Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PRAKTIK DAN KEBIJAKAN SUMBER DAYA MANUSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perilaku Keorganisasian

Dosen Pengampu : Imran Ilyas, M.M.

Manajemen Sore 1

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7:

Arib Darlicza : 21612076


Fadhil Heryanto : 21612080
Juliani : 21612087
Putri Nadia Mahar A : 21612097
Rian Ramahdani : 21612103
Raharani Putri : 21612098
Silvia Fitriani : 21612105

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE) PEMBANGUNAN


TANJUNGPINANG

TAHUN AJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “Praktik dan
Kebijakan Sumber Daya Manusia” tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Perilaku
Keorganisasian” pada prodi S1-Manajemen. Tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen mata kuliah Bapak Imran Ilyas, M.M. yang telah membimbing
kami selama mata kuliah berlangsung.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

TanjungPinang, 6 November 2023

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

C. Tujuan Masalah............................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Praktik Pelaksanaan Seleksi ........................................................................... 3

B. Program Pelatihan dan Pengembangan........................................................... 8

C. Evaluasi Kinerja ............................................................................................ 12

D. Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya Manusia .............................. 20

E. Implikasi Bagi Manajer ................................................................................. 23

F. Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di J&T Express ......................... 24

BAB III.................................................................................................................. 26

PENUTUP ............................................................................................................. 26

A. Kesimpulan ................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dipandang sebagai sebuah sistem, suatu organisasi merupakan suatu sistem
yang didalamnya terdapat sub sistem, dimana sub sistem ini juga memiliki sub sub
sistem, dan seterusnya. Sebagai sebuah sistem, untuk dapat berfungsi dengan baik
maka setiap bagian dari sistem didalam tubuh organisasi ini harus dikoordinasikan
dengan baik sehingga tercipta suatu keteraturan. Untuk dapat mengkoordinasikan
setiap bagian dari sistem ini maka diperlukan suatu penghubung, batasan, atau jalur
yang memungkinkan setiap bagian dari sistem tersebut bekerja atau berfungsi
sesuai sesuai kebutuhan dan tujuannya. Sumber daya manusia sebagai individu-
individu didalam organisasi memiliki keunikannya masing-masing yang tidak dapat
disamaratakan sehingga kebijakan yang diterapkan dalam suatu organisasi
selayaknya mampu mewadahi bahkan menjembatani beragam keunikan tersebut.
Individu dalam organisasi adalah unik karena setiap individu memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, cara pandang atau perspektif
yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau permasalahan, persepsi yang berbeda,
dan kepribadian yang berbeda.
Semua hal tersebut merupakan hal yang sifatnya intangible, tidak dengan
mudah dapat dilihat, diraba, dan dipahami dengan mudah karena bukan sesuatu
fisikal. Selain hal-hal intangible, individu juga berbeda dan unik secara fisikal,
diantaranya bentuk tubuh secara fisik, ras/etnis, dan gender/seks yang tentunya
akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu
diakomodir dengan baik sehingga tujuan dari organisasi dapat terpenuhi. Kebijakan
yang ditetapkan dalam organisasi beserta praktiknya mempengaruhi perilaku
kelompok maupun individu didalam tubuh organisasi. Setiap individu dan
kelompok akan memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap suatu
bentuk kebijakan dan praktik SDM. Kekecewaan maupun tekanan yang mungkin
timbul akibat persepsi dan penilaian terhadap suatu bentuk kebijakan akan

1
memunculkan bentuk- bentuk perilaku yang akan berpengaruh terhadap penurunan
kinerja organisasi yang diantaranya tercermin dari meningkatnya ketidakhadiran,
meningkatnya turnover, dan penurunan produktivitas individu atau kelompok.
Sejalan dengan semua yang diungkapkan diatas, kebijakan maupun praktek
SDM ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus agar dapat berjalan dan
berfungsi secara efektif. Untuk dapat menciptakan kebijakan dan praktek yang
efektif tentu perlu adanya suatu pemahaman tentang kebijakan dan praktek SDM.
Sesuai dengan judul dari makalah ini yaitu Praktik dan Kebijakan Sumber Daya
Manusia(SDM), untuk menambah pemahaman akan kebijakan dan praktek SDM,
makalah ini akan membahas praktik pelaksanaan seleksi dalam organisasi,
mengapa perlu adanya program pelatihan dan pengembangan, bagaimana cara
mengevaluasi kinerja kayawan, mengapa peranan kepemimpinan dalam sumber
daya manusia sangat penting, serta bagaimana implementasinya pada sebuah
perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktik Pelaksanaan Seleksi?
2. Bagaimana Program Pelatihan dan Pengembangan?
3. Bagaimana Cara Mengevaluasi Kinerja Karyawan?
4. Bagaimana Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya Manusia?
5. Apa saja Implikasi Untuk Para Manajer?
6. Bagaimana Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di J&T Express?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Bagaimana Praktik Pelaksanaan Seleksi.
2. Mengetahui Bagaimana Program Pelatihan dan Pengembangan.
3. Mengetahui Bagaimana Cara Mengevaluasi Kinerja Karyawan.
4. Menegtahui Bagaimana Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya
Manusia.
5. Mengetahui Apasaja Implikasi Untuk Para Manajer.
6. Mengetahui Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di J&T Express.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Praktik Pelaksanaan Seleksi


Menurut Simamora (2004), seleksi merupakan proses pemilihan dari
sekelompok pelamar yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang
tersedia di dalam perusahaan. Sedangkan menurut Teguh (2009) menjelaskan
bahwa seleksi adalah proses yang terdiri dari berbagai langkah yang spesifik dari
kelompok pelamar yang paling cocok dan memenuhi syarat untuk jabatan tertentu.
Di dalam organisasi, seleksi terdiri dari tiga proses:
1) Seleksi Awal
Perangkat seleksi awal merupakan informasi pertama yang
diserahkan oleh para pelamar dan digunakan sebagai pemangkasan
pendahuluan secara kasar untuk memutuskan apakah pelamar memenuhi
kualifikasi dasar untuk pekerjaan tersebut atau tidak. Bentuk surat lamaran
dan resume (meliputi surat rekomendasi) merupakan perangkat seleksi
awal. Kita membuat daftar mengenai pemeriksaan latar belakang
sebagaimana perangkat seleksi awal lainnya atau perangkat seleksi
kontingen, bergantung pada bagaimana organisasi dalam menangani
mereka. Beberapa organisasi lebih memilih untuk melihat ke dalam latar
belakang pelamar secara langsung. Sementara itu, yang lainnya akan
menunggu hingga pelamar akan direkrut, yang bergantung pada segala
sesuatu yang harus diperiksa. Sementara yang lainnya tampaknya nyaris
tidak memeriksa segala sesuatunya, malahan merekrut teman-teman dan
keluarga.
a. Formulir Lamaran Pekerjaan
Para pelamar kerja seringkali mengirimkan banyak lamaran,
dan formulir lamaran pekerjaan dapat berfungsi sebagai penyaring
awal. Banyak organisasi mendorong pelamar untuk melamar secara
online melalui halaman karier di situs web mereka. Beberapa
pelamar mulai menciptakan resume video, terutama di kelompok

