Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULAN SYOK SEPSIS

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT TK III SLAMET RIYADI


SURAKARTA

Disusun oleh:

GAMATARI SUBPRABA PURNAMA SARI

SN202010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM

PROFESI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Menurut Vivianni, et, al (2017) sepsis merupakan suatu
sindroma kompleks dan multifaktorial yang terjadi karena adanya
respon tubuh infeksi dimana respon tersebut cenderung berbahaya
atau bersifat merusak.
Syok Sepsis adalah sepsis yang disertai dengan kondisi
disfungsi organ yang disebabkan karena inflamasi sistematik dan
respon prokoagulan terhadap infeksi (Irvan, et al, 2018)
Berdasarkan defisini diatas dapat disimpulkan bahwa syok
sepsis adalah suatu sindroma yang kompleks dan multifaktorial

karena respon tubuh terhadap infeksi sistematik disertai disfungsi


organ sehingga dapat mengancam kehidupan.

2. Etiologi
Masuknya mikroba ke aliran darah bukan merupakan sesuatu
yang mendasar terhadap timbulnya sepsis berat, karena infeksi lokal
dengan penyebab bakteri yang menghasilkan produk patogen seperti
eksotoksin, dapat juga memicu respon inflamasi sistemik sehingga
menimbulkan disfungsi organ di tempat lain dan hipotensi. Kultur
darah yang positif hanya ditemukan pada sekitar 20-40% kasus sepsis
berat dan persentasenya meningkat seiring tingkat keparahan dari
sepsis, yaitu mencapai 40- 70% pada pasien dengan syok septik.
Bakteri gram negatif atau positif mencakup sekitar 70% isolat, dan
sisanya ialah jamur atau campuran mikroorganisme. Pada pasien
dengan kultur darah negatif, agen penyebab sering ditegakkan
berdasarkan kultur atau pemeriksaan mikroskopik dari bahan yang
berasal dari fokus infeksi (Munford, 2017).

2
Sepsis berat terjadi sebagai akibat dari infeksi yang didapat
dari komunitas dan nosokomial. Pneumonia ialah penyebab paling
umum, mencapai setengah dari semua kasus, diikuti oleh infeksi
intraabdominal dan infeksi saluran kemih. Staphylococcus aureus
dan Streptococcus pneumoniae ialah bakteri gram positif paling
sering, sedangkan Escherichia coli, Klebsiella spp,
dan Pseudomonas aeruginosa predominan di
antara bakteri gram negatif (Angus, 2017).
Menurut Brunner & Suddarth (2017) syok septic diakibatkan
oleh serangkaian peristiwa hemodinamik dan metabolic yang
dicetuskan oleh serangan mikroba, serta yang penting lagi adalah
oleh system pertahanan tubuh. Sepsis dan syok septic dapat
disebabkan

oleh gejala serangan mikroorganisme yang berkaitan dengan infeksi


bakteri aerobic dan an aerobic terutama yang disebabkan oleh:
a. Bakteri gram negative seperti Escheria coli, Klebsiella sp,
Pseudomanassp, Bacteroides sp, dan Proteus sp. Bkateri gram
negative mengandung lipopolisakarida pada dinding selnya yang
disebut endotoksin. Apabila dilepas dan masuk ke kedalam
alittan darah, endotoksin menghasilkan beragam perubahan –
perubahan
biokimia yang merugikan dan mnegaktivasi imun dan mediator
biologis lainnya yang menjunjung syok septic.
b. Organisme gram positif seperti: Stafilokokus, Streptokokus, dan
Pneunmokokus juga terlibat dalam timbulnya sepsis
c. Organisme gram positif melepaskan eksotosin yang
berkemampuan untuk mengerahkan mediator imun dengan cara
yang sama dengan endotoksin
d. Selain itu infeksi viral, fungal, dan riketsia dapat mengarah
kepada timbulnya syok sepsis dan syop septik
3
3. Manifestasi Klinik
Menurut Brunner & Suddarth (2017) manifestasi klinik dari syok
septik yaitu :
a. Manifestasi Kardiovaskular
1) Perubahan Sirkulasi
Karakteristik hemodinamik utama dari syok septic
adalah rendahnya vaskuler sistemik ( TVS ), sebagian besar
karena vasodilatasi yang terjadi sekunder terhadap efek-efek
berbagai mediator ( Seperti ; prostaglandin, kinin, histamine
dan endorphin ). Mediator-mediator yang sama tersebut juga
dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler,

