Anda di halaman 1dari 8

Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2009: 116) paguyuban merupakan

bentuk kehidupan bersama di mana anggotaanggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan
bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan
batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga,
kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan lain sebagainya. Paguyuban terdapat suatu kemauan
bersama, ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari
kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antar anggota suatu paguyuban, pertentangan
tersebut tidak akan dapat diatasi dalam suatu hal saja. Tipe-tipe paguyuban menurut Ferdinand
Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2009: 118) adalah:

a. Paguyuban karena ikatan darah (gemmeinschaft by blood) yaitu paguyuban yang merupakan
ikatan yang didasarkan pada ikatan darah didasarkan pada keturunan Paguyubam karena
tempat (gemmeinschaft by place) yaitu suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang
berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong.

b. Paguyuban karena jiwa-pikiran (gemmeinschaft of mind) yaitu suatu paguyuban yeng terdiri
dari orang-orang yang walaupun tak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya
tidak berdekatan, tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang sama, ideologi yang sama.

2.6.4. Jaringan Sosial antar Pedagang

Salah satu pengertian jaringan dikemukakan oleh Robert M. Z. Lawang, jaringan merupakan
terjemahan dari network yang berasal dari dua suku kata yaitu net dan work. Net berarti jaring,
yaitu tenunan seperti jala, terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling terhubung antara
satu sama lain. Work berarti kerja. Jadi network yang penekanannya terletak pada kerja bukan
pada jaring, dimengerti sebagai kerja dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaring.
Fukuyama (2002: 332) menjelaskan bahwa melalui hubungan persahabatan atau pertemanan pun,
dapat diciptakan jaringan yang memberikan saluran-saluran alternatif bagi aliran informasi dan ke
dalam sebuah organisasi. Jaringan dengan kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan lebih
mudah daripada dalam jaringan dengan kepercayaan rendah (Field, 2010: 103). Individu yang
mengalami pengkhianatan dari mitra dekat akan mengetahui betapa sulit menjalin kerja sama
tanpa dilandasi kepercayaan.

2.6.5. Norma Sosial

Norma biasanya dibangun, tumbuh, dan dipertahankan untuk memperkuat masyarakat itu
sendiri. Norma-norma sosial diciptakan secara sengaja. Dalam pengertian bahwa orang-orang yang
memprakarsai/ikut mempertahankan suatu norma merasa diuntungkan oleh kepatuhannya pada
norma dan merugi karena melanggar norma.

2.1. Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima

2.7.1. Permendagri Nomor 41 Tahun 2012 mengenai Pedoman Penataan Dan


Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima

II-1

-Laporan Antara-
Penataan PKL dilakukan terhadap PKL dan lokasi tempat kegiatan PKL dan penataan lokasi
tempat kegiatan dilakukan di kawasan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang penataan ruang. Pendataan PKL dilakukan berdasarkan identitas
PKL; lokasi PKL; jenis tempat usaha; bidang usaha; dan modal usaha. Data PKL digunakan sebagai
dasar untuk penataan dan pemberdayaan PKL. Lokasi PKL sesuai terdiri atas Lokasi PKL yang
bersifat permanen; dan Lokasi PKL yang bersifat sementara. Lokasi PKL tidak sesuai dengan
peruntukannya merupakan lokasi bukan peruntukan tempat berusaha PKL. Lokasi PKL yang
bersifat permanen merupakan lokasi yang bersifat tetap yang diperuntukkan sebagai tempat usaha
PKL. Lokasi PKL yang bersifat permanen dilengkapi dengan aksesibilitas, dan sarana serta prasarana
antara lain fasilitas listrik, air, tempat sampah dan toilet umum. Lokasi permanen diarahkan untuk
menjadi kawasan atau pusat-pusat bidang usaha promosi, produksi unggulan daerah.. Lokasi PKL
yang bersifat sementara merupakan lokasi tempat usaha PKL yang terjadwal dan bersifat
sementara. Lokasi PKL ditetapkan oleh Bupati/Walikota. pemerintah dapat melakukan
pemindahan atau relokasi PKL ke tempat/ruang yang sesuai peruntukannya termasuk
penghapusan lokasi sesuai fungsinya. Pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan peremajaan
lokasi PKL pada lokasi binaan. Peremajaan lokasi PKL untuk meningkatkan fungsi prasarana,
sarana dan utilitas kota. Bentuk kemitraan dengan dunia usaha adalah penataan peremajaan
tempat usaha PKL.
Bupati/Walikota melalui SKPD yang membidangi urusan PKL menerbitkan TDU. TDU hanya
dapat digunakan untuk menempati 1 (satu) lokasi tempat usaha bagi PKL yang tidak bergerak dan
1 (satu) kendaraan bagi PKL yang bergerak; TDU berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun
terhitung mulai tanggal diterbitkan dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi
perkembangan usaha; dan penerbitan TDU tidak dipungut biaya. Penetapan lokasi atau kawasan
dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan,
ketertiban, kesehatan, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Daerah tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Lokasi merupakan lokasi binaan yang
ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Lokasi binaan yang telah ditetapkan dilengkapi dengan papan
nama lokasi dan rambu atau tanda yang menerangkan batasan jumlah PKL sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas
umum yang dilarang untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL. Fasilitas umum yang dilarang untuk
tempat usaha PKL dilengkapi dengan rambu atau tanda larangan untuk tempat atau lokasi usaha
PKL. Bupati/Walikota mengenakan sanksi atas pelanggaran yang telah ditetapkan. Gubernur
melakukan pemberdayaan PKL meliputi: fasilitasi kerjasama antar kabupaten/kota di wilayahnya;
dan pembinaan dan supervisi pemberdayaan PKL yang dilaksanakan oleh bupati/walikota.
Pemberdayaan PKL dapat dilakukan melalui: kerjasama antar daerah kabupaten/kota; dan
kemitraan dengan dunia usaha.

2.7.2. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pengaturan Pedagang
Kaki Lima

Fasilitas umum tidak boleh dipergunakan untuk usaha PKL kecuali yang ditetapkan dengan
Peraturan Walikota. Penetapan fasilitas umum dilakukan dengan mempertimbangkan aspek tata
II-2

-Laporan Antara-
ruang, kepentingan sosial, ekonomi, kebersihan, keindahan, kesehatan, keamanan dan ketertiban
lingkungan. Penataan PKL memperhatikan hal-hal berikut :
a. pola waktu penjualan ;
b. luas tempat dan jenis usaha ;
c. pertimbangan-pertimbangan lainnya
Untuk kepentingan umum atau pembangunan daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan
perubahan, penataan atau pemindahan PKL ke lokasi lain.

PKL berhak :
a. menyampaikan usulan – usulan dan atau aspirasi kepada Pemerintah Daerah dan DPRD;
b. meminta bukti pembayaran retribusi;
c. membentuk organisasi atau sejenisnya pada lokasi-lokasi yang memungkinkan;
d. mendapatkan perlindungan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. mendapatkan pembinaan dari Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah.

PKL berkewajiban :
a. menjaga dan memelihara kebersihan, ketertiban, keamanan dan ketertiban sekitar
tempat usaha
b. memperhatikan kepentingan orang atau pihak lain sebagai pengguna fasilitas umum
c. membayar retribusi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku .

PKL dilarang :
a. berjualan di sembarang tempat
b. melakukan tindakan yang berakibat fasilitas umum menjadi berubah bentuk dan fungsinya;
c. menempatkan dan atau meninggalkan barang-barang di sembarang tempat sehingga
mengganggu ketertiban umum ;
d. membuang sampah, kotoran atau barang-barang lain yang berbau busuk di sembarang
tempat, saluran atau sungai ;
e. membuat tempat usaha menjadi kumuh sehingga mengganggu keindahan kota ;
f. menyediakan, menjual dan atau menjadikan tempat transaksi benda-benda yang dilarang
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
g. menyediakan dan atau menjual minuman keras atau menjadikan tempat usahanyauntuk
minum minuman keras ;
h. menjadikan tempat usaha sebagai tempat mangkal atau berkumpul orang-orang yang patut diduga
dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana pelacuran ;
i. menjadikan tempat usaha untuk tempat tinggal ;
j. membuat tempat usaha menjadi bangunan permanen ;
k. merubah bentuk dan atau menambah bangunan apabila tempat berjualan PKL dibangun oleh
Pemerintah Daerah.

2.7.3. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Tegal

II-3

-Laporan Antara-
Sektor Informal adalah sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, yang terlibat dalam
produksi dan distribusi barang-barang yang masih dalam suatu proses evolusi daripada dianggap
sebagai sekelompok perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan (inputs) modal dan
pengeluaran (managerial) yang besar. Adapun di Indonesia aktifitas yang sering didefinisikan
sebagai sector informal antara lain pedagang kaki lima, pedagang asongan, penjual jasa semir
sepatu, penyedia paying di waktu hujan, penjual air dorongan, pembantu parker tak berseragam.
Fasilitas sektor informal berupa penyediaan utilitas pendukung kegiatan Pedagang kaki Lima (PKL)
yang meliputi jaringan air bersih, persampahan, jaringan air limbah, serta penerangan listrik.
Kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal, disusun dengan ketentuan:
a. mengizinkan, mengizinkan terbatas, mengizinkan bersyarat, atau tidak mengizinkan
pemanfaatan ruang di kawasan kegiatan usaha sector informal sebagai penunjang kawasan
budidaya sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan;
b. mengizinkan secara terbatas pendirian bangunan atau sarana dan prasarana
penunjang/pelengkap;
c. mengizinkan secara terbatas kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan
menggunakan fasilitas umum;
d. tidak mengizinkan pendirian bangunan semi permanen dan permanen bukan di kawasan
khusus PKL; dan
e. tidak mengizinkan kegiatan yang mengganggu lalu lintas umum dan fungsi fasilitas umum.
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya didalamnya mencakup
kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal. Rencana penyediaan fasilitas sektor
informal sebagaimana dimaksud dalam diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tentang
Rencana Detail Tata Ruang Kota.

2.7.4. Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Umum

Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dan kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek retribusi daerah dan
pemberian diskresi dalam penetapan tarif. Retribusi yang dapat dikenakan pada pengguna jasa
yang ada di lokasi perdagangan adalah retribusi parkir di tepi jalan umum.

Tabel II.1 Tarif Retrubusi Parkir

NO JENIS SATUAN TARIF (Rp)


.

1 Sepeda Motor Kendaraan 1.000

2 Sedan, Jeep, Minibus dan sejenisnya Kendaraan 2.000

3 Truck, Bus dan sejenisnya Kendaraan 4.000

4. Truck Gandengan dan sejenisnya Kendaraan 5.000

Sumber : Peraturan Daerah Kota Tegal Nomor 1 Tahun 2012

II-4

-Laporan Antara-
2.8. Konsep Penatan Pedagang Kaki Lima

2.8.1 Penataan Pedagang Kaki Lima dengan Integrasi Hutan Kota

Pengertian hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Proses penyelenggaraan hutan
kota meliputi penunjukan, pembangunan, penetapan dan pengelolaan dilaksanakan oleh
Walikota dan Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Lokasi hutan kota
merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan, dimana lokasi yang ditunjuk
sebagai hutan kota dapat berada pada tanah negara atau tanah hak. Terhadap tanah hak
yang ditunjuk sebagai lokasi hutan kota diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan
peraturan-perundangan yang berlaku. Penunjukan lokasi hutan kota didasarkan pada
pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran dan kondisi fisik kota. Luas
hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 hektar dan presentase luas
hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan atau disesuaikan dengan kondisi
setempat.

Disamping sebagai fungsi ekologi, hutan kota juga dapat dimanfaatkan untuk
keperluan : (a) pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga, (b) penelitian dan pengembangan, (c)
pendidikan, (d) pelestarian plasma nutfah dan atau (e) budidaya hasil hutan bukan kayu.
Pada prinsipnya pemanfaatan hutan kota dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi
hutan kota sebagai fungsi ekologi.

II-5

-Laporan Antara-
Gambar 2.1.
Hutan Kota serengseng Jakarta Barat

Tarif yang dipasang pengelola Hutan Kota Srengseng sangat terjangkau, untuk pejalan kaki
Rp. 1000, bila membawa sepeda motor tambah biaya parkir Rp. 1000, sedangkan untuk kendaraan
roda empat Rp. 2000. Tidak jauh dari tempat parkir, terdapat kios-kios penjaja makanan dan
minuman. Di seberang kios, terdapat arena bermain anak-anak dengan rimbunnya pepohonan. Di
dalam hutan kota terdapat jogging track yang dapat dimanfaatkan pejalan kaki untuk mengelilingi
kawasan. Selain berfungsi sebagai penyangga tata air, Hutan Kota Srengseng juga merupakan
tempat penyediaan keanekaragaman hayati. Dalam kawasan ini tumbuh 65 spesies pohon besar
dari berbagai jenis dan tipe. Beberapa yang dominan terlihat diantaranya pohon-pohon akasia,
II-6

-Laporan Antara-
ketapang, flamboyan dan jati. Di beberapa tempat juga terlihat pohon mahoni. Hutan Kota
Srengseng dinilai cukup efektif menyerap gas karbon dioksida (CO2) dari atmosfer kota. Daya
serapnya mencapai 88,15 ton CO2 per hektar. Jumlah cadangan karbon yang disimpan di hutan ini
mencapai 24,04 ton per hektar.

II-7

-Laporan Antara-
Gambar 2.2

Pengembangan PKL dengan Hutan Kota di Philadelphia, USA

Best practice lainnya mengenai pengintegrasian PKL dengan hutan kota terdapat di
Philadhelpia USA, dimana para PKL dapat beraktivitas di sekitar hutan kota tanpa mengurangi
kenyamanan pengunjung. Pada malam hari, keberadaan PKL dan pengunjungnya dapat menjadi
daya tarik tersendiri sekaligus sebagai destinasi wisata masyarakat. Hutan kota yang ada
merupakan hutan kota dengan tipe rekreasi dengan pemenuhan kebutuhan rekreasi dan
keindahan, menggunakan jenis pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya
adalah pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga/buah (vector) yang digemari oleh satwa,
seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya. Keberadaan PKL pada malam hari mampu
menghidupkan kota pada malam hari.

II-8

-Laporan Antara-

Anda mungkin juga menyukai