Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERKEMBANGAN ISLAM DI ASIA TENGGARA

“NEGARA FILIPINA”
Untuk Memenuhi Tugas Ski

Disusun Oleh :

KELOMPOK II KELAS XII IPA

 AFDHAL HAMSANJAYA
 M. ALDINO
 M. ZAIDAL FITRA
 DINA USDIANTARI
 RIRIN TRIA SEPTIANA

MAN 3 SUMBAWA

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya,dan tidak lupa kepada junjungan alam dan teladan
bagi umat yakni Nabi besar Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini, yang diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam Sejarah Islam Asia Tenggara yang berjudul “Islam di Filipina”.

Makalah ini dapat diselesaikan tidak jauh dari kerja sama anggota kelompok dan
saya berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.

Makalah ini telah disusun berdasarkan sumber-sumber yang ada . Namun kami
selaku penulis sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, tapi kami sudah
berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat digunakan selayaknya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk membuat makalah
selanjutnya lebih baik dan sempurna.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Empang, Januari 2021

Tim Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan beberapa sumber sejarah, terlihat bahwa Islam bukanlah agama pertama yang
tumbuh pesat, namun Islam masuk ke lapisan masyarakat yang telah memiliki peradaban,
budaya, dan agama sebagaimana terlihat dalam masyarakat Asia Tenggara bahkan Islam
dianggap sebagai Islam periferal karena adanya akomodasi antara pranata dalam Islam
dengan agama lain dan tidak terlepas oleh pengaruh yang datang di wilayah Asia
Tenggara. Apapaun label Islam yang ada di Asia Tenggara bukan berarti Islam di Asia
Tenggara tidak memiliki penganut khususnya Filipina. Filipina adalah salah satu negara di
Asia Tenggara dengan jumlah penganut Islamnya lebih sedikit dengan jumlah penduduk
yang ada. Bagaimana sejarah dan dinamika Islam di Filipina??
Sehubungan dengan hal diatas, dalam makalah ini kami akan membahas secara singkat
lembaran-lembaran sejarah Islam di Filipina. Asia Tenggara adalah sebutan untuk wialyah
daratan Asia bagian timur yang terdiri dari jazirah Indo-Cina dan kepualauan yang banyak
serta terilingkupi dalam Negara Indonesia dan Filipina. Melihat sejarah masa lalu, terlihat
bahwa Islam bukanlah agama pertama yang tumbuh pesat, akan tetapi Islam masuk ke
lapisan masyarakat yang waktu itu telah memiliki peradaban, budaya, dan agama. Taufiq
Abdullah menulis dalam bukunya, bahwa kawasan asia tenggara terbagi menjadi 3 bagian
berdasarkan atas pengaruh yang diterima wilayah tersebut.
Pertama, adalah wilayah indianized southeast asia, asia tenggara yang dipengaruhi India
yang dalam hal ini hindu dan budha. Kedua, sinized south east asia, wilayah yang
mendapatkan pengaruh china, adalah Vietnam. Ketiga, yatu wilayah asia tenggara yag
dispanylokan, atau hispainized south east asia, yaitu Filipina
Filipina adalah negeri kepulauan yang terdiri dari 7.109 pulau tropis dengan luas total
wilayah 29.629.000 hektar dan terdiri dari beragam etnis, bahasa dan agama. Meskipun
lebih dikenal sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya menganut katolik,
wilayah Filipina sekarang ini meliputi beberapa kawasan yang berpenduduk muslim.
[1]Mayoritas dari mereka bertempat tinggal di kawasan Filipina Selatan, khususnya di
Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu. Meskipun menyandang status minoritas dalam
konteks Filipina, masyarakat Islam adalah komunitas agama terbesar kedua setelah
masyarakat Katolik.
Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba membahas beberapa hal penting tentang
Islam di Filipina. Antara lain: Sejarah masuknya Islam di Filipina dan faktor-faktor Islam
3
menjadi agama minoritas di Filipina. Hal-hal tersebut menjadi pembahasan pemakalah
dalam tulisan ini, karena merupakan sebuah upaya besar dalam mengangkat dan
menyebarkan agama Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Sejarah Masuknya Islam di Filipina
2. Faktor-faktor Islam menjadi Agama Minoritas di Filipina

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah singkat Islam di Filipina
4
Menurut Taufiq Abdullah, kawasan Asia Tenggara terbagi menjadi tiga bagian
berdasarkan atas pengaruh yang ada yakni:
• Indianized Southeast, Asia Tenggara yang dipengaruhi India yang dalam hal ini
Hindu dan Budha
• Sinized South East, Asia Tenggara yang mendapat pengaruh China seperti India
• Hispainized South East, Wilayah Asia Tenggara yang diSpanyolkan yaitu Filipina.
Ketiga pembagian tersebut seolah meniadakan pengaruh Islam yang begitu besar di asia
tenggara khususnya Filipina, walaupun Filipina mendapatkan pengaruh oleh Spanyol akan
tetapi pranata kehidupan di Filipina tidak terlepas pengaruh Islam terutama pada masa
penjajahan Amerika dan Spanyol. Adapun secara kuntitas, Dr. Hamid mencantumkan
bahwa Islam di Filipina merupakan salah satu kelompok minoritas diantara negara-negara
yang ada. Dari statistik demografi pada tahun 1977 masyarakat Filipina berjumlah
44.300.000 jiwa. Sedangkan jumlah muslim 2.348.000 jiwa dengan presentase 5,3 %
dengan unsur dominan komunitas Mindanao dan mogondinao. Hal ini tidak terlepas dari
latar belakang sejarah Islam di negeri Filipina.
Menurut cendekiawan Muslim Filipina, Ahmed Alonto, berdasarkan bukti-bukti sejarah
yang terekam, Islam datang ke Filipina pada tahun 1380. Muslim pertama yang datang
adalah Sherif Macdum (Sharif Karim al-Makhdum) yang merupakan seorang ahli fikih.
Kedatangannya kemudian diikuti oleh para pedagang Arab dan pendakwah yang bertujuan
menyebarkan Islam. Pada mulanya dia tinggal di kota Bwansa, dimana rakyat setempat
dengan sukarela membangun masjid untuknya dan banyak yang ikut meramaikan masjid.
Secara bertahap beberapa kepala suku setempat menjadi Muslim. Kemudian dia juga
mengunjungi beberapa pulau lain. Makamnya dipercaya terdapat di pulau Sibutu.
Selain orang Arab, umat Islam India, Iran dan Melayu datang ke Filipina, menikahi
penduduk lokal dan mendirikan pemerintahan di pulau-pulau yang tersebar di kepulauan
Filipina. Salah seorang pendiri pemerintahan itu adalah Sherif Abu Bakr, yang berasal dari
Hadramaut. yang datang ke kepulauan Sulu melalui Palembang dan Brunei. Dia menikahi
putri pangeran Bwansa, Raja Baginda, yang sudah beragama Islam. Ayah mertuanya
menunjuknya sebagai pewaris. Setelah menggantikan mertuanya dia menjalankan
pemerintahan dengan hukum Islam dengan memerhatikan adat istiadat setempat. Dengan
demikian, dia bisa disebut sebagai pendiri kesultanan Sulu yang bertahan hingga
kedatangan Amerika ke Filipina. Kesultanan Sulu mencapai puncak kejayaannya pada
abad delapan belas dan awal abad sembilan belas, ketika pengaruhnya membentang hingga
Mindanao dan Kalimantan utara. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya
5
berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datuk dan Raja.
Dengan berhasilnya penyebaran islam di wilayah Mindanao dan kepulauan Sulu jumlah
Islam pun semakin besar, sehingga tidak mudah ditaklukkan oleh bangsa Spanyol.
Bangsa Spanyol masuk ke wilayah Filipina pada 16 Maret 1521 M. Bangsa Spanyol tidak
mudah menaklukkan wilayah selatan seperti halnya wilayah utara, mereka harus bertempur
mati-matian, kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu bahkan harus
menghabiskan lebih dari 375 tahun untuk menaklukkan wilayah selatan yang kaumnya tak
lain kaum muslim. Walaupun demikian, kaum muslim tidak pernah dapat ditundukkan
secara total. Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule serta
mision-sacre terhadap orang islam. Bahkan orang-orang islam diistigmatisasi sebagai
Moro. Sejak saat itu julukan Moro melekat orang-orang islam yang mendiami kawasan
Filipina selatan. Pada tahun 1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina
sendiri. penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam
ketentaraan kolonial Spanyol. Kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan
orang-orang islam di selatan, sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri
dengan mengatasnamakan misi suci. Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa
curiga orang-orang kristen Filipina terhadap bangsa Moro . Sejarah mencatat orang islam
pertama yang masuk kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri
Raja Humabon dari pulau Cebu.

Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao-Solo, Spanyol tetap menganggap kedua


wilayah tersebut merupakan bagian dan teritorialnya. Secara tidak sah dan bermoral,
Spanyol menjual Filipina ke Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 M
melalui Traktat Paris . Dengan kedatangan Amerika Serikat di Filipina merupakan babak
baru bagi bangsa Filipina khususnya bangsa Moro yang berada di wilayah selatan.
Masa imperealisme Amerika Serikat.

Pada tahun 1896, presiden McKinley dari AS memutuskan untuk menduduki Filipina
untuk mengkristenkan. Amerika berhasil menaklukkan jajahan Spanyol pada tahun 1899
namun baru pada tahun 1914 berhasil menklukkan bangsa sulu setelah perjuangan dan
gagah berani serta menghapuskan kesultanan Sulu dan menggabungkan bangsa Moro ke
dalam Filipina. Pada tahun 1914-1920 Amerika melancarkan program pengintegrasian
bangsa Moro (Muslim) dan pada tahun 1919 pemerintah Filipina mendapat hak legislatif
untuk menguasai tanah Moro. Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri
6
sebagai seorang sahabat yang baik dan dapat dipercaya. Dan inilah karakter musuh-musuh
Islam sebenarnya pada abad ini. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat
Bates (20 Agustus 1898 M) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan
mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun
traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak,
karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum
revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo. Terbukti setelah kaum
revolusioner kalah pada 1902 M, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada
sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903 M)
Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk
memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu. Periode berikutnya tercatat
pertempuran antara kedua belah pihak. Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun
1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali
pertempuran. Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah
menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro
untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk
memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro. Namun Amerika memandang
peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya
menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini
kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.
Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi
yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas
politik dan kesatuan diantara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai
diserang oleh norma-norma Barat. Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan
Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara
dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen.
Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan
secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi
kemandirian.

Manuel L. Quezon, seorang senator (1936-1944), berusaha memperbanyak jumlah bangsa


Filipina non-muslim. Konsep penjajahan AS melalui koloni diteruskan oleh pemerintah
Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang
Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri. Hal ini terbukti, pada tahun
7
1944 terjadi transmigrasi besar-besaran penduduk Filipina Utara ke wilayah Mindanau
yang berakibat semakin meningkatnya pertikaian-pertikaian antara Muslim dengan
penduduk Filipina. Kebijakan yang telah terjadi dalam rentang waktu yang panjang telah
membuat Muslim Filipina harus memperjuangkan kemerdekaannya supaya dapat bebas
sebagaimana masyarakat Filipina lainnya. Penderitaan Muslim yang tidak kalah pelak itu
semakin diperparah ketika Ferdinand Marcos berkuasa pada tahun 1965 memperlakukan
Muslim secara tidak wajar dan melakukan tekanan-tekanan terhadap Muslim. Dari Maret
1968 sampai tahun 1982, lebih dari seratus ribu orang sipil muslim dibunuh oleh tentara
Filipina, lebih dari liama puluh desa, kota kecil dan besar telah diratakan oleh tentara
Filipina, termasuk ibu kota Muslim, Joko.

B. Muslim Filipina sebagai Minoritas


Telah disinggung di atas bahwa keminoritasan ummat islam di Filipina akan terjadi akibat
goncangan yang ada dari pribumi Filipina yang tidak menginginkan kebebasan bagi kaum
muslim. Namun demikian, kaum muslim khususnya di kepulauan Sulu dan Mindanao
mampu mempertahankan diri dari serangan Spanyol karena raja yang ada di wilayah
selatan mendapatkan dukungan dari rakyatnya atau dalam konsep Milner disebut politic
centity (masyarakat politik). Dalam konsep Milner, raja adalah tumpuan utama kesetiaan
rakyat, bukan ras. Dengan demikian, raja menduduki tempat sentral dalam kehidupan
warganya. Di luar raja dan kerajaan , tidak ada sesuatu pun. (Milner, 1981:49)
Filipina merdeka tahun 1946. Tapi nasib bangsa Moro tidak pernah berubah sampai
sekarang. Filipina menjelma menjadi penjajah yang lainnya, bahkan sama kejamnya.
Dalam masa kemerdekaan Filipina, muslim Moro sadar bahwa perjuangannya harus
bersatu, tidak boleh bercerai-berai. Kemudian dibentuklah MIM (Muslim Independent
Movement), Anshar-el-Islam, MNLF (Moro National Liberation Front), MILF (Moro
Islamic Liberation front), MNLF-Reformis, BMIF.
Pada awalnya umat Islam Filipina memilih jalan damai untuk merebut kedaulatan. Setelah
terbukti bahwa perjuangan konstitusional untuk merebut kemerdekaan tidak dapat
dilakukan, mereka membentuk MNLF (Moro National Liberation Front) untuk
mengorganisasi perjuangan bersenjata. Tujuan berdirinya MNLF pada mulanya ialah
untuk membentuk negara sendiri. Namun kemudian hal ini berubah ketika pemerintah
Filipina memulai negosiasi dengan MNLF pada 1975 dan setahun kemudian tercapai kata
sepakat tentang kerangka penyelesaian masalah di Filipina. Persetujuan ini dikenal dengan
Kesepakatan Tripoli yang ditandatangani pada 23 Desember 1976 antara MNLF dan
8
pemerintahan Filipina. Kesepakatan ini mengikat MNLF untuk menerima otonomi sebagai
status bagi wilayah Filipina selatan. Penerimaan MNLF terhadap Kesepakatan Tripoli
memicu perpecahan di kalangan internal MNLF, yang berakibat pada munculnya faksi
baru yang bernama MILF. Kesepakatan Tripoli berisi pembentukan pemerintahan otonomi
di Filipina selatan yang mencakup tiga belas propinsi, yaitu Basilan, Sulu, Tawi-Tawi,
Zamboanga del Sur, Zamboanga del Norte, Cotabato utara, Manguindanao, Sultan
Kudarat, Lanao Norte, Lanao Sur, Davao Sur, Cotabato selatan, dan Palawan. Otonomi
penuh diberikan pada bidang pendidikan dan pengadilan, sementara bidang pertahanan dan
politik luar negeri tetap menjadi wewenang pemerintahan pusat di Manila. Kesepakatan
damai yang ditanda tangani di Tripoli ternyata dikhianati oleh Ferdinand Marcos, dengan
mengadakan referendum di tiga belas propinsi yang tercantum dalam Kesepakatan Tripoli
untuk mengetahui penduduk ketiga belas propinsi yang akan diberi otonomi khusus.
Referendum yang dilakukan Marcos ini sebenarnya adalah cara yang dia gunakan untuk
membatalkan Kesepakatan Tripoli secara halus. Dengan program perpindahan penduduk
yang digalakkan pemerintah pusat untuk mendorong rakyat bagian utara yang mayoritas
Katolik, kawasan selatan yang semula lebih banyak penduduk Muslim menjadi didominasi
warga Katolik/Kristen. Kondisi ini memastikan hasil yang diharapkan Marcos, yaitu
menolak otonomi.
Disamping perjuangan bersenjata melalui organisasi seperti MNLF, masyarakat sipil juga
melakukan pendekatan damai dan demokratis dibawah pengawasan PBB, melalui Bangsa
Moro People’s Consultative Assembly yang melakukan pertemuan pada tahun 1996 dan
2001. Pertemuan pertama, yang menurut laporan dihadiri lebih dari satu juta orang,
menghasilkan pernyataan untuk mendirikan kembali negara dan pemerintahan Bangsa
Moro. Hal ini semakin nyata dalam pernyataan bersama yang dideklarasikan oleh ratusan
ribu Bangsa Moro yang ikut serta dalam Rapat Umum untuk Perdamaian dan Keadilan in
Cotabato City dan Davao City pada 23 Oktober 1999, di Marawi City pada 24 Oktober
1999, dan di Basilan pada 7 Desember 1999. Dalam serangkaian rapat umum mereka
mengeluarkan pernyataan sikap terhadap pemerintah Filipina: ”…kami percaya bahwa
satu-satunya solusi berguna dan abadi bagi hubungan yang tidak sehat dengan pemerintah
Filipina adalah pengembalian kebebasan kami yang secara ilegal dan imoral telah dicuri
dari kami, dan kami diberi kesempatan untuk mendirikan pemerintahan sesuai dengan
nilai-nilai sosial, relijius dan budaya kami”. Sikap ini dipertegas dalam pertemuan kedua,
yang dilaksanakan pada tahun 2001 dan dihadiri sekitar dua setengah juta orang, yang

9
menyatakan ”Satu-satunya solusi yang adil, bermakna dan permanen untuk persoalan
Mindanao adalah kemerdekaan rakyat dan wilayah Bangsa Moro sepenuhnya”.
Hubungan problematis antara Bangsa Moro dan pemerintah pusat di Manila, yang dalam
banyak kasus berarti konfrontasi kekerasan, harus dipahami dalam konteks keinginan
untuk merdeka. Masyarakat Bangsa Moro meyakini bahwa jaminan terbaik untuk
keamanan mereka dan satu-satunya kesempatan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang
mereka yakini adalah ketika mereka memiliki kekuasaan untuk mengatur nasib sendiri,
yang menjadi inti permasalahan dalam konflik berkepanjangan yang terjadi.

C. Perkembanagan ekonomi, sosial dan budaya


Masyarakat muslim terkonsentrasi di wilayah otonom Filipina Selatan. Mereka ada di
kepulauan Mindanao, daerah ujung selatan Palawan, dan gugusan kepulauan Sulu. Secara
etnis dan bahasa mereka setidaknya terdiri dari tiga belas kelompok bahasa. Mereka
berkedudukan di 13 propinsi yang berada di empat wilayah perundang-undangan yang
berbeda.
Dari segi etnis, tiga suku diantaranya yakni, suku maranao, tausug dan Manguindanao
merupakan kelompok etnis muslim terbesar di kawasan ini memiliki penduduk muslim
sekitar 75 % dari jumlah total penduduk muslim di Filipina.
Dilihat dari jenis, setidaknya sampai 1970-an, masyarakat muslim Filipina tidak banyak
yang berbeda dari warga lainnya. Mayoritas dari mereka menekuni bidang pertanian,
perikanan, dan ekonomi yang berbasis pada hutan. Kaum muslim Manguindanau banyak
yang bertani sawah, sedangkan masyarakat maranau dikenal sebagai pengrajin kuningan
dan tenunan, selain bertanam padi dan jagung di pegunungan. Sebagian mereka juga
dikenal sebagai pedagang yang terkenal sampai ke pelosok-pelosok Filipina.
Orang Tausug yang tinggal di pesisir umumnya bekerja sebagai nelayan, hampir sama
dengan sebagian masyarakat Iranun, kalagan, dan Samal pesisir.fenomena yang agak
berbeda terdapat pada orang-orang tagalog Islam yang karena mengalami proses urbanisasi
besar-besaran, telah beralih menjadi pekerja profesional baik di kantor maupun pabrik di
daerah perkotaan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, kami dapat menggaris bawahi bahwa:
secara umum kelompok minoritas dapat digolongkan menjadi tiga kategori besar.
• Pertama adalah komunitas migran, sebagaimana banyak ditemukan di negara-negara
Barat saat ini.
• Kedua adalah penduduk setempat yang menjadi minoritas di tempat tinggalnya,
seperti yang terjadi di suku Aborigin di Australia dan Indian di Amerika.
• Kategori ketiga adalah mereka yang dipaksa bergabung ke dalam negara-bangsa
baru, seperti yang terjadi pada umat Islam di Filipina selatan, yang dipaksa
bergabung dengan pemerintahan pusat di Manila usai penjajahan Amerika Serikat.
Menurut C. A. Majul dalam bukunya Muslims in the Philippine membagi Islamisasi awal
di Sulu ke dalam beberapa tahap.
Tahap pertama terjadi pada seperempat terakhir abad ketiga belas atau lebih awal ketika
para pedagang asing mendiami kawasan ini. Beberapa pedagang ini menikahi keluarga
setempat yang berpengaruh. Pada tahap ini elemen-elemen Islam awal diintegrasikan ke
dalam masyarakat setempat dan secara bertahap terjadi pembentukan keluarga Muslim.
Tahap kedua, yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua abad keempat belas, adalah
kelanjutan dari pendirian kumpulan keluarga Muslim yang secara bertahap melakukan
dakwah terhadap masyarakat setempat. Peristiwa ini bersamaan dengan proses dakwah
Islam di Jawa. Pada tahap ini para pendakwah dikenal dengan sebutan makhdumin. Tahap
ketiga adalah kedatangan Muslim Melayu dari Sumatra pada permulaan abad kelima belas.

B. Saran
Demikianlah makalah yang pemakalah susun. Semoga bermanfaat bagi pembaca dan
pemakalah sendiri, serta dapat mempertebal iman dan taqwa kita kepada Allah SWT yang
telah memberikan kita akal pikiran sehingga kita dapat mempelajariapa yang telah
diciptakan oleh-Nya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam menyusun ataupun
ketika menyampaikan makalah ini. Maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak tentu kami butuhkan demi memperbaiki makalah kami berikutnya. Terima
kasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Azra azyumardi, Dr., Renaisans Islam Asia Tenggara, Bandung: Remaja Rosdakarya,
Cet.III, 2006.
Majul, Cesar adib, Muslims in the Philippine, Jakarta: LP3ES, 1989
Kettani, Ali M., minoritas muslim di dunia dewasa ini, Jakarta: RajaGrafimdo Persada,
2005.
www.google.com, BangsaMoro, Minoritas Muslim Filipina, Februari 7, 2009.
www.google.com. Islam di Mindanao, Minoritas di Negeri sendiri, 20 January 2010.

12

Anda mungkin juga menyukai