Anda di halaman 1dari 50

2023

PANDUAN PRAKTIKUM
KEPERAWATAN DEWASA
Sistem Muskuloskeletal, Sistem Persyarafan, Sistem Sensori Persepsi, Sistem Integumen

Disusun Oleh :
1. Bayu Brahmantia, M.Kep., CWCS.
2. Yuyun Solihatin, S.Kep., Ns., M.Kep.
3. Aida Sri Rahmawati, S.Kp., M.Kep.

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2023
1
MUKADIMAH

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah


dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
(Al-Mujadalah ayat 11)

“…Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong
menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran…”
(QS. Al Maidah : 2)

“barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar zarrahpun niscaya dia akan


melihat (balasan) nya (7). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
zarrahpun niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”
(QS. Az-Zalzalah : 7-8)

“...Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.”


(QS. Thaahaa : 114)

“...Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya...”


(QS. Al Mu’minuun : 62)

2
VISI, MISI DAN TUJUAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

A. Visi
“Menjadi Fakultas Ilmu Kesehatan yang unggul, islami dan terkemuka tingkat global
pada tahun 2035”

B. Misi
1. Menyelenggarakan Pendidikan kesehatan yang berkualitas.
2. Menyelenggarakan penelitian kesehatan dengan prinsif kebebasan berfikir
ilmiah.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang kesehatan.
4. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan Al-Islam
Kemuhammadiyahan yang mengintegrasikan penyelenggaraan Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
5. Menyelenggarakan kerjasama dalam meningkatkan kualitas Pendidikan
kesehatan.
C. Tujuan
1. Menghasilkan peserta didik menjadi sarjana muslim yang beriman dan bertaqwa,
berakhlak Mulia, memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional, dan
beramal menuju terwujudnya masyarakat utama,adil,dan makmur yang diridhoi
Alloh SWT
2. Meningkatkan kegiatan pengetahuan penelitian kesehatan sebagai landasan
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam
bidang kesehatan
3. Menghasilkan, mengamankan,mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan dalam skala nasional dan internasional
4. Mewujudkan pengelolaan yang terencana, terorganisir, produktif, efektif, efesien
dan terpercaya
5. Menjalin kerjasama dengan pihak lain yang saling menguntungkan dalam
lingkup nasional dan internasional untuk pengembangan pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat

3
VISI, MISI DAN TUJUAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

Visi
Program Studi Keperawatan yang Unggul dan Islami dalam Bidang Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKs)

Misi

1. Menyelenggarakan Pendidikan Keperawatan dengan


mengedepankan service excellent berbasis nilai-nilai islam
2. Menyelenggarakan Pendidikan yang professional berbasis teknologi
informasi dengan pendekatan Student Centre Learning (SCL) untuk mencapai
kompetensi keperawatan
3. Mengembangkan penelitian khususnya di bidang kesehatan secara
berkelanjutan
4. Menerapkan bidang ilmu keperawatan sebagai bagian dari pengabdian
pada masyarakat dengan mengedepankan peningkatan pengetahuan dan
perubahan prilaku kesehatan

TUJUAN
1. Mengembangkan pengelolaan program studi keperawatan yang menunjang
mutu lulusan berdasarkan nilai-nilai islam.
2. Menghasilkan lulusan keperawatan yang profesional, berkualitas, mandiri
dan berjiwa sosial, serta mampu mengedepankan excellent service dan nilai-
nilai islami pada pelayanan keperawatan
3. Menghasilkan lulusan keperawatan yang berjiwa kepemimpinan profetik
dan berdaya saing dengan penguasaan teknologi informasi bidang
keperawatan
4. Menghasilkan penelitian dan publikasi ilmiah yang berkualitas baik dosen,
mahasiswa yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
5. Menghasilkan lulusan keperawatan yang mampu menjadi change agent bagi
masyarakat sebagai hasil dari pendidikan, penelitian, dan pengabdian

4
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya serta petunjuk dan kasih sayang-Nyalah panduan prektek
Keperawatan Dewasa dapat disusun guna memperlancar proses belajar mengajar serta
membantu mahasiswa/i melatih keterampilan keperawatan di laboratorium.

Penyusun menyadari bahwa dalam buku panduan masih terdapat kekurangan-


kekurangan di dalam isinya maka, dari itu Penyusun mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan panduan praktikum ini dari para pembaca ataupun pengguna
panduan ini, untuk itu Penyusun menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk-Nya serta memberikan


kekuatan kepada kita semua dalam melaksanakan pemberian asuhan keperawatan dalam
rangka pembanguan kesehatan.

Tasikmalaya, November 2023

Penyusun

5
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar isi

Pemeriksaan fisik sistem musculoskeletal ………………………………….7


Pemasangan balut bidai …………………………………12
Penilaian Glasgow Coma Scale …………………………………15
Rule of Nine …………………………………17
Range of Motion …………………………………20
Pemeriksaan visus …………………………………30
Pemeriksaan rinne, weber, swabach …………………………………33
Irigasi dan tetes mata …………………………………36
Irigasi dan tetes telinga …………………………………38
Pemeriksaan reflex …………………………………42
Daftar pustaka

Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal

6
Pengertian
Sistem musculoskeletal terdiri dari otot, tulang dan sendi. Pengkajiannya
tergantung pada kebutuhan dan masalaha yang ada pada klien. Untuk otot perawat
biasanya mengkaji mengenai kekuatan, tonus, ukuran, kesimetrisan perkembangan otot
dan ada tidaknya tremor. Tulang dikaji bentuknya, normal atau tidak. Sedangkan
persendian dikaji apakah ada kemerahan, bengkak, penebalan, krepitasi, ada nodul atau
tidak, dan range og motionnya. Postur tubuh juga dikaji mengenai cara berdiri dan cara
duduknya.

Indikasi
Pemeriksaan fisik sistem musuloskeletal dilakukan jika terdapat masalah pada otot,
tulang dan persendian.

Tahapan Prosedur
No. Tahapa Prosedur Dilakukan Tidak
Dilakukan
1. Pra Interaksi
a. Mengecek cacatan perawatan dan medis
pasien
b. Mempersiapkan diri (menggali perasaan,
fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri)
c. Mempersiapkan peralatan:
 Goniometer
d. Cuci tangan
2. Orientasi
a. Mengucapkan salam
b. Menyebut nama klien dengan nama
kesukaannya
c. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
pemeriksaan fisik
d. Menyebutkan prosedur dan lama tindakan
yang akan dilakukan
e. Menanyakan adakah pertanyaan atau keluhan
pasien
f. Mengatur posisi pasien dan menjaga privasi
g. Memulai dengan cara yang baik
3. Kerja
a. Mencuci tangan

7
b. Mendekatkan peralatan
c. Memakai sarung tangan

OTOT
d. Inspeksi ukuran otot dan bandingkan bagian
kanan dan kiri
e. Inspeksi otot dan tendon, apakah ada
kontraktur (memendek)
f. Inspeksi apakah ada tremor misalnya pada
saat tangan klien memegang sesuatu
g. Palpasi otot pada saat istirahat untuk mengkaji
tonus otot
h. Palpasi otot ketika klien aktif dan pasif apakah
ada kelemahan, kelenturan, dan kelancaran
dari gerakan
i. Uji kekuatan otot, bandingkan antara kanan
dan kiri
 Sternocleidomastoid: minta klien menoleh
ke satu sisi kemudian lakukan tahanan
menggunakan telapak tangan pemeriksa di
bagian pipi
 Trapezius: minta klien mengangkat bahu
kemudian lakukan tahanan berlawanan
menggunakan dua tangan pemeriksa di
atas bahu
 Deltoid: minta klien untuk mengangkat
lengannya kemudian lakukan tahanan
berlawanan menggunakan kedua tangan
pemeriksa
 Biceps: minta klien untuk ekstensi lengan
kemudian pemeriksa berusaha untuk
melakukan gerakan fleksi lengan klien
 Tricep: minta klien untuk fleksi lengan
kemudian pemeriksa berusaha untuk
melakukan gerakan ekstensi lengan klien
 Pergelangan tangan dan jari-jari: minta
klien memisahkan jari-jari sedangkan
pemeriksa berusaha menahan dengan cara
menyatukan jari-jari
 Kekuatan pegangan: minta klien
memegang jari telunjuk dan jari tengah
pemeriksa sedangkan pemeriksa berusaha
untuk menarik jari tersebut
 Otot paha: minta klien mengangkat salah
satu kakinya (pada posisi supinasi)

