Anda di halaman 1dari 11

Dx.

Medis/Kasus : Tumor Buli Prodi Profesi Ners


Stikes Bhakti Al-Qodiri

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR BULI


1. Definisi
Menurut WHO (2017), kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal diluar
batas normal yang dapat menyerang atau menyebar ke organ lain tubuh manusia (Ningrum, 2020). Penyakit
kanker adalah penyakit yang tidak menular yang ditandai dengan adanya jaringan abnormal yang bersifat
ganas dan dapat menyebar ke organ lain pada tubuh penderita (Kemenkes RI, 2019).
Ca Buli adalah tumor yang didapatkan dalam buli-buli (kandung kencing). Karsinoma buli-buli
merupakan tumor superfisal, Tumor ini lama-lama dapat mengadakan infiltrasi ke lamina phopira, otot &
lemak perivisika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar. (Basuki B .Purnomo,2000) .
Carsinoma buli-buli adalah tumor yang didapatkan pada bulibuli atau kandung kemih yang akan terjadi
gross hematuria tanpa rasa sakit yaitu keluar air kencing warna merah terus menerus. (Brunner & Suddarth.
2001)
2. Anatomi

Vesica urinaria (VU) atau Kandung kemih merupakan kantong musculomembranosa yang berfungsi untuk
menampung air kemih (urin). Vesica urinaria ketika tidak sedang terisi oleh urin (kosong) memiliki bagian :
1. Fundus vesicae : Sisi berbentuk segitiga dan menghadap ke caudodorsal, berhadapan dengan rectum.
Pada pria dipisahkan dari rectum oleh fascia rectovesicalis yang meliputi vesicular seminalis dan
ampulla ductus deferens. Sedangkan pada wanita dipisahkan dari rectum oleh fornix, portio
supravaginalis.
2. Apex / vertex vesicae : Terdapat plica umbilicalis mediana dan lig. Umbilicale medial.