3
etnis minoritas. Beberapa pemilik usaha meminta foto pelamar,
namun, praktik ini bisa menimbulkan risiko diskriminasi.
Penggunaan software pengenalan wajah untuk memindai
foto pelamar dapat melibatkan risiko diskriminasi berdasarkan
karakteristik wajah. Manajer perlu berhati-hati dalam pertanyaan
yang diajukan dalam aplikasi, terutama yang terkait dengan catatan
penahanan atau hukuman, karena hal ini dapat menimbulkan
ancaman hukum. Departemen sumber daya manusia menggunakan
software penyaringan elektronik untuk menyaring kandidat
berdasarkan kesesuaian kata kunci dengan kualifikasi pekerjaan.
Para pelamar disarankan untuk menggunakan kata kunci yang akurat
dan menjelaskan karakteristik pribadi yang sesuai dengan
persyaratan pekerjaan.
b. Pemeriksaan Latar Belakang
Lebih dari 80% pemilik usaha melakukan pemeriksaan
pekerjaan dan referensi pribadi terhadap pelamar selama proses
perekrutan. Namun, banyak pemilik usaha sebelumnya enggan
memberikan referensi terperinci karena takut akan tuntutan hukum.
Meskipun pemilik usaha menginginkan informasi referensi,
sebagian besar enggan memberikannya, menciptakan paradoks.
Software pemeriksaan referensi baru menjadi alternatif yang lebih
objektif.
Surat rekomendasi sering bersifat positif karena dipilih oleh
pelamar, tetapi sebagian pemilik usaha memeriksa profil sosial
media pelamar untuk menilai kepribadian, kemampuan adaptasi,
dan kecerdasan. Beberapa juga melakukan pemeriksaan utang, yang
terkait dengan kinerja tugas dan perilaku organisasional, meskipun
ada risiko diskriminasi. Pemeriksaan latar belakang kriminal
umumnya dilakukan, tetapi muncul perdebatan tentang apakah
pertanyaan tentang catatan kriminal harus dihapus dalam perekrutan
untuk mencegah diskriminasi. Sebuah contoh kasus di Texas

4
menunjukkan pentingnya pemeriksaan latar belakang kriminal
untuk mencegah kejadian seperti pelecehan seksual di rumah
perawatan.

2) Seleksi Substantif
Jika seorang pelamar telah lulus dalam penyaringan awal, maka
yang selanjutnya adalah metode seleksi substantif. Metode ini merupakan
pusat dari proses seleksi dan meliputi tes secara tertulis, tes kinerja, dan
wawancara. Tes Tertulis sangat terkenal sebagai alat bantu seleksi, tes
secara tertulis-disebut dengan tes yang menggunakan "kertas dan pensil,"
meskipun saat ini sebagian besar telah tersedia secara online.
Para manajer mengakui bahwa tes yang valid dapat membantu
dalam memprediksikan siapa yang akan berhasil dalam pekerjaan. Para
pelamar cenderung untuk memandang tes tertulis ini sebagai yang kurang
valid dan adil dibandingkan wawancara atau tes kinerja.
Tes tertulis pada umumnya meliputi :
• Tes kecerdasan atau tes kemampuan secara kognitif.
• Tes kepribadian
• Tes integritas
• Inventarisasi ketertarikan.

Tes kemampuan intelektual, spasial, kemampuan mekanis, persepsi


keakuratan, dan kemampuan motorik telah terbukti sebagai alat prediksi
yang valid untuk berbagai jenis pekerjaan. Tes kecerdasan dianggap sebagai
ukuran seleksi yang baik, meskipun di Uni Eropa dan Amerika Serikat,
pengakuan atas validitasnya bervariasi. Beberapa perusahaan inovatif,
seperti Google, menggunakan tes yang dirancang untuk mengevaluasi cara
berpikir kandidat.
Tes kepribadian, yang mencakup sifat kehati-hatian dan harga diri
positif, dianggap sebagai prediktor kinerja pekerjaan yang baik. Namun,
kekhawatiran mengenai tanggapan palsu dari pelamar tetap ada, dan
beberapa studi menunjukkan bahwa individu dapat berhasil memalsukan

5
profil sesuai yang diinginkan. Penilaian kepribadian oleh pengamat
dianggap lebih baik sebagai prediktor kinerja pekerjaan dibandingkan
penilaian diri sendiri. Tes integritas juga populer dan dapat memprediksi
kinerja pekerjaan serta perilaku seperti pencurian, masalah disiplin, dan
ketidakhadiran, meskipun pemilihan tes yang sesuai dengan tanggung
jawab pekerjaan menjadi kritis.
a. Tes Simulasi Kinerja
Tes simulasi kinerja dianggap sebagai cara yang lebih baik
untuk menilai apakah pelamar dapat berhasil dalam suatu pekerjaan
daripada hanya meminta mereka melakukannya. Meskipun lebih
kompleks dalam pengembangannya dan pengelolaannya daripada
tes tertulis, tes simulasi kinerja memiliki validitas wajah yang lebih
tinggi dan mendapatkan popularitas. Tiga jenis tes simulasi kinerja
yang terkenal adalah sampel kerja, pusat penilaian, dan tes penilaian
situasional.
b. Tes sampel kerja
Tes sampel kerja melibatkan memberikan sebagian atau
seluruh tugas pekerjaan kepada pelamar untuk mengevaluasi
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan, khususnya untuk pekerjaan
terampil. Pusat penilaian melibatkan serangkaian tes simulasi
kinerja yang dirancang untuk mengevaluasi potensi manajerial
kandidat oleh dewan eksekutif, supervisor, atau ahli psikolog
terlatih. Tes penilaian situasional, yang lebih terjangkau, melibatkan
pertanyaan kepada pelamar tentang bagaimana mereka akan
bertindak dalam situasi kerja yang bervariasi.
Metode pratinjau pekerjaan yang melibatkan pengujian
langsung di ranah pekerjaan aktual juga semakin populer untuk
menilai talenta dan mengurangi tingkat perputaran. Namun, metode
ini dapat membuat beberapa kandidat terpukul dan menarik diri dari
proses seleksi. Manajer sumber daya manusia disarankan untuk

6
terlibat lebih awal dengan kandidat untuk mencegah penarikan diri,
terutama dengan kandidat yang identifikasi dengan misi organisasi.
c. Wawancara
Wawancara tetap menjadi metode seleksi yang paling umum
digunakan oleh organisasi di seluruh dunia, namun terdapat masalah
terkait dengan ketergantungan berlebihan pada wawancara.
Terdapat bukti bahwa teknik manajemen kesan, seperti
mempromosikan diri, dapat mempengaruhi preferensi pewawancara
bahkan ketika tidak terkait dengan pekerjaan. Selain itu, kandidat
yang tidak tampil baik dalam wawancara dapat diabaikan tanpa
memperhatikan faktor lain seperti pengalaman, skor tes, atau surat
rekomendasi. Wawancara yang tidak terstruktur cenderung kurang
efektif dan dapat menyebabkan pengumpulan data yang bias.
Wawancara terstruktur dengan pertanyaan yang standar dan metode
pencatatan informasi yang seragam dapat mengurangi bias dan
meningkatkan validitas wawancara. Melatih pewawancara untuk
menitikberatkan pada karakteristik yang relevan dengan pekerjaan
juga dapat meningkatkan keakuratan penilaian. Beberapa organisasi
menggunakan wawancara tidak hanya sebagai alat untuk
memprediksi keterampilan terkait pekerjaan tetapi juga untuk
menilai kesesuaian kandidat dengan budaya dan citra organisasi.
Para manajer efektif cenderung melihat karakteristik kepribadian
dan nilai pribadi selain dari evaluasi keterampilan kandidat.
3) Seleksi Kontingen
Setelah melewati metode seleksi substantif, pelamar siap untuk
direkrut, dan pemeriksaan final menjadi langkah penting. Salah satu metode
pemeriksaan final yang umum adalah tes narkoba, yang sering kali menjadi
kontroversial. Beberapa pelamar berpendapat bahwa pengujian narkoba
tanpa kecurigaan yang beralasan merupakan invasi privasi yang tidak adil,
dan seharusnya diujikan terkait faktor-faktor yang relevan dengan kinerja
pekerjaan. Di sisi lain, pemilik usaha menganggap pengujian narkoba

7
penting untuk keselamatan dan biayanya yang mahal akibat
penyalahgunaan narkoba. Pemilik usaha juga dapat menggunakan
pengujian medis untuk menilai kemampuan pelamar dengan kecacatan dan
menentukan cara untuk mengakomodasi mereka. Pekerjaan dengan tuntutan
fisik atau psikologis yang berat, seperti pengendali lalu lintas udara atau
pemadam kebakaran, sering kali memerlukan pengujian medis sebagai
indikator kunci terhadap kemampuan pelamar untuk melaksanakan tugas
tersebut.

B. Program Pelatihan dan Pengembangan


1. Tipe Pelatihan
Pelatihan dapat meliputi segala sesuatu dari mengajarkan kepada
para karyawan keterampilan dasar membaca untuk melaksanakan program
lanjutan dalam kepemimpinan eksekutif. Pada tipe pelatihan ini terdapat
empat kategori keterampilan yang umum-literasi dasar, keterampilan teknis,
keterampilan interpersonal, dan keterampilan pemecahan permasalahan dan
serta kesopanan dan etika.
a) Keterampilan Dasar
Survei terhadap lebih dari 400 profesional sumber daya
manusia menunjukkan bahwa 40% pemilik usaha merasa lulusan
sekolah tinggi kekurangan keterampilan dasar seperti membaca
komprehensif, penulisan, dan matematika. Kebutuhan akan
keterampilan dasar ini semakin meningkat seiring dengan
kompleksitas pekerjaan yang berkembang. Tantangan ini tidak
hanya terbatas di Amerika Serikat, tetapi juga menjadi permasalahan
global dari negara maju hingga negara berkembang. Organisasi di
seluruh dunia perlu mengajari karyawan keterampilan dasar
membaca dan matematika. Sebagai contoh, audit literasi di Smith &
Wesson menunjukkan bahwa banyak karyawan memerlukan tingkat
membaca setidaknya kelas 8 untuk menjalankan tugas rutin. Setelah
mengikuti kelas keterampilan dasar yang dibiayai oleh perusahaan

8
selama jam kerja, 70% peserta dapat meningkatkan keterampilan
mereka, mencapai level yang diinginkan. Peningkatan ini mencakup
kemampuan menggunakan pecahan dan desimal, komunikasi yang
lebih baik, serta peningkatan kepercayaan diri dalam membaca dan
menulis diagram, grafik, dan papan pengumuman.
b) Keterampilan Teknis
Banyak pelatihan saat ini fokus pada peningkatan
keterampilan teknis karyawan, yang semakin penting karena
kemajuan teknologi dan perubahan struktural di organisasi.
Perusahaan-perusahaan di India, seperti Tata dan Wipro,
menghadapi peningkatan permintaan untuk pekerja terampil di
berbagai bidang, namun lulusan baru sering kekurangan
pengetahuan terbaru. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan ini
menyediakan pelatihan hingga tiga bulan kepada rekrutan baru
untuk memastikan mereka memiliki keterampilan teknis yang
dibutuhkan.
Selain itu, perusahaan berusaha membentuk kemitraan
dengan sekolah-sekolah teknik untuk memastikan bahwa kurikulum
mereka sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Pekerja juga
diharapkan untuk menguasai berbagai tugas dan meningkatkan
pemahaman mereka tentang operasional organisasi yang semakin
kompleks, terutama dengan restrukturisasi pekerjaan dan penekanan
pada pemberdayaan tim. Contohnya, Miller Brewing
memperkenalkan program literasi bisnis komprehensif untuk
membantu karyawan memahami konteks persaingan, pendapatan
perusahaan, pengeluaran biaya, dan peran mereka dalam rantai nilai
perusahaan. Program ini mendukung perubahan struktural dan
membantu karyawan memahami peran mereka dalam konteks yang
lebih luas.

