net/publication/371138053
CITATIONS READS
0 4
1 author:
Ana Faizah
Universitas Batam
21 PUBLICATIONS 10 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Effects Reliability, Tangible, Assurance, Responsiveness to Performance HR through Digital Service Quality in Batam
Government View project
Effect Motivation, Competence, Work Environment, Madani Human Resources through Teacher Performance Islamic
Schools View project
All content following this page was uploaded by Ana Faizah on 30 May 2023.
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT DAN
MANAJEMEN BENCANA
PRADINA PUSTAKA
Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana
Penulis :
M. Khalid Fredy Saputra, S.Kep., Ns., M.Kep. | Ns. Aulia Asman, S.Kep., M.Biomed., AIFO |
Ns. Ana Faizah, S.Kep., M.Biomed | Erna Desi Faradinah, S.K.M. |
Rizki Wan Oktabina, S.KG., M.Si | Maula Mar’atus Solikhah, S.Kep., Ns., M.Kep |
Ns. Anita Lufianti., S.Kep., M.Kes., M.Kep | Ns. Erlangga Galih Z.N., M.Kep., C.NPS |
Ns. Muhammad Arif, S.Kep., M.Kep | Afdhal, S.KM., M. Si |
Ns. Hilma Yessi, S.Kep., M.Kep. | Yeni Rimadeni, S.KM., M.Si. |
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep | Ns. Mariza Elvira, S.Kep., M.Kep |
Ns. Hidayati, S.KM., M.MKes
Editor :
Dini Wahyu Mulyasari
Proofreader :
Pradina Pustaka
Desain Cover :
Tim Pradina Pustaka
Ukuran :
xii, 234 Hlm
Uk : 15.5 x 23 cm
ISBN : 978-623-8106-05-9
IKAPI : 236/JTE/2022
Cetakan pertama :
Februari 2023
Puji dan Syukur kami panjatkan selalu kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia-Nya karena para penulis dari berbagai Perguruan
Tinggi di Indonesia mampu menyelesaikan naskah buku dengan Judul
“Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana”. Latar belakang dari
penerbit mengadakan kegiatan Menulis kolaborasi ini adalah untuk
membiasakan Dosen menulis sesuai dengan rumpun keilmuannya.
Buku dengan judul “Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen
Bencana” merupakan media pembelajaran, sumber referensi dan pedoman
belajar bagi mahasiswa. Buku ini juga akan memberikan informasi secara
lengkap mengenai materi apa saja yang akan mereka pelajari yang berasal
dari berbagai sumber terpercaya yang berguna sebagai tambahan wawasan.
Keberhasilan buku ini tentu tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak.
Pokok-pokok bahasan dalam buku ini mencakup: 1) Konsep
Keperawatan Gawat Darurat; 2) Asuhan Keperawatan Gawat Darurat; 3)
Sistem Triage; 4) Konsep, Prinsip Bencana dan Kejadian Luar Biasa; 5)
Prosedur Tindakan Kegawatdaruratan; 6) Prosedur Tindakan Bencana; 7)
Bantuan Hidup Dasar; 8) Mekanisme Syok dan Resusitasi Cairan; 9) Konsep
Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Pernafasan; 10) Konsep
Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Kardiovaskuler; 11) Konsep
Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Pernafasan; 12) Konsep
Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Endokrin; 13) Konsep Pertolongan
Kegawatan Trauma Kepala, Trauma Dada, Trauma Abdomen; 14) Konsep
Pertolongan Kegawatan Intoksinasi Makanan, Obat Dan Binatang Berbisa;
15) Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penanggulangan Dampak
Bencana.
Akhir kata Dengan terbitnya buku ini, harapan penerbit ialah
menambah referensi dan wawasan baru dibidang pendidikan dan dapat
dinikmati oleh kalangan pembaca baik Akademisi, Dosen, Peneliti,
Mahasiswa atau Masyarakat pada Umumnya.
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR ISI
vii
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
viii
DAFTAR ISI
ix
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Simple Triage and Rapid Treatment (START) (Ryan et al., 2013) ....... 29
Gambar 2. Chain Of Survival For Adult (AHA, 2020) .............................................. 79
Gambar 3. Chain Of Survival For Child And Pediatric (AHA, 2020) ....................... 80
Gambar 4. Tanda dan Gejala Syok ......................................................................... 95
Gambar 5. Penatalaksanaan Syok dengan Resusitasi Cairan ............................. 100
Gambar 6. Sistem Pernafasan .............................................................................. 107
Gambar 7. Algoritme penanganan serangan asma akut di Unit Gawat Darurat1 . 119
Gambar 8. Letak Jantung ...................................................................................... 125
Gambar 9. Ruang Jantung .................................................................................... 125
Gambar 10. A. Lapisan Jantung. B. Katup Jantung .............................................. 127
Gambar 11. Sistem Konduksi Jantung .................................................................. 129
Gambar 12. Gangguan Pembuluh darah di otak................................................... 141
Gambar 13. Stroke hemoragik dan stroke iskemik ............................................... 145
Gambar 14. Fraktur Kranial ................................................................................... 172
Gambar 15. Tanda-tanda Fraktur Kranial ............................................................. 172
Gambar 16. Anisokoria pupil ................................................................................. 174
Gambar 17. The Pneumatic Anti-Shock Garment (PASG) ................................... 184
Gambar 18. Open Pneumothorax ......................................................................... 186
Gambar 19. Tension pneumothorax ...................................................................... 187
Gambar 20. Flail chest ........................................................................................... 189
Gambar 21. Fraktur costae .................................................................................... 190
Gambar 22. Kontusio paru..................................................................................... 191
Gambar 23. Jenis fraktur ....................................................................................... 194
Gambar 24. Dislokasi radius.................................................................................. 195
Gambar 25. Strain.................................................................................................. 196
Gambar 26. Strain.................................................................................................. 196
Gambar 27. Pasien yang terpasang LSB .............................................................. 199
Gambar 28. Siklus Penanggulangan Bencana ..................................................... 223
Gambar 29. Siklus Latihan Kesipasiagaan ........................................................... 228
x
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
xi
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
xii
BAB 1
KONSEP KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
M. Khalid Fredy Saputra, S.Kep., Ns., M.Kep
Stikes Baitul Hikmah Lampung
B. Definisi Kegawatdaruratan
Makna dari gawat sendiri ialah suatu hal yang mengancam
nyawa, sedangkan darurat ialah segala sesuatu yang perlu
ataupun segera mendapatkan penanganan dan sebuah tindakan
untuk menghilangkan ancaman nyawa seseorang. Jadi, bisa di
katakan bahwa gawat darurat merupakan suatu keadaan yang
mengancam nyawa seseorang dan harus dilakukan tindakan
sesegera mungkin untuk menghindari kecacatan bahkan
kematian seseorang (Hutabarat and Putra, 2016). Gawat darurat
merupakan suatu keadaan yang bisa terjadi secara mendadak
dan dapat mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan/pertolongan segera dalam arti
pertolongan secara cermat, tepat dan cepat (Putri, 2015).
Keadaan darurat ialah suatu keadaan yang terjadi secara
mendadak, sewaktu-waktu, kapan saja, dimana saja dan dapat
menyangkut kepada siapa saja sebagai suatu akibat dari sebuah
kecelakaan, proses medik ataupun sebab dari perjalanan suatu
penyakit (Putri, 2015).
Situasi gawat darurat sendiri bukan hanya terjadi akibat lalu
lintas jalan raya saja, tetapi juga dapat terjadi dalam lingkup
keluarga maupun perumahan. Sebagai contoh bahwa seseorang
yang tadinya terlihat sehat di rumah ataupun seseorang yang
sedang berolahraga tiba – tiba saja terkena serangan penyakit
jantung, seorang yang sedang makan tiba-tiba tersedak, seorang
yang sedang membersihkan halaman rumah ataupun sedang
beraktivitas di kebun tiba-tiba digigit ular berbisa, dan lain
sebagainya. Ke semua tragedi dan situasi tersebut perlu segera di
2
BAB 1
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
4
BAB 1
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
5
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
6
BAB 1
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
7
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
8
BAB 1
KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DAFTAR PUSTAKA
DepKes, R.I. (2018) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan,
Tersedia http//www depkesgoid/resources/download/pu
sdatin/profil.
Hutabarat, R.Y. and Putra, C.S. (2016) ‘Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan’, Bogor: In Media [Preprint].
Ida Mardalena, I.M. (2019) ‘Asuhan keperawatan gawat darurat’.
Jainurakhma, J. et al. (2021) Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yayasan Kita Menulis.
Krisanty, P. et al. (2009) Asuhan keperawatan gawat darurat. Trans
Info Media.
Maria, I., Pusparina, I. and Norfitri, R. (2019) Caring dan Comfort
Perawat Dalam Kegawatdaruratan. Deepublish.
Mozaffarian, D. et al. (2016) ‘Heart disease and stroke statistics—
2016 update: a report from the American Heart Association’,
circulation, 133(4), pp. e38–e360.
Putri, P.D. (2015) ‘Aplikasi Panduan Pertolongan Pertama Pada
Keadaan Darurat Berbasis Android’[Preprint].
Rosdahl, C.B. and Kowalski, M.T. (2020) ‘Buku Ajar Keperawatan
Dasar: Higiene Personal’.
Sutawijaya, R.B. (2009) ‘Gawat Darurat Panduan Kesehatan Wajib di
Rumah Anda’, Yogyakarta: Aulia Publishing [Preprint].
9
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
M. Khalid Fredy Saputra, S.Kep., Ns.,
M.Kep adalah penulis buku keperawatan
gawat darurat dan manajemen bencana.
Penulis merupakan anak dari Drs. H
Mudarni, M.Pd.I dan Hj. Erna Wati, S.Pd
sebagai anak ke- dua dari tiga bersaudara,
Kakak penulis bernama M.Eko Arif Saputra,
S.Pd dan adik bernama Apt. Rizka Amalia
Putri, S.Farm. Penulis menempuh pendidikan di SDN 1 Pasar Krui,
melanjutkan pendidikan di MTs NU Krui, MAN 1 Pesisir Barat
kemudian melanjutkan kuliah di perguruan tinggi dengan
jurusan S1 Keperawatan ( S.Kep ) dan Profesi Ners ( Ns ) di
Universitas Mitra Indonesia, setelah itu melanjutkan kuliah lagi
di jenjang S2 dengan jurusan Magister Keperawatan di
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penulis aktif di dunia organisasi saat menjadi pelajar dan di
bangku perkuliahan, pernah menjabat sebagai Presiden BEM di
Universitas Mitra Indonesia, aktif di HMI (Himpunan mahasiswa
Islam), LDK (Lembaga dakwah kampus), UKM Seni dan Olahraga,
Pramuka, PPI Pesisir Barat dan kerap di undang menjadi
narasumber di berbagai kegiatan seminar.
Penulis adalah Owner serta Direktur Utama di CV. Sahabat
Cerdas Indonesia, sebagai praktisi keperawatan dan menjadi
dosen keperawatan perguruan tinggi di provinsi lampung,
Penulis juga sering mengikuti berbagai kegiatan pelatihan
sertifikasi dan mendapatkan berbagai gelar non akademik
seperti CP.NNLP, CH., CHt., CBWCN., C.PI., C.PS., C.MPI dan lain
sebagainya.
10
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
Ns. Aulia Asman, S.Kep., M.Biomed., AIFO
Universitas Negeri Padang
1. Pre Hospital
Rentang kondisi gawat darurat pada pre hospital dapat
dilakukan orang awam khusus ataupun petugas kesehatan
diharapkan dapat melakukan tindakan penanganan berupa:
1. Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian
yang berisiko menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya
pecahan kaca yang masih menggantung dan lain-lain.
2. Melakukan triase atau memilih dan menentukan kondisi
gawat darurat serta memberikan pertolongan pertama
sebelum petugas kesehatan yang lebih ahli datang untuk
membantu
3. Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara
4. Melakukan evakuasi yaitu korban dipindahkan ke tempat
yang lebih aman atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang
sesuai kondisi korban
5. Mempersiapkan masyarakat awam khusus dan petugas
kesehatan melalui pelatihan siaga terhadap bencana
2. In Hospital
Kondisi gawat darurat in hospital dilakukan tindakan
menolong korban oleh petugas kesehatan. Tujuan pertolongan di
rumah sakit adalah:
1. Memberikan pertolongan profesional kepada korban
bencana sesuai dengan kondisinya
2. Memberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup
Lanjut (BHL)
3. Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamika
yang akurat
4. Melakukan rehabilitasi agar produktivitas korban setelah
kembali ke masyarakat setidaknya setara bila dibanding
bencana menimpanya
5. Melakukan pendidikan kesehatan dan melatih korban
mengenali kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki
12
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3. Post Hospital
Kondisi gawat darurat post hospital hampir semua pihak
menyatakan sudah tidak ada lagi kondisi gawat darurat padahal
kondisi gawat darurat ada yang terjadi setelah diberikan
pelayanan di rumah sakit, contohnya korban perkosa.
Korban perkosa mengalami gangguan trauma psikis yang
mendalam seperti, merasa tidak berharga, harga diri rendah,
sehingga mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya
sendiri.
Tujuan diberikan pelayanan dalam rentang post hospital
adalah:
1. Mengembalikan rasa percaya diri pada korban
2. Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat
tumbuh dan berkembang
3. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada orang-orang
terdekat dan masyarakat yang lebih luas
4. Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat
kehidupan nyata korban
5. Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupannya pada
masa yang akan datang (Hutabarat & Putra, 2016).
Tujuan penanggulangan gawat darurat adalah:
1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat,
hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat.
2. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3. Penanggulangan korban bencana Penolong harus
mengetahui penyebab kematian agar dapat mencegah
kematian.
Berikut ini penyebab kematian, antara lain:
1. Mati dalam waktu singkat (4-6 menit)
a. Kegagalan sistem otak
b. Kegagalan sistem pernapasan
13
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
D. Penetapan Prioritas
Tujuan asuhan keperawatan gawat darurat adalah
melakukan dengan segera resusitasi yang efektif dan stabilitasi
pasien gawat. Dengan cara mengidentifikasi pasien dengan
14
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
15
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
16
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
5 Stop Perdarahan
6 Pasang Infus
7 Berikan Oksigen
8 Kaji bagian kepala dan leher → Cervical Coller
9 Identifikasi data tentang penyakit pasien → kartu, gelang
10 Kaji Pengembangan dada
11 Kaji ektremitas atas, palpasi nadi
12 Kaji abdomen → Distensi, Lesi
13 Kaji Tulang belakang
14 Kaji ekstremitas bawah
Diagnosa Keperawatan :
1 Jalan nafas yang tidak efektif
2 Gangguan kebutuhan O2
3 Gangguan keseimbangan cairan
4 Penurunan Kardiak output
17
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
18
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
19
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
20
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DAFTAR PUSTAKA
Asman A, et al (2022) Konsep keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana. Cetakan I debruari 2022, ISBN :978-623-
448-023-8, Penerbit : PRCI. 180 hal.
Asman A, et al (2020) Mitigation and Adaptation of Community using
AHP in Earthquake Disaster-Prone Areas in Pagar Alam City –
Indonesia, ISSN : 2394-0913.
Asman A, et al (2022) Keperawatan Bencana. Cetakan I Juli 2022,
ISBN :978-623-448-153-2, Penerbit : PRCI.
Black, I. M, and Jacobs, E. M (1996). Medical Surgical Nursing : A
Psychophysiologic Approach. Philidelphia: W.B Saunders
Company.
Hutabarat, R. Y., & Putra, C. S. (2016). Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor: In Media.
Krisanty, P., Manurung, S., Suratun, Wartonah, Sumartini, M., Dalami,
E. Setiawati. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
(Jusirman, Ed.). Jakarta: Trans Info Media.
Luckmann, J and Sorensen, K.C (1987) Medical Surgical
Nursing.Philidelphia : W. B. Saunders Company.
Phipps and Long (1983). Essentials of Medical surgical Nursing.
Philidelphia : W. B. Saunders Company.
Polaski, A.L ; and Tatro, S.e. (1996). Care Principles and Practice of
Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W. B. Saunders
Company.
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G (1996). Textbook of Medical Surgical
Nursing. Philidelphia : Lippincott
Sutawijaya, R. B. (2009). Gawat Darurat. (Farah, Ed.). Yogyakarta:
Briliant Offset.
21
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Aulia Asman
Adalah Peneliti, Penulis, Perawat
dan Dosen Diploma III Keperawatan
Universitas Negeri Padang, memperoleh
gelar Sarjana Keperawatan, Ners, di
Universitas Andalas dan Magister
Biomedik di Universitas Andalas. Ia aktif
terlibat dalam setiap penelitian yang
berkaitan dengan Disaster Emergency Keperawatan,
Keperawatan Medikal Bedah, Ilmu Biomedik Dasar (Ilmu Faal/
Anatomi Fisiologi) dan Patofisiologi Keperawatan,serta
menghasilkan beberapa karya ilmiah dalam bentuk Buku, HAKI,
jurnal ter indeks SINTA-Indonesia (ID:6686128) dan SCOPUS
(ID:57218898934). Saat ini merupakan mahasiswa Program
Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Negeri Padang (Gawat
Bencana Kesehatan) dan juga menjadi anggota DPD Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Padang Pariaman. Penulis
memiliki kepakaran dibidang Gawat Medikal Bedah dan Mitigasi
Bencana Kesehatan. Dan untuk mewujudkan karir sebagai dosen
profesional, penulis pun aktif sebagai peneliti dan Pengabdian
dibidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian dan
Pengabdian yang telah dilakukan didanai oleh internal perguruan
tinggi, dan sedang menunggu patent sederhana mengenai Digital
Infusion Monitoring System. Selain peneliti, penulis juga aktif
menulis di media masa/elektronik dan buku dengan harapan
dapat memberikan kontribusi positif bagi Profesi Keperawatan,
Agama serta Bangsa dan Negara.
22
BAB 3
SISTEM TRIAGE
Ns. Ana Faizah, S.Kep., M.Biomed
Universitas Batam
A. Definisi Triage
Triage berasal dari kata "trier" bahasa Perancis yang
memiliki arti bahasa Indonesia “pemilahan”. Istilah triage
digunakan untuk menggambarkan proses pemilahan dan
pembagian berdasarkan kategori tertentu. Triage digunakan
dalam lingkup keperawatan dan medis untuk mengkategorikan
pasien berdasarkan tingkat keparahan yang dialami, adanya
temuan perluasan, selanjutnya pasien ditentukan sebagaimana
urutan pemilahan triage dengan pertimbangan perawatan dan
pemantauan yang dibutuhkan. Triage juga dimaknai penetapan
derajat urgensi pada luka cedera atau penyakit tertentu sebagai
dasar untuk memutuskan urutan dan tindakan keperawatan
pada sejumlah besar pasien atau korban (Yancey & Rourke,
2022).
Triage dapat diartikan sebagai proses memilah pasien
menurut tingkat keparahannya. Pasien akan mendapatkan
pelayanan medis dan keperawatan sesuai dengan kondisi dan
tingkat kegawatan. Pada saat atau setelah proses triage, maka
keluarga atau pengantar pasien secara bersamaan diarahkan
untuk mendaftar identitas pasien, kemudian pasien akan dilayani
oleh dokter dan perawat. Selanjutnya penetapan diagnosis dan
terapi yang dilakukan terhadap pasien, serta pemeriksaan fisik
dan penunjang (laboratorium, radiologi).
Triage merupakan salah satu kompetensi skill keperawatan
yang harus dimiliki oleh perawat unit gawat darurat dan hal ini
sebagai salah satu keterampilan yang membedakan antara
perawat unit gawat darurat dengan perawat unit khusus lainnya.
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
24
BAB 3
SISTEM TRIAGE
C. Klasifikasi Triage
Sistem triage yang lazim digunakan, meliputi: spot check
(quick-look); comprehensive; two-tier; expanded; dan bedside
triage
1. Spot check (quick-look) triage system. Sistem ini
memungkinkan identifikasi segera terhadap pasien dengan
akuitas kegawatdaruratan yang tinggi, dimana perawat triage
melakukan pengkajian dan mengategorikan pasien
berdasarkan kriteria triase yang ditentukan dalam waktu 2-3
menit.
2. Comprehensive triage system. Sistem ini menerapkan primary
trauma survey dan pendokumentasian mulai dilakukan
dengan menggunakan standar Emergency Nurses Association
(ENA), antara lain meliputi: pengkajian keadaan umum
pasien, jalan nafas (airway), pernapasan (breathing), sirkulasi
(circulation), tingkat kesadran dan disabilitas (disability).
Pada tahap secondary trauma survey berikutnya pasien
dilakukan pengkajian riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lebih mendalam dan komprehensif, meliputi: pengkajian
ekspos terhadap area cedera dan sekitarnya (exposure),
tanda-tanda vital (full of vital signs) dan pemeriksaan nadi
oksimetri sekaligus pengkajian nyeri yang dirasakan pasien,
apabila memungkinkan maka dilanjutkan dengan
25
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
26
BAB 3
SISTEM TRIAGE
D. Pengkategorian Triage
Pengkategorian triage berdasarkan baseline situasi:
bencana, pre-hospital, in-hospital.
1. Triase Bencana adalah pendekatan yang digunakan oleh
masyarakat dalam membantu tenaga profesional dalam
memilah pasien pada saat bencana atau kedaruratan
(Community-Quick Response Sorting Technique). Triage
bencana ini memilah pasien dalam kategori tertentu menurut
warna:
a. Hijau, dimana label warna hijau diberikan kepada pasien
yang mampu berjalan
b. Merah, dimana label warna hijau diberikan kepada pasien
yang tidak mampu berjalan karena cedera yang dialami
2. Pre-hospital modifikasi triage yang paling sering digunakan
yaitu START (Simple Triage & Rapid Treatment), sedangkan
triage pre-hospital yang digunakan untuk menangani kasus
kecelakaan massal yaitu MCI (Multiple Casualty Incident).
Sistem ini dilakukan oleh petugas triage dalam durasi waktu
60 detik atau kurang untuk tiap pasien, dan mencakup
pemeriksaan respirasi (Respiration), sirkulasi (perfusion),
dan status mental (Mental Status) (Ryan, Cooper, & Tauer,
2013). Modifikasi START triage menggunakan prioritas
berikut:
27
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
E. Alogaritma Triage
Algoritma triage pada dasarnya merujuk pada modifikasi
START triage dengan mengelompokkan pasien menjadi empat
kategori prioritas sebagaimana diuraikan sebelumnya, dalam hal
ini mencakup pemeriksaan respirasi (Respiration), sirkulasi
(perfusion), dan status mental (Mental Status) sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 1 berikut ini:
28
BAB 3
SISTEM TRIAGE
Gambar 1. Simple Triage and Rapid Treatment (START) (Ryan et al., 2013)
29
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
30
BAB 3
SISTEM TRIAGE
31
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
32
BAB 3
SISTEM TRIAGE
4. Batuk
HITAM: DEATH ON ARRIVAL (response time: 120 menit)
Henti napas, henti jantung, unresponsiveness
33
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
34
BAB 3
SISTEM TRIAGE
DAFTAR PUSTAKA
Panggabean, S. F. M. (2020). Pengambilan Keputusan Terhadap
Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam Keperawatan Klinis Triase
Di Ruang Igd. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.31219/osf.io/kz7um
Ryan, Cooper, & Tauer. (2013). START Simple Triage And Rapid
Treatment. Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents, 12–26.
Widiyanto, A., Handayani, R. T., Mahrifatulhijah, M., Atmojo, J. T., &
Darmayanti, A. T. (2019). The Canadian Emergency
Department Triage & Acuity Scale (CTAS) dan Perubahannya: A
REVIEW. Avicenna : Journal of Health Research, 2(2), 88–95.
https://doi.org/10.36419/avicenna.v2i2.311
Yancey, C. C., & Rourke, M. C. O. (2022). Definition / Introduction.
35
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Penulis lahir di Sidoarjo pada
tanggal 7 April 1984. Penulis
merupakan dosen tetap di
Universitas Batam Program Studi
Keperawatan. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan S1 di
Program Studi Ilmu Keperawatan
dan Profesi Ners Universitas
Brawijaya, selanjutnya penulis
telah menyelesaikan pendidikan S2
di Magister Ilmu Biomedik Universitas Andalas. Saat ini penulis
sedang melanjutkan studi Program Doktor di Universitas Batam.
Penulis aktif melakukan tridharma perguruan tinggi,
pendidikan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, serta kegiatan penunjang secara sustainable
berkelanjutan baik di dalam maupun di luar kampus Universitas
Batam.
Penulis juga aktif melakukan publikasi ilmiah luaran
tridharma yang telah dilakukan baik di jurnal ilmiah Nasional
maupun Internasional, terindeks dan bereputasi. Selain aktif
mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah yang diselenggarakan
institusi, stakeholder, maupun pihak eksternal, penulis juga
berperan aktif dalam mengikuti pertemuan ilmiah tingkat
Nasional dan international global conference as presenter,
attendee, or participant.
ID Scopus 57215497422; ID SINTA 6010577;
anafaizah@univbatam.ac.id.
36
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA
DAN KEJADIAN LUAR BIASA
Erna Desi Faradinah, S.K.M.
Dinkes P2KB Kab. Lumajang
A. Latar Belakang
Bencana dapat terjadi dimana saja, demikian juga di
Indonesia. Dengan kondisi geografisnya yang beragam, mulai
dari daerah yang bergunung-gunung, dataran rendah sampai
dataran tinggi, yang bila dihubungkan dengan faktor iklim dan
cuaca merupakan daerah yang berpotensi untuk terjadi banjir.
Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan yang
mempunyai gunung api terbanyak di dunia. Dengan posisi
istimewanya yang terletak pada pertemuan tiga lempeng kerak
bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan
lempeng Pasifik. Potensi bencana di wilayah negara Indonesia
dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis bencana, yaitu bencana
alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka
kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang
cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan
sistem kewaspadaan dini dan respons terhadap KLB tersebut
dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat. Untuk
dapat mewujudkan respons KLB yang cepat, diperlukan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas
uang diterjunkan ke lapangan. Hasil penyelidikan epidemiologi
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
B. Definisi Bencana
Bencana adalah suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam
atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-
lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta
benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini terjadi di luar
kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Menurut UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana
sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis”.
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga
aspek dasar, yaitu:
1. Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan
merusak (hazard).
2. Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan,
penghidupan, dan fungsi dari masyarakat.
3. Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui
kemampuan masyarakat untuk mengatasi dengan sumber
daya mereka.
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya
peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard)
dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard,
tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat
mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu.
5. Jenis-jenis Bencana
Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007
mengelompokkan bencana ke dalam tiga kategori yaitu:
38
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
39
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
40
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
41
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
42
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
43
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
44
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
45
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
3. Penanggulangan KLB
Penanggulangan dilakukan melalui kegiatan yang secara
terpadu oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat,
meliputi:
1. Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah
untuk mengetahui keadaan penyebab KLB dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kejadian tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku
sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan
pengendalian yang efektif dan efisien.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina. Tujuannya adalah:
a. Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar
sembuh dan mencegah agar mereka tidak menjadi
sumber penularan.
b. Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat,
tetapi mengandung penyebab penyakit sehingga secara
potensial dapat menularkan penyakit (carrier).
3. Pencegahan dan pengendalian
Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi
perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, tetapi
mempunyai risiko terkena penyakit agar jangan sampai
terjangkit penyakit.
4. Pemusnahan penyebab penyakit
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan
terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan tumbuh-
tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.
46
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
47
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2. Pengendalian KLB
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya
KLB pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko. Dengan
demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya
etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih
diperlukan informasi lain. Informasi tersebut meliputi:
a. Keadaan penyebab KLB
b. Kecenderungan jangka panjang penyakit
c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas.
48
BAB 4
KONSEP, PRINSIP BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2010. Rencana Aksi
Nasional: Pengurangan Risiko Bencana 2010-2012. Jakarta:
BNPB.
Husein & Onasis. 2017. Manajemen Bencana. Jakarta : Kemenkes RI
Kemenkes RI No 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana Bidang kesehatan
Kemenkes RI. 2015. Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan
dalam Pengurangan Risiko Bencana Insternasional.
Mahawati, E. (2020). Surveilans Kesehatan dalam Kondisi Bencana.
Semarang : Sultan Agung Presss
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Palang Merah Indonesia. (2008). Bertindak Cepat-Tepat Kenali dan
Kurangi Risiko Bencana. Jakarta: Palang Merah Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan.
Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Management Bencana. Jakarta: Dian
Rakyat.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pengaggulangan
Bencana, (2007).
49
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Erna Desi Faradinah, lahir di
Lumajang pada 13 Oktober 1991 dan
sekarang menetap di Lumajng.
Menyelesaikan pendidikan dasar di SDN
Rogotrunan 01 pada tahun 1998,
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Sukodono pada tahun 20024 dan SMA
Negeri 2 Lumajang pada tahun 2007 serta
melanjutkan pendidikan Strata satu di
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember pada tahun 2010. Sekarang tengah
melanjutkan pendidikan Strata dua Pascasarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember. Melanjutkan pendidikan Strata
dua karena saya senang di dunia pendidikan dan bercita cita
bekerja di bidang akademik sebagai dosen. Motto hidup yang
saya “Hidup Bukan untuk Menyerah, Tetapi untuk Belajar dan
Berjuang”.
50
BAB 5
PROSEDUR TINDAKAN
KEGAWATDARURATAN
Rizki Wan Oktabina, S.KG., M.Si
Poltekkes Kemenkes Aceh
A. Definisi Kedaruratan
Semua yang dialami korban yang tidak tergolong dalam
kecelakaan dimasukkan dalam kelompok kedaruratan medis.
Seseorang yang mengalami kasus medis mungkin juga dapat
mengalami cedera sebagai akibat dari gejala gangguan fungsi
tubuh yang terjadi misalnya kehilangan kesadaran lalu terjatuh
sehingga terjadi suatu luka.
Dalam penatalaksanaan Pertolongan Pertama kasus medis
tidak banyak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal
yang paling penting adalah mengenali kedaruratannya, terutama
secara dini. Kesimpulan mengenai keadaan yang dihadapi hampir
80% diperoleh berdasarkan wawancara dengan penderita bila
sadar, keluarganya atau saksi mata dan sumber informasi
lainnya. Dalam penatalaksanaan penderita yang paling penting
adalah menjaga jalan napas dan memantau tanda vital penderita
secara teratur.
Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing)
merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif
diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang
mengancam kehidupan. Tujuan penanggulangan gawat darurat
adalah:
1. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat,
hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
2. Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih memadai
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
52
BAB 5
PROSEDUR TINDAKAN KEGAWATDARURATAN
53
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
54
BAB 5
PROSEDUR TINDAKAN KEGAWATDARURATAN
4. Sengatan Panas
Merupakan keadaan yang mengancam nyawa. Suhu tubuh
menjadi terlalu tinggi dan pada banyak kasus penderita tidak lagi
berkeringat. Bila tidak diatasi dengan segera, maka sel otak akan
segera mati.
1. Gejala dan tanda:
a. Pernapasan cepat dan dalam.
b. Nadi cepat dan kuat diikuti nadi cepat tetapi lemah.
c. Kulit teraba kering, panas kadang kemerahan
d. Manik mata melebar.
e. Kehilangan kesadaran.
f. Kejang umum atau gemetar pada otot.
2. Penatalaksanaan :
a. Turunkan suhu tubuh penderita secepat mungkin.
b. Letakkan kantung es pada ketiak, lipat paha, di belakang
lutut dan sekitar mata kaki serta di samping leher.
c. Bila memungkinkan, masukkan penderita ke dalam bak
berisi air dingin dan tambahkan es ke dalamnya.
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan.
5. Paparan dingin (Hipotermia)
Udara dingin dapat menyebabkan suhu tubuh menurun.
Suhu lingkungan tidak perlu sampai beku untuk mencetuskan
hipotermia. Ada beberapa keadaan yang memperburuk
hipotermia yaitu faktor angin dan kekurangan makanan.
1. Gejala dan tanda
Hipotermia sedang :
a. Menggigil.
b. Terasa melayang.
c. Pernapasan cepat, nadi lambat.
d. Gangguan penglihatan.
e. Reaksi mata lambat.
f. Gemetar.
55
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
Hipotermia berat :
a. Pernapasan sangat lambat.
b. Denyut nadi sangat lambat.
c. Tidak ada respons.
d. Manik mata melebar dan tidak bereaksi.
e. Alat gerak kaku.
f. Tidak menggigil.
2. Penanganan hipotermia:
a. Rawat penderita dengan hati-hati, berikan rasa nyaman.
b. Penilaian dini dan pemeriksaan penderita.
c. Pindahkan penderita dari lingkungan dingin.
d. Jaga jalan napas dan berikan oksigen bila ada.
e. Ganti pakaian yang basah, selimuti penderita, upayakan
agar tetap kering.
f. Bila penderita sadar dapat diberikan minuman hangat
secara pelan-pelan.
g. Pantau tanda vital secara berkala.
h. Rujuk ke fasilitas kesehatan.
56
BAB 5
PROSEDUR TINDAKAN KEGAWATDARURATAN
DAFTAR PUSTAKA
Asman Aulia. 2022. Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen
Bencana. Universitas Negeri Padang.
Hamarno, R., & Tyas, M. D. C. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan
& Manajemen Bendaca. PPSDM Kemenkes RI.
57
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Rizki Wan Oktabina Adalah Penulis,
lahir dari orang tua Bapak H. Binakir dan
Hj. Halimah sebagai anak ke tiga dari empat
bersaudara. Penulis dilahirkan di Kota
Takengon Kabupaten Aceh Tengah pada
Tanggal 03 Oktober 1991. Penulis
menempuh pendidikan di mulai dari SD
Negeri Bertingkat Janarata (lulus tahun
2004). Melanjutkan ke SMP Negeri 1
Bandar (lulus tahun 2006) melanjutkan
SMA Negeri 1 Bandar (lulus tahun 2009) melanjutkan ke
Universitas Syiah Kuala Jurusan Kedokteran Gigi (lulus tahun
2013) dan melanjutkan ke Magister Ilmu Kebencanaan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (lulus tahun 2018) Hingga
kini penulis aktif sebagai Dosen Poltekkes Kemenkes Aceh.
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan
berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan
tulisan ini. Semoga dengan tulisan ini dapat memberikan
kontribusi positif bagi pembaca khususnya bidang ilmu
kebencanaan dalam penanggulangan krisis kesehatan.
58
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN
BENCANA
Maula Mar’atus Solikhah, S.Kep., Ns., M.Kep
Universitas Kusuma Husada Surakarta
60
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
61
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
62
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
12. Jika air terus meninggi segera hubungi instansi atau pihak
berwenang
13. Jika mungkin pergilah ke tempat pengungsian yang tersedia
63
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
64
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
65
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
66
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
67
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
68
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
69
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
70
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
3. Jika jalan keluar harus melewati api, tutup kepala dan badan
dengan kain/selimut basah.
4. Balut tangan saat memegang pegangan pintu yang
kemungkinan panas akibat terbakar, atau keluar lewat
jendela. Jika pegangan pintu tidak panas, buka perlahan dan
lihatlah apakah jalan terblokir oleh asap/api. Apabila
terblokir, keluarlah melalui jendela. Jika tidak, segera tutup
pintu dari belakang untuk menghambat api menyambar
keluar.
71
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2017). Pedoman Latihan
Kesiapsiagaan Bencana, Membangun Kesadaran, kewaspadaan
dan kesiapsiagaan dalam menghadapi Bencana. Jakarta:
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. .(2017), Buku Saku
Tanggap Tangkas Tanguh Meghadapi Bencana. Jakarta
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan rakyat Badan
pengembangan Sumber Daya Manusia. (2017). Modul
Penanggulangan Bencana Banjir
Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Pendidikan Nasional. (2009). Modul Ajar Pengurangan Risiko
Bencana Banjir. Jakarta: Kemdiknas
Pusponegoro, A. D & Sujudi, A (2016). Kegawatdaruratan dan
Bencana. Jakarta: Rayyana
Solikhah, M.M, Krisdianto, M.A, Kusumawardani, L.H. (2020).
Pengaruh Pelatihan Kader tanggap bencana terhadap
kesiapsiagaan bencana. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan
Indonesia, 10(4), 156-162.
72
BAB 6
PROSEDUR TINDAKAN BENCANA
PROFIL PENULIS
Maula Mar’atus Solikhah, S. Kep, Ns.,
M. Kep lahir di Pekalongan 31 Januari
1990. Saat ini merupakan dosen di Prodi
Keperawatan Program Diploma Tiga
Universitas Kusuma Husada (UKH)
Surakarta dan menjabat sebagai ketua
Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UKH
Surakarta. Lulus dari Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Diponegoro
(Undip) pada tahun 2012 dan
melanjutkan di program profesi Undip lulus pada tahun 2013.
Kemudian melanjutkan studi jenjang S2 Keperawatan Komunitas
di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia lulus tahun
2017. Karya tesis yang dihasilkan berhasil meraih Hibah
pendanaan dari DRPM UI dan berhasil di publikasikan di jurnal
International Reputasi Enfermeria Clinica (Scopus Q3). Saat ini
aktif dalam kegiatan tridarma yaitu pengajaran penelitian dan
pengabdian masyarakat. Karya buku kolaborasi yang pernah
ditulis dengan judul pengantar keperawatan gerontik.
73
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR
(BHD)
Ns. Anita Lufianti., S.Kep., M.Kes., M.Kep
Universitas An Nuur
75
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
B. Golden Periode
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka
sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti, sehingga
dalam waktu singkat organ – organ tubuh terutama organ vital
akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal bagi
korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat
mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan
mampu bertahan jika ada asupan gula/ glukosa dan oksigen. Jika
dalam waktu lebih dari 6 menit otak tidak mendapat asupan
oksigen dan glukosa maka otak akan mengalami kematian secara
permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh
karena itu, Golden Periode (waktu emas) pada korban yang
mengalami henti napas dan henti jantung adalah dibawah 6
menit. Artinya dalam waktu kurang dari 6 menit penderita yang
mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai
mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si
korban sangat kecil.
76
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
77
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
C. Chain Of Survival
The Chain of Survival rantai kelangsungan kehidupan adalah
sebuah protokol yang membantu responden pertama, penyedia
layanan gawat darurat medis dan orang awam bersertifikat
menyediakan pelayanan penting untuk korban tersedak atau
serangan jantung dan pernafasan. Tujuan dari rantai
kelangsungan hidup adalah untuk meningkatkan kesempatan
pasien untuk pemulihan melalui tindakan dini. Rangkaian
tindakan yang dilaksanakan pada awal dari setiap kasus
kegawatan medik untuk memberikan bantuan/ pertolongan
dengan tujuan mempertahankan kelangsungan hidup.
Rekomendasi terbaru AHA 2020, rantai kelangsungan hidup
dipisahkan antara perawatan pasien yang mengalami serangan
jantung di luar rumah sakit/ Out of Hospital Cardiac Arrest
(OHCA) dengan pasien yang mengalami serangan jantung di
rumah sakit/ Intra Hospital Cardiac Arrest (IHCA). Pasien yang
mengalami serangan jantung di luar rumah sakit lebih banyak
ditemukan oleh orang awam, namun penemu pertama tersebut
harus mengenali adanya serangan jantung, meminta bantuan dan
memberikan pertolongan pertama dengan segera memulai
Resusitasi Jantung Paru (RJP) pada pasien tersebut. Apabila di
tempat kejadian tersebut terdapat fasilitas Automated External
Defibrilator (AED), maka penolong tersebut harus dapat
menggunakan alat tersebut untuk membantu menyelamatkan
78
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
79
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
80
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
81
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
82
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
83
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
84
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
b) Penolong 2
Posisi : Di kepala korban
Tugas :
(a) Buka Jalan nafas menggunakan teknik head
tilt-chin lift dan jaw thrust (apabila
dicurigai trauma cervical / spinal)
(b) Berikan nafas dengan teknik VE Girp, Lihat
kenaikan dada dan hindari ventilasi
(pemberian nafas) yang berlebihan
(c) Pastikan penolong 1 melakukan kompresi
dengan benar
(d) Ganti tugas dengan penolong 2 setiap 2
menit atau jika penolong 1 kelelahan.
85
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
86
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
2. Komplikasi ventilasi
a. Regurgitasi, aspirasi isi lambung
b. Gastric insuflasi (Penumpukan udara dilambung)
c. Peningkatan tekanan intrathoraks (menurunkan cardiac
output)
3. Komplikasi compressi
a. Fraktur sternum/ costae/iga
b. Pneumothoraks, hemotoraks, kontusio
c. Flail chest
d. Emboli udara
e. Ruptur aorta
f. Luka organ lain seperti Laserasi/ruptur hati, limpa dll.
4. Penghentian CPR
CPR dihentikan apabila:
a. Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas
spontan atau batuk
b. Setelah 30 menit tidak ada hasil
c. Penolong sudah kelelahan
d. Ada penolong yang lebih ahli/ bantuan datang
e. Sudah ada tanda-tanda kematian: kebiruan, kekakuan,
bau busuk, trauma yang
f. memungkinkan tidak bisa tertolong seperti kepala putus
g. Kebijakan SOP rumah sakit
h. Intruksi dokter
i. DNR (Do Not Resutite)
87
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. (2020). Advanced Cardiovascular Life
Support: Provider Manual.
USA: American Heart Association.
American Heart Association. (2020). Basic Life Support: Provider
Manual. USA: American Heart Association
American Red Cross (2020). First Aid/CPR/AED Participant Manual.
USA: StayWell Health & Safety Solutions
A.M. Aaberg, C.E. Larsen, B.S. Rasmussen, C.M. Hansen, & J.M. Larsen.
Basic Life Support knowledge, self reported skills and fears in
Danish High School students and effect of a single 45-min
training session run by junior doctors ; a prospective cohort
study. Resuscitation and Emergency Medicine:22-24. 2014
Latief, S. A. Kartini. (2009). Petunjuk Praktis Anestesiologi dan Terapi
Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mansjoer, A. Sudoyo, A. W. (2010). Resusitusi Jantung Paru. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam. Edisi V jilid I. Jakarta: Interna Publishing
Pro Emergency. Basic Trauma Life Support. Cibinong:Pro
Emergency.2011.
88
BAB 7
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)
PROFIL PENULIS
Ns. Anita Lufianti., M.Kes., M.Kep.
Lahir di Blora, 8 Juli 1977. Penulis
beralamat di Perum Ayodya 2 Blok B No. 3
Purwodadi Grobogan, Jawa Tengah. Istri
dari Hendrik Budi Prasetyo yang telah
dikaruniai dua putra dan satu putri yaitu
Kenzo Paramarafsya Radith Prasetyo,
Kenstano Qafkharu Dante Prasetyo dan
Nikita Queensha Zaffarani Prasetyo.
Penulis merupakan alumni dari Akper Telogorejo Semarang lulus
tahun 1998, kemudian melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan
dan Profesi Ners di Program Studi Ilmu Keperawatan – Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada lulus tahun 2001.
Penulis melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga dengan minat utama Pendidikan
Profesi Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret lulus
tahun 2011. Pada tahun 2013 Penulis menempuh pendidikan S2
di Program Magister Keperawatan Universitas Diponegoro dan
lulus tahun 2016. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan
Doktoral di Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, pada
program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Riwayat Pekerjaan
pada tahun 2001 – 2006 menjadi Dosen di AKPER Krida Husada
Kudus. Tahun 2006 - sekarang (2022) menjadi Dosen di
Universitas An Nuur Purwodadi.
89
BAB 8
MEKANISME SYOK &
RESUSITASI CAIRAN
Ns. Erlangga Galih Z.N., M.Kep., C.NPS
Poltekkes Kemenkes Aceh
91
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
92
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
3. Patofisiologi
Syok dapat muncul akibat dari 4 mekanisme patofisiologis
yang tidak terpisah satu dengan yang lainnya, antara lain
hypovolemia, kardiogenik, obstruksi, dan distributif.
Karakteristik syok cenderung berubah sering dengan perjalanan
penyakit dengan derajat keparahan yang berbeda pada masing-
masing tingkatan/derajatnya. Secara umum syok dibagi menjadi
3 derajat tingkatan yaitu syok ringan (compensated stage), syok
sedang (progressive stage), dan syok berat (irreversible).
Pada stadium compensated stage, mekanisme feedback
negative tubuh masih dapat mengembalikan cardiac output dan
tekanan arteri. Mekanisme feedback tersebut meliputi :
baroreceptor reflex, reverse stress relaxation response, sekresi
angiotensinoleh ginjal, sekresi (ADH) oleh kelenjar pituitari.
Selain itu terdapat mekanisme kompensasi untuk
mengembalikan volume intravaskuler seperti absorpsi air dalam
jumlah yang besar dari saluran cerna, shift cairan dari interstitial
ke kapiler, konservasi air dan garam oleh ginjal, dan rasa haus
yang dirasakan penderita (Guyton, A.C., Hall, 2007).
Reflek simpatik merupakan mekanisme pertama dalam
pemulihan syok karena teraktivasi secara maksimal dalam 30
detik s.d 1 menit pertama. Mekanisme kompensasi yang
melibatkan angiotensin dan vasopressin, serta reverse-stress
relaxation memerlukan waktu 10 menit s.d 1 jam untuk dapat
merespon secara penuh. Namun mekanisme ini berperan besar
dalam meningkatkan tekanan arteria tau filling pressure
sehingga meningkatkan cardiac output. Kemudian mekanisme
untuk mengembalikan volume intravaskuler seperti absorpsi
cairan dari saluran cerna dan retensi cairan serta natrium pada
ginjal memerlukan 1 s.d 48 jam untuk berfungsi maksimal.
4. Manifestasi Klinis
Keadaan syok merupakan kasus gawat darurat yang dapat
menyebabkan kematian apabila tidak dipantau dan ditangani
93
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
94
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
5. Derajat Syok
Derajat syok dapat dibagi ketiga bagian : (Komplemen, dkk.,
2019)
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non-vital
seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini
relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa
adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible).
Kesadaran tidak terganggu, produksi urine normal atau
sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati,
usus, ginjal, dan lainnya). Organ- organ ini tidak dapat
mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti lemak, kulit, dan
otot. Oligouria bisa terjadi dan asidosis metabolik, akan tetapi
kesadaran relatif masih baik.
95
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme
kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke
dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokonstriksi di
semua pembuluh darah lain. Terjadi oligouria dan asidosis
berat, gangguan kesadaran dan tanda- tanda hipoksia jantung
(EKG Abnormal, curah jantung menurun).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum pada pasien syok lebih difokuskan
pada dukungan hemodinamik yang adekuat dalam upaya
pencegahan terjadinya disfungsi dan kegagalan organ. Resusitasi
seharusnya segera dilakukan meskipun identifikasi penyebab
syok masih berjalan. Ketika etiologi syok sudah diketahui,
penyebab utama tersebut harus dikoreksi dengan cepat (Vadakel
& Rizzolo, 2013).
Manajemen awal syok terdiri dari 3 komponen penting yaitu
ventilasi, resusitasi cairan, dan pemberian agen vasoaktif.
Pemberian oksigen sebaiknya dimulai segera untuk mencegah
terjadinya hipertensi pulmonal. Monitoring saturasi dengan
pulse oximetry sering kali tidak reliabel akibat terjadinya
vasokontriksi perifer pada syok sehingga pasien sering kali
memerlukan pemeriksaan gas darah. Intubasi endotrakeal
sebaiknya dilakukan untuk memberikan ventilasi mekanik pada
pasien dengan dyspnea berat, hipoksemia, atau asidosis
persisten (Ph <7,30). Kelebihan penggunaan ventilasi mekanis
adalah berkurangnya oxygen demand dari otot-otot bantu
pernapasan dan mengurangi afterload ventrikel kiri dengan
meningkatkan tekanan intratorakal(Vincent & de Backer, 2013) .
Resusitasi cairan bertujuan untuk dapat meningkatkan
aliran darah mikrovaskuler dan meningkatkan curah jantung. Hal
ini bermanfaat pada semua jenis syok termasuk syok
kardiogenik, karena edema pada syok kardiogenik dapat
menurunkan cairan intravaskuler efektif. Pemberian cairan
96
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
B. Resusitasi Cairan
Tubuh membutuhkan cairan untuk dapat berfungsi dengan
baik. Kehilangan cairan secara berlebihan, baik karena dehidrasi
maupun terjadinya perdarahan, dapat memicu gangguan pada
fungsi organ dalam tubuh. Resusitasi cairan diperlukan untuk
mengembalikan fungsi tubuh dan mencegah pemburukan
kondisi pada pasien hingga terjadinya kematian. Resusitasi
cairan merupakan tindakan yang dilakukan dengan pemberian
cairan untuk mengatasi syok dan menggantikan volume cairan
yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi (Nurfadillah &
Tahir, 2018.).
Manusia terdiri dari 2 bagian cairan tubuh antara lain :
cairan intraseluler (40% berat badan) dan cairan ekstra seluler
(20% berat badan).
1. Pemilihan Cairan Resusitasi
Cairan resusitasi yang ideal digunakan adalah cairan yang
menghasilkan peningkatan cairan intravaskuler yang bertahan
lama dan dapat diprediksi, memiliki komposisi sedekat mungkin
dengan cairan ekstraseluler, dimetabolisme dan diekskresi
sepenuhnya tanpa akumulasi pada jaringan, tidak memiliki efek
samping metabolic dan sistemik, dan cost effective dalam hal
meningkatkan outcome pada pasien (Myburgh & Mythen, 2013).
97
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
98
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
99
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
100
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
101
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
102
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Aletti, F., Conti, C., Ferrario, M., Ribas, V., Bollen Pinto, B., Herpain, A.,
Post, E., Romay Medina, E., Barlassina, C., & de Oliveira, E.
(2016). ShockOmics: multiscale approach to the identification
of molecular biomarkers in acute heart failure induced by
shock. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and
Emergency Medicine, 24, 1–10.
Anita, L., & Susanti, M. M. (2021). HUBUNGAN PENGETAHUAN
ORANG TUA TERHADAP SIKAP PERTOLONGAN PERTAMA
PADA ORANG SYOK DI DESA NGABENREJO GROBOGAN. Jurnal
Ilmiah The Shine, 7(01), 20–25.
Dean, S. (2019). Should the primary percutaneous coronary
intervention pathway be redesigned? British Journal of Cardiac
Nursing, 14(8), 1–15.
Fachrurrazi, F., Nashirah, A., & Awaludin, L. R. P. (2022). Pengelolaan
Pasien Syok karena Perdarahan. GALENICAL: Jurnal Kedokteran
Dan Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh, 1(3), 42–51.
Guyton, A.C., Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
EGC.
Hochman, J. S., & Ohman, E. M. (2009). Cardiogenic shock. John Wiley
& Sons.
Hulu, J. P. K. (2020). Gambaran Hasil Nilai Saturasi Oksigen Dengan
Pulse Oxymetri Pada Pasien Syok.
Jainurakhma, J., Koerniawan, D., Supriadi, E., Frisca, S., Perdani, Z. P.,
Zuliani, Z., Budiono, B., Malisa, N., Rantung, G. A. J., &
Windahandayani, V. Y. (2021). Dasar-Dasar Asuhan
Keperawatan Penyakit Dalam dengan Pendekatan Klinis.
Yayasan Kita Menulis.
Komplemen, T. P. F. K., Plasmin, A. T. F., XIIa, R. E. S., & Anafilatoksi,
F. (2019). PERDARAHAN KID SYOK. Penyakit Infeksi Di
Indonesia Solusi Kini & Mendatang Edisi Kedua: Solusi Kini Dan
Mendatang, 113.
Myburgh, J. A., & Mythen, M. G. (2013). Resuscitation fluids. New
103
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
104
BAB 8
MEKANISME SYOK & RESUSITASI CAIRAN
PROFIL PENULIS
Penulis bernama Ns. Erlangga
Galih Z.N., M.Kep, C.NPS menempuh
pendidikan sarjana Ilmu Keperawatan,
Profesi Ners, dan Magister
Keperawatan Peminatan Keperawatan
Medikal Bedah di Departemen Ilmu
Keperawatan, Universitas Diponegoro.
Saat ini penulis bekerja sebagai dosen
di Program Studi DIII Keperawatan
Banda Aceh, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Aceh.
Penulis konsen mengenai Keperawatan Medikal Bedah bagian
Nefrologi.
105
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN
KEGAWATAN PENYAKIT
SISTEM PERNAPASAN
Ns. Muhammad Arif, S.Kep., M.Kep
Universitas Perintis Indonesia
107
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
108
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
2. Etiologi
Gagal nafas akut dapat disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal dan ektrapulmonal. Kelainan intrapulmonal
meliputi kelainan pada saluran nafas bawah, sirkulasi
pulmoner, jaringan interstitial, kapiler alveolar. Kelainan
ektrapulmonal merupakan kelainan pada pusat nafas,
neuromuskular, pleura maupun saluran nafas atas.
3. Kriteria Gagal Nafas
Kriteria Gagal Nafas menurut Pontoppidan:
Yaitu menentukan kriteria gagal nafas berdasarkan
“mechanic of breathing”, oksigenasi dan ventilasi seperti pada
tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Kriteria Gagal Nafas Menurut Ponttopidan
Acceptable Gawat Gagal Nafas
range Nafas
Mechanic of -RR (X/menit) 12-15 25-35 >35
Breathing -Kapasitas Vital 70-30 30-15 <15
(ml/Kg) 100-50 50-25 <25
-Inspiratory force
(cm
H2O)
Oksigenasi -AaDO2 50-200 200-350 >350
(mmHg)*
-PaO2 (mmHg) 100-75 200-70 <70
(room air) (On mask (On mask O2)
O2)
Ventilasi -VD/VT 0,3-0,4 0,4-0,6 >0,6
-PaCO2 (mmHg) 35-45 45-60 >60^
Terapi -Fisioterapi -
dada - Intubationtrache
Oksigenasi - otomy
Close ventilation
monitoring
109
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
110
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
111
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
112
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
113
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
114
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
115
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
116
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
117
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
118
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
119
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
120
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
DAFTAR PUSTAKA
Behrendt C.F. (2000). Acute Respiratory Failure in the United States:
Incidence and 31-day survival. Chest, Volume 118, Number 4, p
1100-1105.
Busse WW, Lemanske RF Jr. Asthma. N Engl J Med. 2001;344:350-62.
Chian C-F, Tsai C-L, Wu C-P, Chiang C-H, Su W-L, et al. Five-day course
of budesonide inhalation suspension is as effective as oral
prednisolone in the treatment of mild to severe acute asthma
exacerbations in adults. Pulmonary Pharmacology &
Therapeutics. 2011;24:256-260.
Edmonds M, Camargo CA, Pollack CV, Rowe BH. Early use of inhaled
corticosteroids in the emergency department treatment of
acute asthma (Review). Cochrane Database Syst Rev. 2008.
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management
and Prevention. 2015
Hodder R, Lougheed D, Rowe BH, Fitzgerald JM, Kaplan AG, McIvor
A. Management of acute asthma in adults in the emergency
department: nonventilatory management. CMAJ
2010;182(2):E55-67
Kamin W, Schwabe A, Kramer I. Inhalation solutions: which one are
allowed to be mixed? Physico-chemical compatibility of drug
solutions in nebulizers. Journal of Cystic Fibrosis. 2006;5: 205-
213.
Mangku G. 2002. Respirasi. In Universitas Kedokteran Fakultas
Kedokteran Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi. Diktat
Kumpulan Kuliah Buku I. Denpasar. Pp 42-49.
Mash B, Bheekie A, Jones PW. Inhaled vs oral steroids for adults with
chronic asthma. Cochrane Database Syst Rev 2000.
McFadden ER, Jr. Acute Severe Asthma. Am J Respir Crit Care Med.
2003;168:740–59
Murat K, Michael R P. 2012. Respiratory Failure. Available from
:http:// emedicine.medscape.com/article/167981-overview.
Accessed: 1 Maret 2014.
121
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
122
BAB 9
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM PERNAPASAN
PROFIL PENULIS
Penulis merupakan Dosen pada
Program studi DIII Keperawatan
Fakultas Kesehatan, Universitas
Perintis Indonesia (UPERTIS)
Menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 2
Mandau (2000-2003), pendidikan
Diploma Tiga Keperawatan di Akper
Perintis Bukittinggi (2004-2006),
Sarjana Keperawatan (2006-2008) dan
Profesi Ners (2008-2009) pada
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang,
pendidikan Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan
Medikal Bedah pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta (2012-2014). Selama
menjadi dosen, penulis aktif dalam menjalankan Tridarma
Perguruan Tinggi. Penulis juga aktif mengikuti berbagai pelatihan
dan kegiatan orasi ilmiah untuk pengembangan diri. Penulis juga
telah menghasilkan berbagai seperti HKI dan artikel yang terbit
di jurnal nasional. Penulis juga salah satu pengurus DPK PPNI
UPERTIS dan DPD PPNI Kota Bukittinggi. Email Penulis:
perawat.arif@yahoo.co.id.
123
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN
KEGAWATAN PENYAKIT
SISTEM KARDIOVASKULER
Afdhal, S.KM., M. Si
Poltekkes Kemenkes Aceh
125
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
126
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
A B
127
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
128
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
129
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
130
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
6. Gagal jantung
2. Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler yaitu ; umur,
merokok, alkohol, pola diet, pola aktifitas fisik, obesitas dan
hipertensi.
1. Umur
Risiko penyakit jantung meningkat seiring bertambahnya
usia. Hal tersebut sudah menjadi wajar karena semakin
bertambahnya usia maka semakin menurunnya kinerja organ
tubuh manusia.
2. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko mayor untuk terjadinya
penyakit jantung, hal ini dikarenakan asap dari rokok yang
masuk ke dalam tubuh menyebabkan penumpukan plak
dalam pembuluh darah. Seiring dengan waktu, pembuluh
darah menjadi sempit, keras, atau tertutup sepenuhnya oleh
plak sehingga mengganggu kinerja jantung.
3. Alkohol
Mengonsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati alkohol, atau sering disebut dengan jantung
melemah. Selain itu, alkohol memicu terjadinya takikardia
ventrikel.
4. Pola diet
Pola diet rendah karbohidrat tapi tinggi lemak dapat
meningkatkan kolesterol dan penimbunan lemak yang akan
menyebabkan penyempitan dan penyumbatan pada
pembuluh darah, sehingga berisiko terkena serangan jantung
dan stroke.
5. Pola aktivitas fisik
Aktivitas fisik seperti olahraga juga perlu memperhatikan
kondisi tubuh. Jika memang sudah terbiasa olahraga, seperti
atlet, otot jantungnya sudah terbiasa. Tetapi bagi orang yang
tidak pernah atau jarang olahraga, jika langsung dipaksa
131
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
132
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
133
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
134
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
4. Periksa Pernapasan
Cek dan coba atur pernapasan dengan baik. Jika penderita
merasa kesulitan bernapas, berikan ruang di sekitarnya dan
longgarkan pakaian yang terlalu ketat. Minta penderita untuk
mengambil napas dalam-dalam dan membuang perlahan
untuk mengatur agar pernapasan dapat kembali normal.
5. Perbaiki Posisi
Pertolongan pertama pada gejala stroke selanjutnya adalah
memperbaiki posisi penderita. Jika memungkinkan, ubah
posisi penderita menjadi berbaring atau ubah posisi dengan
membaringkan satu sisi tubuh dengan bagian kepala sedikit
diangkat agar penderita merasa lebih nyaman.
Terkadang ketika stroke menyerang, seseorang akan merasa
mual dan ingin muntah sehingga posisi kepala harus sedikit
diangkat agar memudahkan saat ingin muntah dan mencegah
dari tersedak.
3. Pertolongan Pertama pada Serangan Jantung
Serangan jantung merupakan kondisi darurat di mana aliran
darah yang membawa oksigen ke jantung berhenti. Kondisi bisa
terjadi kapan saja dan di mana saja. Sehingga penting untuk
mengetahui bagaimana pertolongan pertama serangan jantung.
Dengan melakukan pertolongan pertama dalam keadaan darurat,
dapat mencegah terjadinya gejala yang lebih serius pada
penderita serangan jantung (Rahayu et al., 2020).
Berikut ini beberapa gejala yang paling umum dari serangan
jantung.
1. Nyeri pada dada
2. Ketidaknyamanan pada tubuh bagian atas, seperti pada bahu,
leher, hingga rahang
3. Sesak napas
135
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
136
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
DAFTAR PUSTAKA
Fikriana, R. (2018). Sistem kardiovaskuler. Deepublish.
Ghani, L., Susilawati, M. D., & Novriani, H. (2016). Faktor risiko
dominan penyakit jantung koroner di Indonesia. Buletin
Penelitian Kesehatan, 44(3), 153–164.
Hidayati, R. (2020). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang
penanganan henti jantung di wilayah Jakarta Utara. NERS Jurnal
Keperawatan, 16(1), 10–17.
Lakhsmi, B. S., & Herianto, F. (2018). Komunikasi Informasi Edukasi
Penyakit Jantung Pada Remaja Obesitas. Jurnal SOLMA, 7(1),
50–57.
Nurhidayat, S. (2014). Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada
remaja di Ponorogo. Jurnal Dunia Keperawatan, 2(2), 40–47.
Rahayu, S., Subekhi, A., Astuti, D., Widaningsih, I., Sartika, I.,
Nurhayani, N., Pangestuti, P., & Rafidah, R. (2020). Upaya
mewaspadai serangan jantung melalui pendidikan kesehatan.
JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 4(2), 163–171.
Rosmary, M. T. N., & Handayani, F. (2020). Hubungan pengetahuan
keluarga dan perilaku keluarga pada penanganan awal
kejadian stroke. Holistic Nursing and Health Science, 3(1), 32–
39.
Sari, L. M., Yuliano, A., & Almudriki, A. (2019). Hubungan
pengetahuan dan sikap keluarga terhadap kemampuan deteksi
dini serangan stroke iskemik akut pada penanganan pre
hopsital. JURNAL KESEHATAN PERINTIS (Perintis’s Health
Journal), 6(1), 74–80.
Willyono, A., Presley, B., Kamallan, C., Primayani, D., Setiawan, E.,
Herawati, F., Budiarto, G., Susanto, H., Haryo, P., &
Gondosudijanto, I. (2018). Penyakit kardiovaskular: Seri
pengobatan rasional. Graha Ilmu.
Wita, I. W. (2016). Cintailah Jantung Kita. Penerbit Balai Pustaka,
Jakarta.di Kasus PT General Electric Lighting Indonesia)
[Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas
137
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
Maret].
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/download/7463/MTk4Mz
U=/Analisis-pengaruh-temperatur-dan-kebisingan-terhadap-
kerja-sistem-cardiovascular-operator-produksi-Studi-Kasus-
PT-General-Electric-Lighting-Indonesia-abstrak.pdf.
Harlan, J. (2018). Analisis Variansi (Pertama). Gunadarma.
Kadir. (2015). Statistika Terapan: Konsep, Contoh, dan Analisis Data
dengan Program SPSS/ Lisrel dalam Penelitian (Satu). PT.
RajaGrafindo Persada.
Muhid, A. (2019). Analisis Statistik - 5 Langkah Praktis Analisis
Statistik dengan SPSS for Windows. In D. N. Hidayat (Ed.),
Zifatama Jawara (Kedua). Zifatama Jawara.
Nuryadi. (2017). Dasar-dasar Statistik Penelitian (Gramasurya (ed.);
1st ed.). Sibuku Media.
Riduwan. (2008). Dasar-dasar Statistika. Alfabeta.
Setiawan, K. (2019). Buku Ajar Metodologi Penelitian. In Jurusan
Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Jurusan Agronomi dan Hortikultura Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
UII. (2013). Modul II Anova.
138
BAB 10
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN PENYAKIT SISTEM
KARDIOVASKULER
PROFIL PENULIS
Afdhal, Lahir di Aceh Utara 20 Juni
1986, Menempuh pendidikan pada
Jurusan Keperawatan Program Studi D III
Keperawatan Banda Aceh Politeknik
Kesehatan Kemenkes Aceh dan berhasil
lulus pada tahun 2008. Penulis kemudian
melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi dan berhasil menyelesaikan studi
S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Serambi Mekkah
pada tahun 2013, dan penulis menyelesaikan studi S2 pada tahun
2018 di Prodi Ilmu Kebencanaan Pasca Sarjana Universitas Syiah
Kuala.
Penulis aktif sebagai peneliti di bidang Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kebencanaan. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan didanai oleh internal perguruan tinggi. Selain peneliti,
penulis juga aktif menulis buku dengan harapan dapat
memberikan nilai positif bagi mahasiswa dan dapat
berkontribusi untuk membangun bangsa dan negara yang sangat
tercinta ini.
139
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN
GAWATAN PENYAKIT SISTIM
PERSYARAFAN
Ns. Hilma Yessi, S.Kep., M.Kep.
Fakultas Psikologi Dan Kesehatan Universitas Negeri
Padang
A. Konsep Dasar
1. Pengertian Stroke
Stroke merupakan gangguan fungsional otak terjadi secara
tiba –tiba dan mendadak dengan ditandai klinis fokal dan klinis
global berlangsung kurang lebih dari 24 jam tanpa tanda
penyebab non vaskuler, termasuk tanda tanda perdarahan
subarachnoid, perdarahan intraserebral, iskemik atau infark
serebri, (Mutiarasari, 2019).
Pendapat (Heriyanti, et al 2020) Stroke merupakan penyakit
atau gangguan fungsi syaraf terjadi secara mendadak disebabkan
terganggunya aliran darah dalam otak. Gangguan neurologis
penderitastroke mengakibatkan disfungsi motorik tubuh,
Disfungsi mtorik akan muncul hemiparise (kelemahan
ekstremitas) dan hemiplegia (kelumpuhan satu sisi tubuh)
disebabkan lesi dari sisi sisi yang berlawanan pada otak (
Ismoyowati, 2019).
Jadi stroke adalah terganggunya fungsi syaraf pada otak
terjadi secara mendadak dengan tanda klinis yang berkembang
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
141
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
1) Hipetrensi
Hipertensi Penyebab utama stroke, tekanan darah
yang diatas normal dapat mempercepat pengerasan
dinding pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga
mempercepat proses arteriosklerosis (usrin, Mutiara
& Yusad 2011)
2) Merokok
Merokok salah satu penyebab stroke iskemik zat zat
kimia yang terkandung didalam rokok dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memicu terjadi ateroskelerosis atau
aneurima pada pembuluh darah. Jika merokok
berlangsung dalam waktu yang lama akan
memperparah dinding pembuluh darah dan memicu
terjadinya stroke.
3) Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan terjadinya
peningkatan kolesterol dan trigliserida diatas batas
normal. Peningkatan kolesterol serum yang teradi,
terutama mencerminkan peningkatan kolesterol low
density lipoprotein (LDL).
LDL merupakan lipoprotein kandungan kolesterol
tinggi dibandingkan lipoprotein lainnya. Plak pada
dinding pembuluh darah yang diakibatkan kolesterol
yang berlebih mengakibatkan penyempitan lumen
yang dikenal dengan aterosklelerosis (Susiwati,
Sunita, & Farizal, 2018).
4) Konsumsi Alkohol
Konsumsi Alkohol dalam jumlah banyak salah satu
pemicu terjadinya hipertensi yang memberikan
142
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
143
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
144
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
145
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
4. Manifestasi Klinik
Beberapa Gejala klinis Stroke seperti:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang
timbul mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemisensorik)
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, atau koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan)
5. Disartia (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler)
7. Diplopia; ataksia (trunkal atau anggota badan)
8. Vertigo, mual, dan muntah atau nyeri kepala.
9. Demam: Meningkatkan kemungkinan endokarditis dan
stroke embolik.
10. Tanda-tanda peningkatan TIK termasuk kelumpuhan CN VI,
papiledema.
11. Nyeri leher: Ini mungkin menyarankan diseksi arteri
cervicocerebral.
12. Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik,
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan penyebab
sistemik: CBC, pemeriksaan trombosit dan pembekuan,
VDRL/RPR, laju sedimentasi eritrosit (ESR), kimia (glukosa,
natrium).
2. CT-scan; menunjukkan kelainan struktural, edema,
hematoma, iskemia, dan infark. Catatan: Mungkin tidak
segera mengungkapkan semua perubahan, misalnya, infark
iskemik tidak terlihat pada CT selama 8-12 jam; namun,
perdarahan intraserebral segera terlihat. Oleh karena itu, CT
scan darurat selalu dilakukan sebelum pemberian aktivator
plasminogen jaringan (t-PA). Selain itu, pasien dengan TIA
146
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
147
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
148
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
149
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
150
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
151
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
152
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
B. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan kegawatdaruratan menggunakan
pendekatan A-B-C ( Airway- Breathing- Circulation). Pada kasus
stroke perlu dilakukan sampai D (Disability) untk mengetahui
adanya kelemahan /kelumpuhan akibat stroke dan
memperkirakan bagian otak yang mengalami gangguan seperti
stroke hemisfer kiri, jika terdapat gejala seperti hemiparise atau
hemiplegia sisi kanan, kelainan lapang pandang kanan, perilaku
lambat disfagia, sangat hati – hati dan mudah prustasi, Stroke
hemisfer terdapat gejala hemiparesis atau hemiplegia sisi kiri,
kelainan bidang visual kiri defisit spasial perseptual atau
menunjukkan penurunan kesadaran.
Airway: Semua pasien dengan dugaan stroke akut harus
dinilai segera pada saat kedatangan untuk memeriksa gangguan
jalan napas. Pasien yang tidak mampu mempertahankan
stabilitas jalan napas harus segera diintubasi (intubasi
neurocritical care). Breathing: Berikan tambahan oksigen jika
saturasi oksigen <94%. Oksigen tambahan tidak
direkomendasikan pada pasien non-hipoksia dengan 'AIS' 6.
Circulation: Semua pasien dengan dugaan stroke akut harus
dinilai segera pada saat kedatangan untuk stabilitas
hemodinamik. Hipotensi dengan tanda perfusi yang buruk
keadaan syok) dapat menyerupai stroke terutama pada pasien
usia lanjut dan harus ditangani dengan tepat. Riwayat hipertensi,
Pasien dengan kecelakaan serebrovaskular sering memiliki
tekanan darah tinggi. Disability: Lakukan pemeriksaan neurologis
terfokus dan dapatkan hasil glukosa saat pemeriksaan.
Pemeriksa harus fokus untuk menentukan apakah (1) ada lesi
dan (2) di mana lesi terlokalisasi.
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
objektif tingkat gangguan kesadaran pada semua jenis pasien
medis dan trauma akut. Skala menilai menurut tiga aspek respon:
153
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
stroke
1. Risiko Perfusi Serebral tidak efektif berhubungan dengan
Aneurisma Serebri
2. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret
3. Gangguan Memori berhubungan dengan
4. Gangguan Menelan
154
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
5. Konfusi Akut
6. Konfusi Kronis
7. Penuruanan kapasistas adaptif intrakranial
8. Resiko Konfusi Akut
9. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(iskemia).
10. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakmampuan menghidu dan melihat
11. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular.
155
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
156
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, M.I. & Brott, T.G., 2011. Update in Intracerebral Hemorrhage.
, 1(3), pp.148–159.
Aksoy, E. (2013) Relationships between Employment and Growth
from Industrial Perspective by Considering Employment
Incentives: The Case of Turkey.International Jurnal of
Economics and Finance Issues. Econjurnals
Turkey.
Batticaca, F. B. (2011). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. (A. Novianty, Ed.). jakarta:
Salemba Medika
Hudak, C. M., dan Gallo, B. M. (2010). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo, 2012. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan
Holistic Vol 1. Jakarta: EGC.
I Aguilar, I Misztal, A Legarra, S Tsuruta (2011) Efficient computation
of the genomic relationship matrix and other matrices used in
single-step evaluation
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22059575/ diakses tgl 10
Januari 2022
Masayu. 2014. Laporan Karya Tulis Ilmiah BAB II
Maulidiyah, I., Nasip, M., & Marlenywati. (2015). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stroke Iskemik pada Pasien
Rawat Inap di RSUD Soedarso Pontianak. Repository Unmuh
Pontianak.
Martono, H & Kuswardani, RA T, (2006) Buku Ilmu Penyakit Dalam
jilid III edisi IV Jakarta pusat 10430
Mutiarasari, D. (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, and
Prevention. Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, 1(2),
36–44.
Padila. (2015). Asuhan Keperawata Maternitas II. Yogyakarta: Nuha
Medika
157
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
158
BAB 11
KONSEP PERTOLONGAN GAWATAN PENYAKIT SISTIM PERSYARAFAN
PROFIL PENULIS
Hilma Yessi lahir di pakasai padusunan
tahun 1979 mulai sekolah D3 Keperawatan
Nan Tongga Lubuk Alung (UNISBAR) pada
tahun 1997 tamat tahun 2000, kemudian
penulis bekerja di RSUD Pariaman, pernah
bekerja di Rumah sakit Karya Medika Tambun
Bekasi. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan
pendidikan S1 Keperawatan di Akademi Keperawatan Nan
Tongga Lubuk Alung (UNISBAR) Tamat pada tahun 2011, Tahun
2011 melanjutkan Ners tamat tahun 2012, Tahun 2014
melanjutkan pendidikan Magister Keperawatan pada Universitas
Andalas menyelesaikan studi S2 tahun 2017. Kemudian penulis
bergabung pada Universitas Negeri Padang tahun 2017 sebagai
Dosen Tetap pengampu mata kuliah Keperawatan gawat Darurat
dan Manajemen Bencana, Manajemen Keperawatan,
Keperawatan Dasar, untuk mewujudkan karier sebagai dosen
profesional penulis juga aktif meneliti dan melakukan
pengabdian masyarakat dibidang kepakaran tersebut. Selain
peneliti, Penulis juga mencoba untuk mulai aktif menulis buku
dengan harapan dapat memberikan kontribusi positif bagi
Agama nusa dan bangsa.
Email Penulis:
hilmayessi@fik.unp.ac.id /nshilmayessi@yahoo.com
159
BAB 12
KEGAWATDARURATAN
ENDOKRINE
Yeni Rimadeni, S.KM., M.Si
Poltekkes Kemenkes Aceh
B. Penyebab KAD
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari KAD adalah
infeksi, yang menyebabkan hampir separuh kasus. Tentu saja,
kondisi stres seperti kecelakaan kardiovaskular, infark miokard,
trauma, obat-obatan dan ketidakpatuhan dalam terapi insulin
dan tidak menjalani program yang diberikan oleh dokter
(Kearney & Dang, 2007).
Penyebab lainnya yaitu Diagnosis baru komplikasi dari
diabetes melitus tipe 1 yang berpotensi mengancam jiwa,
menyebabkan morbiditas dan peningkatan lamanya rawat inap
(Evans, 2019).
161
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
162
BAB 12
KEGAWATDARURATAN ENDOKRINE
E. Pendidikan
Pasien dan keluarga membutuhkan pendidikan dalam
manajemen diabetes untuk mencegah kekambuhan dan gejala
yang pernah di alami. Pasien yang tidak percaya bahwa ia
menderita diabetes (seperti yang di nyatakan oleh anggota
keluarga) menimbulkan tantangan khusus bagi perawat, yang
perlu menyesuaikan pendidikan dan edukasi untuk hal ini.
Manajemen pemantauan penyakit secara harian adalah yang
paling penting, bahkan jika penyakitnya dapat dikendalikan
dengan baik. Tanda dan gejala KAD perlu ditinjau dengan pasien
dan keluarga selama setiap kunjungan ke Rumah Sakit untuk
hiperglikemia dan setiap kali diabetes teridentifikasi di Rumah
Sakit. Anjurkan pasien untuk mendapatkan vaksin influenza
tahunan untuk mencegah sepsis dan pneumonia. Karena
pencetus utama dari KAD adalah infeksi
163
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
164
BAB 12
KEGAWATDARURATAN ENDOKRINE
165
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
166
BAB 12
KEGAWATDARURATAN ENDOKRINE
DAFTAR PUSTAKA
Evans, A. K. (2019). MEDICINE ORIGINAL Diabetic ketoacidosis :
update on management. 396–398.
Gillespie, G. L., & Campbell, M. (2002). Diabetic Ketoacidosis: Rapid
identification, treatment, and education can improve survival
rates. AJN The American Journal of Nursing, 102.
https://journals.lww.com/ajnonline/Fulltext/2002/09001/Di
abetic_Ketoacidosis__Rapid_identification,.4.aspx
Ishii, M. (2017). Endocrine emergencies with neurologic
manifestations. CONTINUUM Lifelong Learning in Neurology, 23
(3NeurologyofSystemicDisease), 778–801.
https://doi.org/10.1212/CON.0000000000000467
Kearney, T., & Dang, C. (2007). Diabetic and endocrine emergencies.
Postgraduate Medical Journal, 83(976), 79–86.
https://doi.org/10.1136/pgmj.2006.049445
167
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Bismillahirrahmanirrahim, Yeni
Rimadeni Adalah Penulis, lahir dari orang
tua Bapak Muhammad Untung. MS dan Ibu
Suginem sebagai anak ke dua dari empat
bersaudara. Penulis dilahirkan di Kota
Takengon Kabupaten Aceh Tengah pada
Tanggal 18 Juni 1984. Penulis menempuh
pendidikan di mulai dari SD Negeri Paya
Tumpi Takengon Aceh Tengah (lulus tahun
1996). Melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Takengon (lulus tahun
1999) melanjutkan SPK Pemda Takengon (lulus tahun 2002)
melanjutkan ke Poltekkes Kemenkes Aceh Jurusan Keperawatan
Prodi DIII (lulus tahun 2005) melanjutkan ke Fakultas Kesehatan
Masyarakat Serambi Mekkah Banda Aceh (lulus tahun 2011),
melanjutkan ke Magister Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh (lulus tahun 2015) dan Kini Tengah Menempuh
Pendidikan Doktoral di Prodi Doktor Matematika dan Aplikasi
Sains Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (2020 sampai dengan
sekarang).
Hingga kini penulis aktif sebagai Dosen Poltekkes Kemenkes
Aceh. Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan
berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan
tulisan ini. Semoga dengan tulisan ini dapat memberikan
kontribusi positif bagi pembaca khususnya bidang ilmu
kebencanaan dalam penanggulangan krisis kesehatan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-
besarnya atas terselesaikannya buku ini.
Motto : Yakin kepada Allah, Selalu mencoba yang terbaik
meski gagal, teruslah berusaha, bermimpi yang besar, kerja keras
untuk mendapatkan rezeki yang berkah, InsyaAllah kesuksesan
akan datang.
168
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN
KEGAWATAN TRAUMA
KEPALA, TRAUMA ABDOMEN,
TRAUMA DADA DAN TRAUMA
MUSKULOSKELETAL
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep
Universitas Kusuma Husada Surakarta
A. Trauma Kapitis
Trauma kapitis merupakan kejadian yang sangat sering
dijumpai. Lebih dari 50% penderita trauma adalah penderita
trauma kapitis. Sebanyak 10% penderita dengan cedera kepala
meninggal sebelum sampai di rumah sakit.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan usaha
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk
mempertahankan perfusi otak dan menghindari terjadinya
cedera otak sekunder, merupakan tindakan yang sangat tepat
untuk keberhasilan pertolongan yang diberikan kepada
penderita cedera kepala. Terlambatnya rujukan penderita
dengan cedera kepala dapat menyebabkan keadaan penderita
memburuk dan berkurangnya kemungkinan pemulihan fungsi
otak dan saraf lainnya.
1. Klasifikasi
Berdasarkan cedera kepala yang diderita, hal tersebut dapat
diklasifikasikan menjadi tiga hal. Yaitu:
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
1. Mekanisme cedera
Cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus/tajam. Cedera kepala tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian atau pukulan akibat benda tumpul. Sedangkan
cedera kepala luka tembus disebabkan oleh luka tembak atau
luka tusuk.
2. Berat ringannya cedera kepala
Secara umum untuk menetapkan berat ringannya cedera
kepala digunakan metode penilaian Glasgow Coma Scale
(GCS) yaitu menilai respon Buka Mata pasien, Respon
Bicara/Verbal pasien dan respon Motorik.
a. Respon Buka Mata (Eye Opening)
4: Membuka mata spontan
3: Membuka mata terhadap suara/perintah
2: Membuka mata terhadap rangsang nyeri
1: Tidak ada respon
b. Respon Bicara (Verbal)
5: Bicara jelas dan baik
4: Bicara mengacau (bingung)
3: Bicara tidak teratur (kacau)
2: Bicara/suara tidak jelas (mengerang/merintih)
1: Tidak ada respon
c. Respon Motorik (Motorik)
6: Mengikuti perintah
5: Melokalisir nyeri
4: Fleksi normal (menarik anggota yang dirangsang)
3: Fleksi abnormal (dekortisasi)
2: Ekstensi abnormal (desebrasi)
1: Tidak ada respon/flacid
Nilai GCS pada pasien cedera kepala ringan adalah berkisar
15 – 14, sedangkan untuk cedera kepala sedang nilai GCS
170
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
171
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2) Lesi intrakranial
Lesi intrakranial diklasifikasikan sebagai lesi fokal
atau lesi difus, walaupun kedua jenis lesi ini sering
terjadi bersamaan. Yang termasuk lesi fokal adalah
perdarahan epidural, perdarahan subdural dan
perdarahan intraserebral.
a) Cedera otak difus
Pada konkusi ringan, penderita biasanya
kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami
amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus
biasanya disebabkan oleh hipoksia, iskemia dari
172
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
173
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2. Motorik
Dilakukan perangsangan pada kedua lengan dan tungkai.
Apabila salah satu lengan atau dan tungkai kurang atau sama
sekali tidak bereaksi, maka disebut sebagai adanya tanda
lateralisasi.
174
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
175
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
176
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
177
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
B. Trauma Abdomen
Trauma abdomen ditemukan pada 25% penderita
multitrauma. Korban dengan trauma abdomen harus diwaspadai
adanya syok karena haemoragik yang menyertai cedera
abdomen.
178
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
1. Etiologi
Trauma abdomen bisa disebabkan karena trauma tajam dan
trauma tumpul. Trauma tajam ditimbulkan dari luka tikam, luka
bacok atau luka tembak. Sedangkan trauma tumpul biasanya
akibat kecelakaan lalu lintas.
Trauma tajam menerangkan bahwa adanya cedera yang
timbul oleh karena transfer energi dari benda tajam ke jaringan
tubuh pada saat benda tersebut menembus dan melalui jaringan
tubuh. Cedera trauma tajam lebih sering bisa dideteksi dari pada
cedera pada trauma tumpul. Organ-organ yang sering mengalami
cedera baik tajam maupun tumpul adalah usus, hati dan
pembuluh darah pada abdomen.
2. Gejala dan Tanda
Pada trauma tajam abdomen seharusnya kita mampu
mendeteksi cedera yang potensial pada organ-organ
intraabdomen. Biasanya cedera yang potensial ini mudah
dideteksi dari lokasi luka yang ada pada dinding abdomen.
Pemeriksaan sekunder yang dilakukan juga harus
memeriksa secara teliti kemungkinan adanya luka-luka yang lain.
Tanda-tanda adanya trauma tumpul selain adanya trauma tajam,
dan khusus pada luka tembak harus ditentukan atau dicari luka
masuk dan luka keluar.
Bila ditemukan tanda-tanda iritasi peritoneal biasanya
menunjukkan adanya cedera pada organ intra peritoneal.
Pemeriksaan colok dubur sangat penting pada trauma tajam
abdomen. Bila ditemukan adanya darah pada sarung tangan
berarti terdapat cedera pada usus.
Ada beberapa indikasi untuk melakukan pemeriksaan
secara teliti pada kasus yang kita curigai adanya trauma tumpul
abdomen antara lain:
1. Perdarahan yang tidak diketahui
2. Riwayat syok
3. Adanya trauma dada mayor
179
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
180
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
181
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
182
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
Fraktur Pelvis
Tentu saja penderita dengan fraktur pelvis tidak dapat stabil
karena nyeri. Ada tiga hal yang dapat ditimbulkan dengan adanya
fraktur pelvis:
1. Syok hemoragik bisa sangat berat
2. Ruptur uretra dan buli-buli
3. Kerusakan organ lain seperti rectum, vagina, dsb
Kadang-kadang fraktur pelvis dapat dikenali dengan cepat.
Hal tersebut dapat diketahui dari look, feel dan move. Penolong
akan mengetahui:
1. Penderita mengeluh tungkai terasa nyeri bila digerakkan
2. Adanya jejas daerah pelvis
3. Terabanya ‘gap’ (cekungan) pada daerah simfisis pubis (open
look)
4. Bila dilakukan tekanan pada tulang pelvis akan teraba
krepitasi tulang (tes kompresi). Lakukan tes kompresi
dengan halus dan hanya boleh satu kali.
Mendiagnosis fraktur pelvis terkadang susah didiagnosis,
karena penderita memiliki kesadaran yang menurun, dan tidak
terabanya krepitasi tulang. Dapat pula terjadi bahwa penderita
sedemikian dalam syok, sehingga membingungkan akan sumber
perdarahannya. Perdarahan akibat fraktur pelvis merupakan
sumber perdarahan yang bisa menyebabkan syok, selalu
waspada!
183
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
C. Trauma Thorax
Pada kejadian multitrauma, trauma thorax sering dijumpai
sekitar 25%. 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat
184
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
185
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
b. Tension Pneumothorax
Tension pneumothorax terjadi karena adanya mekanisme
ventil. Yaitu kebocoran udara yang berasal dari paru-paru
atau dari luar melalui dinding dada masuk ke dalam
rongga pleura, atau dari luar melalui dinding dada masuk
ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi
186
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
187
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
188
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
189
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
190
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
191
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan kedua tangan memegang kedua sisi
dada. Nilai peranjakan kedua sisi dada penderita apakah
teraba simetris atau tidak oleh kedua tangan pemeriksa.
3. Perkusi
Dengan mengetuk-ketukan jari tengah terhadap jari tengah
yang lain yang diletakkan mendatar diatas dada. Pada daerah
paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup
(dullness), sedangkan diatas lambung (dan usus) berbunyi
hipersonor, berbeda dengan bagian paru yang lain. Pada
keadaan hemotoraks akan berbunyi redup (dullness).
4. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada empat tempat yakni dibawah
kedua klavikula (pada garis midklavikularis) dan pada kedua
mid aksila kosta 4 – 5. Bunyi nafas harus sama antara kanan
dan kiri.
D. Trauma Muskuloskeletal
Trauma muskuloskeletal umumnya mudah diidentifikasi
pada waktu pertama kali melihat penderita. Harus selalu diingat
bahwa bebasnya jalan, mekanisme ventilasi dan
mempertahankan volume darah dalam sirkulasi serta terapi syok
yang adekuat harus dilakukan terlebih dahulu sebelum
memasang bidai/splinting pada tulang yang patah.
Walaupun keadaan cedera muskuloskeletal kebanyakan
tidak langsung mengancam nyawa, namun jangan pernah
terpaku dalam penanganan hanya melihat pada ekstremitas yang
mengalami cedera saja. Penolong harus memikirkan adanya
cedera pada tempat lain yang mungkin lebih berbahaya.
Syok hemoragik walaupun jarang terjadi pada beberapa
jenis fraktur, namun perlu diwaspadai pada fraktur pelvis atau
fraktur femur. Cedera pada pembuluh darah dan syaraf
192
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
193
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
2. Amputasi
Cedera ini kadang dapat mengancam nyawa. Pada kasus
amputasi dapat terjadi perdarahan masif, namun perdarahan
biasanya dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan
pada ujung stump/yang teramputasi. Jika bebat tekan tidak
dapat mengontrol perdarahan, maka dapat digunakan
tourniquet. Namun sebisa mungkin untuk penanganan awal,
penggunaan tourniquet dihindari.
Bagian yang terpotong harus dibawa ke RS bersama dengan
korban. Reimplantasi dapat dilakukan pada kondisi tertentu
saja. Oleh karena itu jangan menjanjikan pada pasien bahwa
bagian yang putus dapat disambung kembali. Bagian yang
terpotong bila kecil sebaiknya diletakkan dalam kantung
plastik. Jika ada es, letakkan kantung tadi kedalam kantung
yang lebih besar yang berisi air dan es.
194
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
3. Dislokasi
Pasien yang mengalami dislokasi biasanya sangat kesakitan.
Dislokasi mudah didiagnosa karena perubahan anatominya
biasanya jelas. Dislokasi pada sendi-sendi besar, walaupun
bukan cedera yang mengancam jiwa, merupakan kasus gawat
darurat karena adanya resiko kerusakan neurovaskuler yang
jika tidak ditangani dengan segera dapat berakhir dengan
amputasi.
Sangat penting untuk memeriksa sendi, motorik, dan
sensorik di bagian distal sendi yang mengalami dislokasi agar
mengetahui apakah disertai dengan fraktur. Terapi yang
dapat dilakukan dilapangan adalah memasang bidai dan
mengganjal sehingga pasien berada dalam posisi paling
nyaman menurut pasien. Tidak diperbolehkan melakukan
reposisi.
195
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
196
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
197
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
198
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
199
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
200
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
f. Cedera tibia/fibula
Fraktur pada tibia/fibula distal dapat dibidai dengan
bidai kaku/rigid, bidai udara atau dengan bantal. Bidai
pneumatik dapat mengimobilisasi fraktur tibia
proksimal. Menutup luka dan memberikan padding pada
tulang yang menonjol harus dilakukan sebelum
pemasangan bidai.
g. Cedera klavikula
Pada fraktur klavikula dapat diimobilisasi dengan kain
mitela atau pasang ransel perban dengan elastic bandage.
h. Cedera bahu
Dislokasi bahu sangat nyeri dan seringkali dibutuhkan
bantal untuk diletakkan diantara badan dan lengan agar
pasien merasa lebih nyaman. Bahu dalam posisi
abnormal jangan dipaksa untuk dikembalikan ke posisi
normal.
i. Cedera siku
Cedera siku harus selalu dibidai dalam posisi yang paling
nyaman menurut pasien serta fungsi bagian distal lengan
harus dievaluasi dengan cermat. Jangan mencoba untuk
meluruskan siku atau menarik siku yang cedera karena
struktur di daerah bahu yang rumit dan halus.
j. Cedera lengan dan pergelangan tangan
Fraktur pada daerah ini dapat diimobilisasi dengan baik
dengan menggunakan bidai rigid atau bidai udara. Jika
bidai rigid yang digunakan, tambahkan gulungan kassa
pada bidai sehingga tangan akan mengimobilisasi lengan
pada posisi yang optimal. Lengan bawah juga dapat
mengalami perdarahan internal yang dapat
menyebabkan sindroma kompartemen dan akan
mengganggu suplai darah ke jari-jari dan tangan.
201
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
202
BAB 13
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN TRAUMA KEPALA, TRAUMA
ABDOMEN, TRAUMA DADA DAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, GM, Butcher, HK, Dotchterman, JM, & Wagner C., (2013)
Nursing interventions classification (NIC) Sixth Edition, Elsevier
Mosby.
Farrell, SE. (2014). Acetaminophen toxicity. Diakses tanggal 4
Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com
Gresham, C. (2014). Hydrogen sulfide toxicity. Diakses tanggal 4
Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com
Herdman, H. (2014). NANDA international nursing diagnoses:
definition & classification, 2015-2017. Wiley-Blackwell, Oxford.
Levine, MD. (2014). Alcohol toxicity. Diakses tanggal 4 Februari
2015 dari http://emedicine.medscape.com
Marcus, S. (2014). Arsenic toxicity. Diakses tanggal 4 Februari 2015
dari http://emedicine.medscape.com
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., & Swanson, E., (2013), Nursing
outcomes classification (NOC) Fifth Edition, Mosby, St.Louis
Missouri.
Shochat, GN. (2015). Carbon monoxide toxicity. Diakses tanggal 4
Februari 2015 dari http://emedicine.medscape.com
Tim YAGD. (2010). Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life
Support. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Ambulans Gawat
Darurat 118
203
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
PROFIL PENULIS
Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep
Dosen Program Studi Keperawatan
Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Penulis lahir di Sukoharjo tanggal 17
Agustus 1979. Penulis adalah Dosen Tetap
pada Fakultas Ilmu Kesehatan, Program
Studi Keperawatan Program Sarjana, di
Universitas Kusuma Husada Surakarta. Menyelesaikan
pendidikan D3 Keperawatan di Akper ST. Elisabeth Semarang,
melanjutkan Pendidikan S1 pada jurusan Ilmu Keperawatan di
Universitas Diponegoro Semarang dan melanjutkan Pendidikan
S2 pada jurusan Ilmu Keperawatan dengan peminatan
Keperawatan Kritis, di Universitas Padjajaran Bandung.
204
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN
KEGAWATAN INTOKSIKASI
MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
Ns. Mariza Elvira, S.Kep., M.Kep
Universitas Negeri Padang
3. Manifestasi Klinis
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada
sistem saraf dan saluran cerna. Tanda gejala yang biasa terjadi
pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan
dapat menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada
sistem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi),
dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis
toksikologi adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan
laboratorium biasanya dilakukan tes darah, tes urin, tes
kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-tes ini bertujuan
untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat
dilakukan di layanan kesehatan primer yang memiliki
fasilitas, misalnya: pemeriksaan mikroskopis feses untuk
keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan Gram, KOH
dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan
antara penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun
2014).
2. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan
peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan
aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema
paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia,
hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan
asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut
dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam
darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida
mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
206
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
207
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
208
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
209
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
210
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
211
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
212
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
213
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
214
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
215
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
216
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
3. Manifestasi Klinis
1. Gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular atau binatang berbisa lainnya
2. Rasa terbakar
3. Nyeri dan terjadi pembengkakan lokal yang progresif
4. Gatal dan mati rasa
5. Fasikulasi otot fasial
6. Setalah dua hari dapat muncul gejala pendarahan pada
selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir,
selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-
pori seluruh tubuh
7. Hematuria
8. Pusing
9. Menggigil
217
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
218
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
DAFTAR PUSTAKA
Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report.
Medscape Medical News. January 30, 2013.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Trans Info Media.
Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus
cereus bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.
Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl
Microbiol. Mar 2012;112(3):417-29.
Nekada, C. D. ., Amestiasih, T., & Widayati, R. W. (2020). Manfaat
Edukasi Penanganan Keracunan Dan Gigitan Binatang Beracun.
Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati, 5(2), 119. https:
// doi.org/ 10. 35842/ formil. v5i2.325
Niasari, N. Gigitan Ular Berbisa. Sari Pediatri. 2015. Vol.5, No.3. Hal
:92-98
Noriko N, 2013. Potensi Daun Teh (Camellia sinensis) Dan Daun
Anting-Anting Acalyphaindica L. Dalam Menghambat
Pertumbuhan Salmonella typhi.Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri
Sains Dan Teknologi. 2(2): 104-110
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer
Pratama, GY., Oktafany. Gigitan Ular pada Regio Manus Sinistra.
Jurnal Medula Unila. 2017, Volume 7, Nomor 1.
SAFITRIH, L., Kusuma, A. M., & Wibowo, M. I. N. A. (2017). Angka
Kejadian dan Penatalaksanaan Keracunan di Instalasi Gawat
Darurat RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Tahun
2012–2014. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan,
26(3), 175–180.
https://doi.org/10.22435/mpk.v26i3.4214.175-180
Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. Penatalaksanaan
219
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
220
BAB 14
KONSEP PERTOLONGAN KEGAWATAN INTOKSIKASI MAKANAN, OBAT DAN
BINATANG BERBISA
PROFIL PENULIS
Penulis merupakan Dosen pada
Jurusan Keperawatan Fakultas
Psikologi dan Kesehatan, Universitas
Negeri Padang (UNP). Menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri 1 Rao Kabupaten Pasaman
(2003-2006), pendidikan Sarjana
Keperawatan (2007-2011) dan Profesi
Ners (2011-2012) pada Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKes Perintis
Padang, pendidikan Magister
Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Andalas (2014-2016). Selama menjadi dosen, penulis aktif dalam
menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi. Penulis juga aktif
mengikuti berbagai pelatihan dan kegiatan orasi ilmiah untuk
pengembangan diri. Berbagai karya ilmiah telah dihasilkan baik
dalam bentuk buku, HKI maupun artikel ilmiah pada jurnal
nasional dan jurnal internasional.
221
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN
PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN DAMPAK
BURUK BENCANA
Ns. Hidayati, S.KM., M.MKes.
Universitas Negeri Padang
223
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
224
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
225
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
226
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
227
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
228
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
229
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
230
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
231
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
1. Tanda Peringatan
Tentukan tiga ganda peringatan berikut:
a. Tanda latihan dimulai (tanda gempa)
b. Tanda Evakuasi
c. Tanda Latihan Berakhir
Tanda bunyi yang menandakan dimulainya latihan, tanda
vakuasi, dan tanda latihan berakhir. Tanda mulainya latihan
dapat menggunakan iupan peluit, atau tanda bunyi lainnya.
Tanda ini harus berbeda dengan tanda peringatan dini untuk
evakuasi seperti pukulan lonceng/sirine/megaphone/bel
panjang menerus dan cepat, atau yang telah disepakati.
232
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
233
Keperawatan Gawat Darurat Dan Manajemen Bencana
DAFTAR PUSTAKA
UU No 24 Tahun 2007 : Penanggulangan Bencana. (2007). Jakarta.
BNPB. (2017). Buku Pedoman Latihan Kesiapsiagaan, Membangun
Kesadaran, Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Dalam
Menghadapi Bencana. Jakarta: BNPB.
Kememkes. (2019). Permenkes No 75 tahun 2019 Penanggulangan
Krisis Kesehatan. Dalam Kemenkes, Penanggulangan Krisis
Kesehatan. Jakarta: Kemenkes.
Kemendikbud, Unicef. (2015). Modul 3 : Pilar3-Pendidikan
Pencegahan dan Penanganan Resiko Bencana. Jakarta:
Kemendikbud.
Kemenkes. (2015). Modul Peningkatan Kapasitas Petugas Kesehatan
dalam Pengurangan Resiko Bencana Internasional. Jakarta:
Kemenkes.
Patricia Kunz Howard and Andi .L.Toley. (2014). Disaster Triage-Are
You Ready? Emergency Nurses Asociation, 515-517.
234
BAB 15
PENDIDIKAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
DAMPAK BURUK BENCANA
PROFIL PENULIS
Hidayati
235
View publication stats
Keperawatan
Gawat Darurat
Dan
Manajemen
Bencana
Pokok Pembahasan :
1) Konsep Keperawatan Gawat Darurat;
2) Asuhan Keperawatan Gawat Darurat;
3) Sistem Triage;
4) Konsep, Prinsip Bencana dan Kejadian Luar Biasa;
5) Prosedur Tindakan Kegawatdaruratan;
6) Prosedur Tindakan Bencana;
7) Bantuan Hidup Dasar;
8) Mekanisme Syok dan Resusitasi Cairan;
9) Konsep Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Pernafasan;
10) Konsep Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem
Kardiovaskuler;
11) Konsep Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Pernafasan;
12) Konsep Pertolongan Kegawatan Penyakit Sistem Endokrin;
13) Konsep Pertolongan Kegawatan Trauma Kepala, Trauma Dada,
Trauma Abdomen;
14) Konsep Pertolongan Kegawatan Intoksinasi Makanan, Obat Dan
Binatang Berbisa;
15) Pendidikan Kesehatan Pencegahan dan Penanggulangan
Dampak Bencana.