mengakibatkan berkurangnya volume intravascular menembus


membrane yang bocor dengan demikian mengurangi volume
sirkulasi yang efektif. Dalam respon penurunan TVS dan
volume yang bersirkulasi, curah jantung ( CJ ) biasanya tinggi
tetapi tidak mencukupi untuk mempertahankan perfusi
jaringan organ. Aliran darah yang tidak mencukupi sebagian
dimanifestasikan oleh terjadinya asidemia laktta (Brunner &
Suddarth, 2017).
Dalam hubungan dengan vasodilatasi dan TVS yang
rendah, terjadi maldistribusi aliran darah.Mediator-mediator
vaso aktif yang dilepaskan oleh sistemik menyebabkan
vasodilatasi tertentu dan vaso kontriksi dari jaringan vaskuler
tertentu, mengarah pada lairan yang tidak mencukupi ke berapa
jaringansedangkan jaringan lainnya menerima aliran yang
berlebihan.Selain itu terjadi reaksi respon inflamasi massif
pada jaringan, mengakibatkan sumbatan kapiler karena
adanya agregasi leukosit dan penimbunan fibrin dan
berakibat

4
kerusakan organ dan endotel yang tidak dapat pulih (Brunner
& Suddarth, 2017)
2) Perubahan Miokardial
Kinerja miokardial tertekan dalam bentuk penurunan
fraksi ejeksi ventrikuler dan kerusakan kontraktilitas juga
terkena. Terganggu fungsi jantung adalah keadaan metabolic
abnormal yang diakibatkan oleh syok, yaitu adanya asidosis
laktat yang emnurnkan responsivitas terhadap katekolamin.
b. Manifestasi Pulmonal
Endoktosin mempengaruhi paru – paru baik langsung maupun
tidak langsung. Respon awal adalah brokonkontriksi.

Mengakibatkan pada hipertensi pulmonal dan peningkatan kerja


pernapasan. Neutropil teraktivasi dan vaskuler paru – paru.
Neutropil yang teraktivasi diketahui menghasilkan bahan – bahan
lain yang mengubah integritas sel – sel parenkim pulmonal,
mengakibatkan peningkatan permeabiltas. Dengan terkumpulnya
cairan pada intersitium, komplians pulmonal berkurang terjadi
kerusakan gas dan terjadi hipoksemia (Brunner & Suddarth, 2017)
c. Manifestasi Hematologi
Bakteri atau toksin menyebabkan aktivasi komplemen karena
sepsis melibatkan respon inflamasi global, aktivasi komplemen
dapat menunjang respon-respon yang akhirnya menjadi keadaan
lebih buruk ketimbang melindungi. Komplemen menyebabkan
sel- sel mast melepaskan histamine. Histamin merangsang
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler, keadaan ini
menimbulkan perubahan sirkulasi dalam volume serta timbulnya
edema interstitial. Abnormalitas platelet juga terjadi pada septic
karena endotoksin serta secara tidak langsung menyebabkan
agregasi

platelet dan selanjutnya pelepasan lebih banyak bahan-bahan

5
vasoaktif. Platelet yang teragragasi menimbulkan sumbatan aliran
darah dan melemahkan metabolisme selular dan mengaktivasi
koagulasi, selanjutnya menipisnya factor-faktor penggumpalan
(Brunner & Suddarth, 2017)
d. Manifestasi Metabolik
Hiperglikemia sering sering ditemui pada awal syok karena
pningkatan glukoneogenesis dan resisten insulin, yang
menghalangi pengambilan glukosa ke dalam sel. Dengan
berkembangnya syok terjadi hipoglikemia karena persediaan
glikogen menipis dan suplai protein dan lemak perifer tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.

Pemecahan protein terjadi pada syok septic dan ditunjukan oleh


tingginya ekskresi nitrogen urine. Protein otot dipecah menjadi
asam-asam amino karena disfungsi metaboliknya dan selanjutnya
terakumulasi dalam aliran darah. Dengan keadaan syok yang
berkembang terus, jaringan adipose dipecah (lipolisis) untuk
menyediakn lipid bagi hepar untuk memproduksi energi.
Metabolisme lipid ini menghasilkan keton, yang kemudian
digunakan dalam siklus kreb dengan demikian menyebabkan
peningkatan pembentukan laktat. Pengaruh kekacauan metabolic
ini menjadikan sel menjadi sangat kekurangan energi (Brunner &
Suddarth, 2017)
e. Pencegahan
Karena kompleksnya diagnosis terhadap sepsis serta sangat
tingginya ti gkay mortalitas yang disebabkan oleh syok septic,
maka penting tindakan pengedalian pencegahan terhadap infeksi.
Pasien berpenyakit kritis dengan mekanisme pertahan yang
terganggu harus dilindungi dari infeksi-infeksi yang diperoleh dari

rumah sakit (nosokomial). Infeksi nosokomial mempunyai dua

6
sumber: (1) lingkungan rumah sakit itu sendiri, (2) Flora normal
kulit dan GI, Gu serta saluran pulmonal pasien sendiri (Brunner
& Suddarth, 2017).
f. Desinfeksi
Dalam menyiapkan pasien untuk pembedahan, program
untuk memandikan dan menyiapkan kulit harus dilakukan hati –
hati. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa menurunnya
flora bakteri dengan memandikan atau membersihkan dengan
rendahnya infeksi (Brunner & Suddarth, 2017).
g. Antibiotik
Antibiotik profilaksis harus digunakan untuk prosedur yang

mempunyai resiko infeksi atau dimana risiko infeksi


berhubungan dengan hasil yang membahayakan. Antibiotik
profilaksis harus
diberikan sebelum pembedahan untuk mendapatkan konsentrasi
obat yang tinggi untuk dapat menekan pertumbuhan organisme
yang mungkin masuk pada saat pembedahan. Serta aseptic harus
digunakan pada saat melaukan penggantian balutan (Brunner &
Suddarth, 2017).

4. Komplikasi
Menurut Brunner & Suddarth (2017) komplikasinya bervariasi
berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi komplikasi yang
mungkin terjadi melipiti yaitu :
a. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan
fungsi respirasi akut (acuterespiratory distress syndrome)
Melalui inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama
pada paru.Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli
mengganggu pertukaran gas,mempermudah timbulnya kolaps

paru, dan menurunkan komplian dengan hasil akhir gangguan

7
fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ARDS timbul
pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang
berat dan biasanya mudah terlihat pada foto thoraks, dalam
bentuk opasitas paru bilateral yang konsisten dengan edema
paru. Pasien yang septik yang pada mulanya tidak memerlukan
ventilasi mekanik selanjutnya mungkin memerlukannya jika
pasien menaglami ALI/ARDS senuah resusitasi cairan.
b. Disseminated Intravascular Coagulation( DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi
diaktivasi secara difussebagai bagian respon inflamasi. Pada saat
yang sama, sistem fibrinolitik, yangnormalnya bertindak untuk

mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga


memulai spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan
secara
konstan dan difus- bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan.
Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi
dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien beresiko
mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan.
Timbulnya kougolopati pada sepsis pada hasil yang lebih buruk
c. Gagal Jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok sepsis,
dengan mekanisme yangdiperkirakan kemungkinannya adalah
kerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi
arteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang
berlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS)
atau infark miokardium(MCI), terutama pada pasien usia lanjut.
Dengan demikian obat inotropic danvasopressor (yang paling
sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengan berhati
– hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak
dianjurkan

8
d. Gangguan Fungsi Hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifestasi sebagai icterus
kolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan
alkali fosfatase. Fungsi sinetik biasanya tidak berpengaruh kecuali
pasien mempunyai status hemodinamik yang tidak stabil salam
waktu yang lama.
e. Gagal Ginjal
ginjal Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang
utama terjadinya gagal ginjal padakeadaan sepsis, yang
dimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel
peradangan pada urinalisis.

Jika gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan


perfusi yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi
ginjal (misalnya hymodialisis) diindikasikan.
f. Meningitis
g. Hipoglikemi
h. Asidosis
i. Icterus
j. Kematian

5. Patofisiologi
Sepsis timbul akibat respon pejamu terhadap infeksi, yang
diarahkan untuk mengeliminasi patogen. Patogen memiliki mekanisme
atau faktor virulensi yang bervariasi sehingga memungkinkan
patogen untuk bertahan dalam tubuh pejamu dan menyebabkan
penyakit. Faktor virulensi menyebabkan patogen mampu
menghambat fagositosis, memfasilitasi adhesi ke sel atau jaringan
pejamu, meningkatkan survival intrasel setelah difagosit, dan merusak
jaringan

melalui produksi toksin dan enzim ekstrasel (Mahon & Mahlen, 2017).

9
Kapsul menghambat fagositosis terutama dengan cara
menutupi struktur permukaan sel sehingga tidak dikenali oleh
reseptor sel fagosit. Bakteri berkapsul seperti Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenza dihubungkan dengan
infeksi yang sangat invasif dan lebih virulen dibanding bakteri tidak
berkapsul. Struktur lain berupa protein A, seperti pada dinding sel
Staphylococcus aureus, menghambat ikatan antibodi pejamu
terhadap permukaan patogen (sebagai antigen). Antibodi mengikat
antigen melalui bagian Fab, protein A mengikat bagian Fc antibodi
sehingga menghambat opsonisasi dan fagositosis. Beberapa patogen
menghindari fagositosis dengan cara melepaskan produk poten
di jaringan yang dapat

membunuh sel fagosit. Streptococci memroduksi hemolisin yang


melisiskan eritrosit dan merangsang efek toksik pada leukosit dan
makrofag. Staphylococcus melepaskan leukocidin yang
menyebabkan pelepasan lisosom ke dalam sitoplasma (Mahon &
Mahlen, 2017)
Kebanyakan patogen harus menempel pada sel pejamu
sebelum terjadi infeksi. Struktur permukaan sel patogen yang
memediasi penempelan disebut adhesin, contohnya fimbriae (pili)
dan lipoteichoic acid (LTA) pada bakteri. Fimbriae membuat bakteri
melekat pada permukaan sel pejamu, sehingga meningkatkan
kemmapuan patogen untuk kolonisasi. Fimbriae digunakan oleh
Neisseria gonorrhoeae untuk melekat pada sel epitel traktus
genitourinarius. Strain Escherichia coli juga menggunakan fimbriae
untuk melekat pada sel usus halus, sehingga nantinya mengeluarkan
toksin yang menyebabkan gejala diare. Streptococcus pyogenes
memiliki LTA yang terintegrasi pada peptidoglikan tebal untuk
melekat pada sel epitel faring (Mahon & Mahlen, 2017).
Beberapa patogen berkemampuan untuk bertahan dan

memperbanyak diri dalam sel fagosit setelah difagosit, dengan cara

10
mencegah fusi fagosom dan lisosom (fagolisosom), bertahan terhadap
efek dari isi lisosom, atau keluar dari fagosom ke dalam sitoplasma.
Sebagai contoh, Mycobacterium tuberculosis dan Legionella
pneumophila mencegah pembentukan fagolisosom, Mycobacterium
leprae menginaktivasi reactive oxygen species (ROS) dan nitrogen
species, dan Listeria monocytogenes merusak membran fagosom dan
keluar ke sitoplasma (Mahon & Mahlen, 2017).
Kemampuan patogen untuk menghasilkan toksin (eksotoksin
atau endotoksin) merupakan faktor utama lainyang berperan
terhadap virulensi dan invasi patogen. Eksotoksin diproduksi
terutama oleh bakteri Gram positif, dan disekresi ke lingkungan
ekstrasel bakteri

sehingga daat berinteraksi dengan sel pejamu dan mengganggu


metabolisme normalnya. Sebagai contoh, Corynebacterium diphtheriae
mengeluarkan toksin difteri yang bekerja menghambat sintesis
protein, sehingga terjadi nekrosis sel-sel jantung, saraf, dan hati.
Streptococcus pyogenes memroduksi streptolysin O yang merusak
membran sel, menyebabkan faringitis. Toksin Vibrio cholerae
menyebabkan peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP)
pada sel epitel usus, sehingga terjadi diare karena hipersekresi
klorida dan air. Di satu sisi, endotoksin diproduksi oleh bakteri Gram
positif dan negatif. Bakteri Gram negatif memroduksi
lipopolisakarida (LPS) yang menyusun membran luar bakteri dan
terdiri atas 3 regio, yaitu polisakarida spesifik-O, polisakarida inti,
dan lipid A. Aktivitas toksin dari endotoksin terdapat pada lipid A.
Paparan terhadap endotoksin dapat menyebabkan efek yang
sistemik, seperti perubahan tekanan darah dan suhu tubuh,
abnormalitas koagulasi, penurunan jumlah sel leukosit dan trombosit
yang bersikulasi, perdarahan, gangguan sistem imun, dan akhirnya
kematian (Mahon & Mahlen, 2017).

11
6. Pathway
Mikroorganisme (Bakteri gram negatif)

Masuk tubuh
manusia

Respon imun
Aktivasi bebrbagai mediator kimiawi
SYOK SEPSIS

Endokrin hasil gram negatif

B1 B3

Ketidakmampuan B2O2 dalam Gangguan


Sel untuk darah metabolisme
Menggunakan berkurang Oksidatif cerebral
O2 Kontraktilitas B4 Demand Hypoxia &
Berkurangnya O2 Jantung glukosa iskemi pada
Diparu CO otak
Aliran darah Pemecahan
Pernapasan cepat/ perifer GFR glikogen
RR meningkat terganggu menjadi glukosa
Oliguria, KPeertfiduasikJef
Dyspnea Cyanosis Anuria aerkintigfan
Akral dingin Otak
Hiperglikemia

Ketidakefektifan Ketidakefektifan Hipoglikemia


Gangguan
Pola Napas Perfusi Jaringan
Eliminasi Urine
Perifer 12

Penurunan
Curah Jantung

B5 B6

Gangguan saraf simpatis Pasokan O2 ke jaringan


& parasimpatis otot skelet tidak mencukupi

Peristaltik Peristaltik Demand glukosa


Usus Usus
Anaerob glukosa
Distended Diare
Abdomen, Asam Lactat
Gangguan
absorbsi Resiko Tonus otot
Ketidakseimbangan Intoleransi Aktivitas
Elektrolit Gangguang mobilitas

Gangguan
Ketidakseimbangan
rasa nyaman
Nutrisi Kurang dari Resiko
Kebutuhan tubuh Cedera
(Sumber: Mahon & Mahlen, 2017)

13

7. Penatalaksaan (Medis dan Keperawatan)

Menurut Opal (2017), penatalaksaan pada pasien sepsis dapat


dibagi menjadi :
a. Nonfarmakologi : mempertahankan oksigenasi ke jaringan
dengan saturasi >70% dengan melakukan ventilasi mekanik dan
drainase infeksi fokal
b. Sepsis Akut menjaga tekanan darah dengan memberikan
resusitasi cairan IV dan vasopresor yang bertujuan pencapaian
kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum laktat dan
mengobati sumber infeksi
1) Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai
resusitasi cairan
2) Terapi dengan vasopresor (mis. Dopamin, norepinefrin,
vasopressin) bila rata – rata tekanan darah 70 mmHg tidka
dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian baru baru ini
membandingkan vasopresin dosis rendah tidak mengurangi
angka kematian dibandingkan dengan norepinefrin antara
pasien dengan syok sepsis
3) Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi
jarang dilakukan ventilasi mekanik, bukan dengan memberikan
bikarbonat
4) Antibibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling
sering sebagai rekomendasi antibiotik awal pasien sepsis.
Sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri
gram
positif dan negative, cakupan yang luas bakteri gram
dan gram negative (atau jamur jika terindikasi secara klinis)

5) Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bemtuk


rekayasa genetika aktifasi protein C, telah disetujui untuk
digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan

14

disfungsi (atau APACHE II skor > 24), bila dikombinasikan


dengan terapi konvensional, dapat menurunkan angka
mortalitas.
6) Sepsis Kronis Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan
umumnya terapi dilanjutkan minimal selama 2 minggu.
15

II. ASUHAN KPERAWATAN

1. Pengkajian
Menurut Hidayat dkk (2017), pengkajian adalah langkah awal
dariahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus
memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang
diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh
tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data
subjektif dari seseorang atau kelompok, dan data objektif dari
pemeriksaan diagnostik dan sumber lain. Pengkajian individu terdiri
atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data
objektif) (Wabber & Kelley, 2017)
a. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien sepsis didapatkan pasien mengalmai demam akibat
dari proses infeksi yang terjadi. Namun, pada pasienbayi dan
orang tua gambaran yang lebih menonjol adalah hipotermia
dibandingkan dengan hipertermia.
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit yang pernah dialami : Kanak – kanak, kecelakaan,
Pernah dirawat/operasi, alergi, imunisasi, kebiasaan.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Penjelasan penyakit yang pernah diderita pada keluarga
pasien : Genogram dan ketengaran.
b. Pengkajian Fokus

Menurut Mustaqim (2017) dengan pasien syok sepsis


berikut :

1) B1 (Breathing) :
Pasien dalam fase awal sepsis mengalami takipneu. Sekitar1/4
dari pasien emngalami sindrom gangguan pernafasan akut

16

(ARDS) dengan infitrat paru bilateral, hipoksemia dan kapiler


paru tekanan <18mmHg.
2) B2 (Blood) :
Pada hasil laboratorium pasien sepsis biasanya ditemukan
hasil leukosit tinggi (leukositosis) akan tetapi tidak jarang juga
ditemukan dengan hasil leukosit rendah. Pada kasus sepsis
pasien mengalami gelisah yang dapat menyebabkan
takikardia.
3) B3 (Brain) :
Pada pasien sepsis mengalami disfungsi organ sehingga

menyebbakn perubahan pada status mental kemudian


menjadi penyebab perubahan pada tigkat kesadaran.
4) B4 (Bladder) :
Penurunan produksi urine ( kurang lebih 0,5ml/kg/BB/jam)
dikarenakan terjadi peningkatan laktat plasma.
5) B5 (Bowel) :
Pada pasien sepsis mengalami distensi abdomen, anoreksia,
mual dan muntah
6) B6 (Bonte) :
Pada pasien sepsis mengalami kemerahan, pembengkakan,
lelah, malaise
c. Pemerikasaan Fisik :
1) Vital Sign
2) Kulit : Eteki, luka terinfeksi, cellulitis
3) Heent : Sinusitis, oitis media

4) Leher : Lympha denopathy, nuchal


5) Suara Paru : Wheezing, ronchi, rales, takipnea, ARDS,

batuk
6) Suara Jantung : Takikardi, murmur
7) Abdomen : Abdominal tenderness

17

8) Genitourinary : Suprapubik atau panggul tenderness,


pendarahan/discharge vagina
9) Muskuloskeletal : Vocal redness, sweeling, tenderness,
krepitasi
10) Neurologic : Perubahan status mental; kebingungan,
delirium, koma

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai

responklien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang


dialaminyabaik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI,
2017) yaitu :
a. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan kontraktilitas (D.0008)
b. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (D.0003)
c. Perfusi Perifer Tidak efektif b.d Peningkatan Tekanan Darah
(D.0009)
d. Gangguan Eliminasi Urin b.d Iritasi Kandung Kemih (D.0040)
e. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah b.d Hiperglikemia (D.0027)
f. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mengobsorbsi nutrien
(D.0019)
g. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Penurunan Kekuatan Otot (D.0054)

3. Perencanaan Keperawatan
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan

penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan


(SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

18

N Diagnosa Luaran Perencanaan Keperawatan


O Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
1 Penurun Curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
Jantung b.d intervensi (l.02075)
Perubahan keperawatan selama 3 Observasi :
kontraktilitas kali 24 jam, maka 1) Identifikasi
(D.008) curah jantung tanda/gejala primer
meningkat dengan penurunan curah
kriteria hasil: jantung
1) Kekuatan nadi 2) Identifikasi tanda
perifer sekunder penurunan
meningkat (5) curah jantung
2) Lelah menurun 3) Monitor Tekanan
(5) Darah
3) Pucat atau 4) Monitor intake dan
sianosis output cairan
menurun (5) 5) Monitor keluhan
4) Tekanan darah dada
membaik (5) Terapeutik :
1) Posisikan semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke
bawah atau posisi
nyaman
2) Berikan terapi
relaksasi untuk

mengurangi stress
3) Berikan oksigen

19

untujk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%
Edukasi :
1) Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2) Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap

3) Anjurkan berhenti
merokok
Kolaborasi :
1) Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika
perlu
2) Rujujk ke program
2 Gangguan Setelah dilakukan
rehabilitasi jantung
Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas b.d intervensi keperawatan
Ketidakseimbangan selama 3 kali 24 jam, (l.01014)
ventilasi-perfusi maka Pertukaran Gas Observasi :
(D.0003) meningkat dengan 1) Monitor frekuensi
kriteria hasil : irama, kedalaman
1) Dispnea dan upaya napas
menurun (5) 2) Monitor pola napas
(sepertri bradipnea,
2) Bunyi napas takipnea,
tambahan hiperventilasi,
menurun (5) kuusmaul, Cheyne-
3) Takikardia Stokes, biot, ataksik

20

menurun (5) 3) Monitor kemampuan


4) PCO2 batuk efektif
membaik (5) 4) Monitor adanya
5) PO2 membaik produksi sputum
(5) 5) Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi

napas
8) Monitor saturasi
oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray
toraks
Terapeutik :
1) Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
pemantauan, jika

Peraw perlu
atan Sirkulasi
3 Perfusi Perifer Setelah dilakukan
Tidak Efektif b.d intervensi keperawatan(l.02079)

21

Peningkatan selama 3 kali 24 jam, Observasi :


Tekanan Darah maka Perfusi Perifer 1) Periksa sirkulasi
(D.0009) meningkat dengan perifer(mis. Nadi
kriteria hasil : perifer, edema,
1) Kekuatan nadi pengisian kalpiler,
perifer warna, suhu,

meningkat (5) angkle brachial

2) Warna kulit index)

pucat menurun 2) Identifikasi faktor


resiko gangguan
(5)
sirkulasi (mis.
3) Gelisah Diabetes, perokok,
menurun (5) orang tua, hipertensi

4) Akral membaik dan kadar kolesterol

(5) tinggi)

5) Turgor Kulit 3) Monitor panas,

membaik (5) kemerahan, nyeri,


atau bengkak pada
ekstremitas
Terapeutik :
1) Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
tekanan darah pada

ekstremitas pada keterbatasan perfu


3) Hindari penekanan

22

dan pemasangan
torniquet pada area yang cidera
Lakukan pencegahan infeksi
Lakukan perawatan kaki dan kuku
Lakukan hidrasi
Edukasi :

Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Anjurkan berhenti merokok
Anjurkan berolahraga rutin
Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar

4) Anjurkan
menggunakan obat

23

penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kole
Anjurkan minum obat pengontrol teka
Anjurkan

menghindari
penggunaan obat
penyekat beta
Ajurkan melahkukan perawatan kulit
Anjurkan program rehabilitasi vaskul
Anjurkan program diet untuk memper
Rendah lemak jenuh,
minyak ikan,
omega3)

10) Informasikan tanda


dan gejala darurat

24

yang harus dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

4. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran


dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan dan evaluasi (Ali 2017). Evaluasi merupakan tahap akhir
yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Ali. (2017). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

EGC

25

Hidayat, Anwar. (2017). Metode Penelitian: Pengertian, Tujuan, Jenis. Diakses


dari alamat web: https://www.statistikian.com/2017/02/metode-penelitian-
metodologi-penelitian.html

Irvan, et al. (2018). Sepsis dan Tatalaksana Berdasar Guideline Terbaru,


(hhtps//www.resrachgate.net/publication/326894302_Sepsos_and_Traetment_
Based_on_the_Newest_Guideline), diakses pada Januari 2020

Mahon CR, Mahlen S. (2017). Host-parasite interaction. In: Mahon CR, Lehman
DC, Manuselis G, editors. Textbook of Diagnostic Microbiology (5th ed).
Missouri: Saunders Elsevier; p. 23-46

Munford RS. (2017). Severe sepsis and septic shock. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Baunwalda E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s
Principle mof Internal Medicine (17th ed). New York: Mc Graw Hill, p.
1695- 702

Opal SM, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management
of severesepsis and septic shock: 2017). Society of critical care medicine and
the Europeansociety of intensive care medicine. 2013; 41 (2): 580-637.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta


26

Anda mungkin juga menyukai