Anda di halaman 1dari 12

ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No.

2 (Maret 2021)

PENGALAMAN PERNIKAHAN DINI DI NEGARA BERKEMBANG: SCOPING


REVIEW
Experience of Early Marriage In Developing Countries: Scoping Review
Fitriyani Bahriyah1, Sri Handayani2, Andari Wuri Astuti3
1)
Prodi DIII Kebidanan, Akademi Kebidanan Indragiri Rengat
2)
Prodi DIII Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
3)
Prodi S2 Kebidanan, Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

e-mail: fitriyani.bahriyah93@gmail.com

ABSTRAK

Pernikahan dini adalah masalah kesehatan global yang berhubungan dengan kosekuensi negatif pada
kesehatan dan psikologis, karena biasanya diikuti oleh kehamilan remaja. Scoping review ini bertujuan
untuk memetakan literatur tentang pengalaman pernikahan dini pada ibu muda di negara-negara
berkembang. Scoping review ini dikembangkan menggunakan kerangka Population, Exposure, Outcome,
dan Study Design (PEOS). Studi yang relevan diidentifikasi melalui strategi pencarian komprehensif dari
empat database elektronik: Pubmed, Proquest, Wiley Online Library, Eric, dan gray literature dari beberapa
database yang relevan seperti WHO, UNICEF, UNFPA, Undang-Undang, dan Google Scholar. Proses
pencarian literatur yaitu menggunakan PRISMA Flowchart, dan 9 dari 8.491 artikel dipilih berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi. Temuan menunjukkan bahwa perasaan kesepian, cinta, rasa hormat, dan
kurangnya kemandirian telah mendorong remaja untuk melakukan pernikahan dini. Namun, dilaporkan
bahwa mayoritas informan menjelaskan keluarga adalah aspek yang paling kuat bagi remaja untuk
perencanaan pernikahan. Bukti lain menunjukkan bahwa pernikahan dini berkontribusi pada terbatasnya
akses ke layanan kesehatan, kurangnya otonomi dalam pengambilan keputusan, keguguran, perceraian,
kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, putus sekolah, dan gangguan psikologis. Dapat disimpulkan
bahwa pernikahan dini memiliki konsekuensi kesehatan dan psikologis yang negatif bagi remaja di negara-
negara berkembang.

Kata Kunci: Pernikahan dini, Negara berkembang, Scoping review

ABSTRACT

Early marriage is a global health problem associated with negative health and psychological consequences,
as it is usually associated with teenage pregnancy. This scoping review aims to map the literature on the
experience of early marriage in young mothers in developing countries. The scoping review was developed
using the Population, Exposure, Outcome, and Study Design (PEOS) framework. Relevant studies were
identified through information retrieval strategies from four electronic databases: Pubmed, Proquest, Wiley
Online Library, Eric, and gray literature from several relevant databases such as WHO, UNICEF, UNFPA,
Law, and Google Scholar. The literature search process used the PRISMA Flowchart, and 9 out of 8,491
articles were selected based on inclusion and exclusion criteria. The findings suggest that feelings of
respect, love, respect, and a lack of independence have driven adolescents to engage in early marriage.
However, it was reported that informants explained that family is the most powerful aspect for adolescents
for wedding planning. Other evidence suggests that early marriage contributes to limited access to health
services, lack of autonomy in decision-making, miscarriage, divorce, domestic violence, poverty, dropping
out of school, and psychological disorders. It can be ignored that early marriage has negative health and
psychological consequences for adolescents in developing countries.

Keywords: Early marriage, developing countries, Scoping review

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 94
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

PENDAHULUAN kecemasan, dan gangguan suasana hati lainnya


Masa remaja merupakan usia kritis bagi anak (Ahmed et al., 2014).
perempuan di seluruh dunia, dikarenakan masa Usia minimal menikah yang baik menurut
ini merupakan masa pembentukan kehidupan di Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
masa depan (Mensch et al., 2014). Penelitian (BKKBN) adalah 21 tahun untuk perempuan dan
menunjukkan bahwa remaja perempuan di usia 25 tahun untuk laki-laki (Gusti, 2016). Upaya
negara berkembang akan menikah pada usia yang dilakukan oleh BKKBN dalam upaya
muda yaitu kurang dari 18 tahun. Menikah muda pencegahan pernikahan dini adalah melalui
disebabkan oleh karena kemiskinan, persepsi program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
bahwa pernikahan akan memberikan Pelaksanaan kegiatan melalui promosi atau
perlindungan, kehormatan keluarga, norma penyuluhan kepada masyarakat dengan
sosial, hukum adat atau agama, kerangka menggunakan media cetak dan media elektronik.
legislatif yang tidak memadai dan keadaan Karena melalui program ini, pasangan yang akan
pencatatan sipil negara (Montazeri et al., 2016). menikah dituntut untuk mempunyai kesiapan baik
Secara global jumlah perempuan menikah fisik dan psikis sehingga mereka mampu untuk
pada usia di bawah 18 tahun adalah lebih dari menjalani kehidupan keluarga dan melakukan
650 juta jiwa dan lebih dari 12 juta jiwa terjadi pernikahan pada usia ideal (BKKBN, 2008).
setiap tahun. Di tingkat regional pernikahan anak
tertinggi adalah di Afrika Sub-Sahara (25%), Asia METODE
Selatan (30%), Amerika Latin dan Karibia (25%), Metode penelitian yang digunakan dalam
Timur Tengah dan Afrika Utara 17%, dan Eropa reiew ini adalah scoping review. Scoping review
Timur dan Asia Tengah (11%). Indonesia merupakan tinjauan yang digunakan untuk
menduduki urutan ketujuh pada tingkat dunia memetakan konsep yang mendasari area
dengan jumlah kasus 1.408.000 kasus (UNICEF, penelitian, sumber bukti, dan jenis bukti yang
2016). Pada tingkat Association of Southeast tersedia (Tricco et al., 2016). Langkah-langkah
Asian Nations (ASEAN) Indonesia berada pada yang dilakukan dalam tinjauan ini meliputi:
tingkat kedua setelah Kamboja (UNICEF, 2012).
Evidance membuktikan bahwa pernikahan dini Langkah 1: Mengidentifikasi fokus review
secara signifikan meningkatkan risiko kematian Tinjauan ini dipandu oleh pertanyaan
ibu dan anak (Adedokun et al., 2016; Kamal, “Bagaimana pengalaman ibu muda dalam
2012). mengambil keputusan untuk melakukan
Konsekuensi yang ditimbulkan akibat pernikahan dini di negara berkembang?”. Untuk
pernikahan dan kehamilan dini adalah memiliki keperluan penelitian ini, tinjauan literatur
akses yang lebih rendah terhadap kontrasepsi, didefinisikan sebagai sintesis penelitian yang
pelayanan antenatal dan persalinan oleh tenaga bertujuan untuk memetakan literatur pada topik
kesehatan di fasilitas kesehatan, jarak kelahiran pengalaman ibu muda dalam mengambil
terlalu dekat, abortus dan Intra Uterine Fetal keputusan untuk melakukan pernikahan dini di
Death (IUFD) (Godha et al., 2013). Ibu yang lebih negara berkembang dan mengidentifikasi konsep-
muda memiliki risiko yang lebih besar mengalami konsep kunci, kesenjangan dalam penelitian, dan
kekurangan gizi. Kerentanan ini juga sebagai sumber bukti untuk menginformasikan
menghasilkan risiko kematian yang lebih tinggi praktik, kebijakan, dan penelitian tentang
pada ibu dan bayi yang dilahirkan (Goli et al., pernikahan dini (Pham et al., 2014).
2015). Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
atau kekerasan seksual kerap terjadi kepada
wanita yang menikah pada usia lebih muda
(Santhya, 2011). Mereka juga terpengaruh secara
psikologis, mereka dapat mengalami depresi,

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 95
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

Langkah 2: Mengembangkan fokus review untuk menggambarkan masalah, dan


dan strategi pencarian menggunakan format menentukan kriteria inklusi dan eksklusi. Format
PEOS PEOS tergambar pada tabel 1.
Dalam mengembangkan fokus review dan
strategi pencarian, peneliti menggunakan format Langkah 3: Mengidentifikasi studi yang
Population, Exposure, Outcome, dan Study relevan
Studi yang relevan diidentifikasi melalui strategi
Design (PEOS). Penggunaan PEOS dinilai tepat
pencarian komprehensif dari empat database
digunakan karena fokus pencarian artikel
elektronik: Pubmed, Proquest, Wiley Online
adalah penelitian kualitatif sehingga akan
Library, Eric, dan gray literature dari beberapa
membantu dalam mengidentifikasi konsep-
website yang relevan seperti WHO, UNICEF,
konsep kunci dalam fokus review,
UNFPA, Undang
mengembangkan istilah pencarian yang sesuai
Tabel 1. Framework PEOS
Population and their problems Exposure Outcomes or Themes Study Design
- Married adolescents - Decision - Experience Qualitative study
- Married adolescent - Decision-making - Opinion
- Married youths - Decision making - View
- Married young people - Perspective
- Young marital women
- Young mothers
- Married girls
- Early marriage
- Child marriage
- Early-married
- Early marriages
- Young women marital
- Teen marriage
- Child brides

undang, dan Google Scholar. Pada pencarian youths,” “married young people,” “young marital
studi relevan ditemukan 8.491 artikel. women,” “young mothers,” “married girls,” dan
Penyaringan data dilakukan berdasarkan kriteria “qualitative.”
inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan
sebelumnya. Proses penyaringan data yaitu Langkah 4: Memetakan Data
menggunakan PRISMA Flowchart. PRISMA Ekstraksi data dilakukan pada 9 artikel hasil
merupakan Preferred Reporting Items for penyaringan. Artikel tersebut di ekstraksi untuk
Systematic reviews and Meta-Analyses, menemukan kriteria kunci seperti waktu dan
dikembangkan untuk membantu penulis dalam tempat penelitian, tujuan penelitian, metodologi
melaporkan Sistematic Reviews (SR) dan Meta- penelitian, dan temuan atau rekomendasi yang
Analyses (MA). PRISMA dinilai tepat digunakan signifikan. Secara independen data dianalisis
karena penggunaannya dapat meningkatkan dengan cara membandingkan data hasil ekstrak.
kualitas pelaporan publikasi (Peters et al., 2015).
Hasil penyaringan ditemukan 9 artikel yang Langkah 5: Data Extraction dengan
memenuhi kriteria. Diagram PRISMA tergambar menyusun, meringkas dan melaporkan hasil
pada Gambar 1. dan pembahasannya
Dalam pencarian literatur peneliti menggunakan Penulis melakukan pendekatan dengan
kata kunci yang berkaitan dengan pengalaman menggunakan tiga fase dalam menyusun,
pernikahan dini pada ibu muda sebagai berikut: meringkas, dan melaporkan hasil. Pertama,
“early marriage,” “child marriage,” “early-married,” peneliti melakukan analisis numerik deskriptif
“early marriages,” “young women marital,” “teen yang mencakup jumlah artikel, tahun publikasi,
marriage,” “child brides,” “decision-making,” dan jenis studi. Kedua, melakukan analisis
“decision making,” “decision,” “married tematik terhadap kekuatan dan kelamahan dalam
adolescents,” “married adolescent,” “married literatur yang tersedia. Ketiga, tahap ini adalah

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 96
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

meninjau implikasi temuan yang dikaitkan dengan Langkah 6: Mapping/Scoping


penelitian, praktik dan kebijakan dimasa akan Hasil review ditemukan lima tema yang relevan
datang. dengan fokus review. Tema tergambar pada tabel
2.
Data Base Gray Literature
Pubmed : n= 853 WHO : 28
Proquest : n= 2028 UNICEF : 1092
Wiley : n= 136 UNFPA :2
Eric : n= 189 Undang-Undang :3
Google scholar : 4160

Identifikasi pencarian (n= 8491)

Exclude artikel
n= 8449

Penyaringan judul dan relevansi abstrak pada negara berkembang klasifikasi World Bank
(n= 42)

Exclude artikel
(n= 4)

Reduce artikel duplikat (n= 38)

Exclude artikel
(n= 3)

Artikel 10 tahun terakhir (n= 35)

Exclude artikel
n= 23

Full text original research (n= 12)

Exclude artikel
n= 3

Critical Appraisal grade A & B (n= 9)

Total artikel yang relevan dengan scoping review (n= 9)

Gambar 1. Diagram PRISMA

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 97
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

Tabel 2. Tematik
TEMA SUB TEMA
Pengambilan keputusan pernikahan dini 1. Diri Sendiri
2. Orang Lain
Perubahan pola pernikahan 1. Informasi kesehatan reproduksi
2. Persepsi usia menikah
3. Pencatatan pernikahan
4. Harga mahar
5. Massa pertunangan
6. Pernikahan keluarga
Faktor yang mempengaruhi terjadinya 1. Ekonomi
pernikahan dini 2. Rendahnya tingkat pendidikan
3. Implementasi program kesehatan tidak memadai
4. Menjaga kehormatan
5. Nilai-nilai budaya
6. Kehilangan orang tua
7. Tidak adanya sanksi
8. Keyakinan agama
9. Kebutuhan seksual
Dampak pernikahan dini 1. Akses ke pelayanan kesehatan rendah
2. Otonomi rendah dalam mengambil keputusan
3. Abortus
4. Perceraian
5. KDRT
6. Kemiskinan
7. Putus sekolah
8. Konsekuensi psikologi
Harapan 1. Peluang pendidikan dan pelatihan keterampilan
2. Penyuluhan yang kooperatif
3. Kebebasan bergerak

HASIL DAN PEMBAHASAN berdasar keinginannya sendiri (Mangeli et


Review ini untuk mengeksplorasi pengalaman al., 2017).
ibu muda dalam mengambil keputusan untuk 2. Orang lain
melakukan pernikahan dini dan mengumpulkan Perencanaan pernikahan untuk seorang
data tentang pola, variasi, dan orang yang terlibat gadis hampir tidak pernah dimulai oleh
dalam konteks pernikahan dini: gadis itu sendiri, mayoritas adalah oleh
a. Pengambilan Keputusan Pernikahan Dini orang-orang terdekat atau keluarga
1. Diri sendiri (McDougal et al., 2018). Remaja
Dalam konteks ini, anak perempuan menggambarkan faktor yang
menunjukkan self-efficacy untuk bergerak mempengaruhi keputusan mereka
maju dengan dukungan calon pengantin menerima lamaran adalah karena orang tua
pria, meskipun ada kemungkinan telah menerimanya (Knox, 2017). Remaja
ketidaksetujuan orang tua. Motivasi untuk putri diharapkan untuk senantiasa patuh
keputusan ini sering digambarkan sebagai kepada orang tua dalam pengambilan
keinginan untuk menikah berdasarkan cinta keputusan. Semua keputusan tentang
(McDougal et al., 2018). Selain itu perasaan pernikahan mereka dipercayakan kepada
kesepian, cinta, rasa hormat, dan pendapat orang tua dan keluarga (Hamid et
kemandirian telah mendorong beberapa al., 2011).
remaja untuk menikah. Remaja
menginginkan kemandirian dan kebebasan b. Perubahan Praktik Pernikahan
dalam pengambilan keputusan dan 1. Informasi kesehatan reproduksi
dianggap sebagai orang yang berpengaruh. Pada daerah perkotaan, pada umumnya
Mereka merasa bosan dengan campur lebih berpendidikan, menyebutkan bahwa
tangan orang tua dan memutuskan menikah sumber informasi tersebut adalah
pengalaman sendiri dan internet. Bukti di

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 98
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

Ethiopia menunjukkan bahwa remaja tidak Beberapa yang lain berpendapat bahwa
banyak berkomunikasi dengan orang tua terjadi peningkatan harga mahar
terkait masalah kesehatan seksual dan dikarenakan kemiskinan. Dalam semua
reproduksi, sehingga promosi ketersediaan kasus nampak bahwa jumlah harga mahar
layanan mungkin penting dalam memotifasi tergantung dari asal keluarga mempelai
remaja untuk berkomunikasi dengan orang peria.
tua (Kusheta et al., 2019). Takut pada orang 5. Massa pertunangan
tua, budaya yang tabu terhadap masalah Jika biasanya massa pertunangan akan
seksualitas, rasa malu, dan kurangnya dilalui bertahun-tahun, namun kini telah
pengetahuan orang tua terkait masalah terjadi pergeseran kebiasaan bahwa massa
seksual reproduksi merupakan hambatan tunangan yang dilalui para gadis menjadi
untuk komunikasi dengan orang tua (Tesso semakin singkat yaitu berkisar antara satu
et al., 2012). hingga dua bulan. Hal ini dikarenakan
2. Persepsi usia menikah mayoritas gadis telah keluar dari
Hasil literatur menyatakan bahwa usia pendidikannya sehingga kaum laki-laki tidak
yang baik untuk menikah adalah 20 tahun lagi menunggu lama para gadis untuk
untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki- menyelesaikan pendidikannya. Bahkan
laki. Meskipun demikian, orang tua remaja sebagian remaja langsung melangsungkan
tampaknya tidak setuju dengan pernyataan pernikahan tanpa melalui proses
tersebut. Sebagian besar ibu remaja berfikir pertunangan terlebih dahulu.
bahwa usia menikah anak perempuan 6. Pernikahan keluarga
harus lebih muda dalam suasana konflik Pernikahan yang dilakukan antar sepupu
seperti saat ini. Beberapa menyatakan dalam beberapa masyarakat tradisional
bahwa akan menikahkan anaknya pada dianggap lebih protektif dikarenakan dua
usia 16-17 tahun jika calon pria dinilai cocok belah pihak telah mengetahui latar belakang
dan mandiri secara finansial. Beberapa kedua mempelai. Namun terjadi perubahan
ayah berpendapat bahwa, anak perempuan pada beberapa dekade ini, telah terjadi
harus menikah lebih muda, pada usia 15 penurunan angka pernikahan saudara. Hal
tahun misalnya, dan harus memiliki ini disebabkan karena meningkatnya
perbedaan usia yang lebih jauh antara laki- kesadaran tentang konsekuensi negatifnya,
laki dan perempuan. meningkatkan perselisihan keluarga, dan
3. Pencatatan pernikahan penyebaran penduduk semakin meningkat
pendaftaran pernikahan di bawah hukum (Mourtada et al., 2017).
syariah merupakan satu-satunya bentuk
pernikahan yang diakui dan diterima oleh c. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
negara. Dalam situasi konflik, informasi pernikahan dini
seputar pendaftaran pernikahan sulit 1. Ekonomi
didapat, sehingga menjadi penghalang bagi Keuangan keluarga digambarkan sangat
masyarakat untuk melakukan pencatatan mengerikan dan memburuk. Hal ini
pernikahan secara resmi. disebabkan karena tingginya harga sewa,
4. Harga mahar rendahnya upah dan kurangnya
Banyak hasil terkait tren dalam jumlah kesempatan kerja. Ketegangan finansial
harga mahar. Mayoritas ibu, remaja, dan mendorong beberapa keluarga untuk
beberapa penyedia layanan kesehatan mengambil keputusan menikah pada usia
melaporkan bahwa harga pengantin lebih lebih muda untuk meringankan tekanan
rendah dibandingkan sebelum terjadi konflik keuangan (Mourtada et al., 2017). Kaum
karena berkurangnya pendapatan dan aset. muda sepakat bahwa kemiskinan

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 99
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

memotivasi banyak remaja untuk memasuki layanan-layanan itu, ketidak mampuan


hubungan dengan lawan jenis lebih dini meninggalkan rumah dan biaya
(Schlecht et al., 2013). transportasi. Sehingga dibutuhkan strategi
Gadis remaja menjelaskan bahwa lebih lanjut untuk mnjangkau remaja
mereka memilih untuk bertunangan karena (Mourtada et al., 2017).
mereka merasa harus mengurangi beban Namun demikian, strategi penyampaian
orang tua, karena situasi ekonomi mereka informasi kesehatan reproduksi hendaknya
kurang baik (Knox, 2017). Beberapa remaja disampaikan menggunakan metode yang
menikah untuk memperbaiki kondisi tepat. Hal ini dikarenakan tidak menutup
ekonomi untuk dirinya dan keluarga mereka kemungkinan bahwa remaja yang
(Mangeli et al., 2017). Anak perempuan mendapatkan informasi tentang kesehatan
dipaksa menikah untuk mengurangi beban reproduksi justru lebih cenderung
keuangan keluarga, sehingga pengeluaran melakukan perilaku seksual. Diketahui
untuk anak perempuan tidak lagi bahwa remaja pada masa pubertas memiliki
ditanggung oleh keluarga. Beberapa ayah keingintahuan yang besar terhadap hal-hal
percaya bahwa berinvestasi dalam baru, dan perilaku seksual diyakini sebagai
pendidikan anak adalah pemborosan. hal yang menyenangkan tanpa melihat
Sehingga jika menikahkan anak lebih dini dampak negatifnya (Octaviani and
orang tua tidak akan mengeluarkan biaya Rokhanawati, 2020).
pendidikan anak (Sabbe et al., 2013). 4. Menjaga kehormatan
2. Rendahnya tingkat pendidikan Reputasi keluarga sangat bergantung
Ketiadaan akses pendidikan merupakan pada mempertahankan keperawanan anak
salah satu pendorong bagi remaja untuk perempuannya sampai menikah. Orang tua
menikah sebelum usia 18 tahun, dan dan beberapa penyedia layanan kesehatan
memungkinkan sebagai pendorong bagi menyatakan bahwa remaja perempuan
orang tua untuk menikahkan anaknya pada merupakan sasaran gosip bagi masyarakat
usia lebih dini (Mourtada et al., 2017). setempat terkait dugaan pergaulan remaja.
Selain itu kesadaran akan pentingnya Selain itu, mereka juga rentan terhadap
pendidikan juga mempengaruhi pelecehan seksual dan pemerkosaan.
pengambilan keputusan, anak perempuan Sehingga menjaga kehormatan remaja
diputuskan untuk menikah dengan alasana perempuan menjadi salah satu alasan
kepercayaan ayah bahwa pendidikan tidak orang tua menikahkan anak perempuannya
membawa manfaat (McDougal et al., 2018). dalam usia muda (Mourtada et al., 2017).
Letak geografis pemukiman yang jauh dari 5. Nilai-nilai budaya
sekolah menghalangi kehadiran remaja, Orang tua masih memiliki gagasan
terutama dikalangan anak perempuan. bahwa jika anak tidak menikah dini makan
Anak-anak yang tidak dapat melanjutkan tidak akan ada yang melamarnya dan akan
sekolah termotivasi untuk berkencan dan menjadi perawan tua (Sabbe et al., 2013).
menikah lebih dini (Schlecht et al., 2013). Pernikahan dini adalah kebiasaan di
3. Implementasi program kesehatan tidak komunitas, gadis-gadis segera menikah
memadai ketika memasuki usia pubertas. Praktik
Sejumlah penyedia layanan menyoroti pernikahan anak perempuan pada usia 15-
fakta bahwa sulit untuk menjangkau 16 tahun adalah norma sosial yang sangat
masyarakat karena banyak masyarakat umum terjadi di desa. Jika anak tidak
yang tidak menghadiri program yang menikah dini mereka akan menjadi sasaran
diselenggarakan karena sejumlah alasan ejekan, orang-orang di komunitas
termasuk kurangnya pengetahuan tentang mencurigai mereka memiliki hubungan

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 100
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

gelap atau memiliki kecacatan. Orang tua 9. Kebutuhan seksual


yang tidak segera menikahkan anak juga Berdasarkan keyakinan peserta,
mendapatkan kritikan dan masyarakat pernikahan adalah cara untuk memenuhi
menilai orang tua lalai (Seth et al., 2018). kebutuhan seksualitas. Dalam hal ini
Informasi tentang seksual dianggap peserta menyatakan bahwa mereka setuju
masalah tabu oleh orang tua, hal ini dengan pernikahan dini karena setiap gadis
diaggap demikian karena jika remaja memiliki kebutuhan seksual dan dapat
mengakses informasi ini justru akan dipenuhi juka melakukan pernikahan. Media
meningkatkan aktifitas seksual remaja sosial turut mempengaruhi remaja dalam
tersebut (Cahyaningtyas et al., 2020). mempelajari seksualitas, dan tidak jarang
6. Kehilangan orang tua meningkatkan gairah seksual remaja
Seseorang menikah karena (Montazeri et al., 2016). Cinta,
membutuhkan dukungan emosional. menginginkan keturunan, dan rasa ingin
Konsekuensi konflik yang menyebabkan memiliki merupakan salah satu karakteristik
kehilangan orang tua telah mendorong yang mendorong pernikahan dini (Mangeli
remaja untuk melakukan pernikahan dini, et al., 2017).
sehingga mereka mendapatkan seseorang
yang dapat membantu dan memberinya d. Dampak Pernikahan Dini
dukungan (McDougal et al., 2018). 1. Akses ke pelayanan kesehatan rendah
Perceraian atau kematian orang tua telah Hasil literatur menyatakan bahwa ibu
menyebabkan remaja menikah, dan muda membutuhkan layanan tertentu
pernikahan dini merupakan alasan dalam seperti keterampilan dan pendidikan, akses
menyelesaikan perselisihan keluarga dan yang mudah ke layanan kesehatan , obat-
membantu memperkuat keluarga (Mangeli obatan, dan vaksin bagi anak-anak mereka.
et al., 2017). Namun ibu-ibu muda juga menyatakan
7. Tidak adanya sanksi bahwa mereka kurang percaya kepada
Lemahnya hukum yang mengatur praktik tenaga kesehatan karena diperlakukan
pernikahan dini menjadikan masalah ini buruk pada banyak kesempatan (Mourtada
tetap kerap dilakukan oleh remaja. Peserta et al., 2017). Kurangnya pengetahuan
India menunjukkan bahwa hukum tidak tentang kesehatan reproduksi
banyak berpengaruh pada ptaktik mengakibatkan jarangnya akses terhadap
(McDougal et al., 2018). Di beberapa pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah
negara dinyatakan bahwa tidak terdapat melahirkan (Knox, 2017).
undang-undang yang melindungi anak 2. Otonomi rendah dalam mengambil
perempuan dari paksaan menikah pada keputusan
usia dini (Sabbe et al., 2013). Pasangan muda terutama perempuan
8. Keyakinan agama tidak benar-benar bergaul dengan
Pengambilan keputusan terkait komunitas. Mereka tidak bisa
pernikahan dipengaruhi oleh kepatuahan mengekpresikan diri tentang perasaan
terhadap kepercayaan agama. Remaja mereka (Schlecht et al., 2013). Perempuan
menjelaskan bahwa orang tua dan yang melakukan pernikahan dini mayoritas
keluarganya menyarankan untuk menikah tidak memiliki kekuatan dalam mengambil
sesegera mungkin karena pernikahan keputusan. Sebagian besar mereka
adalah salah satu sunah Rasul. Alasan lain melakukan hal yang diinginkan
dikarenakan kepercayaan bahwa menikah pasangannya. Ketika dilakukan klarifikasi
dapat melindungi diri dari perbuatan dosa alasan perempuan memiliki kekuatan yang
(seks di luar nikah) (Montazeri et al., 2016). rendah dalam pernikahan, ditegaskan hal ini

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 101
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

merupakan keyakinan yang sudah melaporkan bahwa perempuan muda yang


membudaya bahwa seorang istri harus melakukan pernikahan dini memiliki
patuh kepada suami untuk menghindari kemungkinan 1,8 kali lebih besar
timbulnya masalah dalam keluarga (Sabbe mengalami KDRT (Raj et al., 2010). Dalam
et al., 2013). studi lain menyatakan bahwa wanita yang
Pasangan muda memiliki kesulitan menunda pernikahan mengurangi peluang
dalam pengambilan keputusan. Dalam mengalami kekerasan fisik dan kekerasan
menjalankan kehidupan rumah tangga, seksual (Santhya, 2011).
pasangan muda masih bergantung kepada 6. Kemiskinan
orang tua. Hal ini dikarenakan finansial Risiko pengangguran dan kemiskinan
masih ditanggung oleh orang tua, sehingga meningkat pada pasangan yang melakukan
mereka tidak memiliki otonomi dalam pernikahan dini (Schlecht et al., 2013).
pengambilan keputusan (Astuti et al., 2019). Mereka hidup dalam kemiskinan dan
3. Abortus tekanan (Knox, 2017). Sesuai dengan hasil
Abortus rentan terjadi pada ibu muda, penelitian terdahulu bahwa wanita yang
hasil penelitian menunjukkan 25% menikah muda memiliki persentase lebih
perempuan yang melakukan pernikahan tinggi untuk hidup dalam kemiskinan ketika
dini mengalami abortus (Knox, 2017). mereka tua. Hasil menyiratkan bahwa
Bahkan terdapat ibu muda yang telah keputusan yang diambil wanita sejak dini
mangalami 8 kali abortus berturut-turut dalam kehidupan dapat menimbulkan
dengan perdarahan hebat dalam upaya konsekuensi jangka panjang (Dahl, 2010).
untuk memberikan keturunan kepada 7. Putus sekolah
suaminya (Seth et al., 2018). Hasil dari hubungan dan pernikahan dini
4. Perceraian adalah semakin meningkatnya angka putus
Menurut beberapa hasil literatur sekolah (Schlecht et al., 2013). Pernikahan
kombinasi dari berkurangnya keterlibatan dini mengharuskan pelaku meninggalkan
keluarga dan menurunnya nilai keluarga sekolah, meskipun kadang-kadang alasan
meningkatkan kemungkinan bahwa remaja meninggalkan sekolah karena faktor
perkawinan akan berumur pendek (Schlecht ekonomi dan lingkungan yang tidak
et al., 2013). kondusif (Mourtada et al., 2017). Baik
5. KDRT remaja laki-laki maupun perempuan harus
Sejumlah penelitian melaporkan bahwa meninggalkan bangku sekolah dikarenakan
kekerasan gender tampaknya menjadi pernikahan yang dilakukan remaja (Astuti et
ancaman bagi perempuan yang menikah al., 2019).
pada usia dini dan mereka tidak bisa 8. Konsekuensi psikologi
meninggalkan rumah. Liputan media dan Hasil penelusuran literatur
pemberitaan kekerasan gender juga mengungkapkan bahwa pernikahan
menambah ketakutan di kalangan merupakan peristiwa yang tak terduga dan
perempuan (Seth et al., 2018). Hal ini menegangkan, karena remaja akan beralih
sejalan dengan berbagai penelitian yang status dan memikul tanggung jawab baru
dilakukan di India dan melaporkan bahwa sebagai seorang istri dalam rumah tangga
wanita muda yang melakukan pernikahan yang seringkali mereka belum siap baik
dini memiliki risiko tinggi mengalami secara fisik maupun psikis. Ibu muda rentan
kekerasan fisik dan seksual yang pada mengalami keluhan seperti sakit kepala,
akhirnya berhubungan dengan hasil sakit tubuh, depresi, dan kelelahan. Hal ini
kesehatan yang merugikan bagi berkemungkinan disebabkan oleh status
perempuan. Salah satu hasil penelitian kesehatan fisik dan mental yang buruk

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 102
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

(Montazeri et al., 2016). Kehidupan dijangkau dan aman (Mourtada et al., 2017).
pernikahan dini menuntut remaja untuk Peningkatan infrastruktur dan sumberdaya
mejalankan komitmen yang lebih kuat tenaga kesehatan dinilai penting dalam
dalam mengambil peran barunya sebagai mengatasi kehamilan remaja, sehingga
suami dan istri, namun demikian secara dukungan pemerintah terkait pendanaan,
psikologis dan finansial remaja belum siap pelatihan dan pendampingan program
untuk menjalankan pernikahan (Astuti et al., pencegahan kehamilan remaja perlu
2019). dilaksanakan dengan maksimal. Selain
dukungan pemerintah, keterlibatan
e. Harapan komunitas tidak kalah penting untuk
1. Peluang pendidikan dan pelatihan diberikan kesadaran dan merubah perilaku
keterampilan dalam menghilangkan risiko kehamilan
Banyak program pencegahan remaja (Cahyaningtyas et al., 2020).
pernikahan dini diselenggarakan, namun Dianggap perlu untuk menegakkan
karena pembuat keputusan utama adalah undang-undang yang ada. Banyak peserta
laki-laki, sehingga program ini tidak menyerukan mengenai sosialisasi undang-
mencapai hasil yang diinginkan. Mereka undang larangan pernikahan paksa secara
membutuhkan dukungan pendidikan, resmi. Permohonan hukuman pidana
pelatihan keterampilan dan pemberdayaan spesifik terhadap pernikahan paksa,
anak perempuan sebagai upaya sehingga membuat efek jera pada masalah
mengurangi pernikahan anak (Mourtada et pernikahan paksa. Selain itu dibutuhkan
al., 2017). Informasi yang dibutuhkan peran asosiasi perempuan dan organisasi
remaja adalah tentang kesehatan non-pemerintah dalam meningkatkan
reproduksi, hal tersebut seperti penggunaan kesadaran dan memberikan dukungan
kontrasepsi, penyakit menular seksual, dan kepada para korban. Pendidikan peer diakui
kehamilan remaja. Pendidikan kesehatan ini sebagai cara yang ampuh untuk
dapat berupa pendidikan informal dan meningkatkan kesadaran dan menemukan
formal berbasis sekolah, dengan demikian solusi. Masyarakat menyoroti bahwa
diharapkan akan meningkatkan organisasi memainkan peran penting dalam
pengetahuan dan keterampilan remaja memberikan informasi (Sabbe et al., 2013).
(Cahyaningtyas et al., 2020). 3. Kebebasan bergerak
2. Penyuluhan yang kooperatif Remaja perempuan khususnya memiliki
Sejumlah penyedia layanan kesehatan keinginan setelah menjadi seorang istri
menyoroti fakta bahwa sulit menjangkau diusia muda. Beberapa harapan tersebuat
masyarakat untuk hadir dalam program- adalah diberikannya kebebasan bergerak.
program pencegahan pernikahan dini. Hal Remaja masih ingin melakukan kegitan atau
ini karena sejumlah alasan termasuk rutinitas biasanya dan diberikan kebebasan
kurangnya pengetahuan tentang layanan bepergian (Knox, 2017).
tersebut, ketidak mampuan perempuan
untuk meninggalkan rumah dan SIMPULAN
ketidakmampaun untuk membayar Pernikahan yang dilakukan pada usia dini (<18
transportasi. Oleh sebab itu, diperlukan tahun) masih umum dilakukan di negara
strategi untuk meningkatkan akses ke berkembang, stressor sosio budaya merupakan
masyarakat, seperti mengirimkan tim untuk pendukung utama dari pengambilan keputusan
menjangkau perempuan yang tidak bisa praktik ini. Temuan-temuan ini menunjukkan
meninggalkan rumah, memberikan sesi bahwa hukum yang membatasi usia pernikahan
program pada tempat yang mudah belum ditegakkan secara maksimal, bahkan

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 103
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

program yang berhubungan dengan kesehatan Godha, D., Hotchkiss, D.R., Gage, A.J. 2013.
reproduksi belum berjalan dengan baik. Association between child marriage and
Dibutuhkan upaya di masyarakat untuk reproductive health outcomes and service
mengubah norma-norma yang mendukung praktik utilization: a multi-country study from South
pernikahan usia dini generasi muda. Program- Asia. J. Adolesc. Health Off. Publ. Soc.
program ini diperlukan untuk mengurangi Adolesc. Med. 52, 552–558. doi.
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap 10.1016/j.jadohealth.2013.01.021
perempuan dan menghasilkan peningkatan Goli, S., Rammohan, A., Singh, D. 2015. The
kesehatan reproduksi bagi semua perempuan di effect of early marriages and early
negara berkembang. childbearing on women’s nutritional status in
India. Maternal and Child Health Journal,
DAFTAR PUSTAKA 19(8), pp 1864-1880
Adedokun, O., Adeyemi, O., Dauda, C. 2016. Gusti. 2016. Pernikahan dini rawan
Child marriage and maternal health risks menyebabkan perceraian dan bunuh diri.
among young mothers in Gombi, Adamawa https://ugm.ac.id/id/berita/12745pernikahan.
State, Nigeria: implications for mortality, dini.rawan.menyebabkan.perceraian.dan.bu
entitlements and freedoms. Afr. Health Sci. nuh.diri. Diakses 4 Juli 2018 di Yogyakarta.
16, 986–999. doi. 10.4314/ahs.v16i4.15 Hamid, S., Johansson, E., Rubenson, B. 2010.
Ahmed, S., Khan, A., Khan, S., Noushad, S. Security lies in obedience-Voices of young
2014. Early marriage; a root of current women of a slum in Pakistan. BMC Public
physiological and psychosocial health Health 10(164). doi. 10.1186/1471-2458-10-
burdens. Int. J. Endorsing Health Sci. Res. 164
IJEHSR 2, 50–53. doi. Kamal, S.M.M. 2012. Decline in child marriage
10.29052/IJEHSR.v2.i1.2014.50-53 and changes in its effect on reproductive
Astuti, A.W., Hirst, J., Bharj, K.K. 2019. outcomes in Bangladesh. J. Health Popul.
Indonesian adolescents’ experiences during Nutr. 30, 317–330.
pregnancy and early parenthood: a Knox, S.E. 2017. How they see it: young women’s
qualitative study. Journal of Psychosomatic views on early marriage in a post-conflict
Obstetrics & Gynecology. doi: setting. Reprod. Health Matters 25, 96–106.
10.1080/0167482X.2019.1693538 doi. 10.1080/09688080.2017.1383738
Bettany-Saltikov, J. 2012. How to do a systematic Kusheta, S., Bancha, B., Habtu, Y., Helamo, D.,
literature review in nursing: a step-by-step Yohannes, S. 2019. Adolescent-parent
guide. Maidenhead: McGraw-Hill/Open communication on sexual and reproductive
University Press. health issues and its factors among
BKKBN. 2008. Pendewasaan usia perkawinan secondary and preparatory school students in
dan hak-hak reproduksi bagi remaja Hadiya Zone, Southern Ethiopia: institution
Indonesia. Jakarta: Badan Koordinasi based cross sectional study. BMC Pediatr.
Keluarga Berencana Nasional 19. doi. 10.1186/s12887-018-1388-0
Cahyaningtyas, D.K., Astuti, A.W., Hani, U. 2020. Mangeli, M., Rayyani, M., Cheraghi, M.A. 2017.
Parents involvement and barriers of Factors that encourage early marriage and
programme interventions to reduce motherhood from the perspective of iranian
adolescent pregnancy. Journal of Health adolescent mothers : A qualitative study.
Technology Assessment in Midwifery, 3(2), World Fam. Med. JournalMiddle East J. Fam.
73-86 doi: 10.31101/jhtam.1312 Med. 15, 67–74. doi.
Dahl, G. B. 2010. Early teen marriage and future 10.5742/MEWFM.2017.93058
poverty. Demography, 47, 689–718. McDougal, L., Jackson, E.C., McClendon, K.A.,
Belayneh, Y., Sinha, A., Raj, A. 2018.

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 104
ISSN : 2598-0068 Vol. 4 No. 2 (Maret 2021)

Beyond the statistic: exploring the process of Sabbe, A., Oulami, H., Hamzali, S., Oulami, N.,
early marriage decision-making using Le Hjir, F.Z., Abdallaoui, M., Temmerman,
qualitative findings from Ethiopia and India. M., Leye, E. 2015. Women’s perspectives on
BMC Womens Health 18, 144. doi. marriage and rights in Morocco: risk factors
10.1186/s12905-018-0631-z for forced and early marriage in the
Mensch, B.S., Soler-Hampejsek, E., Kelly, C.A., Marrakech region. Cult. Health Sex. 17, 135–
Hewett, P.C., Grant, M.J. 2014. Challenges in 149. doi. 10.1080/13691058.2014.964773
measuring the sequencing of life events Santhya, K.G., Ram, U., Acharya, R., Jejeebhoy,
among adolescents in Malawi: A cautionary S.J., Ram, F., Singh, A. 2010. Associations
note. Demography 51, 277–285. doi. between early marriage and young women’s
10.1007/s13524-013-0269-2 marital and reproductive health outcomes:
Montazeri, S., Gharacheh, M., Mohammadi, N., Evidence from India. Int. Perspect. Sex.
Alaghband Rad, J., Eftekhar Ardabili, H. Reprod. Health N. Y. 36, 132–9.
2016. Determinants of early marriage from Schlecht, J., Rowley, E., Babirye, J. 2013. Early
married girls’ perspectives in iranian setting: relationships and marriage in conflict and
A qualitative study. J. Environ. Public Health post-conflict settings: Vulnerability of youth in
2016, 8615929. doi. 10.1155/2016/8615929 Uganda. Reprod. Health Matters 21, 234–
Mourtada, R., Schlecht, J., DeJong, J. 2017. A 242. doi. 10.1016/S0968-8080(13)41710-X
qualitative study exploring child marriage Seth, R., Bose, V., Qaiyum, Y., Chandrashekhar,
practices among Syrian conflict-affected R., Kansal, S., Taneja, I., Seth, T. 2018.
populations in Lebanon. Confl. Health 11, 27. Social determinants of child marriage in rural
doi. 10.1186/s13031-017-0131-z India. Ochsner J. 18, 390–394. doi.
Octaviani, M., Rokhanawati, D. 2020. Association 10.31486/toj.18.0104
information sources of reproductive health Tesso, D.W., Fantahun, M.A., Enquselassie, F.
with sexual behavior of adolescents in 2012. Parent-young people communication
Indonesia. International Journal of Health about sexual and reproductive health in
Science and Technology, 1(3), 68-74 doi: E/Wollega zone, West Ethiopia: Implications
10.31101/ijhst.v1i3.1214 for interventions. Reprod. Health 9, 13. doi.
Peters, J.P.M., Hooft, L., Grolman, W., Stegeman, 10.1186/1742-4755-9-13
I. 2015. Reporting quality of systematic Tricco, A.C., Lillie, E., Zarin, W., O’Brien, K.,
reviews and meta-analyses of Colquhoun, H., Kastner, M., Levac, D., Ng,
otorhinolaryngologic articles based on the C., Sharpe, J.P., Wilson, K., Kenny, M.,
PRISMA statement. PLoS ONE 10. doi. Warren, R., Wilson, C., Stelfox, H.T., Straus,
10.1371/journal.pone.0136540 S.E. 2016. A scoping review on the conduct
Pham, M.T., Rajić, A., Greig, J.D., Sargeant, J.M., and reporting of scoping reviews. BMC Med.
Papadopoulos, A., McEwen, S.A. 2014. A Res. Methodol. 16. doi. 10.1186/s12874-016-
scoping review of scoping reviews: advancing 0116-4
the approach and enhancing the consistency. UNICEF. 2012. Progress for children: A report
Res. Synth. Methods 5, 371–385. doi. card on adolescents: Number 10. New York:
10.1002/jrsm.1123 UNICEF
Raj, A., Saggurti, N., Lawrence, D., Balaiah, D., UNICEF. 2016. Child marriage in Indonesia:
Silverman, J.G. 2010. Association between Progress on pause. Indonesia: UNICEF
adolescent marriage and marital violence UNICEF. 2018. Child marriage is a violation of
among young adult women in India. Int. J. human rights, but is all too common. Diakses
Gynaecol. Obstet. 110, 35–39. doi. 15 Agustus 2018
10.1016/j.ijgo.2010.01.022 https://data.unicef.org/topic/child-
protection/child-marriage/

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction 105

Anda mungkin juga menyukai