Disusun Oleh:
I Gst. Ngr. A. Satria Prasetya Dharma Yudha, S.T., M.T.
DAFTAR ISI
1
pemerian makroskopik. Kuantitas ini disebut koordinat makroskopik. Kuantitas yang
harus dipilih untuk dapat memerikan secara makroskopik sistem lain tentu saja
berbeda; tetapi pada umumnya koordinat makroskopik memiliki ciri khas yang sama
seperti berikut:
1. koordinat ini tidak menyangkutkan pengandaian khusus
mengenai struktur materi;
2. jumlah koordinatnya sedikit;
3. koordinat ini dipilih melalui daya terima indera kita secara langsung;
4. pada umumnya koordinat ini dapat diukur secara langsung.
Secara singkat, pemerian makroskopik suatu sistem meliputi perincian beberapa sitat
pokok sistem, yang dapat terukur.
2
diperinci terhadap sumbu koordinat pada waktu tertentu. Kedudukan dan waktu serta
kombinasi keduanya, misalnya kecepatan, membentuk beberapa kuantitas
makroskopik yang dipakai dalam mekanika dan disebut koordinat mekanis.
Koordinat mekanis dipakai untuk menentukan energi potensial dan kinetik benda-
tegar terhadap sumbu koordinat, yaitu energi kinetik dan potensial benda secara
keseluruhan. Kedua jenis energi ini merupakan energi ekstemal atau energi mekanis
benda tegar. Tujuan mekanika adalah menentukan hubungan antara koordinat
kedudukan dan waktu, yang taat asas dengan hukum gerak Newton.
Namun, dalam termodinamika, perhatian ditujukan pada bagian dalam suatu
sistem. Pandangan makroskopik digunakan dan tekanan diletakkan pada kuantitas
makroskopi yang berkaitan dengan keadaan intemal sistem. Fungsi percobaan adalah
menentukan kuantitas yang perlu dan cukup untuk memerikan keadaan intemal
seperti itu. Kuantitas makroskopik yang berkaitan dengan keadaan internal suatu
sistem disebut koordinat termodinamik. Koordinat seperti ini menentukan energi
intemal suatu sistem. Tujuan termodinamika adalah mencari hubungan umum antara
koordinat termodinamik yang taat asas dengan hukum pokok termodinamika.
Sistem yang dapat diperikan dengan memakai koordinat termodinamik
disebut sistem termodinamik. Dalam keteknikan, sistem termodinamik yang penting
adalah gas, seperti udara; uap, misalnya uap air; campuran, seperti uap bensin dan
udara; dan uap yang bersentuhan dengan cairannya, seperti cairan dan uap amoniak.
3
Dalam mengacu pada sistem yang tak terperinci, kita akan memakai lambang Y dan
X sebagai pasangan koordinat bebasnya.
(a) (b)
Gambar 1.1 Sifat dinding adiabat dan diaterm
Keadaan sistem yang memiliki harga Y dan X tertentu yang tetap selama
kondisi eksternal tidak berubah disebut keadaan setimbang. Percobaan menunjukkan
bahwa adanya keadaan setimbang dalam suatu sistem bergantung pada sistem lain
yang ada di dekatnya dan sifat dinding yang memisahkannya. Dindingnya dapat
disebut adiabat atau diaterm. Jika dinding pemisah adiabat (lihat gambar 1.1 (a),
keadaan Y, X untuk sistem A dan y', X' untuk sistem B dapat bersama-sama sebagai
keadaan setimbang untuk setiap harga yang bisa dimiliki oleh keempat kuantitas itu,
asal saja dinding itu dapat menahan tegangan yang ditimbulkan oleh perbedaan
antara kedua perangkat koordinat itu. Jika kedua sistem dipisahkan oleh dinding
diaterm (lihat gambar 1.1 b), harga Y, X dan Y', X' akan berubah secara spontan
sampai keadaan setimbang sistem gabungan ini tercapai. Dalam keadaan demikian,
kedua sistem itu dalam kesetimbangan termal. Kesetimbangan termal adalah
keadaan yang dicapai oleh dua (atau lebih) sistem yang dicirikan oleh keterbatasan
harga koordinat sistem itu setelah sistem saling berantaraksi melalui dinding
diaterm
4
Gambar 1.2 Hukum ke-nol termodinamika (Dinding adiabat ditandai dengan
arsiran dan dinding diaterm dengan garis tebal)
Bayangkan dua sistem A dan B yang dipisahkan oleh dinding adiabat tetapi
masing-masing bersentuhan dengan sistem ketiga, yaitu C, melalui dinding diaterm.
Seluruh sistem itu dikelilingi oleh dinding adiabat seperti yang terlihat dalam gambar
1.2a. Percobaan memperlihatkan bahwa kedua sistem akan mencapai kesetimbangan
termal dengan sistem ketiga dan tidak akan ada per- ubahan lagi jika dinding adiabat
yang memisahkan A dan B digantikan oleh dinding diaterm (gambar 1.2b). Jika, alih-
alih membiarkan sistem A dan B mencapai kesetimbangan dengan C pada waktu
yang bersamaan, mula-mula kita dapatkan kesetimbangan antara A dan C, kemudian
kesetimbangan antara B dan C (keadaan sistem C sama dalam kedua hal itu). Bila A
dan B dibiarkan berantaraksi melalui dinding diaterm, kedua sistem itu temyata
dalam kesetimbangan termal.
Kenyataan percobaan ini dapat dinyatakan secara ringkas dalam bentuk
sebagai berikut: Dua sistem yang ada dalam kesetimbangan termal dengan sistem
ketiga,berarti dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Kita akan menyebut
postulat ini sebagai hukum ke-nol termodinamika.
5
sekumpulan keadaan Y1, X1 ; Y2, X2; Y3, X3; dan seterusnya, yang masing-masing
dalam kesetimbangan termal dengan keadaan yang sama Y1’, X1’ dari sistem B dan
menurut hukum ke-nol, dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Jika semua
keadaan seperti itu dirajah dalam diagram Y X, letaknya pada kurva akan seperti
dalam gambar 1.3, yang kita sebut isoterm. Isoterm adalah kedudukan; semua titik,
yang menggambarkan keadaan sistem yang dalam kesetimbangan termal dengan
satu keadaan dari sistem lain. Kita tidak mengambil pengandaian mengenai
kemalaran isoterm, walau pun percobaan pada sistem yang sederhana menunjukkan
bahwa biasanya sekurang-kurangnya sebagian isoterm mempakan kurva yang malar.
Demikian juga untuk sistem B, kita dapatkan sekumpulan keadaan Y1’,X1’;
Y2’, X2’; dan seterusnya, semuanya dalam kesetimbangan termal dengan satu
keadaan (Y1, X1) dari sistem A, sehingga juga dalam kesetimbangan termal satu sama
lain. Keadaan ini dirajah pada diagram Y' X' dalam gambar 1.3 dan terletak pada
isoterm I’. Dari hukum ke-nol, dapat disimpu1kan bahwa semua keadaan pada
isoterm I dari sistem A dalam kesetimbangan termal dengan semua keadaan pada
isoterm I’, dari sistem B. Kita akan menyebut kurva I dan I' isoterm yang bersesuaian
dari kedua sistem itu.
Jika percobaan yang garis besarnya diterangkan di atas diulangi dengan
koordinat awal yang berbeda, kumpulan yang lain dari keadaan sistem A, yang
terletak pada kurva II, dapat diperoleh, masing-masing dalam kesetimbangan termal
dengan tiap-tiap keadaan sistem B yang terletak pada kurva II'. Dengan cara ini
keluarga isoterm I, II, III, dan seterusnya dari sistem A dan keluarga yang
bersesuaian I', II', III', dan seterusnya dari sistem B dapat diperoleh. Selanjutnya,
dengan penerapan hukum ke-nol secara berulang-ulang, isoterm bersesuaian dari
sistem yang lain lagi, C,D, dan seterusnya dapat diperoleh.
6
Gambar 1.3 Isoterm dari dua sistem yang berbeda
, ; ",X" 0 (1)
′, ′; ",X" 0 (2)
7
dengan fBC mungkin berbeda dari fAC tetapi juga dianggap merupakan
fungsi yang berkelakuan baik. Andaikan persamaan (1) dan (2) dipecahkan untuk
mencari Y", maka
" , ′,X" ,
Dan " ′, ′,X" ,
Atau , ′,X" ′, ′,X" , (3)
, ; , ′ 0 (4)
Dengan memakai penalaran yang sama untuk sistem A dan C yang ada dalam
kesetimbangan dengan B, akhimya kita dapatkan bahwa jika tiga sistem dalam
kesetimbangan termal, maka
Dengan perkataan lain, ada fungsi untuk setiap kumpulan koordinat, dan
fungsi ini sama bila sistem dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Harga yang
sama dari fungsi ini, yaitu t, ialah temperatur empiris yang sama untuk semua sistem.
, ′, ′ ", ’ (6)
8
Hubungan t = hA (Y, X) hanyalah merupakan persamaan isoterm sistem A,
seperti kurva I dalam gambar 1.3. Jika t diberi harga numerik yang berbeda, kurva
yang lain diperoleh, seperti II dalam gambar 1.3.
9
dililitkan pada atau dimasukkan dalam bahan yang temperaturnya akan diukur.
Dalam kisaran temperatur rendah, termometer hambatan sering kali terdiri atas
hambat-radio yang kecil yang terbuat dari komposisi karbon atau kristal germanium
yang didop dengan arsenik dan dimasukkan dalam kapsul tertutup berisi helium.
Termometer ini dapat ditempelkan pada permukaan zat yang temperatumya akan
diukur atau diletakkan dalam lubang yang digurdi untuk maksud itu.
Orang biasa mengukur hambatan dengan mempertahankan arus tetap yang
diketahui besarnya dalam termometer itu dan mengukur beda potensial kedua ujung
hambat dengan pertolongan potensiometer yang sangat peka. Arus dibuat tetap
dengan cara mengatur hambat-geser sehingga beda potensial antara kedua 'ujung
hambat baku yang terpasang seri dengan termometer. Termometer hambatan platina
dapat dipakai untuk pekerjaan yang sangat cermat dalam kisaran antara - 253°C
sampai 1200°C. Kalibrasi alat menyangkut pengukuran R’PT pada berbagai
temperatur yang diketahui dan penampilan hasilnya dengan rumus empiris. Dalam
kisaran yang terbatas, persamaan kuadrat berikut ini sering dipakai:
’ 1 ,
dengan R’0 menyatakan hambatan kawat platina ketika dikelilingi air pada
titik tripel, A dan B tetapan, dan t menyatakan temperatur Celsius empiris.
1.4.3 Termokopel
Elektromotansi termal diukur dengan potensiometer yang harus diletakkan
jauh dari sistem yang temperatumya akan diukur. Jadi sambungan acuannya
diletakkan dekat dengan sambungan uji dan terdiri atas dua hubungan ke kawat
tembaga yang dipertahankan pada temperatur lebur es. Pengaturan ini
memungkinkan pemakaian kawat tembaga sebagai penghubung ke potensiometer.
Tonggak pengikat potensiometer biasanya terbuat dari kuningan, sehingga pada
potensio- meter terdapat dua termokopel tembaga kuningan. Jika kedua tonggak
pengikat bertemperatur sama, kedua termokopel ini tidak menimbulkan galat.
Termokopel dikalibrasi dengan mengukur elektromotansi termal pada berbagai
temperatur yang diketahui, dengan sambungan acuannya dijaga tetap pada 0°C. Hasil
10
pengukuran seperti itu pada hampir semua termokopel biasanya dinyatakan oleh
persamaan kubik sebagai berikut:
,
11
BAB II
SISTEM TERMODINAMIK SEDERHANA
12
lingkungannya. Keadaan setimbang termodinamik dapat diperikan dengan memakai
koordinat makroskopik yang tidak mengandung waktu, yaitu memakai koordinat
termodinamik. Termodinamika klasik tidak mencoba memecahkan masalah yang
menyangkut laju terjadinya suatu proses.
