Anda di halaman 1dari 14

AKULTURASI ADAT DAN HUKUM ISLAM TERKAIT HARTA WARISAN SUKU

MINANGKABAU

Muhammad Ikhsan Ghofur


Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Email: Ikhsan.ghofur@yahoo.com

ABSTRAK
Minangkabau adalah suku yang menggunakan sistem matrilineal di mana garis
keturunan ibu digunakan. Sistem matrilineal yang diadopsi ini juga mempengaruhi
kepemilikan properti yang dimiliki oleh suku ini yang sebagian besar dimiliki oleh
perempuan dan dikelola dari ninik (nenek / jangkar) hingga mamak (paman) kemudian dari
mamak (paman) hingga kemenakan (keponakan). Selain itu, setiap anggota suku
berkewajiban untuk mengembangkan properti itu sehingga mereka tidak memiliki hak atas
properti yang dikembangkan. Setelah Islam memasuki wilayah Minangkabau, terjadi
transformasi posisi properti rakyat, orang-orang Minangkabau menjadi lebih fokus pada
properti keluarga mereka sendiri karena properti suku menjadi properti alternatif. Pemisahan
properti dilakukan, yang mana milik orang-orang yang disebut properti warisan dan masih
menggunakan sistem adat yang diwariskan, dan properti keluarga yang disebut properti
pendapatan di mana hukum Islam digunakan untuk mengatur warisan.

Kata Kunci: Minangkabau, Warisan, Properti Warisan, Properti Pendapatan.

ABSTRACT

Minangkabau is a tribe using matrilineal system where maternal lineages are used.
This adopted matrilineal system also affects the property ownership that this tribe has which
is owned mostly by women and managed from ninik (grandmother / the anchestor) to mamak
(uncle) then from mamak (uncle) to kemenakan (nephew). In addition, each member of the
tribe obliged to develop that property so they they don’t have the right over their developed
property. After Islam entered Minangkabau region, there was transformation of the people
property position, the people of Minangkabau became more focus on their own family
property since the tribes’s property became the alternative property. The property splitting is
done, which one belongs to the people that called heritage property and still using inherited
custom system, and family property that called income property where Islam law is used to
arrange the legacy.

Keyword: Minangkabau, Legacy, Heritage Property, Income Property.

53
PENDAHULUAN lestari di masyarakat Minangkabau.
Kedudukannya juga tetap terjaga dengan
Islam di Indonesia yang sekarang adanya Islam di Minangkabau, sehingga
ini lebih dikenal dengan Islam Nusantara kita masih banyak menemukan lahan-
memiliki beberapa aspek. Aspek-aspek itu lahan hijau di wilayah Minangkabau.
yakni pemikiran, fiqih/hukum, kebudayaan
dan politik. Dari beberapa aspek tersebut Suku Minangkabau adalah suku di
yang paling menonjol adalah hubungan Indonesia yang menggunakan sistem
antara fikih dan kebudayaan, karena matrilineal di mana garis keturunan
apabila berbicara mengenai fikih dan berdasarkan garis ibu. Afiliasi utama
kebudayaan selalu bersinggungan dengan seseorang adalah terhadap rumah gadang
perbuatan-perbuatan syirik yang memang dan kampung suku. Laki-laki menikah
pada awalnya masyarakat nusantara dengan dengan anggota keluarga besar tapi
menganut animisme dan dinamisme. tetap terikat pada rumah ibu mereka.
Budaya juga menjadi aspek terpenting Seorang suami dan ayah adalah sosok
yang menjadikan Islam diterima di yang datang dan pergi atau disebut dengan
nusantara, karena nusantara kaya akan urang sumando. Menurut ungkapan
budaya dan tradisi. Budaya merupakan Minangkabau urang semando itu seperti
pikiran, akal, dan budi, sementara langau di ekor kerbau atau seperti abu di
kebudayaan adalah hasil kegiatan dan atas tunggul.2 Hal seperti itulah yang
penciptaan batin (akal, budi, dan terjadi di suku Minangkabau, laki-laki
sebagainya), manusia (seperti hanya bertugas mengelola dari sukunya
kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan sendiri tetapi tidak bisa memiliki harta
sebagainya).1 Budaya merupakan olah yang dikelola. Orang laki-laki takluk
pikiran manusia belum disampaikan dalam kepada hukum ibu, meskipun dia berusaha,
kehidupan, sementara kebudayaan bersawah, berladang, meneruka,
merupakan hasil dari olah pikiran kegunaanya bukanlah untuk anaknya,
kemudian menjadi kegiatan manusia. tetapi untuk kemenakannya.

Masuknya Islam ke wilayah Pepatah Minangkabau mengatakan


nusantara tentunya memberikan dampak anak dipangku, kemenakan dibimbing.3
kepada kebudayaan yang ada di Nusantara, Hal ini yang menyebabkan seorang ayah
sehingga memberikan suasana yang baru tidak diberi tanggung jawab terhadap
bagi kebudayaan nusantara ditambah lagi anaknya, tetapi dia bertanggung jawab
Islam yang masuk tidak merusak terhadap kemenakannya yang nantinya
kebudayaan yang sudah ada melainkan akan meneruskan harta yang ia kelola. Hal
masuk ke dalam budaya dan menyatu di ini tentunya berbeda dengan hukum Islam
dalamnya. Salah satu kebudayaan yang di mana seorang suami dan ayah
telah mengalami perubahan adalah bertanggung jawab penuh terhadap istri
kebudayaan Minangkabau yang mana
memiliki kebudayaan tentang harta 2
Jeffrey Hadler, Sengketa Tiada Putus:
warisan keluarga yang sekarang tetap Matriakat, Reformisme Agama, dan Kolonialisme
Agama di Minangkabau, terj. Samsudin Berlian,
Jakarta: Freedom Institute, 2010, 9
1 3
Abdul Karim, Islam Nusantara, Hamka Datuk Indomo, Islam dan Adat
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007, 122 Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984, 25