1
3. Facies Superior : Sisi berbentuk segitiga yang dibatasi oleh margo lateral di kedua sisi lateralnya dan
margo posterior di bagian dorsalnya. Terdapat fossa paravesicalis (lekukan peritoneum di sebelah lateral
margo lateral). Pada pria menghadap colon sigmoid dan lengkung ileum. Sedangkan pada wanita
menghadap corpus uteri.
4. Facies Inferior : Diliputi oleh fascia endopelvina.
5. Cervix Vesicae / Collum vesicae : Merupakan tempat bertemunya kedua facies inferolateral. Pada pria
menerus pada prostat. Sedangkan pada wanita terletak di cranial m.pubococcygeus.
6. Angulus posterosuperior : Merupakan tempat bertemunya margo lateral dan margo posterior. Merupakan
tempat masuknya ureter. Secara histologis lapisan penyusun dinding kantong kemih terdapat 3 lapis.
Lapisan dari dalam ke luar yaitu tunika mukosa, tunika muskularis, dan tunika adventisia.
1. Tunika Mukosa Lapisan ini merupakan lapisan paling dalam yang berbatasan secara langsung
dengan lumen. Penyusun lapisan ini berupa sel epitel berlapis banyak yang lebih tebal dari ueter dan
lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat areolar dan mengandung banyak serabut elastin.
2. Tunika Muskularis Merupakan lapisan yang berupa berkas otot polos yang terdiri atas 3 lapis .
lapisan terdalam tersusun secara longitudinal,kemudian sirkuler, dan yan g paling luar sirkuler
(Tenzer. Dkk, 2001). Tunika muskularis merupakan lapisa n yang paling tebal dari lapisan yang
lainnya.
3. Tunika Adventisia 5 Merupakan lapisan paling luar dari lapisan penyusun kantung kemih. Bagian ini
berupa jaringan ikat yang bagian luarnya diselaputi oleh mesotel. Di sebelah luar dari tunika
adventisia merupakan tunika serosa dan peritoneal yang diselubungi oleh jaringat ikat longgar. Di
bagian terluar lagi ada simpul saraf simpatik yang disebut plexus vesicalis. Simpul saraf ini yang
berperanan untuk mengontrol proses kencing.
3. Etiologi
Tidak diketahui secara pasti, faktor predisposisi.
Faktor lainnya yaitu :
1. Pekerjaan, pekerja pabrik kimia, Laboratorium (Senyawa amin aromatik)
2. Perokok, rokok mengandung amin aromatik dan nitrosamin
3. Infeksi saluran kemih, Escherichia Coli dan proteus yang menghasilkan karsinogen
4. Kopi, pemanis buatan dan obat-obatan, untuk pemakaian jangka Panjang dapat
meningkatkan resiko karsinoma buli-buli.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya karsioma buli-buli diantaranya :
1. Umur
Karsinoma buli-buli meningkat pada dekade 60an.
2. Zat karsinogen, baik yang berasal dari eksogen dari rokok bahan kimia maupun endogen dari hasil
metabolisme.
2
3. Penyebab lain diduga akibat pemakaian analgetik, sitostatik dan iritasi kronik oleh batu, sistoiasis atau
radiasi.
4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hidronefrosis dan hiroureter diawali dengan adanya hambatan aliran urin
secara anatomik ataupun fisiologik. Hambatan ini dapat terjadi dimana saja sepanjang ginjal sampai meatus
uretra. peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus,
dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa jam setelah terjadinya hambatan. Kondisi ini dapat
bertahan selama beberapa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung
pada berat dan durasi hambatan aliran . Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang
reversibel sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen.
Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielovena dan pielolimfatik. Dalam ductus kolektivus,
dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen diluar ginjal dapat berdilatasi maksimal. Pada urogram,
hidronefrosis dini memberikan gambaran kalik -kalik yang mendatar (falttening). Sementara pada keadaan
lanjut, memperlihatkan kalik-kalik berupa tongkat (clubbing). pada tingkat yang lebih parah terjadi destruksi
parenkim dan pembesaran traktus urinarius, kompresi papilla, penipisan parenkim di sekitar kalises, dan
dapat terjadi atrofi korteks yang berjalan progresif dan akhirnya terbentuk kantung hidronefrotik (ballonig) .
Sementara pada USG, derajat hidronefrosis terbagi terbagi menjadi tiga. Hidronefrosis ringan memberikan
gambaran hipoekoik dibagian tengah ginjal. Pada hidronefrosis sedang terlihat pelebaran peilokalikises yang
sama baiknya seperti pada urografi. Sedangkan pada hidronefrosis berat tampak kalises berupa suatu zona
bebas ekonomi yang lobulated, parenkim ginjal tidak jelas lagi .

3
5. Pathway
Buli-buli

Pekerja dipabrik kimia, laboratorium, perokok, ISK, kopi, pemanis buatan, terlalu banyak konsumsi obat”tan

CA buli-buli

Refluks
Sel” tumor Hidroureter

Invasi pd Bladder Hidronefrosis

Gross Hematuria Gagal ginjal akut (Ginjal membesar)

Retensi Retensi
Urine Urine

Penatalaksanaan

Operasi Kemoterapi

Kemoterapi tdk adekuat

Diskontinutas Sosio ekonomi, Kurangnya informasi Efek samping kemoterapi


Jaringan Perubahan kesehatan tentang penyakit
Situasi krisis Imun menurun
Nyeri Akut Defisit
Pengetahuan
Takut
Resiko Infeksi

Ansietas

4
Ketidak mampuan menelan makanan Kehilangan darah Lemah

Mual, muntah HB menurun


Intoleransi
Aktivitas
Defisit Anemia
Nutrisi

Perfusi perifer
tidak efektif

6. Manifestasi Klinis
a. Kencing campur darah yang intermitten
b. Merasa panas waktu kencing
c. Merasa ingin kencing
d. Sering kencing terutama malam hari dan pada fase selanjutnya sukar
Kencing
e. Nyeri suprapubik yang konstan
f. Panas badan dan merasa lemah
g. Nyeri pinggang karena tekanan saraf
h. Nyeri pada satu sisi karena hydronephrosis
7. Klasifikasi
1. Staging dan klasifikasi Klasifikasi DUKE-MASINA, JEWTT dengan modifikasi STRONG-MARSHAL
untuk menentukan operasi atau observasi :
a. T = pembesaran lokal tumor primer, ditentukan melalui : Pemeriksaan klinis, uroghrafy, cystoscopy,
pemeriksaan bimanual di bawah anestesi umum dan biopsy atau transurethral reseksi.
b. N = Pembesaran secara klinis untuk pemebesaran kelenjar limfe pemeriksaan kinis, lympgraphy,
urography, operative.
c. M = metastase jauh termasuk pemebesaran kelenjar limfe yang jauh. Pemeriksaan klinis, thorax foto,
dan test biokimia.
2. Type dan lokasi Type tumor didasarkan pada type selnya, tingkat anaplasia dan invasi.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Operasi
a. Reseksi transurethral untuk single/multiple papiloma
5
b. Dilakukan pada stage 0,A,B1 dan grade I-II-low grade
c. Total cystotomy dengan pengangkatan kel. Prostate dan urinary
diversion untuk :
 Transurethral cel tumor pada grade 2 atau lebih
 Aquamosa cal Ca pada stage B-C
2. Radioterapy
a. Diberikan pada tumor yang radiosensitive seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stage B2-C.
b. Radiasi diberikan sebelum operasi selama 3-4 minggu, dosis 3000- 4000 Rads. Penderita dievaluasi
selama 2-4 minggu dengan interval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, kemudian 6 minggu setelah radiasi
direncanakan operasi. Post operasi radiasi tambahan 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu.
3. Chemoterapi
a. Citral, 5 fluoro urasil
b. Topical chemotherapy yaitu Thic-TEPA, Chemotherapy merupakan paliatif. 5- Fluorouracil (5-FU)
dan doxorubicin (adriamycin) merupakan bahan yang paling sering dipakai. Thiotepa dapat diamsukkan
ke dalam Buli-buli sebagai pengobatan topikal. Klien dibiarkan menderita dehidrasi 8 sampai 12 jam
sebelum pengobatan dengan theotipa dan obat dibiarkan dalam Buli-buli selama dua jam.
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Radiology
3. Cystocopy dan biopsy
4. Cystologi
10. Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala : Merasa lemah dan lelah
Tanda : Perubahan kesadaran
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal ( hipertensi )
Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia, disritmia
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan saat BAK
Tanda : Nyeri saat BAK, urine berwarna merah

6
5. Makanan dan cairan
Gejala : Mual, muntah
Tanda : Muntah
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental
7. Nyeri / keamanan
Gejala : Sakit pada daerah abdomen
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
8. Interaksi social
Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain
Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru
Tanda : Terjadi kekambuhan lagi
10. Seksualisasi
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut – turut
Tanda : Atrofi payudara, amenorea
11. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
Tanda : Prestasi akademik tinggi
11. Diagnosa Keperawatan
1) Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra d.d sensasi penuh pada kandung kemih
2) Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d nafsu makan menurun
3) Ansietas b.d krisis situasional d.d Tampak gelisah
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d warna kulit pucat
5) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
6) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan persepsi keliru terhadap
masalah
12. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. Retensi urin b.d peningkatan tekanan uretra d.d sensasi penuh pada kandung kemih.
INTERVENSI : Kateterisasi Urine
1. Observasi
 Periksa kondisi pasien (ttv, distensi kandung kemih, inkontenensia urine, refleks
berkemih)
7
Rasional : Membantu mengetahui kondisi pasien saat ini
2. Teraupetik
 Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
Rasional : Membantu mempermudah tindakan dan privasi pasien
 Siapkan pasien : Bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal recumbent (untuk wanita)
dan supine untuk laki”
Rasional : Membantu mempermudah tindakan pemasangan kateter pada pasien
 Pasang Sarung tangan
Rasional : Menjaga kestrerilan dalam memasang selang kateter
 Bersihkan daerah parineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
Rasional : Membersihkan daerah parineal atau preposium dari bakteri
 Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
Rasional : Menjaga kesterilan kateter urine
 Sambung kateter urine dengan urine bag
Rasional : Untuk menampung urine
 Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
Rasional : Mencegah pengkristalan yang dapat menghambat keluarnya cairan saat deflasi
 Fixsasi selang kateter diatas simpisis atau paha
Rasional : Agar pasien nyaman dan selang kateter tidak bergerak”
 Pastikan kandung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
Rasional : Agar urine dapat mengalir dengan lancar
 Berikan label waktu pemasangan
Rasional : Sebagai dokumentasi tindakan keperawatan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dari prosedur pemasangan kateter urine
Rasional : memberikan pengetahuan kepada pasien
 Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter
Rasional : Mengurangi rasa nyeri
2. Defisit nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d nafsu makan menurun
INTERVENSI : Manajemen Nutrisi
1. Observasi :
 Identifikasi status nutrisi
Rasional : Membantu mengetahui status nutrisi pasien
 Identifikasi makanan yang disukai
Rasional : Meningkatkan nafsu makan pasien
8
 Monitor Berat badan klien
Rasional Membantu mengetahui perkembangan berat badan klien
2. Teraupetik :
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
Rasional : Membantu meningkatkan nafsu makan pasien
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Rasional : Mengantisipasi terjadinya konstipasi pada pasien
 Berikan suplemen makanan
Rasional : Membantu meningkatkan nutrisi pasien
3. Edukasi
 Anjurkan posisi duduk jika mampu
Rasional : Membantu pasien dalam mencerna makanan dengan baik dan benar
 Anjurkan diet yang diprogramkan
Rasional : Membantu mrenjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
Rasional : Membantu proses penyembuhan pasien
3. Ansietas b.d krisis situasional d.d Tampak gelisah
INTERVENSI : Reduksi Ansietas
1. Observasi :
 Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Rasional : Mengetahui tingkatan perubahan ansietas pasien
 Iedentifikasi kemampuan mengambil keputusan
Rasional : Agar dapat membandingkan pengambilan keputusan pasien awal dan saat ini
 Monitor tanda-tanda ansietas
Rasional : Membantu memperhatikan kondisi pasien
2. Teraupetik
 Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
Rasional : Membantu pasien merasakan kenyamanan saat mengungkapkan perasaanya
 Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika memungkinkan
Rasional : Membantu mengurangi rasa cemas pada pasien
 Pahami situasi yang membuat ansietas
Rasional : Mengantisipasi ketidaknyamanan kondisi pasien
3. Edukasi
9
 Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
Rasional : Memberikan penjelasan kepada pasien untuk mengetahui apa penjelasan yang
sesuai dengan kondisi pasien.
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien jika perlu
Rasional : Agar pasien tidak merasa kesepian
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi keteganggan
Rasional : Memberikan rasa rileks pada pasien
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat ansietas jika perlu
Rasional : Membantu mengurangi rasa cemas pasien

10
DAFTAR PUSTAKA

Ningrum, S.R 2020. Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat darurat Pada Ny L Dengan Diagnosa
Medis Kanker Gaster di Ruang IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Karya
Ilmiah Akhir. Program Studi Profesi Ners. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang.
Kemenkes RI, 2019. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. www.p2ptm.kemkes.go.id diakses pada 06
Desember 2021.
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
Kowalak , J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku Ajar Patofisiologi . Jakarta : EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI

11

Anda mungkin juga menyukai