9
c) Keterampilan Pemecahan Permasalahan
Pelatihan pemecahan permasalahan bagi para manajer dan
para karyawan lainnya dapat meliputi aktivitas-aktivitas untuk
menajamkan logika, pertimbangan, dan keterampilan mereka untuk
mendefinisikan permasalahan ataupun kemampuan mereka untuk
menilai penyebabnya, mengembangkan dan menganalisis alternatif-
alternatif yang ada, serta memilih solusi. Pelatihan pemecahan
permasalahan telah menjadi bagian pada hampir semua upaya
organisasional untuk memperkenalkan tim-tim yang dikelola sendiri
atau mengimplementasikan program manajemen kualitas.
d) Keterampilan Interpersonal
Sebagian besar karyawan telah menjadi sebuah unit kerja,
dan kinerja kerja mereka bergantung pada kemampuan mereka
untuk berinteraksi secara efektif dengan para rekan kerja dan bos-
bos mereka. Beberapa karyawan memiliki keterampilan
interpersonal yang luar biasa, tetapi yang lainnya memerlukan
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mendengarkan,
berkomunikasi, dan membangun tim. Meskipun para profesional
sangat tertarik dalam pelatihan keterampilan interpersonal,sebagian
besar bukti menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan yang
dipelajari dalam pelatihan tersebut belum siap dipindahkan kembali
ke tempat kerja.
e) Pelatihan Kesopanan
Manajer sumber daya manusia harus memperhatikan
dampak perilaku sosial di tempat kerja, khususnya isu-isu seperti
ketidaksopanan, intimidasi, dan supervisi yang kejam.
Ketidaksopanan dapat mencakup perlakuan tidak hormat,
pengabaian, dan tindakan lain yang merendahkan. Penelitian
menunjukkan bahwa perilaku negatif ini dapat mengurangi
kepuasan, mempengaruhi kinerja, meningkatkan persepsi
ketidakadilan, dan menyebabkan penarikan psikologis dari

10
pekerjaan. Manajer dapat mengatasi masalah ini dengan
memberikan pelatihan khusus yang bertujuan membangun
kesopanan di tempat kerja. Intervensi pelatihan berbasis prinsip-
prinsip kesopanan telah terbukti meningkatkan hubungan antar-
rekan kerja, menghormati, kepuasan kerja, dan kepercayaan pada
manajemen. Sebaliknya, tindakan seperti ketidaksopanan, sinisme,
dan ketidakhadiran supervisi dapat berkurang setelah intervensi
tersebut. Oleh karena itu, intervensi yang disengaja untuk
mempromosikan iklim perilaku positif di tempat kerja dapat
mengurangi masalah ketidaksopanan.
f) Pelatihan Etika
Saat karyawan direkrut, nilai etika cenderung tetap stabil,
dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelatihan etika
mungkin tidak memiliki dampak signifikan dalam jangka panjang,
bahkan dapat menurunkan nilai etika prososial mahasiswa.
Meskipun demikian, pendukung pelatihan etika berpendapat bahwa
nilai dapat dipelajari dan diubah, terutama jika dilakukan sejak usia
dini. Pelatihan etika di tempat kerja dapat membantu karyawan
mengenali dilema etis dan menjadi lebih waspada terhadap isu-isu
etika. Selain itu, individu yang terpapar pada kode etik organisasi
dan pelatihan etika cenderung merasa puas dan melihat organisasi
mereka sebagai entitas yang semakin bertanggung jawab secara
sosial, menunjukkan bahwa pelatihan etika dapat memiliki efek
positif tertentu.
2. Metode Pelatihan
Sejarah pelatihan kerja terutama mencakup "pelatihan formal" yang
direncanakan sebelumnya dan terstruktur. Meskipun demikian, sebagian
besar pembelajaran di tempat kerja bersifat informal, melibatkan pertukaran
informasi antar karyawan dan pemecahan masalah bersama. Pelatihan
informal dapat terjadi melalui obrolan santai. Metode formal melibatkan
rotasi pekerjaan, program magang, tugas pengganti, dan pembimbingan

11
formal. Perusahaan di AS semakin menggunakan rotasi pekerjaan untuk
melatih manajer dan meningkatkan kolaborasi. Meskipun sebagian besar
dana pelatihan dihabiskan untuk metode formal, terdapat juga variasi seperti
seminar, kursus online, webinar, podcast, dan aktivitas kelompok. Beberapa
organisasi membangun "Universitas Korporat" sebagai tempat program
pelatihan formal. E-training, berbasis komputer, tumbuh pesat,
memungkinkan peserta didik mengontrol kecepatan dan isi instruksi,
berinteraksi melalui komunitas online, dan menggunakan berbagai teknik
pembelajaran. Meskipun efisien dan fleksibel, e-training memiliki
tantangan, seperti biaya pembuatan materi, kurangnya interaksi sosial, dan
kesulitan mengukur pemahaman yang sebenarnya.

3. Mengevaluasi Efektivitas
Efektivitas program pelatihan dapat diukur melalui berbagai
indikator, termasuk kepuasan karyawan, jumlah, kemampuan menerapkan
pengetahuan ke pekerjaan, dan pengembalian investasi. Namun, hasil ini
tidak selalu berkorelasi, karena sikap peserta pelatihan, keberhasilan dalam
menerapkan pengetahuan di tempat kerja, dan perubahan perilaku dapat
bervariasi. Oleh karena itu, pengukuran teliti atas hasil pelatihan diperlukan.
Keberhasilan juga bergantung pada motivasi individu, kepribadian, dan
dukungan iklim organisasi. Para peserta yang percaya pada peluang dan
sumber daya untuk menerapkan keterampilan baru cenderung lebih
termotivasi. Dukungan pasca pelatihan dari supervisor dan rekan kerja juga
memiliki pengaruh kuat pada kemampuan karyawan untuk menerapkan
pembelajaran mereka. Program pelatihan yang efektif tidak hanya
mengajarkan keterampilan tetapi juga mengubah lingkungan kerja untuk
mendukung penerapan keterampilan oleh peserta pelatihan.

C. Evaluasi Kinerja
Pada masa lalu, sebagian besar organisasi hanya menilai seberapa banyak
karyawan akan melaksanakan tugas yang telah tertera pada deskripsi pekerjaan
semata, tetapi saat ini dengan organisasi yang memiliki hierarki yang sedikit dan

12
lebih berorientasi pada jasa lebih banyak. Para peneliti sekarang telah mengenali
tiga tipe utama dari mensyaratkan yang memengaruhi kinerja di tempat kerja:

1. Kinerja tugas. Melakukan kewajiban dan tanggung jawab yang memberikan


kontribusi pada produksi suatu barang atau jasa atau untuk tugas-tugas
administratif. Hal ini meliputi sebagian besar tugas dalam deskripsi
pekerjaan yang konvensional.
2. Kewargaan. Tindakan-tindakan yang membentuk lingkungan psikologis
dari organisasi, seperti misalnya membantu orang lain ketika tidak diminta,
mendukung tujuan dari organisasi, memperlakukan para rekan kerja dengan
rasa hormat, menyampaikan saran-saran yang membangun, dan
mengatakan hal-hal yang positif mengenai tempat kerja.
3. Kontraproduktivitas. Tindakan-tindakan yang secara aktif dapat merusak
organisasi. Perilaku-perilaku tersebut meliputi pencurian, merusak properti
milik perusahaan, bersikap agresif terhadap para rekan kerja, dan
mengambil absen yang dapat dihindarkan.

a) Tujuan dari evaluasi kinerja

Manajer umumnya meyakini bahwa kinerja yang baik melibatkan


keberhasilan dalam beberapa dimensi pekerjaan dan perilaku, bukan hanya satu
atau dua. Evaluasi kinerja memiliki beberapa tujuan, termasuk membantu
manajemen dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya manusia, seperti
promosi, pemindahan, dan pemecatan. Evaluasi juga membantu mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan serta menentukan keterampilan dan
kompetensi yang perlu ditingkatkan. Selain itu, evaluasi memberikan umpan balik
kepada karyawan mengenai bagaimana organisasi menilai kinerja mereka dan
menjadi dasar alokasi pemberian imbalan, seperti kenaikan gaji. Fokus dalam
konteks perilaku organisasional adalah pada evaluasi kinerja sebagai mekanisme
umpan balik dan penentu alokasi imbalan.

