LPLK Mater Fitri Ke 2
LPLK Mater Fitri Ke 2
KOTA TANGERANG
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.
S DENGAN KASUS POST OP KURETASE G1P0A0 HAMIL 16
MINGGU DI RUMAH SAKIT MELATI KOTA TANGERANG
Disusun untuk memenuhi tugas laporan ners
stase Keperawatan Maternitas
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
TAHUN 2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Abortus
Abortus (keguguran) merupakan pengeluaran hasil konsepei sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan yang menurut para ahli sebelum usia 16 minggu dan 28
minggu dan memiliki BB 400-1000 gram, tetapi jika terdapat fetus hidup dibawah
400 gram itu diamggap keajaiban karena semakin tinggi BB anak waktu lahir
makin besar kemungkinan untuk dapat hidup terus (Sofian dalam Nurarif dan
Kusuma, 2015) (Susilowati, 2019)
Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh akibat-akibat
tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat badan janin
kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar
kandungan (Purwaningrum & Fibriana, 2017).
B. Klasifikasi
Menurut Mitayani, 2013
Berdasarkan kejaadiannya dapat dibagi atas dua kelompok:
1. Aborsi spontan
Terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor meknis ataupun medisnalis, semata-
mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah. Klasifikasi abortus spontan:
a. Abortus iminens
Pada abortus ini terlihat perdarahan per vaginam. Pada 50% kasus,
perdarahan tersebut hanya sedikit berhenti setelah berlangsung beberapa hari
dan kehamilan berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang
mengalaminya mungkin tetap merasa khawatir akan akibat perdarahan pada
bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi dengan menjelaskan kalau
janin mengalami gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut: upaya
perawatn untuk meminta dokter membantu menenteramkan kekhawatiran
pasien merupakan tindakan yang bijaksana. Terapi yang dianjurkan pada
abortus iminens adalah tirah baring dan penggunaan sedatif selama paling
sedikit 48 jam dengan observasi.
cermat terhadap warna dan jenis drah/jaringan yang keluar dari dalam vagina.
Preparat enema dan laksatif idak boleh diberikan. Pemeriksaan USG terhadap
isi uterus dikerjakan pada stadium ini dan kemudian bisa diulangi lagi 2
minggu kemudian. Pasangan suami-istri dianjurkan untuk tidak senggama
selama periode ini.
b. Abortus insipiens
Abortus ini ditandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat,kontraksi
uterus yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan
dilatasi serviks. Jika abortus tidak terjadi dalam waktu 24 jam, uterus harus
dikosongkan dengan menggunakan forseps ovum, alat kuret dan kanula
pengisap; semua bahan yang dikirim untuk pemeriksaan histologi. Antibiotik
sering diberikan pada stadium ini.
c. Abortus kompletus
Abortus ini terjadi kalau semua produk oembuahan seperti janin, selaput
ketuban dan plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan
berhenti, serviks menutup dan uterus mengalami involusi.
d. Abortus inkompletus
Abortus ini berkaitan dengan retensi sebagian produk pembuahan (hampir
selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini seperti
halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini, perdarahan tidak segera
berkurang sementara serviks tetap terbuka. Terapi asuhan keperawatan dan
observasi pada abortus ini dilakukan sama seperti pada abortus insipiens.
Namun demikian, evakuasi uterus harus segers dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Perhatian khusus
diberikan pada higiene vulva. Pada sebagian kasus, supresi laktasi mungkin
diperlukan. Preparat gamaglobulin anti-D diberikan pada Wanita dengan Rh-
negatif.
e. Missed abortion
Abortus ini terjadi kalau sesudah mengalami abortus iminens, perdarahan per
vaginam berhenti namun produk pembuahan meninggal dan tetap berada
dalam rahim. Tanda-tanda kehamilan berkurang, yaitu: payudara menjadi
lebih kecil dan lebih lunak, pertumbuhan uterus terhenti, dan wanita tersebut
tidak lagi merasa hamil. Sesudah beberapa minggu, sekret kecoklatan dapat
terlihat keluar dari dalam vagina dan tanda-tanda eksternal kehamilan
menghilang. Hipofibrinogenemia dapat terjadi. Bekuan darah dari perdarahan
plasennta kadang-kadang memenuhi uterus untuk membentuk mola karneosa.
Evakuasi spontan akhirnya terjadi pada sekitar usia kehamilan 18 minggu dan
sebagian dokter beranggapan bahwa tindakan yang lebih aman adalah
menunggu evakuasi spontan. Namun demikian, wanita meminta dokter untuk
mengeluarkannya secepat mungkin setelah menyadari bahwa bayinya sudah
meninggal. Keadaan ini memberikan situasi yang sangat sulit
f. Abortus akibat inkompetensi serviks
Biasanya terjadi di sekitar usia kehamilan 20 minggu. Serviks berdilatasi
tanpa rasa nyeri dan kantong janin menonjol. Pada kehamilan berikutnya,
abortus dapat dicegah dengan membuat jahitan seperti tali pada mulut
kantong (purse-string suture) yang dilakukan dengan pembiusan di sekeliling
serviks pada titik temu antara rugae vagina dan serviks yang licin (jahitan
Shirodkar). Jahitan tersebut dibiarkan sampai kehamilan berusia 38 minggu
dan pada saat ini, jahitan dipotong sehingga persalinan spontan diharapkan
akan mulai terjadi. Angka keberhasilan jahitan Shirodkar mencapai 80% pada
kasus-kasus inkompetensi serviks murni.
g. Abortus habitualis
Abortus ini digunakan kalau seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih
abortus spontan yang terjadi berturut-turut. Penyebab abortus habitualis lebih
dari satu (multipel). Dan sering terdapat lebih dari satu faktor yang terlibat.
h. Abortus septik
Infeksi dapat mempersulit setiap jenis abortus karena resistensi normal
saluran genitalia pada hakikatnya tidak terdapat saat ini. Abortus kriminalis
(abortus ilegal yang dilakukan secara gelap) masih menjadi penyebab infeksi
yang paling serius karena tidak dilakukan secara aseptik. Faktor lain yang
terlibat adalah keberadaan produk pembuahan, yaitu jaringan plasenta yang
mati di dalam rahim. Infeksi dapat menyerang endometrium dan menyebar ke
bagian lain secara langsung atau tidak langsung untuk menyebabkan
peritonitis, salpingitis, dan septikemia.
C. Manifestasi Klinis
Seorang wanita diduga mengalami abortus apabila dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid yang terlambat,
juga sering terdapat rasa mulas dan keluhan nyeri pada perut bagian bawah
(Mitayani, 2013). Setelah dilakukan pemeriksaan ginekologi di dapatkan tanda-
tanda sebagai berikut
1. Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.
2. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
teertutup, ada/tidak jaringan yang keluar dari ostium, ada/tidak jaringan yang
berbau busuk dari ostium.
3. Colok vagina : posio masih terbuka/sudah tertutup, teraba/tidak jaringan pada
uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyangkan, tidak nyeri pada perabaan adneksia, kavum douglasi tidak
menonjol dan tidak nyeri.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Abortus
Faktor penyebab terjadinya abortus adalah (Zuliyanti, 2019):
1. Faktor Fetal Abortus pada usia kehamilan awal pada umumnya disebabkan oleh
abnormalitas zigot, atau plasenta. Abnormalitas kromosom ditemukan sekitar
60-75% kasus abortus spontan. Dan angka abortus yang disebabkan kelainan
kromosom akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Abnormalitas kromosom diturunkan dari gen kedua orang tuanya.
2. Faktor Maternal
a. Kelainan anatomi uterus Adanya kelainan anatomi uterus seperti
Leiomyoma yang besar dan multipel atau adanya sinekia uterus (Ashermann
Syndrome) dapat meningkatkan risiko abortus.Malformasi kongenital yang
disebabkan oleh abnormalitas fusi Ductus Müllerii dan lesi yang didapat
memiliki pengaruh yang sifatnya masih kontroversial. Pembedahan pada
beberapa kasus dapat menunjukkan hasil yang positif. Inkompetensia servik
bertanggung jawab untuk abortus yang terjadi pada trimester II. Tindakan
cervical cerclage pada beberapa kasus memperlihatkan hasil yang positif.
b. Infeksi
Beberapa jenis infeksi dan hubungannya dengan abortus telah diteliti secara
luas, misal: Lysteria monocytogenes, Mycoplasma hominis, Ureaplasma
urealyticum, Toxoplasma gondii, dan Virus (Herpes simplex,
Cytomegalovirus, Rubella) memiliki hubungan yang bervariasi dengan
semua jenis abortus spontan. Data penelitian yang menghubungkan infeksi
dengan abortus menunjukkan hasil yang beragam,sehingga American
College of Obstetricians and Gynecologyst menyatakan bahwa infeksi
bukan penyebab utama abortus trimester awal.
c. Penyakit Metabolik
Abortus sering dihubungkan dengan adanya penyakit metabolic pada ibu
seperti tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Hipotiroidisme dan anemia. Anemia
dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu dan janin karena
dengan kurangnya kadar hemoglobin maka berkurang pula kadar oksigen
dalam darah. Hal ini dapat memberikan efek tidak langsung pada ibu dan
janin antara lain kematian janin, meningkatnya kerentanan ibu pada infeksi
dan meningkatkan risiko terjadinya prematuritas pada bayi).
d. Faktor Imunologi
Sindroma Antibodi Fosfolipid adalah gangguan imunologi autoimunitas
yang ditandai dengan adanya antibodi dalam sirkulasi yang melawan
fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindroma klinik
spesifik (abortus berulang, trombosis yang penyebabnya tak jelas dan
kematian janin). Penegakkan diagnosa setidaknya memerlukan satu
pemeriksaan serologis untuk
konfirmasi diagnosis (antikoagulansia lupus, antibody kardiolipin).
Pengobatan pilihan adalah aspirin dan heparin (atau prednison dalam
beberapa kasus tertentu).
e. Trauma Fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering kali
dilupakan.Yang diingat hanya kejadian tertentu yang dapat menyebabkan
Abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan terjadi beberapa waktu
setelah kematian mudigah atau janin (Smith, 2015).
3. Faktor Paternal
Faktor paternal Tidak banyak yang diketahui tentang faktor paternal (ayah)
dalam terjadinya abortus spontan.yang jelas, translokasi kromosom pada sperma
dapat menyebabkan abortus.
G. Pathway
Cemas Deficit pengetahuan
Abortus
(D.0111) Hal. 246
Komplit Inkomplit
Seluruh hasil Plasenta tertinggal
Kuretase dikeluarkan
konsepsi keluar dirahim
Hivopolemi
(D.0023) Hal.64
Distribusi darah
kejaringan menurun
Akral dingin
Perfusi perifer
tidak efektif
(D.0009) Hal. 37
SDKI, 2017
H. Penatalaksanaan
1. Istirahat baring
2. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya
rangsang mekanis.
3. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
4. Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila klien tidak panas dan
empat jam bila pasien panas.
5. Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptic untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat
(Mulyaningasih, 2013).
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
2. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion (Susilowati,
2019).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan,
pekerjaan, tanggal lahir, nomor RM, diagnose medis, jenis kelamin.
b. Identitas pengguang jawab berupa nama, alamat, tanggal lahir status,
agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien, jenis kelamin.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian kondisi kesehatan pasien saat ini.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan kodisi
kesehatan saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
3. Pengkajian fungsional Gordon
Perubahan pola kebutuhan dasar manusia sebelum sakit dan sesudah sakit
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola personal hygiene
f. Pola aktivitas
g. Pola kognitif dan persepsi
h. Pola konsep diri
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola seksual dan reproduksi
k. Pola penanganan masalah stress
l. Pola keyakinan dan nilai-nilai
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan kesadaran umum
b. Tanda tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu
c. Pemeriksaan head to toe
5. Pemeriksaan penunjang
a. Tes kehamilan dengan hasil positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3
minggu stelah kehamilan.
b. Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
B. Diagnosa Keperawatan
(SDKI DPP PPNI. 2017 Edisi 1)
1. Nyeri akut (D.0077) b.d agen pendera fisiologis d.d frekuensi nadi meningkat
2. Ansietas (D.0080) b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d tampak gelisah
3. Risiko syok (D.0039) d.d kekurangan volume cairan
4. Risiko ketidakseimabangan cairan (D,0036) d.d perdarahan
5. Resiko infeksi (D.0142) b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
C. Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika, 13(1), 7.
https://doi.org/10.22219/sm.v13i1.5449
Darmawati. (2011). Mengenali abortus dan faktor yang berhubungan dengan kejadian
abortus. Idea Nursing Journal, II(1).
Mulyaningasih, D. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Abortus.
Oliver, J. (2018). Tanda dan Gejala Nyeri. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Purwaningrum, E. D., & Fibriana, A. I. (2017). HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC
HEALTH. 1(3), 84–94.
Susilowati, R. U. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS.
Zuliyanti, R. (2019). TINJAUAN PUSTAKA. 5–18
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN KASUS
POST OP KURETASE G1P0A0 HAMIL 16 MINGGU DI RUMAH
SAKIT MELATI KOTA TANGERANG
Disusun untuk memenuhi tugas laporan ners
stase Keperawatan Maternitas
OLEH
SRI FITRIYANI
NIM. 231030230589
PEMBIMBING
Ns. Ni Bodro Ardi.,S.Kep.,M.Kep
NIDN. 0410048406
TAHUN 2023
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.S
DENGAN DIAGNOSA POST KURET G1P0A0 HAMILAN 16 MINGGU
1. Identitas
a. Nama Klien : Ny.S Nama Suami : Tn.D
b. Umur : 24th Umur : 26 th
c. Suku Bangsa : Sunda Suku/Bangsa : Sunda
d. Agama : Islam Agama : Islam
e. Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pekerjaan : Swasta
g. Alamat : Jl. Sukasari Alamat : Jl. Sukasari
h. Status Perkawinan : Sudah menikah Lama perkawinan : 1 tahun
i. Diagnosa Medis : Post Operasi Kuret Atas Indikasi Abortus Inkomplit
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan kepala nya serasa pusing dan ada nyeri di perut bagian
bawah
P : Post op Kuret
Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : Nyeri pada bagian abdomen kuadran bawah
S : 7 dari 0-10
T : Nyeri hilang timbul
b. Riwayat kesehatan saat ini
Pada tanggal 13-12-2023 pada saat usia kehamilan 16 minggu jam 15:30 subuh,
Ny.S mengalami perdarahan yang lumayan banyak dan langsung dibawa ke
pelayanan kesehatan jam 16:00 ke RS Melati karena curiga mengalami
keguguran. Tiba di RS Melati pukul 16:00 langsung dilakukan pemeriksaan dan
dipatkan hasil Ny.S mengalami Abortus Inkomplit dan direncanakan untuk
operasi Kuret. Operasi dilaksanakan pukul 16:15 – 15:35. Pukul 19:20 Ny.S
dipindahkan ke ruang nifas untuk mendapatkan perawatan. Pada saat tiba di
ruangan kondisi ibu tampak lemah, pucat, kulit teraba dingin, Konjungtiva
Anemis, CRT >3 detik.
c. Riwayat kesehatan lalu
Pasien tidak pernah dirawat sebelumnya.
f. Riwayat Persalinan
Jenis persalinan : Kuret
Tindakan : a/i Aburtus Inkomplit
Jenis Kelamin bayi :-
BB/ :-
Perdarahan : (+) ± 500 cc
Masalah dalam persalinan : Janin tidak keluar saat keguguran
Jenis Anastesi : Total
g. Riwayat Kontrasepsi
Kontrasepsi : Ya ( ) Tidak (√ ) Hormonal ( ) IUD/AKDR ( )
Lama penggunan :- keluhan :-
h. Pemeriksaan fisik dan pengkajian Gordon
1) Tanda-tanda Vital :
Kesadaran : Eye 4, Verbal 5, motorik 6 = Composmentis
TD : 90/70 mmhg
Nadi : 78x/menit
Suhu : 36,0ºc
RR : 20 x/menit
SPO2 : 94 %
CRT : > 3 detik
Kulit : Kulit tampak pucat, teraba dingin
2) Persepsi terhadap penyakit dan Managemen Kesehatan
Klien menerima keguguran yang dialaminya, dan suami nya mendampingi
istrinya
a) Kognitif dan perceptual
Pasien merasa takut terhadap akan terjadi pada dirinya setelah kuret,
takut akan terulang kembali
b) Peran dan hubungan
Hubungan klien dengan keluarga, tetangga, masyarakat terjalin dengan
baik dan di Rumah Sakit hubungan klien dengan tenaga kesehatan dan
pasien lain juga terjalin dengan baik.
c) Seksualitas dan reproduksi
Klien mengatakan sedang mengalami masa nifas setelah keguguran
d) Nilai dan kepercayaan terhadap penyakit
Klien beragama islam, saat berada dirumah sakit Klien tidak dapat sholat
karena tidak dapat leluasa dalam bergerak dan pasien sedang dalam masa
nifas setelah keguguran sehingga diperbolehkan tidak mengerjakan
sholat. Klien dan keluarga hanya dapat berdoa agar dapat sembuh dan
pulih.
3) Head to toe
a) Kepala leher
b) Rambut :Bentuk kepala normal. Rambut pasien tampak sehat dan
berwarna hitam. Pasien tidak memiliki keluahan pada kepalanya.
c) Mata :Mata tampak simetris kiri dan kanan, fungsi penglihatan baik
dan tidak menggunakan alat bantu penglihatan, skelera tidak ikterik,
pupil isokor, Konjungtiva anemis.
d) Hidung :Fungsi penciuman klien baik, klien mampu membedakan
alkohol dan bau minyak kayu putih. Tidak ada kelainan pada hidung
e) Mulut :Gigi pasien tampak bersih, pasien tidak miliki stomatitis.
Pasien tidak memiliki kesulitan dalam menelan, bibir tampak pucat.
f) Telinga :Struktur telinga simetris antara kiri dan kanan, kebersihan
telinga cukup bersih, fungsi pendengaran baik
g) Leher :Tidak terdapat pembesaran vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
h) Dada
Jantung : Suara jantung normal S1 dan S2
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada dada, taktil premitus
teraba
Perkusi : Pada dada kanan terdengar suara redup
Irama pernafasan : iregular
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Payudara : Kendor dan mengkerut, Putting menonjol
Pengeluaran ASI : Tidak keluar ASI
i) Abdomen
Inspeksi : Tampak kembung
Auskultasi : Bising usus 5 x/Menit
Palpasi : Tidak teraba fundus di abdomen
Perkusi : Hipertimpany
j) Fungsi pencernaan
Nutrisi dan cairan
Dirumah : klien makan sering makan ikan dan sayur
Nafsu makan : nafsu makan klien baik
Antropometri : BB 41 kg TB : 150cm
Asupan cairan: asupan cairan klien sehari 1000 ml
Di RS : klien dipuasakan karena belum flaxtus
5555 5555
3333 3333
Ket :
0 : parilasis total
1 : tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi
2 : gerakan otot penuh,menentang gravitasi dengan sokongan
3 : gerakan normal menentang gravitasi
4 : gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan sedikit tahanan
5 : gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh
b) Ekstrimitasital
Varises : Tidak ada
Edema : Tidak ada
c) Perinium dan genital
Vagina :
Edema: (-)
Memar: (-)
Hematom : perdarahan pervaginaan (+), tetapi sudah berkurang
Tanda-tanda REEDA
R (Kemerahan) (-) Tidak ada
E (Bengkak) (-) Tidak ada
E (Echimosis) (-) Tidak ada
D (Discharge) (-) Tidak ada
A (Aprproximate) (-) Tidak ada
Kebersihan : tampak bersih
Perineum : utuh
Lokhea : Rubra
Jumlah : ± 5 cc
Jenis/warna : merah segar
Konsistensi : cair
Bau : amis darah, seperti darah menstruasi
Hemoroid : Tidak terjadi konstipasi pada klien
d) Eliminasi
BAK & BAK (Dirumah)
BAK : 4-5 kali sehari. Pasien tidak memiliki gangguan BAK
BAB : BAB di rumah 1 kali sehari. Pasien tidak memiliki kesulitan
untuk BAB
Di Rumah Sakit
Pasien BAK melalui selang kateter urine sebanyak 600 cc dan belum ada
BAB selama di RS dan belum flaktus
j. Terapi
Nama Gol Cara
Komposisi Indikasi/ Kontraindikasi Dosis
Obat Obat Pemberian
Infus Ringer Elektrolit Indikasi : 20 tpm IV
RL Laktat Resusitasi, Diare, Luka Bakar,
Gajal ginjal akut.
Kontraindikasi :
Hipertonik uterus, hiponatremia,
retensi cairan.
Golon Eritrosit, Indikasi : Target IV
gan sel darah - Anemia pada perdarahan akut HB : 8
Darah merahnya setelah di dahului penggantian
A+ saja, volume dengan cairan
PRC biasanya - Anemia kronis
(Packe untuk - Gangguan pembekuan darah
d Red meningkat karena defesiensi komponen
Cells) kan Hb - Plasma loss atau
hipoalbuminemia
- Kehilangan sampai 30% EBV
umumnya dapat di atasi dengan
cairan elektrolit saja.
Kehilangan lebih daripada itu,
setelah diberi cairan elektrolit
perlu dianjurkan dengan
trensfusi jika Hb < 8 gr/dl
Kontraindikasi :
- Acute pulmonary edema
- Congestive heart failure
- Pulmonary embolisme
- Hipertensi maligna
- Hipercythemia
- gagal ginjal kronis
- alergi dan anafilaktik terhadap
trnasfusi darah
Infus Sodium Electrolit Indikasi : 20 tpm Intra vena
Nacl chloride Penganti cairan plasma isotonic
(Sebel 0,9% yang hilang, penganti cairan pada
um kondisi alkalosis hipokloremia
transf Kontraindikasi :
usi) Hypokalemia
k. Analisa data
L. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d pernurunan konsentrasi
hemoglobin d.d CRT >3 detik, kongjungtiva anemis, mukosa bibir pucat,
akral teraba dingin, perdarahan ± 500 cc, HB 5.2, HT 17.9
2. Nyeri akut (D.0077) b.d agen cidera fisik d.d skala nyeri 6/10, nyeri seperti
di tusuk-tusuk, post operasi.
3. Risiko Infeksi (D.0142) d.d efek prosedur invasif
M. Rencana Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan tanda vital
efektif (D.0009) b.d keperawatan selama 3x24 jam (I.02060)
pernurunan diharapkan perfusi jaringan obeservasi
konsentrasi menigkat (l.02011) dengan 1. monitor tekanan darah
hemoglobin d.d CRT kriteria hasil : 2. monitor nadi
>3 detik, 1. Warna kkulit pucat 3. monitor suhu tubuh
kongjungtiva menurun terapeutik
anemis, mukosa 2. Pengisisan kapiler 4. atur interval pemantauan sesuai
bibir pucat, akral membaik kondisi pasien
teraba dingin, 3. Tekanana sistolik dan 5. dokumentasikan hasil
perdarahan ± 500 cc, diastolik membaik pemantauan
HB 5.2, HT 17.9 4. Turgor kulit membaik kolaborasi
5. Akral membaik 6. informasukan hasil
pemantauan, jika perlu
manajemen cairan (I.03098)
observasi
1. monitor status hidrasi
2. monitor status hemodinamika
terapeutik
3. catat intake output dan hitung
balans cairan 24 jam
4. berikan cairan intravena
kolaborasi
5. kolaborasi pemberian
dirapeutik, jika perlu
Edukasi :
- Jelaska penyebab dan
pemicu nyeri.
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
- Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat.
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
A: Masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Observasi tanda dan gejala
infeksi