Anda di halaman 1dari 15

POSISI SENTRAL HADITS DALAM STUDI ISLAM

Diajukansebagaibahan Makalah Semester 3

Pada Mata Kuliah metode studi islam

JurusanManajemen Pendidikan Islam(MPI)

Disusun oleh :

RiskiAulia Mediana Gani S NIM:22.23.00026


Muhlis NIM:22.23.00003

Dosen Pengampu :

Algafari TH.Djaafara, S,Pd,I,M,Pd

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


STAI AL MUNAWWARAH TOLITOLI
TAHUN AJARAN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi serta kepada dosen
pengampu. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Tolitoli, 3 Januari 2024


Penulis

Kelompok 5

iI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 2
A. Pengertian Hadits ................................................................................ 2
B. Pembagian Penting Hadits ................................................................... 2
C. Fungsi Hadist Dalam Studi Islam ........................................................ 7
D. Kedudukan Hadist Dalam Studi Islam ................................................. 9
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 11
A. Kesimpulan .......................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 12

iiI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis Rasulullah adalah sebagai pedoman hidup yang utama bagi umat
Islam setelah Alquran. Tingkah laku manusia yang tidak ditegaskan
ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara mengamalkannya, tidak
diperincikan menurut dalil yang masih utuh, tidak dikhususkan menurut
dalil yang masih mutlak dalam Alquran, hendaklah dicarikan
penyelesiannya dalam Hadis.
Sejak masa lalu umat Islam telah mengakui bahwa hadis Nabi saw
adalah sumber kedua syariat Islam setelah Alquran. Hal itu tercatat dalam
warisan ilmu pengetahuan Islam dan dijelaskan oleh ilmu usul fikih dalam
semua mazhab. Telah banyak kitab yang ditulis untuk menjelaskan hal itu,
baik pada masa lampau maupun masa modern ini. Ini merupkan masalah
yang tidak diperselisihkan oleh semua orang yang bertuhankan Allah,
beragama Islam, dan mengakui bahwa Muhammad saw. adalah
Rasulullah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hadits ?
2. Apa saja pembagian penting hadits?
3. Apa fungsi hadits dalam studi islam?
4. Bagaimana kedudukan hadits disamping Al-qu’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits,
2. Untuk mengetahui pembagian penting hadits,
3. Untuk mengetahui fungsi hadits dalam studi islam,
4. Untuk mengetahui kedudukan hadits disamping Al-qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Secara bahasa kata hadits berarti komunikasi, cerita, percakapan,
baik dalam konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah,
peristiwa, dan kejadian aktual. Sedangkan menurut istilah, hadits berarti
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu
yang berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan ( taqrir ) ataupun sifat 1 .
Ilmu musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang
dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima
dan ditolaknya suatu hadits.2
B. Pembagian Penting Hadits
1. Hadits berdasarkan tingkatan
a. Hadits Mutawatir Secara bahasa, mutawatir adalah isim fa’il dari
at-tawatur yang artinya berurutan. Sedangkan mutawatir menurut
istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah banyak orang
yang menurut kebiasaan mereka terhindar dari melakukan dusta
mulai dari awal hingga akhir sanad. Atau hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang banyak pada setiap tingkatan sanadnya menurut
ajak tidak mungkin perawi tersebut sepakat untuk berdusta dan
memalsukan hadits, dan mereka bersandarkan dalam meriwayatkan
pada sesuatu yang dapat diketahui dengan seperti pendengaran dan
semacamnya. 3
b. Hadits Ahad Hadits ahad menurut bahasa adalah satu. Dan
khabarul wahid adalah yang diriwayatkan oleh satu orang. Adapun
hadits ahad adalah hadits yang belum memenuhi syarat-syarat
mutawatir .

1
Subhi al-Sholeh, Ulum al-Hadits wa Musthallahulu, ( Beirut : Dar ilmu lil
Ilmuyyin, 2006), 31.
2
Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur : Pustaka
al- Kautsar, 2010), 109.
3
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur :
Pustaka al- Kautsar, 2010). 110

2
3

1) Hadits Masyhur
Masyhur adalah yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau
lebih pada setiap thabaqat ( tingkatan ) dan belum mencapai
tingkat mutawatir. Hadits masyhur di luas istilah tersebut dapat
dibagi menjadi beberapa macam yang meliputi: mempunyai
satu sanad, mempunyai beberapa sanad, dan tidak ada sanad
sama sekali.
2) Hadits ‘Aziz
Hadits ‘Aziz adalah suatu hadits yang diriwayatkan dengan
minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
3) Hadits Gharib
Hadits gharib menurut istilah adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri. Dan tidak
dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam
setiap tingkatan periwayatan, akan tetapi cukup terdapat pada
satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain
jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (
sebagai hadits gharib )4. Adapun hadits gharib ini terbagi dua 5,
yaitu :
1) Gharib Mutlaq, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh lebih
dari seorang perawi pada asal sanadnya.
2) Gharib Nisbi, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh lebih
dari seorang perawi pada asal sanadnya ( perawi tingkatan
shahabat ), namun dipertengahan sanadnya terdapat
tingkatan yang perawinya hanya satu orang saja.
2. Pembagian Hadits berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan
Ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan, hadits terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Hadits Shahih

4
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur :
Pustaka al- Kautsar, 2010), 115
5
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, ( Jakarta : Bulan Bintang,
1992), 23.
4

Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini merupakan


makna hakiki pada jasmani. Sedangkan dalam penggunaannya pada
hadits dari makna-makna yang lain, ia adalah makna yang majazi.
Shahih menurut istilah hadits adalah, satu hadits yang
sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan
oleh orang-orang yang ‘adil, memiliki kemampuan menghafal yang
sempurna ( dhabith ), serta tidak ada perselisihan dengan perawi
yang lebih terpecaya darinya ( syadz ) dan tidak ada ‘illat yang
berat. Demikian menurut Imam Nawawi berdasarkan kaidah yang
dibuat oleh Ibnu Shalah 6
Dari defenisi itu bahwa untuk menjadi hadits shahih dipersyaratkan
beberapa hal, berikut ini:
1) Sanadnya bersambung ( ittishalul isnad ), yaitu setiap perawi telah
mengambil hadits secara langsung dari grunya mulai dari
permulaan sampai akhir sanad.
2) Para perawi yang ‘adil, yaitu setiap perawi harus seorang yang
muslim, baligh, berakal, tidak fasik, dan berperangai baik.
3) Dhabith yang sempurna, yaitu setiap perawi harus sempurna
hafalannya. Dhabith ada dua, pertama, dhabith shadr adalah bila
seorang perawi benar-benar hafal hadits yang telah didengarnya
dalam padanya, dan mampu mengungkapkannya kapan saja. Kedua
yaitu dhabith kitab adalah bila seorang perawi “menjaga” hadits
yang telah didengarnya dalam bentuk tulisan.
4) Tidak ada syudzudz ( syadz ). Yaitu hadits tersebut tidak syadz.
Syudzudz adalah jika seorang perawi yang Tsiqqah menyelisihi
perawi yang lebih Tsiqqah darinya.
5) Tidak ada ‘illat yang berat, yaitu hadits tersebut tidak boleh ada
cacat. ‘illat adalah suatu sebab yang tersembunyi yang dapat
merusak status keshahihan hadits meskipun zhahirnya tidak
nampak ada cacat.
b. Hadits Hasan
6
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, ( Bandung : Penerbit Angkasa, 1994 ), .
179
5

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus. Menurut istilah


ialah hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai
akhir, 20 diceritakan oleh orang-orang yang ‘adil, kurang
dhabithnya, serta tidak ada syadzudz dan ‘illat yang berat di
dalamnya. Perbedaan antara hadits hasan dengan shahih terletak
pada dhabith yang sempurna untuk hadits shahih dan dhabith yang
kurang untuk hadits hasan. Kekuatan hukumnya hadits hasan sama
seperti hadits shahih dalam pemakaian-nya sebagai hujjah,
walaupun kekuatannya lebih rendah di bawah hadits shahih.
c. Hadits Dhaif
Dhaif menurut bahasa adalah lawan kata kuat. Dhaif ada dua
macam yaitu lahiriyah dan maknawiyah. Sedangkan yang
dimaksud di sini adalah dhaif maknawiyah.
Hadits dhaif menurut istilah adalah hadits yang di dalamnya
tidak didapati syarat hadits shahih dan tidak pula didapati syarat
hadits hasan. Karena syarat diterimanya suatu hadits sangat banyak
sekali. Sedangkan lemahnya hadits terletak pada hilangnya salah
satu syarat tersebut atau bahkan lebih. Adapun ditinjau dari
kedhaifan hadits, maka hadits tersebut dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1) Hadits Dhaif Karena Sebab Terputusnya Sanad Ditinjau dari
sebab terputusnya sanad, maka hadits ini dapat dibagi kepada :
a) Hadits Muallaq, adalah hadits yang dihapus dari awal
sanadnya seorang perawi ataupun lebih secara berturut-
turut.
b) Hadits Mursal, adalah hadits yang gugur dari akhir
sanadnya seorang perawi sesudah tabi’in ( menghilangkan
shahabat ).
c) Hadits Mu’dhal, adalah hadits gugur dari sanadnya dua
orang perawi ataupun lebih secara berturut-turut, baik itu
terjadi diawal, dipertengahan, atau di akhir sanad.
6

d) Hadits Munqathi’, adalah hadits yang tidak bersambung


sanadnya dan keterputusan sanadnya tersebut bisa terjadi
dari dan dimana saja.
e) Hadits Mudallas, adalah hadits yang menyembunyikan
cacat dalam sanad dan menampakkan pada lahirnya seperti
baik.
2) Hadits dhaif Karena Cacat dari segi Perawinya. Ditinjau dari
sebab kecacatannya yang dimiliki perawinya, maka hadits
dhaif ini terbagi menjadi :
a) Hadits Maudhu’, yaitu hadits yang diada-adakan dan
dibuat-buat yang selanjutnya dinisbatkan kepada Rasulullah
SAW.7
b) Hadits Matruk, yaitu hadits yang terdapat pada sanadnya
perawi yang tertuduh berdusta, dan hadits tersebut tidak
diketahui kecuali hanya pada jalurnya saja.
c) Hadits Munkar, yaitu hadits yang menyendiri dalam
periwayatannya, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak
kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas
kefasikannya yang bukan karena dusta.
d) Hadits Muallal, yaitu hadits yang apabila diteliti secara
cermat terdapat padanya ‘illat yang merusak ke-shahihan
hadits, meskipun tidak terlihat kecacatannya 8
e) Hadits Mudraj, yaitu hadits yang terdapat penambahan yang
bukan berasal dari hadits tersebut
f) Hadits Maqlub, yaitu mengganti suatu lafazh dengan lafazh
yang lain pada sanad hadits atau matannya dengan cara
mendahulukan atau mengkemudiankannya
g) Hadits Mudhtharib, yaitu hadits yang diriwayatkan dalam
beberapa bentuk yang berbeda dan saling bertentangan
antara satu dengan yang lainnya, kemudian perbedaan dan

7
Nawir Yuslem, Ulmul Hadits, ( Ciputat : Mutiara Sumber Widya, 2001), 31
8
Fatchur Rahman, Iktisar Musthalahul Hadits, ( Bandung : al-Ma’arif, 1974),185
7

pertentangan tersebut tidak dapat dikompromikan dan tidak


dapat ditarjih karena masing- masing bentuk sama kuatnya.
h) Hadits Mushahhaf, yaitu hadits yang terdapat perubahan
satu huruf atau beberapa huruf dengan perubahan titik,
sementara bentuk tulisannya tetap.
i) Hadits Syadz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi
yang maqlub, namun bertentangan dengan riwayat perawi
yang lebih Tsiqqah atau lebih baik dari padanya
3) Pembagian Hadits Berdasarkan Tempat Penyandarannya.
Ditinjau dari segi tempat sandarannya dan kepada siapa
hadits tersebut disandarkan, maka hadits tersebut dibagi
menjadi empat macam, yaitu :
a) Hadits Marfu’, adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW dalam bentuk perkataan,
perbuatan, taqrir ataupun sifat.
b) Hadits Mauquf, adalah berita yang disandarkan sampai ke
Shahabat, baik itu berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir,
dan baik sanadnya bersambung maupun terputus
c) Hadits Maqtu’, adalah suatu berita yang disandarkan kepada
tabi’in berupa perkataan atau perbuatan.
C. Fungsi Hadist Dalam Studi Islam
1. Hadis Terhadap Al-Quran
Hadis berfungsi untuk menguatkan dan mengaris bawahi apa
yang terjadi dalam al-quran utntuk menetapakan dan memperkuat
hukum-hukum yang telah ditentukan oleh al-quran sehingga al-quran
dan hadis menjadi sumber-sumber hukum agama islam.
Adapun fungsi yang kedua dari hadis adalah untuk
memperjelas, memperinci, bahkan membatasi pengertian lahirnya al-
quran yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat yang
masih umum, memberikan persyratan ayat-ayat al-quran yang masih
asli dan memberiakan penentuan khusus dan memmberikan penetuan
khusus pada ayat-ayat alquran yang masih umum, al hadis sebagai
8

sunnah Nabi Saw merupakan wujud konkret pelaksanaan hukum


ketetapan dari spirit Al-Quran. Misalnya perintah mengerjakan sholat,
membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, di dalam al-quran tidak
di jelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara-cara melaksanakannya;
tidak di perincikan tentang nisab-nisab zakat, dan juga tidak di
paparkan cara-cara melaukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah di
terangkan secara terperinci dan di tafsirkan sejelas-jelasnya oleh
hadis.
a. Al-Hadis memperkokoh isi kandungan Al-Quran
Allah berfiman dalam surah Al-Baqarah ayat 185
‫ن َم‬
ْ َ ‫ف ان َه ِد ش‬ َ ِ ْ َ‫ن م ِ ات ٍ ْ وال ىَ َد ه ْ ف رق‬
َ ‫لِلن دىً ه آن رْ ِ و َبيِنَ َ اس ال‬
‫هلل يد رِ ِ ال كم ْ وال َ َر سْ ي ال ان َ ضَ مَ ر َ ر هْ شَ ذيِ أ ْن ال ي ِه فِ لَ زِ ْ ق‬
‫خب‬ َ َ‫ف رٍ عدةِ َأ نْ م ِ ي امٍ أ ي ر‬ َ ‫ى‬َ ‫سف‬َ ‫م َ ان َ ك َ نْ مَ و َ يضا ً ِر أَ ع َل َ ْو‬
‫ي‬
َ ‫مه ص‬ ِ ْ ‫ل ونَ ر ك شْ تَ ْكم فَل رَ هْ الش كم‬
ْ ْ ‫من‬ َ ‫َ َد َه ما ىَ و َل َ ا ْكم ع‬
‫كب ولِت‬
َِ ‫ل روا‬ َ ‫ي ب يد رِ ِ ال كم ْ كِم ْل ولِت َ رَ سْ ع ال وا ْ عد ِة َ ع َل َ هل‬
Artinya: Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya
diturunkan aal-quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu pembeda (antara
yaang benar dan yang batil). Karena itu barang siapa dianatara
kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit
atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantiya), sebaiknya hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghedaki kesukaranmu bagimu. Hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas
petunjuk-nya yang di berikan kepadamu, agar kamu bersyukur.
Untuk memperkuat ayat di atas rasullah SAW bersabda: ‫صوموا‬
‫فاقدروا عليكم غم فإن لؤبته وافطروا لؤبته‬. )‫(مسلم رواه‬
Artinya:Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan maka berpuasalah,
juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah (H.R.Muslim).
b. Al-Hadis memberi rincian terhadap ayat-ayat yang bersifat umum
Allah berfirman dalam Al-Quran surah Al-Baqarah a yat 43
9

ِ ‫َوأَ الصالةَ وا يم‬


َ ‫ق كاة َ الز وا وآت َ ين َ اكِع ِ الر عَ م وا َ كعَ ار ْ و‬
Artinya: Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah
beserta orang-orang yang rukuk. Ayat diatas berbicara secara
umum tentang shalat, sedangkan tata cara pelaksanaan shalat
tidak di jelaskan dalam ayat tersebut, maka rasullah SAW di
dalam bersabda dalam hadis yang berbunyi:
‫(مسلم رواه) اصلى رايتمونى كما صلوا‬
Artinya: shalatlah sebagimana kamu melihat aku shalat.
D. Kedudukan Hadist Dalam Studi Islam
Umat islam sepakat bahwa hadis merupakan sumber ajaran islam
kedua setelah al-qur’an. Kesepakatan mereka didasarkan pada nas, baik
terdapat dalam al-qur’an maupun hadist. Seluruh umat islam telah sepakat
bahawa hadist merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati
kedudukan yang sangat penting setelah Al-Quran. Kewajiban mengikuti
hadist bagi umat islam sama wajibnya mengikuti Al-Quran. Hal ini karena
hadist merupakan mubayyin terhadap AlQuran. Pentepan hadits sebagai
sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri,
kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).
Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan
kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang
disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus
diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah
bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama
yang berkaitan dengan petunjuk operasional.
Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan
kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan
petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut
untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu,
keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua
mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah
dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu
10

menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan


bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-
qur`an, tetapi ia Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan
tetap bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam
sehingga tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila
perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun
masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya
menghargai perbedaan tersebut.
Firman allah dalam surah An-Nisa’ ayat 80:
ً ‫ي حفِي‬
‫ظ َ ْهمِ ا‬ َ ‫ن َم و َ هللَ اع َ و َل‬
ْ َ‫ف ى ماَ أَ س َل ْر ْ ع َل َ اك َ ن‬ ْ َ‫ط دْ فَقَ ولَ س الر ت‬
َ ‫نْ َم ِ أ‬
‫طعِ ي‬
Artinya: Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Firman allah dalam surah Al-Hasyr ayat 7:
ِ ‫ان ع ْنه َ ا ْكم ت َه إِ هللَ واتقوا وا َ هللَ ن ال يد شِد َ ْ عقَ ِ اب‬
ْ َ‫ف ول س الر اكم ف‬
َ ‫م َا و َ خذوه‬
َ‫آتَ م َا وَ نَه‬
Artinya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Dari
penjelasan kedua ayat di atas jelaslah bahwa umat Islam harus menjadikan
Hadits dan AlQur’an sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al Qur’an adalah sebagai sumber berbagai ilmu keislaman, karena al
qur’an merupakan pokok ajaran islam, maka segala studi keislaman tidak
boleh bertentangan dengan sumber pokok ini.
Al Qur’an sebagai sumber yang direalisasikan dalam kehidupan
masyarakat, kalau isi serta kandungannya itu belum dapat dipahami
dengan baik. Karena isi serta kandungan al qur’an harus dilaksanakan
dalam kehidupan sehari hari. Didalam al qur’an terdapat berbagai macam
persoalan persoalan yang tidak hanya menyangkut tentang pribadi saja,
tetapi meliputi juga persoalan teologi, persoalan kemasayarakatan,
persoalan yang menyangkut dengan kebutuhan hidup manusiaseperti ilmu
dan teknologi.
Hadist adalah sumber pokok ajaran islam kedua yang disandarkan
kepada sunnah-sunnah Nabi. Yang mana dalam hal ini sebagai penjelas
dari isi-isi kandungan ayat Al Qur’an sebagai pedoman hidup manusia,
juga sebagai penambah hukum dalam keilmuan, teologi, kemasyarakatan
dan lain lain.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada
kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat
diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Subhi al-Sholeh, Ulum al-Hadits wa Musthallahulu, ( Beirut : Dar ilmu lil


Ilmuyyin, 2006).
Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur : Pustaka al-
Kautsar, 2010.
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur :
Pustaka al- Kautsar, 2010).
Syaikh Manna’ al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, ( Jakarta Timur :
Pustaka al- Kautsar, 2010).
Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, ( Jakarta : Bulan Bintang,
1992).
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, ( Bandung : Penerbit Angkasa, 1994 ).
Nawir Yuslem, Ulmul Hadits, ( Ciputat : Mutiara Sumber Widya, 2001).
Fatchur Rahman, Iktisar Musthalahul Hadits, ( Bandung : al-Ma’arif, 1974).

12

Anda mungkin juga menyukai