Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

Sistem Manajemen Keselamatan


(ISM – CODE)
PT. MERATUS LINE

OLEH:
AHMAD FIRDAUS (D31106006)
HABIBI (D31100010)
NASRUM SANUSI (D31106016)
FAKTUR RAHMIN (D31106017)
ALVIAN VERISTIANTO (D31106025)
FADLI PRATAMA (D31106027)
STEPANUS (D31106038)
RYAN SATRIADI (D31106041)
RAHMAT
ANUGRAH .R
WILLY KRISBIANTORO

JURUSAN PERKAPALAN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Koda Manajemen Keselamatan Internasional adalah standar
internasional mengenai manajemen dalam pengoperasian kapal secara aman
dan pencegahan pencemaran yang telah disahkan dalam sidang umum
International Maritime Organization (IMO) dengan sasaran untuk menjamin
keselamatam di laut, pencegahan kecelakaan manusia atau kehilangan jiwa
dan menghindari kerusakan lingkungan khususnya terhadap lingkungan
maritim serta harta benda.
Koda Manajemen Keselamatan Internasional atau International
Management Code for the safe Operation of Ships and for Pollution
Prevention yang disingkat menjadi International Safety Management Code
dan menjadi lebih terkenal dengan “ISM-Code”, ditetapkan oleh IMO dalam
resolusi No. A-741 (18) dan selanjutnya pada bulan November 1993
dimasukkan ke dalam Konvensi SOLAS (Safety of Life at Sea) 1974 sebagai
bab baru yaitu Chapter IX. Setelah menjadi bab baru dari konvensi SOLAS
maka ISM-Code menjadi Compulsory, artinya merupakan keharusan bagi
setiap negara anggota IMO untuk menerapkan sepenuhnya semua ISM-Code
requirements.
Pemberlakuan ISM-Code bagi kapal berbendera Indonesia diatur
dengan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor : PY.67/1/6-96
tanggal 12 Juli 1996. Pemberlakuan ISM-Code adalah suatu refleksi sasaran
terhadap kewajiban dari negara-negara anggota IMO. Penerapan ISM-Code
didasarkan pada perangkat peraturan-peraturan yang harus diikuti, baik
berskala nasional maupun internasional. Contohnya, ketentuan-ketentuan dari
Konvensi SOLAS 1974, MARPOL 73/78, COLREG 1972, Load Lines 1966
dan STCW 78/95 yang selanjutnya memberikan dasar kerangka peraturan
untuk pelayaran internasional.
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2000), menyebutkan
bahwa 80% dari kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia (human
error), 75% sampai 79% dari kesalahan manusia tersebut disebabkan oleh
pelaksanaan manajemen yang buruk. Sedangkan menurut Tim Puslitbang
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (2002), bahwa kasus-kasus kecelakaan
kapal laut di Indonesia 72% disebabkan karena kesalahan manusia dengan
distribusi 52% kesalahan sumber daya manusia (SDM) murni; 9,8% gabungan
antara SDM dan teknis; 5,3% gabungan antara SDM dan alam; serta 4,9%
gabungan antara SDM, teknis dan alam. Kesalahan manusia tersebut
merupakan kontribusi langsung maupun tidak langsung dilakukan oleh anak
buah kapal dan nahkoda, operator, syahbandar dan perangkatnya, pandu, serta
Biro Klasifikasi Indonesia (Sujanadi 2002).
PT. Meratus Line adalah salah satu perusahaan pelayaran yang cukup
besar yang berada di kawasan timur Indonesia. PT. Meratus Line ini
mengoperasikan 35 kapal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah
pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
“ Seberapa besar tingkat Implementasi ISM-Code pada perusahaan
pelayaran PT. Meratus Line dan terhadap kapal-kapal yang
dioperasikan di perusahaan pelayaran tersebut ”.

C. Tujuan Survey
Tujuan dari survey ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan
ISM-Code di perusahaan pelayaran PT. Meratus Line dan terhadap kapal-
kapal yang dioperasikan di perusahaan pelayaran terlaksana dengan baik,
khususnya mengenai alat keselamatan yang ada pada kapal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ISM-Code
International Safety Management Code (ISM-Code) adalah koda
internasional mengenai manajemen untuk pengoperasian kapal secara aman
dan pencegahan pencemaran (IMO, 1994). Indonesia sebagai salah satu
anggota IMO dan sebagai Negara yang telah meratifikasi SOLAS, maka
adalah keharusan untuk mengimplementasikan Koda Manajemen Keselamatan
tersebut.
Karena Peraturan Manajemen Keselamatan Internasional berlaku
secara global, maka yang dimaksud dengan manajemen di sini adalah proses
kegiatan perusahaan pelayaran yang menggambarkan pelaksanaan peraturan
baik di kantor, di terminal maupun di atas kapal (Ditjenhubla 1996).
Dalam sistem manajemen selalu terdapat proses, maka proses yang
dimaksud adalah bagian dari kehidupan perusahaan supaya mampu
berkompetisi memperebutkan pasar, karena organisasi perusahaan yang buruk
bila dikaitkan dengan keselamatan operasi dan pencegahan pencemaran, akan
dapat mendatangkan kerugian karena hilangnya nyawa manusia, kerusakan
barang/hilangnya harta benda serta rusaknya lingkungan hidup (Ditjenhubla
1996).
Menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1996), dinyatakan bahwa untuk
mencapai tujuan manajemen keselamatan, maka perusahaan pelayaran
diwajibkan menyusun suatu sistem manajemen keselamatan kapal yang
meliputi :
1. Tujuan Manajemen Keselamatan Perusahaan
a. Menyiapkan praktek keselamatan dalam operasional kapal dan
keselamatan lingkungan kerja.
b. Menciptakan perlindungan atas semua resiko yang diketahui.
c. Secara terus menerus meningkatkan keterampilan manajemen
keselamatan dari personil darat dan kapal, termasuk kesiapan dalam
keadaan darurat yang ada hubungannya dengan keselamatan dan
perlindungan lingkungan.
2. Persyaratan fungsional untuk Sistem Manajemen Keselamatan (SMK)
Setiap perusahaan perlu mengembangkan, menerapkan dan
mempertahankan SMK yang meliputi :
a. Kebijaksanaan keselamatan dan perlindungan lingkungan.
b. Petunjuk dan prosedur untuk memastikan keselamatan operasional
kapal dan perlindungan lingkungan laut dalam mentaati peraturan
keselamatan kapal.
c. Menentukan tingkat otoritas dan garis komunikasi antara dan antar
personil darat dan kapal.
d. Prosedur pelaporan kecelakaan dan penyimpangan dari ketentuan
peraturan ini.
e. Prosedur untuk siap tanggap dalam keadaan darurat.
f. Prosedur untuk internal audit dan kaji ulang manajemen.
3. Kebijaksanaan Keselamatan dan Perlindungan Lingkungan
a. Perusahaan harus menyusun suatu kebijakan keselamatan dan
perlindungan lingkungan yang menjelaskan bagaimana tujuan
manajemen keselamatan tercapai.
b. Perusahaan harus memastikan bahwa kebijakan tersebut diterapkan
dan dipertahankan di semua lini organisasi baik di darat maupun di
kapal.
4. Tanggung jawab dan Kewenangan Perusahaan
a. Jika badan yang bertanggung jawab atas operasional kapal, bukan
pemiliknya maka pemilik harus melaporkan nama lengkap dan data
rinci badan tersebut kepada administrasi (pemerintah).
b. Perusahaan harus menetapkan dan mendokumentasikan tanggung
jawab, otorita dan hubungan antar personil yang mengatur,
melaksanakan dan meneliti pekerjaan yang dapat mempengaruhi
keselamatan serta pencemaran.
c. Perusahaan bertanggung jawab untuk memastikan tersedianya sumber
daya dan dukungan yang cukup dari darat untuk memungkinkan
personil yang ditunjuk dapat melaksanakan tugasnya.
5. Personil yang ditunjuk (Designated Person Ashore=DPA)
Untuk memastikan keselamatan operasional setiap kapal dan
memberikan jalur hubungan antara perusahaan dan kapal, maka setiap
perusahaan harus menunjuk satu atau lebih personil di darat yang memiliki
akses langsung dengan pucuk pimpinan manajemen. Tanggung jawab dan
kewenangan DPA tersebut termasuk memonitor aspek keselamatan dan
perlindungan lingkungan dalam operasional kapal sesuai persyaratan yang
menjamin tersedianya sarana dan dukungan yang cukup dari darat sebagai
mana yang diperlukan.
6. Tanggung jawab dan Kewenangan Nahkoda
a. Perusahaan harus jelas menetapkan dan mendokumentasikan tanggung
jawab nahkoda sehubungan dengan :
1) penerapan kebijaksanaan perusahaan dalam hal keselamatan dan
perlindungan lingkungan
2) memotivasi awak kapal dalam menjalankan kebijakan yang
dimaksud
3) mengeluarkan perintah dan instruksi yang sesuai, jelas dan
sederhana
4) memeriksa bahwa persyaratan yang ditentukan diindahkan, dan
5) mengkaji ulang SMK dan melaporkan penyimpangan kepada
manajemen di darat.
b. Perusahaan harus memastikan bahwa SMK yang digunakan di kapal
berisikan yang menjelaskan kewenangan nahkoda di bawah tanggung
jawabnya, memiliki otorita khusus untuk mengambil keputusan demi
keselamatan dan pencegahan pencemaran dan dapat meminta bantuan
perusahaan bila diperlukan.
7. Sumber daya dan personil
a. Perusahaan harus memastikan bahwa nahkoda :
1) memenuhi syarat untuk menjadi pimpinan kapal
2) sepenuhnya memahami SMK perusahaan
3) mendapat dukungan sepenuhnya sehingga tugas nahkoda dapat
dijalankan dengan baik.
b. Perusahaan harus memastikan bahwa setiap kapal diawaki oleh pelaut-
pelaut yang memenuhi syarat, bersertifikat dan secara medis sehat
sesuai dengan persyaratan, baik nasional maupun internasional.
c. Perusahaan harus menyusun prosedur untuk memastikan bahwa
personil baru atau yang dipindahkan mendapat tugas yang baru
berkaitan dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan diberikan
pengenalan yang cukup atas tugasnya. Sebelum berlayar petunjuk
penting harus disiapkan, diteliti, didokumentasikan dan disampaikan.
d. Perusahaan harus memastikan agar seluruh personil yang terlibat
dalam SMK perusahaan memeiliki pengertian yang cukup atas aturan
dan peraturan, kode-kode dan garis-garis panduan yang berkaitan.
e. Perusahaan harus menyusun dan mempertahankan prosedur untuk
menentukan setiap latihan yang diperlukan dalam menunjang
pelaksanaan SMK dan harus pelatihan dimaksud, diberikan kepada
seluruh personil yang terkait.
f. Perusahaan harus menyusun prosedur agar semua personil di kapal
menerima informasi yang berkaitan dengan SMK dalam bahasa kerja
atau bahasa yang dimengerti oleh mereka.
g. Perusahaan harus memastikan bahwa personil kapal mampu
berkomunikasi secara efektif dalam melaksanakan tugas mereka yang
berkaitan dengan SMK.
8. Pengembangan Rancangan untuk Mengoperasikan Kapal
Perusahaan harus menyusun prosedur-prosedur untuk menyiapkan
rancangan-rancangan dan instruksi-instruksi pengoperasian utama di kapal
mengenai keselamatan dan pencegahan pencemaran.
Berbagai tugas terkait harus ditentukan dan diserahkan kepada personil
yang memenuhi persyaratan.
9. Kesiapan Darurat
a. Perusahaan harus menyusun prosedur untuk mengenal, menjelaskan
dan memberikan reaksi atas situasi potensial darurat yang akan terjadi
di kapal.
b. Perusahaan harus membuat program untuk peran dan latihan guna
persiapan dalam tindakan-tindakan darurat.
c. SMKperusahaan harus menyiapkan perangkat system penilaian untuk
memastikan bahwa organisasi perusahaan dapat memberi reaksi setiap
saat terhadap keadaan rawan kecelakaan dan situasi darurat.
10. Laporan dan Analisa Penyimpangan Kecelakaan Kejadian-kejadian Rawan
(bahaya)
a. SMK harus mencakup prosedur yang memastikan bahwa
penyimpangan, kecelakaan dan situasi rawan dilaporkan kepada
perusahaan, disidik dan dianalisa dengan maksud untuk meningkatkan
keselamatan dan pencegahan pencemaran.
b. Perusahaan harus membuat prosedur untuk menerapkan tindakan
pembetulannya.
11. Perawatan Kapal dan Peralatannya
a. Perusahaan harus menyusun prosedur-prosedur untuk memastikan
bahwa kapal dipelihara sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku, dan peraturan beserta setiap persyaratan tambahan yang
dikeluarkan oleh perusahaan.
b. Dalam memenuhi persyaratan tersebut perusahaan harus memastikan
bahwa :
1) inpeksi dilaksanakan pada interval yang sesuai
2) setiap ketidak sesuaian atau penyimpangan prosedur dilaporkan
termasuk sebab musababnya
3) tindakan perbaikan dilaksanakan, dan
4) catatan dari tindakan tersebut disimpan.
c. Perusahaan harus menyusun prosedur dalam SMK untuk mengenali
sistem peralatan di mana kegagalan operasi mendadak dapat
menimbulkan situasi rawan. SMK harus memiliki dasar pengukuran
khusus demi sasaran kondisi keadaan peralatan atau sistemnya.
Kegiatan ini harus termasuk pula pengujian berkala atas pengaturan
standar atas peralatan atau sistem teknik yang tidak digunakan dengan
kontinyu.
d. Inpeksi yang dinyatakan butir b dan juga kegiatan yang disebutkan
butir c harus terpadu dalam operasi rutin kapal.
12. Dokumentasi
a. Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur untuk kontrol
semua dokumen dan data yang berkaitan dengan SMK.
b. Perusahaan harus memastikan bahwa :
1) dokumen yang masih berlaku harus disimpan pada setiap lokasi
yang ada relevansinya
2) perubahan dokumen dikaji ulang dan disyahkan oleh personil yang
berwenag, dan
3) dokumen yang kadaluwarsa segara dikeluarkan.
c. Dokumen-dokumen yang digunakan untuk menjelaskan dan
menerapkan SMM (Safety Management Manual), dokumentasi harus
disimpan dalam bentuk yang dianngap paling efektif oleh perusahaan.
Setiap kapal harus dilengkapi dengan semua dokumentasi yang
berkaitan dengan kapal tersebut.
13. Pemeriksaan Kaji Ulang dan Evaluasi Perusahaan
a. Perusahaan harus melakukan audit keselamatan interen untuk
memeriksa bahwa kegiatan yang berkaitan dengan keselamatan dan
pencegahan pencemaran telah memenuhi SMK.
b. Secara berkala perusahaan harus mengevaluasi efisiensi dan bila
diperlukan mengkaji ulang SMK apakh sudah sesuai dengan prosedur-
prosedur yang telah dibuat oleh perusahaan.
c. Pelaksanaan audit dan perbaikannya harus dilakukan sesuai dengan
prosedur-prosedur yang telah didokumentasikan.
d. Para personil yang melaksanakan audit harus independent (bebas tak
memihak), dari bagian yang sedang diaudit, kecuali jika dianggap
tidak praktis karena ukuran dan sifat kondisi perusahaan.
e. Hasil audit dan kaji ulang harus mendapat perhatian dari personil yang
bertanggung jawab atas bidang kegiatan yang ada kegiatannya.
f. Personil manajemen yang bertanggung jawab atas bidang kegiatan
yang terlibat harus melakukan tindalkan koreksi yang tepat waktu
terhadap penyimpangan/kekurangan yang ditemukan.
14. Sertifikasi, Verifikasi dan Kontrol
a. Kapal harus diopersikan oleh perusahaan yang memiliki Document of
Compliance (DOC) yang ada relevansinya terhadap kapal tersebut.
b. DOC harus diterbitkan oleh pemerintah untuk setiap perusahaan yang
memenuhi persyaratan ISM-Code, atau oleh organisasi yang diakui
oleh pemerintah negara di mana perusahaan memilih untuk melakukan
kegiatan usahanya, yang bertindak atas nama pemerintah. Dokumen ini
harus diterima sebagai bukti bahwa perusahaan itu mampu memenuhi
persyaratan dari kode tersebut.
c. Salinan dari dokumen tersebut disimpan di kapal agar nahkoda bila
diminta dapat memperlihatkan untuk pemeriksaan oleh pemerintah
atau organisasi yang diakuinya.
d. Sertifikat yang disebut Safety Management Certificate dikeluarkan
untuk kapal oleh pemerintah atau organisasi yang diakui oleh
pemerintah. Pada saat diterbitkannya sertifikat yang dimaksud
pemerintah harus sudah memeriksa bahwa perusahaan dan manjemen
di kapal dilaksanakan sesuai dengan SMK yang diakui.
e. Pemerintah atau organisasi yang diakui harus melakukan pemeriksaan
secar berkala bahwa SMK yang diakui untuk kapal berfungsi dengan
benar.
Pemberlakuan ISM-Code
Setiap kecelakaan laut yang membawa malapetaka yang besar terhadap
kehidupan manusia dan lingkungannya, selalu dibahas dalam pertemuan
internasional (IMO) dan menghasilkan resolusi-resolusi yang disetujui
bersama, demikian juga resolusi tentang ISM-Code.
Tingginya tingkat kecelakaan kapal yang disebabkan oleh kesalahan
manusia menjadi tanggung jawab IMO untuk mencegah atau menguranginya.
Menurut IMO (1995), menyatakan bahwa yang bertanggung jawab terhjadap
keselamatan pelayaran ada tiga pihak, yaitu Pemerintah pada setiap Negara
sebagai institusi resmi yang mengawasi pelaksanaan aturan-aturan berkaitan
dengan keselamatam di laut, Pendidikan dan Latihan sebagai institusi yang
mendidik dan melatih personil yang akan bekerja di kapal serta perusahaan
pelayaran yang mengoperasikan kapal dengan tenaga kerja terlatih.
Indonesia sebagai Negara anggota IMO yang memiliki beberapa
pelabuhan internasional, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
kepelautan serta perusahaan-perusahaan yang memiliki armada kapal yang
beroperasi secara internasional wajib menghilangkan atau mengurangi
kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan pelaksana pelabuhan
(administrator), lembaga pendidikan dan pelatihan dan perusahaan pelayaran
yang secara langsung atau tidak menyebabkan kecelakaan dan pencemaran.
BAB III
DATA KUSIONER

Data kuesioner untuk kapal-kapal PT. Meratus


No Item
Apakah Perusahaan membuat suatu kebijakan tentang keselamatan dan
1
perlindungan lingkungan
2 Kebijakan tersebut dimengerti oleh personil di kapal
Kebijakan tersebut dilaksanakan dan dipertahankan oleh seluruh jajaran di
3
kapal?
Apakah Para perwira menjamin bahwa personil yang ditugaskan mampu dan
4
berpengalaman
Apakah ada Pelaksanaan kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan
5
dari perusahaan
Apakah Nahkoda memahami kewenangan lebihnya untuk mengambil
6 keputusan dalam hal yang menyangkut keselamatan dan pencegahan
pencemaran dan dapat meminta bantuan perusahaan bila diperlukan
7 Apakah Nahkoda mengenal benar SMK perusahaan
Apakah Kapal diawaki oleh personil yang memenuhi syarat, bersertifikat dan
8 memenuhi persyaratan kesehatan pelaut sesuai dengan peraturan nasional dan
internasional (pencatatan tersedia)
Apakah Ada bukti bahwa personil baru dan yang dialihtugaskan yang
9 berhubungan telah diberikan pemahaman dengan baik dalam bidang tugasnya
yang menyangkut keselamatan dan perlindungan lingkungan
Apakah Ada bukti bahwa pelatihan yang diperlukan telah diidentifikasi dan
10
tersedia
Apakah ada Program untuk latihan dan pelatihan serta pencatatannya sebagai
11 persiapan untuk tindakan darurat (sebagai tambahan dalam persyaratan yang
telah ditentukan SOLAS tersedia)
Bila terjadi Ketidaksesuaian, kecelakaan dan kejadian berbahaya yang telah
12
dilaporkan kepada perusahaan, telah diselidiki dan dianalisa
Apakah hal di atas telah dilaksanakan tindakan perbaikan berikut
13
pencegahannya
Apakah Prosedur yang ada menjamin bahwa kapal dipelihara sesuai
14 persyaratan dari peraturan dan aturan yang relevan serta persyaratan tambahan
yang ditetapkan oleh perusaahaan
15 Inspeksi dilaksanakan dalam kurun waktu yang tepat
16 Apakah Setiap ketidaksesuain dilaporkan disertai kemungkinan penyebabnya
17 Apakah Ada bukti bahwa perlengkapan yang demikian diuji secara teratur
Apakah setiap kapal harus dilengkapi dengan dokumen yang sesuiai dengan
18
tipe kapalnya
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil survey yang telah dilakukan,didapatkan bahwa PT.MERATUS

LINE membuat suatu kebijakan tentang keselamatan dan perlindungan

lingkungan,tetapi dalam penerapan ISM-Codenya tidak terlalu diterapkan untuk

wilayah perairan Indonesia melainkan hanya diperhatikan bila berlayar keluar

negeri. PT.MERATUS LINE juga tetap melakukan training-training untuk uji

coba keselamatan di kapal setiap bulannya. Sertifikat Manajemen Keselamatan

pun diperbaharui untuk setiap 5 tahun sekali.

Anda mungkin juga menyukai