13
b) Kriteria yang di evaluasi

Kriteria manajemen dalam memilih untuk melakukan evaluasi akan


memiliki pengaruh yang besar terhadap apa yang para karyawan kerjakan. Tiga set
kriteria yang sangat populer adalah tugas individual, hasil, perilaku dan sifat.

1. Hasil Tugas Individu


Jika hasil akhir yang diperhitungkan dan bukannya sarana, maka
manajemen akan melakukan evaluasi tugas karyawan terhadap hasil seperti
misalnya kuantitas yang diproduksi, sisa sampah yang dihasilkan, dan biaya
per unit produksi bagi seorang manajer pabrik atau terhadap keseluruhan
volume penjualan dalam wilayah, dalam dolar peningkatan atas penjualan,
dan jumlah akun baru yang dibuat oleh seorang tenaga penjualan.
2. Perilaku
Evaluasi kinerja dalam konteks pekerjaan yang melibatkan penasihat,
pendukung, atau anggota kelompok sulit dilakukan karena sulit mengaitkan
hasil spesifik dengan tindakan individu. Oleh karena itu, manajemen sering
kali melakukan evaluasi perilaku karyawan, terutama jika kontribusi
individu sulit diidentifikasi dalam kerangka kerja kelompok. Dalam hal ini,
manajer dapat mengevaluasi berbagai perilaku, seperti kecepatan
pengiriman laporan bulanan, gaya kepemimpinan, jumlah panggilan kontak
harian (dalam kasus tenaga penjualan), atau cuti sakit yang diambil per
tahun. Evaluasi perilaku juga dapat mencakup aspek kewarganegaraan
organisasional, seperti membantu orang lain, memberikan saran untuk
peningkatan, dan sukarelawan untuk tugas ekstra yang meningkatkan
efektivitas kelompok kerja dan organisasi.
3. Sifat
Merupakan kriteria yang paling lemah, karena mereka yang paling jauh
dihapuskan dari kinerja pekerjaan yang aktual, adalah sifat-sifat individu.
Memiliki tingkah laku yang baik, menunjukkan kepercayaan diri, menjadi
yang dapat diandalkan, terlihat sibuk, atau memiliki kekayaan pengalaman
dapat atau tidak dapati bila dikorelasikan dengan hasil tugas yang positif,

14
tetapi naif untuk mengabaikan kenyataan bahwa organisasi menggunakan
sifat-sifat untuk menilai kinerja.

c) Pihak yang melakukan evaluasi

Tradisi menugaskan tugas evaluasi kinerja kepada manajer, tetapi


pendekatan baru melibatkan partisipasi dari rekan dan bahkan karyawan yang
dievaluasi sendiri. Evaluasi diri seringkali cenderung melibatkan penilaian yang
dilambungkan dan bias pelayanan diri, dengan sedikit kesepakatan terhadap
penilaian dari manajer. Penggunaan banyak sumber penilaian dianggap lebih
disarankan, memungkinkan rata-rata dari semua penilaian untuk mendapatkan
evaluasi yang lebih andal, tidak bias, dan akurat. Metode populer lainnya adalah
evaluasi 360-derajat, yang melibatkan umpan balik dari berbagai pihak, termasuk
rekan kerja, konsumen, dan bawahan. Meskipun memberikan perspektif yang lebih
luas, evaluasi 360-derajat memiliki kelemahan, termasuk kesulitan dalam
mendamaikan ketidaksepakatan di antara kelompok penilai dan potensi untuk
penilaian yang longgar atau bias dari rekan.

d) Metode Evaluasi Kinerja

1. Esai Tertulis

Mungkin metode yang paling sederhana adalah untuk menulis


penggambaran secara naratif mengenai kelebihan dari seorang karyawan,
kelemahan, kinerja masa lalu, potensial, dan saran-saran untuk peningkatan. Esai
secara tertulis memerlukan bentuk yang tidak rumit atau pelatihan secara ekstensif
untuk menyelesaikannya. Namun, dengan metode ini, penilaian yang bermanfat
akan ditetapkan sama banyaknya dengan keterampilan penulisan dari penilai sama
halnya dengan level kinerja yang aktual dari karyawan. Selain itu, sulit untuk
membandingkan hasil esai bagi para karyawan yang berbeda (atau bagi para
karyawan yang sama yang ditulis oleh para manajer yang berbeda) karena tidak
terdapat penilaian kunci yang terstandardisasi.

15
2. Insiden yang Sangat Penting

Insiden yang sangat penting menitikberatkan pada perhatian dari penilai atas
perbedaan di antara melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif dengan
melaksanakannya secara tidak efektif. Penilai akan menggambarkan apa yang
dilakukan oleh karyawan yang terutama efektif atau tidak efektif dalam suatu
situasi, hanya mengutip perilaku yang spesifik. Sebuah daftar mengenai insiden
yang sangat penting tersebut akan menyediakan serangkaian contoh untuk
menunjukkan perilaku yang lebih diinginkan oleh karyawan dan mereka yang
diminta untuk peningkatan.

3. Skala Penilaian secara Grafis

Salah satu dari metode evaluasi yang tertua dan sangat populer adalah skala
penilaian secara grafis. Penilai akan melampaui serangkaian faktor- faktor kinerja
seperti misalnya kuantitas dan kualitas kerja, kedalaman pengetahuan, kerja sama,
kehadiran, dan inisiatif-dan menilai masing-masing dalam skala inkremental.
Meskipun mereka tidak menyediakan kedalaman informasi mengenai esai tersebut
atau insiden- insiden yang sangat penting, maka skala pemeringkatan dengan grafik
menghabiskan sedikit waktu untuk mengembangkan dan mengelola serta
memungkinkan bagi analisis kuantitatif dan perbandingan.

