Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


JIWA: WAHAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri
Dosen Pengampu : Rosy Rosnawanty, M.Kep

Disusun oleh:
Adit Rijki Maulana C2114201018
Ananta Putra C2114201046
Egi Asidiqi C2114201016
Faizal Yanuar C2114201014
Fifi Fitriyah Afifah C2114201094
Muhammad Iqbal Assabiq C2114201032
Rifan Ardiansah Abdillah C2114201111
Reval Gunawan Fikriansyah C2114201096

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa: waham.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Rosy Rosnawanty, M.Kep
selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Psikiatri yang telah membimbing
kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan data-
data dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang asuhan keperawatan


pada klien dengan gangguan jiwa: waham ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman serta memberikan manfaat bagi para pembaca.

Tasikmalaya, 03 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................................2
1.4 Tujuan................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................4
2.1 Pengertian.........................................................................................................4
2.2 Klasifikasi..........................................................................................................4
2.3 Etiologi..............................................................................................................8
2.4 Patofisiologi......................................................................................................9
2.5 Penatalaksanaan.............................................................................................11
BAB III KASUS......................................................................................................13
3.1 Pengkajian.......................................................................................................13
3.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................17
3.3 Analisis Data....................................................................................................17
3.4 Pohon Masalah................................................................................................18
3.5 Rencana Keperawatan Jiwa............................................................................19
3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan Pada Klien Waham..........................22
BAB IV PEMBAHASAN KASUS...........................................................................24
4.1 Pembahasan Kasus.........................................................................................24
4.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................................25
4.3 Tahap Perencanaan........................................................................................26
4.4 Tahap Implementasi.......................................................................................27
4.5 Tahap Evaluasi................................................................................................28
BAB V PENUTUP..................................................................................................29
ii
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................29
5.2 Saran................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Gangguan proses pikir waham biasanya dianggap sulit untuk diobati


(Skelton, 2015). Pada populasi umum gangguan proses pikir waham memiliki
prevalensi sekitar 0,18%, sedangkan prevalensi pada rawat inap psikiatris antara 1
dan 4%. Prevalensi gangguan proses pikir waham sebenarnya cenderung lebih
tinggi, dikarenakan kurangnya wawasan dalam mencegah serta mencari bantuan
dalam mengenali penyakit tersebut (Rowland, 2019).

Waham Merupakan keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan


yang salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Keliat, Hamid,
Putri, & Daulima, 2019). Waham merupakan gangguan dimana penderitanya
memiliki rasa realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat membedakan
yang nyata dan yang tidak nyata (Victoria, Wardani & Fauziah, 2020). Klien dengan
gangguan jiwa sikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality testing
ability). Klien tidak lagi mengenali tempat, waktu, dan orang-orang di sekitarnya.
Hal ini dapat mengakibatkan klien merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya
ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka perlu ada aktivitas yang
memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya.
Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realita lingkungan, yaitu diri sendiri,
orang lain, waktu, dan tempat (Laily. 2016)

Dalam beberapa penelitian dijelaskan bahwa orientasi realita dapat


meningkatkan fungsi perilaku. Pasien perlu dikembalikan pada realita bahwa hal-
hal yang dikemukakan tidak berdasarkan fakta dan belum dapat diterima orang lain
dengan tidak mendukung ataupun membantah waham. Tidak jarang dalam proses
ini pasien mendapatkan konfrontasi dari lingkungan terkait pemikiran dan
keyakinannya yang tidak realistis. Hal tersebut akan memicu agresifitas pasien
waham. Reaksi agresif ini merupakan efek dari besarnya intensitas waham yang
dialami pasien. Salah satu cara untuk mengontrol perilaku agresif dari pasien
waham yaitu dengan memberi asuhan keperawatan jiwa (Keliat, 2019). Pemberian

1
2

intervensi keperawatan jiwa pada pasien dengan waham berfokus pada orientasi
realita, menstabilkan proses pikir, dan keamanan (Townsend, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari waham?


2. Apa saja klasifikasi waham?
3. Apa etiologi dari waham?
4. Bagaimana patofisiologi dari waham?
5. Bagaimana penatalaksanaan waham?
6. Bagaimana menerapkan asuhan keperawatan pada kasus waham?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian dari waham


2. Untuk memahami klasifikasi waham
3. Untuk mengetahui etiologi dari waham
4. Untuk memahami patofisiologi dari waham
5. Untuk memahami penatalaksanaan waham
6. Untuk mengetahui bagiamana cara melakukan asuhan keperawatan pada kasus
waham

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan


pada klien dengan gangguan jiwa: waham.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang pengertian waham
b. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang klasifikasi waham
c. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang etiologi waham
Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang patofisiologi waham
d. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang fase reaksi psikologi
waham
e. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang penatalaksanaan waham
3

f. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang pengkajian pada klien


dengan gangguan jiwa: waham
g. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang diagnosa keperawatan
pada klien dengan gangguan jiwa: waham
h. Mahasiswa mampu untuk mengetahui tentang intervensi pada klien
dengan gangguan jiwa: waham

1.4 Tujuan

1. Menambah wawasan bagi penulis sebagai sarana untuk menerapkan ilmu


dalam bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan jiwa: waham.
2. Hasil studi kasus dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau referensi
dalam pembuatan atau pengaplikasian asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan jiwa: waham.
3.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian

Halusinasi/waham adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien


mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Tutu April, 2012).

