Anda di halaman 1dari 17

lOMoARcPSD|32426699

Pelaksanaan Otonomi Daerah Pengaruhnya BAGI Investor


Lokal DAN Industri Waralaba
Otonomi Daerah dalam pelaksanaan Franchise (Universitas Jenderal Soedirman)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)
lOMoARcPSD|32426699

PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PENGARUHNYA BAGI INVESTOR


LOKAL DAN INDUSTRI WARALABA/ Franchise

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hukum Investasi

Dosen : Dr.Raditya Permana,SH,MHum

OLEH :

SUPRIYANTO

NIM. P2EA13027

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Investasi yang ditanamkan oleh investor mempunyai peranan


yang sangat penting bagi masyarakat lokal karena memberikan
pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat. Persoalannya
apakah dasar hukum[1] bagi perusahaan yang akan menanamkan
sahamnya di suatu wilayah tertentu untuk mengembangkan
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan yang menanamkan
investasinya. UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
dan UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
tidak ditemukan bab atau pasal yang khusus menerangkan
tentang program pengembangan masyarakat lokal. Undang-Undang
No1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, ditentukan bahwa
perusahaan modal asing wajib memenuhi kebutuhan tenaga kerjanya
dengan warga negara Indonesia[2], di dalam UU No.6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, ditentukan kewajiban
perusahaan-perusahaan nasional maupun asing untuk menggunakan
tenaga ahli dari Indonesia.[3] Menjadi suatu tamparan bagi
perundang-undangan kita tatkala PT Indah Kiat mempekerjakan
sekian banyak tenaga kerja asing, kebanyakan hanya buruh biasa
secara legal di negara kita, padahal angka pengangguran sangat
tinggi.[4]

Undang-Undang No.1 Tahun1967 tentang Penanaman Modal


Asing dan UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri hanya memfokuskan kewajiban penggunaan tenaga kerja
berasal dari Indonesia, sedangkan pengembangan yang berkaitan
dengan masyarakat lokal seperti : pendidikan, kesehatan, ekonomi
tidak diatur secara khusus. Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur
pengembangan masyarakat lokal adalah :

i. Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas


Bumi[5], salah satu keawajiban perusahaan tersebut adalah
pengembangan masyarakat sekitar dan jaminan hak-hak
masyarakat adat untuk memajukan masyarakat yang berada di
lingkar tambang dan tetap membiarkan nilai-nilai adat hidup dan
berkembang dalam masyarakat tersebut.

ii. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,


[6] diatur kewajiban investor untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial, yaitu menciptakan hubungan yang serasi,
seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan
budaya masyarakat setempat, pada pasal 17, diatur bahwa
investor mengalokasikan dananya secara bertahap untuk
pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan
hidup, hal ini untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan akibat
penanaman modal.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

iii.Pasal 74 UU Perseroan Terbatas, diatur tentang tanggung jawab


sosial perseroan, menyediakan anggaran, dan sanksi. Tanggung
jawab ini difokuskan kepada perusahaan yang melakukan usaha
berkaitan dengan sumber daya alam dengan menyediakan
anggaran sosial terhadap masyarakat, bila tidak dilaksanakan
akan dikenai sanksi.

Terkait dengan penanaman modal asing, ada kekhawatiran


sebagian investor yang menanamkan modalnya secara
langsung(direct investment) di negara lain terkait kondisi politik,
sosial, ekonomi, disamping untuk mengurangi berbagai risiko yang
lain seperti biaya transportasi, faktor jarak tempuh, biaya pengiriman,
faktor risiko barang tidak sampai di tempat tujuan. Alternatif jalan
tengah untuk mendekatkan diri ke konsumen di negara tujuan, serta
mengurangi risiko biaya transportasi yang mahal, maka dilakukanlah
usaha baru yang dikenal dengan nama “lisensi”[7]. Melalui lisensi ini
pengusaha memberikan izin kepada pihak lain untuk membuat
produk yang akan dijual tersebut, izin tersebut tidaklah cuma-cuma
diberikan, melainkan ada imbalan dari pembuatan produk dan atau
meliputi hak untuk menjual produk tersebut. Pengusaha yang
memberi izin akan memperoleh pembayaran yang dikenal dengan
“royalti”, besarnya royalti ditentukan dengan besarnya jumlah produk
yang dihasilkan dan dijual dalam suatu kurun waktu.

Pemberian lisensi kepada mitra usaha yang lain dilakukan secara


selektif agar tercipta suatu sinergi yang optimum, hal sama juga
dilakukan oleh mitra usaha akan mencari produk barang yang
memiliki “brand” di tengah masyarakat dalam bentuk citra(image),
pesona, atau kekhasan lainnya. Pemberian lisensi menyangkut
kesamaan dalam segala wujud, bentuk, rasa, penampilan yang
serupa dan harga yang hampir seragam, juga dalam bentuk Hak atas
Kekayaan Intelektual lainnya misal lisensi merek dagang, hak cipta,
desain industri, bahkan rahasia dagang.

Pemberian lisensi yang bermaksud untuk menyeragamkan total


baik dalam bentuk hak, tetapi juga kewajiban untuk mematuhi dan
menjalankan segala perintah termasuk pelaksanaan operasional
maka dikembangkanlah sistem waralaba(franchise) sebagai alternatif
pengembangan usaha. Bentuk retail atau waralaba yang kita kenal
seperti Mc.Donald’s di bidang restoran, Coca-Cola di bidang minuman,
General Motor Corporation di bidang otomotif, Hilton Hotel di bidang
perhotelan, Computer Centre Inc. di bidang komputer, Jony King di
bidang pelayanan kebersihan,[8] bahkan hampir sampai merambah
ke desa-desa misalnya Alfamart dan Indomart. Merupakan suatu
kegagalan terhadapnya melemahnya investor lokal untuk dapat
bersaing dengan investor luar, ada banyak penyebab investor lokal
tak dapat bersaing, kekalahan dari segi mutu, kualitas, merek,
pemasaran dibandingkan dengan investor asing. Menjadi tugas yang

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

berat bagi pemerintah untuk dapat mendongkrak perkembangan


investor domestik di tanah air di tengah arus globalisasi yang sangat
deras.

Pemberlakuan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No.33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan
Daerah merupakan perubahan yang cukup fenomenal dalam
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini berarti bahwa
adanya pelimpahan kekuasaan dari sistem sentralisasi atau terpusat
berpindah ke desentralisasi, sehingga pembagian keuangan yang
dulu terpusat sekarang daerah diperkenankan untuk mengurus rumah
tangga sendiri[9].

Menjadi suatu keharusan bagi Pemerintahan Daerah untuk dapat


menarik investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan
modalnya yang mana dapat diakses langsung ke daerah. Otomatis
para pengusaha akan memikirkan pula keuntungan balik(return) dari
modal yang ditanamkannya, pengusaha akan berpikir tentang kondisi
yang mendukung untuk kemajuan usahanya misal : kondisi daerah,
aspek geografis, sosial, politik, tenaga kerja, keamanan, sarana,
prasarana, kondisi perbankan dan lain-lain. Iklim berusaha perlu
diciptakan sekondusif mungkin dan ini merupakan tugas seorang
pemimpin daerah untuk memanage dalam mengambil langkah-
langkah yang mendukung terciptanya iklim perekonomian yang
mantap. Kepala Daerah harus mampu menampilkan dirinya
sebagai enterpreunership dan berpikir sebagai chief executive
officer’s.[10]

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis menyusun


permasalahan, bagaimanakah pelaksanaan otonomi daerah
berkenaan dengan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah untuk menarik investor lokal terhadap merebaknya waralaba ?

B. Pembahasan

1. Waralaba Pada Umumnya

a. Pengertian Waralaba,

Definisi waralaba, menurut PP No.16 Tahun 1997 yang diubah


dengan PP No.42 tahun 2007 tentang Waralaba adalah :

“perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk


memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan inteletual
atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang
dan atau jasa”, sedangkan menurut Martin Mandelsohn, waralaba
adalah :

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

“pemberian lisensi oleh pemberi waralaba kepada pihak lain, lisensi


tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha
dengan menggunakan merek dagang/nama dagang pemberi
waralaba dan untuk menggunakan keseluruhan paket, yang terdiri
dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang
sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya
dengan bantuan yang terus-menerus atas dasar-dasar yang telah
ditentukan sebelumnya.”[11]

b. Sistem Kerja Waralaba

Waralaba dalam bentuknya memiliki 2(dua) jenis kegiatan yaitu:

i. Waralaba produk dan merek dagang

Waralaba ini adalah bentuk waralaba yang paling


sederhana. Sistem waralaba produk dan merek, adalah
pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima
waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh
pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin
untuk menggunakan merek dagang milik pemberi waralaba.
Pemberian izin penggunaan merek dagang tersebut
diberikan dalam rangka penjualan produk yang
diwaralabakan tersebut. Atas pemberian izin penggunaan
merek dagang tersebut, pemberi waralaba memperoleh
suatu bentuk pembayaran royalti dimuka, dan selanjutnya
pemberi waralaba akan memperoleh keuntungan melalui
penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima
waralaba.

ii. Waralaba format bisnis

Waralaba ini terdiri atas :

 Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi


waralaba ,

 Adanya proses permulaan dan pelatihan atas


seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan
konsep pemberi waralaba,

 Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus


dari pihak pemberi waralaba,

c. . Konsep Bisnis yang Menyeluruh

Konsep ini berhubungan dengan pengembangan cara untuk


menjalankan bisnis secara sukses yang seluruh aspeknya berasal dari
pemberi waralaba. Pemberi waralaba ini mengembangkan apa yang
disebut dengan “cetak biru” sebagai dasar pengelolaan waralaba
format bisnis ini. Cetak biru ini adalah :

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

 melenyapkan sejauh mungkin risiko yang melekat pada bisnis


yang baru dibuka,

 memungkinkan seseorang yang belum memiliki pengalaman


mengelola bisnis secara langsung, bisa mampu membuka
usahanya sendiri, tidak hanya format yang ada sebelumnya tapi
juga dukungan organisasi dan jaringan milik pemberi waralaba.

 Menunjukkan waralaba tersebut harus dijalankan,

d. Proses Awal dan Pelatihan

Penerima waralaba akan diberikan pelatihan mengenai metode


bisnis yang diperlukan untuk mengelola bisnis sesuai dengan cetak
biru yang telah dibuat oleh pemberi waralaba. Pelatihan ini
menyangkut penggunaan peralatan khusus, metode pemasaran,
penyiapan produk, dan penerapan proses. Pemberi waralaba akan
secara terus-menerus memberikan berbagai jenis pelayanan yang
berbeda-beda menurut tipe format bisnis yang diwaralabakan. Proses
bantuan dan bimbingan meliputi antara lain :

 Kunjungan berkala dan akses ke staf pendukung lapangan


pemberi waralaba guna membantu memperbaiki atau
mencegah penyimpangan terhadap pelaksanaan cetak biru
yang dapat menyebabkan kesulitan dagang bagi penerima
waralaba.

 Menghubungkan antara pemberi waralaba dan seluruh


penerima waralaba secara bersama-sama untuk saling bertukar
pikiran dan pengalaman.

 Inovasi produk atau konsep, termasuk penelitian mengenai


kemungkinan pasar serta kesesuaiannya dengan bisnis yang
ada

 Pelatihan dan fasilitas pelatihan kembali untuk penerima


waralaba dan mereka yang menjadi stafnya

 Riset pasar

 Iklan dan promosi pada tingkat lokal dan nasional.

e. Persyaratan Bisnis Franchise

i. Mengutamakan Produksi Dalam Negeri

Franchisor dan franchisee harus mengutamakan penggunaan


barang atau bahan hasil produksi dalam negeri sebanyak-
banyaknya, sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa
yang disediakan atau dijual berdasarkan perjanjian franchise.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Franchisor melakukan pembinaan serta memberi bimbingan dan


pelatihan kepada franchisee.[12]

ii. Franchisor harus mengutamakan pengusaha kecil dan


menengah sebagaimana franchisee atau franchisee lanjutan
dan/atau pemasok, dalam hal franchisee bukan pengusaha kecil
atau menengah, harus mengutamakan kerja sama/pemasok
barang/jasa dari pengusaha kecil/menengah.[13]

iii. Bisnis franchise dapat diselenggarakan secara diseluruh


wilayah Indonesia dan pelaksanaannya secara bertahap dengan
memperhatikan perkembangan sosial dan ekonomi.[14]

iv. Larangan Lebih dari Satu Franchisee

Franchisor dilarang menunjuk lebih dari satu franchisee di satu


wilayah tertentu untuk barang/jasa yang sama dan
menggunakan merek yang sama, kecuali untuk merek yang
berbeda.[15]

2. Investasi Pada Umumnya

a. Pengertian Investasi

Investasi berasal dari bahasa Latin yaitu investire(memakai),


sedangkan dalam bahasa Inggris disebut
dengan investment, Fitzgeral mengartikan investasi adalah :

“ aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber


dana yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat
sekarang dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk
baru di masa yang akan datang” (dalam Murdifin Haming dan Salim
Basalamah, 2003:4).[16]

Menurut pendapat Kamaruddin Ahmad, investasi adalah :

“ menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk


mempertahankan tambahan atau keuntungan tertentu atas uang
atau dana tersebut.”

Menurut Salim HS, investasi adalah :

“Penanaman modal yang dilakukan oleh investor, baik investor asing


maupun domestik dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk
investasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan,”

sedangkan menurut penulis yang dinamakan investasi adalah


aktivitas untuk penanaman modal yang dilakukan oleh pemilik modal
asing/domestik di bidang terbuka untuk mencapai keuntungan pada
masa yang akan datang dengan perhitungan yang matang.

b. Sejarah Investasi sampai 2003

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Perkembangan investasi di Indonesia terbagi menjadi 3(tiga)


periode[17]:

No 1 2 3 4 5 6 7

Masa Kolonial Imperalism Investasi


e
isme
Baru
Kuno 1945- 1967- 2001 2002 2003
1965 1997

Proyek Dagang Penjajahan Perang ? 264 188 143

Realit Koloni Akuisasi - ? 145 105 76


a

Uang Tak Tak terkira - US$ 62 M US$ US$ US$


terkira 7,54 11,04 5,64
T T T

UU - - - UU.No1/196
7

-UU No.

6/1968

Pelaku Kongsi Pemerinta - Asing PMA PMA PMA


h

Asal Belanda, Belanda - Asing Asing Asing Asing

Inggris

Portugis

Faktor penyebab utama rendahnya investasi yang masuk ke Indonesia


adalah anggapan dari para investor, Indonesia merupakan negara
yang belum aman dalam menanamkan investasi karena belum stabil
kondisi politiknya.

c. Jenis Investasi[18]

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Jenis investasi digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, sumber


pembiayaan, bentuk,

i. Berdasarkan asetnya dibagi menjadi 2(dua) : real asset dan


financial asset. Real asset merupakan investasi yang
berwujud, seperti gedung, kendaraan, dan lain-lain. Financial
asset merupakan dokumen/surat klaim tidak langsung
pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan
sekuritas tersebut.

ii. Berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi 2(dua) :


investasi autonomus dan investasi induced.
Investasi autonomus(berdiri sendiri) adalah investasi yang
tidak dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif,
misal pembelian surat berharga. Investasi induced adalah
investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang
dan jasa serta tingkat pendapatan.

iii. Berdasarkan sumber pembiayaan, ada 2(dua) yaitu investasi


yang berasal dari modal asing dan modal dalam negeri.

iv. Berdasarkan bentuknya, adalah investasi yang didasarkan


pada cara menanamkan investasinya yaitu : investasi
portofolio( berupa saham, obligasi), investasi langsung
dengan membangun langsung, membeli total, akuisasi
perusahaan.

d. Kriteria Persyaratan

Ketentuan UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan PP


No. 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan
Bidang Penanaman Modal. Bidang usaha untuk penanaman investasi
digolongkan menjadi 3(tiga) macam :

i. Bidang usaha terbuka,

ii. Bidang usaha tertutup,

iii. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan.

Tujuan penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha


terbuka dan tertutup adalah :

i. Meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan


peraturan terkait penanaman modal.

ii. Menjamin transparasi dalam proses penyusunan daftar bidang


usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

iii. Memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan


bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

iv. Memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas


bidang usaha tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

v. Memberikan pedoman apabila ada perbedaan penafsiran atas


bidang daftar tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

Prinsip penentuan bidang tertutup dan terbuka dengan


persyaratan adalah : penyederhanaan,kepatuhan terhadap perjanjian,
transparansi, kepastian hukum,kesatuan wilayah sebagai pasar
tunggal.

3. Pelaksanaan Investasi atas pemberlakuan UU No.32 Tahun


2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

a. Landasan Hukum

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah


sebagai pengganti UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah

“bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan


daerah perlu ditingkatkan dengan lebih mempehatikan aspek-
aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan
pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah
dalam kesatuan sisem pemerintahan negara.”

Ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan


Keuangan Negara antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan
Daerah :

a. ...........................................................

b. Bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan


sumber daya alam, dan sumber daya lainnya antara
Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah :

c. Bahwa untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah


melalui sumber-simber pendanaan berdasarkan kewenangan
Pemerintah Pusat, desentralisasi, dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berupa sistem
keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan,
tugas dan tanggung jawab yang jelas anyat susunan
pemerintahan.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Menurut Sigit Irianto yang mengutip pernyataan dari Siregar D.Doli,


dari konsiderans,[19] dapat dikaji 4(empat) aspek, yaitu : aspek
politik, aspek administratif, aspek ekonomi, aspek fiskal.

i. Aspek politik

Aspek politik berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi


adalah penyerahan wewenang pemerintahan pusat kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan.
Konsekwensinya daerah otonom harus meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, meningkatkan kesejahteraan,
mengembangkan potensi SDA dan SDM, mengembangkan
kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, peluang kerja
dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah
pusat dan daerah.

Menurut penulis inilah saatnya bagi daerah untuk


memaksimalkan segala potensi yang ada dengan menciptakan
situasi keamanan, ketertiban dan politik yang kondusif, dengan
mengandalkan para investor lokal untuk ikut serta aktif
mengambil semua proyek tentunya dengan kualifikasi yang telah
ditentukan, tetapi hal ini bisa menjadi bumerang bagi suatu
daerah otonom tatkala ia tak bisa memanfaatkan peluang yang
ada sehingga timbul kekacuan dalam birokrasi berakibat
kesemrawutan pemerintahan. Kinerja pemerintahan hanya
berjalan di tempat karena tiada koordinasi dari semua lini.

ii. Aspek administratif

Aspek ini berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki


Pemerintah Daerah, menurut UU No.32 Tahun 2004,[20] bahwa
urusan Pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah meliputi :
politik luar negeri, pertahanan, keamanan,yustisia, moneter dan
fiskal nasional, dan agama, namun Pemerintah dapat
menugaskan kepada perangkat/wakil pemerintah di daerah dan
dapat menugaskan kepada pemerintah daerah/desa. Hal ini
berarti Pemerintah Daerah dapat melakukan penanganan dalam
rangka mengundang investor asing untuk melakukan investor di
daerahnya.

Menurut penulis pemerintah daerah harus proaktif untuk


melakukan segala persiapan baik sistem birokrasi yang mudah
dan cepat dalam satu atap dan mengutamakan pelayanan para
investor baik dari dalam maupun luar negeri.

iii.Aspek ekonomi

Aspek ekonomi berkaitan dengan bagi hasil atas pemanfaatan


sumber daya alam, penyerasian lingkungan dan tata ruang serta

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

rehabiltasi lahan. Pemerintah Daerah harus mampu bekerja sama


dengan pemerintah daerah lain, sektor swasta baik dalam dan
luar negeri.

Menurut penulis dibutuhkan aparatur pemerintahan yang bersih


dalam rangka mengatur administrasi dan keuangan karena
budaya Jawa yang ikuh pekewuh, akan rawan terjerat sistem
gratifikasi/korupsi.

b. Peran Investor dalam Pendirian Usaha Bisnis

Liberalisasi dalam berbagai bidang usaha yang semula hanya


dirambah oleh BUMN, misal telekomunikasi, media massa, kelistrikan,
kereta api, air minum. Investor asing dapat menguasai sahamnya
sampai 95 % sehingga dapat disebut menguasai usaha tersebut,
sejak April 1992 Penanaman Modal Asing(PMA)[21] dapat dikuasai
pihak asing 100% dibatasi sampai 20 tahun setelah produksi
komersial,[22] setelah jangka waktu habis maka saham mayoritas
paling tidak 51% harus dialihkan ke warga atau badan hukum. Hal ini
menimbulkan persaingan usaha yang ketat dengan investor lokal.

c. Faktor-Faktor Kendala Yang Dihadapi

Faktor yang menghambat investor asing selain keraguan pada


pemerintahan yang baik(good governance) dan penegakan
hukumnya(enforcement law) serta biaya tinggi(high cost economy),
perlu juga diperhatikan faktor-faktor lainnya :

i. Struktur pasar masih monopolistik dan masih banyak dikuasai


surat keputusan. Misal proyek seharusnya dengan lelang terbuka
ternyata dilakukan dengan sistem penunjukkan.

ii. Suplai tenaga kerja masih rendah pada tingkat produktivitas,


tidak melihat kebutuhan riil di lapangan. Pola pendidikan formal
masih berjalan sendiri-sendiri tidak mengakses pada pasar kerja.

iii.Infrastruktur bisnis tidak memadai dan masih banyak kebocoran


dana pembangunan.

iv. Tingkat inflasi yang tinggi, berakibat biaya dana yang tinggi pula.

v. Prosedur birokrasi yang berbelit-belit dan masih adanya model


upeti

d. Kebijakan Yang Harus Ditempuh Kepala Daerah Dalam


Menarik Investor

Kebijakan yang diambil seorang Kepala Daerah harus benar-benar


mendukung upaya menjaring investor baik dalam maupun luar
negeri, dengan menetapkan beberapa langkah-langkah yang tepat,

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

seperti pendapat J.Jaffe dan C.F.Sirmans yang dikutip oleh Sigit Irianto,
yaitu :

i. Identifikasi tujuan investor

ii. Analisa iklim investasi yaitu pasar, hukum, keuangan dan pajak
dimana keputusan investasi dibuat.

iii.Analisa aspek keuangan dengan melakukan estimasi terhadap


pembiayaan pembangunan dan pendapatan usaha yang
diharapkan di masa depan termasuk arus kas(cash flow).

iv. Menerapkan kriteria untuk membuat keputusan.

v. Keputusan investasi.

Langkah pertama yang dilakukan seorang Kepala Daerah


mengidentifikasi tujuan investor, dimana terdapat 4(empat) pihak
yang terkait : investor, pemberi pinjaman, pengguna, dan
pemerintahan, masing-masing pihak memiliki tujuan yang berbeda-
beda, apabila kurang cermat dan salah analisa seorang Kepala
Daerah dalam menetapkan kebijakan, berakibat mengalami
kegagalan secara keseluruhan.

Langkah kedua ini menyangkut analisa risiko bisnis atas investasi,


aspek ini berkaitan dengan aspek pasar terkait dengan kekuatan
penawaran dan permintaan yang mempengaruhi investasi. Aspek
hukum menyangkut perlindungan dan kenyamanan dalam
melaksanakan investasi. Aspek finansial menyangkut pembiayaan
dan peminjaman dan suku bunga serta equity(tingkat keuntungan
yang diperlukan). Aspek pajak berkaitan dengan pembuatan
keputusan berinvestasi, karena pajak mempengaruhi jumlah arus kas
suatu investasi.

Langkah ketiga berkaitan dengan aspek arus kas yang diharapkan


dari suatu investasi, dimana diperhitungkan untuk jangka waktu
tertentu selama invesatasi berlangsung.

Langkah keempat ini membandingkan manfaat dan biaya yang


harus dikeluarkan juga diperhitungkan kemungkinan risiko yang ada.

Langkah kelima pengambilan keputusan yang tak lepas dari asumsi


dan estimasi setelah direview dan diperiksa akurasinya.

C. Kesimpulan

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Adanya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan


Daerah sebagai pengganti UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Ketentuan dalam UU No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Negara antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah. menimbulkan implikasi bahwa daerah saatnya
sudah tidak lagi dicekoki oleh Pemerintah Pusat dalam pengelolaan
administrasi, ekonomi, politik dan fiskal. Aspek Administrasi bahwa
daerah memiliki otonomi yang seluas-luasnya dan tugas pembantuan.
Hal ini berarti Pemerintah Daerah dapat mengundang investor untuk
datang berinvestasi di daerahnya. Aspek Ekonomi berarti Pemerintah
Daerah dapat menggali potensi yang dimiliki dengan bekerja sama
dengan Pemerintah Daerah lain, pihak swasta dalam dan luar negeri.
Aspek Politik berarti dengan adanya desentralisasi mengandung
konsekuensi Pemerintah Daerah harus meningkatkan pelayanan
masyarakat, kesejahteraan masyarakat, mengembangkan potensi yang
ada, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan,
peluang kerja, dan pemeliharaan hubungan dengan Pemerintah Pusat.