Bila salah satu persyaratan dari tiga jenis kesetimbangan yang merupakan
kom- ponen dari kesetimbangan termodinamik tidak dipenuhi, dikatakan bahwa
sistem dalam keadaan taksetimbang. Jadi bila ada gaya yang takberimbang di bagian-
dalam sistem atau antara sistem dengan lingkungannya, gejala berikut ini akan
terjadi: percepatan, pusaran, gelombang, dan seterusnya. Ketika gejala seperti itu
berlangsung, sistem ada dalam keadaan taksetimbang. Jika kita mencoba memberi
pemerian makroskopik pada salah satu dari keadaan taksetimbang ini, kita dapatkan
bahwa tekanan satu bagian sistem berbeda dengan bagian sistem lainnya. Tidak ada
satu harga tekanan pun yang dapat mengacu pada sistem secara keseluruhan.
Demikian juga dalam hal sistem bertemperatur berbeda dengan lingkungannya, suatu
distribusi temperatur yang tidak serba sama terjadi dan tidak ada satu temperatur pun
yang mengacu pada sistem seeara keseluruhan. Dapat disimpulkan bahwa bila
persyaratan kesetimbangan mekanis dan termal tidak dipenuhi, keadaan yang dialami
oleh sistem tidak bisa diperikan dengan memakai koordinat tennodinamik yang
mengacu pacla sistem secara keseluruhan.
Untuk menyederhanakan masalah, dimisalkan ada gas yang bermassa tetap
dalam bejana yang dilengkapi sedemikian sehingga tekanan, volum, dan
temperatumya dengan mudah dapat diukur. Jika volumnya kita tetapkan pada suatu
harga dan temperatumya dipilih pada harga tertentu, maka kita tidak bisa mengubah
tekanannya. Sekali V dan Ɵ dipilih, harga P pada kesetimbangan diperoleh secara
alami. Demikian juga jika P dan Ɵ dipilih sembarang, maka harga V pada
kesetimbangan sudah tertentu. Ini berarti bahwa di antara ketiga koordinat
termodinamik P, V, dan Ɵ hanya dua yang merupakan perubah bebas. Hal ini
menunjukkan bahwa harus ada satu persamaan kesetimbangan yang meng-
hubungkan koordinat termodinamik yang mencabut kebebasan salah satu koordinat
itu. Persamaan seperti itu disebut persamaan keadaan. Setiap sistem termodinamik
memiliki persamaan keadaannya sendiri, walau pun dalam beberapa hal,
hubungannya bisa rumit sehingga tidak dapat diungkapkan dengan fungsi matematis
13
sederhana.
Persamaan keadaan mengungkapkan keistimewaan setiap sistem
dibandingkan dengan sistem lainnya, sehingga harus ditentukan oleh percobaan atau
oleh teori molekul. Teori umum seperti termodinamika, berdasarkan hukum-umum
alam, tidak mampu mengungkapkan kelakuan satu bahan dibandingkan dengan
bahan lainnya. Jadi persamaan keadaan bukan merupakan suatu deduksi teoretis dari
termodinamika tetapi merupakan hasil percobaan yang ditambahkan pada
termodinamika. Persamaan itu mengungkapkan hasil percobaan dengan koordinat
termodinamik sistem yang diukur seteliti mungkin, dalam selang harga yang terbatas.
Jadi persamaan keadaan secermat percobaanlah yang menentukan rumusnya dan
hanya berlaku dalam selang harga yang diukur oleh percobaan. Begitu selang
dilewati, mungkin berlaku bentuk persamaan lain yang berbeda. .
Tidak ada persamaan keadaan yang dipenuhi oleh sistem yang tidak dalam
ke- setimbangan mekanis dan termal, karena sistem seperti itu tidak dapat diperikan
dengan memakai koordinat termodinamik yang mengacu pada sistem secara
keseluruhan. Misalnya, jika gas dalam silinder memuai dan mengakibatkan piston
bergerak dipercepat, setiap saat gas itu dapat memiliki volum dan temperatur
tertentu, tetapi tekanan yang bersesuaian tidak dapat dihitung dari persamaan
keadaan. Tekanan bukan koordinat termodinamik karena tekanan tidak hanya
bergantung pada keeepatan dan pereepatan piston tetapi barangkali juga bervariasi
dari satu titik ke titik lainnya.
Setiap sistem dengan massa tetap yang melakukan tekanan hidrostatik
serbasama pada lingkungannya, tanpa efek permukaan, gravitasi, listrik, dan
magnetik disebut sistem hidrostatik. Sistem hidrostatik dibagi dalam kategori sebagai
berikut:
a. Zat mumi, yaitu zat yang hanya terdiri atas satu bahan kimia yang berbentuk
padat, cair, gas, atau campuran dari dua atau tiga bentuk itu;
b. Campuran serba sama dari bahan yang berbeda, seperti campuran gas lembam,
campuran gas aktif kimiawi, campuran cairan, atau larutan;
c. Campuran serba beda, seperti campuran beberapa macam gas yang bersentuhan
dengan campuran beberapa macam cairan.
Percobaan menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan* sistem hidrostatik
14
dapat diperikan dengan pertolongan tiga koordinat, yaitu tekanan, P, yang
ditimbulkan oleh sistem pada lingkungan, volum, V, dan temperatur, Ɵ. Tekanan
diukur dalam newton per meter kuadrat (pascal) dan volum dalam meter kubik; skala
temperatur yang paling mudah dipakai adalah skala temperatur gas ideal. Satuan
tekanan yang lain seperti pound per inci kuadrat, atmosfer, dan millmeter air raksa
dipakai juga dalam berbagai penerapan termodinamika dan kadang-kadang akan
dipakai juga dalam buku ini. Jika tidak ada cacatan apa pun tentang satuan, berarti
satuan SI yang dipakai.
15
Gambar 2.1 Isoterm zat murni
Pada temperatur lainnya isoterm mempunyai ciri khas yang serupa seperti
terlihat dalam gambar 2.1 Dapat dilihat bahwa garis yang menggambarkan
kesetimbangan antara fase cair dan uap, atau garis penguapan, bertambah pendek
ketika temperatumya naik sampai tercapai temperatur tertentu, yaitu temperatur
kritis. Di atas temperatur ini tidak ada perbedaan antara cairan dan uap, yang ada
hanya fase gas. Isoterm pada temperatur kritis disebut isoterm kritis dan titik yang
menggambarkan batas garis penguapan disebut titik kritis. Dapat dilihat bahwa titik
kritis adalah titik belok pada isoterm kritis. Tekanan dan volum pada titik kritis
dikenal sebagai tekanan kritis dan volum kritis. Semua titik tempat kedudukan cairan
dijenuhkan terletak pada kurva jenuh cairan, dan semua titik yang menggambarkan
uap dijenuhkan terletak pada kurva jenuh uap.
Kedua kurva jenuh yang dibejri tanda dengan garis putus-putus bertemu pada
titik kritis. Kurva di atas titik kritis isoterm merupakan kurva malar yang pada volum
besar dan tekanan rendah mendekati isoterm gas ideal.
Diagram PV dalam gambar 2.1 tidak memperlihatkan daerah temperatur
rendah. Yang menggambarkan fase padat. Daerah padatan dan daerah kesetimbangan
antara padat dan uap diperlihatkan oleh isoterm yang ciri umumnya sama seperti
16
yang terdapat dalam gambar 2.1. Bagian datar salah satu isoterm ini
menggambarkan peralihan dari padatan jenuh ke uap jenuh, atau sublimasi. Jelaslah
bahwa ada garis serupa yang merupakan batas antara daerah cair-uap dan daerah
padat-uap. Garis ini berkaitan dengan titik tripel. Dalam hal satu kg air biasa, titik
tripel terjadi pada tekanan 611,2 Pa dan temperatur 0,010C, dan garis itu merentang
dari volum 10-3 m3 (cairan jenuh) hingga volum 206 m3 (uap jenuh).
2.2.2 Diagram PƟ
Jika tekanan uap suatu zat padat diukur pada berbagai temperatur hingga titik
tripelnya tercapai dan kemudian tekanan zat caimya diukur hingga titik kritisnya
tercapai, lalu hasilnya dipetakan pada diagram PƟ, akan didapatkan diagram seperti
dalam gambar 2.2. Jika pada titik tripel zat dimampatkan sehingga tidak ada uap
yang tinggal dan tekanan pada campuran cairan dan padatan itu diper- besar,
temperatur harus berubah supaya kesetimbangan antara cairan dan padatan terjadi.
Pengukuran tekanan dan temperatur ini menghasilkan kurva ketiga pada diagram PƟ,
dimulai dari titik tripel dan terus sampai titik taktertentu. Titik yang menggambarkan
keadaan berdampingan dari (1) padatan dan uap terletak pada kurva sublimasi; (2)
cairan dan uap terletak pada kurva penguapan; (3) cairan dan padatan terletak pada
kurva peleburan. Khusus untuk air, kurva sublimasi disebut juga 'frost line', kurva
penguapan disebut juga garis uap, dan kurva peleburan disebut juga garis es.
Kemiringan kurva sublimasi dan kurva penguapan untuk semua zat berharga positif.
Namun kemiringan kurva peleburan dapat positif atau negatif. Untuk kebanyakan
zat, kurva peleburannya mempunyai kemiringan positif. Air merupakan satu
kekecualian yang penting. Titik tripel adalah titik perpotongan antara kurva
sublimasi dengan kurva penguapan. Perlu dimengerti bahwa hanya dalam diagram
PƟ sajalah titik tripel digambarkan oleh satu titik. Pada diagram PV, 'titik tripe!'
berupa suatu garis.
17
Gambar 2.2 Diagram PƟ untuk zat murni
(2.2)
18
dirumuskan secara teoretis berdasarkan teori kinetik gas. Salah satu persamaan
keadaan teoretis yang paling terkenal, yang didasarkan atas pengandaian mengenai
kelakuan molekular yang sampai sekarang masih dipakai, ialah persamaan keadaan
Van der Waals:
(2.3)
Persamaan ini berlaku dengan baik dalam daerah cairan, daerah uap, dan di
dekat serta di atas titik kritis. Dalam semua persamaan tersebut R tetap, disebut
tetapan gas semesta, v adalah volum molar (V/n), dan n menyatakan banyaknya mol
gas.
19
Kita boleh membayangkan bahwa persamaan keadaan dapat dipecahkan
untuk menyatakan setiap koordinatnya dalam dua koordinat lainnya. Jadi,
,
Perubahan infinitesimal dari satu keadaan setimbang ke keadaan setimbang
lain menyangkut dV, d , dan dP, semuanya diandaikan memenuhi persyaratan yang
dikemukakan dalam pasal sebelumnya. Suatu teorema pokok dalam kalkulus
diferensial parsial memungkinkan kita untuk menulis
pada kondisi tekanan tetap. Jika perubahan temperatur dibuat sangat kecil,
maka perubahan volum juga menjadi sangat kecil dan kita dapatkan apa yang dikenal
sebagai kemuaian volum sesaat, atau singkatnya kemuaian volum, yang diberi tanda
β. Jadi
20
Dimensi ketermampatan adalah kebalikan tekanan yang dapat diukur dalam
satuan Pa-1 atau bar-1 (1 bar = 105 Pa). Harga "untuk padatan dan cairan berubah
sedikit terhadap temperatur dan tekanan, sehingga seringkali" boleh dianggap tetap.