Menurut Benjamin & Virginia A. Sadock (2010) waham ialah suatu


keyakinan yang salah didasarkan pada kesimpulan salah mengenai realita eksterna
yang sangat kuat bertahan meskipun hampir semua orang percaya dan meskipun isi
waham tersebut membuktikan bahwa kenyataan terbukti berbeda dengan yang
dipercaya. Keyakinan yang secara umum tidak diterima anggota lain dalam budaya
atau subkultur seseorang (contoh, bukan merupakan bagian keyakinan agamanya).
Bila melibatkan penilaian yang berharga, keyakinan yang salah akan dianggap
waham hanya bila penilaian sangat ekstrim sehingga menentang kredibilitas.
Keyakinan mengenai waham terjadi terus-menerus dan terkadang dapat
disimpulkan dari perilaku seseorang. Sering sulit membedakan antara waham dan
ide berlebih (seseorang mempunyai keyakinan atau ide yang tidak masuk akal tetapi
tidak sekuat waham).

2.2 Klasifikasi

Benjamin & Virginia A. Sadock (2010) dalam bukunya menjelaskan


beberapa macam-macam waham, daintaranya:

A. Waham Kejar
Waham kejar adalah gejala klasik gangguan waham; waham kejar dan
waham cemburu mungkin adalah dua bentuk yang paling sering dijumpai ahli
psikiatri. Kebalikan dengan waham kejar pada skizofrenia, kejernihan, logika,
dan elaborasi sistematik terhadap masalah penganiayaan pada gangguan
waham meninggalkan cap yang nyata pada keadaan ini. Tidak adanya

4
5

psikopatologi lain, seperti gangguan kepribadian, atau gangguan pada sebagian


besar kemampuan berfungsi.
B. Waham Cemburu
Gangguan waham dengan tipe ketidaksetiaan disebut juga paranoia konjugal
(cth., waham bahwa pasangan tidak setia). Eponim sindrom Othello telah
digunakan untuk menjelaskan kecemburuan abnormal yang dapat timbul dari
banyak pertimbangan. Waham biasanya mengenai laki-laki, seringnya mereka
yang tidak memiliki penyakit psikiatri lain. Keadaan tersebut dapat tampak
mendadak dan dapat menjelaskan kejadian saat ini dan masa lalu yang dialami
pasien yang melibatkan perilaku pasangan. Keadaan tersebut sulit ditangani
dan hanya dikurangi dengan berpisah, bercerai, atau kematian pasangan.
Kecemburuan yang nyata (biasa disebut kecemburuan patologis atau sakit)
merupakan suatu gejala pada banyak gangguan yang termasuk skizofrenia
(pasien perempuan lebih sering memperlihatkan gejala tersebut), epilepsi,
gangguan mood, penyalahgunaan obat, dan alkoholisme-pengobatan ditujukan
pada gangguan primer. Cemburu adalah emosi yang kuat; bila terjadi pada
gangguan waham atau sebagai bagian keadaan lain, secara potensial sangat
berbahaya dan menyebabkan kekerasan, baik membunuh maupun bunuh diri.
Aspek forensik gejala telah dicatat secara berulang, terutama peran sebagai
suatu motif pembunuhan. Namun, penyiksaan secara verbal dan fisik di antara
orang-orang dengan gejala ini terjadi lebih sering daripada tindakan yang
ekstrim. Perawatan dan kehati-hatian dalam penanganan gejala ini penting
bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga dari sudut pandang keamanan.
C. Waham Erotomania
Pasien erotomania mengalami waham kekasih rahasia. Paling sering dialami
perempuan, tetapi laki-laki juga rentan terhadap waham tersebut. pasien
percaya bahwa pelamar (yang biasanya secara sosial lebih menonjol daripada
dirinya) jatuh cinta padanya. Waham menjadi fokus sentral eksistensi pasien,
dan awitan dapat mendadak.
Pasien erotomania sering memperlihatkan ciri khas tertentu: mereka
biasanya tetapi tidak selalu perempuan, penampilan tidak menarik, bekerja di
tingkat rendah, menarik diri, kesepian hidup sendiri, dan mempunyai sedikit
kontak seksual. Mereka memilih kekasih rahasia yang sangat berbeda dengan
6

dirinya. Mereka memperlihatkan konduksi paradoksal, fenomena waham yang


menginterpretasikan semua penyangkalan cinta, tidak peduli bagaimana
jelasnya, sebagai penegasan cinta rahasia. Perjalanan gangguan dapat kronik,
rekuren, atau singkat. Dipisahkan dari objek cinta dapat menjadi satu-satunya
tindakan intervensi yang memuaskan. Meskipun kurang sering mengalami
keadaan ini daripada perempuan, laki-laki lebih agresif dan mungkin bertindak
kasar dalam mengejar cinta. Oleh karena itu, pada populasi forensik, laki-laki
dengan keadaan tersebut lebih dominan. Objek agresi mungkin bukan orang
yang dicintai tetapi teman atau pelindung objek yang dianggap menjadi
penghalang mereka. Kecenderungan melakukan kekerasan pada laki-laki
dengan erotomania dapat membuat pasien awalnya berurusan dengan polisi
bukan dengan ahli psikiatri. Pada kasus tertentu, kemarahan sebagai respons
terhadap tidak adanya reaksi dari semua bentuk komunikasi cinta dapat
meningkat ke titik yang objeknya berada dalam bahaya. Orang-orang yang
disebut pengejar, yang secan kontinu mengikuti (yang dianggap) kekasihnya,
sering mempunyai waham. Meskipun kebanyakan pengejar adalah laki-laki
tetapi dapat juga perempuan, dan kedua kelompok jenis kelamin tersebut
berpotensi tinggi melakukan kekerasan.
D. Waham Somatik
Gangguan waham somatik disebut psikosis hipokondriasis monosimtomatik
Tingkat gangguan realita pada keadaan tersebut berbeda dari keadaan gejala
hipokondriasis. Pada gangguan waham, waham menetap, tidak dapat dibantah,
dan sangat kuat, karena pasien secara total diyakinkan oleh sifat fisik gangguan.
Sebaliknya, pasien hipokondriasis sering mengakui bahwa ketakutan mereka
terhadap penyakitnya tidak berdasar. Isi waham somatik sangat bervariasi
untuk setiap kasus. Terdapat tiga tipe utama:
1) Waham infestasi (termasuk parasitosis).
2) Waham dismorfofobia, seperti bentuk tidak indah, merasa diri jelek,
atau ukuran tubuh bertambah besar (kategori tersebut tampaknya
menyerupai gangguan dismorfik tubuh).
3) Waham bau tubuh yang tidak sedap atau halitosis. Kategori terakhir,
kadang-kadang disebut sindrom referensi olfaktorius tampaknya
berbeda dengan kategori waham infestasi pada pasien yaitu pasien
7

dengan waham infestasi memiliki usia awitan yang lebih dini (rata-
rata 25 tahun), sebagian besar laki-laki, status bujangan, dan tidak
ada riwayat pengobatan psikiatri. Sebaliknya. meskipun secara
individual prevalensi rendah, ketiga keadaan tersebut tampaknya
tumpang tindih.
Frekuensi keadaan ini rendah, tetapi dapat tidak terdiagnosis karena pasien
lebih sering datang ke ahli dermatologi, bedah plastik, dan spesialis penyakit
infeksi daripada ke ahli psikiatri ketika mencari pengobatan kuratif untuk kasus
yang tidak mengalami remisi.
Pasien dengan keadaan tersebut mempunyai prognosis buruk tanpa
pengobatan. Perhitungan kasar keadaan tersebut menyerang kedua jenis
kelamin sama banyaknya. Jarang ditemukan riwayat penyakit terdahulu atau
riwayat keluarga yang menderita gangguan psikotik. Pada pasien yang lebih
muda, sering terjadi riwayat kecanduan zat atau cedera kepala. Meskipun
kemarahan dan kekerasan biasa terjadi, rasa malu, depresi, dan perilaku
menghindar lebih khas. Bunuh diri, yang dimotivasi oleh penderitaan berat,
tidak jarang terjadi,
E. Waham Kebesaran
Waham kebesaran (Megalomania) telah menarik perhatian selama
bertahun-tahun. Waham tersebut dijelaskan pada paranoia Kraepelin dan
merupakan keadaan yang cocok dengan deskripsi gangguan waham. Apakah
subtipe ini terjadi dalam praktik klinis dan perlu klasifikasi,
masih diperdebatkan.
F. Waham Campuran
Kategori waham campuran diterapkan pada pasien dengan dua atau lebih
tema waham. Namun, diagnosis tersebut harus dipersiapkan untuk kasus-kasus
tanpa satu tipe diri se waham apa pun yang menonjol.
G. Waham yang Tak Terinci
Kategori tipe ini digunakan untuk kasus dengan waham yang menonjol tidak
dapat disub-golongkan dalam kategori sebelumnya. Contoh yang mungkin
adalah suatu waham yang salah mengidentifikasi, misalnya, sindrom Capgras,
diberi nama sesuai ahli psikiatri Prancis yang menjelaskan illusion des sosies
atau ilusi ganda. Waham pada sindrom Capgras adalah keyakinan bahwa orang
8

yang dikenal telah digantikan oleh penipu yang lihai. Pendapat lain
menerangkan varian sindrom Capgras, yaitu waham bahwa penyiksa atau
orang yang dikenal dapat berkedok sebagai orang asing (fenomena Frégoli) dan
waham yang sangat langka bahwa orang-orang yang dikenal dapat mengubah
diri mereka menjadi orang lain sewaktu-waktu (intermetamorfosis). Setiap
gangguan tidak hanya jarang terjadi tetapi dapat disebabkan oleh skizofrenia,
demensia, epilepsi, dan gangguan organik lain. Kasus yang dilaporkan lebih
menonjol pada perempuan, mempunyai gambaran paranoid, dan termasuk rasa
depersonalisasi atau derealisasi. Waham dapat berlangsung singkat, rekuren,
atau persisten. Tidak jelas apakah gangguan waham dapat tampak dengan
waham seperti ini. Yang pasti, waham Frégoli dan intermetamorfosis
mempunyai isi yang aneh dan tidak sama, tetapi waham pada sindrom Capgras
sangat mungkin merupakan gangguan waham. Peran halusinasi atau gangguan
persepsi pada keadaan tersebut perlu ditegaskan. Kasus muncul setelah
kerusakan otak mendadak.
Pada abad ke-19, ahli psikiatri Prancis Jules Cotard menguraikan beberapa
pasien yang menderita sindrom yang disebut délire de négation, kadang-kadang
disebut gangguan waham nihilistik atau sindrom Cotard. Pasien dengan sindrom
ini mengeluh meng alami kehilangan tidak hanya hak milik, status, dan
kekuatan tetapi juga jantung, darah, dan ususnya. Dunia di luar mereka
mengalami reduksi hingga tidak tersisa apa pun. Sindrom yang relatif jarang
tersebut biasanya dianggap sebagai prekursor terhadap episode skizofrenik
atau depresif. Dengan pemakaian obat-obatan antipsikotik saat ini, sindrom
lebih jarang daripada di masa lalu.
9

2.3 Etiologi

Penyebab gangguan waham tidak diketahui. Pasien yang saat ini


digolongkan mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekelompok
keadaan heterogen dengan waham sebagai gejala yang menonjol. Konsep utama
mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaannya dengan skizofrenia dan
gangguan mood. Gangguan waham jauh lebih jarang daripada skizofrenia maupun
gangguan mood; awitannya lebih lambat daripada skizo-frenia dan dominansi
perempuan kurang nyata daripada gangguan mood (Benjamin & Virginia A. Sadock,
2010).

Data yang paling meyakinkan berasal dari studi keluarga yang melaporkan
peningkatan prevalensi gangguan waham dan ciri kepribadian (misalnya, curiga,
cemburu, dan suka berahasia) pada keluarga proban skizofrenik, Studi keluarga
melaporkan tidak terjadi peningkatan insiden skizofrenia dan gangguan mood pada
keluarga proban gangguan waham, demikian juga tidak terjadi peningkatan insiden
gangguan waham dalam keluarga proban skizofrenik. Pemantauan lanjutan jangka
panjang pasien dengan gangguan waham menunjukkan bahwa diagnosis gang- guan
waham relatif menetap, kurang dari seperempat pasien akhirnya direklasifikasi
sebagai penderita skizofrenia dan kurang dari 10 persen pasien akhirnya
direklasifikasi mengalami gang- guan mood. Data tersebut menunjukkan bahwa
gangguan waham bukan suatu stadium awal perkembangan salah satu atau kedua
gangguan yang lebih sering tersebut (Benjamin & Virginia A. Sadock, 2010).

2.4 Patofisiologi

a. Face lack of human need

Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara


fisik maupun psikisSecara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan
ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan anatara reality dan self idel sangat tinggi.
Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang yang
dianggap cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan dalam kelompoknya.
10

Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini.
Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya saat tumbuh kembang (life span history).

b. Fase lack of self esteem

Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara


self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampauinya
kemampuanya. Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan
teknolohi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan
yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkunganPadahal
self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah

c. Fase control internal esternal

Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa apa yang
ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan.tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhanya untuk di akui, kebutuhan untuk di anggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam kehidupanya, karena kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien
mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan seacara adequate karena besarnya toleransi dan
keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi
tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alsan pengakuan klien tidak
merugikan orang lain. d. Fase enviroment support.
Ada beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkunganya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kedalaman klien menganggap sesuatu
yan dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagiperasaan dosa saat berbohong.

e. Fase comforting
11

Klien merasa nyamna dengan keyakinan dan kebohonganya serta


menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi ada saat klien menyendiri dari
lingkunganya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial)

f. Fase improving

Apabila tidak adanya konfrantasi dan upaya upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang)Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksiIsi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk
menggung keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan
religiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta
konsekuensi social.

2.5 Penatalaksanaan

Menurut Prastika (2014) penatalaksanaan medis waham antara lain :


1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan
bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam
menstabilkan suasana hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala
hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat juga
digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan
ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
b. Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan
butirofenon. Mekanisme kerja yang tidak diketahui. Haloperidol
efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak
yang sering membangkang dan eksplosif. Haloperidol juga efektif
untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga
12

melibatkan aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku


seperti: Impulsif, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati
yang labil dan tidak tahan frustasi.
c. Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang
psikomotor, dan neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi
tidak berhubungan dengan obat antikonvulsan lain atau obat lain
yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.
1. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik potensi rendah.
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan
agitasi untuk pengamanan pasien. Hal ini menggunakan
penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham.
2. Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan awal
Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg,
100mg. Keuntungan
3. Tipikal (klorpromazin, haloperidol), klorpromazin 25100mg.
Efektif untuk menghilangkan gejala positif.
4. Penarikan diri selama potensi tinggi seseorang mengalami
waham. Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan
orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri
(khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu
penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri yang
potensial, Hal ini berarti penatalaksanaannya penekanankan
pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri
yang berkaitan dengan kecanduan morfin biasanya
sewaktuwaktu sebelum waktu yang berikutnya, penarikan diri
dari lingkungan sosial
5. ECT tipe katatonik Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah
sebuah prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk
pelatihan kejang singkat. Hal ini menyebabkan perubahan dalam
kimiawi otak yang dapat mengurangi penyakit mental tertentu,
13

seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika


gejala yang parah atau jika obatobatan tidak membantu
meredakan episode katatonik.
6. Psikoterapi Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi
pasien waham, namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi
mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika gejala
terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan
komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah
terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi
supportif.
BAB III
KASUS

Seorang Tn. C lahir di Surabaya, pada tanggal 22 Januari 1987, beragama


islam, Jawa/Indonesia, belum pernah menikah, tidak pernah bekerja, dan tidak
pernah sekolah berusia 33 tahun datang ke RSJ di antar oleh keluarga dengan
keluhan bahwa Klien merasa dirinya adalah seorang perwira TNI, dikarenakan
sangat terobsesi menjadi seorang perwira TNI dan klien sebelumnya pernah
mengalami gangguan jiwa, Klien tidak pernah mendapatkan pengobatan
sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami penganiayaan maupun
kekerasan/trauma. Dan Klien memilik keluarga yang mengalami gangguan jiwa
yaitu adik kandung perempuannya dan sepupunya. Klien tidak memiliki masala lalu
yang tidak menyenangkan. Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan
ayahnya sudah meninggal. Dalam keluarga klien, ibu merupakan orang yang
berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Saat dilakukan
pengkajian pasien tampak kurang rapi dan bersih, pasien mandi 1x sehari,
menggunakan shampo sesuai keinginan saja dan sabun dan jarang menggosok gigi
nya. tidak memiliki keluhan fisik apapun dengan tanda tanda-tanda vital, didapatkan
hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/mnt ; S : 36oC ; RR : 22x/mnt. Klien memiliki
tinggi badan 175 cm dan berat badan 99 Kg.Dan Ketika di ajak bekomunikasi pasien
tampak tenang tetapi saat diberikan pertanyaan kadang- kadang menjawab tidak
nyambung. Kontak mata pasien kurang selama komunikasi berlangsung dan Klien
tidak menyadari gejala penyakit pada dirinya dan merasa tidak butuh
pertolongan.Pasien mengatakan dapat mandi dan berpakaian secara mandiri dan
Ketika ditanya pasien mengatakan Tidur siang : 13.00 WIB s/d 16.30 WIB, tidur
malam: 22.00 WIB s/d 05.00 WIB

3.1 Pengkajian
1) Identitas Pasien
Tn.C lahir di Surabaya, pada tanggal 22 Januari 1987, beragama islam,
Jawa/Indonesia, belum pernah menikah, tidak pernah bekerja, dan tidak pernah
sekolah. Pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Oktober 2023, pukul 09.00 WIB
2) Keluhan Utama
14
15

Klien merasa dirinya adalah seorang perwira TNI


3) Faktor Predisposisi
Klien pernah mengalami gangguan jiwa. Klien tidak pernah mendapatkan
pengobatan sebelumnya. Klien tidak pernah mengalami penganiayaan maupun
kekerasan/trauma. Klien memilik keluarga yang mengalami gangguan jiwa
yaitu adik kandung perempuannya dan sepupunya. Klien tidak memiliki masala
lalu yang tidak menyenangkan.
4) Pemeriksaan Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 80x/mnt ; S : 36oC ; RR :
22x/mnt. Klien memiliki tinggi badan 175 cm dan berat badan 99 Kg.
5) Psikososial
a. Genogram

Keterangan:
: Laki-Laki
: Tinggal Dalam Satu Rumah
: Perempuan
: Meniniggal
: Klien
Penjelasan:
Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan ayahnya sudah
meninggal. Dalam keluarga klien, ibu merupakan orang yang berperan
penting dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.
b. Konsep Diri
1) Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang
cacat
2) Identitas : Klien merupakan seorang laki laki berusia 33 tahun dan
belum menikah, belum bekerja, dan tidak pernah sekolah.
16

3) Peran : Klien merupakan anak 1 dari 3 bersaudara


4) Ideal diri : Klien berkeinginan menikah dan bekerja jika sembuh nanti
5) Harga diri : Klien klien merasa tidak dihargai oleh saudara perempuan.
c. Hubungan Sosial
Klien mengganggap bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti
dalam hidupnya, terutama ayahnya. Klien tidak mengikuti kegiatan di
kelompok/masyarakat. Klien mengatakan mempunyai berhubungan baik
dengan orang lain dan teman-temannya.
d. Spiritual
1) Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan
agamanya.
2) Kegiatan Ibadah : Klien terkadang ikut melakukan ibadah/sholat
e. Status Mental
1) Penampilan Penjelasan :
Klien kurang rapi dan bersih, klien mandi 1x sehari, menggunakan
shampo sesuai keinginan saja dan sabun dan jarang menggosok gigi
nya.
2) Pembicaraan
Penjelasan : Klien saat diberikan pertanyaan kadang- kadang
menjawab tidak nyambung
3) Aktivitas
Motorik Penjelasan : Klien tampak tenang ketika diajak berkomunikasi
4) Alam perasaan
Penjelasan : Klien tampak gembira berlebih karena dia merasa
menjadi seorang perwira TNI
5) Afek
Penjelasan : tumpul, ada perubahan ekspresi wajah saat dilakukan
komunikasi
6) Interaksi selama wawancara
Penjelasan : Kontak mata pasien kurang selama komunikasi
berlangsung
7) Persepsi
Penjelasan : Klien tidak mengalami gangguan persepsi sensori
17

8) Proses Pikir
Penjelasan : Klien berfikir seperti Flight of idea. Klien pada saat di ajak
berbicara tidak nyambung, menjawabnya tidak tepat pada fokus
pertanyaan daripembicaraan.
9) Isi piker
Penjelasan : Klien mengatakan terobsesi menjadi seorang perwira TNI
10) Tingkat kesadaran
Penjelasan :Klien tampak bingung dengan sekelilingnya karena tidak
ada yang memperhatikan ucapannya
11) Memori
Penjelasan : Klien tidak ada gangguan daya ingat. Klien mampu
mengingat suatu hal
12) Tingkat konsentrasi berhitung
Penjelasan : Klien tidak mampu berkonsentrasi cukup baikdan klien
tidak mampu berhitung sederhana karena tidak pernah sekolah.
13) Kemampuan penilaian
Penjelasan : Klien tidak mampu menilai mana yang lebih diutamakan
dalam mengambil keputusan.
14) Daya tilikdiri
Penjelasan : Klien tidak menyadari gejala penyakit pada dirinyadan
merasa tidak butuh pertolongan
6) Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Makan, Minum,BAB/BAK
Pasien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandi
untuk BAB/BAK.
2) Mandi, berpakaian/berhias
Pasien mengatakan dapat mandi dan berpakaian secara mandiri
3) Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 13.00 WIB s/d 16.30 WIB, tidur malam lama : 22.00
WIB s/d 05.00 WIB
7) Mekanisme Koping
Klien mampu berbicara dengan orang lain dengan baik. Pada saat diajak
berbicara sedikit melantur
18

Klien tidak pernah sekolah dan bekerja


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan tidak
pernah berobat ataupun meminum obat.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Komunikasi Verbal b.d Hambatan Psikologis
2) Defisit Perawatan Diri b.d Gangguan Psikologis
3) Koping Tidak Efektif b.d Ketidakpercayaan Terhadap Kemampuan Diri
Mengatasi Masalah
4) Waham (Waham Kebesaran) b.d Faktor Biologis
5) Harga Diri Rendah Kronik b.d Gangguan psikiatri
3.3 Analisis Data
N Data Etiologi Masalah
o
1 DS: Gangguan Komunikasi
DS: Verbal (SDKI D.0119)
1. Sulit memahami Hambatan Psikologis Kategori : Relational
komunikasi Subkategori : Interaksi
2. Kontak mata saat Sosial
komunikasi kurang
2 DS : Defisit Perawatan Diri
Pasien mengatakan (SDKI D.0109) Kategori :
jarang mandi, keramas Perilaku Subkategori :
dan gosok gigi Gangguan Psikologis Kebersihan Dir
DO :
Kulit rambut. Kuku, dan
gigi pasien terlihat
kotor
3 DS: Koping Tidak Efektif
pasien mengatakan (SDKI D.0096) Kategori :
tidak mampu Ketidak percayaan Psikologis Subkategori :
menyelesaiakan terhadap kemampuan Integritas Ego
masalah yang datang diri mengatasi masalah
menimpanya
19

DO:
klien tidak mampu
menilai mana yang
lebih diutamakan
dalam mengambil
keputusan
4 DS : Waham (SDKI D.0105)
pasien mengatakan Kategori : Psikologis
bahwa dirinya adalah Faktor Biologis Subkategori :
seorang perwiraTNI (Keturunan)
DO:
Pasien selalu berangan-
angan yang tidak logis
5 DS : Harga Diri Rendah
Pasien mengatakan Kronik (SDKI D.0105)
bahwa diperlakukan Kategori : Psikologis
tidak baik oleh adiknya Gangguan Psikiatri Subkategori : Integritas
DO : Ego
1.Perilaku tidak aserif
2.Kontak mata kurang
3.Merasa tidak
berarti/tidak berharga

3.4Pohon Masalah
Hambatan
Komunikasi Verbal

Defisit Perawatan
Diri

Koping Tidak Efektif

Gangguan proses
pikir Waham
(Kebesaran)

Harga Diri Rendah


Kronik
20

3.5Rencana Keperawatan Jiwa


No Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Tindakan
Keperawatan
1 Gangguan 1. Keluarga dapat Keluarga mampu SP Keluarga
proses pikir: menjelaskan mengerti dan paham 1. Mengkaji masalah
waham perasaan nya tentang waham dan pasien yang dirasakan
kebesaran 2. Keluarga mampu cara perawatanya keluarga dalam
menjelaskan cara merawat pasien
merawat pasien 2. Menjela skan proses
waham. terjadinya waham
3. Keluarga mampu yang dialami pasien
mendemonstra 3. Mendiskus ikan cara
sikan cara merawat pasien
perawatan pasien dengan waham dan
waham. memutuskan cara
4. Keluarga mampu merawat yang sesuai
berpartisipasi dengan kondisi pasien
dalam merawat 4. Melatih keluarga cara
pasien waham merawat pasien
waham
2 Gangguan Kognitif: Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling
proses pikir: 1. Klien mampu bersahabat, percaya: salam
waham menyebutkan menunjukkan rasa terapeutik,
kebesaran orientasi senang, ada kontak perkenalan diri,
terhadap realitas wajah, mau menjawab jelaskan tujuan
(orang, tempat, salam dan klien mau interaksi, ciptakan
dan waktu ) duduk berdampingan lingkungan yang
2. Klien mampu dengan perawat, mau tenang, buat kontrak
21

menyebutkan mengatakan masalah yang jelas (topic,


kebutuhan yang yang dihadapi waktu dan tempat)
belum terpenuhi Klien mampu 2. Bicara dengan klien
3. Klien mampu mengenal dirinya dalam konteks realita
aspek positif sendiri, orang lain, 3. Jangan membanta h
yang dimiliki waktu, tempat, dan mendukung
Psikomotor : lingkungan secara waham klien
1. Klien mampu realita 4. Yakinkan klien dalam
berorientasi keadaan aman dan
terhadap realitas terlindungi
(orang, tempat, 5. Observasi waham
dan waktu ) klien dalam
2. Kien mampu pemenuhan
memenuhi kebutuhan
kebutuhan
3. Klien mampu
melatih ospek
positif yang
dimiliki
4. Klien mampu
minum obat
dengan prinsip 8
benar ( benar
obat, benar klien,
benar waktu,
benar cara, benar
dosis, benar
manfaat, benar
kadaluwarsa, dan
benar
dokumentasi)
22

Afektif:
1. Klien mampu
meras amanfaat
dari latihan yang
dilakukan
2. Klien mampu
merasa nyaman
dan tenang
3 Gangguan Kognitif: Klien mampu 1. Beri pujian pada
proses pikir: 1. Klien mampu mengidentif ikasi penampilan dan
waham menyebutkan perasaan isi pikiran kemampuan klien
kebesaran orientasi secara terbuka yang realita
terhadap realitas 2. Diskusik an dengan
(orang, tempat, klien kemampu an
dan waktu) yang dimiliki yang
2. Klien mampu realita
menyebutkan 3. Tanyakan apa yang
kebutuhan yang bisa dilakukan.
belum terpenuhi Anjurkan untuk
3. Klien mampu melakukan sendiri
aspek positif 4. Jika klien bicara
yang dimiliki tentang wahamnya ,
Psikomotor: dengarkan sampai
1. Klien mampu kebutuhan wahamnya
berorientasi selesai
terhadap realitas 5. Tunjukkan bahwa
(orang, tempat, klien penting
dan waktu)
2. Klien mampu
memenuhi
23

kebutuhan
3. Klien mampu
melatih ospek
positif yang
dimiliki
4. Klien mampu
minum obat
dengan prinsip 8
benar ( benar
obat, benar klien,
benar waktu,
benar cara, benar
dosis, benar
manfaat, benar
kadaluwarsa, dan
benar
dokumentasi)
Afektif :
1. Klien mampu
meras amanfaat
dari latihan yang
dilakukan
2. Klien mampu
merasa nyaman
dan tenang

3.6 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan Pada Klien Waham


Diagnosa Implementasi Evaluasi
keperawatan
Gangguan proses pikir : SP 1: S: “ Mereka tidak percaya
waham kebesaran 1. Membina hubungan kalau saya ini seorang perwira
saling percaya TNI yang hebat.”
24

2. Membantu orientasi “ Saudara saya tidak pernah


realita menghargai saya sebagai
3. Mendiskusikan seorang kaka.”
kebutuhan yang tidak “ Saya ingin bermain bola
terpenuhi bersama teman-teman.”

4. Membantu klien “ Saya mau latihan setiap pagi


memenuhi pukul 09.00.”

kebutuhannya O : “ pembicaran cepat, afek

5. Menganjurkan klien labil, klien memasukkan

memasukkan dalam latihan bola kedalam jadwal


jadwal kegiatan harian harian setiaphari
klien A : SP1P tercapai
P : lanjutkan SP2P pukul 13.00
didepan teras rumah,
motivasi klien untuk latihan
bermain bola pukul 09.00 pagi
sesuai jadwal harian

S : “ Saya tadi bermain bola,


SP2:
dan saya menang.”
1. Membina hubungan
“Mari saya tunjukkan
saling percaya
kehebatan saya bermain
2. Mengevaluasi jadwal
bola.”
kegiatan harian klien
O : Klien kooperatif, kontak
3. Berdiskusi tentang
mata baik
kemampuan yang
A : SP 2 tercapai
dimiliki klien
P : pertahankan SP 1 dan 2
4. Melatih kemampuan
yang dimiliki klien
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
4.1 Pembahasan Kasus
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Selama pengkajian, perawat harus mendengarkan,
memperhatikan, dan mendokumentasikan semua informasi, baik melalui
wawancara maupun observasi yang diberikan oleh pasien tentang wahamnya.
Pada tahap pengkajian melalui wawancara dengan pasien, penulis tidak
mengalami kesulitan karena penulis telah mengadakan perkenalan dan menjelaskan
maksud penulis yaitu untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien sehingga
pasien dapat terbuka dan mengerti serta kooperatif. Saat wawancara dengan klien,
klien mengatakan kalau dirinya adalah anggota TNI.
Dalam tinjauan teori, alasan pasien masuk atau dirawat yang perlu dikaji pada
pasien waham menurut Damaiyanti dan Iskandar, (2012) adalah umumnya pasien
dengan gangguan orientasi realita. Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak
realistik, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar.
Serta klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Biasanya klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
dapat menilai lingkungan/realitas, ekpresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Didalam tinjauan kasus klien tampak tegang dan klien meyakini sesuatu hal yang
tidak realistic yaitu menjadi anggota TNI.
Seperti yang ditemukan pada saat pengkajian klien mengatakan tidak pernah
mendapatkan pengobatan sebelumnya.
Faktor penyebab waham dikutip dari Nita (2010) :
a. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan perkembangan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
25
26

b. Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda / bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
Dalam tinjauan kasus saat pengkajian klien merasa sedih karena tidak pernah
dihargai oleh adik perempuannya
c. Faktor biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrifik otak, pembesaran ventrikel
di otak, atau perubahan pada sel kortikal limbik. Dari beberapa kesenjangan
antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, maka dapat disimpulkan bahwa
hampir semua yang terdapat dalam tinjauan teori ada beberapa yang muncul
pada tinjauan kasus dengan sedikit dinamika yang lebih kompleks.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan, data subyektif dan obyektif sudah ditemukan
pada pasien, sesuai dengan tinjauan teori diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
1. Hambatan komunikasi verbal
2. Defisit perawatan diri
3. Koping tidak efektif
4. Gangguan proses pikir : waham kebesaran
5. Harga diri rendah kronik.
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan satu diagnosa keperawatan yaitu
gangguan proses pikir: waham kebesaran. Sedangkan pada masalah keperawatan
secara teori ada 3 yaitu:
1. Kerusakaan komunikasi kronik
2. Gangguan proses pikir: waham
3. Harga diri rendah kronik.
Sedangkan pada tinjauan kasus didapatkan 7 masalah keperawatan yaitu:
1. Koping tidak efektif
2. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
3. Defisit Perawatan Diri
4. Gangguan Komunikasi Verbal
5. Waham (Waham Kebesaran)
6. Kerusakan Komunikasi
27

7. Mengingkari Penyakit Yang Diderita


Penentuan diagnosa utama sama yaitu gangguan pola pikir : waham kebesaran
4.3 Tahap Perencanaan
Menurut Keliat (2019) Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal
dengan rencana asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah
pangkajian dan penentuan diagnosa keperawatan(Keliat, B. A., 2019)
Pada tahap perencanaan penulis hanya menyusun rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu : Gangguan proses
pikir: Waham (Waham Kebesaran).
Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada
kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin.
Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul saat pengkajian.
Berdasarkan teori rencana keperawatan pada pasien dengan masalah utama
waham adalah sebagai berikut :
1. Rencana keperawatan pada pasien
a. klien dapat berorientasi terhadap realita secara bertahap
b. klien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. klien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
2. Rencana keperawatan pada keluarga
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham klien
b. Keluarga mampu memfasilitasi klien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh wahamnya
Menurut Keliat (2019) berikut tujuan dari pemberian asuhan keperawatan
jiwa isolasi sosial. Tujuan pertama adalah pada kognitif seperti Klien mampu
menyebutkan orientasi terhadap realitas ( orang, tempat, dan waktu ), klien mampu
menyebutkan kebutuhan yang belum terpenuhi, dan klien mampu aspek positif
yang dimiliki.
Tujuan yang kedua adalah psikomotor seperti klien mampu berorientasi
terhadap realitas (orang, tempat, dan waktu ), klien mampu memenuhi kebutuhan,
klien mampu melatih ospek positif yang dimiliki, klien mampu minum obat dengan
prinsip 8 benar ( benar obat, benar klien, benar waktu, benar cara, benar dosis,
benar manfaat, benar kadaluwarsa, dan benar dokumentasi).
28

Tujuan yang terakhir adalah tujuan afektif seperti lien mampu merasa
manfaat dari latihan yang dilakukan dan klien mampu merasa nyaman dan tenang
Pada tinjauan kasus SP keluarga direncanakan karena dengan adanya kehadiran
keluarga dapat membantu kesembuhan pasien.
Sedangkan pada rencana keperawatan sesuai tinjauan kasus penyusun
memakai rencana keperawatan sebagai berikut:
SP 1:
1. Membina hubungan saling percaya
2. Membantu orientasi realita
3. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Membantu klien memenuhi kebutuhannya
5. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 2:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
4.4 Tahap Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan
terintegrasi. Karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang sebenarnya. Pada
tinjauan pustaka, perencanaan pelaksanaan tindakan keperawatan pasien tersebut
terdapat SP yang akan dilaksanakan menurut (Keliat, B.A., & Pawirowiyono, 2015)
diantaranya yaitu:
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
2. SP 1 Pasien: Latihan Orientasi Realita : Orientasi orang, tempat, dan waktu serta
lingkungan sekitar, Jangan membantah dan mendukung waham klien, Yakinkan
klien dalam keadaan aman dan terlindungi, Observasi waham klien dalam
pemenuhan kebutuhan
3. SP 2 Pasien: Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realita,
Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki yang realita, Tanyakan apa
yang bisa dilakukan. Anjurkan untuk melakukan sendiri, Jika klien bicara
tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan wahamnya selesai,
Tunjukkan bahwa klien penting
29

4. SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai


masalah waham, penyebab, waham, dan cara merawat pasien waham.
5. SP 2 Keluarga: melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien waham
langsung dihadapan pasien.
Dalam proses asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada hari pertama,
pasien kurang kooperatif, sehingga susah untuk membentuk hubungan saling
percaya. Pada pelaksanaan intervensi hari pertama pada tinjauan kasus PHBS dan
PS 1 mengidentifikasi masalah menjelaskan proses terjadinya masalah terlaksana
sesuai harapan sehingga digunakan keesokan harinya.
Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis tidak menemukan kesulitan,
pasien kooperatif, saat diberikan pertanyaan pasien menjawab dengan suara
lantang. Pasien mampu mencapai PHBS dan SP 1 dan pada hari berikutnya pasien
mampu melakukan SP 2 yaitu berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki klien
dan melatih kemampuan yang dimiliki klien. Penulis juga melibatkan keluarga
dalam proses pengkajian untuk memperlengkap data pasien sehingga intervensi dan
implementasi pada pasien tepat dan berhasil.
4.5 Tahap Evaluasi
Pada tinjauan kasus, evaluasi dapat dilakukan karena dapat diketahui keadaan
pasien dan masalahnya secara langsung, dilakukan setiap hari selama pasien di
rumah.
Evaluasi tersebut menggunakan SOAP sehingga terpantau respon pasien
terhadap intervensi keperawatan yang telah dilakukan.
Pada SP 1 pasien, dilakukan SP 1 pasien mampu mengevaluasi orientasi
realita, mampu mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan mampu
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Pada hari ke-2 dilakukan SP 2 pasien, pasien mampu mengidentifikasi
kemampuan positif yang dimiliki dan mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian, yaitu dengan kemampuan berolah raga sepak bola.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan dipertahankan dengan


kuat oleh klien tanpa disertai bukti-bukti yang jelas (Syahfitri, Syahdi, Syafitri, &
Pardede, 2022). Berdasarkan beberapa defisini diatas dapat disimpulkan bahwa
waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan dipertahankan dengan kuat oleh
klien tanpa disertai bukti- bukti yang jelas. Berdasarkan beberapa defisini diatas
dapat disimpulkan bahwa waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan
dipertahankan dengan kuat oleh klien tanpa disertai bukti- bukti yang jelas.

Penyebab gangguan waham tidak diketahui. Pasien yang saat ini


digolongkan mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekelompok
keadaan heterogen dengan waham sebagai gejala yang menonjol. Konsep utama
mengenai penyebab gangguan waham adalah perbedaannya dengan skizofrenia dan
gangguan mood. Gangguan waham jauh lebih jarang daripada skizofrenia maupun
gangguan mood; awitannya lebih lambat daripada skizo-frenia dan dominansi
perempuan kurang nyata daripada gangguan mood (Benjamin & Virginia A. Sadock,
2010).

5.2 Saran

1. Saran untuk penderita waham


a. Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: Segera cari bantuan
dari seorang profesional kesehatan mental, seperti seorang psikiater atau
psikolog, untuk evaluasi dan diagnosis yang tepat.
b. Terapi Psikoterapi: Terapi psikoterapi, terutama terapi kognitif perilaku
(CBT), dapat membantu mengelola gejala waham.
c. Pengobatan: Jika diperlukan, dokter mungkin akan meresepkan obat-
obatan, seperti antipsikotik, untuk membantu mengurangi gejala waham.

30
d. Pola Hidup Sehat: Makan sehat, tidur cukup, berolahraga secara teratur,
dan menghindari narkoba dan alkohol dapat membantu menjaga
kesejahteraan fisik dan mental
e. Edukasi tentang Gangguan Waham: Pelajari lebih lanjut tentang
gangguan waham dan apa yang bisa diharapkan selama perawatan.
f. Dukungan Sosial: Temukan dukungan dari teman-teman dan keluarga
yang dapat memahami dan mendukung penderita. Terlibat dalam
kelompok dukungan atau forum online yang fokus pada kesehatan mental
juga bisa membantu.

31
DAFTAR PUSTAKA
Benjamin, J. S., & Virginia A. Sadock. (2010). Buku Ajar Psikiatri Klinis (Edisi 2).
Kedokteran EGC.
Kellogg, N. D. (2009). Sexual Abuse. Pediatric, Adolescent, & Young Adult
Gynecology, 111–123. https://doi.org/10.1002/9781444311662.ch11
Tutu April, A. (2012). Sistem Neurobehaviour. Salemba Medika.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Suda, I.K, (2006). Topik Interaktif: “Membedah Penyebab Kekerasan Seksual
terhadap Anak” dan “Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak”.
http://www.dradio1034fm.or.id/detail.php?id=4269. Diakses pada 14
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung :
Refika Aditama
Keliat, B. A., Dwi Windarwati, H., Pawirowiyono, A., & Subu, A. (2015). Nanda
International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017
Edisi 10. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (edisi 10). Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna, Dkk. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Rosanti Erina. Tanda Gejala, Patofiologi WAHAM. Diakses pada tanggal 7
Oktober 2023.
Risky Waruwu (2021). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.S Dengan
Masalah Waham: Studi Kasus.

32

Anda mungkin juga menyukai