Makalah Kel 7-1-1
Makalah Kel 7-1-1
Manajemen Sore 1
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “Praktik dan
Kebijakan Sumber Daya Manusia” tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah “Perilaku
Keorganisasian” pada prodi S1-Manajemen. Tak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada dosen mata kuliah Bapak Imran Ilyas, M.M. yang telah membimbing
kami selama mata kuliah berlangsung.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah............................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
BAB III.................................................................................................................. 26
PENUTUP ............................................................................................................. 26
A. Kesimpulan ................................................................................................... 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dipandang sebagai sebuah sistem, suatu organisasi merupakan suatu sistem
yang didalamnya terdapat sub sistem, dimana sub sistem ini juga memiliki sub sub
sistem, dan seterusnya. Sebagai sebuah sistem, untuk dapat berfungsi dengan baik
maka setiap bagian dari sistem didalam tubuh organisasi ini harus dikoordinasikan
dengan baik sehingga tercipta suatu keteraturan. Untuk dapat mengkoordinasikan
setiap bagian dari sistem ini maka diperlukan suatu penghubung, batasan, atau jalur
yang memungkinkan setiap bagian dari sistem tersebut bekerja atau berfungsi
sesuai sesuai kebutuhan dan tujuannya. Sumber daya manusia sebagai individu-
individu didalam organisasi memiliki keunikannya masing-masing yang tidak dapat
disamaratakan sehingga kebijakan yang diterapkan dalam suatu organisasi
selayaknya mampu mewadahi bahkan menjembatani beragam keunikan tersebut.
Individu dalam organisasi adalah unik karena setiap individu memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, cara pandang atau perspektif
yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau permasalahan, persepsi yang berbeda,
dan kepribadian yang berbeda.
Semua hal tersebut merupakan hal yang sifatnya intangible, tidak dengan
mudah dapat dilihat, diraba, dan dipahami dengan mudah karena bukan sesuatu
fisikal. Selain hal-hal intangible, individu juga berbeda dan unik secara fisikal,
diantaranya bentuk tubuh secara fisik, ras/etnis, dan gender/seks yang tentunya
akan melahirkan suatu kebutuhan yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu
diakomodir dengan baik sehingga tujuan dari organisasi dapat terpenuhi. Kebijakan
yang ditetapkan dalam organisasi beserta praktiknya mempengaruhi perilaku
kelompok maupun individu didalam tubuh organisasi. Setiap individu dan
kelompok akan memiliki persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap suatu
bentuk kebijakan dan praktik SDM. Kekecewaan maupun tekanan yang mungkin
timbul akibat persepsi dan penilaian terhadap suatu bentuk kebijakan akan
1
memunculkan bentuk- bentuk perilaku yang akan berpengaruh terhadap penurunan
kinerja organisasi yang diantaranya tercermin dari meningkatnya ketidakhadiran,
meningkatnya turnover, dan penurunan produktivitas individu atau kelompok.
Sejalan dengan semua yang diungkapkan diatas, kebijakan maupun praktek
SDM ini perlu mendapatkan perhatian secara khusus agar dapat berjalan dan
berfungsi secara efektif. Untuk dapat menciptakan kebijakan dan praktek yang
efektif tentu perlu adanya suatu pemahaman tentang kebijakan dan praktek SDM.
Sesuai dengan judul dari makalah ini yaitu Praktik dan Kebijakan Sumber Daya
Manusia(SDM), untuk menambah pemahaman akan kebijakan dan praktek SDM,
makalah ini akan membahas praktik pelaksanaan seleksi dalam organisasi,
mengapa perlu adanya program pelatihan dan pengembangan, bagaimana cara
mengevaluasi kinerja kayawan, mengapa peranan kepemimpinan dalam sumber
daya manusia sangat penting, serta bagaimana implementasinya pada sebuah
perusahaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Praktik Pelaksanaan Seleksi?
2. Bagaimana Program Pelatihan dan Pengembangan?
3. Bagaimana Cara Mengevaluasi Kinerja Karyawan?
4. Bagaimana Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya Manusia?
5. Apa saja Implikasi Untuk Para Manajer?
6. Bagaimana Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di J&T Express?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Bagaimana Praktik Pelaksanaan Seleksi.
2. Mengetahui Bagaimana Program Pelatihan dan Pengembangan.
3. Mengetahui Bagaimana Cara Mengevaluasi Kinerja Karyawan.
4. Menegtahui Bagaimana Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya
Manusia.
