95-File Utama Naskah-144-1-10-20211106
95-File Utama Naskah-144-1-10-20211106
42
siswa untuk lebih giat dalam belajar. Guru dituntut untuk menerapkan pembelajaran aktif, inovatif, aktif,
kreatif dan menyenangkan (PAIKEM) sehingga pembelajaran lebih menarik, mudah dimengerti dan
dipahami. Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat memilih dan menerapkan metode, strategi, model,
dan pendekatan yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Berbagai cara dapat dilakukan agar aktivitas belajar siswa menjadi lebih baik dan optimal. Pada
saat ini umumnya proses pembelajaran di sekolah berpusat pada guru dan menjadikan guru sebagai
pusat pembelajaran, hanya memindahkan pengetahuannya kepada siswa sehingga jarang sekali siswa
dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Akibat yang ditimbulkan adalah siswa hanya sebagai
penerima yang pasif tidak dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Untuk
mengatasi permasalahan diatas penulis berasumsi bahwa siswa harus diberikan bimbingan dalam
mempelajari kimia, agar siswa bisa menyelesaikan persamaan reaksi redoks dan aplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa mempunyai kemampuan dan ketrampilan dalam menyelesaikan
soal-soal.
Berdasarkan permasalahan di atas, perlu dilakukan suatu tindakan agar proses pembelajaran kimia
menjadi lebih aktif, interaktif, menarik dan mampu meningkatkan aktivitas siswa serta prestasi belajar
siswa. Cara yang dapat ditempuh antara lain dengan mengembangkan pendekatan, metode, maupun
media pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan.
Dari berbagai macam model dan metode atau pendekatan pembelajaran yang ada, model
pembelajaran discovery learning merupakan salah satu pendekatan yang cocok digunakan untuk materi
pembelajaran kimia khususnya pada materi reaksi redoks dan elektrokimia. Model pembelajaran
discovery learning ialah proses untuk memahami suatu konsep dari materi secara aktif dan mandiri untuk
kemudian diperoleh kesimpulan. Pada Discovery Learning materi yang akan disampaikan tidak
disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin
diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk
(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan
Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah
pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih,
2005:41). Pendekatan discovery learning ini terdiri atas 6 tahap yaitu :
1. Stimulation (stimulasi/pemberian ransangan)
2. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
3. Data collection (pengumpulan data).
4. Data processing (pengolahan data).
5. Verification (pembuktian)
6. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
Metode
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Muaro Jambi. Adapun yang menjadi
subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII MIPA.1 yang berjumlah 36 orang. Terdiri dari 11
orang laki-laki dan 25 orang perempuan. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk materi reaksi
redoks dan sel elektrokimia adalah 65. Penelitian berupa action reasearch dilakukan dalam dua siklus dan
tiap siklus terdiri dari 4 tahap dalam Situmorang (2010) yaitu perencanaan (planning), tindakan (action),
observasi (observation) dan refleksi (refletion). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang didesain dengan menggunakan model discovery learning,
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) juga disesuaikan dengan model discovery learning agar siswa lebih
mudah menemukan konsep materi yang dipelajari, lembar observasi dan soal yang dibuat dalam bentuk
pilihan ganda. Pada siklus 1 dilaksanakan tiga kali pertemuan dengan materi penyetaraan reaksi redoks
43
dan sel volta. Untuk siklus II juga dilaksanakan tiga kali pertemuan dengan materi korosi dan sel
elektrokimia.
Teknik dan alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Pedoman observasi untuk mengecek aktivitas siswa berdasarkan indikator yang telah ditentukan
sebelumnya.
b. Catatan tentang kejadian yang terjadi selama tindakan diberikan, baik yang positif maupun yang
negatif.
c. Lembar tes untuk melihat hasil belajar siswa.
Data hasil penelitian tindakan kelas ini akan dianalisis secara kuantitatif dengan melihat persentase
peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Hasil observasi terhadap aktivitas siswa diolah dan dianalisis dengan rumus sebagai berikut :
A= x 100%
Keterangan :
A = Aktivitas siswa
Na = Jumlah siswa yang aktif
N = Jumlah siswa keseluruhan
Data hasil belajar (hasil tes) yang diperoleh pada setiap siklus di ukur melalui instrumen tes.
Data diolah dan dianalisis dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
N : Nilai
X : Banyaknya jawaban yang benar
ᅹX : Jumlah soal
Untuk mendapatkan nilai rata-rata akhir dari setiap siklus, maka digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
X = Nilai rata-rata
= Jumlah seluruh nilai
N = Jumlah siswa
Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dihitung dengan menggunakan rumus, maka diperoleh
data seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1: Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1
44
Pada Tabel 1 hasil pengamatan aktivitas siswa untuk siklus 1 dengan tiga kali pertemuan
menunjukkan bahwa keaktifan siswa untuk belajar dalam kelompok pada materi penyetaraan reaksi
redoks dan sel volta berada pada kategori kurang aktif yaitu 55,56%. Berdiskusi dalam kelompoknya baru
50%. Aktivitas siswa dalam diskusi kelas mencapai 63,89%. Keaktifan siswa dalam memberikan respon
terhadap pertanyaan 61,11%. Sedangkan keaktifan siswa dalam bertanya hanya 55,56%. Keaktifan siswa
dalam memberi saran/pendapat 61,11%. Dalam menarik kesimpulan keaktifan siswa 51,78% dan
keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan 61,11%. Secara keseluruhan keaktifan siswa
untuk materi penyetaraan reaksi redoks dan sel volta masih dalam kategori kurang aktif atau 57,64%.
Tabel 2 merupakan analisis dari hasil tes siklus I untuk materi penyetaraan reaksi redoks dan sel
volta dengan jumlah siswa yang ikut tes 36 orang di peroleh nilai rata-rata 57,36, nilai yang paling tinggi
90 hanya diperoleh 1 orang siswa, nilai yang sering muncul 65, nilai terendah 25 yaitu sebanyak 4 orang
siswa.
Tabel 2. Hasil Belajar Siswa (Kognitif) pada Siklus 1
No Interval Nilai Siklus I
Jumlah Siswa Persentase (%)
5 85 – 100 1 2,78
6 65 – 84 16 44,44
7 35 – 64 15 41,67
8 0 – 34 4 11,11
Jumlah 36 100
Nilai Rata-rata 57,36
Daya serap 57,36
Ketuntasan 47,22
Jika dilihat dari nilai rata-rata, nilai yang sering muncul sudah ada yang memenuhi syarat tuntas yaitu 65,
namun jika melihat secara individu masih ada siswa yang belum tuntas atau berada dibawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) sebanyak 19 orang. Ini berarti perlu ada peningkatan atau perbaikan, baik strategi atau penguasaan
konsep melalui pengayaan dan remedial. Hasil belajar tersebut belum signifikan dalam mencapai ketuntasan belajar
yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan tindakan siklus II.
Pada Tabel 3 menunjukan hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus II untuk materi Korosi dan Sel
elektrolisis dimana keaktifan siswa untuk belajar materi korosi dan sel elektrolisis sudah sangat aktif yaitu 80,56%.
Persentase keaktifan siswa untuk berdiskusi dalam kelompoknya 80,56% dan untuk diskusi kelas berada dalam
kategori aktif yaitu 77,78%. Dan 72,22% siswa sudah mulai aktif dalam merespon terhadap pertanyaan yang
diberikan. Keaktifan siswa untuk bertanya 75%. Keaktifan siswa dalam memberi saran/pendapat 72,22%. Dalam
menarik kesimpulan keaktifan siswa sudah baik yaitu 77,78% dan dalam mengerjakan tugas sudah sangat baik
mencapai 88,89%. Secara keseluruhan rata-rata aktivitas siswa sudah meningkat yaitu sebesar 78,13% berarti
berada dalam kategori aktif.
Tabel 3: Hasil Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II
Siklus II
No Aktivitas yang diamati Jumlah Persentase
1 Keaktifan siswa belajar dalam kelompok 29 80,56 %
2 Keaktifan siswa berdiskusi dalam kelompoknya 29 80,56 %
3 Keaktifan siswa dalam diskusi kelas 28 77,78 %
4 Keaktifan siswa dalam memberi respon/tanggapan terhadap 26 72,22 %
pertanyaan
5 Keaktifan siswa dalam bertanya 27 75 %
6 Keaktifan siswa dalam memberi saran/pendapat 26 72,22 %
7 Keaktifan siswa dalam menarik kesimpulan 28 77,78 %
8 Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas 32 88,89%
Rata-rata 78,13 %
Analisis dari hasil tes siklus II untuk materi korosi dan sel elektrolisis dengan jumlah siswa 36
orang diperoleh nilai rata-rata 71,11. Nilai yang sering muncul 70 dan 80, nilai terendah 30 sebanyak 1
orang sedangkan nilai tertinggi 85 sampai 95 sebanyak 4 orang. Secara rata-rata memang sudah melebihi
KKM namun secara individu 5 siswa masih perlu bimbingan yang maksimal untuk materi korosi dan sel
elektrolisis. Ketuntasan belajar mencapai 86,11% seperti terlihat pada Tabel 4.
45
Tabel 4. Hasil Belajar Siswa (Kognitif) pada Siklus II
No Interval Nilai Siklus II
Jumlah Siswa Persentase (%)
Jumlah Siswa Persentase (%)
2 85 – 100 4 11,11
3 65 – 84 27 75,00
4 35 – 64 4 11,11
5 0 – 34 1 2,78
Jumlah 36 100
Nilai Rata-rata 71,11
Daya serap 71,11
Ketuntasan 86,11
2. Pembahasan
Dari proses belajar mengajar menggunakan metode discovery learning yang sudah dilakukam,
hasil yang diperoleh siswa pada setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini bisa dijelaskan dari hasil
obeservasi pada siklus I dimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih perlu peningkatan dan
belum memenuhi indikator keberhasilan. Pada siklus I dapat terlihat data hasil pengamatan (observasi)
terhadap hampir semua aktivitas berada dalam kategori ‘kurang aktif’ dengan nilai rata-rata 57,64% dan
belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini dapat dijelaskan dari hampir semua aspek yang diamati
masih berkaitan dengan kurangnya kejelasan tugas-tugas serta peranan masing-masing siswa dalam
kelompoknya, sehingga siswa cendrung mengandalkan teman kelompoknya untuk mencatat dan
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. Siswa juga ada yang ngobrol ketika teman dalam kelompoknya
sibuk berdiskusi. Sedangkan pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan. Semua item yang diteliti
telah berada pada predikat ‘aktif’ dan ‘sangat aktif’ dengan persentase rata-rata yang diperoleh 78,13%.
Siswa lebih fokus dalam proses belajar mengajar. Hal ini menunjukkan aktivitas siswa pada siklus II lebih
baik dibandingkan dengan siklus I dimana dari predikat ‘kurang aktif’ pada siklus I menjadi predikat
‘aktif’ pada siklus II.dan telah memenuhi kriteria keberhasilan yang diharapkan.
Peningkatan ini juga dapat dilihat dari hasil tes pada siklus II diperoleh tingkat ketuntasan
belajar siswa sebesar 86,11%. Hasil ini meningkat dari hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus
I yaitu 47,22%. Hasil rata-rata tes kognitif siswa juga meningkat dari 57,36 pada siklus I menjadi
71,11 pada siklus II. Secara klasikal dengan menggunakan model pembelajaran discovery
learning hasil belajar sudah mencapai ketuntasan dan hasil yang diperoleh ini menunjukkan hasil
yang sangat baik dan aktivitas pembelajaran berjalan dengan baik. Sesuai dengan pendapat
Roestiyah,2013 yaitu metode discovery learning memiliki keunggulan sebagai berikut ; (1)
mengasah kognitif siswa, (2) pengetahuan yang sudah dipelajari bertahan lama, (3) semangat
belajar akan meningkat, (4) mengembangkan diri siswa, (5) motivasi siswa meningkat, (6)
kepercayaan diri siswa meningkat dan (7) model pembelajaran berfokus pada siswa.
Pada gambar 1 dapat dilihat perbandingan hasil belajar (kognitif) dan ketuntasan belajar siswa
pada siklus I dan siklus II.
Gambar 1.Grafik Perbandingan Hasil Belajar (Kognitif) dan Ketuntasan Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II
46
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran discovery learning pada pembelajaran kimia khususnya pada materi reaksi redoks dan
elektrokimia dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan persentase 57,64% pada siklus 1 menjadi
78,13% pada siklus II. Dengan meningkatnya aktivitas belajar siswa akan mempengaruhi peningkatan
hasil belajar siswa kelas XII MIPA 1 SMA Negeri 1 Muaro Jambi. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
nilai rata-rata hasil belajar siswa dari 57,36 dengan ketuntasan 47,22% menjadi 71,11 dengan ketuntasan
klasikal 86,11%.
Daftar Pustaka
Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Diva Press. Yogyakarta.
Depdiknas, 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Pendidikan Menengah. 2013, Model Penilaian Peserta Didik
SMA. Jakarta, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Djamarah, S.B & Zain, A, 2002, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta
Budiningsih, 2005, Model Discovery Learning, Jakarta, Pustaka Mandiri
Situmorang, M., (2010), Penelitian Tindakan Kelas Untuk Mata Pelajaran Kimia,
UNIMED Press, Medan
Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, 2016, Kimia XII, Edisi Revisi, Jakarta
Suyati, & Sutiani, 2018; Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Pembelajaran
Discovery Learning Pada Materi Termokimia di MAN 2 Model medan, Jurnal Pendidikan
47