Miftachul Hadi
Penerbit Euler
23 Desember 2022
1
Prakata
Terima kasih setulusnya kepada Bapak, Ibu Guru yang telah mendidik, mengajar termo-
dinamika (fisika kalor) kepada penulis. Terkhusus kepada Ibu Dr Siti Jazimah Iswarin
(Fisika Unibraw), Dr Dedi Suyanto (Fisika UI).
2 Persamaan Keadaan 7
2.1 Apa itu Persamaan Keadaan? . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.2 Persamaan Diferensial Parsial dalam Termodinamika . . . . . . . . . . 9
2.3 Pemampatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.4 Pemuaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.5 Hukum Keadaan Persesuaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.6 Hubungan antara Turunan Parsial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.7 Ringkasan Persamaan Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.7.1 Persamaan keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
2.7.2 Turunan parsial: ekspansivitas dan kompresibilitas . . . . . . . 14
2.7.3 Konstanta kritis gas van der Waals . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.7.4 Diferensial eksak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2
DAFTAR ISI 3
8 Potensial Termodinamika 42
8.1 Fungsi Helmholtz and Fungsi Gibbs . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
8.1.1 Definisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
8.1.2 Energi Bebas Helmholtz . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
8.1.3 Energi Bebas Gibbs . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
DAFTAR ISI 4
10 Termodinamika Statistik 46
10.1 Statistik Maxwell-Boltzmann . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
10.2 Statistik Bose-Einstein . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
10.3 Statistik Fermi-Dirac . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
11 Matematika Termodinamika 47
12 Glosari 48
Bab 1
(1) Kesetimbangan mekanis, yakni tidak terdapat gaya yang tak berimbang yang
beraksi pada bagian mana pun dari sistem atau pada sistem secara keseluruhan.
(2) Kesetimbangan termal, yakni tidak terdapat perbedaan temperatur antar bagian
sistem atau antara sistem dengan lingkungan.
(3) Kesetimbangan kimia, yakni tidak ada reaksi kimia dalam sistem dan tidak ada
perpindahan unsur kimia dari satu bagian sistem ke bagian sistem yang lain.
1
Sistem adalah batasan yang menunjukkan suatu benda kerja dalam permukaan tertutup.
5
BAB 1. KONSEP DASAR TERMODINAMIKA 6
Jika terjadi perubahan parameter dari sistem yang ditinjau maka sistem tersebut
mengalami proses. Jika proses menyebabkan perpindahan yang sangat kecil atau ham-
pir tetap setimbang maka proses tersebut adalah proses kuasistatik. Sedangkan proses
yang mengganggu kesetimbangan disebut proses non-kuasistatik.
Jika salah satu dari parameter sistem dijaga konstan (sistem diisolasi) maka kondisi
sistem adalah: adiabatis (tak ada perubahan energi internal, ∆U = 0), isokhorik (tak
ada perubahan volume, ∆V = 0), isotermis (tak ada perubahan temperatur, ∆T = 0),
isobar (tak ada perubahan tekanan, ∆P = 0).
Bab 2
Persamaan Keadaan
(1) Variabel intensif, yakni variabel yang nilainya tidak dipengaruhi oleh massa atau
mol1 sistem. Contoh variabel intensif: tekanan P , temperatur T , massa jenis
(massa dibagi volume) ρ.
(2) Variabel ekstensif, yakni variabel yang nilainya dipengaruhi oleh massa atau mol
sistem. Contoh variabel ekstensif: volume V .
Terdapat hubungan antara variabel intensif dan variabel ekstensif, yakni jika suatu
variabel intensif dibagi dengan massa atau mol sistem maka variabel intensif berubah
1
Mol, secara kasar, menunjukkan banyaknya suatu zat mikroskopis. Satu mol adalah banyaknya
partikel dalam suatu zat, jumlahnya sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram atom C-12. Ilmuwan
Italia Amedeo Carlo Avogadro (1776-1856) berhasil menghitung banyaknya partikel dalam 12 gram
atom C-12, yaitu sebanyak 6, 02 × 1023 partikel. Bilangan tersebut lebih dikenal sebagai bilangan
Avogadro. Satu mol zat mengandung 6, 02 × 1023 partikel atau satu mol zat sama dengan jumlah
partikel dibagi bilangan Avogadro [5, 6].
7
BAB 2. PERSAMAAN KEADAAN 8
V
v = (2.1)
n
dimana v adalah variabel intensif, V adalah variabel ekstensif dan n adalah banyaknya
mol.
Dengan demikian, persamaan keadaan secara matematis dapat dinyatakan sebagai
hubungan antara variabel-variabel keadaan (volume V , temperatur T , tekanan P )
sebagai berikut
f (V, T, P ) = 0 (2.2)
f (V, T, P, n) = 0 (2.3)
f (v, T, P ) = 0 (2.4)
(1) Sistem gas ideal secara eksperimen bekerja jika parameter-parameter sistem gas
ideal berubah, dimana salah satu parameter sistem gas ideal dipertahankan tetap
P v=RT (2.5)
atau
P V =nRT (2.6)
(2) Ukuran partikel penyusun sistem gas tak bisa dianggap sebagai titik2 .
Jika dari persamaan tersebut ketiga titik saling mendekati hingga menyatu maka titik
tersebut adalah titik kritis.
namika
Jika terjadi perubahan kecil volume relatif karena perubahan suhu maka persamaan di
atas bisa ditulis ulang sebagai
∂V
dV = dT (2.12)
∂T P
2
Jika partikel dianggap sebagai titik maka partikel dianggap tak bervolume.
BAB 2. PERSAMAAN KEADAAN 10
1 1 T2 P2
= (2.14)
V V1 T1 P1
Koefisien muai ruang rata-rata dimana tekanan adalah konstan didefinisikan seba-
gai
1 ∂V
β≡ (2.15)
V1 ∂T P
Hubungan antara koefisien muai ruang dan koefisien muai panjang, α, adalah
β = 2α (2.16)
Hubungan antara koefisien muai panjang dan koefisien muai volume, γ, adalah
γ = 3α (2.17)
2.3 Pemampatan
2.4 Pemuaian
K = lim K (2.20)
∆P →0
dV = β V dT − K V dP
dV
= β dT − K dP (2.21)
V
Jika diketahui nilai β dan K maka dapat diperoleh pemuaian sistem yang ditinjau.
1 1
Semisal, jika β = T
dan K = P
maka
dV dT dP
= − (2.22)
V T P
atau
dV dT dP
− + =0 (2.23)
V T P
ln V − ln T + ln P = ln(konstan)
PV
⇐⇒ = konstan (2.24)
T
P
Pr = → P = π Pk (2.25)
Pe
dimana Pr adalah tekanan pada temperatur kritis, Pe adalah tekanan pemuaian (eks-
pansi) dan Pk adalah tekanan pemampatan (kompresi).
Persamaan volume terinduksi adalah
V
Vr = → V = Q Vk (2.26)
Vk
T
Tr = → T = τ Tk (2.27)
Tk
Jika
a 8a
Pk = , Vk = 3b, Tk = (2.29)
27 b2 27 R b
f (π, Q, τ ) = 0 (2.31)
dan
∂P ∂P
dP = dV + dT (2.33)
∂V T ∂T V
atau
−1
∂V 1 ∂P
= ∂P
= (2.37)
∂P T ∂V T
∂V T
f (P, V, T, m) = 0 (2.40)
P v = RT (2.41)
atau
P V = nRT (2.42)
BAB 2. PERSAMAAN KEADAAN 14
dimana
V
v= (2.43)
n
Pv
=R (2.44)
T
dimana R adalah konstanta universal. Persamaan ini berlaku untuk seluruh tekanan
dan temperatur.
Tinjau permukaan P − V − T untuk gas ideal.
Berlaku hukum Boyle (1627-1691):
(1) Untuk volume konstan (isokhoris), massa tetap bagi gas ideal berlaku
nR
P = T = konstanta × T (2.45)
V
(2) Untuk tekanan konstan (isobaris), massa tetap bagi gas ideal berlaku
nR
V = T = konstanta × T (2.46)
P
Persamaan ini berlaku untuk gas riil (K −1 ). Sedangkan untuk gas ideal (K −1 ) berlaku
persamaan
1 nR 1
β= = (2.49)
V P T
Persamaan ini berlaku untuk gas riil. Sedangkan untuk gas ideal berlaku hubungan
1 nRT 1
κ=− − 2 = (2.51)
V P P
Tanda minus (-) menunjukkan bahwa volume selalu menurun dengan kenaikan tekanan
pada temperatur tetap.
∂ 2P
∂P
= 0, =0 (2.52)
∂v T ∂v 2 T
RT a
P = − 2 (2.53)
v−b v
(a) V (P, T )
∂V ∂V
dV = dT + dP (2.54)
∂T P ∂P T
(b) P (T, V )
∂P ∂P
dP = dT + dV (2.55)
∂T V ∂V T
3
Di persamaan yang awal, kecuraman (slope) dari kurva isotermal diproyeksikan pada bidang P −v.
BAB 2. PERSAMAAN KEADAAN 16
Syarat:
(i) Untuk dT = 0, dV 6= 0 maka
∂V ∂P
1− =0 (2.56)
∂P T ∂V T
∂V 1
= (2.57)
∂P T (∂P/∂V )T
Jika sebuah kuantitas yang diferensialnya tidak eksak maka kuantitas tersebut bukan
sifat termodinamis.
Dari Gambar (2.14), Sears-Salinger p.42 [3]
(a) Lintasan 1 − 2 − 3, V (P, T )
∂V ∂V
dV123 = dT + dP (2.61)
∂T P1 ∂P T2
diperoleh
∂ 2V ∂ 2V
= (2.64)
∂P ∂T ∂T ∂P
Secara umum
∂M ∂N
= (2.66)
∂y ∂x
Bab 3
18
Bab 4
dW ≡ F~ · d~s
Fe = Pe · dA (4.2)
dW = Fe · ds
= Pe · dA · ds
= Pe · dV (4.3)
19
BAB 4. HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 20
nR T
P V = nR T → P = (4.6)
V
Sehingga
Z b
dV
W = nRT
a V
= nRT (ln Vb − ln Va )
Vb
= nRT ln (4.7)
Va
Untuk proses isobarik (tekanan konstan), usaha tak gayut proses yang dilalui yakni
usaha hanya gayut keadaan awal dan keadaan akhir.
Ub − Ua = −Wab
dU = −Wab (4.8)
∆U > 0 bermakna usaha pada sistem dan ∆U < 0 bermakna usaha oleh sistem. U
adalah notasi energi internal.
Aliran kalor terjadi jika T2 > T1 , dimana kalor Q yang berpindah identik dengan
selisih usaha W pada proses adiabatis
Q = W − Wab (4.9)
atau
−Wab = Q − W
Ub − Ua = −W + Q (4.10)
dimana bila Q > 0 kalor masuk sistem dan bila Q < 0 maka kalor keluar sistem.
Untuk perubahan kecil, maka persamaan di atas menjadi
dU = dQ − dW (4.11)
BAB 4. HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 21
atau
dQ = dU + dW (4.12)
∆Q = ∆U + W (4.13)
dimana ∆Q adalah kalor yang diterima sistem gas, ∆U adalah pertambahan energi
internal, W adalah usaha oleh sistem gas.
Jika dalam sistem termodinamika terjadi aliran kalor yakni adanya kalor yang ma-
suk sistem, Q, menyebabkan terjadinya perubahan temperatur, ∆T , maka kapasitas
kalor, C, didefinisikan sebagai
Q
C≡ (4.14)
∆T
Kalor gayut lintasan (proses) yang dilaluinya, dinyatakan sebagai
Z Q2 Z T2 Z T2
Q = dQ = C · dT = n c · dT = nc (T2 − T1 ) (4.15)
Q1 T1 T1
Kalor jenis, c, didefinisikan sebagai kapasitas kalor, Q, per satuan massa atau mol,
m, berikut
C
c≡ (4.16)
m
Kalor jenis mengikuti proses yang dialami sistem, yakni kalor jenis pada tekanan
tetap, cP , atau kalor jenis pada volume tetap, cV .
BAB 4. HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 22
4.3 Entalpi
h ≡ U + PV (4.17)
Entalpi adalah sifat substansi yang gayut hanya pada keadaan sistem dan dapat di-
nyatakan sebagai fungsi dari sembarang dua variabel keadaan. Jika dikaitkan dengan
hukum pertama termodinamika, entalpi terkait dengan kalor.
Bab 5
U = f (P, V, T ) (5.1)
Jika variabel bebasnya adalah T dan V maka usaha internal dapat dinyatakan
sebagai
U = U (T, V ) (5.2)
23
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 24
dan
∂U ∂U
dU = dT + dV (5.3)
∂T V ∂V T
Dari hubungan
∆Q = ∆U + ∆W (5.4)
diperoleh
d0 Q = dU + P dV
∂U ∂U
= dT + + P dV (5.5)
∂T V ∂V T
d0 QV = CV · dT
∂U
= dT (5.6)
∂T V
dimana
∂U
CV = dT (5.7)
∂T V
dQ = 0 (5.10)
∂U
CV dTQ = − + P dVQ (5.11)
∂V T
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 25
atau
∂T ∂U
CV =− −P (5.12)
∂V Q ∂V T
Diperoleh
∂U
CV = (5.13)
∂T V
∂U ∂V ∂V
CP − CV = +P (5.14)
∂V T ∂T P ∂T P
∂V ∂U
= +P (5.15)
∂T P ∂V T
∂U CP − CV
= ∂V
(5.16)
∂V T ∂T Q
−P
∂U CP − CV
= −P (5.17)
∂V T βV
RT
V = (5.18)
P
∂V R
= (5.19)
∂T P
Misal
1
β= (5.20)
T
R
βV = (5.21)
P
Entalpi h substansi murni, seperti halnya energi internal U , adalah sifat substansi
yang gayut hanya pada variabel keadaan dan dapat dinyatakan sebagai fungsi sembarang
dua variabel keadaan P, V dan T .
Jika temperatur tak gayut tekanan maka perbedaan entalpi antara dua keadaan
bertetangga dapat dinyatakan sebagai
∂h ∂h
dh = dT + dP (5.22)
∂T P ∂P T
h = U + P dV (5.23)
maka
∂h ∂h ∂T
= (5.24)
∂V P ∂T P ∂V P
∂h ∂T
= CP (5.27)
∂V P ∂V P
∂P ∂P
CV = CP (5.28)
∂V S ∂V T
Jika kran dibuka maka terjadi ekspansi bebas, dimana W = 0. Gas mencapai ke-
setimbangan baru, dW = 0, dimana volume menjadi lebih besar dan tekanan kedua
ruang menjadi sama. Tak terjadi perubahan temperatur atau suhu. Jika terjadi per-
ubahan suhu karena ekspansi bebas maka terjadi aliran kalor dari fase gas dan cair.
Perubahan ini akan terbaca pada suhu.
Tinjau hubungan berikut
dQ
C= (5.29)
dT
∂U ∂V ∂T ∂T
=− = −CV (5.31)
∂V T ∂T V ∂V U ∂V U
Hal ini berlaku di gas ideal. Oleh karena itu tak ada kalor yang berpindah dari air dan
gas atau sebaliknya.
Di peristiwa ekspansi bebas gas ideal: sistem adiabatis. Turunan parsial di persa-
maan di atas disebut koefisien Joule, η, yang didefinisikan sebagai berikut
∂T
η= (5.34)
∂V U
γ=0 (5.35)
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 28
γ 6= 0 (5.36)
Ini bermakna usaha internal gas ideal tak gayut volume, ia hanya fungsi temperatur.
Untuk gas ideal, turunan parsial (∂U/∂T )V adalah turunan total dan
dU
CV = (5.39)
dT
Proses adiabatis
∂P ∂P
CV = CP (5.40)
∂V S ∂V T
CP − CV = R (5.41)
Dari persamaan terdahulu, untuk sembarang substansi dalam proses adiabatis re-
versibel
∂P CP ∂P
= (5.42)
∂V S CV ∂V T
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 29
Definisikan
CP
γ≡ (5.44)
CV
RT
P V = RT → P = (5.45)
V
∂P RT P P
= − 2
= − = −γ (5.46)
∂V T V V V
Sehingga
∂P ∂V
= −γ (5.47)
P V
ln P + γ ln V = konstan (5.48)
P V γ = konstan (5.49)
CP CP
γ= = (5.50)
CV CP − R
Gas ideal
∂U ∂h
= =0 (5.51)
∂V T ∂P T
∂U ∂V
CP − CV = +P (5.52)
∂V T ∂T P
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 30
∂h ∂P
CP − CV = − −V (5.53)
∂P T ∂T V
∂V ∂P
CP − CV = P =V (5.54)
∂T P ∂T V
P V = RT (5.55)
∂V ∂P
P =V (5.56)
∂T P ∂T V
dimana
P = k V −γ (5.58)
P V γ = konstan (5.60)
1
W = (P2 V2 − P1 V1 ) = U1 − U2 (5.62)
1−γ
W = CV (T1 − T2 ) (5.63)
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 31
Pada prinsipnya, siklus Carnot (1824) digunakan untuk menyelidiki efisiensi, namun
tak membahas mekanisme sistem. Siklus Carnot bisa digambarkan dalam diagram
P − V , memperhitungkan keadaan proses adiabatis, misal sifat isotermis dari titik a
ke b.
Dari titik a menuju b berlaku
dU = dW (5.64)
dU = 0, dQ = dW (5.65)
dQ = 0 (5.66)
dW = −dU (5.67)
dQ = dU + dW (5.68)
dimana dU = 0. Jika dW < 0 maka usaha dilakukan oleh sistem. Jika dQ < 1 maka
ada kalor, Q1 , yang keluar dari sistem.
Tinjau siklus berikut.
Dari titik 1 menuju titik 2: usaha ekspansi isotermal reversibel
Z V2
V2
W2 = P dV = mR T2 ln (5.69)
V1 V1
W = W2 + W 0 + W1 + W 00
V2
= mR T2 ln + mCV (T2 − T1 )
V1
V4
+ mR T1 ln − m CV (T2 − T1 )
V3
V2 V4
= mR T2 ln + mR T1 ln (5.73)
V1 V3
Efisiensi termal dari mesin panas didefinisikan sebagai perbandingan usaha yang
dikeluarkan, W , dan kalor yang masuk, Q2
W Q2 − Q1 Q1
η≡ = =1− (5.74)
Q2 Q2 Q2
Vc
Q1 = W1 = nR T1 ln (5.78)
Vd
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 33
Karena
P Vγ =k (5.79)
maka
P1 V1γ = P2 V2γ
nR T1 γ nR T2 γ
V1 = V2
V1 V2
T1 V1γ−1 = T2 V2γ−1 (5.80)
Sehingga
Vaγ−1 Vdγ−1
= γ−1 (5.83)
Vbγ−1 Vc
Vc
Q1 T1 ln Vd T
= = 1 (5.84)
Q2 T2 ln Vb T2
Va
T1
η =1− (5.85)
T2
Q1 Q1
c≡ = (5.86)
W Q2 − Q1
Koefisien unjuk kerja dari mesin pendingin (refrigerator), tak seperti efisiensi termal
mesin panas, dapat bernilai lebih besar dari 100%.
BAB 5. AKIBAT HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA 34
Definisi koefisien unjuk kerja di atas berlaku untuk sembarang mesin pendingin,
apakah ia beroperasi atau tak beroperasi pada siklus Carnot. Untuk mesin pendingin
Carnot berlaku hubungan
Q2 T2
= (5.87)
Q1 T1
dan
T1
c= (5.88)
T2 − T1
Bab 6
6.1 Entropi
S ≡ k ln P (6.1)
dimana k adalah konstanta Boltzman dan P adalah probabilitas partisi yang termung-
kin.
Perubahan entropi dalam proses irreversibel [3]: entropi alam semesta selalu me-
ningkat dalam suatu proses selama ada aliran kalor yang melintasi perbedaan tempe-
ratur berhingga.
Prinsip kenaikan entropi [3]: dalam setiap proses yang terjadi di sistem terisolasi,
entropi sistem meningkat atau tetap.
Pernyataan (statemen1 ) Clausius tentang hukum kedua termodinamika [3]: Tak
ada proses yang mungkin dimana satu-satunya hasil adalah aliran kalor keluar dari
sistem pada suatu temperatur yang diberikan dan suatu aliran kalor dari besar yang
sama ke dalam sebuah sistem kedua pada sebuah temperatur yang lebih tinggi.
1
Kalimat matematika tertutup yang bernilai benar atau salah, namun tidak bernilai keduanya
(benar atau salah) pada saat yang bersamaan.
35
BAB 6. ENTROPI DAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA 36
∆S ≥ 0 (6.2)
|Q2 |
= f (θ2 , θ1 ) (6.3)
|Q1 |
|Q2 |
= f (θ2 , θ20 ) (6.4)
|Q02 |
|Q02 |
= f (θ20 , θ1 ) (6.5)
|Q1 |
T
T = A Φ(θ) → Φ(θ) = (6.7)
A
Jika Q2 adalah kalor yang masuk ke sistem dan Q1 adalah kalor yang keluar sistem,
aliran kalor memiliki tanda yang berlawanan. Oleh karena itu, siklus Carnot berlaku
T2 Q2
=− (6.8)
T1 Q1
atau
T2 Q2
+ =0 (6.9)
T1 Q1
Jika salah satu siklus dilakukan antara suhu T2 dan T1 , dan ∆Q2 , ∆Q1 adalah
aliran kalor terkait, maka
∆Q1 ∆Q2
+ =0 (6.10)
T1 T2
Dengan tidak melihat arah perpindahan kalor, tinjau satu siklus sebagai satu daur,
maka untuk seluruh daur tertutup berlaku
X ∆Qr
=0 (6.11)
T
dQr
dS ≡ (6.13)
T
BAB 6. ENTROPI DAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA 38
Jika proses tidak sama dengan proses tertutup, maka dS merupakan diferensial
eksak, yakni nilainya gayut lintasan
Z b
dS = Sb − Sa (6.15)
a
S S
s= , atau s = (6.16)
n m
Pertanyaan:
dQr
dQr = 0 → =0 (6.17)
T
dQr
dS = (6.18)
T
Z S Z b Z b
dQr 1 Qr
dS = = dQr = (b − a) (6.19)
0 a T T a T
Contoh pada proses isotermis, proses perubahan fase pada suhu tetap, kalor yang
diperlukan untuk pengubahan fase besarnya m tiap kg m/kg adalah besar kalor tran-
sformasi, l
l
∆S = (6.20)
T
BAB 6. ENTROPI DAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA 39
dQr
= CV dT (6.21)
T
dQr dT
dS = = CV (6.22)
T T
7.1 Pengantar
dU = dQ − dW → dQ = dU + dW (7.1)
dQ = T dS (7.2)
T dS = dU + dW = dU + P dV (7.3)
7.2 Persamaan T ds
40
BAB 7. KOMBINASI HUKUM PERTAMA DAN KEDUA TERMODINAMIKA 41
dT ∂V
dS = CP − dP (7.5)
T ∂T P
Bab 8
Potensial Termodinamika
8.1.1 Definisi
45
Bab 10
Termodinamika Statistik
46
Bab 11
Matematika Termodinamika
47
Bab 12
Glosari
48
BAB 12. GLOSARI 49
cara bahwa pada setiap sesaat waktu (instan) sistem menyimpang hanya sangat kecil
(infinitesimal) dari sebuah keadaan setimbang.
Proses non-kuasistatis: proses irreversibel. Jika terdapat penyimpangan terbatas
dari kesetimbangan.
Beberapa definisi, pengertian dalam termodinamika (ref: Liek Wilardjo?).
Gas ideal: konsep teoritis suatu gas yang molekul-molekulnya bermassa, namun
tidak mengambil tempat sehingga berupa titik massa dan tidak melakukan kakas (in-
teraksi) satu sama lain (gas sempurna).
Gas nyata (riil): molekul atau atom-atomnya bukan titik massa dan saling tindak
(berinteraksi) satu sama lain.
Fase gas: temperatur tinggi dan rendah.
Pada transisi temperatur rendah dan tinggi terjadi pada fase cairan dan padatan.
Garis tripel: terdapat ketiga fase (padat, cair, gas).
Titik tripel: titik suhu dan tekanan dalam diagram keadaan suatu zat, yang me-
nunjukkan adanya keseimbangan ketiga fase gas, cair dan padat.
Titik kritis: titik suhu ketika dua fase zat yang dipanaskan dan saling mendekat
menjadi identik, dan keduanya berpadu menjadi satu fase saja.
Tc (temperatur kritis): nilai umum dari temperatur dimana volume jenis dari cairan
tersaturasi (jenuh) dan uap (vapor) menjadi sama.
vc (volume jenis kritis): nilai umum dari volume jenis dari cairan tersaturasi dan
uap pada temperatur kritis (dan tekanan yang berhubungan disebut tekanan kritis,
Pc ).
Titik kritis, cp : titik pada permukaanP − V − T yang mana koordinatnya pada
P c , V c , Tc .
Bibliografi
[3] Francis W. Sears, Gerhard L. Salinger, Thermodynamics, Kinetic Theory and Sta-
tistical Thermodynamics, Addison Wesley, 1975.
[5] Anonimous, Konsep Mol Kimia Kelas 10 – Pengertian, Konsep, dan Latihan Soal,
https://www.quipper.com/id/blog/mapel/kimia/konsep-mol-kimia-kelas-10/
50