Konsekuensi dari globalisasi dari bidang usaha adalah merebaknya


bisnis waralaba sampai ke pelosok desa, hal ini bukanlah menjadi
ancaman bagi investor lokal asalkan bisa menyikapi secara arif semua
dampak positif dan negatif industri waralaba. Kepala Daerah harus bisa
mengantisapasinya dengan membuat langkah nyata yang mendukung
keberlangsungan usaha waralaba yang sinergi dengan investor lokal.
Langkah antisipasi tersebut adalah : menumbuhkan kreatifitas,
modifikasi, dan adaptasi bisnis melalui pengalaman yang diperoleh
dalam bisnis franchise dengan menciptakan bisnis baru ala Indonesia
dengan bahan-bahan lokal ; menghilangkan sikap ketergantungan dari
lisensi waralaba dengan menciptakan produk yang selevel atau bahkan
menyaingi produk lisensi waralaba ; memanfaatkan kerja sama
kemitraan dengan usaha kecil/menengah dengan investor lokal ; setelah
berakhirnya kerja sama dengan waralaba, dengan meningkatkan kerja
sama dengan investor lokal dengan sistem kerja sama seperti
waralaba.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

Daftar Pustaka

Syaharani,Riduan, 2004, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum,Citra


Aditya Bakti, Bandung.

Widjaya, Gunawan, 2004,Lisensi atau Waralaba Suatu


Panduan Praktis,Raja Grafindo Persada,Jakarta.

Emirzon, Joni,dkk,2007, Perspektif Hukum BisnisIndonesia Pada Era


Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Jogjakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia,Citra


Aditya Bakti, Bandung.

HS, Salim dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di


Indonesia, Rajawali Pers,Jakarta.

UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

UU No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Negara antara


Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.

UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

[1] Hukum menurut Soerojo Wignjodipoero dalam Pengantar Ilmu Hukum, adalah himpunan peraturan
yang bersifat memaksa, berisikan perintah, larangan atau perizinan untuk berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.Riduan
Syahrani,2004,Rangkuman Intisari Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung.Hal.18.

[2] Pasal 10 UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA.

[3] Pasal 19 UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN.

[4] Munir Fuady,1996, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek Buku Kesatu,Citra Aditya Bakti,

Bandung,Hal.83.

[5] Pasal 11(3) UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

[6] Pasal 15 huruf b UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

[7] Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu rangkaian tindakan atau perbuatan yang
diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Gunawan Widjaya, 2004,Lisensi atau
Waralaba Suatu Panduan Praktis,Raja Grafindo Persada,Jakarta. Hal.3.

[8] Abdul Kadir Muhammad, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung.Hal.554.

[9] Joni Emirzon, dkk,2007, Perspektif Hukum BisnisIndonesia Pada Era Globalisasi Ekonomi, Genta
Press, Jogjakarta,Hal.339.

[10] Joni Emirzon, ibid Hal.340.

[11] Gunawan Widjaya, Op.cit. Hal.44.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)


lOMoARcPSD|32426699

[12] Pasal 4 PP No.16 Tahun 1997 dan Pasal 16 KepMen Perindag No.259 Tahun 1997.

[13] Pasal 17 KepMen Perindag No.259 Tahun 1997.

[14] Pasal 6(1)PP No.16 tahun 1997

[15] Pasal 19 KepMen Perindag No.259 Tahun 1997.

[16] Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers,Jakarta.Hal.31.

[17] Salim HS dan Budi Sutrisno, ibid. Hal. 33.

[18] Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.cit Hal.38.

[19] Konsiderans adalah pertimbangan yang menjadi dasar penetapan keputusan peraturan tersebut,
(KBBI), dikutip dari Joni Emirzon, Op.cit.hal.350.

[20] Pasal 10(3) UU No.32 Tahun 2004.

[21]Penanaman Modal Asinging adalah adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Imdonesa yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal
asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnyn atau berpatungan dengan penanan modal
dalam negeri, diambil dari Pasal l UU No.32 Tahun 2007. Tentang PMA.

[22] Sigit Irianto dalam bukunya Joni Emirzon,2007, Perspektif Hukum Bisnis pada Era Globalisasi
Ekonomi,Genta Press, Yogjakarta.Hal.355.

Downloaded by Jaka Bagus (rubute@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai