini kegiatan kegiatan konservasi tergantung pada kualitas air dan kandungan bahan

pencemar dan domainnya ada pada teknologi yang digunakan. Jika kualitas air baku bahan
pencemarnya tinggi, tentu instalasi pengolahannya lebih kompleks dan biaya yang dikeluarkan

jauh lebih besar.

III. Kesimpulan
Konservasi sumber daya air adalah upaya yang dilakukan guna menjaga kelangsungan

keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber air. Konservasi sumber daya air
dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Sumber :
UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Selasa, November 25, 2014 Tidak ada komentar:
Rekomendasikan ini di Google

Label: Sumber Daya Air

JUMAT, 26 SEPTEMBER 2014

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 19/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Latihan Menghitung Intensitas Hujan dan Membuat Grafik Lengkungnya

Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan

tiap satuan waktu. Besarnya intensitasnya berbeda­beda, tergantung dari lamanya curah hujan
dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis terhadap

data hujan baik secara statistik maupun empiris. Intensitas hujan dihubungkan dengan durasi
hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan jam­jaman. Data curah hujan

jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencatat hujan otomatis.
Di Indonesia alat ini belum banyak, yang lebih banyak digunakan adalah pencatat hujan biasa

yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan harian.


Pertanyaannya, bagaimana kalau yang kita punya hanya data hujan harian yang diakumulasi

(bulanan)? Tentu ini bukan halangan bagi kita untuk tidak melakukan perhitungan intensitas
hujan untuk durasi waktu yang pendek (menit atau jam), karena intensitas hujan untuk durasi

waktu yang pendek dapat diestimasi menggunakan rumus Mononobe, seperti terlihat di bawah

ini :

I = R24 (24) 2/3


__ ___

24 t
Dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
T = durasi (lamanya) curah hujan (menit) atau (jam)

Sebagai bahan latihan penulis punya data curah hujan Abepura­Waena dari tahun 2001
s/d 2010, seperti terlampir pada tabel di bawah ini :

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 20/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Tabel 1. Curah Hujan Abepura­Waena dalam Kurun Waktu 10 Tahun


Tahun Jan Feb Mar Apr May Juni Juli Aug Sep Oct Nov Des

2001 47 196 280 204 132 148 39 132 30 135 172 201
2002 122 149 108 149 132 129 136 151 100 48 122 71
2003 151 180 156 74 96 71 113 223 54 90 90 145
2004 194 129 120 81 109 113 76 88 53 41 154 59
2005 90 159 321 93 34 47 47 158 168 55 98 226
2006 220 133 552 552 217 69 64 199 331 123 183 86
2007 243 359 339 179 245 38 131 148 58 58 149 168
2008 243 159 339 269 123 158 43 38 185 161 63 177
2009 162 412 462 271 90 114 160 113 272 118 101 269
2010 357 121 363 204 360 56 53 50 40 86 118 208

Sumber : BMKG Wilayah V Jayapura

Data diatas merupakan data curah hujan bulanan. Nah, data tersebut merupakan data

dasar yang kita akan olah bersama, sehingga bisa digunakan untuk menghitung intensitas
hujan. Langkah­langkah perhitungan intensitas hujan dan pembuatan grafik lengkungnya

dijelaskan dalam beberapa langkah sebagai berikut :

1) Jumlahkan data curah hujan bulanan sehingga didapat jumlah total curah hujan per
tahun

Tabel 2. Perhitungan Total Hujan Tahunan

Tahun Jan Feb Mar Apr Mey Juni July Aug Sep Oct Nov Des Total
2001 47 196 280 204 132 148 39 132 30 135 172 201 1716
2002 122 149 108 149 132 129 136 151 100 48 122 71 1417

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 21/26
11/7/2016 Blognya Lorens

2003 151 180 156 74 96 71 113 223 54 90 90 145 1443


2004 194 129 120 81 109 113 76 88 53 41 154 59 1217
2005 90 159 321 93 34 47 47 158 168 55 98 226 1496
2006 220 133 552 552 217 69 64 199 331 123 183 86 2729
2007 243 359 339 179 245 38 131 148 58 58 149 168 2115
2008 243 159 339 269 123 158 43 38 185 161 63 177 1958
2009 162 412 462 271 90 114 160 113 272 118 101 269 2544
2010 357 121 363 204 360 56 53 50 40 86 118 208 2016

2) Hitung intensitas hujan untuk beberapa durasi waktu menggunakan rumus Mononobe
I = R24 (24) 2/3
__ ___
24 t

Untuk nilai R24 untuk beberapa periode ulang kita ambil dari pembahasan sebelumnya

mengenai, Analisa Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Puncak Limpasan Permukaan Di
Wilayah Abepura.

Tabel 3. Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 Jam)


Periode Intensitas (mm/
Ulang 24 Jam)
5 Tahun 2395,37
10 Tahun 2777,66
25 Tahun 3291,58
50 Tahun 3622,70

Selanjutnya kita akan hitung intensitas hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun, 10 tahun,

25 tahun, 50 tahun dengan rumus Mononobe, untuk beberapa durasi waktu hujan, yakni 5

menit, 10, 15, 20, 30, 60, 120, 240, 300, 720, 1440 menit. (ingat sebelum dimasukan ke dalam
http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 22/26
11/7/2016 Blognya Lorens

rumus Mononobe data menit harus dikonversi kedalam jam)

Data R24 sudah ada dan durasi waktu sudah ditetapkan, apalagi yang kita tunggu ? Mari kita
hitung bersama memakai rumus Mononobe, dengan memasukan nilai­nilai yang diketahui :

 Intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 5 Tahun dengan R24 = 2395,37 mm/24 jam

­) Untuk 5 menit (0,08 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___
24 0,08

= 4,352, 67 mm/jam

­) Untuk 10 menit (0,16 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___
24 0,16

= 2742,01 mm/jam

­) Untuk 15 menit (0,25 jam)


I = 2395,37 (24) 2/3
__ ___
24 0,25

= 2092,54 mm/jam

Untuk perhitungan durasi waktu lainnya, lakukan dengan cara yang sama seperti durasi 5
menit, 10 dan 15 menit yang sudah dibahas.

 Untuk perhitungan intensitas Hujan Rencana Periode Ulang 10, 25, 50 untuk beberapa

durasi waktu dilakukan sama seperti cara yang sudah dijelaskan. Hasil perhitungan secara

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 23/26
11/7/2016 Blognya Lorens

lengkap dilampirkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4. Perhitungan Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe

Durasi Curah Hujan Harian Maksimum 24 Jam (R24) (mm/24 jam)


(Jam) 5 Tahun 10 Tahun 25 Tahun 50 Tahun
2395,37 2777,66 3291,58 3662,70
Intensitas Hujan Rencana dengan rumus Mononobe
(mm/Jam)
0,08 4352,67 5047,34 5981,19 6655,56
0,16 2742,01 3179,62 3767,91 4192,74
0,25 2092,54 2426,50 2875,45 3199,66
0,33 1727,36 2003,03 2373,63 2641,26
0,5 1318,22 1528,60 1811,42 2015,66
1 830,42 962,960 1141,12 1269,78
2 523,13 606,62 718,86 799,91
4 329,55 382,15 452,85 503,91
5 284,00 329,32 390,25 434,26
12 158,43 183,71 217,71 242,25
24 99,80 115,73 137,14 152,61

3) Buat Grafik Lengkung Intensitas Hujan

Dari hasil perhitungan kita buat grafik lengkung intensitas hujan yang menyatakan hubungan

antara intensitas hujan dengan durasi hujan. Data dalam tabel kita akan konversi ke dalam
bentuk grafik.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 24/26
11/7/2016 Blognya Lorens

4) Kesimpulan

Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan
tiap satuan waktu. Sedangkan durasi hujan adalah lama kejadian hujan. Besarnya intensitas

hujan itu berbeda­beda, tergantung dari lamanya hujan (durasi) dan frekuensi kejadiannya.
Data hubungan antara durasi hujan dan intensitas berguna dalam perencanaan drainase. (*)

Sumber Pustaka :

Wesli, Ir.,2008, Drainase Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 25/26
11/7/2016 Blognya Lorens

Diposkan oleh Lorens Rinto Kambuaya di Jumat, September 26, 2014 5 komentar:

Rekomendasikan ini di Google

Label: LINGKUNGAN

Posting Lebih Baru Beranda Posting Lama

Langganan: Entri (Atom)

lorenskambuayablogspot.com. Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

http://lorenskambuaya.blogspot.co.id/search?updated­min=2014­01­01T00:00:00%2B09:00&updated­max=2015­01­01T00:00:00%2B09:00&max­results=39 26/26

Anda mungkin juga menyukai