TENTANG
2
12. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
13. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5607);
14. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 307, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5612);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Darah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5197);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2013 tentang
Badan Pengawas Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 111, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5428);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5542);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Reproduksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 169, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5559);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 369, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 187,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6402);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 229, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5942);
3
23. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
24. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 193);
25. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Banjar
(Lembaran Daerah Kota Banjar Tahun 2016 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Banjar Nomor 13)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan
Daerah Kota Banjar Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Banjar
(Lembaran Daerah Kota Banjar Tahun 2021 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Kota Banjar Nomor 50);
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
4
6. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana urusan
pemerintahan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan
daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Wali Kota melalui
Sekretaris Daerah.
7. Swasta adalah setiap komponen penyelenggara Upaya
Kesehatan non-pemerintah di Daerah Kota.
8. Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama
dalam satu komunitas secara teratur dan saling tergantung
satu sama lain meliputi kelompok warga sipil, lembaga
nirlaba, korporasi, dan kelompok non pemerintah lain di
Daerah Kota.
9. Organisasi Profesi adalah organisasi yang bergerak di
bidang profesi Tenaga Kesehatan yang melakukan
pembinaan terhadap anggota dan memberikan rekomendasi
untuk izin praktik.
10. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
11. Penyelenggaraan Kesehatan Daerah adalah pengelolaan
Kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen di
Daerah Kota secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
12. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah
dan/atau masyarakat.
13. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat
UKP adalah setiap suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan
kesehatan perseorangan.
14. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat.
15. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
16. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang selanjutnya
disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non
spesialistik untuk keperluan observasi, promotif, preventif,
diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan
kesehatan lainnya.
5
17. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang
selanjutnya disingkat FKRTL adalah fasilitas kesehatan
yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi
rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan,
dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
18. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
Pelayanan Kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
19. Badan Layanan Umum Daerah, yang selanjutnya disingkat
BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh Unit Pelaksana
Teknis Daerah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola
pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan
pengelolaan daerah pada umumnya.
20. Unit Pelaksana Teknis Daerah, yang selanjutnya disingkat
UPTD adalah Organisasi yang melaksanakan kegiatan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang
tertentu pada Dinas Kesehatan.
21. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
BLUD UPTD Puskesmas adalah fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan pelayanan kesehatan
promotif dan pelayanan kesehatan preventif, untuk
mencapai derajat Kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
22. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan Kesehatan yang
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat.
23. Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu
pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
24. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau
kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
25. Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau
hanya mengalami sakit ringan.
26. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yang selanjutnya disingkat
KIPI adalah kejadian medik yang diduga berhubungan
dengan Imunisasi.
6
27. Sumber Daya di Bidang Kesehatan adalah segala bentuk
dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan
teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Kota dan/atau masyarakat.
28. Sumber Daya Manusia Kesehatan yang selanjutnya
disingkat SDMK adalah seseorang yang bekerja secara aktif
di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan.
29. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang Kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
Kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan Upaya Kesehatan.
30. Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan yang
selanjutnya disebut Pemberdayaan Masyarakat adalah
proses untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan
kemampuan individu, keluarga serta masyarakat untuk
berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan
dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui
pendekatan edukatif dan partisipatif serta memperhatikan
kebutuhan potensi dan sosial budaya setempat.
31. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional
dan kosmetika.
32. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan Kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
33. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang
sakit, memulihkan Kesehatan pada manusia dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
34. Makanan adalah barang yang diwadahi dan diberikan label
dan yang digunakan sebagai makanan atau minuman akan
tetapi bukan obat.
35. Hygiene Sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor
risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang
berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan
agar aman dikonsumsi.
36. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya
disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang ditetapkan oleh Wali Kota Banjar Bersama
DPRD Kota Banjar.
37. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya
disingkat STBM adalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan
masyarakat dengan cara pemicuan.
7
38. Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
39. Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang
dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera
untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
40. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang
selanjutnya disingkat SPGDT adalah suatu mekanisme
pelayanan Korban/Pasien Gawat Darurat yang terintegrasi
dan berbasis call center dengan menggunakan kode akses
telekomunikasi 119 dengan melibatkan masyarakat.
41. Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu atau Public Safety
Center yang selanjutnya disingkat P2KT/PSC adalah pusat
pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam
hal-hal yang berhubungan dengan kegawatdaruratan yang
berada di wilayah Pemerintah Daerah Kota yang merupakan
ujung tombak pelayanan untuk mendapatkan respon cepat.
42. Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang
sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif
dan efisien.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
BAB II
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Kesehatan
Pasal 3
8
c. sistem rujukan UKP;
d. gawat darurat;
e. pelayanan kesehatan tradisional;
f. pelayanan kesehatan bencana;
g. pelayanan darah;
h. promosi kesehatan;
i. surveilans kesehatan;
j. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit;
k. kejadian luar biasa;
l. kesehatan indera;
m. pelayanan kesehatan jiwa;
n. kesehatan lingkungan;
o. kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana;
p. pengelolaan imunisasi;
q. pelayanan gizi;
r. pelayanan kesehatan gigi dan mulut;
s. upaya kesehatan matra;
t. upaya kesehatan sekolah/madrasah/pesantren;
u. upaya kesehatan lanjut usia;
v. kesehatan kerja;
w. kesehatan olahraga;
x. pelayanan kesehatan reproduksi;
y. upaya keperawatan kesehatan masyarakat;
z. sistem rujukan UKM;
aa. jaminan kesehatan masyarakat; dan
bb. bedah mayat.
(3) BLUD UPTD Puskesmas bertanggungjawab melaksanakan
penyelenggaraan kesehatan di wilayah kerjanya.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Pasal 4
Bagian Ketiga
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 5
9
(2) Jenis fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. tempat praktik mandiri tenaga kesehatan;
b. BLUD UPTD Puskesmas;
c. klinik;
d. rumah sakit;
e. apotek;
f. unit transfusi darah;
g. laboratorium kesehatan;
h. optikal;
i. fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan
hukum; dan
j. fasilitas pelayanan kesehatan tradisional.
(3) Pemerintah Daerah Kota wajib menyelenggarakan Klinik
Utama dan Rumah Sakit kelas D dalam mendukung
program Jaminan Kesehatan Nasional dan program
kesehatan lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Klinik
Utama dan Rumah Sakit kelas D sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), diatur dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 6
Pasal 7
(1) Pemerintah Daerah Kota berwenang menerbitkan izin
operasional Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D serta fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat Daerah Kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan izin
operasional Rumah Sakit Kelas C dan Kelas D serta fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat Daerah dilaksanakan dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 8
(1) Setiap penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
mendukung program Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Kota.
10
(2) Setiap Rumah Sakit wajib memberikan informasi yang benar
tentang ketersediaan pelayanan medis, jumlah tempat tidur
dan jumlah tempat tidur ruang intensif kepada masyarakat.
(3) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Wali Kota.
Pasal 9
Pasal 10
11
Bagian Keempat
Sistem Rujukan UKP
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
12
Bagian Kelima
Gawat Darurat
Pasal 15
13
Pasal 16
14
Bagian Keenam
Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
15
Bagian Ketujuh
Pelayanan Kesehatan Bencana
Pasal 20
Bagian Kedelapan
Pelayanan Darah
Pasal 21
Pasal 22
16
b. memberikan pelayanan darah yang berkualitas, termasuk
pengamanan pelayanan darah yang meliputi pengerahan
dan pelestarian pendonor darah, pengambilan dan
pelabelan darah pendonor, pencegahan penularan
penyakit, pengolahan darah, penyimpanan darah dan
pemusnahan darah, pendistribusian darah, penyaluran
dan penyerahan darah;
c. memberikan izin operasional Unit Transfusi Darah
setelah mendapat rekomendasi dari Tim Penilai Unit
Transfusi Darah Tingkat Provinsi; dan
d. mengkoordinasi jejaring pelayanan darah.
(4) Setiap Rumah Sakit di Daerah Kota dapat memiliki bank
darah.
(5) Dalam upaya pencegahan penularan dan penanggulangan
penyakit, unit transfusi darah cabang wajib melakukan
penapisan darah terhadap penyakit berbahaya tertentu
sesuai dengan kemampuan dan melaporkan hasilnya
kepada Dinas Kesehatan.
(6) Unit transfusi darah cabang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin;
g. denda administratif; dan/atau
h. sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur
dalam Peraturan Wali Kota.
Bagian Kesembilan
Promosi Kesehatan
Pasal 23
Pasal 24
17
(2) Upaya promosi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a. penyuluhan kesehatan yang dilakukan secara
berkesinambungan dan sesuai dengan pola penyakit
yang ada, terintegrasi dengan gerakan masyarakat hidup
sehat, melakukan advokasi dan menggalang kemitraan
dengan berbagai penggiat pembangunan kesehatan
termasuk Pemerintah Daerah lain;
b. peningkatan jumlah dan kemampuan tenaga penyuluh
kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya
dalam hal promosi kesehatan;
c. pengembangan metode dan teknologi promosi kesehatan
yang sejalan dengan perubahan dinamis masyarakat;
dan
d. kebijakan perilaku hidup bersih dan sehat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Upaya Promosi kesehatan
diatur dalam Peraturan Wali Kota.
Bagian Kesepuluh
Surveilans Kesehatan
Pasal 25
Pasal 26
18
(2) Dalam mencegah peningkatan penyakit tidak menular dan
penyebaran penyakit menular, Dinas Kesehatan wajib
menyelenggarakan surveilans kesehatan, kewaspadaan dini
KLB dan respon.
(3) Penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan/atau
wabah memerlukan respon cepat dan penyelidikan
epidemiologi dari Pemerintah Daerah Kota dan Swasta dalam
waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam setelah
diketahui.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Wali Kota.
Pasal 27
Pasal 28
Bagian Kesebelas
Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pasal 29
19
b. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tular
vektor dan zoonotik seperti malaria, zoonosis, filariasis
dan kecacingan, dan arbovirosis serta vektor dan
binatang pembawa penyakit lainnya; dan
c. penyakit menular lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit tidak menular sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b, meliputi:
a. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit jantung
dan pembuluh darah;
b. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit paru
kronis dan gangguan imunologis;
c. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
diabetes mellitus dan gangguan metabolik;
d. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit kanker
dan kelainan darah;
e. upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak
menular lainnya;
f. upaya Kesehatan indera dan gangguan fungsional;
g. upaya Kesehatan jiwa; dan
h. upaya pencegahan dan pengendalian penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Pasal 30
Pasal 31
20
(5) Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan
sanksi administratif, berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Wali Kota.
Pasal 32
Pasal 33
21
f. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dan
sumber daya dalam upaya kesehatan jiwa.
(3) Wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk:
a. membuat kebijakan daerah mengenai upaya pelayanan
kesehatan jiwa daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
b. membuat rancangan regulasi untuk keberlangsungan
pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat.
(4) Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah
Kota wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa.
(5) Penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat bekerja
sama dengan swasta dan masyarakat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan upaya
kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 34
22
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Wali Kota.
Pasal 35
Pasal 36
23
(2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan kaidah
higiene sanitasi tempat umum dan pengelolaan pangan siap
saji.
Pasal 37
Pasal 38
24
Bagian Keenam Belas
Upaya Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
25
f. pembinaan kepada kelompok binaan balita dan anak
sekolah; dan/atau
g. pembinaan organisasi atau lembaga swadaya
masyarakat.
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
Pasal 46
26
(4) Pembiayaan untuk pengobatan, perawatan, dan rujukan
bagi seseorang yang mengalami gangguan kesehatan diduga
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi atau akibat Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi dibebankan pada Anggaran
Pendapatan Belanja pada Daerah Kota atau sumber
pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi dilaksanakan dengan berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Pasal 50
27
i. menjaga agar bahan makanan memenuhi standar mutu
gizi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pemenuhan tugas dan tanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan Swasta dan
Masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya perbaikan gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Wali Kota.
Pasal 51
Pasal 52
28
(5) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai standar pelayanan,
standar profesi, dan standar prosedur operasional.
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
29
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan
Kesehatan jemaah haji dan umrah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 56
Pasal 57
30
f. surveilans kesehatan;
g. inspeksi sanitasi dan perbaikan kualitas air bersih dan
sanitasi di wilayah terdampak; dan
h. pemulihan pasca gangguan keamanan dan ketertiban
masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
kesehatan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Wali Kota.
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
31
(3) Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan
sekolah/madrasah/pesantren, dilakukan kerja sama antar
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)/Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) dan BLUD UPTD Puskesmas untuk
menyelenggarakan 3 (tiga) program pokok (Trias UKS) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemerintah Daerah Kota berkoordinasi dalam melakukan
pengembangan kapasitas tim pembina dan tim pelaksana
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)/Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) melalui pelatihan dokter kecil dan guru
pembimbing Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)/Pos
Kesehatan Pesantren (Poskestren), sesuai kewenangan
masing-masing.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan usaha
kesehatan sekolah/madrasah/pesantren sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 61
Pasal 62
32
(2) Pemberi kerja dan/atau pengelola tempat kerja harus
melakukan upaya pencegahan terhadap gangguan
kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi tempat
kerja di semua jenis pekerjaan sesuai dengan standar
kesehatan kerja di lingkungan kerja masing-masing.
(3) Pemberi kerja dan/atau pengelola tempat bekerja wajib
menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
karyawan melalui Jaminan Sosial.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan.
Pasal 63
Pasal 64
33
Bagian Keduapuluh Enam
Upaya Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Pasal 65
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
34
Bagian Keduapuluh Delapan
Jaminan Kesehatan Masyarakat
Pasal 69
Pasal 70
35
BAB III
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
Pasal 71
Pasal 72
Pasal 73
36
f. pembangunan kesehatan di Daerah Kota.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif
berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diatur
dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 74
Pasal 75
37
BAB IV
SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN DAN MAKANAN
Bagian Kesatu
Peredaran dan Penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Makanan
Pasal 76
Pasal 77
38
Pasal 78
Bagian Kedua
Izin Usaha Mikro Obat Tradisional
Pasal 79
39
Bagian Ketiga
Sertifikat Produksi Perusahaan Rumah Tangga Alat Kesehatan
dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Pasal 80
Bagian Keempat
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
Pasal 81
40
(4) Industri rumah tangga pangan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan/atau
g. denda administratif.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Wali Kota.
BAB V
MANAJEMEN, INFORMASI DAN REGULASI KESEHATAN
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 84
41
(2) Penyelenggaraan administrasi kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan:
a. berdaya guna dan berhasil guna, terpadu berlandaskan
pada arah kebijakan pembangunan nasional dengan
memperhatikan kebijakan dan prioritas pembangunan
kesehatan; dan
b. berorientasi pada kepentingan masyarakat,
memanfaatkan teknologi informasi, didukung sumber
daya manusia yang kompeten, dan pembiayaan yang
mencukupi untuk Dinas Kesehatan dan Perangkat
Daerah terkait.
Pasal 85
Pasal 86
BAB VI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
Pasal 87
42
(2) Dalam melaksanakan kebijakan penelitian dan
pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah Daerah Kota dapat berkoordinasi dan/atau
bekerja sama dengan badan penelitian dan pengembangan
pada kementerian, perguruan tinggi dan/atau lembaga
penelitian lain.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan penelitian dan
pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Wali Kota.
Pasal 88
BAB VII
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Pasal 89
Pasal 90
43
Pasal 91
Pasal 92
BAB VIII
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pasal 93
44
c. kegiatan perilaku hidup bersih dan sehat; dan
d. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya
berbasis kearifan lokal.
(3) Pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan,
potensi dan sosial budaya setempat.
Pasal 94
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 95
45
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 96
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 97
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 98
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 99
46
Pasal 100
Ditetapkan di Banjar
pada tanggal 10 Februari 2023
WALI KOTA BANJAR,
ttd
ADE UU SUKAESIH
Diundangkan di Banjar
pada tanggal 10 Februari 2023
SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJAR,
ttd
ADE SETIANA
47
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PENYELENGGARAAN KESEHATAN DAERAH
I. UMUM
Kebijakan pengelolaan kesehatan merupakan salah satu kebijakan
strategis yang mengandung hak dasar warga negara sebagaimana diamanatkan
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Hak dasar warga negara tersebut mengalir secara konstitusional dalam
peraturan perundang-undangan nasional yakni Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang
mengatur tegas aspek kekuasaan hukum dan sistem kebijakan pengelolaan
kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72
Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Kebijakan pengelolaan
kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional dilakukan dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah
fungsional, berdasarkan kemampuan dan ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah Kota Banjar berkepentingan
untuk melakukan pengelolaan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan
di wilayah Kota Banjar secara sistemik-holistik dalam kerangka desentralisasi
dan otonomi daerah yang fungsional.
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kesehatan Daerah menjadi
acuan kebijakan strategis dan sistemik bagi peraturan perundang-undangan
tentang kesehatan lainnya di Kota Banjar. Pengaturan dalam peraturan daerah
ini bersifat umum, sedangkan ketentuan yang lebih rinci dari masing-masing
subsistem dari Penyelenggaraan Kesehatan Daerah didelegasikan dalam
bentuk Peraturan Wali Kota yang lebih operasional.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud upaya promotif adalah kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan, seperti pemberian leaflet dan brosur.
48
Huruf b
Yang dimaksud upaya preventif adalah suatu kegiatan
pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit,
seperti sosialiasi dan penyuluhan.
Huruf c
Yang dimaksud upaya kuratif adalah suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan
untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan
akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian
kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
Huruf d
Yang dimaksud upaya rehabilitatif adalah kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna
untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuannya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Fasilitas kesehatan yang dapat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tradisional antara lain:
a. rumah sakit;
b. klinik;
c. BLUD UPTD Puskesmas;
d. praktek mandiri tenaga kesehatan tradisional; dan
e. griya sehat.
49
Ayat (2)
Yang dimaksud tenaga kesehatan tradisional adalah setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan tradisional serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan tradisional yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
tradisional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud kesehatan lingkungan merupakan upaya
pencegahan penyakit dan/atau kesehatan dari faktor resiko
lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat
baik dari aspek fisik, kimia, biologi maupun sosial. Kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota,
masyarakat dan/atau swasta berada pada media lingkungan
permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat fasilitas
umum yang berhubungan atau berdampak langsung terhadap
kesehatan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
50
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud tempat fasilitas umum adalah sarana yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kota/swasta, atau
perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat
seperti sarana pariwisata, kawasan transportasi, sarana ibadah,
sarana perdagangan, sarana pendidikan, sarana olahraga, rekreasi,
fasilitas pelayanan kesehatan, dan sarana
sosial lainnya.
Huruf b
Yang dimaksud tempat pengelolaan pangan siap saji adalah usaha
pengelolaan makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan
siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat
usaha atas dasar pesanan seperti restoran/rumah makan, jasa
boga, makanan jajanan, dan depot air minum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Yang dimaksud tempat umum adalah lokasi sarana dan
prasarana kegiatan bagi masyarakat umum, antara lain:
a. fasilitas kesehatan;
b. fasilitas pendidikan;
c. tempat ibadah;
d. hotel;
e. rumah makan dan usaha lain sejenis;
f. sarana olahraga;
g. sarana transportasi,darat,laut,udara dan kereta api;
h. stasiun dan terminal;
i. pasar dan pusat perbelanjaan;
j. pelabuhan dan bandar udara; dan
k. tempat fasilitas umum lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
51
Ayat (2)
Huruf e
Yang dimaksud Kader Kesehatan adalah setiap orang yang dipilih
oleh masyarakat dan dilatih oleh Dinas Kesehatan untuk
menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun
masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat
dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf b
Yang dimaksud dengan Institusi atau fasilitas lainnya adalah
institusi pendidikan, tempat kerja dan tempat umum.
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Yang dimaksud kesehatan matra adalah upaya kesehatan dalam bentuk
khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan fisik
dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang serba
berubah secara bermakna baik di lingkungan darat, laut dan udara.
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Yang dimaksud terpajan adalah terpapar atau terkena dampak dari
kegiatan arus mudik.
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
52
Pasal 61
Ayat (2)
Huruf e
Yang dimaksud home care adalah pelayanan kesehatan yang
berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada
individu dan keluarga ditempat tinggal mereka yang bertujuan
untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan
tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit.
Yang dimaksud long term care adalah berbagai layanan yang
membantu memenuhi kebutuhan medis dan non medis dari orang-
orang dengan penyakit kronis atau cacat yang tidak dapat merawat
diri mereka sendiri untuk jangka waktu lama.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Yang dimaksud keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu
bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat, serta
mengutamakan pelayanan promotif, preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sebagai suatu
kesatuan yang utuh, melalui proses keperawatan untuk
meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal sehingga
mandiri dalam upaya kesehatannya.
Pasal 66
Huruf a
Yang dimaksud sistem rujukan UKM primer adalah UKM di
tingkat BLUD UPTD Puskesmas di Kecamatan.
Huruf b
Yang dimaksud sistem rujukan UKM sekunder adalah UKM di
tingkat Kota.
Huruf c
Yang dimaksud sistem rujukan UKM tersier adalah UKM di
tingkat Provinsi.
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
53
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Setiap tenaga kesehatan berhak memperoleh informasi dan
mendapat persetujuan dari pimpinan untuk meningkatkan
kompetensi.
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Yang dimaksud obat publik adalah obat yang digunakan untuk
pelayanan kesehatan dasar.
Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas
Pasal 81
Cukup Jelas
Pasal 82
Yang dimaksud dengan Manajemen Kesehatan adalah pengelolaan yang
menghimpun berbagai upaya kebijakan Kesehatan, administrasi
kesehatan, pengelolaan data dan informasi Kesehatan, dan pengaturan
hukum kesehatan, yang mendukung sub sistem lainnya pada SKP guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Pasal 83
Cukup Jelas
Pasal 84
Cukup Jelas
Pasal 85
Cukup Jelas
Pasal 86
Cukup Jelas
Pasal 87
Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan adalah
pengelolaan penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna memberikan data kesehatan yang berbasis bukti
untuk menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Pasal 88
Cukup Jelas
Pasal 89
Yang dimaksud Pembiayaan Kesehatan adalah pengelolaan berbagai
upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan
untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pasal 90
Cukup Jelas
54
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dalam penyelenggaraannya
diantaranya dapat berupa bantuan dari perusahaan dalam bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), pemberian hibah pihak
ketiga yang tidak mengikat, bantuan dari luar negeri.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf b
Yang dimaksud outcome kegiatan adalah segala sesuatu
yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan
dalam 1 (satu) program.
Pasal 92
Cukup Jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemberdayaan Masyarakat antara lain pos pelayanan terpadu, pos
pembinaan terpadu lansia dan PTM, pos upaya kesehatan kerja.
Pasal 94
Cukup Jelas
Pasal 95
Cukup Jelas
Pasal 96
Cukup Jelas
Pasal 97
Cukup Jelas
Pasal 98
Cukup Jelas
Pasal 99
Cukup Jelas
Pasal 100
Cukup Jelas
55