54
dan anaknya. Harta peninggalan suami warisan? Bagaimana kedudukan harta
juga diwariskan kepada keluarga terdekat suku Minangkabu setelah mengalami
terlebih dahulu yaitu istri dan anak. Di perpaduan antara adat dan agama Islam?
dalam adat Minangkabau sendiri harta
diwariskan berdasarkan garis keturunan Kajian pustaka
ibu dan pengelolaan dari mamak ke Penelitian mengenai adat
kemenakan, sehingga apabila sebuah Minangkabau sudah cukup banyak.
keluarga yang mana laki-laki dari keluarga Penelitian-penelitian yang berkaitan
minang sementara perempuan bukan dari dengan harta pusaka diantaranya adalah:
keluarga minang maka keluarga tersebut
tidak memiliki harta. Pertama, penelitian mengenai
kedudukan mamak kepala waris dalam
Berbedanya sistem yang dijalankan harta pusaka tinggi yang dilakukan oleh
antara adat dan agama Islam tentang harta Harmita Shah. Penelitian ini dilaksanakan
warisan tentunya ada konflik di dalam di Nagari Matur Mudiak Kecamatan Matur
suku Minangkabau, namun pada Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.
kenyataannya setelah agama Islam Penelitian ini meneliti tentang kedudukan
memasuki wilayah Minangkabau terjadi mamak sebagai kepala waris yang
penguatan terhadap adat yang tentunya mempunyai wewenang mengurus,
juga berimbas kepada penguatan terhadap mengatur, mengawasi, dan bertanggung
harta warisan adat Minangkabau. Antara jawab atas harta pusaka tinggi. Namun
adat dan agama tidak saling kedudukan itu berubah dikarenakan
menghilangkan sehingga terdapat harta perubahan sistem perkawinan, keluarnya
warisan yang dikelola oleh adat dan ada anggota dari rumah gadang, budaya
harta warisan yang dikelola secara ajaran merantau, perubahan pola pikir dan
agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan pekerjaan mamak kepala waris.5
adanya pepatah Minangkabau yang
mengatakan bahwa “adat bersendi syara’, Kedua, penelitian mengenai
syara’ bersendi Kitabullah. Syara’ kepemilikan tanah di Minangkabau yang
mengata, adat memakai, masjid sebuah, dilakukan oleh Achmad Haykal, Kismiyati
balairung seruang”.4 Pepatah tersebut El Karimah, dan S Kunto Adi Wibowo
menegaskan bahwa adat Minangkabau dengan judul Konflik Pengetahuan
tidak bertentangan dengan hukum-hukum Kepemilikan Tanah di Minangkabau,6
Islam, sehingga adat sekarang memili penelitian yang lainnya juga dilakukan
nuansa Islam di dalamnya. oleh Fitrianto dengan judul pemilikan
tanah menurut adat Minangkabau dalam
Rumusan masalah
5
Berdasarkan latar belakang, maka Harmita Shah, "Kedudukan Mamak
Kepala Waris Dalam Harta Pusaka Tinggi (Studi di
yang menjadi permasalahan dalam Nagari Matur Mudiak Kecamatan Matur
penelitian ini adalah bagaimana proses Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat)"
(Universitas Diponegoro, 2006).
akulturasi budaya Islam dengan adat 6
Kismiyati El Karimah Achmad Haykal,
Minangkabau terkait dengan harta dan S Kunto Adi Wibowo, "Konflik Pengetahuan
Kepemilikan Tanah di Minangkabau," eJurnal
Mahasiswa Universitas Padjadjaran 1, no. 1
4
Ibid., 17 (2012).

55
perspektif hukum Islam. Penelitian ini bagian dari masyarakat penerima yang
dilakukan di Desa Penampuang Puhun. terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan
asing tadi atau kebudayaan setelah
Pelaksanaan Pembagian Warisan mengalami akulturasi. Kelima, reaksi para
Atas Harta Pencarian Dalam Lingkungan individu yang terkena unsur-unsur
Adat Minangkabau di Kecamatan Lubuk kebudayaan asing.9
Kilangan Kota Padang karya Ria Agustar.7
Aspek-aspek tersebut digunakan
Landasan teori untuk menganalisis proses terjadinya
Akulturasi menurut akulturasi. Aspek-aspek tersebut
Koentjaraningrat merupakan proses sosial merupakan runtutan terjadinya akulturasi,
yang timbul bila suatu kelompok manusia sehingga akulturasi Islam dengan adat
dengan suatu kebudayaan tertentu istiadat Minangkabau terkait harta warisan
dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu bisa tergambarkan dengan jelas
kebudayaan asing dengan sedemikian perubahan-perubahannya sebelum dan
rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan sesudah Islam memasuki wilayah tersebut.
asing itu lambat laun diterima dan diolah Metode penelitian
ke dalam kebudayaan sendiri tanpa Penelitian ini menggunakan
menyebabkan hilangnya kepribadian metode penelitian pustaka untuk
kebudayaan itu sendiri. 8
Penulis mendapatkan data-data mengenai harta
menggunakan teori ini untuk menganalisis warisan suku Minangkabau sebelum,
proses terjadinya akulturasi adat dan proses, dan sesudah Islam berakulturasi
agama Islam di dalam suku Minangkabau dengan adat Miangkabau. Penelitian
terkait harta warisan yang mana antara pustaka merupakan penelitian yang
adat dan agama terjalin komunikasi yang dilakukan di perpustakaan di mana objek
memposisikan keduanya sesuai aturan penelitian biasaya digali lewat beragam
masing-masing. Disaat proses akulturasi informasi kepustakaan (buku, ensiklopedi,
berlangsung, terdapat hal-hal yang perlu jurnal ilmiah, koran, majalah, dan
diperhatikan seseorang dalam melihat dokumen).10 Melalui penelitian pustaka,
terjadinya akulturasi. Hal tersebut adalah penulis mencari data melalui karya tulisan
pertama, tentang keadaan masyarakat yang membahas tentang harta warisan
penerima sebelum proses akulturasi mulai Minangkabau agar data tersebut membantu
berjalan. Kedua, individu-individu dari penulis untuk menganalisi proses
kebudayaan asing yang membawa unsur- akulturasi dari adat Minangkabau dan
unsur kebudayaan asing atau disebut Islam. Sumber data primer dari penelitian
dengan agen akulturasi. Ketiga, saluran- pustaka ini adalah buku Adat
saluran yang dilalui oleh unsur-unsur Minangkabau Menghadapi Revolusi dan
kebudayaan asing untuk masuk ke dalam Islam Dan Adat Minangkabau karya
kebudayaan penerima. Keempat, bagian- Hamka. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah pertama buku karya
7
Ria Agustar, "Pelaksanaan Pembagian
Warisan Atas Harta Pencarian Dalam Lingkungan
9
Adat Minangkabau" (Universitas Diponegoro, Ibid., 266
10
2008). Mestika Zed, Metode Penelitian
8
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
Antropologi, Jakarta: Angkasa Baru, 1980, 262 2008, 89.