4. Skala Penilaian yang Ditentukan dengan Perilaku

Skala Penilaian yang Ditentukan dengan Perilaku (Behaviorally Anchored


Rating Scales-BARS) menggabungkan elemen-elemen utama dari insiden yang
sangat penting dengan pendekatan skala penilaian dengan grafik. Penilai akan
menilai para karyawan yang didasarkan pada hal-hal di sepanjang rangkaian, tetapi
hal-hal tersebut merupakan contoh dari perilaku aktual pada pekerjaan dan
bukannya deskripsi umum atau sifat-sifat. Untuk mengembangkan BARS, para
partisipan akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tertentu mengenai perilaku yang
efektif dan tidak efektif, yang diterjemahkan ke dalam serangkaian dimensi kinerja
dengan level kualitas yang bervariasi.

16
5. Perbandingan yang Dipaksakan

Perbandingan yang dipaksakan mengevaluasi salah satu kinerja individu


dengan kinerja dari lainnya atau orang yang lain. Hal ini relatif dan bukannya
perangkat yang mengukur secara absolut. Dua dari perbandingan yang paling
populer adalah urutan peringkat kelompok dan peringkat individu. Peringkat
kelompok membagi karyawan ke dalam klasifikasi tertentu, sedangkan peringkat
individu menempatkan karyawan dari yang terbaik hingga yang terburuk. Dalam
penilaian yang dipaksakan, distribusi nilai juga digunakan untuk mengendalikan
peningkatan rata-rata, seperti yang terjadi dalam distribusi nilai kampus yang
dipaksakan di universitas. Beberapa kampus mengadopsi distribusi nilai yang
dipaksakan untuk mengatasi inflasi nilai dan mencegah memberikan nilai tinggi
secara berlebihan.

e) Saran untuk Meningkatkan Evaluasi Kinerja

Proses evaluasi kinerja seringkali penuh dengan potensi kesalahan. Penilai


bisa tidak sengaja memberikan evaluasi yang terlalu positif (gelembung),
meremehkan kinerja (kelonggaran negatif), atau membiarkan penilaian atas satu
karakteristik memengaruhi yang lain (halo error). Beberapa penilai dapat membuat
bias evaluasi dengan tanpa disadari menguntungkan orang yang mirip dengan
mereka (similarity error). Beberapa melihat evaluasi sebagai kesempatan politik
untuk memberikan imbalan atau hukuman kepada karyawan yang disukai atau tidak
disukai. Studi menunjukkan bahwa banyak manajer sengaja memanipulasi
peringkat kinerja untuk menjaga hubungan positif atau menciptakan citra positif
dari diri mereka. Meskipun tidak ada jaminan evaluasi yang sepenuhnya akurat,
beberapa saran dapat membantu membuat proses lebih objektif dan adil.

1) Gunakan Penilai yang Banyak

Seiring dengan meningkatnya jumlah dari penilai, maka


kemungkinan untuk memperoleh informasi yang lebih akurat juga akan

17
meningkat, sama halnya dengan kemungkinan bahwa karyawan akan
menerima umpan balik yang valid pula. Kita sering kali melihat penilai yang
banyak dalam kompetisi misalnya olahraga seperti menyelam dan senam.
Serangkaian penilai akan menilai kinerja, menjatuhkan skor yang tertinggi
dengan yang terendah, dan evaluasi final terdiri atas orang-orang yang
tersisa. Logika dari penilai yang banyak ini berlaku bagi organisasi pula.
Dengan memindahkan para karyawan di seputar organisasi untuk
memperoleh sejumlah evaluasi, atau dengan menggunakan penilai-penilai
yang banyak, kita akan meningkatkan kemungkinan mencapai evaluasi
yang lebih valid dan lebih dapat diandalkan.

2) Melakukan Evaluasi secara Selektif

Untuk meningkatkan kesepakatan di antara evaluasi-evaluasi, maka


para penilai hanya akan mengevaluasi pada area mereka memiliki keahlian.
Para penilai dengan demikian menjadi dekat mungkin, dalam level
organisasional, terhadap individu yang sedang dievaluasi. Semakin banyak
level yang memisahkan penilai dari karyawan, maka akan berkurang
peluang yang dimiliki oleh penilai untuk mengamati perilaku dari individu
sehingga, akan semakin tinggi kemungkinan akan ketidakakuratannya.

3) Melatih Para Penilai

Jika sulit menemukan penilai yang tepat, solusinya adalah


menciptakannya melalui pelatihan. Memberikan pelatihan dapat
menghasilkan penilai yang lebih akurat. Program pelatihan biasanya fokus
pada mengubah kerangka referensi penilai dengan mengajarkan kriteria
yang benar-benar dicari, sehingga definisi kinerja yang baik menjadi
seragam di seluruh organisasi. Teknik pelatihan yang efektif juga
melibatkan mendorong penilai untuk memberikan deskripsi perilaku
karyawan dengan sebanyak mungkin detail. Dengan memberikan rincian
lebih lanjut, penilai akan lebih terdorong untuk mengingat aspek-aspek

18
kinerja karyawan secara lebih komprehensif, bukan hanya berdasarkan
perasaan subjektif pada saat penilaian.

4) Memberikan Karyawan dengan Proses Hukum

Konsep proses hukum dapat diterapkan pada penilaian kinerja untuk


meningkatkan persepsi keadilan terhadap karyawan. Tiga karakteristik
utama sistem hukum yang dapat diadopsi melibatkan memberikan
pemberitahuan yang memadai kepada individu tentang harapan, menyajikan
semua bukti relevan dalam persidangan yang adil, dan membuat keputusan
final berdasarkan bukti dan bebas dari bias. Salah satu teknik untuk
mendorong pendekatan yang lebih hukum adalah dengan menyajikan
penilaian secara online, memungkinkan karyawan melihat skor kinerja
mereka sendiri seiring dengan input dari supervisor. Sebuah perusahaan
yang mengimplementasikan ini menemukan bahwa akuntabilitas penilai
dan partisipasi karyawan meningkat ketika informasi penilaian tersedia
online sebelum wawancara penilaian. Hal ini mungkin karena penilai lebih
cermat dalam memberikan peringkat ketika menyadari bahwa karyawan
dapat melihat informasi mereka secara langsung.

f) Menyediakan Umpan Balik atas Kinerja

Memberikan umpan balik kinerja kepada karyawan seringkali dihindari


oleh manajer karena takut menghadapi reaksi negatif atau karena karyawan
memiliki penilaian yang terlalu tinggi terhadap kinerja mereka sendiri. Solusi untuk
mengatasi masalah ini adalah melalui pelatihan manajer untuk memberikan umpan
balik yang konstruktif. Umpan balik yang spesifik dan fokus pada bidang-bidang
tertentu lebih efektif daripada penilaian global. Dalam konteks internasional,
pendekatan penilaian kinerja dapat bervariasi berdasarkan budaya,
individualisme/kolektivisme, hubungan dengan lingkungan, orientasi waktu, dan
penekanan pada tanggung jawab.

19
D. Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki peran kunci dalam mengelola aset
berharga perusahaan, yaitu karyawan. Departemen SDM berperan dalam berbagai
aspek lingkungan kerja, mulai dari merancang program manfaat hingga menangani
konflik, pengunduran diri, dan pemecatan karyawan. SDM merepresentasikan
perspektif karyawan dan perusahaan, mengelola permusuhan di tempat kerja, dan
memainkan peran kunci dalam proses perekrutan dan pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan baru mengakui potensi SDM untuk memengaruhi kinerja karyawan,
terutama melalui sistem kerja kinerja tinggi (High Performance Work System -
HPWS). Studi menunjukkan bahwa HPWS dapat meningkatkan kinerja ketika
organisasi memiliki budaya pembelajaran. Fungsi kepemimpinan SDM mencakup
promosi kemampuan, motivasi, dan peluang karyawan, yang dapat mengurangi
ketidakhadiran, meningkatkan retensi, dan memperbaiki perilaku kewargaan pada
organisasi. Dengan manfaat bagi pemilik dan karyawan, penting untuk
mempertimbangkan peran kepemimpinan SDM dalam mengelola sumber daya
manusia secara efektif.

1) Merancang dan Mengelola Program Organisasi

Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki tanggung


jawab untuk merancang dan mengelola program manfaat dalam organisasi,
dengan input dari manajemen eksekutif. Program manfaat yang disesuaikan
dengan budaya organisasional dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis
karyawan, berpotensi meningkatkan kinerja organisasional. Sebagai contoh,
pertimbangan manfaat untuk ibu yang menyusui mencakup dukungan,
waktu istirahat, ruang khusus, dan akomodasi untuk memompa air susu di
tempat kerja. Keputusan terkait manfaat ini dapat mempengaruhi
keseimbangan antara kebutuhan karyawan dan keberlanjutan organisasi
dalam jangka panjang. Analisis biaya dan dampak positif bagi organisasi
diperlukan untuk menentukan manfaat yang berkelanjutan. Contoh ini
hanya mencakup segmen pekerja tertentu, sementara manfaat lain seperti

20
perawatan kesehatan dan liburan dapat memengaruhi populasi pekerja yang
lebih luas.

2) Menyusun Rancangan dan Menegakkan Kebijakan Ketenagakerjaan

Selain manfaat yang diberikan, organisasi juga memiliki tanggung


jawab untuk memastikan bahwa karyawan memahami harapan mereka.
Kebijakan ketenagakerjaan yang mengikuti undang-undang dan melebihi
persyaratan minimum dapat membentuk budaya organisasional yang
positif. Kebijakan berbeda dari manfaat karena memberikan panduan
perilaku dan bukan hanya kondisi kerja. Manajer sumber daya manusia
bertanggung jawab untuk menyusun dan menegakkan konsekuensi
pelanggaran kebijakan organisasional, terkadang bahkan ketika manajer
langsung tidak setuju. Sebagai contoh, masalah peserta magang yang tidak
dibayar di industri hiburan dan penerbitan menunjukkan perlunya kebijakan
yang jelas untuk menghindari pelanggaran undang-undang terkait upah
minimum. Manajer sumber daya manusia perlu menjalankan kebijakan ini
untuk menghindari potensi konsekuensi hukum, seperti tuntutan oleh
peserta magang yang dianggap diperlakukan tidak adil dan melanggar
undang-undang ketenagakerjaan.

3) Mengelola Konflik antara Pekerjaan dan Kehidupan

Konflik antara pekerjaan dan kehidupan mendapat perhatian pada


tahun 1980-an, khususnya karena peningkatan pekerja wanita dengan
tanggungan anak. Organisasi besar merespons dengan mengadopsi
kebijakan keseimbangan pekerjaan dan kehidupan, termasuk tempat
penitipan anak dan jam kerja fleksibel. Namun, pemahaman konflik ini
berkembang untuk melibatkan pekerja pria dan wanita tanpa anak, terutama
dengan beban kerja berat dan tuntutan perjalanan dinas. Organisasi
beradaptasi dengan memberikan pilihan penjadwalan dan manfaat yang
beragam. Beberapa perusahaan, seperti Nestle Purina dan SAS Institute,
bahkan menawarkan fasilitas unik seperti membawa anjing ke kantor dan

21
pusat perawatan anak. Tekanan waktu bukan satu-satunya masalah;
serangan psikologis antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga
menciptakan konflik. Upaya organisasi, seperti menjaga beban kerja wajar,
menurunkan perjalanan bisnis, dan menyediakan tempat penitipan anak,
dapat membantu mengatasi konflik ini. Praktik pelaksanaan yang
mendukung manajemen waktu dan membantu karyawan membuat segmen
kehidupan yang jelas dapat membantu mengurangi konflik. Preferensi
pekerja terkait penjadwalan dan manfaat bervariasi, dengan beberapa
memilih fleksibilitas jam kerja dan lainnya lebih memilih dukungan
organisasi untuk keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Studi
menunjukkan bahwa karyawan, terutama wanita, lebih tertarik pada
organisasi yang mendukung keseimbangan tersebut.

4) Mediasi, Penghentian, dan Pemecatan

Departemen Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fokus perhatian


dalam situasi-situasi yang tidak menyenangkan seperti pertikaian, kinerja di
bawah standar, dan pemutusan hubungan kerja. Karyawan mengandalkan
profesional SDM untuk menjaga kerahasiaan dan memberikan perspektif
seimbang. Manajer mempercayai SDM untuk memahami undang-undang
dan mewakili perspektif perusahaan. Profesional SDM harus terlatih dalam
teknik mediasi dan mengandalkan kebijakan perusahaan untuk mencapai
penyelesaian positif. Terkadang, SDM terlibat dalam proses pemutusan
hubungan kerja, yang tunduk pada kontrak dan undang-undang serikat
pekerja. Di beberapa negara, seperti Spanyol, undang-undang tradisional
melindungi pekerja yang berusia tua dengan menjamin lapangan kerja.
Proses pemutusan menjadi momen krusial, dan SDM bertanggung jawab
untuk meninggalkan kesan positif dan mengumpulkan masukan yang
bermanfaat dari karyawan yang keluar. Manajer SDM memiliki peran
penting dalam mengelola situasi pemutusan dan menciptakan budaya dan
hasil bisnis positif, menyadarkan manajemen puncak bahwa kepemimpinan
SDM kritis untuk keberhasilan dan daya saing perusahaan.

22
E. Implikasi Bagi Manajer
1. Praktik pelaksanaan seleksi dari organisasi dapat mengidentifikasi para
kandidat yang kompeten dan secara akurat dapat menyesuaikan mereka dengan
pekerjaan dan organisasi. Mempertimbangkan metode penilaian yang sangat
mungkin untuk mengevaluasi keterampilan yang secara langsung diperlukan
bagi pekerjaan yang sedang Anda cari untuk diisi.

2. Menggunakan program pelatihan bagi para karyawan untuk mencapai


peningkatan secara langsung dalam keterampilan yang diperlukan untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan berhasil. Para karyawan yang termotivasi
akan menggunakan keterampilan tersebut untuk mencapai produktivitas
mereka yang lebih tinggi.

3. Program pelatihan akan meningkatkan efektivitas diri karyawan yaitu,


ekspektasi dari seseorang yang dia dapat berhasil menjalankan perilaku yang
diperlukan untuk memproduksi hasil. Para karyawan dengan efektivitas diri
yang tinggi memiliki ekspektasi yang kuat mengenai kemampuan mereka
untuk melaksanakan dalam situasi-situasi yang baru dan bersedia untuk
mengerahkan upaya untuk menyelesaikan tugas dengan baik.

4. Menggunakan evaluasi kinerja untuk menilai kinerja dari individu secara


akurat dan sebagai dasar bagi pengalokasian pemberian imbalan. Pastikan
bahwa evaluasi kinerja sewajar mungkin. Bila evaluasi dipandang sebagai tidak
adil maka dapat mengakibatkan menurunkan upaya, meningkatkan
ketidakhadiran, atau mencari pekerjaan yang lainnya.

5. Berikan kepada para karyawan peluang untuk berperan serta dalam evaluasi
mereka sehingga mereka dapat memahami kriteria kinerja dan terlibat dalam
proses perbaikan.

23
F. Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di PT J&T Express
Tanjungpinang

J&T Express merupakan perusahaan layanan pengiriman barang, baik


berupa dokumen maupun paket. J&T Express adalah perusahaan baru yang juga
menggunakan IT dalam menawarkan jasanya, mereka menawarkan kelebihan
berupa jemput barang. Sehingga para pelanggan tak perlu mendatangi kantor J&T
jika ingin mengirimkan barang. Layanan ini menghadirkan pilihan pengiriman
paket bervolume dan berat lebih besar dengan jaminan Service Level Agrement
(SLA) yang efisien dan tepat waktu.
Menurut hasil wawancara kami dengan pihat J&T, PT J&T Express di Sei
Jang mengadakan seleksi karyawan yang diadakan oleh kantor pusat. Setelah
kandidat seleksi dinyatakan lulus sebagai calon karyawan baru dan ditempatkan di
salah satu cabang PT J&T, karyawan tersebut akan mendapatkan pelatihan di
kantor cabang tersebut. Pelatihan sangat diutamakan untuk memberi arahan
tentang tugas yang diberikan dan melihat apakah karyawan baru tersebut
melakukan tugasnya dengan tepat. Admin dan kurir J&T Expres mempunyai tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing.
Berikut ini tugas dan tanggung jawab admin dan kurir J&T Exspress :
Admin :
1. Menerima dan memproses data pengiriman dari pelanggan, seperti nama,
alamat, nomor telepon, jenis barang, berat, dan biaya.
2. Mencetak label pengiriman dan menempelkan pada paket yang akan dikirm.
3. Menginput data pengiriman ke system computer J&T dan memastikan
akurasi dan kelengkapan data.
4. Melakukan pengecekan fisik paket yang akan dikirim, seperti kondisi, segel,
dan barcode.
5. Menyortir paket berdasarkan tujuan pengiriman dan menempatkannya di
area yang sesuai.
6. Melakukan koordinasi dengan kurir J&T untuk mengatur penjemputan dan
pengantaran paket.
7. Menyediakan laporan harian, mingguan, atau bulanan mengena jumlah
paket yang diterima, dikirim, dan bermasalah.
24
8. Menangani keluhan, pertanyaan, atau permintaan dari pelanggan dengan
sopan dan professional.
9. Membantu tugas-tugas lain yang berkaitan dengan administrasi dan
operasional J&T.
Kurir :
1. Melayani penerimaan barang setiap hari dari senin-minggu
2. Melakukan pengiriman barang setiap hari.
3. Melayani konsumen selama 12 jam.
4. Melayani jasa pengantaran selama 12 jam, dari jam 8 sampai jam 8 malam.
5. Standby dikantor cabnag, agen, atau drop point, dari jam 8 pagi sampai jam
8 malam.
6. Untuk kurir ekspedisi, wajib mengantar paket dalam jumlah besar ke lokasi
tertentu. Bisa antar kota atau antar provinsi.
7. Untuk kurir spinter, memilih barang dan melakukan pengiriman paket ke
alamat yang dituju.
Evaluasi dilakukan dengan melihat kinerja karyawan dan perilaku
karyawan. Jika kinerja dan perilaku karyawan kurang baik maka karyawan
tersebut akan diberikan peringatan dan diberikan arahan bagian mana saja yang
harus diperbaiki. Jika salah satu karyawn mendapat tiga kali peringatan, maka
karyawan tersebut akan diberhentikan atau dipecat.
Jika ada konflik internal maupun eksternal, para karyawan saling bekerja
sama untuk mengatasi konflik tersebut. Konflik internal antara karyawan jarang
terjadi, sedangkan konflik eksternal sering kali terjadi. Contoh konflik eksternal
adalah paket customer yang hilang, rusak, atau pecah. Hal ini membuat customer
mengkritik kinerja karyawan J&T. Namun hal ini dapat diatasi dengan
menghubungi kantor pusat terlebih dahulu untuk memastikan paket yang hilang,
rusak, atau pecah tersebut. Kemudian paket tersebut akan diproses dan dikirim
Kembali sampai tujuan. Selain itu, J&T Express juga membuat group medsos
dengan customer yang paketnya bermasalah untuk melakukan proses tindakan
lebih lanjut.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Praktik SDM yang baik mencakup investasi dalam pengembangan
karyawan. Karyawan yang teratih dengan baik cenderung lebih produktif, memiliki
keterampilan yang relevan, dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap tujuan Perusahaan. Kepemimpinan yang efektif sangat berkontribusi pada
kesejahteraan karyawan dan kesuksesan organisasi.

Kepemimpinan yang bermotivasi, mendukung, dan memberikan arahan


yang jelas, dapat menciptakan lingkungan kerja yang positif. System evaluasi
kinerja yang baik dapat memberikan umpan balik yang berguna kepada karyawan
dan membantu manajemen dalam pengambilan Keputusan terkait pengembangan
karir dan penghargaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

STEPHEN P.ROBBNS, & TIMOTHY A.JUDGE. (2015). Perilaku Organisasi


Organizational Behavior. Jakarta: Salemba Empat.

27

Anda mungkin juga menyukai