5. Mengetahui Apasaja Implikasi Untuk Para Manajer.
6. Mengetahui Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di J&T Express.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
etnis minoritas. Beberapa pemilik usaha meminta foto pelamar,
namun, praktik ini bisa menimbulkan risiko diskriminasi.
Penggunaan software pengenalan wajah untuk memindai
foto pelamar dapat melibatkan risiko diskriminasi berdasarkan
karakteristik wajah. Manajer perlu berhati-hati dalam pertanyaan
yang diajukan dalam aplikasi, terutama yang terkait dengan catatan
penahanan atau hukuman, karena hal ini dapat menimbulkan
ancaman hukum. Departemen sumber daya manusia menggunakan
software penyaringan elektronik untuk menyaring kandidat
berdasarkan kesesuaian kata kunci dengan kualifikasi pekerjaan.
Para pelamar disarankan untuk menggunakan kata kunci yang akurat
dan menjelaskan karakteristik pribadi yang sesuai dengan
persyaratan pekerjaan.
b. Pemeriksaan Latar Belakang
Lebih dari 80% pemilik usaha melakukan pemeriksaan
pekerjaan dan referensi pribadi terhadap pelamar selama proses
perekrutan. Namun, banyak pemilik usaha sebelumnya enggan
memberikan referensi terperinci karena takut akan tuntutan hukum.
Meskipun pemilik usaha menginginkan informasi referensi,
sebagian besar enggan memberikannya, menciptakan paradoks.
Software pemeriksaan referensi baru menjadi alternatif yang lebih
objektif.
Surat rekomendasi sering bersifat positif karena dipilih oleh
pelamar, tetapi sebagian pemilik usaha memeriksa profil sosial
media pelamar untuk menilai kepribadian, kemampuan adaptasi,
dan kecerdasan. Beberapa juga melakukan pemeriksaan utang, yang
terkait dengan kinerja tugas dan perilaku organisasional, meskipun
ada risiko diskriminasi. Pemeriksaan latar belakang kriminal
umumnya dilakukan, tetapi muncul perdebatan tentang apakah
pertanyaan tentang catatan kriminal harus dihapus dalam perekrutan
untuk mencegah diskriminasi. Sebuah contoh kasus di Texas
4
menunjukkan pentingnya pemeriksaan latar belakang kriminal
untuk mencegah kejadian seperti pelecehan seksual di rumah
perawatan.
2) Seleksi Substantif
Jika seorang pelamar telah lulus dalam penyaringan awal, maka
yang selanjutnya adalah metode seleksi substantif. Metode ini merupakan
pusat dari proses seleksi dan meliputi tes secara tertulis, tes kinerja, dan
wawancara. Tes Tertulis sangat terkenal sebagai alat bantu seleksi, tes
secara tertulis-disebut dengan tes yang menggunakan "kertas dan pensil,"
meskipun saat ini sebagian besar telah tersedia secara online.
Para manajer mengakui bahwa tes yang valid dapat membantu
dalam memprediksikan siapa yang akan berhasil dalam pekerjaan. Para
pelamar cenderung untuk memandang tes tertulis ini sebagai yang kurang
valid dan adil dibandingkan wawancara atau tes kinerja.
Tes tertulis pada umumnya meliputi :
• Tes kecerdasan atau tes kemampuan secara kognitif.
• Tes kepribadian
• Tes integritas
• Inventarisasi ketertarikan.
5
profil sesuai yang diinginkan. Penilaian kepribadian oleh pengamat
dianggap lebih baik sebagai prediktor kinerja pekerjaan dibandingkan
penilaian diri sendiri. Tes integritas juga populer dan dapat memprediksi
kinerja pekerjaan serta perilaku seperti pencurian, masalah disiplin, dan
ketidakhadiran, meskipun pemilihan tes yang sesuai dengan tanggung
jawab pekerjaan menjadi kritis.
a. Tes Simulasi Kinerja
Tes simulasi kinerja dianggap sebagai cara yang lebih baik
untuk menilai apakah pelamar dapat berhasil dalam suatu pekerjaan
daripada hanya meminta mereka melakukannya. Meskipun lebih
kompleks dalam pengembangannya dan pengelolaannya daripada
tes tertulis, tes simulasi kinerja memiliki validitas wajah yang lebih
tinggi dan mendapatkan popularitas. Tiga jenis tes simulasi kinerja
yang terkenal adalah sampel kerja, pusat penilaian, dan tes penilaian
situasional.
b. Tes sampel kerja
Tes sampel kerja melibatkan memberikan sebagian atau
seluruh tugas pekerjaan kepada pelamar untuk mengevaluasi
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan, khususnya untuk pekerjaan
terampil. Pusat penilaian melibatkan serangkaian tes simulasi
kinerja yang dirancang untuk mengevaluasi potensi manajerial
kandidat oleh dewan eksekutif, supervisor, atau ahli psikolog
terlatih. Tes penilaian situasional, yang lebih terjangkau, melibatkan
pertanyaan kepada pelamar tentang bagaimana mereka akan
bertindak dalam situasi kerja yang bervariasi.
Metode pratinjau pekerjaan yang melibatkan pengujian
langsung di ranah pekerjaan aktual juga semakin populer untuk
menilai talenta dan mengurangi tingkat perputaran. Namun, metode
ini dapat membuat beberapa kandidat terpukul dan menarik diri dari
proses seleksi. Manajer sumber daya manusia disarankan untuk
6
terlibat lebih awal dengan kandidat untuk mencegah penarikan diri,
terutama dengan kandidat yang identifikasi dengan misi organisasi.
c. Wawancara
Wawancara tetap menjadi metode seleksi yang paling umum
digunakan oleh organisasi di seluruh dunia, namun terdapat masalah
terkait dengan ketergantungan berlebihan pada wawancara.
Terdapat bukti bahwa teknik manajemen kesan, seperti
mempromosikan diri, dapat mempengaruhi preferensi pewawancara
bahkan ketika tidak terkait dengan pekerjaan. Selain itu, kandidat
yang tidak tampil baik dalam wawancara dapat diabaikan tanpa
memperhatikan faktor lain seperti pengalaman, skor tes, atau surat
rekomendasi. Wawancara yang tidak terstruktur cenderung kurang
efektif dan dapat menyebabkan pengumpulan data yang bias.
Wawancara terstruktur dengan pertanyaan yang standar dan metode
pencatatan informasi yang seragam dapat mengurangi bias dan
meningkatkan validitas wawancara. Melatih pewawancara untuk
menitikberatkan pada karakteristik yang relevan dengan pekerjaan
juga dapat meningkatkan keakuratan penilaian. Beberapa organisasi
menggunakan wawancara tidak hanya sebagai alat untuk
memprediksi keterampilan terkait pekerjaan tetapi juga untuk
menilai kesesuaian kandidat dengan budaya dan citra organisasi.
Para manajer efektif cenderung melihat karakteristik kepribadian
dan nilai pribadi selain dari evaluasi keterampilan kandidat.
3) Seleksi Kontingen
Setelah melewati metode seleksi substantif, pelamar siap untuk
direkrut, dan pemeriksaan final menjadi langkah penting. Salah satu metode
pemeriksaan final yang umum adalah tes narkoba, yang sering kali menjadi
kontroversial. Beberapa pelamar berpendapat bahwa pengujian narkoba
tanpa kecurigaan yang beralasan merupakan invasi privasi yang tidak adil,
dan seharusnya diujikan terkait faktor-faktor yang relevan dengan kinerja
pekerjaan. Di sisi lain, pemilik usaha menganggap pengujian narkoba
7
penting untuk keselamatan dan biayanya yang mahal akibat
penyalahgunaan narkoba. Pemilik usaha juga dapat menggunakan
pengujian medis untuk menilai kemampuan pelamar dengan kecacatan dan
menentukan cara untuk mengakomodasi mereka. Pekerjaan dengan tuntutan
fisik atau psikologis yang berat, seperti pengendali lalu lintas udara atau
pemadam kebakaran, sering kali memerlukan pengujian medis sebagai
indikator kunci terhadap kemampuan pelamar untuk melaksanakan tugas
tersebut.
8
selama jam kerja, 70% peserta dapat meningkatkan keterampilan
mereka, mencapai level yang diinginkan. Peningkatan ini mencakup
kemampuan menggunakan pecahan dan desimal, komunikasi yang
lebih baik, serta peningkatan kepercayaan diri dalam membaca dan
menulis diagram, grafik, dan papan pengumuman.
b) Keterampilan Teknis
Banyak pelatihan saat ini fokus pada peningkatan
keterampilan teknis karyawan, yang semakin penting karena
kemajuan teknologi dan perubahan struktural di organisasi.
Perusahaan-perusahaan di India, seperti Tata dan Wipro,
menghadapi peningkatan permintaan untuk pekerja terampil di
berbagai bidang, namun lulusan baru sering kekurangan
pengetahuan terbaru. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan ini
menyediakan pelatihan hingga tiga bulan kepada rekrutan baru
untuk memastikan mereka memiliki keterampilan teknis yang
dibutuhkan.
Selain itu, perusahaan berusaha membentuk kemitraan
dengan sekolah-sekolah teknik untuk memastikan bahwa kurikulum
mereka sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. Pekerja juga
diharapkan untuk menguasai berbagai tugas dan meningkatkan
pemahaman mereka tentang operasional organisasi yang semakin
kompleks, terutama dengan restrukturisasi pekerjaan dan penekanan
pada pemberdayaan tim. Contohnya, Miller Brewing
memperkenalkan program literasi bisnis komprehensif untuk
membantu karyawan memahami konteks persaingan, pendapatan
perusahaan, pengeluaran biaya, dan peran mereka dalam rantai nilai
perusahaan. Program ini mendukung perubahan struktural dan
membantu karyawan memahami peran mereka dalam konteks yang
lebih luas.
9
c) Keterampilan Pemecahan Permasalahan
Pelatihan pemecahan permasalahan bagi para manajer dan
para karyawan lainnya dapat meliputi aktivitas-aktivitas untuk
menajamkan logika, pertimbangan, dan keterampilan mereka untuk
mendefinisikan permasalahan ataupun kemampuan mereka untuk
menilai penyebabnya, mengembangkan dan menganalisis alternatif-
alternatif yang ada, serta memilih solusi. Pelatihan pemecahan
permasalahan telah menjadi bagian pada hampir semua upaya
organisasional untuk memperkenalkan tim-tim yang dikelola sendiri
atau mengimplementasikan program manajemen kualitas.
d) Keterampilan Interpersonal
Sebagian besar karyawan telah menjadi sebuah unit kerja,
dan kinerja kerja mereka bergantung pada kemampuan mereka
untuk berinteraksi secara efektif dengan para rekan kerja dan bos-
bos mereka. Beberapa karyawan memiliki keterampilan
interpersonal yang luar biasa, tetapi yang lainnya memerlukan
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mendengarkan,
berkomunikasi, dan membangun tim. Meskipun para profesional
sangat tertarik dalam pelatihan keterampilan interpersonal,sebagian
besar bukti menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan yang
dipelajari dalam pelatihan tersebut belum siap dipindahkan kembali
ke tempat kerja.
e) Pelatihan Kesopanan
Manajer sumber daya manusia harus memperhatikan
dampak perilaku sosial di tempat kerja, khususnya isu-isu seperti
ketidaksopanan, intimidasi, dan supervisi yang kejam.
Ketidaksopanan dapat mencakup perlakuan tidak hormat,
pengabaian, dan tindakan lain yang merendahkan. Penelitian
menunjukkan bahwa perilaku negatif ini dapat mengurangi
kepuasan, mempengaruhi kinerja, meningkatkan persepsi
ketidakadilan, dan menyebabkan penarikan psikologis dari
10
pekerjaan. Manajer dapat mengatasi masalah ini dengan
memberikan pelatihan khusus yang bertujuan membangun
kesopanan di tempat kerja. Intervensi pelatihan berbasis prinsip-
prinsip kesopanan telah terbukti meningkatkan hubungan antar-
rekan kerja, menghormati, kepuasan kerja, dan kepercayaan pada
manajemen. Sebaliknya, tindakan seperti ketidaksopanan, sinisme,
dan ketidakhadiran supervisi dapat berkurang setelah intervensi
tersebut. Oleh karena itu, intervensi yang disengaja untuk
mempromosikan iklim perilaku positif di tempat kerja dapat
mengurangi masalah ketidaksopanan.
f) Pelatihan Etika
Saat karyawan direkrut, nilai etika cenderung tetap stabil,
dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelatihan etika
mungkin tidak memiliki dampak signifikan dalam jangka panjang,
bahkan dapat menurunkan nilai etika prososial mahasiswa.
Meskipun demikian, pendukung pelatihan etika berpendapat bahwa
nilai dapat dipelajari dan diubah, terutama jika dilakukan sejak usia
dini. Pelatihan etika di tempat kerja dapat membantu karyawan
mengenali dilema etis dan menjadi lebih waspada terhadap isu-isu
etika. Selain itu, individu yang terpapar pada kode etik organisasi
dan pelatihan etika cenderung merasa puas dan melihat organisasi
mereka sebagai entitas yang semakin bertanggung jawab secara
sosial, menunjukkan bahwa pelatihan etika dapat memiliki efek
positif tertentu.
2. Metode Pelatihan
Sejarah pelatihan kerja terutama mencakup "pelatihan formal" yang
direncanakan sebelumnya dan terstruktur. Meskipun demikian, sebagian
besar pembelajaran di tempat kerja bersifat informal, melibatkan pertukaran
informasi antar karyawan dan pemecahan masalah bersama. Pelatihan
informal dapat terjadi melalui obrolan santai. Metode formal melibatkan
rotasi pekerjaan, program magang, tugas pengganti, dan pembimbingan
11
formal. Perusahaan di AS semakin menggunakan rotasi pekerjaan untuk
melatih manajer dan meningkatkan kolaborasi. Meskipun sebagian besar
dana pelatihan dihabiskan untuk metode formal, terdapat juga variasi seperti
seminar, kursus online, webinar, podcast, dan aktivitas kelompok. Beberapa
organisasi membangun "Universitas Korporat" sebagai tempat program
pelatihan formal. E-training, berbasis komputer, tumbuh pesat,
memungkinkan peserta didik mengontrol kecepatan dan isi instruksi,
berinteraksi melalui komunitas online, dan menggunakan berbagai teknik
pembelajaran. Meskipun efisien dan fleksibel, e-training memiliki
tantangan, seperti biaya pembuatan materi, kurangnya interaksi sosial, dan
kesulitan mengukur pemahaman yang sebenarnya.
3. Mengevaluasi Efektivitas
Efektivitas program pelatihan dapat diukur melalui berbagai
indikator, termasuk kepuasan karyawan, jumlah, kemampuan menerapkan
pengetahuan ke pekerjaan, dan pengembalian investasi. Namun, hasil ini
tidak selalu berkorelasi, karena sikap peserta pelatihan, keberhasilan dalam
menerapkan pengetahuan di tempat kerja, dan perubahan perilaku dapat
bervariasi. Oleh karena itu, pengukuran teliti atas hasil pelatihan diperlukan.
Keberhasilan juga bergantung pada motivasi individu, kepribadian, dan
dukungan iklim organisasi. Para peserta yang percaya pada peluang dan
sumber daya untuk menerapkan keterampilan baru cenderung lebih
termotivasi. Dukungan pasca pelatihan dari supervisor dan rekan kerja juga
memiliki pengaruh kuat pada kemampuan karyawan untuk menerapkan
pembelajaran mereka. Program pelatihan yang efektif tidak hanya
mengajarkan keterampilan tetapi juga mengubah lingkungan kerja untuk
mendukung penerapan keterampilan oleh peserta pelatihan.
C. Evaluasi Kinerja
Pada masa lalu, sebagian besar organisasi hanya menilai seberapa banyak
karyawan akan melaksanakan tugas yang telah tertera pada deskripsi pekerjaan
semata, tetapi saat ini dengan organisasi yang memiliki hierarki yang sedikit dan
12
lebih berorientasi pada jasa lebih banyak. Para peneliti sekarang telah mengenali
tiga tipe utama dari mensyaratkan yang memengaruhi kinerja di tempat kerja:
13
b) Kriteria yang di evaluasi
14
tetapi naif untuk mengabaikan kenyataan bahwa organisasi menggunakan
sifat-sifat untuk menilai kinerja.
1. Esai Tertulis
15
2. Insiden yang Sangat Penting
Insiden yang sangat penting menitikberatkan pada perhatian dari penilai atas
perbedaan di antara melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif dengan
melaksanakannya secara tidak efektif. Penilai akan menggambarkan apa yang
dilakukan oleh karyawan yang terutama efektif atau tidak efektif dalam suatu
situasi, hanya mengutip perilaku yang spesifik. Sebuah daftar mengenai insiden
yang sangat penting tersebut akan menyediakan serangkaian contoh untuk
menunjukkan perilaku yang lebih diinginkan oleh karyawan dan mereka yang
diminta untuk peningkatan.
Salah satu dari metode evaluasi yang tertua dan sangat populer adalah skala
penilaian secara grafis. Penilai akan melampaui serangkaian faktor- faktor kinerja
seperti misalnya kuantitas dan kualitas kerja, kedalaman pengetahuan, kerja sama,
kehadiran, dan inisiatif-dan menilai masing-masing dalam skala inkremental.
Meskipun mereka tidak menyediakan kedalaman informasi mengenai esai tersebut
atau insiden- insiden yang sangat penting, maka skala pemeringkatan dengan grafik
menghabiskan sedikit waktu untuk mengembangkan dan mengelola serta
memungkinkan bagi analisis kuantitatif dan perbandingan.
16
5. Perbandingan yang Dipaksakan
17
meningkat, sama halnya dengan kemungkinan bahwa karyawan akan
menerima umpan balik yang valid pula. Kita sering kali melihat penilai yang
banyak dalam kompetisi misalnya olahraga seperti menyelam dan senam.
Serangkaian penilai akan menilai kinerja, menjatuhkan skor yang tertinggi
dengan yang terendah, dan evaluasi final terdiri atas orang-orang yang
tersisa. Logika dari penilai yang banyak ini berlaku bagi organisasi pula.
Dengan memindahkan para karyawan di seputar organisasi untuk
memperoleh sejumlah evaluasi, atau dengan menggunakan penilai-penilai
yang banyak, kita akan meningkatkan kemungkinan mencapai evaluasi
yang lebih valid dan lebih dapat diandalkan.
18
kinerja karyawan secara lebih komprehensif, bukan hanya berdasarkan
perasaan subjektif pada saat penilaian.
19
D. Peranan Kepemimpinan Dalam Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki peran kunci dalam mengelola aset
berharga perusahaan, yaitu karyawan. Departemen SDM berperan dalam berbagai
aspek lingkungan kerja, mulai dari merancang program manfaat hingga menangani
konflik, pengunduran diri, dan pemecatan karyawan. SDM merepresentasikan
perspektif karyawan dan perusahaan, mengelola permusuhan di tempat kerja, dan
memainkan peran kunci dalam proses perekrutan dan pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan baru mengakui potensi SDM untuk memengaruhi kinerja karyawan,
terutama melalui sistem kerja kinerja tinggi (High Performance Work System -
HPWS). Studi menunjukkan bahwa HPWS dapat meningkatkan kinerja ketika
organisasi memiliki budaya pembelajaran. Fungsi kepemimpinan SDM mencakup
promosi kemampuan, motivasi, dan peluang karyawan, yang dapat mengurangi
ketidakhadiran, meningkatkan retensi, dan memperbaiki perilaku kewargaan pada
organisasi. Dengan manfaat bagi pemilik dan karyawan, penting untuk
mempertimbangkan peran kepemimpinan SDM dalam mengelola sumber daya
manusia secara efektif.
20
perawatan kesehatan dan liburan dapat memengaruhi populasi pekerja yang
lebih luas.
21
pusat perawatan anak. Tekanan waktu bukan satu-satunya masalah;
serangan psikologis antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga
menciptakan konflik. Upaya organisasi, seperti menjaga beban kerja wajar,
menurunkan perjalanan bisnis, dan menyediakan tempat penitipan anak,
dapat membantu mengatasi konflik ini. Praktik pelaksanaan yang
mendukung manajemen waktu dan membantu karyawan membuat segmen
kehidupan yang jelas dapat membantu mengurangi konflik. Preferensi
pekerja terkait penjadwalan dan manfaat bervariasi, dengan beberapa
memilih fleksibilitas jam kerja dan lainnya lebih memilih dukungan
organisasi untuk keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Studi
menunjukkan bahwa karyawan, terutama wanita, lebih tertarik pada
organisasi yang mendukung keseimbangan tersebut.
22
E. Implikasi Bagi Manajer
1. Praktik pelaksanaan seleksi dari organisasi dapat mengidentifikasi para
kandidat yang kompeten dan secara akurat dapat menyesuaikan mereka dengan
pekerjaan dan organisasi. Mempertimbangkan metode penilaian yang sangat
mungkin untuk mengevaluasi keterampilan yang secara langsung diperlukan
bagi pekerjaan yang sedang Anda cari untuk diisi.
5. Berikan kepada para karyawan peluang untuk berperan serta dalam evaluasi
mereka sehingga mereka dapat memahami kriteria kinerja dan terlibat dalam
proses perbaikan.
23
F. Implementasi Praktik dan Kebijakan SDM di PT J&T Express
Tanjungpinang
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Praktik SDM yang baik mencakup investasi dalam pengembangan
karyawan. Karyawan yang teratih dengan baik cenderung lebih produktif, memiliki
keterampilan yang relevan, dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap tujuan Perusahaan. Kepemimpinan yang efektif sangat berkontribusi pada
kesejahteraan karyawan dan kesuksesan organisasi.
26
DAFTAR PUSTAKA
27