Anda di halaman 1dari 15

PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN KONTRAK

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Contract Drafting

Oleh:

Kelompok 9

1. Intan Novita Sari (2120104046)


2. Aldi Putra Pratama (2120104056)
3. Wasti Irayani (2120104065)

Dosen Pengampu: Muhammad Sarip, M.S.I

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk yang
isinya sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan- masukan yang dapat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 03 Oktober 2023

Hormat Kami

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 2

A. Pengertian Kontrak ..................................................................................................... 2


B. Prinsip-prinsip perancangan Kontrak ......................................................................... 5
1. Prinsip Kebebasan Berkontrak .............................................................................. 6
2. Prinsip Konsensualisme ........................................................................................ 7
3. Prinsip Pacta Sunt Servanda ................................................................................. 7
4. Prinsip Iktikad Baik .............................................................................................. 8
5. Prinsip Privity Of Contract ................................................................................... 8
6. Prinsip proporsionalitas ................................................................................................ 9

BAB III PENUTUP ........................................................................................................11

A. Kesimpulan ................................................................................................................11
B. Saran ......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah perancangan kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract drafting Dalam
Kamus Bahasa Indonesia ada tiga istilah yang berkaitan dengan perancangan, yaitu istilah
rancangan, merancang, dan perancangan Rancangan adalah segala sesuatu yang sudah
direncanakan Merancang adalah mengatur segala sesuatu atau merencanakan. Perancangan
adalah proses, cara, atau perbuatan merancang. Kontrak adalah hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukumAkibat hukum,
yaitu timbulnya hak dan kewajiban.

Berdasarkan pengertian yang disajikan di atas, maka dapat diberikan definisi dari
perancangan kontrak. Perancangan kontrak merupakan proses atau cara untuk merancang
kontrak. Merancang kontrak adalah mengatur dan merencanakan struktur, anatomi, dan
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para
pihak. Anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian
yang satu dengan bagian yang lainnya. Substansi kontrak merupakan isi yang akan dituangkan
dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak. Substansi kontrak ada yang dinegosiasi
oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak. Kontrak
semacam ini lazim disebut dengan kontrak baku (standard contract).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Istilah/pengertian Kontrak?
2. Apa saja prinsip-prinsip perancangan Kontrak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah/pengertian kontrak
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perancangan kontrak

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrak

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam bahasa Belanda
disebut dengan overeenkomst (perjanjian).

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal
tersebut berbunyi "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 ini adalah

1. tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;


2. tidak tampak asas konsensualisme dan
3. bersifat dualisme.

Tidak jelasnya definisi ini disebabkan di dalam rumusan tersebut disebutkan perbuatan
saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan perjanjian. Untuk
memperjelas pengertian itu, maka harus dicari dalam doktrin. Menurut doktrin (teori lama)
yang disebut perjanjian adalah

"Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum".

Dalam definisi ini, telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat
hukum (tumbuh/lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur-unsur perjanjian menurut teori lama
adalah sebagai berikut:

1. adanya perbuatan hukum.


2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang:
3. persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan/dinyatakan.
4. perbuatan hukum itu terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih.
5. pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling bergantung
6. kehendak itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
7. akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik.
8. persesuaian kehendak itu harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan

2
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah

“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.”

Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat
perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian,
menurut teori baru, yaitu

1. tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;


2. tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak;
3. tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is: An agreement
between two or more persons not merely a shared belief, but common understanding as
to something that is to be done in the future by one or both of them (Charless L. Knapp
dan Nathan M. Crystal, 1993: 2). Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua
orang atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling
pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau
keduanya dari mereka.
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi ia juga menentukan unsur-
unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur
kontrak, yaitu
1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua
belah pihak);
2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);
3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang berhak dan
berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan tertulis).

Di dalam Black’s Law Dictionary, yang diartikan dengan contract adalah An agreement
between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular
thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana
menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara
sebagian. (Black’s Law Dictionary, 1979: 291)

Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak dilihat
sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak

3
melakukan secara sebagian. Satu hal yang kurang dalam berbagai definisi kontrak yang
dipaparkan di atas, yaitu bahwa para pihak dalam kontrak hanya semata-mata orang perorangan
semata-mata. Tetapi dalam praktiknya, bukan hanya orang perorang yang membuat kontrak,
termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian, definisi itu,
perlu dilengkapi dan disempurnakan. Menurut penulis, bahwa kontrak atau perjanjian
merupakan:

’’Hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam
bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga
subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang
telah disepakatinya.”

Unsur-unsur yang tercantum definisi yang terakhir ini adalah sebagai berikut.

1. Adanya hubungan hukum.


Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum
adalah timbulnya hak dan kewajiban.
2. Adanya subjek hukum.
Subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
3. Adanya prestasi.
Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
4. Di bidang harta kekayaan.

B. Prinsip-prinsip Perancangan Kontrak

Dasar atau prinsip dalam perancangan atau pembuatan kontrak apakah itu kontrak
dalam masyarakat harus memperhatikan prinsip-prinsip di dalam merancang kontrak. Yang
dimaksud dengan dasar atau prinsip dalam perancangan kontrak adalah dasar atau prinsip yang
harus diperhatikan di dalam merancang kontrak.

Di dalam Buku III KUH Perdata dikenal lima macam asas hukum, yaitu asas kebebasan
berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum), asas itikad
baik, dan asas kepribadian. Dari kelima asas hukum itu, yang mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan perancangan kontrak adalah asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt
servanda (asas kepastian hukum).

4
M. Isnaeni menyebut beberapa azas sebagai tiang penyangga Hukum Kontrak, yaitu
azas kebebasan berkontrak yang berdiri sejajar dengan azas-azas lain berdasar proporsi yang
berimbang, yaitu:

a. azas pacta sunt servanda,


b. azas kesederajatan,
c. azas privity of contract,
d. azas konsensualisme, dan
e. azas itikad baik.1

Dalam seminar tentang Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” yang


diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Hukum Nasional (BPHN) pada tahun 1981
dinyatakan bahwa undang-undang kontrak yang baru akan dibuat berlandaskan pada azas-azas
berikut.

a. azas kebebasan untuk mengadakan kontrak,


b. azas menjamin perlindungan bagi kelompok-kelompok ekonomi lemah,
c. azas itikad baik,
d. azas keselarasan,
e. azas kesusilaan,
f. azas kepentingan umum,
g. azas kepastian hukum,
h. azas pacta sunt servanda.2

Terdapat beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam membentuk sebuah
kontrak yaitu:3

1. Prinsip Kebebasan Berkontrak

Dasar atau prinsip kebebasan berkontrak merupakan azas yang menduduki posisi
sentral di dalam hukum kontrak, meskipun azas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum
namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual.

1
Isnaeni, “Hukum Perikatan Dalam Era Perdagangan Bebas”, Pelatihan Hukum Perikatan Bagi Dosen dan
Praktisi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 6-7 September 2006, hal. 5
2
Tim Pengembang Hukum Ekonomi (ELIPS) Model Pengembangan Hukum Ekonomi, Proyek ELIPS, Jakarta,
hal. 91.
3
Huala Adolf, Dasar Hukum Kontrak Internasional, 2008. Bandung: PT.Refika Aditama. Hlm. 89

5
Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dan kehendak bebas,
pancaran hak azasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang
mengagungkan kebebasan individu.

Buku III BW menganut system terbuka, artinya hukum (i.c Buku III BW) memberi
keluasan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan hukumnya. Apa yang diatur
dalam Buku III BW hanya sekedar mengatur dan melengkapi. Berbeda dengan pengaturan
Buku II BW yang menganut sistem tertutup atau bersifat memaksa dimana para pihak dilarang
menyimpangi aturan-aturan yang ada di dalam Buku II BW tersebut.

Prinsip kebebasan berkontrak dalam bahasa Inggris: freedom of contract, liberty of


contract, dan party autonomy. Dalam bahasa Arab: mabda’ hurriyah al-ta’aqud. Maka asas
kebebasan berkontrak adalah bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja
baik perjanjian itu sudah diatur dalam undang-undang maupun belu6m diatur dalam undang-
undang.

Secara historis kebebasan berkontrak mengandung makna adanya 5 (lima) macam


kebebasan, yaitu:

a. Kebebasan bagi para pihak untuk menutup atau tidak menutup kontrak;
b. Kebebasan untuk menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak;
c. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan bentuk kontrak;
d. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi kontrak;
e. Kebebasan bagi para pihak untuk menentukan cara pembuatan kontrak.

2. Prinsip Konsensualisme

Prinsip konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan azas kebebasan


berkontrak dan azas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 133g (1) BW. Hal ini
sedasar dengan pendapat Subekti yang menyatakan bahwa azas konsensualisme terdapat dalam
pasal 7320 jo 1338 BW. pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu
tidak sahdan juga tidak mengikat sebagai undang-undang. Sementara Purwahid
menggarisbawahi bahwa perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tetapi
konsensual, artinya perjanjian itu selesai karena persesuaian kehendak atau consensus semata-
mata.4

4
Purrvahid Patrik, Op-cit, hal. 66.

6
Dasar atau prinsip konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 7320 BW (angka
1) kesepakatan dimana menurut prinsip ini perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata
sepakat. Disini yang ditekankan adalah adanya persesuaian kehendak sebagai inti dari hukum
kontrak Prinsip konsensualisme merupakan "ruh" dari suatu perjanjian.

3. Prinsip Pacta Sunt Servanda

Dalam perspektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam rumusan Pasal
1338 (1) BW menyatakan bahwa, "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya ". Pengertian berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan
menempatkan Posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.

Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan prinsip kebebasan
berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang mencerminkan nilai-nilai
kepercayaan didalamnya.

4. Prinsip Iktikad Baik

Terkait dengan daya mengikatnya perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para
pihak yang membuatnya, pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi, antara lain dengan
itikad baik.

Pasal 1338 (3) BW menyatakan bahwa, "Perjanjian-perjanjian haru dilaksanakan


dengnn itikad baik." Apa yang dimaksud dengan itikad baik perundang-undangan tidak
memberikan definisi yang tegas dan jelas. Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, yang
dimaksud dengan 'itikad' adalah kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang
baik).5 Dalam Kamus Hukum Fockema Andrea dijelaskan bahwa "goedetrouw" adalah maksud
semangat yang menjiwai para peserta dalam suatu perbuatan hukum atau tersangkut dalam
suatu hubungan hukum. Wirjono Prodjodikoro memberikan batasan itikad baik. dengan istilah
"dengan jujur" atau "secara jujur".

Pasal 1338 ayat (3) BW Pada umumnya selalu dihubungkan dengan Pasal 1339 BW,
bahwa "Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di didalamya,
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan di tuntut berdasarkan
keadilan, kebiasaan atau undang-undang

5
Kamus Besar Bahasa Indonesia Op-cit, hal.369.

7
5. Prinsip personalitas atau privity of contract

Prinsip personalitas atau privity of contract, yakni setiap orang tidak dapat membuat
perjanjian atas namanya selain untuk dirinya sendiri kecuali janjiuntuk pihak ke-3.6

Prinsip personalitas atau privity of contract berakar dari postulat yang bersifat
universal bahwa manusia mengetahui apa terbaik bagi dirinya sendiri dalam mengadakan
hubungan kontraktual. Ada 2 (dua) persyaratan yang harus dipenuhi subyek kontrak agar
diasumsikan memiliki kecakapan tindakan hukum dan menerima hukum secara sempurna,
yakni dewasa dan berakal sehat. Namun demikian, asas personalitas atau privity of contract
dapat dikesampingkan dalam pengadaan kontrak untuk kepentingan pihak ke-3.

Dalam sistem common law di Inggris, kontrak untuk kepentingan pihak ke-3
diakomodir melalui The Contract (Rights of Third Parties) 1999.7 Masuknya kepentingan pihak
ke-3 ke dalam suatu kontrak ini didasarkan pada 2 (dua) kondisi, yakni: (1)kontrak jelas
mengandung kepentingan tersebut; atau (2)cabang subyek dimana isi kontrak memberikan
keuntungan padanya (pihak ke-3).

Sedangkan dalam sistem civil law di Jerman, kontrak untuk kepentingan pihak ke-3
dirumuskan melalui Section 328 Bürgerlichen Gesetzbuches (BGB). 8pelaksanaan kepentingan
pihak ke-3 tergantung pada tujuan yang disepakati oleh promissor dan promissee. Ini dapat
diketahui dari kalimat ‘the object of the contract’ dan ‘the surrounding circumstances’ dari
kontrak yang menentukan apakah pihak ke-3 akan memperoleh hak, namun hanya dalam tidak
adanya persyaratan yang dinyatakan secara jelas.9
Di Indonesia, kontrak untuk kepentingan pihak ke-3 di atur melalui Pasal 1317
KUHPerdata. Menurut Subekti, Kontrak untuk pihak ke-3 digambarkan sebagai suatu
penawaran (offerte) yang dilakukan oleh pihak yang minta diperjanjikan (stipulator) hak-hak
kepada pihak ke-3 tersebut,10 ini dipahami sebagai alasan mengapa pihak yang berjanji tidak
boleh menariknya jika pihak ke-3 hendak menggunakan hak-hak tersebut. Adapun dalam
perspektif hukum islam, kontrak untuk kepentingan pihak ke-3 pada asasnya dapat diadakan
selama obyek kontrak tidak termasuk kategori yang haram untuk diadakan.

6
A. Qirom Syamsudin Meliala, loc.cit
7
Ibid, hal. 574.
8
Section 104 Bürgerlichen Gesetzbuches (BGB).
9
Ibid, 197.
10
Subekti, 2002, op.cit., hal. 30

8
6. Prinsip Proporsionalitas

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Proporsional” memiliki


pengertian sesuai dengan proporsi, sebanding, seimbang, dan berimbang. Secara implisit,
definisi prinsip proporsionalitas terdapat dalam Penjelasan Pasal 3 angka 5 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, yaitu:

“Yang dimaksud dengan Asas Proporsionalitas adalah prinsip yang mengutamakan


keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.”

Namun dalam hubungan kontraktual menurut Agus Yudha Hernoko, prinsip


Proporsionalitas tidak tertulis secara implisit dalam suatu peraturan perundang-undangan,
namun dalam hal mencapai kesepakatan (Pasal 1320 KUHPerdata) membutuhkan proses
negosiasi dalam rangka terwujudnya pertukaran kepentingan yang proporsional di antara para
kontraktan.11 Dengan demikian, proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban sangat
ditentukan oleh proses negosiasi tersebut. Sehingga prinsip proporsionalitas berfungsi untuk
mencapai kesepakatan yang benar dan adil serta syarat subjektif yang terkandung dalam suatu
perjanjian akan terpenuhi. Tidak adanya prinsip proporsionalitas dalam mencapai kesepakatan
dapat menyebabkan adanya cacat kehendak dalam kesepakatan tersebut sehingga
mengakibatkan pembatalan (dapat dibatalkan) yang akan dilakukan oleh salah satu atau para
pihak dalam perjanjian.

Agus Yudha Hernoko juga menyatakan bahwa makna asas proporsionalitas


dalam kontrak harus beranjak dari makna filosofis keadilan. Terdapat beberapa pemikiran
tentang keadilan yang berbasis kontrak, yaitu pemikiran dari John Locke, Rosseau, Immanuel
Kant, dan John Rawls yang menyatakan bahwa tanpa adanya kontrak, orang tidak akan
bersedia terikat dan bergantung pada pernyataan pihak lain.

11
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), Hlm 155.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal
tersebut berbunyi "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Terdapat beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan dalam membentuk sebuah
kontrak yaitu:

1. Prinsip Kebebasan Berkontrak


Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dan kehendak bebas,
pancaran hak azasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang
mengagungkan kebebasan individu.
2. Prinsip Konsensualisme
Dasar atau prinsip konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 7320 BW (angka 1)
kesepakatan dimana menurut prinsip ini perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata
sepakat.
3. Prinsip Pacta Sunt Servanda
Dalam perspektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam rumusan Pasal 1338
(1) BW menyatakan bahwa, "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya ".
4. Prinsip Iktikad Baik
Pasal 1338 (3) BW menyatakan bahwa, "Perjanjian-perjanjian haru dilaksanakan dengnn
itikad baik." Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, yang dimaksud dengan 'itikad' adalah
kepercayaan, keyakinan yang teguh, maksud, kemauan (yang baik).
5. Prinsip Privity Of Contract
Prinsip personalitas atau privity of contract, yakni setiap orang tidak dapat membuat
perjanjian atas namanya selain untuk dirinya sendiri kecuali janjiuntuk pihak ke-3. Prinsip
personalitas atau privity of contract berakar dari postulat yang bersifat universal bahwa
manusia mengetahui apa terbaik bagi dirinya sendiri dalam mengadakan hubungan
kontraktual.
6. Prinsip Proporsionalitas

10
menurut Agus Yudha Hernoko, prinsip Proporsionalitas tidak tertulis secara implisit dalam
suatu peraturan perundang-undangan, namun dalam hal mencapai kesepakatan (Pasal 1320
KUHPerdata) membutuhkan proses negosiasi dalam rangka terwujudnya pertukaran
kepentingan yang proporsional di antara para kontraktan.

B. Saran

Alhamdulillah, dengan terselesainya makalah ini pemakalah ingin memberikan saran-


saran bagi para pembaca dan khususnya diri kami sendiri antara lain:

1. Marilah kita selalu menjadi manusia yang selalu mencari ilmu, karena sesungguhnya Allah
akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman.
2. Pemakalah, mengharapkan bagi para pembaca bisa mengajukan kritikan jika terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini.
3. Pemakalah sangat berterima kasih bagi yang para pembaca dan minta maaf jika di dalam
makalah yang kami buat ini banyak kesalahan-kesalahan baik dari segi tulisan maupun
penyusunan yang membuat makalah ini tidak efektif.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adolf, H. (2008). Dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: PT Refika Aditama.

Caesar, M. (2014). Prinsip dan Faktor-faktor yang harus Diperhatikan dalam Pembuatan
Kontrak. Lex Privatum, 1.

Isnaeni. (2006). Hukum Perikatan dalam Era Perdagangan Bebas. Surabaya: Fakultas Hukum
Universitas Airlangga.

Marzuki Agus, Johan Arvie. (2014). Universalitas Asas Privity Of Contract. Jurnal TAPIs
Vol.10 No.2

12

Anda mungkin juga menyukai