8
kemudian pemeriksa berusaha menahan
gerakannya dengan cara menekannya ke
bawah
 Abduksi paha: posisikan klien terlentang,
minta klien membuka kedua kakinya
sedangkan pemeriksa berusaha
menahannya dengan cara menekan bagian
lateral dari lutut
 Adduksi paha: posisikan klien seperti pada
abduksi paha. Tempatkan tangan
pemeriksa di antara kedua kaki (di bagian
medial lutut) kemudian klien diminta
untuk menyatukan ke dua kakinya.
 Hamstrings: klien diminta untuk fleksi
lutut kemudian pemeriksa berusaha
meluruskan lutut tersebut
 Quadriceps: klien diminta untuk
meluruskan kaki kemudian pemeriksa
berusaha memfleksikan lutut klien
 Ankle dan kaki: minta klien dorsofleksi
kaki sedangkan pemeriksa berusaha
melakukan plantar fleksi kaki klien

Derajat Kekuatan Otot:


0: paralisis (0% dari kekuatan otot yang normal)
1: tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau diinspeksi (10% dari kekuatan otot
yang normal)
2: gerakan otot tidak mampu menahan gravitasi
(25% dari kekuatan otot yang normal)
3: gerakan otot mampu menahan gravitasi (50%
dari kekuatan otot yang normal)
4: gerakan otot mampu menahan gravitasi dan
resistensi minimal (75% dari kekuatan otot yang
normal)
5: gerakan otot mampu menahan gravitasi dan
resistensi maksimal (100% dari kekuatan otot
yang normal)

TULANG
j. Inspeksi struktur tulang
k. Palpasi tulang apakah ada edema atau
kemerahan

9
SENDI
l. Inspeksi sendi, apakah ada pembengkakan.
Palpasi setiap sendi apakah ada kemerahan,
kelenturan geraknya, pembengkakan, krepitasi
dan ada tidaknya nodule
m. Kaji rentang gerak atau range of motion.
Minta klien untuk menggerakan sendi tertentu
kemudian pergerakan sendinya diukur
menggunakan goniometer

Gambar penggunaan Goniometer untuk mengukur


derajat sudut persendian
4. Terminasi
a. Simpulkan hasil kegiatan
b. Berikan reinforcement positif kepada pasien
c. Buat kontrak waktu selanjutnya
d. Rapikan pasien dan peralatan
e. Cuci tangan
f. Akhiri pertemuan dengan mengucapkan salam
5. Dokumentasi
Dokumentasikan hasil pemeriksaan fisik dan
respon pasien selama tindakan pada format
pengkajian yang sudah tersedia

SCORE =

KASUS OSCE
(OBJECTIVE STRUCTURED CLINICAL EXAMINATION)

Kasus 1:
Seorang perempuan usia 58 tahun dengan kelhan nyeri pada persendian. Hasil
pengkajian TD: 130/80mmHg, N: 90x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,6’C, BB: 85kg

10
dan TB: 158 cm. Pasien mengatakan nyeri berkurang bila istirahat dan bertambah
dengan beraktifitas. Persendian tampak bengkak. Hasil anamnesis pasien mengalami
kecelaksaan lalu lintas 8 tahun yang lalu. Sejak itu pasien sering merasakan sakit dan
ngilu pada persendian.

Soal Kognitif
1. Tindakan pengkajian keperawatan yang harus dilakukan pada kasus diatas?
(Data focus pengkajian)
 Anamnesa
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
2. Apakah tindakan pengkajian keperawatan utama (prioritas) pada kasus diatas?

Soal Psikomotor
3. Demonstrasikan pemeriksaan yang dilakukan :
Pemeriksaan fisik

11
PEMASANGAN BALUT BIDAI

Pengertian :

Balut bidai adalah penanganan umum trauma ekstremitas atau imobilisasi dari lokasi
trauma dengan menggunakan penyangga misalnya splinting (spalk).

Tujuan :

1. Mempertahankan posisi bagian tulang yang patah agar tidak bergerak


2. Memberikan tekanan
3. Melindungi bagian tubuh yang cedera
4. Memberikan penyokong pada bagian tubuh yang cedera
5. Mencegah terjadinya pembengkakan
6. Mencegah terjadinya kontaminasi dan komplikasi
7. Memudahkan dalam transportasi penderita

No Tindakan Dilakukan Tidak


Dilakukan
1. FASE PRA INTERAKSI
1. Persiapan Alat
a. Mitella
b. Dasi
c. Pita
d. Plester
e. Pembalut yang spesifik
f. Kassa steril
g. Handscoon steril

12
2. FASE ORIENTASI
2. Persiapan lingkungan : jaga privacy klien
Persiapan Klien :
3. Jelaskan prosedur dan tujuan yang akan
dilakukan dan tanyakan keluhan klien
4. Menanyakan persetujuan/kesiapan (inform
consent)
3. FASE KERJA
Pelaksanaan :
5. Mencuci tangan
6. Gunakan handscoon steril
7. Lihat bagian tubuh yang akan dibidai
8. Atur posisi klien tanpa menutupi bagian
yang akan dilakukan tindakan
9. Lepaskan pakaian atau perhiasan yang
menutupi tempat untuk mengambil
tindakan
10. Perhatikan empat yang akan dibalut :
a. Bagian tubuh yang mana
b. Apakah ada bagian luka terbuka atau
tidak
c. Bagian luas luka
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian
tertentu atau tidak
11. Lakukan balut bidai dengan melewati dua
sendi
12. Hasil balut bidai :
a. Harus cukup jumlahnya, dimulai dari
bagian bawah tempat yang patah
b. Tidak kendor dan keras
4. FASE TERMINASI
13. Melakukan evaluasi tindakan

13
14. Membereskan alat
15. Mencuci tangan
16. Dokumentasikan tindakan

Sikap :
17. Melakukan tindakan dengan sistematis
18. Komunikatif dengan pasien
19. Percaya diri

Keterangan :

Ya = nilai 1 (dilakukan dengan benar)

Tidak = nilai 0 (tidak dilakukan/dilakukan dengan tidak atau kurang benar

Kriteria penilaian :

Baik Sekali = 100

Baik = 81-99

Kurang/tidak lulus = ≤ 80

Jumlah tindakan yang dilakukan

Nilai = x 100 =

19

14
PENILAIAN GLASGOW COMA SCALE (GCS)

Skala Koma Glaswof (Glasgow Coma Scale : GCS) , digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran
GCS menilai dua aspek kesadaran :
1. Terjaga atau keadaan sadar : menjadi waspada terhadap lingkungan
2. Kewaspadaan : menunjukkan suatu pemahaman mengenai apa yang dokter katakana
melalui suatu kemampuan untuk melakukan perintah.
GCS merupakan skala dengan nilai 15 yang menilai tingkat kesadaran pasien
meliputi membuka mata, respons verbal dan respon motoric. Masing masing kategori
mempunyai nilai numeric dalam bentuk skala. Dengan memberikan penilaian
anumeringk/angka maka didapatkan tiga gambaran dengan skor minimal 3 dan
maksimal 15. Dikatakan koma bila GCS < 8. Skor total 12 atau kurang harus
diwaspadai. Penurunan skor motoric satu atau penurunan secara keseluruhan sebesar
dua adalah keadan yang signifikan dan harus diwaspadai.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENGUKURAN GCS

N ITEM PENILAIAN DILAKUKAN


O
YA TIDAK
1. Respon Membuka Mata :
Nilai 4 : Membuka mata spontan
Nilai 3 : Membuka mata dengan perintah/panggilan
Nilai 2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri
Nilai 1 : Tidak membuka mata waktu dirangsang nyeri/tidak
ada reaksi

Respon Verbal/Bicara
Nilai 5 : Berbicara adekuat, orientasi baik (waktu, orang dan
tempat
Nilai 4 : Disorientasi/tempat bingung
Nilai 3 : Bicara dengan kata-kata jelas tapi kacau
Nilai 2 : Bergumam/merintih/tidak dimengerti makna katanya
Nilai 1 : Tidak bersuara walau diberi rangsangan/klien diam

15
Respon Motorik
Nilai 6 : Mampu mengikuti perintah
Nilai 5 : Bereaksi menyingkirkan rangsangan
Nilai 4 : Mampu melokalisir rangsangan nyeri
Nilai 3 : Reaksi diekortikasi, fleksi pada pergelangan
tangan/jari, fleksi pada tungkai/abduksi lengan atas
Nilai 2 : Reaksi deserebrasi, ekstensi lengan bila dirangsang
nyeri
Nilai 1 : Tidak ada reaksi
2 Sikap :
 Melakukan tindakan dengan sistematis
 Komunikatif
 Percaya diri

16
Menghitung Luas Luka Bakar

Estimasi luas luka bakar dapat dengan cepat diperkirakan pada ukuran luka bakar
dengan menggunakan Aturan Sembilan (Rule of Nine). Metode ini membagi luas
permukaan tubuh menjadi persentase luka bakar.

Memperkirakan Luas Luka Bakar pada Orang Dewasa

Berikut ini perkiraan total persentase luka bakar pada area permukaan tubuh pada orang
dewasa yang terkena dampak luka bakar:

 Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan 9% dari luas
permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan setara dengan 9%
dari luas permukaan tubuh.
 Dada setara dengan 9% dan perut setara dengan 9% dari luas permukaan tubuh.
 Punggung atas setara dengan 9% luas permukaan tubuh dan punggung bawah
setara dengan 9% dari luas permukaan tubuh.

17
 Bagian depan dan belakang masing-masing kaki dan kaki yang setara dengan
18% dari luas permukaan tubuh.
 Daerah selangkangan setara dengan 1% dari luas permukaan tubuh

KASUS OSCE
(CLINICAL STRUCTURED CLINICAL EXAMINATION)

Kasus I :
Seorang laki-laki berusia 20 tahun di rawat di ruang penyakit syaraf akibat cedera
kepala, pada saat dilakukan pemeriksaan terdapat penurunan kesadaran, muntah (+),
racoon eye (+). Pasien terlihat tidur, namun membuka mata saat diberi rangsangan
dengan suara keras, melakukan gerak menarik dari sumber rangsang dan suaranya tidak
mengandung arti.
Soal Kognitif
1. Berapa nilai GCS pada kasus diatas?
2. Apakah masalah keperawatan pada kasus diatas?
3. Apakah kategori cedera kepala pada kasus diatas?
4. Tindakan yang pertama kali pada kasus diatas?

Soal Psikomotor
5. Demonstrasikan pemeriksaan GCS pada kasus diatas!

Soal Afektif
6. Sebutkan contoh bentuk penerapan etika keperawatan dalam intervensi diatas?

Kasus II :
Seorang laki-laki di ruang rawat inap (R. penyakit syaraf), dari hasil pemeriksaan
didapat keluhan utama klien mengeluh nyeri kepala hebat , menurut penuturan klien dia
menderita penyakit TBC 1 tahun lamanya dengan riwayat pengobatan tidak tuntas, dari
hasil pemeriksaan kaku kuduk (+), Brudznski I (+), Suhu : 39◦ C. Pada saat memberikan
nutrisi melalui NGT, pasien tiba-tiba kejang.

Soal :
Soal Kognitif (1 menit)
1. Sebutkan pemeriksaan fisik spesifik pada kasus diatas?

18
2. Apakah tindakan yang harus dilakukan oleh perawat pada kondisi kasus
pemberian NGT diatas?
3. Apakah pemeriksaan kolaboratif yang harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis medis kasus diatas?

Soal Afektif (1 menit)


4. Sebutkan contoh bentuk penerapan etika keperawatan dalam intervensi diatas?

Soal Psikomotor (8 menit)


5. Demonstrasikan bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik no 1

Kasus III
Seorang wanita berumur 60 tahun, dirawat dengan diagnose stroke hemoragic. Klien
mengalami penurunan kesadaran (GCS : 13). Hasil pemeriksaan TTV didapat : TD :
240/150 mmHg, P : 96x/menit, RR 16x/menit dan suhu 38,7 C. Klien mengeluh pusing,
berbicara sedikit pelo. Klien mengalami kelemahan pada ekstremitas atas sebelah kanan
yaitu dapat bergerak tetapi tidak kuat melawan gaya gravitasi.

Soal Kognitif
1. Apakah masalah keperawatan pada kasus diatas?
2. Apakah tindakan keperawatan yang pertama kali dilakukan perawat pada kasus
diatas?
3. Apakah tindakan keperawatan prioritas yang dilakukan pada kasus diatas?
4. Berapa nilai kekuatan otot ekstremitas atas sebelah kanan pasien (pada kasus diatas?)
5. Nervus kranial apa yang terganggu pada kasus diatas (bicara pelo)

Soal Psikomotor
6. Demonstrasikan pemeriksaan kekuatan otot pada kasus diatas!
7. Demonstrasikan pemeriksaan Nervus Kranial (soal no 5) pada kasus diatas!
Soal Afektif
8. Sebutkan contoh bentuk penerapan etika keperawatan dalam intervensi diatas?

Kasus IV :Seorang pasien perempuan, berusia 33 tahun, di rawat di ruang isolasi,


dengan riwayat luka bakar akibat ledakan kompor gas. Pasien tersebut mengalami luka
bakar di sekitar daerah wajah, leher, dada dan perut, kedua tangan dan tungkai kiri.
Luka bakar pada tungkai kiri tampak melepuh kemerahan. Hasil pemeriksaan didapat
BB : 60 Kg, TB : 160 cm
Soal Kognitif :
1. Berapa persen luas luka bakarnya? (berdasarkan rumus rule of nine)?
2. Berapa derajat luka bakar pada area tungkai kiri pada kasus diatas?

19
3. Apakah pemeriksaan laboratorium spesifik yang harus dilakukan perawat secara
kolaboratif pada kasus diatas?
4. Apakah masalah keperawatan pada kasus diatas?
5. Apakah jenis cairan yang paling tepat diberikan pada kasus luka bakar 24 jam
pertama?
6. Berapakah kebutuhan cairan pada kasus diatas pada 16 jam berikutnya dengan
formula Baxter?

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RANGE OF MOTION

1. DEFINISI
Latihan range of motion adalah kegiatan latihan yang bertujuan untuk memelihara
fleksibilitas dan mobilitas sendi (Tseng,et all, 2007)
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi
pada salahsatu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal dan transversal. Potongan sagital
adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang membagi tubuh menjadi
bagian kiri dan kanan, contoh gerakan fleksi dan ekstensi pada jari tangan dan siku serta
gerakan hiperekstensi pada pinggul. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan
membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang, contoh gerakannya abduksi dan
adduksi pada lengan dan tungkai serta eversi dan inversi pada kaki. Sedangkan potongan
transversal adalah garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah,
contoh gerakannya supinasi dan pronasi pada tangan, rotasi internal dan eksternal pada
lutut, dan dorsofleksi dan plantar fleksi pada kaki (potter & perry, 2006).
Latihan ROM dapat menggerakkan persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai
kemampuan seseorang dan tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan.
Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran
darah ke dalam kapsula sendi. Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara
kedua tulang akan saling bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans
yang menempel pada asam hialuronat yang bersifat hidrophilik. Adanya penekanan pada
kartilago akan mendesak air keluar dari matriks sinovial. Bila tekanan berhenti maka air
yang keluar ke cairan sinovial akan ditarik kembali dengan membawa nutrisi dari cairan
(Ulliya, et al., 2007).

20
2. TUJUAN
Menurut Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009) dan
Smeltzer & Bare (2008), tujuan latihan ROM adalah sebagai berikut :
a. Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi
b. Mengembalikan kontrol motorik
c. Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan jaringan lunak
d. Membantu sirkulasi dan nutrisi sinovial
e. Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada ekstremitas
yang mengalami paralisis.

21
f. Memaksimalkan fungsi ADL
g. Mengurangi atau menghambat nyeri
h. Mencegah bertambah buruknya system neuromuscular
i. Mengurangi gejala depresi dan kecemasan
j. Meningkatkan harga diri
k. Meningkatkan citra tubuh dan memberikan kesenangan
3. JENIS
Dikenal 3 jenis latihan ROM, yaitu latihan ROM aktif, Aktif dengan penampingan dan
latihan ROM pasif :
a. Latihan ROM aktif.
Gerak aktif adalah gerak yang dihasilkan oleh kontraksi otot sendiri. Latihan yang
dilakukan oleh klien sendiri. Hal ini dapat meningkatkan kemandirian dan kepercayaan
diri klien.
b. Latihan aktif dengan pendampingan (active-assisted).
Latihan tetap dilakukan oleh klien secara mandiri dengan didampingi oleh
perawat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan dukungan dan atau
bantuan untuk mencapai gerakan ROM yang diinginkan.
c. Latihan ROM pasif
Pada pasien yang sedang melakukan bedrest atau mengalami keterbatasan dalam
pergerakan latihan ROM pasif sangat tepat dilakukan dan akan mendapatkan manfaat
seperti terhindarnya dari kemungkinan kontraktur pada sendi. Setiap gerakan yang
dilakukan dengan range yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan bergerak
dan dapat mencegah keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat
melakukan latihan ROM secara aktif maka perawat bisa membantunya untuk
melakukan latihan (Rhoad & Meeker, 2008). Latihan dapat dilakukan oleh perawat
atau tenaga kesehatan lain. Peran perawat dalam hal ini dimulai dengan melakukan
pengkajian untuk menentukan bagian sendi yang memerlukan latihan dan frekuensi
latihan yang diperlukan.
4. INDIKASI
a. PROM
 Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakan
aktif akan menghambat proses penyembuhan

22
 Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau
seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total
b. AROM
 Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan menggerakkan ruas
sendinya baik dengan bantuan atau tidak
 Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat menggerakkan persendian
sepenuhnya, digunakan AROM
5. KONTRA INDIKASI
 Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cedera
 ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life
threatening)
 PROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM pada
persendian dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan trombus
 Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, AROM
pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat
6. GERAKAN ROM
• Fleksi, yaitu gerakan menekuk persendian
• Ekstensi, yaitu gerakan meluruskan persendian
• Abduksi, yaitu gerakan menjauhi sumbu tubuh
• Adduksi, yaitu gerakan mendekati sumbu tubuh
• Rotasi, yaitu gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian melingkari aksis tubuh
• Pronasi, yaitu gerakan memutar ke bawah/ menelungkupkan tangan
• Supinasi, yaitu gerakan memutar ke atas/ menengadahkan tangan
• Inversi, yaitu gerakan ke dalam
• Eversi, yaitu gerakan ke luar
7. PROSEDUR
a. Prinsip-Prinsip dalam melakukan Latihan ROM
Kozier, et all. (2008), Potter & Perry (2006), Rhoad & Mekeer (2008) menjelaskan
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat melakukan latihan ROM
sebagai berikut :
1) Untuk latihan ROM aktif, klien dianjurkan untuk melakukan gerakan sesuai yang
sudah diajarkan, hindari perasaan ketidaknyamanan saat latihan dilakukan,

23
gerakan dilakukan secara sistematis dengan urutan yang sama dalam setiap sesi, setiap
gerakan dilakukan tiga kali denga frekuensi dua kali sehari.
2) Yakinkan bahwa klien mengetahui alasan latihan ROM dilakukan.
3) Sendi tidak boleh digerakkan melebihi rentang gerak bebasnya,sendi digerakkan ke
titik tahanan dan dihentikan pada titik nyeri.
4) Pilih waktu di saat pasien nyaman dan bebas dari rasa nyeri untuk meningkatkan
kolaborasi pasien
5) Posisikan pasien dalam posisi tubuh lurus yang normal
6) Gerakan latihan harus dilakukan secara lembut, perlahan dan berirama
7) Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari peserta latihan
mengalami ketegangan dan injuri otot serta kelelahan
8) Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa
9) Tekankan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat adalah gerakan
sampai dengan mengalami tahanan bukan nyeri.
10) Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
11) Amati respons non verbal peserta latihan
12) Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada peserta latihan untuk
beristirahat apabila terjadi spasme otot yang dimanifestasikan dengan kontraksi otot
yang tiba-tiba dan terus menerus
b. Intensitas Latihan
Dosis dan intensitas latihan ROM yang dianjurkan menunjukkan hasil cukup
bervariasi. Secara teori tidak disebutkan secara spesifik mengenai dosis dan intensitas
latihan ROM tersebut, namun dari berbagai literatur dan hasil penelitian tentang
manfaat latihan ROM dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menerapkan latihan
ROM sebagai salah satu intervensi. Smeltzer & bare (2008) menyebutkan bahwa
latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk
setiap latihan, sedangkan Perry & Poter (2006) menganjurkan untuk melakukan latihan
ROM minimal 2 kali/hari. Tseng, et al. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6 hari dalam seminggu
selama 4 minggu dengan intensitas masing-masing 5 gerakan untuk tiap sendi. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang melakukan latihan
tersebut mengalami perbaikan pada fungsi aktivitas, persepsi nyeri, rentang gerakan
sendi dan gejala depresi.

24
c. Prosedur
1) Kaji klien dan rencanakan program latihan yang sesuai untuk klien
2) Memberitahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan, area yang akan digerakkan
dan peran klien dalam latihan
3) Jaga privacy klien
4) Jaga/atur pakaian yang menyebabkan hambatan pergerakan
5) Angkat selimut sebagaimana diperlukan
6) Anjurkan klien berbaring dalam posisi yang nyaman
7) Lakukan latihan sebagaimana dengan cara berikut :
a) Latihan sendi bahu
 Pasien dalam posisi telentang
 Satu tangan perawat menopang dan
memegang siku, tangan yang lainnya
memegang pergelangan tangan.
 Luruskan siku pasien, gerakan lengan
pasien menjauhi dari tubuhnya kearah
perawat (Abduksi).
 Kemudian Gerakkan lengan pasien
mendekati tubuhnya (Adduksi).
 Gerakkan lengan bawah ke bawah
sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah
(rotasi internal).
 Turunkan dan kembalikan ke posisi
semula dengan siku tetap lurus.
 Gerakkan lengan bawah ke belakang
sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas
(rotasi eksternal).
 Turunkan dan kembalikan ke posisi
semula dengan siku tetap lurus.
 Hindari penguluran yang berlebihan
pada bahu.
 Lakukan pengulangan sebanyak 10
kali atau sesuai toleransi

25
b) Latihan sendi siku
 Pasien dalam posisi telentang
 Perawat memegang pergelangan
tangan pasien dengan satu tangan,
tangan lainnya menahan lengan
bagian atas
 Posisi tangan pasien supinasi,
kemudian lakukan gerakan menekuk
(fleksi) dan meluruskan (ekstensi)
siku.
 Instruksikan agar pasien tetap rileks
 Pastikan gerakan yang diberikan
berada pada midline yang benar
 Perhatikan rentang gerak sendi yang
dibentuk, apakah berada dalam jarak
yang normal atau terbatas.
 Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali
c) Latihan lengan
 Pasien dalam posisi telentang
 Perawat memegang area siku pasien
dengan satu tangan, tangan yang lain
menggenggam tangan pasien ke arah
luar (telentang/supinasi) dan ke arah
dalam (telungkup/pronasi).
 Instruksikan agar pasien tetap rileks
 Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali


d) Latihan sendi
pergelangan
tangan
e)
 Pasien
dalam
posisi
telentan
g

 Perawat
memegang lengan

26
bawah pasien
dengan satu
tangan, tangan
lainnya memegang
pergelangan
tangan pasien,
serta tekuk
pergelangan
tangan pasien ke
atas dan ke bawah

 Instruksikan agar
pasien tetap rileks

 Lakukan
pengulangan
sebanyak 10 kali

e) Latihan sendi jari-jari tangan


 Pasien dalam posisi telentang
 Perawat memegang pergelangan
tangan pasien dengan satu tangan,
tangan lainnya membantu pasien
membuat gerakan mengepal/menekuk
jari-jari tangan dan kemudian
meluruskan jari-jari tangan pasien.
 Perawat memegang telapak tangan
dan keempat jari pasien dengan satu
tangan, tangan lainnya memutar ibu
jari tangan.


27
 Tangan
perawat
membantu
melebarkan jari-
jari
pasien kemudian
merapatkan
kembali.

 Instruksikan agar
pasien tetap rileks

 Lakukan
pengulangan
sebanyak 10 kali

f) Latihan sendi pangkal paha


 Pasien dalam posisi telentang
 Letakkan satu tangan perawat di
bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit.
 Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat
kaki kurang lebih 8 cm dari tempat
tidur, gerakkan kaki menjauhi badan
pasien
 Gerakkan kaki mendekati badan pasien
 Kembali ke posisi semula
 Kemudian letakkan satu tangan
perawat pada pergelangan kaki dan
satu tangan yang lain di atas lutut.
 Putar kaki menjauhi perawat.
 Putar kaki ke arah perawat
 Kembali ke posisi semula
 Hindari pengangkatan yang
berlebihan pada kaki.
 Lakukan pengulangan sebanyak
10 kali atau sesuai toleransi

28
g) Latihan sendi lutut
 Pasien dalam posisi telentang
 Satu tangan perawat di bawah lutut
pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
 Angkat kaki, tekuk pada lutut dan
pangkal paha.
 Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada
sejauh mungkin
 Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut
dengan mengangkat kaki ke atas
 Instruksikan agar pasien tetap rileks
 Pastikan gerakan yang diberikan
berada pada midline yang benar
 Perhatikan rentang gerak sendi yang
dibentuk, apakah berada dalam jarak
yang normal atau terbatas.
 Lakukan pengulangan sebanyak 10
kali
h) Latihan sendi pergelangan kaki
 Pasien dalam posisi telentang
 Perawat memegang separuh bagian
atas kaki pasien dengan satu jari
dan pegang pergelangan kaki dengan
tangan satunya.
 Putar kaki ke dalam sehingga telapak
kaki menghadap ke kaki lainnya
(infersi)
 Kembalikan ke posisi semula
 Putar kaki keluar sehingga bagian
telapak kaki menjauhi kaki yang lain
(efersi)
 Kembalikan ke posisi semula
 Kemudian letakkan satu tangan
perawat pada telapak kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan
rilek.
 Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-
jari kaki ke arah dada pasien (dorso
fleksi).
 Kembalikan ke posisi semula
 Tekuk pergelangan kaki menjauhi
dada pasien (plantar fleksi)
 Kembalikan ke posisi semula
 Instruksikan agar pasien tetap rileks
 Lakukan pengulangan sebanyak 10
kali

29
i) Latihan sendi jari-jari kaki
 Pasien dalam posisi telentang
 Perawat memegang pergelangan kaki
pasien dengan satu tangan, tangan
lainnya membantu pasien membuat
gerakan menekuk jari-jari kaki dan
kemudian meluruskan jari-jari kaki
pasien.
 Tangan perawat
membantu melebarkan jari-jari kaki
pasien kemudian merapatkan
kembali.
 Instruksikan agar pasien tetap rileks
 Lakukan pengulangan sebanyak 10 kali

8) Kaji pengaruh/efek latihan pada klien terutama hemodinamik klien


9) Atur klien pada posisi yang nyaman
10) Benahi selimut dan linen

30
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
RANGE OF MOTION (ROM)

Nama Mahasiswa:
NIM :

N Aspek yang dinilai Dilakukan


o Ya Tidak
A. Tahap Pra Interaksi
1. Kaji klien dan rencanakan program latihan yang sesuai untuk
pasien
B. Tahap Orientasi
2. Berikan salam dan perkenalkan diri
3. Identifikasi pasien dengan minimal 2 pengenal (nama dan tanggal
lahir)
4. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan, serta beritahu klien tentang
tindakan yang akan dilakukan, area yang akan digerakkan dan
peran klien dalam latihan
5. Kontrak waktu dan tanyakan kesediaan pasien
6. Jaga/atur pakaian yang menyebabkan hambatan pergerakan
7. Jaga privacy pasien (pasang tirai dan Angkat selimut sebagaimana
diperlukan)
8. Anjurkan pasien berbaring dalam posisi yang nyaman
C. Tahap Kerja
9. Lakukan latihan sendi bahu (abduksi, adduksi, rotasi internal dan
rotasi eksternal) selama 10 kali atau sesuai toleransi
10. Lakukan latihan sendi siku (fleksi, ekstensi) selama 10 kali atau
sesuai toleransi
11. Lakukan latihan lengan (pronasi, supinasi) selama 10 kali atau
sesuai toleransi
12. Lakukan latihan sendi pergelangan tangan (fleksi, ekstensi, rotasi)
selama 10 kali atau sesuai toleransi
13. Lakukan latihan sendi jari-jari tangan (fleksi, ekstensi, rotasi,
abduksi, adduksi) selama 10 kali atau sesuai toleransi
14. Lakukan latihan sendi pangkal paha (abduksi, adduksi, rotasi
internal dan rotasi eksternal) selama 10 kali atau sesuai toleransi
15. Lakukan latihan sendi lutut (fleksi, ekstensi) selama 10 kali atau
sesuai toleransi
16. Lakukan latihan sendi pergelangan kaki (infersi, efersi, dorso
fleksi, palntar fleksi) selama 10 kali atau sesuai toleransi
17. Lakukan latihan sendi jari-jari kaki (fleksi, ekstensi, rotasi,
abduksi, adduksi) selama 10 kali atau sesuai toleransi
C. Tahap Terminasi
18. Kaji pengaruh/efek latihan pada klien terutama hemodinamik klien
19. Atur klien pada posisi yang nyaman
20. Benahi selimut dan pasien ke posisi yang nyaman
21. Cuci tangan
D. Dokumentasi
22. Catat hasil tindakan di catatan keperawatan
Skore : Jumlah yang dilakukan x 100%
Jumlah aspek yang dinilai
KASUS KMB 3
Seorang laki-laki berusia 50 tahun dirawat di ruang penyakit bedah sejak tujuh hari yang
lalu. Hasil pengkajian didapatkan data ekstremitas atas dan bawah tidak dapat digerakkan
secara aktif, kulit disekitar area penonjolan tulang tampak kemerahan, pasien tampak
lemas. TD 180/100 mmHG, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi napas 22x/menit, suhu 37
C. Lakukan tindakan ROM pada pasien tersebut!
PEMERIKSAAN VISUS

Pengertian :

Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman mata.

Tujuan :

Untuk menentukan ketajaman visual terbaik dari setiap mata

Tindakan Dilakukan Tidak Dilakukan


FASE PRA INTERAKSI
1. Mempersiapkan diri
2. menyiapkan Alat :
a. Trial lens dan trial frame
b. Kartu Snellen
c. Kartu jaeger atau reading card
d. Kartu ishihara
e. Ruangan dengan Panjang 5 m atau 6 m
f. Penerangan yang cukup
FASE ORIENTASI
3. Mengucapkan salam terapeutik
4. Menanyakan nama pasien dan tanggal lahir
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pemeriksaan visus
6. Melakukan kontrak waktu lama waktu tindakan
akan dilakukan
7. Menanyakan apabila ada pertanyaan atau
keluhan pasien
8. Mengatur posisi pasien dengan Jarak pemeriksa
5 atau 6 meter
9. Menjaga privacy pasien
FASE KERJA
10. Melakukan Cuci tangan
11. Memakai sarung tangan
12. menutup salah satu mata (sebaiknya mata kiri
dulu) untuk memeriksa visus mata kanan.
Menutup bisa memakai telapak tangan kiri
atau occlude yang diletakkan didepan trial
frame mata kiri huruf/angka/gambar/huruf E
yang berbeda-beda arah dengan berbagai
ukuran, makin ke bawah makin kecil, dipinggir
dari tiap baris terdapat angka yang menunjuk
jarak yang diperlukan bagi orang normal untuk
dapat melihat dengan jelas. Contoh : bila
pemeriksaan pada jarak 5 m, penderita
<dengan satu mata> hanya dapat membaca
hurup yang bertanda 10 m, maka visus mata
tersebut adalah 5/10)
13. Bila huruf baris paling atas pun tidak terbaca,
maka diperiksa dengan hitungan jari tangan
yang berarti visusnya …../60
14. Bila tidak bisa menghitung jari, digunakan
goyangan tangan dengan 1 meter, yang berarti
visusnya 1/300
15. Bila tidak bisa melihat goyangan tangan,
digunakan berkas cahaya dengan jarak 1 meter,
yang berarti visusnya 1/~
16. Bila visusnya kurang dari 5/5 atau 6/6, maka
dicoba untuk dikoreksi dengan lensa spheris
negative atau positive (lensa sferis negative
dari kecil ke besar, lensa sferis positif dari
besar ke kecil)
17. Bila setelah koreksi maksimal visus belum
mencapai 5/5 atau 6/6, dilakukan tes pinhole.
18. Bila dengan tes pinhole visus membaik (bisa
mencapai 5/5 atau 6/6), bila kelainan refraksi
yang belum terkoreksi, kemungkinan adanya
astigmatisme, yang kemudian diperiksa
dengan astigmen dial.
19. Bila dengan tes pinhole visus tidak membaik
kemungkinan terdapat kelainan organic di
media refrakta (kornea, bilik mata depan,
lensa, vitreous), retina maupun lintasan visual
20. Cara pemeriksaan kaca mata silinder : terlebih
dahulu diperiksa dengan astigma dial
21. Bila terlihat astigmat dial melihat garis yang
paling hitam atau tebal, diperiksa dengan lensa
cylindris negative atau positive dimana
axisnya tegak lurus pada garis tersebut, sampai
dapat mencapai 5/5 atau 6/6
22. Demikian sebaliknya diperiksa visus mata
kirinya
23. Menyebutkan macam refraksinya
24. Memeriksa visus sentralis dekat dengan kartu
jaeger atau reading card pada jarak 33 cm
25. Bila mengalami kesulitan dalam membaca
dekat, kedua mata dikoreksi dengan lensa
spheris positif (presbyop)
26. Diperiksa tajam penglihatan terhadap warna
dengan kartu ishihara. Pasien diminta melihat
dan menyebutkan beberapa angka yang tampak
dikartu.
FASE TERMINASI
27. Menyimpulkan hasil pemeriksaan
28. Memberikan reinforcment positif pada pasien
29. Membuat kontrak waktu selanjutnya
30. Merapikan pasien dan peralatan
31. Membuka sarung tangan dan cuci tangan
32. Mengucapkan salam
DOD DOKUMENTASI
33. Dokumentasikan hasil pemeriksaan visus dan
respon pasien selama tindakan
SIKAP
34. Melakukan tindakan dengan sistemati
35. Komunikatif dengan pasien
36. Percaya diri
PEMERIKSAAN RINNE, WEBER DAN SWABACH

Tes Rinne

Tujuan :
Tes rinne berguna untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang
sehingga membantu menegakan diagnose tuli hantaran/ tuli konduktif (conductive
hearing loss)
Tes Weber

Tujuan :
Tes weber dilakukan setelah tes rinne bertujuan untuk membedakan tuli hantaran dan
tuli sensorineural
Tes Scwabah

Tujuan :
Membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa dimana
pemeriksa harus normal

Tindakan Dilakukan Tidak Dilakukan


FASE PRA INTERAKSI
1. Mempersiapkan diri
2. Persiapan Alat
a. Sarung tangan bersih
b. Graputala 512 Hz
FASE ORIENTASI
3. Mengucapkan salam terapeutik
4. Menanyakan nama pasien dan tanggal lahir
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
6. Melakukan kontrak waktu lama waktu tindakan akan
dilakukan
7. Menanyakan apabila ada pertanyaan atau keluhan
pasien
8. Mengatur posisi pasien Duduk nyaman
9. Menjaga privacy pasien
FASE KERJA
10. Mencuci tangan
11. memakai sarung tangan bersih
12. Untuk menilai hantaran udara, ujung lengan Panjang
graputala yang sudah digetarkan dipasang 1 inchi
didepan meatus auditorius eksternus
13. Pasien ditanya apabila sudah tidak mendengar, garpu
tala dipindah ke prosessus mastoideus
14. Setelah itu prosedur dibalik. Pemeriksaan dimulai dari
prosseus mastoidea ke depan meatus auditorius
ekstermus
TES WEBER
15. Garputala yang sudah digetarkan diltekakkan di vertex
atau di tengah dahi
16. Pasien ditanya suara terdengar sama keras atau lebih
keras di satu sisi
TES SCWABAH
17. Garputala di getarkan
18. Meletakkan di prosesus mastoid yang diperiksa
19. Setelah tidak terdengar bunyi, garputala dipindahkan ke
prosesus mastoid pemeriksa Dan sebaliknya
FASE TERMINASI
20. Menyimpulkan hasil pemeriksaan
21. Memberikan reinforcment positif pada pasien
22. Membuat kontrak waktu selanjutnya
23. Merapikan pasien dan peralatan
24. Membuka sarung tangan dan cuci tangan
25. Mengucapkan salam
DOKUMENTASI
26. Respon pasien
Interpretasi
27. RINNE
Interpretasi hasil :
 Tes rinne positif : suara dari konduksi udara
lebih keras dibandingkan konduksi tulang =
tidak ada tuli hantaran
 Tes rinne negative : suara konduksi tulang lebih
keras menunjukkan adanya tuli hantaran atau
tuli sensorineural total (garpu tala
ditransmisikan melalui konduksi tulang
tengkorak dan diterima oleh telinga
kontralateral – tes rinne fase negative)
28. WEBER
Interpretasi hasil :
 Suara terdengar sama keras di telinga kiri
maupun kanan menunjukkan tidak ada
lateralisasi/normal
 Suara terdengar lebih keras di satu sisi
menunjukkan ada laterlisasi
 Jika lateralisasi ke arah telinga yang
terganggu adalah tuli hantaran. Jika
lateralisasi kea rah telinga kontralateral
(telinga yang sehat) menunjukan tuli
sensorineural
29. SCWABAH
Interpretasi hasil :
 Swabach memanjang berarti gangguan
konduksi
 Swabach memendek berarti gangguan
sensorineural
 Swabach sama berarti normal
SIKAP
30. Melakukan tindakan dengan sistematis
31. Komunikatif dengan pasien
32. Percaya diri
IRIGASI DAN TETES MATA

Pengertian
Irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing
dari mata.
Tujuan
Untuk mengaluarkan sekret atau kotoran dan benda asing dan zat kimia dari mata.
Indikasi
 Cidera kimiawi pada mata
 Benda asing dalam mata
 Inflamasi mata
Kontraindikasi
 Luka karena tusukan pada mata
Prosedur

Tindakan Dilakukan Tidak Dilakukan


FASE PRA INTERAKSI
1. Cek catatan perawatan dan medis pasien
2. Persiapan alat
Baki berisi alat – alat:
 botol irigasi/spuit&IV cath yang berisi larutan
oftalmik steril (Blinx, Dacrios)
 sarung tangan
 kassa untuk menyerap cairan dan eksresi
 dispenser plastik dengan penutup dan label untuk
tempat larutan
 bengkok
 alas perlak
 obat tetes mata yang diresepkan
FASE ORIENTASI

3. Mengucapkan salam terapeutik


4. Menanyakan nama pasien dan tanggal lahir
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
6. Melakukan kontrak waktu lama waktu tindakan
akan dilakukan
7. Menanyakan apabila ada pertanyaan atau keluhan
pasien
8. Mengatur posisi pasien nyaman
9. Menjaga privacy pasien
FASE KERJA
10. Memulai dengan cara yang baik
11. Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang
tempat tidur untuk bekerja di samping pasien
12. Posisikan pasien telentang (supinasi) atau duduk
dengan kepala dicondongkan ke belakang dan
sedikit miring ke samping
13. Bila pasien duduk, alas perlak diletakkan di dada
pasien dan bengkok dapat dipegang oleh pasien.
Bila pasien berbaring, letakkan bengkok di dekat
pasien sehingga dapat menampung cairan dan
sekret.
14. Perawat berdiri di depan pasien dan menggunakan
sarung tangan
15. Bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk
mengangkat debu, sekresi, dan keropeng
(memegang kelopak dengan ibu jari dan satu jari
tangan).
16. Bilas mata dengan lembut dengan menyemprotkan
perlahan cairan yang ada di spuit dari sudut mata
luar (cairan menjauhi hidung dan kornea)
17. Keringkan pipi dan mata dengan kassa
18. Berikan obat tetes mata pada pasien dengan posisi
kepala pasien menengadah dan mata melihat ke
atas.
19. Setelah diteteskan, mata pasien diminta untuk
memejamkan mata supaya obat tetes dapat
menyebar dan merata

FASE TERMINASI
20. Menyimpulkan hasil pemeriksaan
21. Memberikan reinforcment positif pada pasien
22. Membuat kontrak waktu selanjutnya
23. Merapikan pasien dan peralatan
24. Membuka sarung tangan dan cuci tangan
25. Mengucapkan salam

DOKUMENTASI
 Macam cairan untuk irigasi
 Jenis obat tetes
 Warna dan banyaknya cairan yang keluar
 Keadaan umum dan respon pasien
SIKAP
26. Melakukan tindakan dengan sistematis
27. Komunikatif dengan pasien
28. Percaya diri
IRIGASI TELINGA DAN TETES TELINGA

Pengertian
Irigasi telinga adalah suatu tindakan medis yang bertujuan untuk membersihkan liang
telinga luar dari nanah, serumen, dan benda - benda asing.

Tujuan
Untuk membersihkan liang telinga luar dari nanah, serumen, dan benda - benda asing.

Kontraindikasi
 Sesudah operasi.
 Bila ada pendarahan pada telinga.

Tahapan Prosedur

Tindakan Dilakukan Tidak Dilakukan


FASE PRA INTERAKSI
1. Cek catatan perawatan dan medis pasien
2. Persiapan alat
Baki berisi alat – alat yang steril
 Mangkok kecil berisi cairan NaCl dengan suhu 37o c.
 Semprit telinga/Spuit&IV cath
 Pinset telinga
 Pengail telinga/cotton bud
 Sarung tangan

Baki berisi alat – alat yang tidak steril :


 Otoskop
 Korentang
 Bengkok 1 buah
 Perlak dan alasnya
 Lampu kepala
 Kapas dalam tempatnya

FASE ORIENTASI

3. Mengucapkan salam terapeutik


4. Menanyakan nama pasien dan tanggal lahir
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
6. Melakukan kontrak waktu lama waktu tindakan akan
dilakukan
7. Menanyakan apabila ada pertanyaan atau keluhan pasien
8. Mengatur posisi pasien nyaman
9. Menjaga privacy pasien
FASE KERJA
10.Memulai dengan cara yang baik
11.Berikan privasi
12.Tinggikan tempat tidur dan turunkan penghalang tempat
tidur untuk bekerja di samping pasien
13.Atur posisi pasien
14.Perlak dan alasnya dipasang pada bahu di bawah telinga
yang akan dibersihkan
15.Pasang lampu kepala
16.Perawat cuci tangan
17.Bersihkan kotoran telinga dengan kapas, memakai cotton
bud yang
18.Berikan bengkok pada pasien dan minta kerjasama pasien
untuk memegang bengkok dengan posisi di bawah
telinga.
19.Memakai sarung tangan
20.Hisaplah cairan NaCl dengan menggunakan semprit/Spuit
dan keluarkan udara dari semprit/spuit
21.Tariklah daun telinga klien ke atas kemudian ke belakang
(untuk dewasa) dan dengan tangan yang lain perawat
memancarkan cairan ke dinding atas dari liang telinga
(Penyemprotan cairan harus perlahan – lahan)
22.Jika sudah bersih, keringkan daun telinga dengan
kapas/cotton bud
23.Lihat atau periksa kembali liang telinga klien apakah
sudah bersih atau belum dengan menggunakan otoskop
24.Lakukan tetes telinga dengan posisi kepala miring ke kiri
jika telinga kanan yang diberi tetes telinga, begitu pun
sebaliknya.
FASE TERMINASI
25. Menanyakan bagaimana perasaan pasien
26. Menyimpulkan hasil pemeriksaan
27. Memberikan reinforcment positif pada pasien
28. Membuat kontrak waktu selanjutnya
29. Merapikan pasien dan peralatan
30. Membuka sarung tangan dan cuci tangan
31. Mengucapkan salam
DOKUMENTASI
 Macam cairan dan suhu
 Warna dan banyaknya cairan yang keluar
 Keadaan umum dan respon pasien

SIKAP
32.Melakukan tindakan dengan sistematis
33.Komunikatif dengan pasien
34.Percaya diri

KASUS OSCE (Pemeriksaan Visus)


Seorang laki- laki usia 60 tahun datang ke poli mata dengan keluhan penurunan
penglihatan. Hasil pengkajian diperoleh data pasien mengeluh pusing, pandangan mata
sebelah kanan tidak jelas, lensa tampak keruh, pasien tampak menyipitkan matanya saat
menatap perawat. Pada jarak 6 meter, pasien bisa membaca huruf yang bertanda 10 mpada
kartu Snellen : TD 140/90 mmHg, frekwensi nadi 80 x/ menit, frekwensi napas 20 x/ menit,
suhu 37,2 0C
A. Pertanyaan Kognitif
1. Berapakah visus pada pasien tersebut?
2. Jika pasien tidak bisa menyebutkan salah satu huruf pada paling atas dari kartu
Snelen, apa yang harus dilakukan pemeriksa?
3. Selain pemeriksaan visus pemeriksaan apa lagi yang dilakukan pada pasien
tersebut?
B. Pertanyaan Psikomotor
Bagaimana cara pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus)? Silahkan
demonstrasikan
KASUS OSCE (Pemeriksaan Fungsi Pendengaran)
Seorang laki- laki usia 72 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri telinga sebelah
kiri. Pasien mengalami penurunan pendengaran pada telinga kiri sejak 5 bulan , sering
pusing seperti berputar, . Perawat melakukan pemeriksaan telinga :
1. membandingkan konduksi garputala antara tulang mastoid dengan konduksi udara
di depan telinga pasien, hasilnya pasien masih mendengar pada saat garputala
dipindahkan ke prosessus mastodeus setelah tidak lagi didengar di depan telinga
2. meletataka garputala yang telah digetarkan di tengah dahi, hasilnya pasien
mengatakan lebih terdengar keras pada telinga kiri.
3. Meletakkan garputala di prosesus mastoid yang pasien, setelah tidak terdengar
bunyi, garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa dan
sebaliknya ,scwabach memendek hasilnya

A. Pertanyaan Kognitif
1. Apa nama pemeriksaan pertama? Apa tujuannya? Apa hasilnya?
2. Apa nama pemeriksaan kedua? Apa tujuannya?Apa hasilnya?
3. Apa nama pemeriksaan ketiga? Apa tujuannya? Apa hasilnya?
B. Pertanyaan psikmotor
Demonstrasikan cara pemeriksaan garputala !
KASUS OSCE (Irigasi dan tetes mata)
Seorang laki- laki usia 40 tahun datang ke poli mata dengan keluhan nyeri pada kelopak
mata bawah. Hasil pengkajian diperoleh data terdapat benda kecil seperti kerikil di kelopak
mata bawah pasien, mata tampak merah. Pasien mengatakan menggosok- gosok mata
karena gatal. Perawat melakukan tindakan mengambil benda asing dengan lidi wotten
tetapi tidak bisa diambil semua .
A. Pertanyaan Kognitif
1. Apakah tndakan tyang ahrus dilakukan perawat
2. Apakah kontraindikasi dari irigasi mata ?
B. Pertanyaan Psikomotor
Bagaimana prosedur tindakan irigasi mata dan tetes mata pada pasien tersebut?
Demonstrasikan!
KASUS OSCE (Irigasi telinga dan tetes telinga)
Seorang laki- laki usia 35 tahun datang ke poli THT dengan keluhan ada cairan eluar dari
liang telinga kanan. Hasil pengkajian diperoleh nyeri pada telinga kanan, cairan kuning,
bau, merah pada meatus akustikus eksternus. TD 120/90 mmHg, Frekwensi nadi 90 x/
menit, frekwensi napas 18 x/ menit, suhu 38 oC . Perawat akan melakukan tindakan irigasi
telinga pada pasien.
A. Pertanyaan Kognitif
1. Apakah tujuan tindakan irigasi telinga pada pasien tersebut?
2. Bagaimana cara menarik daun telinga yang benar pada saat akan melakukan
irigasi?
B. Psikomotor
Bagaimana prosedur tindakan irigasi telinga dan pemberian obat tetes telinga pada
pasien tersebut? Demonstrasikan!
PEMERIKSAAN REFLEKS

Pengertian :

Refleks adalah jawaban terhadap suatu perangsangan. Gerakan yang timbul


namanya gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang
bangkit untuk penyesuaian diri, baik untuk menjamin ketangkasan gerakan
volunter, maupun untuk membela diri.

SOP PEMERIKSAAN REFLEKS

N Tindakan Dilakukan Tidak


o
Dilakukan
1. FASE PRA INTERAKSI
1. Persiapan Alat
a. Refleks Hammer
b. Handscoon
2. FASE ORIENTASI
2. Persiapan lingkungan : jaga privacy klien

Persiapan Klien :
3. Jelaskan prosedur dan tujuan yang akan dilakukan
4. Berikan klien posisi yang nyaman
3. FASE KERJA
Pelaksanaan :
5. Cuci tangan
6. Pakai handscoon

• Reflek Biseps
7. Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
8. Fleksikanlah lengan bawah klien di sendi siku
9. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di
bawah umbilikus
10. Letakkanlah ibu jari pemeriksa pada tendo biseps
klien
11. lalu ketuklah tendo tersebut

• Reflek Triseps
12. Mintalah klien berbaring dengan santai
13. Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku
14. dan tangan sedikit dipronasikan
15. Letakkanlah tangan klien di daerah perut di
atas umbilikus
16. Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani

• Refleks Brakhioradialis
17. Mintalah klien berbaring dengan santai
18. Posisikan lengan bawah klien dalam posisi
setengah fleksi dan tangan sedikit di pronasikan
19. Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan
bawahnya sepenuhnya
20. Ketuklah pada processus styloideus

• Refleks Patella
21. Mintalah klien berbaring telentang dengan santai
22. Letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut
23. Fleksikan tungkai klien pada sendi lutut
24. Ketuklah pada tendon muskulus kuadriseps
femoris di bawah patella

• Refleks Achilles
25. Mintalah klien berbaring dengan santai
28
26. Fleksikan tungkai bawah sedikit, kemudian
pegang kaki pada ujungnya untuk memberikan
sikap dorsofleksi ringan pada kaki
27. Ketuklah pada pada tendo achilles

• Refleks Babinski
28. Mintalah klien berbaring dengan santai
29. Menggoreskan ujung palu refleks pada telapak
kaki pasien dengan benar
30. Mengamati dan melaporkan respons refleks yang
terjadi
31. Membuat kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan
Babinski
4. FASE TERMINASI
32. Buka sarung tangan
33. Alat-alat dirapihkan
34. Rapihkan kembali pasien
35. Perawat mencuci tangan
36. Buka sampiran
37. Dokumentasikan tindakan
Sikap :
38. Melakukan tindakan dengan sistematis
39. Komunikatif dengan pasien
40. Percaya diri
TOTAL

Keterangan :

Ya = nilai 1 (dilakukan dengan benar)

Tidak = nilai 0 (tidak dilakukan/dilakukan dengan tidak atau kurang benar

Kriteria penilaian:
1
Baik Sekali = 100

Baik = 81-99

Kurang/tidak lulus = ≤ 80

Jumlah tindakan yang


dilakukan
Nilai = x 100 =

40

Kasus OSCE
Seorang laki-laki berusia 65 tahun dirawat di unit neurologi dengan keluhan tidak bisa
menggerakkan tangan kanan. Hasil pengkajian didapatkan pasien tidak dapat
menggerakkan tangan kanan, bicara pelo, wajah asimetris. Tanda-tanda vital
menunjukkan tekanan darah 165/100 mmHg, frekuensi nadi 100 kali/menit, frekuensi
napas 24 kali/menit, suhu 37,5`C. Hasil pemeriksaan CT scan pasien mengalami
penyumbatan pembuluh darah pada area lobus kiri.
Instruksi kerja: termasuk klasifikasi stroke apakah pada kasus tersebut! Lakukan
pemeriksaan refleks!
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., et al. (2008). Kozier and Erb’s Fundamentals of nursing, concept,
process and practic, eighth edtion. New Jersey : Pearson Education.

Potter, A.P., & Perry, A. (2006). Fundamental of nursing. 4th edition. St.Louis
Missouri: Mosby-Year Book, Inc.

Rhoads, J. & Meeker,B.J., (2008). Davids guide to clinical nursing skills. Philadeplphia:
F.A. Davis Company.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L. & Cheever, K.H. (2008) Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing. 11th Edition. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins.

Smith, N. (2009). Range of motion, exercise. Published by Cinahl Information


Systems. http://web.ebscohost.com

Tseng, C.-N., Chen, C. C.-H., Wu, S.-C., & Lin, L.-C. (2007). Effects of a range- of-
motion exercise programme. Journal of Advanced Nursing, 57(2), 181-191.

David S. Perdanakusuma. (2006). Penanganan Luka bakar. Airlangga University Press.


E.Doenges, M., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plane: Guidelines for
Individuaizing Client Care Across the Life Span (8 ed.). philadelphia: F.A Davis
Company
M Sjaifudin Noer. (2006). Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & H.Cheever, K. (2010). Textbook of Medical-
Surgical Nursing (twelfth ed.). New York: Wolters Kluwer.
Biller, J., Gruener, G., Brazis, P., 2011. DeMeyer’s The Neurologic Examination
6th ed. New York : McGraw Hill
Buckley, G., van Allen, M.W., & Rodnitzky, R. L., 1981. Pictorial Manual of
Neurological Tests. Chicago : Year Book Medical Publisher

Campbell, W.M., 2013. DeJong’s The Neurologic Examination 7th ed.


Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Candrasoma, Parakrama. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta : EGC


Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC

Hidayat, A Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC

Krisyanti, P. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM

Kusyati, Eni. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan


Dasar. Jakarta : EGC

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses


Holistik. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Padjadjaran

Sidharta, P. 1995. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : Dian


Rakyat

Ramsi. 2013. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


EGC

Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai