Anda di halaman 1dari 13

PERSEPSI DIRI

DAN ORANG
LAIN
Ruseno Arjanggi, S.Psi., MA., Psikolog
JAWABLAH
PERTANYAAN BERIKUT
Boleh Buka Gawai dan Buku
PENGANTAR

▪ Bagaimana kita membentuk kesan orang lain?


▪ Sebutkan dan jelaskan pengaruh sosial yang
menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri
kita dan bagaimana kita menampilkan diri kita
kepada orang lain?
▪ Mengapa kita membenarkan perilaku kita sendiri,
sehingga berbeda cara pandang dengan orang lain?
STEREOTIP DAN PEMBENTUKAN SIKAP
▪ Stereotip adalah seperangkat keyakinan atau asumsi umum
tentang sekelompok orang tertentu.
▪ Sebagian besar informasi yang kita pegang tentang orang lain
terwakili dalam stereotip.
▪ Sebagian besar stereotip didasarkan pada perhatian selektif
terhadap sejumlah karakteristik yang menekankan perbedaan
daripada kemiripan antar kelompok.
▪ Sebagian besar dari kita yang tertarik untuk merawat orang lain
akan setuju dengan gagasan bahwa setiap orang harus
diperlakukan sebagai individu.
SIKAP
Sikap adalah evaluasi subyektif
yang mempengaruhi orang untuk
berperilaku terhadap objek atau
orang secara positif atau negatif.
SIKAP TERDIRI DARI TIGA KELAS RESPON:

▪kognitif: kepercayaan tentang objek;


▪afektif: perasaan gerak terhadap objek,
berdasarkan evaluasi positif atau negatif;
▪perilaku: tindakan yang diarahkan pada
objek.
TERBENTUKNYA SIKAP
▪ Sikap terbentuk melalui umpan balik dari berbagai
pengalaman yang berbeda.
▪ Sikap dibentuk secara kultural melalui proses sosialisasi
formal, termasuk pembinaan anak, sekolah dan pelatihan
profesional.
▪ Sikap merupakan produk identifikasi dengan kelompok sosial
seperti kelompok agama, persahabatan atau pertemanan.
▪ Sikap yang kuat bisa sangat sulit untuk ditekan, bahkan jika
kita mau, karena mereka cenderung ‘tercermin' melalui
perilaku non-verbal.
PRASANGKA DAN
DISKRIMINASI
Sikap stereotip negatif
merupakan penyebab utama
prasangka dan diskriminasi.
PRASANGKA MENGACU PADA
KOMBINASI ANTARA KEPERCAYAAN
NEGATIF DAN SIKAP TERHADAP
INDIVIDU ATAU KELOMPOK, DAN
DISKRIMINASI TERHADAP
PERILAKU NEGATIF YANG TERKAIT
DENGAN PRASANGKA.
PENELITIAN VYDELLINGUM (2006)
▪ Vydellingum (2006) mengamati kurangnya perhatian terhadap perbedaan
dan kebutuhan budaya dalam perawatan yang diberikan kepada pasien Asia
di sebuah rumah sakit umum barat. Contohnya termasuk kegagalan untuk
menghargai bahwa penurunan pandangan adalah tanda penghormatan, atau
bahwa ekspresi rasa sakit atau toleransi mungkin berbeda. Pengujung rumah
sakit yang berada sekitar tempat tidur pasien dipandang sebagai 'melanggar
peraturan' dan persyaratan diet tertentu karena membawa makanan dari
luar. Sementara beberapa dari sikap ini tampaknya memiliki nada rasis, staf
mengaku sepenuhnya adil karena semua pasien diperlakukan sama. Tetapi
ketika didorong untuk memikirkan masalah ini, staf menjadi lebih bijaksana
dan lebih sadar akan konsekuensi sehubungan dengan memenuhi kebutuhan
individu. Vydelingum mengamati bahwa eksistensi refleksi membuka jalan
untuk meningkatkan kompetensi budaya.
▪ Contoh tersebut menggambarkan dilema nyata. Dengan
memperlakukan semua pasien sama demi keadilan,
kebutuhan budaya dan religius individu diabaikan. Tapi
ada saat-saat tertentu ketika hak individu, seperti
memiliki banyak pengunjung, mungkin dianggap
melanggar hak orang lain terhadap privasi dan martabat.
Kemampuan untuk mengenali kapan dan bagaimana
menghadapi masalah ini membutuhkan pemahaman dan
negosiasi yang bijaksana.
STIGMA
▪ Goffman (1963) memperkenalkan konsep stigma untuk merujuk pada ciri
khas individu atau kelompok yang menandai mereka berbeda dari yang lain.
▪ Stigma bisa menjadi fitur netral, seperti facial blemish atau bentuk tubuh
yang tidak normal, yang ditafsirkan oleh orang lain dengan cara yang negatif.
Atau bisa juga merupakan tanda keanggotaan kelompok yang disengaja,
seperti gaya rambut atau kode pakaian.
▪ Stigma mendorong persepsi dan reaksi stereotip oleh orang lain, sebuah
proses yang disebut stigmatisasi. Ada kemungkinan bahwa memiliki fitur
pembeda apa pun, seperti mengenakan hijab atau jilbab, memiliki tato yang
terlihat, atau menggunakan alat bantu mobilitas dapat menyebabkan
pelabelan dan stigmatisasi.
BAGAIMANA PENDAPAT AWAM MENGENAI KONDISI
BERIKUT

▪ Pasien gangguan jiwa di RSJ.


▪ Orang yang mengalami kecacatan fisik seperti
tuna netra.

Anda mungkin juga menyukai