Anda di halaman 1dari 13

MEMAHAMI TENTANG LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT DAN WAKAF DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH : Kelompok 8

Intan Novita Sari (2120104046)


Deby Kurnia (2120104059)
Cindy Reta Anjeli (2120104068)

DOSEN PENGAMPUH :

SYARIF ALI AKBAR, M.S.I

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2023


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sisi ajaran Islam yang yang belum ditangani secara serius adalah penanggulangan
kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq, shadaqah
dalam arti seluas-seluasnya. Padahal umat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang
sangat besar dengan potensi sumber daya manusia yang melimpah. Kedudukan kewajiban zakat dalam
Islam sangat mendasar dan fundamental. Begitu mendasarnya sehingga perintah zakat dalam al-Quran
sering disertai dengan ancaman yang tegas. Zakat menempati rukun Islam ketiga setelah syahadat dan
shalat.

Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mengelola Zakat Infak Sedekah (ZIS) ikut berperan dalam
program pengentasan kemiskinan nasional melalui distribusi ekonomi kuat ke ekonomi lemah. Potensi
zakat yang ada di Indonesia menurut Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo
menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia ialah sebesar 286 triliun rupiah. Namun, pada 2015
yang lalu, penerimaan zakat baru terealisasi sebesar 3,7 triliun. Potensi zakat sangat besar, penelitian
pada 2011 oleh ITB mengungkap potensi di tahun 2010 adalah 217 trilun rupiah. Dengan perhitungan
PDB, potensi di tahun 2015 menjadi 286 triliun rupiah. Namun, penghimpunan zakat masih rendah,
pada 2015 baru 3,7 triliun rupiah atau 1,3 persen dari PDB. Dengan demikian, rata-rata tingkat serapan
ZIS oleh Lembaga Amil Zakat masih rendah, yaitu hanya sekitar 1,2 persen. Hal ini membuktikan
bahwa kolektivitas pengumpulan zakat masih jauh dari harapan.

Hal ini menjadikan kecenderungan muzaki kurang percaya dengan LAZ. Salah satu cara
meningkatkan kepercayaan penyaluran zakat para muzaki di Indonesia melalui lembaga amil zakat,
adalah dengan peningkatan akuntabilitas lembaga amil zakat, sehingga dana yang terkumpul dapat
dipertanggungjawabkan dengan baik kepada publik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membuat tulisan terhadap zakat. Maka makalah
ini diberi judul “Memahami Tentang Lembaga Pengelola Zakat Dan Wakaf Di Indonesia”.
Fokus penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan seputar lembaga pengelola zakat di indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam lembaga pengelola zakat di indonesia?
2. Apa yang menjadi dasar pendirian lembaga pengelola zakat di indonesia?
3. Apa saja tujuan pendirian lembaga pengelola zakat di indonesia?
4. Apa saja kegiatan operasional lembaga pengelola zakat di Indonesia?
PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Lembaga Pengelola Zakat Di Indonesia

Di Indonesia, ada 2 (dua) kelembagaan pengelola zakat yang diakui pemerintah, yaitu
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua-duanya telah mendapat payung
hukum dari pemerintah.1Seperti Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat. Pengelolaan Zakat menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2011 adalah suatu kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pengorganisasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Menurut Undang- undang tersebut bahwa lembaga yang berwenang
melakukan kegiatan itu adalah lembaga pengelola zakat yang formal dan berbadan hukum yaitu
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan pemerintah.
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
BAZNAS merupakan lembaga amil zakat dibentuk oleh pemerintah dari tingkat pusat sampai
dengan tingkat daerah yang bertugas untuk melakukan pengelolaan zakat, infak, sedekah secara
nasional. BAZNAS merupakan lembaga non struktural yang bertanggungjawab kepada Presiden
melalui Menteri. Sumber pendanaan untuk kegiatan operasional BAZNAS bersumber dari
anggaran APBN dan hak amil. Dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS menyelenggarakan
fungsinya sebagai berikut (Kemenag, 2015 :339) :
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
b. Pelaksanaan Pengumpulan, Pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolan zakat

Terdapat beberapa peran pemerintah dalam pengelolaan zakat dan wakaf, yaitu:

a. pemerintah sebagai Regulator. Dalam peran ini, pemerintah berkewajiban


menyiapkan berbagai peraturan dan petunjuk pelaksanaan yang mengatur tata cara
pengelolaan zakat dan wakaf sebagai penjabaran dari ketentuan syari’ah maupun
undang-undang.

1 Djazuli, Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.39-40.
b. peran sebagai motivator yakni melaksanakan berbagai program sosialisasi dan
orientasi baik secara langsung maupun melakukan kerjasama dengan berbagai
pihak terkait.
c. sebagai fasilitator yakni menyiapkan berbagai fasilitas penunjang operasional
zakat baik perangkat lunak maupun perangkat keras. Pemerintah berupaya
menfasilitasi pengelolaan zakat dan wakaf agar dapat melaksanakan pengelolaan
secara optimal.
d. sebagai koordinator yakni mengkoordinasikan semua lembaga pengelola zakat dan
wakaf di semua tingkatan serta melaksanakan pemantauan dan pengawasan
terhadap lembaga-lembaga tersebut.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
LAZ merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu tugas
BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pembentukan lembaga
amil zakat harus mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri dan mendapat
rekomendasi dari BAZNAS, memiliki pengawas syariah, dalam melaksanakan tugasnya lembaga
amil zakat harus memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan. Sumber pendanaan
untuk kegiatan operasional lembaga berasal dari hak amil baik berasal dari dana zakat, infak, dan
sedekah (Kemenag, 2015 : 337).
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, ZIS harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat islam, amanah, kemanfaatan, keadilan hukum, terintegrasi, dan
akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan evektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat. Kemudian, BAZNAS maupun LAZ wajib melaporkan kegiatan pengelolaan zakat, infak,
dan dana sosial keagamaan lainnya kepada menteri secara berkala sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas dana yang telah dikelola.

B. Dasar Pendirian Lembaga Pengelola Zakat Di Indonesia


Terbentuknya lembaga zakat yang berbadan hukum dan didukung dengan
sosialisasi zakat yang dilakukan oleh lembaga zakat di berbagai media berdampak pada
peningkatan kesadaran masyarakat untuk berzakat melalui amil zakat. Sejak tahun 2002
total dana zakat yang berhasil dihimpun BAZNAS dan LAZ mengalami peningkatan pada
tiap tahunnya. Selain itu, pendayagunaan zakat juga semakin bertambah luas dan bahkan
menjangkau sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai dilaksanakan
pada lima program yaitu kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan dakwah.
Zakat di Indonesia terhitung masih baru apabila dibandingkan dengan masa Islam masuk
ke Indonesia. Pada masa penjajahan, Belanda pernah me-ngeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal
4 Agustus 1893 tentang kebijakan zakat. Pemerintah Hindia Belanda melarang semua pegawai
pemerintah dan priyayi pribumi membantu pelaksanaan zakat. Hal ter-sebut untuk melemahkan
posisi dari keberadaan harta zakat. Larangan tersebut tertuang dalam Bijblad Nomor 6200 tanggal
28 Februari 19052. Setelah Indonesia merdeka, regulasi zakat di Indonesi belum disusun. Regulasi
zakat di Indonesia pertama kali berupa Surat Edaran Kementerian Agama No.A/VII/17367 tahun
1951 kelanjutan ordonansi Belanda dimana negara tidak mencampuri urusan pemungutan dan
pembagian zakat, tetapi hanya melakukan pengawasan. Tahun 1964 Kementerian Agama
menyusun RUU pelaksanaan zakat dan Perpu pengumpulan dan pembagian zakat serta
pembentukan baitul mal. Namun, RUU dan Perpu tersebut belum sempat diajukan ke DPR dan
Presiden. Pada tahun 1967, Menteri Agama mengirimkan RUU zakat ke DPR-GR dengan Surat
Nomor MA/095/1967 tanggal 5 Juli 1967, yang berisi penekanan bahwa pembayaran zakat adalah
sebuah keniscayaan bagi masyarakat muslim, sehingga negara.

3
Pada masa awal reformasi yaitu masa pemerintahan BJ Habibie, tepatnya tanggal 23
September 1999 di-sahkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat. Menurut Din Syamsuddin, lahirnya UU tersebut tidak terlepas dari politik umat
Islam yang disertai adanya kesadaran agama yang tinggi.16 Undang-Undang Pengelolaan Zakat
tersebut ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang
Pelaksanaan UU No.38 tahun 1999 dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor
D/291 tahun 2000 tentang Pedoman.Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya, pada tahun 1997 juga
keluar Keputusan Menteri Sosial Nomor 19 Tahun 1998, yang memberi wewenang kepada
masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk
melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan ZIS. Undang-Undang
Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat terdiri atas 10 Bab dan 25 pasal
dengan rincian sebagai berikut:

1. Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri atas 3 pasal (Pasal 1-3)


2. Bab II tentang Asas dan Tujuan terdiri atas 2 pasal (Pasal 4-5)

2 Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafndo Persada, 1995), hlm. 250-251

3 Anonimous, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dilengkapi Keputusan Menham, Petunjuk

Teknis, PP RI No. 10 , UU RI No.38 T. 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, UU RI No. 41 Tentang Pengelolaan Zakat , UU RI No.12 T. 2006 Tentang Kewarganegaraan

(Bandung: Umbara, t.t.) hlm. 162-172


3. Bab III tentang Oganisasi Pengelolaan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 6-10)
4. Bab IV tentang Pengumpulan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 11-15)
5. Bab V tentang Pendayagunaan Zakat terdiri atas 2 pasal (Pasal 16-17)
6. Bab VI tentang Pengawasan terdiri atas 3 pasal (Pasal 18-20)
7. Bab VII tentang Sanksi terdiri atas 1 pasal yaitu pasal 21
8. Bab VIII tentang Ketentuan Lain-lain terdiri atas 2 pasal (Pasal 22-23)
9. Bab IX tentang Ketentuan Peralihan terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 24
10. Bab X tentang Penutup terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 25
Setelah lahirnya Undang-Undang No. No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, beberapa
peraturan daerah tentang pengelolaan zakat lahir pada era reformasi.

C. Tujuan Pendirian Lembaga Pengelola Zakat Di Indonesia


Tujuan Didirikan Lembaga Zakat (Holil, 2019) adalah untuk meningkatkan pelayanan dalam
menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman, meningkatnya fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalamupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
*meningkatnya hasil daya guna dan daya guna zakat.
Abbas (2020) menyatakan bahwa zakat adalah distribusi hak kepemilikan kepada orang-
orang tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manfaat Lembaga
Zakat adalah mempermudah muzakki dalam membayar zakat, Mempererat hubungan persaudaraan
antar muslim, menghindarkan diri dari sikap takabu serta Melahirkan solidaritas kehidupan
bermasyarakat. Di Indonesia terdapat lembaga zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan yang di
bentuk oleh masyarakat.
Adapun lembaga yang dibentuk oleh pemerintah ialah Badan Amil Zakat Nasional yang di
singkat BAZNAS dan lembaga yang dibentuk masyarakat ialah Lembaga Amil Zakat atau LAZ.
Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga pemerintah yang
melakukan pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS berkedudukan di ibu kota dan merupakan
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden
melalui Menteri. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang
dibentuk masyarakat.
4
Yang memiliki tugas utama membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri (Iqbal, 2019).

4 Milkiyah: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, Vol. 1, No. 1, February 2022


Dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 267 yang menjelaskan tentang kewajiban berzakat
yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang burukburuk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Sedangkan Zakat itu sendiri juga diatur oleh instrumen negara seperti undang-undang dan
aturan hukum lainnya. Diantaranya:
a) Undang-undang nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
b) PP Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
c) Intruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat dari
Kementrian / Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi
Negara, Pemerintah Daerah, BUMN dan BUMD melalui Badan Amil Zakat Nasional.
d) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Pengelolaan Zakat
e) Keputusan Bupati Serang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda
Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Zakat
f) Intruksi Bupati Serang Nomor 02 Tahun 2004 yang diubah dengan Intruksi Bupati Nomor
446/282-Huk Tahun 2014, tentang Zakat Profesi bagi Pegawai/Karyawan/i di Lingkungan
Pemda Kabupaten Serang.
g) Surat Edaran Bupati Serang Nomor 457.12/1325/Kesra tentang Optimalisasi Pembayran
ZIS Karyawan Perusahaan.
h) Surat Keputusan Bupati Serang Nomor 451.12/Kep. 821.Huk. Org/2015 Tentang
Penetapan Pimpinan BAZNAS Kabupaten Serang Periode 2015-2020.

D. Lembaga Operasional Pengelola Zakat Di Indonesia


Selanjutnya, untuk melihat pengelolaan operasi zakat yang dilakukan oleh LAZ di
Indonesia dapat dilihat dari hal berikut:
• Struktur Organisasi Lembaga Amil Zakat
Pada dasarnya rancang bangun struktur organisasi dan susunan personalia untuk LAZ tidak
diatur oleh Kepmen Agama Republik Indonesia, akan tetapi diatur oleh masing-masing LAZ
dengan memperhatikan berbagai peraturan yang berlaku. Namun, demikian bentuk struktur
organisasi masing-masing LAZ akan tergantung pada perkembangan dan kebutuhan LAZ tersebut.
Berdasarkan data riset, terdapat struktur organisasi LAZ, masih sederhana dan yang sangat
kompleks. Untuk memberikan gambaran tersebut, di bawah ini disajikan struktur organisasi LAZ
Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid dan LAZ Dompet Dhuafa seperti pada gambar 4.1 berikut
ini:

Pada prinsipnya, bentuk struktur organisasi di atas, menggambarkan bahwa LAZ tidak saja
sebagai organisasi pengelola zakat yang bersifat voluntir dan konvensional, tetapi dikelola secara
profesional dengan prinsip-prinsip manajemen modern. Hal tersebut tercermin pada struktur
organisasi LAZ Dompet Dhuafa, pada gambar 4.2 di bawah ini:
• Penghimpunan Zakat

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan Pengelolaan Zakat No. 23/2011,


dana zakat dapat dikumpulkan melalui LAZ, sebagai organisasi nonpemerintahan yang tersebar di
seluruh pelosok tanah air. Dana yang dikelola oleh LAZ pada umumnya terdiri dari Dana Zakat,
Infaq dan Shadaqah (dana ZIS). Namun demikian, terdapat beberapa LAZ yang mengelola dana
wakaf seperti LAZ DPU-DT, LAZ Rumah Amal Salman ITB dan LAZ lainnya. Berkaitan dengan
jenis dana yang dikelola, UndangUndang tidak membatasinya, namun dalam operasionalnya
diserahkan pada Dewan Syariah masing-masing LAZ, khususnya berkaitan dengan pemberdayaan
dana ZIS dan wakaf, supaya tidak bertentangan dengan ketentuan syariahnya. Secara umum besar
kecilnya jumlah penghimpunan dana ZIS dilakukan oleh LAZ akan dipengaruhi oleh:
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia, tingginya kesadaran untuk menderma dan
membayar zakat pada LAZ, banyaknya jumlah BAZ/LAZ yang gencar mensosialisasikan dan
memfasilitasi penyaluran zakat, tingkat kepercayaan masyarakat khususnya muzaki untuk
menyalurkan dana zakatnya kepada LAZ semakin meningkat dibanding disalurkan pada BAZ
(Dikdik.2010).

• Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat

Undang-Undang nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik menyebutkan bahwa


pemberdayaan dana zakat, untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahik. Mustahik terdiri dari
delapan asnaf, yaitu: Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Riqab, Gharim, Sabilillah dan Ibnussabil.
Berdasarkan amanat UU tersebut, bahwa dana zakat dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan
besar, yakin kegiatan konsumtif dan produktif. Kegiatan konsumtif ádalah kegiatan yang berupa
bantuan untuk menyelesaikan masalah yang bersifat mendesa dan langsung habis setelah bantuan
tersebut digunakan. Sementara kegiatan produktif ádalah kegiatan yang diperuntukkan bagi usaha
produktif yang bersifat jangka menengahpanjang. Dampak dari kegiatan produktif ini, umumnya
bisa dirasakan walaupun dana ZIS yang diberikan sudah habis terpakai. Lebih jauh, pemberdayaan
dana ZIS, seperti makanan, kesehatan dan pendidikan. Apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi
atau terdapat kelebihan, alokasi dapat diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang produktif melalui
program pemberdayaan yang berkesinambungan. Adapun klasifikasi pemberdayaan dana zakat ini
terlihat pada gambar berikut:
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Di Indonesia, ada 2 (dua) kelembagaan pengelola zakat yang diakui pemerintah, yaitu Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua-duanya telah mendapat payung hukum dari
pemerintah, Seperti Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga amil zakat dibentuk oleh pemerintah dari
tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah yang bertugas untuk melakukan pengelolaan zakat,
infak, sedekah secara nasional sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan lembaga yang
dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu tugas BAZNAS dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Dasar Pendirian Lembaga Pengelola Zakat Di Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat terdiri atas 10
Bab dan 25 pasal dengan rincian sebagai berikut:

a. Bab I tentang Ketentuan Umum terdiri atas 3 pasal (Pasal 1-3)


b. Bab II tentang Asas dan Tujuan terdiri atas 2 pasal (Pasal 4-5)
c. Bab III tentang Oganisasi Pengelolaan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 6-10)
d. Bab IV tentang Pengumpulan Zakat terdiri atas 5 pasal (Pasal 11-15)
e. Bab V tentang Pendayagunaan Zakat terdiri atas 2 pasal (Pasal 16-17)
f. Bab VI tentang Pengawasan terdiri atas 3 pasal (Pasal 18-20)
g. Bab VII tentang Sanksi terdiri atas 1 pasal yaitu pasal 21
h. Bab VIII tentang Ketentuan Lain-lain terdiri atas 2 pasal (Pasal 22-23)
i. Bab IX tentang Ketentuan Peralihan terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 24
j. Bab X tentang Penutup terdiri atas 1 pasal yaitu Pasal 25

3. Selanjutnya untuk pengelolaan operasi zakat dilakukan oleh LAZ di Indonesia dapat dilihat dari
bhal berikut:
a. Struktur organisasi lembaga amil zakat
b. Penghimpunan zakat
c. Pendistribusian dan pendayagunaan zakat
4. Tujuan Pendirian Lembaga Pengelola Zakat Di Indonesia
Tujuan Didirikan Lembaga Zakat (Holil, 2019) adalah untuk meningkatkan pelayanan dalam
menunaikan zakat, sesuai dengan tuntutan zaman, meningkatnya fungsi dan peranan pranata
keagamaan dalamupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
meningkatnya hasil daya guna dan daya guna zakat.

B. Saran

Menyadari bahwa tim penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya tim penulis akan lebih
fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan. Dan tim penulis meminta kritik serta saran untuk
membangun makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanany Naseh, “Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia” dalam Mttktnldimah, Vol. XV,
No. 26 Janiiiiri-Juni 2009.
A. Kevin Reinhart, “Islamic Law As Islamic Ethics” dalam Te Journal of Religious Ethics, Vol. 11,
No. 2 Fall, 1983Hermanto Harun, “Menelisik Fleksibilitas Syari’ah Liberal, Versus
Konservatif” dalam Al-Risalah, Jurnal Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan. Vol 9,
Nomor 1, Juni 2009.
Masykuri Abdillah, “Epistemologi Fikih Siyasah” dalam Ahkam Jurnal Ilmu Syariah Vol. XII,
No. 1 Januari 2012.
Sepky Mardian, “Pengelolaan Zakat di Indonesia: Perspektif Sejarah dan Regulasi” dalam Jurnal
Hukum Islam dan Ekonomi, STAIN Malikulsaleh, Aceh, Volume I, No. 2, Juli-September
2012, ISSN 2302-9978.

Syafrin, Nirwan. “Konstruk Epistemologi Islam: Telaah Bidang Fiqh dan Ushul Fiqh” dalam Jurnal
Tsaqafah Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan IslamVol 5 No. 1 Zulqa’dah 1429
Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Pondok Modern Darussalam Gontor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai