Anda di halaman 1dari 12

Nama :FACHRUL NAZAR

Nim : 22010198
Kelas : 1A NON REGULER
Mk : KEPERAWATAN BENCANA

1.PERAWATAN SPIRITUAL PADA KORBAN BENCANA

Setiap bencana pasti meninggalkan duka dan luka. Terbayang penderitaan yang dialami
masyarakat jepang, khususnya di daerah bencana (sendai, fukushima, dan sekitarnya), bencana
gempa bumi dan tsunami yang menelan korban lebih dari 10.000 jiwa ini tentunya akan
membawa perasaan pilu yang mendalam bagi seluruh keluarganya. Demikian pula kejadian
gempa bumi dan tsunami yang terjadi di aceh 6 tahun yang lalu yang menelan korban sekitar
200.000 jiwa. Tidak hanya itu, selain kehilangan sanak saudara, para korban gempa juga
kehilangan tempat tinggal. Bangunan rumah mereka hancur, dan rata dengan tanah.
Definisi bencana
Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Fase-fese bencana
Menurut barbara santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu
diantaranya :
 Fase preimpact.
 Fase impact.
Trauma pasca bencana
 Stress. Secara sederhana, stres dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana individu
terganggu keseimbangannya. Stres terjadi akibat adanya situasi dari luar ataupun dari
dalam diri yang memunculkan gangguan, dan menuntut individu berespon secara sesuai
 Trauma. Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock). Penyebab
trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan di luar
kontrol/kendali seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam
jiwa
Dari aspek psikososial, bencana dapat berdampak pada:
 Extreme peritraumatic stress reactions reaksi stress & trauma) gejala ini muncul pada masa
kurang dari 2 hari.
 Acute stress disorder (asd)gejala ini muncul pada masa 2 s.D 30 hari/4 minggu.
 Post traumatic stress disorder (ptsd)gejala ini muncul di atas 30 hari/1 bulanFase
postimoact.
Permasalaahan dalam penanggulangan bencana

 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya.


 Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas sd.
 Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan.
 Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Pengurangan Resiko Bencana

 Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi :

1. Pra Bencana
 Pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan
bencana ,pengurangan resiko bencana, pencegahan,pemaduan dalam perencanaan
pembangunan,persyaratan analisis resiko bencana.

2. Tanggap Darurat
 Tahapan ini mencakup pengkajian terhadap lokasi, kerusakan dan sumber daya,
penentuan status keadaan darurat,penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan
dasar, pelayanan psikososial dan Kesehatan.

3. Pasca Bencana
Tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana dan sarana
umum, bantuan perbaikan rumah,sosial,psikologis,pelayanan kesehatan, keamanan dan
ketertiban) dan rekontruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana
termasuk fungsi pelayanan Kesehat

Peran perawat komunitas dalam manajemen kejadian bencana


 Peran dalam pencegahan primer.
 Peran perawat dalam keadaan darurat (impact phase).
 Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana.
 Peran perawat dalam fase postimpactl.
Jenis kegiatan siaga bencana
 Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik.
 Pemberian bantuan.
 Pemulihan kesehatan mental.
 Pemberdayaan masyarakat.

2.Perawatan untuk populasi rentan

 Tindakan Yang Sesuai Untuk Kelompok Rentan


 Peralatan-peralatan kesehatan
 Transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses
 Pusat bencana yang dapat diakses
 Intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi dan komunikasi

KELOMPOK BAYI DAN ANAK-ANAK


Bayi dan anak-anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena ketidakmampuan
mereka melarikan diri dari daerah bahaya. Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah
dari orang tua atau wali mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak
Indonesia kehilangan satu atau dua orang tua mereka saat kejadian tsunami pada tahun 2004.

KELOMPOK PEREMPUAN
Perubahan fisiologis pada ibu hamil seperti peningkatan sirkulasi darah,peningkatan kebutuhan
oksigen, dan lain-lain sehingga lebih rentan saat bencana dan setelah bencana.

KELOMPOK LANSIA
Perubahan kondisi fisiologis pada lansia meliputi perubahan pada muskuloskeletal, pendengaran,
penglihatan, sel, kardiovaskuler, respirasi, persyarafan, gastrointestinal, genitourinaria, vesika
urinaria, endokrin,dan kulit sehingga lansia lebih rentan terhadap bencana.

Kelompok Berisiko Pada Orang Dengan Kecacatan Dan Penyakit Kronik


Menurut WHO, terdapat lebih dari 600 juta orang yang menderita kecacatan di seluruh dunia
atau mewakili sekitar 7-10% dari populasi global. 80% diantaranya tinggal di negara
berkembang. Angka ini terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, angka
harapan hidup dan kemajuan di bidang kesehatan .

3.APLIKASI PENGELOLAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENDEKATAN


KOMPREHENSIF PADA SETIAP FASE (PREVENTIF,
MITIGATION,RESPON/RECOVERY).
Manajemen Bencana
a.Siklus Tanggap Darurat

Pada siklus tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat terjadi bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana

b. Siklus Recovery
Pada siklus Recovery kegiatan meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah
perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca-bencana.

Pra bencana yang dilakukan mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta
peringatan dini dengan melakukan pendekatan komprehensif pada setiap fase

 Pencegahan (prevension)
upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman.
Misalnya : pembuatan bendungan untuk menghindari terjadinya banjir, biopori, penanaman
tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dsb.
 Mitigasi (mitigation)
upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya :
penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
 Respon/recovery
merupakan persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (atau kemungkinan akan
terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam
keadaan darurat dan identifikasi atas sumber daya yang ada unyuk memenuhi kebutuhan
tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.

4.PENGURANGAN RESIKO, PENCEGAHAN PENYAKIT DAN PROMOSI KESEHATAN,


KOMUNIKASI DAN PENYEBARAN INFORMASI

KONSEP PENGURANGAN RESIKO BENCANA

 Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju


ke holistik. Pandangan konvensional mengangsap bencana itU suatu peristiwa atau kejadian
yang tak terelakan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan, sehingga fokus dari
penanggulangan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency)
 Tujuan penanggulangan bencana berdasarkan pandangan ini adalah menekan tingkat kerugian,
kerusakan dan cepat memulihkan keadaan
 Paradigma yang berkembang berikutnya adalah paradigma mitigasi, yang tujuannya lebih
diarahkan pada identifikasi daerah-daerah rawan bencana, mengenali pola-pola yang dapat
menimbulkan kerawanan dan melakukan kegiatan -kegiatan mitigasi yang bersifat struktural
(seperti membangun konstruksi) maupun non struktural seperti penataan ruang, building code
dan sebagainya.
 Paradigma yang terkhir adalah paradigma pengurangan resiko.

PENCEGAHAN DAN MITIGASI PROMOSI KESEHATAN

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain:

 Penyusunan peraturan perundang-undangan


 Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
 Pembuatan pedoman/standar / prosedur
 Pembuatan brosur / leaflet / poster
 Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
 Pengkajian / analisis risiko bencana
 Internalisasi PB dalam muatan lokal Pendidikan
 Pembentukan organisasi tau satuan gugus tugas bencana
 Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
 Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:

 Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan
bencana dsb
 Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
 Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat
 Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
 Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat
 Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-ialur evakuasi jika terJadi bencana.
 Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya.

5.PERLINDUNGAN DAN PERAWATAN BAGI PETUGAS DAN CARE GIVER

CARE GIVER

Individu yang memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami disabilitas atau
ketidakmampuan dan memerlukan bantuan dikarenakan penyakit dan keterbatasan yang
meliputi keterbatasan fisik dan lingkungan.

Fungsi dari Care Giver

 Memberikan bantuan dan perawatan terhadap orang-orang yang membutuhkan bantuan,


baik secara fisik, psikologis, spiritual, emosional, sosial dan finansial.
 Perawatan dan bantuan diberikan caregiver untuk membantu keberfungsian sistem
kehidupan korban bencana.
Karakteristik Care Giver
Menurut McQuerrey

 Empathy
Salah satu karakteristik care giver yang baik adalah memiliki kemampuan empaty kepada
pasien yang memerlukan pendampingan.

 Patience
Individu yang menerima pendampingan atau pelayanan biasanya tergantung pada orang
lain,hal tersebut dapat membuat mereka frustasi dan memberontak.

 Realistik Outlock
Pelayanan/pendampingan sering dilakukan dalam jangka yang panjang untuk melengkapi
kebutuhan sehari hari dari pasien. Caregiver yang baik menyadari kapasitas dan tetap
terdorong untuk semangat dalam melayani dan memperhatikan pasien.

 Strong Constitution
Tugas yang dilakukan caregiver berhubungan dgn aktivitas instrumentalseperti memandikan
baik itu bayi atau lansia. Seorang caregiver yang baik tidak akan merasa malu debfab tugas
yang dilakukan

 Soothing Nature
Caregiver tahu bagaimana cara untuk menenangkan pasien. Menjadi voice of encouragement
adalah hal yang membuat kwalitas dari caregiver jadi lebih baik.

Reliability
Merupakan trait yang penting bagi caregiver. Individu yang menerima
pendampingan/pelayanan bergantung dan tidak bisa berpisah dari caregiver dan sering merasa
dekat dengan caregivernya. Caregiver harus berkomitmen dalam memberikan pelayanan baik
itu memberi makan dan pemberian obat.

Jenis–jenis caregiver

Caregiver Informal
Seseorang individu ( anggota keluarga, teman, atau tetangga) yang memberikan perawatan
tanpa dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun berpisah dengan
orang yang dirawat.

 Caregiver Formal
Relawan atau individu yang dibayar untuk menyediakan pelayanan.

Tugas – tugas caregiver

Physical care/ perawatan fisik


Sosial care/ kepedulian sosial
Emosional care
Quality care
Standarisasi petugas pelayanan kesehatan dan caregiver dalam bencana
Kecakapan Relawan
Menurut Perka BNPB kecakapan relawan digolongkan sebagai berikut :

 Perencanaan
 Pendidikan
 Pelatihan, Geladi dan Simulasi bencana
 Kaji cepat bencana
 Pencarian dan penyelamatan (SAR) dan evaluasi
 Logistik
 Keamanan pangan dan nutrisi
 Dapur umum
 Pengelolaan lokasi pengungsian dan huntara
 Pengelolaan posko penanggulangan bencana
 Kesehatan medis

6.KERJASAMA TIM INTER MULTIDISIPLIN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Menurut O’Daniel, komponen kerjasama tim yang efektif, yaitu komunikasi terbuka, lingkungan
yang leluasa, memiliki tujuan yang jelas, peran dan tugas yang jelas bagi angotaanggota tim,
saling menghormati, berbagi tanggung jawab demi kesuksesan tim, keseimbangan patisipasi
setiap anggota dalam mengemban tugas, pengakuan dan pengolahan konflik, spesifikasi yang
jelas mengenai wewenang dan akuntabilitas, mengetahui secara jelas prosedur pengambilan
keputusan, berkomunikasi dan berbagi informasi secara teratur dan rutin, lingkungan yang
mendukung (termasuk akses ke sumber daya yang dibutuhkan), dan mekanisme untuk
mengevaluasi hasil dan menyesuaikan sesuai peraturan yang berlaku.

Jenis Kerjasama Tim


 Fully Integrated Major :
Bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki tanggung jawab dan kontribusi yang
sama untuk tujuan yang sama.

 Partially Integrated Major:


Bentuk kolaborasi yang setiap anggota tim memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap
memliki tujuan bersama

 Joint Program Office


Bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang
menguntungkan bila dikerjakaan bersama

 Joint Partnership with affiliated Programming


Kerjasama untuk memberikan jasa dan umumnya tidak mencari keuntungan antara satu dan
lainnya.

 Joint Partnership for Issue Advocacy


Bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka panjang tapi dengan tujuan jangka
pendek,namun tidak harus membentuk tim yang baru

Ciri-Ciri Interdisiplin
 Peran dan tanggung jawab tidak kaku
 Menyadari adanya tumpang tindih kompetensi dan menerapkan dalam praktek sehari-hari
 Terdapat keinginan untuk memikul beban secara bersama
 Menemui dan mengenanali keunikan peran masing-masing
 Interdisiplin dimulai dari disiplin, yang kemudian mengembangkan permasalahan
Anggota Interdisplin : BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Ciri-Ciri Multidisiplin
 Setiap bagian ikut berperan cukup besar
 Setiap bagian beraktifitas sesuai batasan ilmunya
 Konseptual dan operasioanl
 Berupaya mengintegrasikan pelayanan untuk kepentingan pasien
Anggota Tim Multidisiplin : Dokter,perawat,ahli gizi,fisioterapi,pekerja social,polri

Komunikasi Multidisiplin
 Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik
 Bertukar Informasi dan Bersikap Jujur
 Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian
 Penggunaan Bahasa yang tepat dan Bahasa tubuh serta penampilan
 Memperhatikan kebutuhan pasien dan mengembangkan sikap simpati

Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran
kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi,
dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


 Menumbuhkembangkan potensi masyarakat
 Mengembangkan gotong royong masyarakat
 Menggali kontribusi Masyarakat
 Menjalin Kemitraan dengan lembaga terkait
 Desentralisasi
Peran Petugas Kesehatan

 Pos Pelayanan Terpadu


 Pondok Bersalin Desa
 Pos Obat Desa
 Dan Sehat
 Lembaga Swadaya Masyarakat
 Pos Gizi
 Pos KB desa
 Pos Kesehatan Pesantren
 Karang taruna Husada
 Pelayanan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

7.LUKA BAKAR PADA BENCANA DAN PENANGGULANGANNYA


Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik, bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas
mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu,
terutama sistem kardiovaskuler
Etiologi
 Luka Bakar Termal =disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas
atau objek-objek panas lainnya.
 Luka Bakar Kimia= disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat.
 Luka Bakar Elektrik=disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh
 Luka Bakar Radiasi =disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif

Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar


 Kedalaman luka bakar
 Luas luka bakar
 Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
 Mekanisme injury
 Usia

Proses penyembuhan luka


 Fase inflamasi
 Fase Fibi Oblastik
 Fase Maturasi

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar (Yovita, 2010):

 Infeksi dan sepsis


 Oliguria dan anuria
 Oedem paru
 ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
 Anemia
 Kontraktur
 Kematian

Dokter yang merujuk pasien juga harus memastikan bahwa sudah melakukan yang terbaik
untuk pasien luka bakar tersebut:
 Pasien sudah tidak mengalami masalah pernafasan dan sirkulasi, artinya survey sekunder sudah
selesai dan pasien tetap stabil, transportable
 Menutupi tubuh pasien yang ditransfer dengan kain kering
 Crew ambulan yang tepat, berpengalaman untuk mencegah dan menanggulangi kondisi pasien
menjadi hipotermia dan kondisi gawat lain yang mungkin timbul selama transportasi.
 Ambulan dilengkapi dengan alat dan obat emergency yang siap pakai termasuk oksigen.
 Menggunakan kain yg direndam cairan garam justru menambah resiko hipotermia.

Sebelum mentransfer pasien, dokter yang merujuk harus memastikan bantuan ABC yang
cukup bagi pasien:

 Bila pasien mengalami resiko distress nafas, lakukan intubasi sebelum pasien ditransfer. Bantu
dengan oksigen 100%
 Stabilkan status sirkulasinya dengan resusitasi cairan. Berikan cairan kristaloid sesuai dengan
pedoman yang dianut (Baxter, Parkland formula) observasi tiap jam lebih bermanfaat (misal:
output urine pasien).
 Pastikan akses vaskular yang cukup untuk resusitasi cairan dan pemberian analgesik .
 Jelaskan pada petugas transport tentang kadar dan jumlah analgesik yang bisa diberikan selama
pemindahan pasien.

8.KONSEP BANTUAN HIDUP DASAR/RJP

Pengertian :Resusitasi Jantung Paru atau cardiopulmonary resuscitation (CPR) Adalah Suatu
tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadan henti nafas atau henti jantung
(kematian klinis) ke fungsi optimal, untuk mencegah kematian biologis.
Tujuan BHD :Adalah memberikan bantuan dengan cepat atau mempertahan kan pasok oksigen
ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya
sambil menunggu pengobatan lanjutan. Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan
penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas,tidak ditemukan adanya nafas dan atau
tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yangdinamakan dengan istilah
bantuan hidup dasar.

Indikasi Bantuan Hidup Dasar


 Henti napas: Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban & pasien.
 Henti jantung : Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi,
Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ Vital kekurangan oksigen.
Pernapasan yang terganggu (tersengalsengal) merupakan tanda awal akan terjadinya henti
jantung.
Peran tenaga non medis

 Pengenalan dini kegawatan/henti jantung


 Aktivasi emergency dan RJP (resusitasi jantung paru)
 Defibrilasi dengan kejutan listrik otomatis (ABD)

Ciri ciri henti jantung
1. Mengenali Kejadian henti Jantung
 a.Pastikan lingkungan aman
 b.Cek respon korban/pasien (tepuk atau guncang bahu korban)
2. Aktifkan sistem emergencym (panggil bantuan)
3. Cek pernafasan korban (bernafas,tidak pernafas “gasping”)
4. Mulai siklus kompresi dada dan bantuan pernafasan
5. Buka jalan nafas dan berikan bantuan hidup dasar

9.PENANGANAN CEDERA OTOT/RANGKA PEMBIDAIAN DAN MOBILISASI PASIEN

Pengertian : Pembidaian atau spinting adalah salah satu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma pada sistem mukuloskeletal. Pembidaian bertujuan untuk menggimmobilisasi ekstremitas
yang mengelami cidera, mengurangi rasa nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

Terdapat lima tujuan pembidaian pada cedera muskuloskeletal :


 Untuk mencegah derakan fragmen patah tulanga tau sendi yang mengalami dislokasi.
 Untuk mencegah kerusakan jaringan lunak sekitar tulang yang patah.
 Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak.
 Untuk mencegah terjadinya syok
 Untuk mengurangi nyeri

Prosedur Pembidaian:
 Melakukan informed consent.
 Mempersiapkan alat dan bahan untuk pembidaian yang sesuai dengan ekstremitas yang cedera.
 Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembidaian.
 Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
 Melakukan stabilitas manual pada tungkai yang mengalami cidera, dengan melakukan gentle
inline traction.
 Melakukan padding pada tulang-tulang yang menonjol, untuk mencegah terjadinya ulkus
dekubitus.
 Melakukan pemsangan bidai melewati sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah, dan
memfiksasi menggunakan verban gulung atau verban elastis dengan metode roll on.
 Mengelevasikan tungkai yang sudah terpasang bidai
 Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.

10.EVAKUASI PASIEN DAN KESEHATAN MATRA

Matra diarahkan pada kondisi lingkungan yang berubah bermakna yang


mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau kelompok. Lingkungan
tersebut bisa terjadi di darat (lapangan), laut maupun udara. Kondisi matra akibat lingkungan
yang berubah bermakna ini bisa terjadi karena sudah direncanakan maupun tidak direncanakan.

Aktivitas Matra Lapangan yang direncanakan :


Haji, Transmigrasi, Berkemah, Perjalanan mudik lebaran, berkumpulnya penduduk saat festival
ataupun acara-acara keagamaan, perjalanan wisata, kegiatan bawah tanah, dan kegiatan lintas
alam.
Matra laut :
Penyelaman, pelayaran, dan kehidupan laut lepas pantai.
Matra Udara :
Penerbangan dan kegiatan kedirgantaraan lainnya.
Kondisi matra yang tidak direncanakan:
Lingkungan pengungsian akibat terjadinya bencana, gangguan kamtibmas maupun krisis
lainnya.

Istilah Kesehatan Matra

• Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk meningkatkan kemampuan


fisik dan mental guna mengatasi masalah kesehatn akibat lingkungan yang berubah bermakna.
• Upaya Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi sebagaimana
upaya kesehatan pada umumnya.

Kesehatan Matra Lapangan

Kesehatan Matra Lapangan yang menjadi domain TNI – Polri yaitu Kesehatan dalam
Penanggulangan Gangguan Kamtibmas (Polri) dan Kesehatan dalam operasi dan Latihan militer
didarat (TNI-AD)

Tujuan:
Tujuan yang tercantum dalam pedoman kesehatan matra (Kepmenkes 215/2004) adalah “
Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi kondisi
matra agar tetap sehat”. Bila upaya kesehatan matra telah berjalan maka tujuan dapat lebih
dioperasionalkan dengan sasaran epidemiologis menjadi “menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat kondisi matra”.
Sasaran:
Sasaran kesehatan matra adalah meningkatnya kesehatan penduduk dalam kondisi matra serta
menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian penduduk akibat kondisi matra melalui
proses pelaksanaan kegiatan yang terorganisasi lintas program dan lintass sektor dengan
melibatkan swasta dan masyarakat memalui kemitraan yang dinamis.

Anda mungkin juga menyukai