56
Amir Syarifudin yang berjudul subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam untuk menguji hipotesis.13
Dalam Lingkungan Adat Minangkabau.
Kedua, karya Yaswirmanyang berjudul NEGOSIASI ANTARA ADAT DAN
Hukum Keluarga: Karakteristik Dan AGAMA ISLAM DALAM
Prospek Doktrin Islam Dan Adat Dalam PENGATURAN HARTA WARISAN
Masyarakat Matrilineal. Ketiga, buku SUKU MINANGKABAU
karya Jeffrey Hadler yang berjudul Pada proses akulturasi antara adat
Sengketa Tiada Putus: Matriakat, dan agama Islam suku Minangkabau
Reformisme Agama, Dan Kolonialisme terkait harta warisan berjalan dengan baik
Agama Di Minangkabau. Keempat, buku meskipun berlangsung cukup lama. Proses
karya Murni Djamal yang berjudul Dr. H. akulturasi tersebut menghasilkan
Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya pemisahan antara harta milik kaum yang
Dalam Gerakan Pembaruan Islam Di tetap diatur oleh adat dan harta milik
Minangkabau Pada Awal Abad Ke 20. keluarga kecil yang diatur oleh agama.
Metode dokumentasi adalah suatu Aspek-aspek yang diamati dari proses
cara pengumpulan data yang menghasilkan akulturasi tersebut yaitu: harta pusaka
catatan–catatan penting yang berhubungan sebelum islam, agen akulturasi harta
dengan masalah yang diteliti, sehingga pusaka, saluran-saluran akulturasi, harta
akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan pusaka setelah islam masuk ke wilayah
bukan perkiraan.11 Semua data yang Minangkabau, dan reaksi masyarakat
terkumpul akan dianalisis dengan analisis Minangkabau terhadap ajaran Islam terkait
deskriptif, yaitu rancangan organisasional harta pusaka.
dikembangkan dari kategori–kategori yang
ditemukan dan hubungan–hubungan yang a. Harta pusaka sebelum Islam
disarankan atau yang muncul dari data.12 Harta warisan suku
Secara deskripsi analitik data mengenai Minangkabau atau harta pusaka
proses akuturasi adat dan ajaran agama merupakan harta peninggalan keluarga
Islam akan dianalisis dan digambarkan yang pemanfaatnya digunakan ke
sedemikian rupa sehingga terlihat jelas dalam satu keluarga dan tidak dibagi-
prose dari akulturasi budaya Minangkabau bagi berdasarkan jumlah keluarga,
dan ajaran agama Islam mengenai harta namun tetap utuh menjadi satu bagian.
warisan. Analisis deskriptif bertujuan Harta pusaka mula-mula ditemukan
untuk memberikan deskripsi mengenai oleh nenek moyang yang mendiami
subjek penelitian berdasarkan data dari negeri secara menaruko, mencancang,
varabel yang diperoleh dari kelompok dan melateh. Harta tersebut juga
disediakan untuk sanak saudaranya
yang kemudian menjadi keluarga yang
berkembang dan menjadi suku,
sehingga harta tesebut menjadi milik
11
Suwandi Basrowi, Memahami
Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2008). 158
12
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian
13
Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Saifudin Anwar, Metode Penelitian
2011). 257 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010). 126