Jika persamaan keadaan dipecahkan untuk P, maka
21
BAB III
USAHA ATAU KERJA LUAR
3.1 Kerja
Bila sistem mengalami pergeseran karena beraksinya gaya, maka dikatakan
kerja telah dilakukan. Jumlah kerja sama dengan hasil kali antara gaya yang ber-
sangkutan dengan komponen arah pergeseran yang sejajar dengan gaya itu. Jika hasil
sistem secara keseluruhan menimbulkan gaya pada lingkungannya dan ter- jadi
pergeseran, kerja yang dilakukan oleh sistem atau pada sistem disebut kerja
ekstemal. Kerja yang dilakukan oleh bagian sistem pada bagian sistem yang lain
disebut kerja intemal.
Yang berperan dalam termodinamika bukan kerja intemal, melainkan hanya
kerja yang melibatkan antaraksi sistem dan lingkungannya. Bila sistem melakukan
kerja ekstemal, perubahan yang terjadi dapat diperikan oleh kuantitas makroskopik
yang berhubungan dengan sistem secara keseluruhan. Dalam hal seperti ini yang
dimaksud dengan perubahan dapat berupa peristiwa penaikan atau penurunan benda
yang tergantung, pemuluran atau pengerutan pegas, atau pada umumnya perubahan
kedudukan atau penataan beberapa gawai mekanis. Hal ini dapat dianggap sebagai
ukuran terakhir apakah kerja ekstemal dilakukan atau tidak. Temyata bahwa untuk
selanjutnya sering menguntungkan untuk memerikan pelaksanaan kerja ekstemal
yang dinyatakan dalam hal atau sehubungan dengan operasi gawai mekanis seperti
sistem benda tergantung. Kecuali jika ada petunjuk lain, perkataan kerja yang tidak
diberi keterangan kata sifat akan berarti kerja ekstemal.
Beberapa contoh berikut dapat memperjelas hal ini. Jika suatu sel listrik
dipasang pada rangkaian terbuka, perubahan yang terjadi dalam sel (seperti difusi)
tidak disertai oleh kerja. Namun, jika sel itu dihubungkan dengan rangkaian ekstemal
yang menampung pemindahan muatan listrik, arus yang timbul dibayangkan dapat
menghasilkan perputaran jangkar motor, sehingga dapat mengangkat benda, atau
memulurkan pegas. Jadi, supaya sel listrik dapat melakukan kerja, sel harus
dihubungkan dengan rangkaian ekstemal. Dalam mekanika, kita membahas
22
kelakuan sistem yang dipengaruhi oleh gaya ekstemal. Jika gaya resultan
yang beraksi pada sistem mekanis berarah sama dengan pergeseran sistem, kerja
gaya itu positif; dikatakan bahwa kerja dilakukan pada sistem, dan energi sistem
bertambah.
Supaya termodinamika sesuai dengan mekanika, kita sepakat memberi tanda
yang sama untuk kerja seperti yang dipakai dalam mekanika. Jadi, bila gaya ekstemal
yang beraksi pada sistem termodinamik berarah sama dengan pergeseran sistem,
maka kerja dilakukan pada sistem, dalam hal ini kerja ditentukan positif. Sebaliknya,
bila gaya ekstemal berlawanan dengan pergeseran, kerja dilakukan oleh sistem;
dalam hal ini kerja menjadi negatif.
23
tak serba sama dapat timbul, atau dapat juga timbul perbedaan temperatur
antara sistem dengan lingkungannya;
3. perubahan gaya dan temperatur yang mendadak dapat menimbulkan reaksi
kimia atau perpindahan unsur kimia.
Jadi gaya takberimbang yang berhingga dapat mengakibatkan sistem
mengalami keadaan taksetimbang. Jika kita ingin memerikan setiap keadaan sistem
selama berlangsungnya proses dengan koordinat sistem yang berhubungan dengan
sistem secara keseluruhan, maka proses itu tidak boleh diakibatkan oleh gaya takber-
imbang yang berhingga. Jadi, kita didorong untuk menerima keadaan ideal dengan
hanya mengubah sedikit saja gaya ekstemal yang beraksi pada sistem sehingga gaya
takberimbanginya sangat kecil. Proses yang dilaksanakan dengan cara ideal ini
disebut kuasistatik. Selama proses kuasistatik berlangsung, pada setiap saat keadaan
sistem itu sangat menghampiri keadaan setimbang termodinamik dan semua keadaan
yang dilewati oleh sistem dapat diperikan dengan memakai koordinat termodinamik
yang mengacu pada sistem secara keseluruhan.
24
dan karena θ juga tetapan, maka
25
Karena volum sama dengan massa dibagi dengan kerapatan ρ, maka
26
menghasilkan kerja positif.
Dalam proses kuasi-statik berhingga dengan perubahan volum dari Vi ke Vf,
kerja ialah
Satuan SI untuk P ia1ah 1 Pa (1 N/m2 = 1 Pa) dan untuk V ia1ah 1 m3. Jadi,
satuan untuk kerja ia1ah 1 J.
3.3.2 Diagram PV
Ketika volum sistem hidrostatik berubah karena gerakan piston dalam sebuah
silinder, kedudukan piston pada setiap saat berbanding 1urus dengan volum. Pena
yang geraknya sepanjang sumbu X suatu diagram mengikuti gerak piston akan
merunut garis yang setiap saat titiknya menggambarkan harga sesaat vo1um itu.
Diagram dengan tekanan dirajah sepanjang sumbu Y dan vo1um sepanjang sumbu X
27
disebut diagram P V .
Gambar 3.2 Digram PV. (a)Kurva I, pemuaian; (b) Kurva II, Pemampatan;
(c) kurva I dan II membentuk daur
Dalam gambar 3.2a, perubahan tekanan dan vo1um gas se1ama pemuaian
ditunjukkan oleh kurva I. Integral - untuk proses ini jelas sama dengan luas
bidang berwama ke1abu di bawah kurva I. Demikian juga untuk pemampat- an, kerja
yang diserap oleh gas digambarkan oleh 1uas bidang berwama ke1abu di bawah
kurva II da1am gambar 3.2 b. Sesuai dengan kesepakatan tanda untuk kerja, 1uas
bidang di bawah I dipandang sebagai negatif dan di bawah II sebagai positif. Dalam
gambar 3.2c, kurva I dan II digambar bersama sehingga mem- bentuk sederetan
proses yang membawa gas itu ke keadaan awal. Sederetan proses seperti itu
digambarkan oleh gambar tertutup yang disebut daur. Luas di dalam gambar tertutup
itu jelas merupakan selisih antara luas bidang di bawah kurva I dan II sehingga
menggambarkan kerja neto yang dilakukan dalam daur.
28
Gambar 3.3 Kerja bergantung pada lintasan
29
BAB IV
KALOR DAN HUKUM I TERMODINAMIKA
Apa yang terjadi bila dua sistim pada temperatur yang berbeda diletakan bersama
30
Kalor berpindah antara sistim dan lingkungannya akibat adanya perbedaan
temperatur saja.
31
dalam diagram tvv’
keadaan awal (i) menuju keadaan akhir (f) dimana tf > ti
o iaf → ia → pemampatan tanpa gesekan (adiabat kuasistatik) = ai
af → disipasi adiabat energi listrik → t stabil (adiabat isoterm) proses satu
arah → memberi energi tidak bisa menarik
o lintasan adiabat lain → gerak cepat piston → pemuaian non kuasistatik diikuti
disipasi isovolum dari energi listrik eb dan diikuti pemampatan kuasistatik bf.
maka walaupun lintasan yang berbeda, kerja adiabatnya sama sepanjang lintasan
yang berbeda tersebut ↔ HK. I Termodinamika
“jika suatu sistim diubah dari keadaan awal ke keadaan akhir hanya secara
adiabat, maka keerja yang dilakukan sama besar untuk semua lintasan adiabat yang
menghubungkannya”
32
banyaknya sama dengan yang diperlukan untuk memerinci keadaan suatu sistim
hidrostatik yang setimbang, yang diperikan oleh p, v, t (2 saja boleh). jadi energi
internal dapat dibayangkan sebagai fungsi dari 2 koordinat termodinamika (yang
mana saja)
kalor : bila suatu sistim yang lingkungannya berbeda temperatur dan kerja bisa
dilakukan padanya → mengalami suatu proses, maka energi yang dipindahkan
dengan cara non mekanis sama dengan perbedaan antara perubahan energi
internal dan kerja yang dilakukan (q)
33
4.5 Konsep Kalor
Kalor adalah perpindahan energi internal yang mengalir dari satu bagian
sistim ke sistim lain akibat adanya perubahan temperatur. kalor tidak diketahui
selama proses berlangsung, kuantitas yang diketahui adalah laju aliran q (t)
artinya : dalam kondisi adiabat kalor yang dibuang (diterima) oleh a sama
dengan kalor yang diterima (dibuang) b
34
4.7 Kapasitas Kalor dan Pengukurannya
Sistim berubah tf ke ti selama berlangsungnya perpindahan q satuan kalor
maka;
jika q dan (tf – ti) <<< hasilnya menghampiri harga sesaat kapasitas kalor c, maka
35
BAB V
GAS IDEAL
Sifat termometri gas sekarang bisa kita ketahui. Saat tekanan menuju nol
perkalian Pv mendekati harga yang sama, sebab saat itu v menuju tak berhingga dan
koefisien virial yang dominan hanyalah suku pertama A. Suku yang lain menuju nol.
Sehingga persamaan (5.1) dapat dituliskan
lim (5.2)
P→ 0
36
adalah besaran konstan terhadap , jadi hanya mungkin tergantung pada
temepartur. Temperatur gas ideal didefinisikan
Atau
Suhu di dalam tanda kurung disebut tetapan gas universal molar R. Jadi, nilai R
adalah
(5.3)
kita dapat lihat bahwa daerah kecil maka fungsi menjadi linier, sebab ini
sesuai dengan
37
Kita perlu ingat bahwa juga diambil pada tekanan rendah dan nilainya
nol. Kita juga dapat menuliskan
=0 (5.6)
Sebab
= Cv + nR – V
Pada tekanan tetap, ruas kiri menjadi Cp, yang berhubungan dengan Cv sebagai
Cp = Cv + nR (5.10)
38
Jadi kita peroleh pula sebuah kenyataan tentang kapasitas kalor gas yang sesuai
dengan hasil percobaan. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa karena U hanya sebagai
fungsi , maka
CV = = sebagai fungsi θ
Cp = Cv + nR = sebagai fungsi θ,
Dan diperoleh pula persamaan
dQ = (Cv + nR) dθ - V dP
atau
dQ = Cp dθ - V dP (5.11)
Yang dapat kita pelajari dengan uraian tentang gas ideal ini adalah bahawa
gas ideal adalah gas pendekatan yang beberapa besaran fisisnya masih sesuai dengan
hasil-hasil percobaan. Besaran-besaran tersebut misalnya Cp dan Cv, yang
keakuannya merupakan taksiran pendekatan dari Cp dan Cv gas umum.
39
BAB VI
MESIN DAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
40
mesin ini adalah kerja. Masukan dari mesin ini adalag Qh, yang diserap dari tendon
panas. Efisiensi mesin kalor didefinisikan sebagai
6.1
atau
1 6.2
Pers. (6.2) ini menunjukka bahwa untuk mengubah seluruh kalor menjadi
tenaga atau kerja luar, maka panas yang dibuang Qc haruslah nol. Bila kita berhasil
membuat suatu mesin tanpa mengadakan pembuangan kalor, maka mesin tersebut
memiliki efesiensi 100 persen.
Di dalam praktek pemasukan kalor ke dalam mesin dapat dilakukan di dalam
silinder mesin. Mesin bensin, mesin diesel, dan motor bakar pada umumnya masuk
pada jenis tersebut. Namun, dapat pula pemasukan kalor ke dalam mesin dilakukan
dari luar mesin. Mesin uap dan mesin stirling adalah jenis mesin yang memakai cara
ini. Masing-masing jenis tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.
a) Mesin Stirling
Mesin ini memiliki dua silinder berpiston yang dihubungkan dengan poros
yang sama, sehingga dua pistonnya dapat bergerak dengan fase yang berbeda.
41
Sebuah silinder bersentuhan dengan ruang bakar, sedangkan silinder yang lain
bersentuhan dengn ruang dingin. Antara dua silinder tersebut dihubungkan oleh
penghalang kalor, atau regenerator yang berfungsi untuk menjaga benda temperatur
ruang bakar dengan tendon dingin atau ruang dingin.
Pada proses 1 ke 2 terjadi pemampatan gas dingin. Piston pada silinder dingin
bergerak ke atas, sementara piston pada silinder panas tetap. Proses ini didekati
secara isotherm pada temperatur θc, dan kalor dikeluarkan pada proses ini sebesar
Qc. Pada proses 2 ke 3, gerakan piston pada silinder dingin menyebabkan gerakan
piston pada silinder panas dengan arah sebaliknya. Proses ini terjadi pada volum
tetap. Gas dingin dipaksa memasuki bagian yang bertemperatur kebih tinggi. Untuk
itu regenerator harus memberikan kalor sejumlah Qr kepada gas.
Selanjutnya, pada proses 3 ke 4, piston pada silinder panas mengadakan
pemuaian isoterm, sementara piston pada silinder dingin tetap. Pada proses ini kalor
sebesar Qh diserap dari ruang bakar pada temperatur θh.
Akhirnya, pada proses 4 ke 1, piston pada silinder panas bergerak menekan
gas yang disertai pula gerakan piston pada silinder dingin pada arah sebaliknya. Gas
panas dipaksa bergerak dari silinder panas ke silinder dingin. Gas lewati regenerator
memberikan kalor sejumlah Qr, yaitu kalor yang sama yang diserap oleh gas dingin
pada proses 2 dan 3. Proses ini berlangsung pada volum tetap.
Dengan menghitung kerja yang dilakukan pada daur Stirling, jumlah kalor
yang dimasukkan dan yang dikeluarkan, maka kerja neto yang dihasilkan oleh mesin
dapat diketahui dan efisiensi mesin dapat ditentukan. Bila hal ini kita lakukan, maka
efisiensi mesin Stirling dapat dinyatakan dengan bentuk
1 6.3
b) Mesin Uap
Mesin uap juga menggunakan pembakaran diluar silinder mesin. Namun
mesin ini bekerja lebih rumit dibandingkan dengan mesin Stirling. Mesin ini bekerja
berdasarkan perubahan tekanan dan volum uap, tidak hanya saat menjadi uap tetapi
42
juga saat mengembun.
Air yang mengembun, yang berasal dari uap yang bertekanan kurang dari
tekanan atmosfer dan bertemperatur lebih rendah dari pada titik didih normal,
dimasukkan ke dalam ketel dengan ditekan. Seelanjutnya air tersebut dipanasi hingga
mendidih dan diuapkan pada tekanan tetap. Uap ini kemudian dipanasi sehingga
temperaturnya tinggi tetapi tekanannya tetap. Uap ini selanjutnya dimasukkan ke
dalam silinder mesin untuk mendorong piston atau sudu turbin. Akhirnya uap
tersebut temperatur dan tekanannya menurun ke nilai pengembunan. Selanjutnya
proses pengembunan ini membawa uap menjadi air yang bertemperatur sama seperti
saat dimasukkan ke dalam ketel.
Diagram PV pendekatan untuk mesin uap dan skema disainnya disajikan oleh
gambar 6.2. Pada diagram PV siklus dapat kita bagi atas proses 1 ke 2, 2 ke 3, 3 ke 4,
4 ke 5, 5 ke 6, dan 6 ke 1.
Pada proses 1–2, air yang berbentuk cairan jenuh dikompresi secara adiabat
hingga tekanannya sama dengan tekanan ketel. Selanjutnya air tersebut dipanasi
secara isobar hingga mendidih, yaitu pada proses 2–3. Setelah itu, secara isobar dan
isoterm air diuapkan hingga menjadi uap jenuh, yaitu pada proses 3–4. Kemudian,
pada proses 4-5, uap dipanasi hingga temperatur tinggi θh. Pada proses 5-6, uap
dimasukkan ke dalam silinder hingga terjadi pemuaian adiabat. Uap menjadi uap
basah. Akhirnya, pada proses 6-1 uap basah tadi mengembun menjadi air jenuh
secara isoterm dan isobar pada temperatur θc.
Selama satu daur, kalor sejumlah Qh diserap ketika penguapan dan
pemanasan, atau proses 2-3, 3-4, dan 4-5. Pada pengembunan, proses 6-1, panas
sejumlah Qc dibuang. Jelaslah, bahwa kalor yang dibbuang ini selalu titik nol,
sehingga selalu Qh tidak dapat seluruhnya diubah menjadi kerja W. Dengan kata
lain, efisiensi mesin selalu lebih kecil dari 100 persen.
Analisa matematis untuk menentukan besarnya efisiensi mesin uap tidaklah
sederhana dilakukan karena adanya beberapa faktor yang tak dapat dihitung seperti
adanya gesekan, percepatan piston, adanya hantaran kalor ke silinder, dan adanya
hantaran kalor ke benda lain. Meskipun demikian, mesin ini masih dipandang mudah
pembuatannya, sehingga masih banyak dipakai di mana-mana sampai sekarang.
43
c) Motor Bakar
Pada motor bakar, kalor dimasukkan ke dalam silinder melalui pembakaran
bahan bakar di dalamnya. Jadi, kalor dimasukkan secara internal. Ada lima proses
termodinamik di dalam silinder.
Yang pertama adalah proses penghisapan bahan bakar oleh piston ke dalam
silinder. Yang kedua adalah proses penempatan gas oleh piston. Pada proses ini
tekanan dan temperatur naik dengan cepat. Yang ke tiga adalah proses pembakaran.
Saat itu tekanan dan temperatur naik dengan cepat tetapi volum tetap. Yang ke empat
adalah proses daya. Pada proses ini piston terdorong dengan cepat oleh tekanan gas
yang terbakar. Kemudian, pada proses ke lima, gas hasil pembakaran mengalir keluar
karena perbedaan tekanan dengan tekanan udara luar. Gas tersebut masih
bertemperatur tinggi. Akhirnya, pada proses yang ke enam, piston menekan gas sisa
hasil pembakaran ke luar. Proses ini disebut juga proses pembuangan.
Pendekatan terbaik untuk daur motor bakar adalah daur otto, yang dilukiskan
oleh gambar 6.4, dengan bahan bakar dianggap gas ideal. Setiap proses pada daur
otto adalah kuasi statik. Sehingga, efisiensi mesin dapat dihitung dengan mudah.
Urutan proses pada daur Otto adalah sebagai berikut:
5-1 Proses hisap isobar dari volum nol ke volum V1. Gas memenuhi persamaan
P0V1 = b R θ1, P0 adalah tekanan awal dan θ1 temperatur gas.
4-2 Proses pemampatan adaiabat. Temperatur naik dari θ1 ke θ2, sedangkan volum
berubah dari V1 ke V2. Jadi, berlaku persamaan
2-3 Proses pembakaran. Pada proses ini kalor sebesar Qh dimasukkan ke dalam
sistem pada kedudukan piston tetap, sehingga temperatur berubah dari θ1 ke
θ3 .
3-4 Proses pemuaian adiabat yang disertai dengan penurunan temperatur dari
θ3 ke θ4. Pada proses ini, berlaku
4-1 Proses penurunan tekanan dengan cara mengadakan pembuangan kalor
sebesar Qc. Pada proses ini katup pembuangan terbuka.
1-5 Proses pembuangan isobarik, yaitu penekanan gas dari volum V1 ke volum nol
oleh piston saat katup pembuangan terbuka.
44
Pada daur Otto, penyerapan kalor berlangsung pada proses 2-3 dan
pembuangan kalor berlangsung pada proses 4-1. Oleh sebab itu jumlah kalor yang
dilepaskan Qc dan kalor yang diserap Qh besarnya
.
Kedua proses adiabat pada daur otto memberikan
atau
.
Jadi, efisiensinya, µ dapat dinyatakan sebagai
γ untuk motor besin besarnya sekitar 1,5. Sehingga, dengan mengambil nilai r
tertentu, kita dapat memperoleh nilai efisiensi yang diinginkan. Meskipun demikian
efisiensi mesin besin tidak dapat ditingkatkan secara sekehendak sebab r tidak dapat
melampaui nilai 10. Di atas nilai r = 10 dapat terjadi pembakaran walaupun tanpa
percikan api.
Mesin yang juga masuk pada jenis motor bakar adalah mesin diesel. Pada
mesin ini pembakaran terjadi karena gas bakar dimampatkan pada tekanan tertentu.
Jadi, pembakaran dapat diandaikan terjadi secara isobar, seperti ditunjukkan oleh
proses 2-3 pada gambar 6.5. Pada saat itulah kalor dimasukkan ke dalam mesin.
Pemuaian atau ekspansi terjadi secara adiabat, proses 3-4. Proses 4-1 terjadi
45
pembuangan kalor. Panas keluar secara isokor karena perbedaan temperatur dan
tekanan. Akhirnya pada proses 1-5 gas ditekan keluar oleh piston saat katup
pembuangan terbuka.
Bila kalor yang dimasukkan pada proses isobar adalah Qh dan kalor yang
dikeluarkan adalag Qc, maka efisiensi mesin diesel dapat dihitung dengan mudah.
Besarnya efisiensi termalnya adalah
46
panas menekan gas sehingga piston pada silinder dingin bergerak berlawanan.
Volum silinder panas dan silinder dingin totalnya tetap. Gas panas melewati
regenerator memberikan kalor sejumlag Qr padanya. Pada proses 3-4, piston pada
silinder panas pada posisi tetap, sedangkan piston pada silinder dingin memuai
secara isoterm pada temperatur θc. Pada proses ini, mesin menyerap kalor sebesar Qc
dari tandon dingin, atau yang suhunya lebih rendah. Akhirnya pada proses 4-1, kedua
piston bergerak dengan arah berlawanan dengan volum total dua silider tetap. Piston
pada silinder dingin menekan gas dingin sehingga gas tersebut melewati regenerator
mengambil panas sejumlah Qr darinya. Hasil total dari daur adalah penyerapan kalor
sejumlah Qc yang dibuang ke tandon panas.
Mesin stirling semacam itu masih dipakai untuk pendinginan pada temperatur
rendah. Untuk pendinginan pada temperatur kamar orang tidak lagi memakai mesin
Stirling, tetapi orang memakai mesin pendingin dengan daur mesin uap. Kalor yang
akan diangkut dari suatu tandon dipakai untuk menguapkan suatu cairan pendingin,
misalnya freon atau alkohol, kemudian pembuangan kalor ke tandon panas dilakukan
dengan pengembunan cairan tersebut. Jadi, mula-mula cairan yang mudah menguap
diturunkan tekanan dan temperaturnya. Selanjutnya cairan tadi dilewatkan tandon
yang akan diambil kalornya. Cairan tersebut menguap, menyedot panas dari tandon
sebesar Qc. Uap tersebut ditekan secara adiabat ke temperatur yang lebih tinggi. Uap
tersebut mengembun dengan dan kalor sebesar Qc dilepaskan ke tandon yang
temperaturnya lebih tinggi secara isobar.
Bila dalam suatu daur pendingin kalor diserap sebesar Qc dari tandon dingin
dan kerja yang diperlukan untuk menjalankan mesin pendingin sebesar W, maka
koefisien pendinginnya didefinisikan sebagai
atau,
6.3
Nilai adalah jelas dapat lebih besar dari satu. Semakin besar nilai ω berarti
semakin baiklah pndinginan. Bilai nilai 10 berarti kalor yang dibuang besarnya
sepuluh kali kerja yang dilakukan oleh pendingin. Bila kerja semacam itu dilakukan
oleh suatu motor dengan tenaga 5 kJ, maka panas yang dipindahkan oleh mesin
pendingin adalah 50 kJ.
47
6.4 Beberapa Rumusan Hukum Kedua Termodinamika
Pada bab 6.2 telah kita bahas proses pengubahan kalor menjadi kerja melalui
dua tandon panas yang bertemperatur tinggi, diubah menjadi kerja oleh mesin kalor,
dan sisa panas dibuang ke tandon yang bertemperatur lebih rendah. Hasil
pembahasan kita menunjukkan bahwa pada pengubahan kalor menjadi kerja, selalu
dihasilkan kalor yang dibuang. Jadi, tak pernah ada mesin yang dapat mengubah
seluruh kalor yang diserap menjadi kerja. Ungkapan di atas telah pula dirumuskan
oleh Kelvin dan Planck, yaitu:
Tidak ada suatu proses yang dapat berlangsung terus menerus yang hasilnya
adalah penyerapan kalor dari suatu tandon dan mengubahnya mejadi kerja
seluruhnya.
Pernyataan tersebut dikenal sebagai rumusan hukum kedua termodinamika
dari Kelvin-Planck.
Pernyataan Kelvin-Planck tersebut tidak bertentangan dengan hukum
termodinamika pertama. Kalau hukum pertama menceritakan sifat kekekalan tenaga,
maka hukum kedua menceritakan tentang pemakaian tenaga dalam bentuk khusus,
yaitu dari bentuk kalor menjadi bentuk kerja. Hukum pertama menolak adanya
penciptaan tenaga, sedangkan hukum kedua menolak pemakaian tenaga dalam
bentuk khusus. Jadi, kedua hukum tersebut berdiri sendiri.
Pada pesawat pendingin, kita melihat hal yang mirip dengan kejadian pada
mesin kalor, yaitu bahwa untuk membawa kalor dari tandon dingin, yang
bertemperatur lebih rendah, kesuatu tandon panas, yang bertemperatur tinggi, selalu
diperlukan kerja dari luar. Clausius menyatakan hal ini dengan pernyataan bahwa
tidak ada proses yang mungkin berlangsung hanya memindahkan kalor dari tandon
dingin ke tandon panas. Pernyataan ini adalah juga merupakan rumus hukum kedua
termodinamika.
Untuk menunjukkan bahwa kedua pernyataan, yaitu pernyataan Kelvin-
Planck dan Clausius, setara, kita dapat memikirkan hubungan kebenaran antara dua
pernyataan tersebut. Bila peryataan Kelvin-Planck salah, maka salah pulalah
pernyataan Clausius. Sebaliknya, bila pernyataan Kelvin-Planck benar maka benar
pulalah pernyataan Clausius. Bila hubungan pernyataan tersebut tidak memenuhi
hubungan tersebut, maka jelas bahwa pernyataan Kelvin-Planck dan Clausius adalah
48
dua pernyataan yang saling asing, atau tak gayut satu sama lain.
Marilah kita tinjau suatu mesin pendingin dengan kerja dari luar nol. Jelaslah
bahwa mesin pendingin ini menyalahi pernyataan Clausius. Bila kita buat mesin
kalor dengan daur serupa dengan mesin pendingin tersebut, maka ini berakibat,
dalam bahasa mesin kalor, kedua tandon bertemperatur sama. Sebaliknya, kita tinjau
mesin kalor yang mengubah seluruh kalor menjadi kerja, jelas bahwa mesin ini
menyalahi pernyataan Kelvin-Planck. Maka, mesin pendingin yang berdaur serupa
dengan mesin kalor tadi akan memindahkan kalor dari temperatur rendah ke tandon
dengan temperatur yang lebih tinggi tanpa kerja dari luar. Hal ini sama saja atinya
dengan menyatakan bahwa kalor dapat mengalir dari tempat yang bertemperatur
rendah ke tempat yang bertemperatur lebih tinggi dengan sendirinya. Jelas ini
pernyataan yang salah. Jadi, kita dapat berkesimpulan bahwa pernyataan Kelvin-
Planck dan Clausius haruslah sama.
49
BAB VII
DAUR CARNOT DAN KETERBALIKAN
7.1 Keterbalikan
Sejauh ini, kita hiraukan masalah antar aksi sistem yang kita tinjau dengan
lingkungannya. Antar aksi inilah sebenarnya yang menjaga keadaan sistem untuk
kembali ke keadaan awalnya. Dalam kaitan dengan proses untuk kembali ke keadaan
awalnya tersebut kita pakai istilah proses dapat balik atau terbalikan dan proses tak
dapat balik atau tak terbalikkan.
Beberapa proses tak dapat balik dapat kita jumpai dengan mudah. Tinta yang
tertetes dikertas, ledakan bom dan pembakaran bensin di dalam mesin adalah contoh-
contoh yang baik proses tersebut. Yang kita lihat dalam proses tersebut adalah bahwa
selama proses berlangsung terjadi perubahan keadaan termodinamika yang
sedemikian rupa sehingga tak ada cara apapun untuk mengembalikkan sistem ke
keadaan awalnya.
Sekarang kita tinjau sistem hidrostatik, misalnya gas dalam silinder tegak
dengan piston yang dapat bergerak tanpa gesekan dan massa piston dapat diabaikan.
Dinding piston adalah dinding diaterm. Pada piston sedikit demi sedikit kita beri
beban sehingga posisinya berubah secara isoterm. Kemudian, setelah itu, kita ambil
beban pada piston sedikit demi sedikit pula secara isoterm, sehingga piston kembali
ke keadaan semula. Proses semacam ini disebut proses dapat balik..
Bila kita bandingkan contoh tentang bom meledak dan contoh tentang piston
di dalam silinder di atas, maka kita dapat mengatakan bahwa suatu proses dapat balik
ialah proses yang tidak melibatkan aliran atau perubahan kalor baik pada sistem,
maupun pada lingkungannya dan sistem dapat kembali ke keadaan semula. Jadi,
jelaslah bahwa proses dapat balik memerlukan syarat kuasistatik. Yang dimaksudkan
dengan lingkungan adalah termasuk di dalamnya tandon kalor dan di luarnya.
Sehingga, total perubahan kalor selama proses dapat balik berlangsung di sistem dan
lingkungan sistem nol. Bila syarat tersebut tidak dipenuhi maka proses disebut
sebagai tak dapat balik atau tak terbalikkan.
50
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah tentang proses yang terjadi di
alam. Adakah proses dapat balik di alam? Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
proses di alam terjadi secara tak terbalikkan. Hal ini dapat dimengerti dengan
mengamati berlakunya syarat keterbalikkan pada suatu proses. Bila syarat
keterbalikkan tidak dipenuhi, maka proses adalah tak terbalikkan.
Proses tak dapat balik sering melibatkan kerja mekanis dari luar. Kita tinjau
proses deformasi zat padat tak kenyal pada proses isoterm. Untuk mengadakan
keadaan isoterm, sistem dikontakkan denggan tandon kalor. Supaya sistem dan
lingkungannya dapat kembali ke keadaan awal tanpa menimbulkan perubahan kalor,
maka kerja yang dilakukan haruslah diubah seluruhnya diubah menjadi kalor, atau
sejumlah kalor harus dialirkan dari tandon dan diubah seluruhnya menjadi kerja. Hal
ini tidak mungkin karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Jadi,
jelaslah bahwa proses tersebut tak dapat balik. Proses yang serupa yang tak dapat
balik yang melibatkan kerja mekanis merupakan tanda bahwa proses yang
berlangsung adalah tak dapat balik. Proses-proses semacam ini adalah masuk pada
kategori proses yang sulit ditangani. Beda proses ini dengan proses dapat balik yang
sebelumnya adalah bahwa proses ini melibatkan kerja internal atau perubahan
internal, bukan kerja eksternal.
Jadi, proses tak dapat balik dapat melibatkan faktor eksternal maupun internal
baik faktor mekanis maupun termal atau faktor faktor lain seperti proses kimia
maupun perubahan spontan keadaan sistem. Masalah tentang keterbalikan di sini
justru dibahas lewat keterbalikan, karena dengan membahas keterbalikan, masalah
tersebut dapat mudah dimengerti. Selain itu, kita dapat mengerti bahwa untuk
mengusahakan proses dapat balik, umumnya kita harus mengatur sistem.
51
untuk membuat supaya suatu proses dapat balik adalah merupakan upaya terhadap
pemenuhan syarat tersebut.
Jadi, dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa suatu proses akan dapat
balik atau terbalikan bila proses tersebut dilakukan secara kuasistatik dan tak disertai
serapan. Karena umumnya syarat ini tak dapat dipenuhi, maka proses dapat balik
sesungguhnya hanyalah pengidealan dari proses tak dapat eksternal adalah
pengadukan cairan secara tak teratur dan isoterm, pemindahan aliran listrik secara
isoterm histerisis megnetik bahan yang bersentuhan dengan tandon kalor. Tentunya
masih banyak lagi proses yang serupa di alam ini.
Kelompok lain, yang juga menampilkan proses yang tak dapat balik, adalah
kelompok yang terisolasi secara adiabat, misalnya pengadukan secara tak terauur
cairan kental yang terseka termal, deformasi zat padat tak kenyal yang tersekat
termal, pemindahan aliran listrik melalui hambatan yang tersekat termal, dan masih
banyak lagi yang lain. Pada kelompok ini di dalam proses terjadi perubahan
temperatur. Supaya sistem dan lingkungan ke keadaan awal, tenaga internal sistem
harus berkurang, sehingga temperatur turun sebanding bengan perubahan tersebut.
Kalor yang dipakai untuk menurunkan temperatur tersebut haruslah diubah menjadi
kerja seluruhnya, atau, bila tak demikian, sistem tak dapat ke keadaan awalnya.
Namun, hal ini bertentangan dengan hukum termodinamika ke dua, maka proses
semacam ini adalah juga proses yang tak dapat balik.
Proses tak dapat balik yang lain adalah pross pemuaian bebas gas ideal, gas
menerobos melalui sumbat yang berpori, dan pecahnya lapisan sabun ketika ditusuk.
Pada kelompok ini, kerja haruslah dilakukan secara isoterm untuk mengembalikkan
sistem ke keadaan awalnya. Jelaslah, bahwa kerja tersebut berasal dari pengubahan
kalor yang diserap dari tandon secara 100 persen. Jadi proses ini melibatkan proses
yang menentang hukum kedua termodinamika.
Adanya difusi, reaksi kimia dan perubahan fase, juga balik dengan menjaga
syarat kuasistatik dan nir serapan seketat mungkin. Oleh karena itulah, di dalam
termodinamika, anggapan tentang proses dapat balik ini sebenarnya sama dengan
anggapan di dalam ilmu mekanika, misalnya tentang pegas tak bermassa, benda
bergeometri titik dan silinder meluncur tanpa gesekan.
Di dalam laboratorium, pada suatu proses dapat dibuat kondisi sehingga
52
mendekati kondisi yang dapat balik. Tandon kalor misalnya adalah suatu benda
dengan temperatur tertentu yang massanya sangat besar, sehingga perubahan kalor
yang masuk maupun keluar tidak mengubah koordonat termodinamikanya.
Perubahan kalor padanya, oleh sebab itu, dapat kita anggap sebagai perubahan kalor
yang terbalikkan, atau yang dapat balik. Pada proses aliran arus listrik lewat
rangkaian luar misalnya dapat pula kita buat terbalikkan. Andaikan arus tadi melalui
hambatan listrik dan memutar motor listrik dengan tanpa disipasi, maka proses
menjadi terbalikkan. Namun bila disipasi ini ada, misalnya hambatan rangkaian
listrik menjadi cukup besar, maka syarat keterbalikan menjadi terlanggar. Jadi,
walaupun di alam proses tak dapat balik ini tidak ada, namun konsep keterbalikan
adalah konsep yang sangat penting untuk memahami proses proses termodinamik
yang ada.
53
Gambar 7.1 Daur Carnot pada digram PV
7.1
Untuk menunjukkan bahwa efisiensi mesin Carnot seperti yang terumuskan
pada pers. (7.1), kita hitung Qh dan Qc. Namun karena Qh dan Qc terjadi pada proses
isoterm, berarti dU = 0. Jadi Qh dan Qc tidak lain adalah kerja isoterm yang
bersangkutan. Besarnya kerja isoterm tersebut adalah
.
Melalui persamaan adiabat, kita peroleh
Dengan menyulihkan Qh, Qc, dan V4 dan V3 ke persamaan efisiensi, maka akan di
dapat persamaan efisiensi mesin Carnot, yang dinyatakan oleh persamaan (7.1)
Hal yang sangat penting pada daur Carnot adalah bahwa tersebut memiliki
efisiensi yang maksimum. Hal ini disebabkan karena seluruh kalor yang diserap dan
dilepaskan terjadi secara isoterm dapat balik, sedangkan kompresi dan ekspansinya
terjadi secara adiabat. Dan juga, mesin Carnot bekerja hanya dengan dua tandon
panas yang bertemperatur berbeda. Dapat ditunjukkan, bila ada mesin yang bekerja
dengan hanya dua tandon panas dan prosesnya terbalikkan pastilah mesin tersebut
adalah mesin Carnot. Selain itu, kita juga melihat bahwa pada mesin Carnot tidak
54
dapat dibuat Qc nol. Oleh sebab itulah efisiensi mesin tak dapat melampaui 100%.
Apabila daur Carnot dipakai sebagai daur mesin pendingin, maka koefesien
pendinginnya adalah
.
7.4 Kesamaan Temperatur Gas Ideal dan Temperatur Kelvin
Sejauh ini, kita telah menggunakan skala temperatur gas ideal yang ditetapkan
berdasarkan sifat gas pada tekanan rendah, yaitu
Pada skala kelvin, skala ditetapkan sedemikian rupa sehingga skala tersebut
tidak bergantung pada sifat jenis termometer tertentu, penetapan skala temperatur
kelvin tadi dipilih berdasarkan perbandingan kalor yang dipindahkan pada
temperatur T dengan kalor yang dipindahkan pada titik tripel air yang dibatasi oleh
dua permukaan adiabat yang sama. Jadi, skala temperatur kelvin terdefinisikan
sebagai
yang dibatasi oleh dua permukaan adiabat yang sama. Untuk mengukur
temperatur di dalam skala kelvin, kalor yang dipindahkan yaitu Q dan QTP haruslah
diketahui besarnya.
Bila besarnya Q nol, maka besarnya T = 0 adalah nol. Dari sinilah orang
mendapatkan pengertian tentang temperatur nol mutlak. Jadi, temperatur nol mutlak
adalah temperatur pada proses isoterm dapat balik yang dibatasi oleh sepasang
permukaan adiabat, yang pada proses tersebut tidak terjadi perpindaha kalor.
Jelaslah, definisi nol mutlak tidak tergantung pada jenis atau sifat khusus zat dan
bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan energi internal sistem.
Kita andaikan sekarang bahwa gas ideal menjalani daur Carnot dengan
temperatur saat terjadi aliran kalor Q adalah θ dan temperatur saat terjadi aliran kalor
QTP adalah θTP. Maka, mengingat persamaan (7.1), kita dapatkan
Karena Maka θ=T, 7.2
55
BAB VIII
ENTROPI
atau
Sekarang, kita tinjau suatu daur terbalikkan sembarang. Kita andaikan bahwa
daur tersebut dapat kita bagi atas daur daur infinitesimal yang terbalikkan yang
melibatkan aliran kalor ΔQ1 dan ΔQ2. Bila aliran tersebut berturut turut terjadi pada
T1 dan T2, maka berlaku
Huruf R telah kita pakai untuk menandai proses tersebut adalah proses dapat balik.
Persamaan (8.1)menunjukkan bahwa pada suatu daerah di dalam suatu unsur
dQR dapat bernilai positif dan negatif, tetapi secara keseluruhan menyumbangkan
nilai nol. Karena integrasi pada pers. (8.1) memberikan nilai nol, maka kita punya
suatu besaran yang diferensialnya eksak, yaitu
56
8.2
S disebut sebagai entropi. Dengan demikian, suatu proses dapat balik memberikan
8.3
yang dikenal sebagai teorema Clausius.
Perubahan entropi dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, yang bersangkutan
dengan aliran kalor memiliki hubungan yang dapat dituliskan sebagai
8.4
Besaran S dalam satuan SI bersatuan joule per kelvin. Sering pula S
dinyatakan dengan satuan entropi per satuan massa yaitu joule per kg kelvin, maupun
entropi per satuan kuantitas zat yang bersatuan joule per mol kelvin.
8.5
Sehingga, perubahan entropi dari keadaan awal ke keadaan akhir selama proses
isokor dapat ditulis sebagai
8.6
Untuk gas ideal, Cv adalah tetap, maka perubahan entropi pada proses isokor
adalah
Sf – Si = Cv 1n (Tf/Ti). 8.7
57
Selanjutnya, pada proses isobar, persamaan entropi gas ideal dapat dituliskan dalam
bentuk
sehingga
atau
Sf – Si = Cp 1n (Tf/Ti).
Pada isoterm, kita punya
atau
Sehingga
S = Cv 1n T – n R 1n V + tetapan. 8.12
Atau, mengingat persamaan gas ideal PV = n RT, dapat pula persamaan di atas
diubah menjadi
S = Cp 1n T – nR 1n P + tetapan, 8.13
atau
S = CV 1n P + Cp 1n V + tetapan. 8.14
8.3 Diagram T S
Karena entropi juga suatu fungsi termodinamik, maka kita dapat pula
menyajikan suatu proses dengan diagram T S, sebagai ganti dari diagram P V.
58
Terkadang, suatu proses termodinamik lebih mudah dimengerti lewat diagram T S
dari pada diagram PV. Hal ini dapat dimengerti dengan mudah bila proses yang kita
tinjau melibatkan aliran kalor.
Untuk menjelaskan kelebihan diagram TS dibanding diagram PV, kita tinjau
suatu proses dapat balik yang disertai aliran kalor. Pada proses tersebut kita punya
dQ = T dS.
Jadi, jumlah kalor yang mengalir dari keadaan awal i ke keadaan akhir f besarnya
Untuk Cv yang tetap, maka (dT/dS)v merupakan fungsi linear, yang berarti T = T(S)
adalah fungsi lengkung. Demikian pula, dengan cara yang serupa kita dapat tuliskan
8.16
Untuk proses isobar. Akhirnya, beberapa proses termodinamik yang telah kita bahas
ditampilkan pada gambar 8.1.
59
Dengan demikian kita dapat pula menyajikan daur-daur dalam diagram TS.
Daur carnot misalnya, menjadi suatu diagram yang sangat sederhana di dalam
diagram TS, yang ditunjukkan oleh gambar 8.2. Diagram PVθ zat murnipun dapat
pula disajikan dalam diagram TS. Yang penting dari diagram TS kita dapat melihat
secara langung total kalor yang diserap atau dikeluarkan pada suatu proses.
60
BAB IX
KLASIFIKASI DAN MEKANISME PERPINDAHAN PANAS
9.1 Pendahuluan
Penguasaan materi Perpindahan panas akan membantu mahasiswa dalam
menyelesaikan masalah pada matakuliah lanjutan, sehingga dituntut kemampuan
menyelesaikan masalah-masalah Perpindahan Panas. Untuk mencapai kemampuan
mahasiswa yang efektif/efisien akan dirancang proses pembelajaran yang inovatif
bernuansa learning.
Bentuk pembelajaran dalam bentuk kuliah dibarengi dengan diskusi dan small
group discussion, dimana sebagai pendahuluan mahasiswa perlu dijelaskan materi
perkuliahan bagaimana pentingnya Perpindahan Panas bagi mahasiswa dan sasaran
pembelajaran secara keseluruhan harus dicapai setelah mempelajari matakuliah ini.
Cara-cara Perpindahan Panas, Hukum Dasar Perpindahan Panas, Mekanisme
Perpindahan Panas Gabungan, Analogi antara Aliran Panas dan Aliran Listrik,
Satuan dan Dimensi.
Bila suatu sistem terdapat gradien suhu, atau bila dua sistem yang suhunya
berbeda disinggungkan maka akan terjadi perpindahan energi. Proses dimana
transport energi itu berlangsung disebut Perpindahan Panas.
61
konveksi ( convection ; dikenal dengan istilah ilian). Jika kita berbicara secara tepat,
maka hanya konduksi dan radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan
panas, karena hanya kedua mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedang
konveksi, tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk
penyelenggaraanya bergantung pada transport massa mekanik pula. Tetapi karena
konveksi juga menghasilkan pemindahan energi dari daerah yang bersuhu lebih
tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah, maka istilah “perpindahan panas dengan
cara konveksi” telah diterima secara umum.
a. Konduksi/Hantaran (Conduction)
Konduksi adalah proses dengan mana panas mengalir dari daerah yang
bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu medium (padat,
cair atau gas) atau antara medium - medium yang berlainan yang bersinggungan
secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar menurut teori
kinetik. Suhu elemen suatu zat sebanding dengan energi kinetik rata – rata molekul –
molekul yang membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat
yang disebabkan oleh kecepatan dan posisi relative molekul-molekulnya disebut
energi dalam. Perpindahan energi tersebut dapat berlangsung dengan tumbukan
elastic ( elastic impact ), misalnya dalam fluida atau dengan pembauran
(difusi/diffusion) elektron – elektron yang bergerak secara cepat dari daerah yang
bersuhu tinggi kedaerah yang bersuhu lebih rendah ( misalnya logam). Konduksi
merupakan satu – satunya mekanisme dimana panas dapat mengalir dalam zat padat
yang tidak tembus cahaya.
b. Radiasi/Pancaran (Radiation)
Radiasi adalah proses dimana panas mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah, bila benda – benda itu terpisah didalam ruang,
bahkan bila terdapat ruang hampa diantara benda – benda tersebut.
Semua benda memancarkan panas radiasi secara terus menerus. Intensitas
pancaran tergantung pada suhu dan sifat permukaan . Energi radiasi bergerak dengan
kecepatan cahaya ( 3x10 m/s) dan gejala – gejalanya
62
menyerupai 8 radiasi cahaya. Menurut teori elektromagnetik, radiasi cahaya dan
radiasi termal hanya berbeda dalam panjang gelombang masing – masing.
c. Konveksi/Ilian (Convection)
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi
panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting
sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat, cairan atau
gas.
Perpindahan panas secara konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas
(free conve ction) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara
menggerakkan alirannya. Bila gerakan mencampur berlangsung semata – mata
sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh gradien suhu, maka
disebut konveksi bebas atau alamiah (natural) . Bila gerakan mencampur disebabkan
oleh suatu alat dari luar seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut konveksi
paksa.
Keefektifan perpindahan panas dengan cara konveksi tergantung sebagian
besarnya pada gerakan mencampur fluida . akibatnya studi perpindahan panas
konveksi didasarkan pada pengetahuan tentang ciri – ciri aliran fluida.
63
X adalah arah aliran panas positif. Persamaan dasar untuk konduksi satu dimensi
dalam keadaan tunak ( stedi ) ditulis :
(9-1)
Untuk konsistensi dimensi dalam pers. 1-1, laju aliran panas qk dinyatakan dalam
Btu/h*), luas A dalam ft dan gradien suhu dT/dx dalam F/ft. Konduktivitas termal
k adalah sifat bahan dan menunjukkan jumlah panas yang mengalir melintasi
satuan luas jika gradien suhunya satu.
64
Untuk kasus sederhana aliran panas keadaan stedi melalui dinding datar
(plane), gradien suhu dan aliran panas tidak berubah dengan
waktu dan sepanjang lintasan aliran panas luas penampangnya sama :
Jika k tidak bergantung pada T, setelah integrasi kita mendapat rumus berikut untuk
laju konduksi panas melalui dinding :
(
(9-2)
L/A setara dengan tahanan termal ( thermal resistance ) R yang diberikan oleh
dinding kepada aliran panas dengan cara konduksi dan kita memperoleh.
(9-3)
Gambar 9-2. Distribusi suhu untuk konduksi keadaan stedi melalui dinding datar
65
Radiasi , jumlah energi yang meninggalkan suatu permukaan sebagai panas
radiasi tergantung pada suhu mutlak dan sifat permukaan tersebut. Radiator sempurna
atau benda hitam ( black body ) memancarkan energi radiasi dari permukaannya
dengan laju qr yang diberikan oleh
qr = σ A1 T 14 Btu / hr (9-5)
66
bersih diantara kedua benda tersebut diberikan oleh
qr = σ A1ε1-2(T 4 – T 4 ) (9-8)
1 2
67
Dan tahanan termal terhadap perpindahan – panas konveksi Rc yang sama
dengan kebalikan konduktansi, sebagai
(9-11)
Bagian pertama sistem ini panas berpindah dari gas panas ke permukaan
dalam dinding motor roket dengan mekanisme konveksi dan radiasi yang bekerja
secarah paralel. Laju total aliran panas q ke permukaan dinding pada suatu jarak dari
nosel adalah :
68
Dimana
Tg = suhu gas panas ;
Tsg = suhu pada permukaan – dalam dinding;
R1 = tahanan termal kombinasi atau efektif bagian pertama,
R1 = 1/(hr + hc) A.
Bagian ketiga ; panas mengalir melalui bagian ketiga sistem tersebut ke zatpendingin
dengan cara konveksi.
q = qc = hc A (Tsc – Tc) (9-14)
= Tsc –Tc/R3
Dimana:
Tc = suhu zat pendingin ;
R3 = tahanan termal dalam bagian ketiga sistem.
Dalam praktek, sering kali yang diketahui hanya suhu gas panas dan suhu
zat pendingin atau;
69
(9-15)
(9-17)
Untuk aliran panas sepanjang lintasan yang terdiri dari n bagian termal dalam
seri, konduktansi keseluruhan UA sama dengan kebalikan dari jumlah tahanan
masing – masing bagian, atau
(9-18)
(9-19)
simbol untuk potensial suhu T dengan simbol untuk potensial listrik, yaitu beda
voltase, dan simbol untuk tahanan termal R dengan simbol untuk tahanan listrik Re,
maka kita memperoleh persamaan untuk i, laju aliran listrik, yaitu
(9-20)
70
9.6 Satuan dan Dimensi
Dimensi adalah pengertian dasar ukuran seperti panjang, waktu, suhu dan
massa. Satuan adalah sarana untuk menyatakan dimensi dengan angka,
71
BAB X
KONDUKSI KEADAAN TUNAK SATU DAN DUA DIMENSI
10.1 Pendahuluan
Materi pembelajaran pada modul ini menguraikan tentang perpindahan panas
konduksi pada kondisi aliran tunak (stedy) dalam arah satu dan dua dimensi. Pada
materi ini diterapkan hukum Fourier tentang konduksi termal, dalam kategori sistem
satu dimensi ini termasuk berbagai bentuk fisik yang berlainan : sistem pada pelat
datar, sistem-sistem silinder dan bola. Dalam beberapa masalah dua dimensi,
pengaruh koordinat ruang kedua mungkin kecil sekali sehingga dapat diabaikan atau
dapat diselesaikan dengan menggunakan metode numerik. Penguasaan materi ini
akan membantu mahasiswa dalam menemukan model perpindahan panas dan
dituntut kemampuan menyelesaikan masalah-masalah Perpindahan Panas. Untuk
mencapai kemampuan mahasiswa yang efektif/efisien akan dirancang proses
pembelajaran yang inovatif bernuansa learning.
Bentuk pembelajaran dalam bentuk kuliah dibarengi dengan diskusi dan
cooperative learning , di mana mahasiswa perlu dijelaskan materi perkuliahan
bagaimana pentingnya Perpindahan Panas konduksi bagi mahasiswa dan sasaran
pembelajaran secara keseluruhan yang harus dicapai setelah mempelajari matakuliah
ini.
Dinding berbentuk geometri sederhana, Struktur komposit,Tebal kritis isolasi,
Perpindahan panas dari permukaan yang menonjol, Tahanan kontak termal, Sistem
dengan sumber panas dan Metode analisis numerik.
Setelah mempelajari bahan ajar ini, mahasiswa mampu menemukan tiga
model perpindahan panas beserta aplikasinya dan mampu menghitung konduksi dua
dimensi dengan metode numerik
72
(10-1)
Dimana :
qn ” = flux panas (W/m2 )
kn = Konduktifitas termal (W/m.K) δT/ δn = Gradien temperatur
(K/m)
(10-2)
(10-3)
b. Silinder berlubang.
Aliran panas radial dengan cara konduksi melalui silinder berpenampang
lingkaran yang berlubang merupakan satu lagi soal konduksi satu-dimensi yang besar
arti pentingnya dalam praktek.
Contoh yang khas adalah konduksi melalui pipa dan melalui isolasi pipa. Jika
silinder itu homogen dan cukup panjang sehingga pengaruh ujung-ujungnya dapat
diabaikan dan suhu permukaan-dalamnya konstan pada T1 sedangkan suhu luarnya
dipertahankan seragam pada T0 maka dari pers 1-1 laju konduksi panasnya adalah
(10-4)
73
Untuk silinder berlubang (Gb.2-1), luasnya merupakan fungsi jari-jari dan
A=2 π r l
Dimana r adalah jari-jari dan l panjang silinder. Maka laju aliran panas dengan
cara konduksi dapat dinyatakan sebagai
(10-5)
To
Ti lri
ro
r
dr
Gambar 2-1 Sketsa yang melukiskan nomenklatur untuk konduksi melalui silinder
berlubang
(10-6)
(10-7)
Dengan analogi terhadap kasus dinding datar dan hukum Ohm, tahanan termal silinder
berlubang adalah
(10-8)
74
Untuk penggunaan-penggunaan tertentu adalah bermanfaat untuk membuat
persamaan ini kita mempersamakan ruas-ruas kanan Pers. 2-1 dan 2-6, tetapi dengan
menggunakan L=(ro-ri) , tebal melalui mana panas berkonduksi, dan A = A dalm
Pers. 2-1. Hal ini menghasilkan
(10-9)
(10-10)
Luas yang didefinisikan oleh pers.2-8 disebut luas rata-rata logaritmik. Maka laju
konduksi panas melalui silinder berpenampang lingkaran yang berlubang dapat
dinyatakan sebagai
(10-11)
Gambar 2-2. Sketsa yang melukiskan nomenklatur untuk konduksi cangkang bola
75
10.2.2 Struktur Komposit
Dinding komposit . Gb. 2-3 menunjukkan dinding komposit dari jenis
yang khas dipergunakan pada tanur yang besar. Lapisan dalam yang
bersinggungan dengan gas-gas yang bersuhu tinggi terbuat dari bahan tahan api.
Lapisan- antaranya terbuat dari bata isolasi; menyusul lapisan luar dari bata
merah biasa. Ti ialah suhu gas-gas panas dan adalah konduktansi permukaan
satuan pada permukaan dalam. T ialah udara disekitar tanur dari adalah
konduktansi permukaan satuan pada permukaan luar.
Gb. 2-3 . Distribusi suhu dan rangkaian termal untuk aliran panas melalui
dinding datar komposit seri.
Dengan syarat-syarat ini akan terjadi aliran panas seara terus menerus
dari gas-gas panas melalui dinding ke sekitarnya. Karena aliran panas melalui
luas A yang tertentu sama besarnya untuk bagian dinding yang manapun, maka
kita peroleh
(10-12)
Persamaan 2-12 dapat ditulis sebagai fungsi tahanan-tahanan termal dari berbagai
bagian dinding, sebagai berikut
(10-13)
Atau
(10-14)
76
Dalam banyak penerapan praktek, dijumpai kombinasi lintasan-lintasan aliran panas
yang terhubung seri dan yang terhubung parallel, Contoh hal yang seperti itu adalah dinding
komposit yang ditunjukkan dalam Gb.2-4. Untuk bagian dinding yang tingginya b1+b2
(Gb.2-4) konduktansinya adalah
(10-15)
77
Gambar 2-5. Sketsa yang melukiskan nomenklatur dinding silinder komposit
Maka rumus yang dihasilkan untuk laju aliran panas melalui dua silinder yang
konsentrik menjadi
(10-16)
78
10.2.4 Sistem dengan Sumber Panas
Dijumpai diberbagai cabang perekayasaan, contoh kumparan listrik,
pemanas tahanan, reaktor nuklir dan pembakaran bahan baker dialas bahan bakar
tanur ketel.
Pelat datar dengan sumber panas yang terbagi secara seragam.
Perhatikanlah sebuah pelat datar dimana terdapat pembangkitan panas yang
seragam. Pelat ini berupa elemen pemanas seperti rel (bus bar ; juga dikenal
dengan istilah palang- palang ) datar dimana panas di bangkitkan dengan
mengalirkan arus listrik melaluinya. Persamaan energy untuk suatu elemen
diferensial dapat dinyatakan dengan kata-kata sebagai berikut
dimana q adalah kekuatan sumber panas per volume dan waktu satuan. Karena
Gambar 2-6. Sketsa yang melukiskan nomenklatur untuk konduksi panas dalam
dinding datar dengan pembangkitan panas-dalam.
79
maka Pers. 2-17 menjadi
(10-18)
jika konduktivitas termal constant dan pembangkitan panas seragam, maka pers.2- 17
dapat disederhanakan menjadi
(10-19)
(2 – 20)
(10-20)
80
jadi, distribusi suhu melintasi pelat tersebut berupa parabola dengan puncaknya di
bidang tengah, x = L. beda suhu antara bidang tengah dan permukaan pelat adalah
(10 – 21)
Jika pelat itu terendam di dalam fluida yang suhunya dan konduktansi permukaan
pada kedua permukaannya h maka pada keadaan stedi panas yang o, dibangkitkan di
dalam separuh pelat harus mengalir secara kontinyu melalui permukaan yang
membatasinya.jika dinyatakan secara aljabar untuk satu satuan luas, maka syarat ini
ialah
(10 – 22)
dalam pers. 2-21 suku pertama menyatakan laju pembangkitan panas di dalam pelat,
suku kedua menyatakan laju konduksi panas ke permukaan, dan suku ketiga laju
aliran panas dengan cara konveksi dan radiasi dari permukaan ke medium sekitarnya.
maka beda suhu T0 -T∞ yang diperlukan untuk perpindahan panas dari permukaan
tersebut adalah
(10 – 23)
Silinder pejal (solid) yang panjang dengan sumber-sumber panas yang terbagi
secara seragam. Silinder lingkaran yang pejal dan panjang dengan pembangkitan
panas-dalam yang seragam dapat dipandang sebagai pengidealan system yang nyata,
seperti kumparan listrik, dimana pembangkitan panas terjadi dengan pemecahan
nuklir (nuclear fission). Persamaan energy untuk elemen berbentuk cincin (Gb.2-10)
yang terbentuk diantara silinder-dalam yang berjari-jari r dan silinder luar yang
berjari-jari r + dr adalah.
81
Gambar 2-7. Sketsa yang melukiskan nomenklatur untuk konduksi panas di dalam
silinder lingkaran yang panjangdengan
pembangkitan panas-dalam.
(10-24)
(10-25)
dari mana kita simpulkan bahwa agar syarat batas dt/dr = 0 pada r = 0 dipenuhi,
maka konstanta integrasi C1 harus nol. integrasi sekali lagi menghasilkan distribusi
suhu
82
Agar dipenuhi syarat bahwa suhu pada permukaan-luar, yaitu r = ro adalah T0, maka
T0, C2 = [(r 2/4k) + T0]. Sehingga distribusi suhunuya
(10-26)
Gambar 2-8. Sketsa dan nomenklatur untuk untuk sirip pena yang menonjol dari
dinding.
83
pada pipa atau kawat telanjang Maka,
(10-27)
Untuk harga ri yang tetap, laju aliran panas adalah fungsi ro , yaitu q = q(ro), dan
menjadi maksimum pada harga r sehingga
(10-28)
Dari pers. 2-30 jari-jari untuk perpindahan panas maksimum, yang disebut jari-jari
kritis, adalah
84
BAB XI
KONVEKSI PAKSA DAN KONVEKSI BEBAS
11.1 Pendahuluan
Materi pembelajaran pada bahan ajar ini menguraikan tentang perpindahan
panas konveksi pada kondisi aliran laminar dan turbulen. Pada materi ini diterapkan
teori lapisan batas dalam memahami perpindahan panas pada plat rata dan dalam
aliran tabung baik laminar maupu turbulen. Pembahasan ini pada system aliran
konveksi paksa (free convection flow systems) dan system aliran konveksi bebas
(free convection flow systems). Penguasaan materi ini akan membantu mahasiswa
dalam menyusu dan mengkomunikasikan contoh penggunaan jenis perpindahan
panas.Bentuk pembelajaran dalam bentuk kuliah dibarengi dengan diskusi dan
collaborative learning, di mana mahasiswa mengamati dan mempelajari langsung
dilapangan perpindahan panas konveksi dan sasaran pembelajaran secara
keseluruhan harus dicapai setelah mempelajari mata kuliah ini.
Mekanisme angkutan energi dan aliran fluida, Dasar-dasar lapisan batas,
Modulus Nusselt, Perpindahan panas dalam aliran tabung laminar, Aliran turbulen
dalam tabung, Konveksi paksa untuk aliran dalam pipa dan tabung, konveksi bebas,
Gabungan konveksi bebas dan konveksi paksa.
(11-1)
85
Perpindahan panas antara batas benda padat dan fluida terjadi dengan adanya
suatu gabungan dari konduksi dan angkutan (transport) massa. Bila suatu fluida
mengalir sepanjang suatu permukaan yang bersuhu berlainan daripadasuhu fluida,
maka perpindahan panas terjadi dengan konduksi molekular di dalam fluida maupun
bidang-antara (interface; permukaan-temu) fluida dan permukaan.
Gerakan fluida tersebut dapat disebabkan oleh dua proses. Fluida dapat
bergerak sebagai akibat dari perbedaan kerapatan yang disebabkan oleh perbedaan
suhu di dalam fluida. Mekanisme ini disebut konveksi bebas (free convection) atau
konveksi alamiah (natural convection). Contoh-contoh konveksi bebas adalah
gerakan udara di padang pasir pada hari yang tenang setelah matahari terbenam. Bila
gerakan disebabkan oleh suatu energi luar, seperti pompa atau kipas, maka kita
berbicara tentang konveksi paksa (forced convection). Contohnya ialah pendinginan
radiator mobil dengan udara yang dihembuskan melintasinya oleh kipas.
Dasar-dasar lapisan-batas, Bila fluida mengalir sepanjang suatu permukaan,
baik alirannya laminar maupun turbulen, gerakan partikel-partikel di dekat
permukaan diperlambat oleh gaya-gaya viskos.
Teori lapisan batas yang lanjut memungkinkan kita untuk menghitung titik
dimana aliran berpisah dari permukaan. Pada umumnya, lapisan batas turbulen tidak
akan berpisah semudah lapisan batas laminar karena energy kinetik partikel- partikel
fluidanya lebih besar dalam lapisan turbulen.
Modulus Nusselt, Gabungan koefisien perpindahan-panas konveksi ,
86
panjang- L, dan konduktivitas termal fluida kf dalam bentuk L/kf disebut
modulus Nusselt, atau bilangan Nusselet (Nusselet Number), Ńu. Bilangan Nusslet
adalah suatu besaran tanpa dimensi. Dalam praktek bilangan Nusselt merupakan
ukuran perpindahan-panas konveksi yang memudahkan karena, bilamana harganya
telah diketahui, koefisien perpindahan-panas konveksi dapat dihitung dari rumus;
(11-2)
(11-4)
Untuk aliran turbulen yang berkembang penuh ( fully developed turbulent flow)
dalam tabung licin, oleh Dittus dan Boelter disarankan persamaan berikut;
(11-5)
(11-7)
87
Koefisien gesek ( friction coeffisient ) didefenisikan oleh;
(11-8)
Jika penampang saluran tempat fluida itu mengalir tidak berbentuk lingkaran, maka
disarankan agar korelasi perpindahan panas didasarkan atas diameter hidraulik DH,
Aliran menyilang silinder dan bola, Perpindahan panas pada silinder yang
mengalami aliran melintang dapat diperkirakan, pembentukan lapisan batas pada
silinder menentukan karakteristik perpindahan panas. Dalam analisis kita perlu
memperhitungkan gradien tekanan, karena hal ini mempunyai pengaruh besar
terhadap profil kecepatan.
Kenaikan tekanan dan penurunan kecepatan dihubungkan oleh persamaan
Bernoulli, untuk sepanjang garis aliran;
(11-10)
Koefisien seret (drag coeffisient) untuk benda tumpul (dengan permukaan tegak
lurus terhadap aliran) didefenisikan oleh;
Gaya seret pada silinder diakibatkan oleh tahanan gesek dari apa yang disebut
seret bentuk (form drag) atau seret tekanan (pressure drag) yang disebabkan oleh
daerah tekanan rendah di bagian belakang silinder yang ditimbulkan oleh proses
pemisahan aliran. Oleh karena proses pemisahan aliran bersifat rumit maka koefisien
perpindahan panas rata-rata dalam aliran silang dapat dihitung dari;
(11 – 12)
Eckert dan Drake, menyarankan rumus berikut ini untuk perpindahan panas dari
tabung dalam aliran silang adalah;
88
(11 – 13)
(11 – 14)
Dimana :
Gmaks = Kecepatan massa padaluas bidang aliran minimum,
kg/m2s ρ = Densitas ditentukan pada kondisi aliran bebas,
3
kg/m
N = Jumlah baris melintang
μb = viskositas aliran bebas rata-rata
89
Faktor gesek empiris f’ diberikan oleh Jacob sebagai;
(11-16)
90
Perpindahan panas untuk plat rata vertikal dapat diekspresikan dalam
penggunaan hukum Newton tentang pendinginan, yang mana memberikan hubungan
antara perpindahan panas q dan beda temperatur antara permukaan dan sekitarnya;
Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi, dapat
dinyatakan dalam bentuk fungsi berikut;
(11 – 18)
menunjukkan bahwa sifat-sifat untuk gugus tak berdimensi dievaluasi pada suhu film
(11 – 19)
Koefisien perpindahan panas lokal untuk aliran laminer dikorelasikan oleh rumus;
(11 – 20)
Perpindahan panas dari silinder horisontal ke logam cair dapat dihitung;
(11 – 21)
91
BAB XII
PENUKAR KALOR
12.1 Pendahuluan
Materi pembelajaran pada modul ini menguraikan tentang penerapan prinsip-
prinsip perpindahan panas untuk merancang (design) alat-alat guna mencapai suatu
tujuan. Pembahasan alat penukar panas berbentuk analisis teknik, dimana metode
untuk meramalkan daya guna (performance) penukar panas dijelaskan terutama
menggunakan ragam perpindahan panas konduksi dan konveksi. Penguasaan materi
ini akan membantu mahasiswa dalam menyusun portofolio karakteristik model
penukar panas. Untuk mencapai kemampuan mahasiswa yang efektif/efisien akan
dirancang proses pembelajaran yang inovatif bernuansa learning.
Bentuk pembelajaran dalam bentuk kuliah dibarengi dengan diskusi dan
Project Based learning , di mana mahasiswa melakukan praktikum danmengamati
langsung prinsip-prinsip perpindahan panas dan sasaran pembelajaran secara
keseluruhan harus dicapai setelah mempelajari matakuliah ini.
Proses Perpindahan Panas, Beda temperatur rata-rata,. Koefisien perpindahan
panas menyeluruh, Keefektifan penukar kalor, Faktor pengotoran, Jenis-jenis
penukar kalor, Rancang bangun penukar kalor.
Penukar panas adalah suatu alat yang menghasilkan perpindahan panas dari
satu fluida ke fluida lainnya. Jenis penukar panas tersederhana ialah sebuah wadah
dimana fluida yang dingin dicampur secara langsung.
92
yang sama, maka penukar panas ini bertipe aliran searah ( paralel-flow ; aliran sejajar
); jika fluida – fluida tersebut mengalir dalam arah yang berlawanan, maka penukar
panas ini bertipe aliran lawan ( counterflow). Pada umumnya beda suhu antara fluida
yang panas dan yang ingin tidak konstan sepanjang pipa, dan laju aliran panasnya
akan berbeda – beda dari penampang kepenampang. Maka dari itu guna menentukan
laju aliran panas kita harus mempergunakan suatu beda suhu rata – rata yang sesuai.
93
Gambar 12.2. distribusi suhu dalam penukar panas aliran searah lintas tunggal
Gambar 12.3 distribusi suhu dalam penukar panas aliran lawan tunggal
Untuk menentukan laju perpindahan panas dalam semua kasus tersebut diatas,
persamaan ;
(12-1)
yang dinamakan beda suhu adalah keseluruhan rata – rata logaritmik ( logarithmic
mean overall temperature difference – LMTD ). LMTD juga berlaku bila suhu salah
satu fluida tersebut konstan.
(12-2)
94
Jika suatu penukar panas bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan
panas dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD untuk susunan
pipa ganda aliran lawah arah dengan suhu fluida panas dan suhu fluida dingin yang
sama. Bentuk persamaan perpindahan panas menjadi;
q = U.A.F. ∆Tm (12 – 3)
(12-4)
(12-5)
dimana Cmin ialah harga mh cph atau mc cpc yang lebih kecil.
Bila kefektifan penukar panas telah diketahui, maka laju perpindahan panasnya dapat
ditentukan secara langsung dari persamaan
q = ε Cmin ( Thin – Tcin ) (12 - 6)
95
12.5 Faktor pengotoran
Unjuk kerja penukar panas dalam kondisi pengoperasian, terutama dalam
industri proses, seringkali tidak dapat diramalkan dari analisa termal saja. Selama
dioperasikan dengan kebanyakan cairan dan beberapa gas, terbentuk suatu lapisan
kotoran pada permukaan perpindahan panas secara berangsur- angsur. Endapan ini
dapat berupa karat ( rust ), kerak ketel ( boiler scale ), kambus ( silt ), kokas ( cok e ),
atau berbagai endapan lainnya. Efeknya, yang disebut pengotoran (flouling), adalah
mempertinggi tahanan termal. Faktor pengotoran harus didapatkan dari percobaan,
yaitu dengan menentukan U untuk kondisi bersih dan kondisi kotor untuk penukar
panas. Oleh karena itu factor pengotoran didefenisikan sebagai;
(12-7)
96
(12-8)
(12-10)
(12-11)
(12-12)
97
DAFTAR PUSTAKA
98