57
suku.14 Harta pusaka pada awalnya sehingga harta pusaka semakin
merupakan harta milik nenek moyang berkembang dengan berkembangnya
karena usahanya sendiri, setelah anggota suku. Apabila dalam suatu
keturunanya berkembang kemudian keluarga tidak ada penerusnya, maka
harta tersebut dipusakan menjadi harta harta tersebut dikembalikan kepada
kaum yang merupakan perkembangan keluarga besar.15 Hal ini dikarenakan
dari keluarga nenek moyang. harta tersebut awalnya milik suatu
Dipusakakannya harta tersebut karena kaum, sehingga apabila sebuah
harta tidak bisa dibagi-bagi dan dijual keluarga mengalami kepunahan atau
oleh salah satu anggota keluarga, hilang dalam artian tidak memiliki
sehingga keberadaanya tetap ada keturunan perempuan maka
bersama dengan keberadaan suku. dikembalikan kepada kaum.
Kepemilikan harta pusaka yang Setiap anggota yang menaruko
dimiliki oleh kaum atau suku, berarti hasilnya akan mempengaruhi
kepemilikannya tidak dimiliki secara perkembangan harta pusaka. Hal ini
pribadi oleh anggota suku. Harta dikarenakan harta yang ditaruko (harta
pusaka dimanfaatkan keberadaannya pencarian) akan ditambahkan ke harta
oleh semua anggota suku. Cara pusaka. Setiap pihak yang menaruko
memanfaatkannya juga dilakukan tidak memiliki hak atas harta
secara bergantian. Kepemilikannya tersebut.16 Sistem harta pusaka itu
merupakan kepemilikan bersama mempertegas bahwa semakin banyak
sehingga antara satu sama lainnya orang melakukan usaha, maka harta
saling mengawasi dalam usahanya akan tetap kembali kepada
penggunaannya terutama bagi kaum harta pusaka. Pengusaha tidak
ibu. Hal ini disebabkan dengan sistem memiliki kekuasaan memiliki harta
matrilineal Minangkabau di mana garis tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
keturunan menggunakan garis harta pusaka suku Minangkabau tetap
keturunan ibu dan pengelola dari ninik terjaga karena harta tidak dimiliki
ke mamak, kemudian kepada secara mutlak tapi dimiliki
kemenakan, sehingga tidak dari bapak kemanfaatanya yaitu hasil dari
ke anak. pengelolaan harta pusaka.
Harta pusaka merupakan milik Pengembangan harta di luar harta
kaum atau suku, maka apabila suatu pusaka juga akan berdampak pada
kaum atau suku mengalami harta pusaka itu sendiri karena sistem
perkembangan tentunya juga matrilineal yang dimiliki oleh suku
berpengaruh kepada harta pusaka. Minangkabau di mana laki-laki tidak
Sistem ini berlaku karena setiap kaum memiliki harta tersebut, laki-laki hanya
memiliki hak terhadap harta tersebut. bertugas sebagai pengelola, sehingga
Perkembangan ini terjadi karena setiap apabila laki-laki memiliki penghasilan
anggota suku memiliki kewajiban harta akan kembali ke sukunya atau
untuk mengembangkan harta pusaka, akan dikelola oleh kemenakannya dan
14
Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum
15
Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Ibid., 228
16
Minangkabau, Jakarta: Gunung Agung, 1984, 227 Ibid., 228

58
pihak istri memperoleh harta dari Abdulkarim Amrullah. Berdasarkan
sukunya sendiri. kedudukan harta pusaka, menurut Syeh
Setiap hasil yang dihasilkan Ahmad Khatib, harta pusaka adalah
dari harta pusaka, dimanfaatkan oleh harta yang syubhat.19 Fatwa yang
anggota kaum. Setiap anggota kaum diberikan oleh Syeh Ahmad Khatib ini
juga memiliki tugas untuk dikarenakan sifatnya yang memiliki
mengembangkan harta pusaka karena kemauan dan berwatak keras, ditambah
kebutuhan kaum juga meningkat dengan prinsip keagamaan yang kuat
seiring dengan perkembangan anggota sehingga ia menolak mentah-mentah
kaum, sehingga sebelum Islam hal yang bertentangan dengan Islam.20
memasuki wilayah Minangkabau Berbeda dengan syekh Abdul Karim
segala yang berkaitan dengan harta Amrullah yang menyatakan bahwa
akan kembali kepada suku menjadi harta pusaka tinggi adalah waqaf juga,
harta pusaka baik itu harta yang atau sebagai harta mussabalah seperti
dihasilkan dari pengembangan harta yang pernah dilakukan oleh Umar bin
pusaka maupun harta yang dihasilkan Khattab pada hartanya sendiri di
dari usaha keluarga sendiri. Tidak ada Khaibar, yang boleh diambil isinya
pemilahan di dalamnya, dan anak tidak tapi tidak boleh ditasarufkan
21
berhak atas harta bapaknya tetapi ia tanahnya. Syeh Abdul Karim
mengelola harta dari mamak-nya. Amrullah menolak pemikiran Syeh
Hal inilah yang kemudian Ahmad Khatib yang mengatakan
menjadikan berbagai permasalahan di bahwa harta pusaka di Minangkabau
Minangkabau, diantaranya adalah laki- adalah Gasab (kepunyaan yang
laki suku Minangkabau bisa beristri dirampas dengan paksa), karena telah
dua atau tiga, karena dia tidak diwariskan para leluhur Minangkabau
memiliki kewajiban menghidupi kepada generasi-generasi berikutnya.
anaknya tetapi kemenakannya, dan Namun, menurut syekh Abdul Karim
anaknya tersebut juga dihidupi oleh harta pusaka tidak bisa dianggap gasab
mamak-nya bukan oleh bapaknya.17 karena para leluhur Minangkabau tidak
Permasalahan berikutnya adalah memperoleh melalui kekerasan atau
apabila seorang laki-laki sudah tua, perampasan, tetapi menerima dengan
maka ia tidak dirawat oleh istri dan tangan terbuka, dikelola, dan
anaknya tetapi oleh kemenakannya.18 diwariskan dari satu generasi ke
b. Agen akulturasi harta pusaka generasi berikutnya.22 Perbedaan ini
Agen-agen akulturari adalah
ulama-ulama yang ada di suku 19
Ibid., 103
20
Minangkabau dan segala permasalahan Yaswirman, Hukum Keluarga:
Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
yang terjadi terkait harta pusaka yang dalam Masyarakat Matrilineal, Jakarta: Rajawali
ada di dalam suku. Ulama-ulama Pers, 2013, 154
21
tersebut di antaranya adalah Syeh Indomo, Islam dan Adat Minangkabau,
103
Ahmad Khatib dan muridnya Syeh 22
Murni Djamal, Dr. H. Abdul Karim
Amrullah: Pengaruhnya dalam Gerakan
17
Indomo, Islam dan Adat Minangkabau, Pembaruan Islam di Minangkabau pada Awal
24 Abad ke 20, terj. Theresia Slamet, Jakarta: INIS,
18
Ibid., 39 2002, 46

59
terjadi karena perbedaan masa antara perti yang telah menyatakan dalam
dua ulama tersebut. Syeh Ahmad muktamarnya adalah membantah sikap
Khatib yang masa tuanya tinggal di kehakiman Belanda yang selalu
Mekkah dan tidak kembali ke membela adat jikat terjadi perselisihan.
Minangkabau dan belum ada Perti juga sefaham dengan mewariskan
pemisahan antara harta pusaka dan harta pencarian, sementara untuk harta
harta pencarian, sehingga ia pusaka mereka lebih memilih diam
berpendapat bahwa harta pusaka karena kuatnya adat.26
adalah harta yang syubhat.23 Hal ini Pemanfaatan harta pusaka juga
juga disebutkan oleh Yasmirwan dilakukan oleh ormas Muhammadiyah
bahwa pada masa Syeh Ahmad Khatib dengan mendirikan sekolah. Menurut
masih berupa harta pusaka, belum Syeh Abdul Karim Amrullah bahwa
dipilah menjadi harta pusaka tinggi dan orang Caniago mengizinkan
harta pusaka rendah sebagai upaya Muhammadiyah memakai tanah
mendamaikan antara kaum adat dan pusaka mereka untuk kepentingan
ulama tentang harta warisan.24 Fatwa umum, kegiatan belajar, dan mendidik
tersebut berbeda dengan Syeh anak-anak. Tanah boleh dipergunakan
Abdulkarim Amrullah yang merupakan tidak memakai batas waktu, namun
murid dari Syeh Ahmad Khatib. Pada hak tanah tetap pusaka tinggi Caniago.
masa Syeh Abdulkarim Amrullah Muhammadiyah memakai pusaka
sudah ada pemisahan antara harta tinggi tersebut dengan mengganti
pusaka dan harta pencarian, sehingga kerugian 700 gulden dengan istilah
ia menggambarkan harta pusaka hukumnya adalah Ibaahah.27 Hal ini
sebagai harta mussabalah. Hal ini yang menandakan bahwa harta pusaka
kemudian menjadikan harta pusaka hanya digunakan untuk kepentingan
tetap terjaga kedudukannya, karena bersama, tidak untuk kepentingan
harta pusaka tetap berada pada pribadi anggota kaum. Posisi tersebut
kedudukannya dan harta pencarian dimanfaatkan oleh ormas
tidak digunakan untuk menambah Muhammadiyah dalam mendirikan
harta pusaka. lembaga pendidikan yang pada
Ulama yang lainnya yang prakteknya untuk kepentingan
membantah aturan itu dengan keras bersama.
selain Syekh Ahmad Khatib adalah Selain itu pendapat tersebut,
Haji Agus Salim. Haji Agus Salim permasalahan yang terjadi di dalam
juga hijrah dari Minangkabau sama suku Minangkabau semakin
seperti Syeh Ahmad Khatib.25 Era menambah perlunya ada perubahan
berikutnya yang searah dengan Syeh dalam pembagian harta warisan.
Abdulkarim Amrullah adalah ulama Permasalahan tersebut diantaranya
banyaknya perantauan dari
23
Indomo, Islam dan Adat Minangkabau, Minangkabau yang sadar akan
103
24
Yaswirman, Hukum Keluarga:
26
Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat Ibid, 27
27
dalam Masyarakat Matrilineal, 154 Chairul Anwar, Hukum Adat
25
Indomo, Islam dan Adat Minangkabau, Indonesia: Meninjau Hukum Adat Minangkabau,
28 Jakarta: Rineka Cipta, 1997, 225

60
kedudukan harta pusaka yang keluarga besar atau suku dengan harta
mengakibatkan bahwa harta yang milik keluarga kecil.
mereka cari diperantauan akan menjadi Hal-hal tesebut banyak
harta kaum. Sehingga orang yang dilakukan karena ada beberapa kasus
merantau tidak memiliki hak terhadap yang menyebabkan orang terusir dari
harta yang dihasilkan oleh meraka. tanah pusaka kaum. Kasus tersebut
Seperti yang diungkapkan oleh Hamka, dialami oleh Sutan Kurnia ‘Alam, dia
bahwa ia menyaksikan sendiri di merupakan saudagar kaya. Karena
Pekalongan pada tahun 1924, hubungan dengan istri terjaga dengan
banyaknya orang Minang yang baik dan sudah memiliki anak laki-
merantau Pekalongan dengan modal laki, maka ia membuat rumah di atas
yang besar. Namun, delapan dari tanah pusaka kepunyaan istri. Setelah
sepuluh orang hancur dan kembali istri meninggal, ia terpaksa merantau
dengan kemiskinan.28 Hal tersebut bersama anak-anaknya dikarenakan
terjadi karena harta yang dihasilkan menurut adat ia tidak boleh tinggal di
hanya untuk menambah harta pusaka rumah itu lagi, rumah tersebut kembali
milik kaum dan orang Minangkabau kepada suku.30 Hal ini tentunya
yang merantau tersebut tidak berhak menjadikan masyarakat Minangkabau
memiliki atas harta yang sadar bahwa usaha-usaha yang mereka
diusahakannya. lakukan hanya akan menambah harta
Perkembangan selanjutnya pusaka milik suku. Kemudian Islam
adalah adanya masyarakat yang masuk ke wilayah Minangkabau
kemudian mengatasnamakan tanah memberikan wawasan baru tentang
yang dimilikinya atas nama putranya, hukum waris yang berbeda yaitu dari
hal ini dilakukan agar tanah tersebut orang tua ke anak menjadikan
tidak diakui oleh kaum atau masyarakat Minangkabau banyak
kemenakannya.29 Hal ini terjadi karena menggunakan hukum Islam, namun
masyarakat minang yang sudah sadar hanya sebatas harta yang
akan kewajibannya terhadap keluarga diusahakannya, tidak menggangu
dan mereka berusaha untuk keluar dari kekdudukan harta pusaka suku.
peraturan adat yang ada, sehingga c. Saluran-saluran akulturasi
dengan hal tersebut terjadilah Saluran-saluran akulturasi
perkembangan macam-macam harta adalah media yang digunakan untuk
yang dimiliki oleh keluarga mengkomunikasikan antara peraturan
Minangkabau yang mana terjadi adat Minangkabau dengan hukum
pemisahanan antara harta milik Islam yang berlaku. Saluran-saluran
yang digunakan oleh agen-agen
akulturasi adalah jalur pendidikan dan
28
Hamka, Adat Minangkabau musyawarah. Jalur pendidikan di
Menghadapi Revolusi, Jakarta: Firma Tekad, 1963, antaranya adalah dengan adanya kaum
41
29
Hans-Dieter Ever, "CHANGING intelektual, dan seminar, sedangkan
PATTERNS OF MINANGKABAU URBAN
LANDOWNERSHIP," KITLV, Royal Netherlands
30
Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies Hamka, Adat Minangkabau
131, no. XVII (1975), . 96 Menghadapi Revolusi, 53

61
musyawarah adanya pertemuan antara akan menyebabkan kematian struktur
datuk untuk memutuskan masalah adat. sosial Minangkabau.33 Kongres dan
Perpaduan antara adat dan agama seminar dilakukan agar masyarakat
selain memisahkan antara harta pusaka Minangkabau mengetahui perbedaan
dan pencarian, juga menguatkan antara harta pusaka miliki suku yang
kedudukan harta pusaka tersebut. wariskan kepada suku dan harta
Pada tahun 1929, Kongres pencarian yang diwariskan kepada
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) keluarga. Pemisahan itu dilakukan agar
yang menyuarakan hati sanubari dari harta pusaka tetap terjaga keutuhannya
alim ulama pemimpin rohani umat, dan masyarakat dapat berkembang
didukung beberapa pemimpin dari melalui harta pencarian sehingga tidak
kalangan ninik mamak, menuntut selalu tergantung kepada harta pusaka
supaya harta pencarian diwariskan milik suku.
menurut hukum faraidh untuk Proses musyawarah juga
menghindarkan orang Islam dari dilakukan untuk memberikan
memakan harta yang haram menurut keputusan yang dapat
agamanya.31 Kongres tersebut mengkomunikasikan antara hukum
ditindaklanjuti dengan adanya adat dan hukum Islam. Pada tahun
konferensi kepala adat dan ulama 1953 diadakan rapat besar di Bukit
Muslim berkumpul di Bukit Tinggi Tinggi yang dihadiri oleh Bapak Haji
pada tahun 1952, tahun 1968 seminar Agus Salim. Di dalam rapat tersebut
tentang hukum adat yang makalahnya diperkuat pendapat yang telah tumbuh
telah diterbitkan oleh Pusat Studi tentang pembagian harta pusaka tinggi
Minangkabau dan tahun 1971 dan harta pencarian, sebab sampai saat
simposium dengan tema "Tanah Ulayat itu adat belum terpisah dengan
dan Pembangunan" dari Universitas agama.34 Adapun isi keputusan dari
Andalas.32 Simposium tersebut rapat tersebut yaitu:
menegaskan tentang kedudukan harta 1) Bahwa harta pusaka (pusaka
pusaka. Bahwa harta pusaka memiliki tinggi) yang telah didapati turun
peranan terhadap keberlangsungan temurun dari nenek moyang
kehidupan suku Minangkabau. menurut garis keibuan diturunkan
Pemeliharaan properti komunal adalah menurut sepanjang adat.
sebuah dasar dari adat Minangkabau 2) Bahwa pencarian yang menurut
yang berfungsi sebagai sistem hidup. adat bernama harta pusaka rendah
Hal ini secara luas diakui bahwa diturunkan menurut peraturan
warisan matrilineal dan kelompok syara’.35
koherensi tergantung pada properti Keputusan ini sah menurut adat
umum dan kepemilikan individu tanah minangkabau dikarenakan dihadiri
oleh penghulu ninik mamak, alim
31
Syarifudin, Pelaksanaan Hukum
33
Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Ibid., 89
34
Minangkabau, 288 Indomo, Islam dan Adat Minangkabau,
32
Hans-Dieter Ever, "CHANGING 106
35
PATTERNS OF MINANGKABAU URBAN Hamka, Adat Minangkabau
LANDOWNERSHIP," 89 Menghadapi Revolusi, 7

62
ulama, cerdik pandai, dan manti Pada sebelumnya dijelaskan bahwa
dubalang sebagai utusan dari seluruh semua harta yang ada akan menjadi
alam Minangkabau. Rapat tersebut harta pusaka. Namun, setelah Islam
dihadiri pula oleh Gubernur Sumatera memasuki wilayah Minangkabau
tengah R. Ruslan Mulyoharjo dan terjadi pemilahan terhadap harta
wakil dari kementerian Agama R. H. pusaka. Harta pusaka dipilah menjadi
Junaidi.36 Melaui hasil rapat tersebut harta pusaka tinggi dan harta pusaka
barulah terjadi kesepakan antara rendah sebagai upaya mendamaikan
hukum adat dan hukum Islam di mana kaum adat dengan ulama mengenai
hukum Islam menjadi sumber dari harta warisan.39
hukum adat dan menguatkan hukum Pemisahan antara harta pusaka
adat itu sendiri. Hamka menyatakan dengan pusaka rendah atau pencarian
bahwa hasil rapat tersebut juga bertujuan agar antara kaum adat dan
menghasilkan bahwa harta pusaka ahli waris menurut islam tidak
tinggi dibiarkan sediakala tidak mengalami konflik mengenai harta
diganggu-gugat dibiarkan peninggalan orang tua. Harta pencarian
perkembangannya menurut juga harus ditegaskan bahwa harta
37
perkembangan zaman. pencarian tersebut hasil usaha sendiri,
Kedudukan harta pusaka bukan harta pusaka yang
setelah itu menjadi semakin kuat, dan dikembangkan oleh keluarga, sehingga
harta pencarian juga menjadi jelas tidak tercampur oleh harta pusaka
kegunaan dan fungsinya. Hal tersebut tinggi. Hal ini dikarenakan setiap
semakin kuat dikarenakan Adat anggota suku memiliki kewajiban
Minangkabau menggunakan sistem tali mengembangkan harta pusaka tinggi
berpilin tiga yaitu adat, syara’, dan dan tentunya sebagai seorang suami
undang-undang. Hal tesebut tersunting memiliki kewajiban menafkahi
pada pepatah minang yang berbunyi : keluarga, sehingga apabila tercampur
Adat bersendi syara’, syara’ bersendi maka tentunya akan menimbulkan
Kitabullah. Syara’ mengata, adat masalah antara kemenakan dan anak
memakai. Syara’ bertelanjang, adat keturunan dari pemimpin keluarga.
bersesamping. Adat menurun, syara’ Namun, harta pencarian atau
mendaki.)38 Antara adat, syara’ dan pusaka rendah bisa berubah menjadi
undang-undang saling melengkapi harta pusaka tinggi apabila semua ahli
setiap kekurangannya, sehingga adat waris sepakat untuk tetap menjaga
berlandaskan syara’ dan udang-undang keutuhannya tanpa dijual dan dibagi
yang ada. yang kemudian diwariskan secara
d. Harta pusaka setelah Islam terus-menerus ke generasi berikutnya
Kedudukan harta pusaka hingga sulit untuk menelusuri
setelah Islam memasuki wilayah pembagian harta warisan tersebut.40
Minangkabau, mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan dari pengertian

36 39
Ibid., 8 Yaswirman, Hukum Keluarga:
37
Indomo, Islam dan Adat Minangkabau, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
122 dalam Masyarakat Matrilineal, 154
38 40
Ibid, 106 Ibid., 155

63
awal harta pusaka yang mana bisa dibagikan sesuai ketentuan yang
ditemukan dan dikembangkan oleh berlaku. Harta pusaka yang dipakai
nenek moyang dan diwariskan ke diberikan sesuai adat, sementara harta
generasi selanjutnya. Tentunya pencarian yang diberikan sesuai
pengertian tersebut memperjelas dengan hukum syara’.
kedudukan harta apablia tidak dibagi- Berbagai cara dilakukan agar
bagi kepada ahli waris, maka harta hukum Islam dapat diterima di adat
tersebut akan menjadi harta pusaka Minangkabau di mana antara adat dan
milik keluarga tersebut. hukum Islam bertentangan di
e. Reaksi masyarakat terhadap ajaran dalamnya. Namun, pada kenyataanya
Islam hukum Islam dapat diterima dengan
Pencampuran adat dan agama baik dan bahkan justru menguatkan
juga menimbulkan permasalahan baru. kedudukan adat. Hal ini terbukti
Menurut adat, harta diwariskan mamak dengan masyarakat Minangkabau
kepada kemenakan dan menurut Islam yang masih kental dengan ajaran
harta diwariskan kepada anak. Hal Islamnya. Kemudian, pada harta
tersebut menyebabkan bapak-bapak di warisan yang menjadi ciri khas dan
Minangkabau semasa hidupnya martabat suku Minangkabau justru
menghibahkan harta bendanya kepada setelah ada Islam, kedudukannya
anak-anaknya agar sang anak semakin bertambah jelas yang mana
memilikinya ketika bapak meninggal. harta pusaka tetap berada pada suku
Hal ini dilakukah agar kemenakan dengan peraturan adat dan Islam
tidak menganggap mereka berhak atas menguatkannya dengan pendapat
harta peninggalan mamaknya.41 ulama Minangkabau yang
Konflik tersebut terjadi karena menghukumi harta tersebut dengan
ahli waris menganggap mereka berhak, harta mussabalah dan harta pencarian
dan kemenakan juga merasa mereka diserahkan kepada hukum Islam. Hal
berhak. Karena belum ada pemisahan ini pentimg dilakukan agar pada
antara harta pusaka dan harta perkembangan selanjutnya tidak
pencarian. Sehingga untuk terjadi perebutan antara keluarga
mengantisipasi hal tersebut pihak Minangkabau yang mana ada saling
orang tua melakukan hibah kepada klaim terhadap harta yang ada. Selain
anaknya. Perolehan ahli waris juga itu, dengan adanya pemisahan tersebut
perlu diselidiki seberapa besar orang masyarakat Minangkabau dapat
tua tersebut menggunakan harta pusaka mengembangkan usaha miliknya
untuk digunakan sebagai modal harta sendiri karena harta tesebut nantinya
pencarian atau orang tua mengadakan dapat digunakan oleh ahli warisnya,
harta pencarian atas usaha sendiri. dan apabila ahli waris tidak membagi
Sehingga setelah dipisahkan antara dengan hukum Islam yang ada maka
harta pusaka yang digunakan dalam harta peninggalan orang tua akan
harta pencarian, barulah harta tersebut menjadi harta pusaka keluarga
tersebut yang pemanfaatanya bisa
41
Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia: kepada generasi selanjutnya.
Meninjau Hukum Adat Minangkabau , Jakarta:
Rineka Cipta, 1997, 97 KESIMPULAN
64
Berdasarkan penelitian pustaka Achmad Haykal, Kismiyati El Karimah,
yang telah dilakukan terhadap proses dan S Kunto Adi Wibowo. "Konflik
akulturasi adat dan hukum Islam terkait Pengetahuan Kepemilikan Tanah Di
harta warisan suku Minangkabau dapat Minangkabau." eJurnal Mahasiswa
disimpulkan bahwa: Universitas Padjadjaran 1, no. 1
Pertama, proses akultuarasinya (2012)
terjadi melalui jalur pendidikan dan
musyawarah yang dilakukan oleh tokoh- Agustar, Ria. "Pelaksanaan Pembagian
tokoh agama Minangkabu. Selain itu Warisan Atas Harta Pencarian
permasalahan yang timbul terkait dengan Dalam Lingkungan Adat
harta warisan juga memicu terjadinya Minangkabau." Universitas
proses akulturasi tersebut, sehingga Diponegoro, 2008
terjadilah musyawarah antara pemuka Amir Syarifudin, Pelaksanaan Hukum
agama dan pemuka adat untuk Kewarisan Islam dalam Lingkungan
memisahkan antara harta pusaka milik Adat Minangkabau, Jakarta: Gunung
suku yang mana menggunakan hukum Agung, 1984
waris adat dan harta pencarian milik
keluarga menggunakan hukum waris Anwar, Saifudin. Metode Penelitian.
Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Kedua, Harta pusaka sebelum
Basrowi, Suwandi. Memahami Penelitian
Islam masih berupa satu kesatuan utuh.
Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta,
Setiap anggota berhak untuk
2008
menggunakannya, tetapi juga memilki
kewajiban untuk mengembangkannya Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia:
dengan cara menaruko. Hasil taruko yang Meninjau Hukum Adat
berupa harta pencarian akan disatukan Minangkabau, Jakarta: Rineka Cipta,
kepada harta pusaka, agar harta tersebut 1997
selalu bertambah sesuai dengan
perkembangan anggota kaum. Setelah Hamka Datuk Indomo, Islam dan Adat
proses akulturasi antara adat dan Islam Minangkabau, Jakarta: Pustaka
menghasilkan pengukuhan terhadap harta Panjimas, 1984
pusaka yang mana kedudukannya semakin
Hans-Dieter Ever, "CHANGING
kuat karena identitas hukumnya jelas
PATTERNS OF MINANGKABAU
dengan adanya Islam. Kedudukan harta
URBAN LANDOWNERSHIP,"
pusaka juga sudah berubah menjadi harta
KITLV, Royal Netherlands Institute
cadangan suatu kaum. Karena setiap
of Southeast Asian and Caribbean
anggota sudah memiliki harta pencarian.
Studies 131, no. XVII (1975)
DAFTAR PUSTAKA
Harmita Shah, "Kedudukan Mamak
Abdul Karim, Islam Nusantara,
Kepala Waris Dalam Harta Pusaka
Yogyakarta: Pustaka Book
Tinggi (Studi di Nagari Matur
Publisher, 2007
Mudiak Kecamatan Matur
Kabupaten Agam Propinsi Sumatera

65
Barat)" (Universitas Diponegoro, Barat)." Universitas Diponegoro,
2006) 2006

Jeffrey Hadler, Sengketa Tiada Putus: Yaswirman, Hukum Keluarga:


Matriakat, Reformisme Agama, dan Karakteristik dan Prospek
Kolonialisme Agama di Doktrin Islam dan Adat dalam
Minangkabau, terj. Samsudin Masyarakat Matrilineal,
Berlian, Jakarta: Freedom Institute, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
2010

Kismiyati El Karimah Achmad Haykal,


dan S Kunto Adi Wibowo, "Konflik
Pengetahuan Kepemilikan Tanah di
Minangkabau," eJurnal Mahasiswa
Universitas Padjadjaran 1, no. 1
(2012)

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu


Antropologi, Jakarta: Angkasa Baru,
1980

Mestika Zed, Metode Penelitian


Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian


Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011

Murni Djamal, Dr. H. Abdul Karim


Amrullah: Pengaruhnya dalam
Gerakan Pembaruan Islam di
Minangkabau pada Awal Abad ke
20, terj. Theresia Slamet, Jakarta:
INIS, 2002

Ria Agustar, "Pelaksanaan Pembagian


Warisan Atas Harta Pencarian
Dalam Lingkungan Adat
Minangkabau" (Universitas
Diponegoro, 2008)

Shah, Harmita. "Kedudukan Mamak


Kepala Waris Dalam Harta Pusaka
Tinggi (Studi Di Nagari Matur
Mudiak Kecamatan Matur
Kabupaten Agam Propinsi Sumatera
66

Anda mungkin juga menyukai