Anda di halaman 1dari 35

PENDIDIKAN KARAKTER PERSPEKTIF AZ-ZARNUJI PADA

KITAB TA’LIM MUTA’ALLIM DALAM MENINGKATKAN


AKHLAKTERPUJI SANTRI DI PONPOK PESANTREN
DAARUL QUR’AN KABUPATEN MUARO JAMBI
PROVINSI JAMBI

PROPOSAL TESIS

Diajukan sebagai salah satu persaryaratan memperoleh


gelar megister menajemen pendidikan islam
konsentrasi pendidikan agama islam

MUHAMMAD TRI RIDHO


NIM. 801230019

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023
2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................. Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ..................................... 6

D. Study Relevan ................................ Error! Bookmark not defined.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN STUDI RELEVAN

A. Perspektif Teoritik........................................................................ 10

1. Pendidikan Karakter ................................................................ 10

2. Pendidikan Karakter Perspektif Az Zarnuji Error! Bookmark not


defined.

3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Perspektif imam Az Zarnuji


dalam Ta’lim Muta’allim .................. Error! Bookmark not defined.

B. Kerangka Berpikir ........................... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................ 23

B. Data dan Sumber Data................................................................ 23

C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 25

D. Teknik Analisis Data ....................... Error! Bookmark not defined.

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......... Error! Bookmark not


defined.

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih menyisakan berbagai


persoalan, baik dari segi kurikulum, manajemen, maupun para pelaku dan
pengguna pendidikan. Sumber daya manusia (SDM) di Indonesia masih
belum mencerminkan cita-cita pendidikan yang diharapkan. Masih banyak
ditemukan kasus, seperti siswa yang mencontek ketika sedang ujian,
tindak tawuran antar pelajar, pergaulan bebas, penggunaan narkoba,
hingga terjadi tindak pidana kriminal yang dilakukan oleh siswa terhadap
guru. Di sisi lain, masih banyak ditemukan kasus guru yang melakukan
tindak kekerasan terhadap siswa, tindak asusila, serta kecurangan-
kecurangan lain yang dilakukan dalam hal sertifikasi dan penyelenggaraan
ujian nasional.
Krisis karakter yang semakin meningkat ini akan berpengaruh pada
karakter para generasi muda dimasa yang akan datang ketika mereka
sudah menjadi generasi penerus bangsa. Karena merekalah yang
nantinya dapat menentukan hancur atau utuhnya bangsa Indonesia.
Sebagaimana Asy-Syauqani dalam syairnya berkata “Suatu bangsa itu
tetap hidup selama akhlaknya tetap baik. Bila akhlak mereka sudah rusak,
maka sirnalah bangsa itu.”1
Atas dasar inilah, pendidikan di Indonesia perlu di rekonstruksi ulang
agar dapat menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan siap
menghadapi tantangan serta memiliki karakter yang mulia, yakni memiliki
kepandaian sekaligus kecerdasan, kreativitas tinggi, sopan santun dalam
berkomunikasi, kedisiplinan dan kejujuran, serta memiliki tanggung jawab
yang tinggi
.

1
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009),. 104

1
2

Dengan kata lain, pendidikan harus mampu mengemban misi


character building atau pembentukan karakter sehingga para peserta didik
dan para lulusan lembaga pendidikan dapat berpartisipasi dalam mengisi
pembangunan dengan baik dan berhasil tanpa meninggalkan nilai-nilai
karakter mulia.
Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Manullang yang dikutip
oleh Marzuki bahwa tujuan akhir dari pendidikan adalah karakter,
sehingga seluruh aktivitas pendidikan semestinya bermuara kepada
pembentukan karakter.2
Pendidikan secara umum dipahami sebagai proses pendewasaan
sosial menuju tatanan yang semestinya, yakni terciptanya manusia
seutuhnya yang meliputi keseimbangan aspek-aspek kemanusiaan yang
selaras dan serasi baik lahir maupun batin. Di dalamnya terkandung
makna yang berkaitan dengan tujuan, memelihara, mengembangkan fitrah
serta potensi menuju terbentuknya manusia ulul albab. Itulah fungsi pokok
pendidikan, yakni membebaskan manusia dari belenggu kedholiman, baik
penguasa maupun unsur-unsur sosial lainnya yang menindas dan
merampas kemerdekaan berpikir dan berpendapat.3
Hal ini karena, manusia dibekali akal fikiran yang berguna untuk
membedakan an tara yang hak dan yang bathil, baik buruk dan hitam
putihnya dunia. Bahkan selamat dan tidaknya manusia, tenang dan
resahnya manusia tergantung pada akhlaknya. Adapun tujuan dari semua
tuntunan alQur’an dan al-Sunnah menurut Quraish Shihab adalah menjadi
manusia yang secara pribadi dan kelompok mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba Allah dan kholifah di bumi, guna membangun
dunia ini dengan konsep yang ditetapkan Allah, dengan kata lain yang
lebih singkat dan sering digunakan adalah untuk menjadi hamba yang
bertaqwa pada Allah SWT.4

2
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: AMZAH, 2015),. 4.
3
Benny Susestyo, Politik Pendidikan Penguasa, (Yogyakarta: LkiS, 2013),. 6.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2009),. 269
3

Pendidikan karakter di Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Ratna


Megawangi, alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) yang concern
terhadap pendidikan, anak, dan perempuan.5 Melalui konsep pendidikan
holistik berbasis karakter, Megawangi mengedepankan sembilan pilar
karakter yang ingin dibangun. Yakni karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, kemandirian dan tanggungjawab, kejujuran/amanah,
diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka tolong-menolong dan
gotong-royong, percaya diri dan pekerja keras, kepemimpinan dan
keadilan, baik dan rendah hati, dan karakter toleransi, kedamaian, dan
kesatuan.
Dengan pendidikan karakter tersebut diharapkan generasi muda
mampu untuk mengemban tugas sebagai penerus tonggak perjuangan
bangsa, yakni membangun mental dan moralitas dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan kebangsaan. Sehingga apa yang dicita-citakan
bangsa Indonesia dapat tercapai.
Pada dasarnya pendidikan karakter bukanlah hal yang baru dalam
sistem pendidikan Islam, sebab roh atau inti dari pendidikan Islam adalah
pendidikan karakter, yang semula dikenal dengan pendidikan akhlak.
Pendidikan Islam sudah ada sejak Islam mulai didakwahkan oleh nabi
Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Seiring dengan penyebaran
Islam, pendidikan karakter tidak pernah terabaikan karena Islam yang
disebarkan oleh nabi adalah Islam dalam arti yang utuh, yaitu keutuhan
dalam iman, amal saleh, dan akhlak mulia.
Dari sinilah dapat dipahami bahwa sebenarnya seorang muslim yang
kaffah adalah mereka yang memiliki iman yang kuat, lalu mengamalkan
seuruh perintah Allah SWT dan menjauhi seluruh larangan-Nya, serta
akhirnya memiliki akhlak yang mulia sebagai konsekuensi dari iman dan
amal salehnya.

5
Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo,
2014),. 10
4

Kemudian konsep pendidikan karakter sudah banyak dirumuskan


oleh para tokoh pendidikan dalam Islam yang telah mereka tulis dan
rumuskan dalam karyanya yang sering kita dengar dengan istilah kitab
kuning, yang penjadi pedoman di dalam pondok pesantren dan menjadi
tradisi yang melekat pada pesantren. Kitab kuning pada dasarnya
merupakan istilah yang dimunculkan oleh kalangan luar pondok pesantren
untuk meremehkan kadar keilmuan pesantren. Bagi mereka, kitab kuning
sebagai kitab yang memiliki kadar keilmuan yang rendah dan
menyebabkan stagnasi.6
Az-Zarnuji berasumsi bahwa ada banyak pelajar yang sebenarnya
sudah berusaha dengan sunguh-sungguh dalam menutut ilmu tetapi
mereka tidak dapat merasakan nikmatnya ilmu. 7Hal ini terjadi akibat
kurang memperhatikan atau bahkan meninggalkan akhlak dalam proses
menuntut ilmu. Oleh karena itu, kondisi pendidikan yang seperti ini
mendorong pendidik untuk membuka serta membangun sudut pandang
baru dalam pendidikan, tidak hanya berorientasi pada ilmu pengetahuan
saja namun juga berorientasi pada nilai.8
Salah satu kitab kuning yang menjadi salah satu rujukan dalam
pendidikan karakter adalah kitab ta’lim muta’allim yang dikarang oleh
syeikh az-Zarnuji. Kitab ta’lim muta’allim sangat populer di setiap
pesantren, bahkan seakan menjadi buku wajib bagi santri. Sedangkan di
madrasah luar pesantren, apalagi disekolah-sekolah negeri, kitab tersebut
tidak pernah dikenal, dan baru sebagian kecil mulai mengenalnya
semenjak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Hal ini diperkuat dengan kenyataan adanya perbedaan sikap moral
keilmuan yang dimiliki oleh para alumni pesantren dengan alumni sekolah-

6
Amien Hoedari, dkk, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Kompleksitas Global, ( Jakarta: IRD Press, 2014),. 148
7
A. Rahman, Pendidikan Akhlak Menurut Az-Zarnuji Dalam Kitab Ta’lim Al-
Muta’allim. AtTa’dib (Jakarta: Paramadina, 2016).
8
A Setiawan, “Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam: Studi Komparasi
Pemikiran AlGhazali Dan Burhanuddin Al-Zarnuji.,” Dinamika Ilmu: Jurnal Pendidikan
14(1) (2014): 1–12.
5

sekolah non pesantren. Sikap keilmuan para alumni pesantren rata-rata


lebih moralis dibandingkan dengan yang non pesantren, dikarenakan
keilmuan alumni pesantren sarat dengan nilai moral spiritual sebagaimana
yang diajarkan dalam ta’lim muta’allim.
Hal demikian, karena ta’lim muta’allim sebagai kitab yang berisi
tentang methode belajar, meletakkan akhlak sebagai paradigma
dasarnya. Karena itu dipesantren tidak pernah terjadi unjuk rasa santri
kepada Kyai, sedang disekolah non pesantren terjadinya demo para
siswa/mahasiswa kepada pimpinan sekolah/universitasnya adalah
kebiasaan yang mudah ditonton. Logis demikian, karena thoriqoh
ta’allumnya juga berbeda. Para santri akrab dengan ta’dhimul ilmi wa
ahlihi, barakatul ilmi wa ahlihi yang diperkenalkan dalam pesantren,
sedangkan non santri masih asing dengan kata-kata tersebut.9
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Pendidikan Karakter
Perspektif Imam Az Zarnuji Pada Kitab Ta'lim Muta'allim Dalam
Meningkatkan Akhlak Terpuji Di Pondok Pesantren Daarul Qur’an
Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi “.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan
dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data.8 Berdasarkan latar
belakang penelitian yang telah peneliti paparkan di atas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja pendidikan Karakter yang terkandung dalam kitab ta’lim
muta’allim ?
2. Bagaimana nilai pendidikan karakter dalam membentuk akhlak
terpuji didalam kitab ta’lim muta’allim ?

9
Az-Zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Terj. Ali As’ad, (Kudus:
Menara Kudus, 2007),. 10
6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Dengan acuan rumusan masalah di atas, tujuan kajian
penelitian ini adalah untuk :
a. Mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan Karakter yang
terkandung dalam kitab ta’lim muta’allim.
b. Menjelaskan relevansi nilai-nilai pendidikan Karakter yang
terkandung dalam kitab ta’lim muta’allim terhadap pendidikan
karakter di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat hasil penelitian ini dapat
ditinjau dari manfaat secara teoritis dan praktis. Dengan demikian,
penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat berikut ini :
a. Secara Teoritis
Kajian dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi khazanah pendidikan,
khususnya tentang nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terdapat dalam kitab ta’lim muta’allim.
b. Secara Praktis
Harapan selanjutnya, kajian ini dapat memberikan
kontribusi kepada:
1) Pihak yang relevan dengan penelitian ini, sehingga
dapat untuk dijadikan referensi, refleksi ataupun
perbandingan kajian yang dapat dipergunakan lebih
lanjut dalam pengembangan pendidikan Islam.
2) Objek pendidikan, baik guru, orangtua, maupun
peserta didik dalam memperdalam ajaran agama
Islam. Yakni sebagai bahan informasi yang berkaitan
dengan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab
ta’lim muta’allim sehingga dapat dijadikan referensi
7

bagi orang tua maupun guru dalam mendidik akhlak


anak, serta bagi peserta didik sendiri.
3) Insitusi pendidikan Islam, sebagai salah satu
pedoman dan sumber dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar.

D. Study Relevan
Kajian penelitian yang relevan merupakan deskripsi hubungan antara
masalah yang diteliti dengan kerangka teoritik yang dipakai, serta
hubungannya dengan penelitian yang terdahulu yang relevan. Untuk
menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang membahas
permasalahan yang sama baik dalam bentuk skripsi, buku dan dalam
bentuk lainnya, maka peneliti akan memaparkan karyakarya yang relevan
dalam penelitian ini :
1. Penelitian Ulfatur Rohmah mahasiswa program studi Bimbingan
dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2015 yang berjudul
“Bimbingan Agama Islam Bidang Akhlak Bagi Santri Pondok
Pesantren Qosim AlHadi Mijen Semarang Melalui Kajian Kitab
Ta’lim AlMuta’allim”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelaksanaan bimbingan agama Islam bertujuan untuk membantu
santri dalam hal beribadah dan mengenal agama mereka dengan
baik yaitu agama Islam serta berakhlakul karimah, metode yang
digunakan dalam bimbingan agama Islam bagisantri Pondok
Qosim AlHadi yaitu dengan menggunakan metode dzikir, ceramah
dan diskusi atau tanya jawab, bimbingan agama Islam bagisantri
di Pondok Qosim Al-Hadi meliputi tiga aspek bidang bimbingan
yaitu aspek akidah, aspek ibadah, dan aspek akhlak. Materi
akhlak dalam kitab Ta’lim Almuta’llim yang dilaksanakan di
Pondok Qosim al-Hadi mijen Semarang memfokuskan pada
8

materi akhlak seorang santri, akhlak santri terhadap Kiai atau


ustadz, akhlak santri terhadap santri lain dan akhlak santri
terhadap pelajaran, metode kajian kitab ta’lim muta’allim adalah
menggunakan metode sorogan, bandongan (wetonan) dan
musyawarah (halaqoh).
2. Penelitian Akhmad Faris Novianto mahasiswa program studi
Pendidikan Agama Islam Faultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2015 yang berjudul
“Pembelajaran Kitab Ta’lim AlMuta’allim dan Akhlak Mahasiswa
Pondok Pesantren Hidayatul Qulub Tambakaji Ngaliyan
Semarang Terhadap Dosen UIN Walisongo Semarang”.
Berdasarkan penelitian, diperoleh gambaran tentang akhlak al-
karimah santri mahasiswa yang diperoleh dari pembelajaran kitab
ta’lim al-muta’allim, berdasarkan visi dan misi dari lembaga serta
sekumpulan metode dalam pembinaan santri mahasiswa yang
yang berupa keteladanan pengasuh pondok pesantren Hidayatul
Qulub. Pelaksanaan pembelajaran kitab ta’lim almuta’allim
dilaksanakan menggunakan beberapa metode yaitu bandongan,
ceramah, tanya jawab, serta keteladanan yang diberikan
pengasuh di luar pembelajaran. Sedangkan akhlak santri
mahasiswa dari pembelajaran kitab ta’lim al-muta’allim adalah
terbentuknya akhlak al-karimah dalam diri santri mahasiswa. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam sikapsikap terpuji yang
ditunjukkan oleh santri mahasiswa pondok pesantren Hidayatul
Qulub terhadap dosen UIN Walisongo di kelas maupun di luar
kelas. Adapun Akhlak di dalam kelas (ta’dzim, disiplin, sopan
santun, tanggungjawab, jujur, gotong royong, dan percaya diri).
Akhlak di luar kelas (mendo’akan dosen, mentaati peraturan
kampus, dam menjaga lingkungan kampus).
3. Penelitian Muztaba mahasiswa program studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
9

Syarif Hidayatullah Jakarta 2014 yang berjudul “Akhlak Belajar


dan Karakter Guru (Studi Pemikiran Syekh Az-Zarnuji dalam Kitab
Ta’lim Muta’allim)”. Berdasarkan penelitian didapatkan gambaran
bahwa akhlak belajar atau etika pembelajaran yang harus dimiliki
oleh peserta didik maupun para pelajar Islam adalah: 1) niat saat
belajar 2) memilih guru 3) menghormati guru 4) keseriusan
ketekunan dan citacita luhur 5) metode belajar 6) tawakal dan 6)
wara Sedangkan karakter atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
pendidik maupun guru agama Islam adalah: 1) ala’lam atau lebih
alim (profesional) 2) al-awra’ atau wara’ (yang dapat menjauhi diri
dari perbuatan tercela) 3) al-asanna atau lebih tua (lebih tua umur
dan ilmunya) 4) berwibawa 5) al-hilm (santun) dan 6) penyabar.

Perbedaan dari penelitian tersebut di atas dengan penelitian penulis


yaitu penelitian penulis terfokus pada pengambilan nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung didalam kitab ta’lim muta’allim serta relevansinya
terhadap pendidikan karakter di Indonesia. Sedangkan dari penelitian di
atas lebih berfokus pada penanaman atau penerapan nilai-nilai akhlak
didalam kehidupan sehari-hari, akhlak belajar, serta etika murid terhadap
guru.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PerspektifmTeoretik
1. PendidikannKarakter
Memahami makna pendidikan karakter tentunya berangkat dari
pemahaman kita mengenai definisi pendidikan dan karakter itu
sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan
berasal dari kata “didik” yang berarti memelihara dan memberi
latihan. Sedangkan pendidikan adalah, “proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”10
Kemudian memaknai kata karakter dari segi bahasa dan istilah,
secara etimologi, kata karakter berasal dari bahasa inggris yaitu
character, yang mempunyai makna tabiat, watak, sifat, peran, dan
budi pekerti. Sedangkan secara terminologi, karakter diartikan
sebagai sifat manusia, manusia pada umumnya yang bergantung
pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah puncak dari
kebiasaan, kejiwaan, dan budi pekerti yang didapat dari tingkah laku,
etika dan sikap seseorang serta merupakan keunggulan setiap
individu yang ditampilkan pada ranah sosial maupun individu.11
Menurut F.W. Forester dalam Doni Kusuma, karakter adalah
yang sebuah manifestasi pribadi seseorang.12 Karakter muncul
sebagai pembeda dan identitas seorang manusia, yang kemudian
dijadikan sebagai ciri, sifat dan watak guna menaggapi kontak sosial
yang terjadi dan selalu berubah. Jadi karakter adalah sekumpulan
tata nilai yang sudah menjadi watak dan kebiasaan yang tetap pada

10
Kamus Besar Bahasa Indonesia V (Kelima) Kemedikbud 2016, Makna
Pendidikan.
11
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Krakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah
(Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 20
12
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman
Global (Jakarta: Grasindo, 2007), 42.

10
11

diri seseorang. Sebagai misal kebiasaan bekerja keras, ulet, jujur,


sederhana. Masih menurut F.W. Foerster, bahwa ada empat ciri
dasar pendidikan karakter, pertama keteraturan interior yang menilai
setiap tindakan berdasarkan hierarki nilai atau tatanan norma. Kedua,
yaitu koherensi yang berarti bahwa seseorang harus berpegang
pada prinsip dan berani berbuat kebenaran sehingga tidak menjadi
ambigu.
Koherensi ini merupakan dasar yang membangun rasa percaya
satu sama lain. Ketiga, yaitu otonomi yang mempunyai maksud
internalisasi nilai dan norma yang luhur menjadi kebiasaan dan sifat
yang melekat pada diri seseorang. Dan yang terakhir yaitu
keteguhan dan kesetiaan, keteguhan ini mengandung arti daya tahan
guna melakukan apa yang dipandang baik, dan kesetiaan
merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.13
Menurut Parwez dalam Yaumi menjelaskan bahwa karakter
adalah moralitas yang artinya sesuatu yang terukir dalam diri
seseorang, dan merupakan kekuatan batin yang memiliki dua jenis
yaitu moral dan amoral.14 Karakter juga merupakan manifestasi
kebenaran. Karakter sesorang dalam proses perkembangan dan
pembentukannya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu bawaan dan
lingkungan. Karakter sesorang dalam proses perkembangan dan
pembentukannya dipengaruhi oleh dua faktor yakni bawaan (nature)
dan lingkungan. Karakter memiliki kekuatan terhadap diri sendiri.
Dan karakter juga merupakan sikap manusia terhadap
lingkungannya yang diekspresikan melalui tindakan dan perilaku
sehari- hari.15
Sedangkan seorang yang berkarakter menurut pandangan
agama, pada dirinya terkandung sifat-sifat terpuji seperti; jujur,

13
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter, 43.
14
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan Implementasi
(Jakarta: Prenadamedia, 2016), 7.
15
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter, 7.
12

amanat, cerdas dan berani. karakter menurut tori pendidikan yaitu;


apabila sseorang memiliki potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik
yang teraktualisasi dalam kehidupannya. Adapun menurut teori
sosial seseorang yang berkarakter mempunyai logika dan rasa
dalam hubungan intrapersonal dan interpersonal dalam kehidupan
bermasyarakat.16
Kata dan makna karakter, akhlak, moral dan etika sering
disamakan, memang keempat istilah ini secara sepintas memiliki
terminologi makna dan pengertian yang sama. Namun, jika dilihat
secara lebih jauh dari akar kata atau asal usul, barometer dan
filosofis dan penerapan, maka dari keempat istilah itu bisa
dibedakan. Perbedaan yang dapat dipaparkan di sini adalah sebuah
argument yang menyatakan bahwa maksud dari masing-masing
terminologi tersebut, jika dikaitkan dengan makna pendidikan, maka,
makna pendidikan karkater lebih komprehensif.
Adapun pendidikan moral dan etika lebih cenderung pada
penyampaian nilai-nilai yang benar dan nilai-nilai yang salah atas
dasar norma-norma yang ada dimasyarakat. Sedangkan pada arti
pendidikan akhlak bukan bertujuan membentuk pribadi positif anak,
akan tetapi lebih ke arah terwujudnya sikap mental dan kebatinan
seseorang.17
Memahami beberapa definisi karakter di atas maka dapat
disimpulkan bahwa karakter merupakan sikap maupun cara
seseorang merespon segala stimulus dan permasalahan hidup
disekitar mereka baik melibatkan kemampuan kognitif maupun emosi
mereka dan teraktualisasikan dalam perilaku mereka baik dalam
lingkungan keluarga maupun masyarakat secara luas.

16
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter (Yogyakarta: PT Pustaka
Insan Madani, 2012), 46.

17
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karkater Mulia (Jakarta, Rajawali Pers, 2014),
14.
13

2. Pendidikan Karakter Perspektif Az Zarnuji


Menurut Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “a
national movement creating schools foster etichal, responsibleand
caring young people by modeling and teaching goog character
through an emphasis on universal values that we all share” . 18 (Suatu
gerakan nasioanl untuk menciptakan sekolah yang dapat membina
anak-anak muda beretika, bertanggung jawab dan peduli melalui
keteladanan dan pengajaran karakter yang baik melalui penekanan
pada nilai-nilai universal yang kita sepakati bersama). Jadi
pendidikan karakter menurut Frye yakni harus menjadi gerakan
nasional yang menjadikan sekolah sebagai agen untuk
membudayakan nilainilai karakter mulia melalui pembelajaran dan
contoh (model).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa dipahami tabiat atau
watak. Dengan demikian, orang yang berkarakter adalah orang yang
mempunyai karakter, mempunyai keperibadian atau watak.19
Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada
para penuntut ilmu untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa dan karsa.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan para penuntut ilmu untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
Pendidikan karakter juga dapat dimaknai upaya yang terencana
untuk menjadikan para penuntut ilmu mengenal, peduli dan
18
1Marzuki, Pendidikan Karakter Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 23
19
Ahmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia,
(Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2011), hlm. 11
14

menginternalisasi nilainilai sehingga baginya bisa berprilaku insan


kamil. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem
penanaman nilai-nilai warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan
kamil.
“Nilai-nilai pendidikan karakter yang menjadi kunci keberhasilan
dalam mencetak generasi bangsayang berkarakter baik adalah sifat
utama Rasulullah SAW yaitu: fathonah, amanah, shiddiq dan
tabligh”. Menurut Ary Ginanjar Agustina “ada 7 nilai pendidikan
karakter utama yaitu: jujur, tanggungjawab, visioner, disiplin, kerja
sama, adil dan peduli”.20
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan karakter
bangsa yang dibuat oleh Pendidikan Nasional. Mulai tahun ajaran
2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan
pendidikan karakter tersebut dalam proses pendidikannya. Yang
kesemuanya ini akan diselaraskan dengan pendidikan karakter yang
ada dalam kitab Ta‟lumul Muta‟allim menurut pemikiran Syekh Az-
Zarnuji. Adapun 18 nilai-nilai pendidikan karakter menurut Dinas
Pendidikan adalah :
a. Religius
b. Semangat Kebangsaan
c. Jujur
d. Cinta Tanah Air
e. Toleransi
f. Menghargai Prestasi
g. Disiplin
h. Bersahabat/Komunikatif

20
Ary Ginanjar Agustina, ESQ Power Sebuah Inner Journey melalui Al-Ihsan,
(Jakarta: Arga, 2003), hlm. 55-56
15

i. Kerja Keras
j. Cinta Damai
k. Kreatif
l. Gemar Membaca
m. Mandiri
n. Peduli Lingkungan
o. Demokratis
p. Peduli Sosial
q. Rasa ingin Tahu
r. Tanggung Jawab
3. Nilai-nilai Pendidikan Karakter Perspektif Az-Zarnuji dalam Kitab
Ta’lim Muta’allim

Pengarang Ta’limul Muta’allim ialah syekh Zarnuji, yang nama


lengkap ialah syekh Tajuddin Nu’man anak Ibrahim anak al-khalil
Zarnuji. beliau hidup pada abad ke-6H/13-14H dan Tajuddin az-
Zarnuji ia adalah Nu’man anak Ibrahim yang wafatnya pada tahun
645H.21
Ada beberapa gelar yang disandang pada beliau salah stunya
Burhanuddin artinya ialah kebenaran agama. Tapi, ada juga yang
menyebutnya Burhanul Islam atau bukti kebenaran Islam.22Gelar ini
serupa dengan Hujatul Islam yang disandang oleh pemuka islam
Abu Hamid al-Ghazali.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa mengenai tempat beliau
tinggal tidak diketahui secara pasti namun memungkinkan beliau
tinggal dikawasan Irak-Iran, secara pasti beliau hidup pada masa
Abbasiyah. Tapi, jika melihat dari keturunannya beliau berasal dari
negeri dikawasan Tigris yang ternasuk wilayah Irak. Adapula yang

21
Nailul huda, Kajian Dan Analisis Ta’lim Muta’allim, (Kediri : lirboyo pres, 2015), 3.
22
Az-Zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Terj. Ali As’ad,.11
16

berpendapat bahwa az-Zarnuji berasal dari daerah Zarand dan


menetap di Khurasan dan Transoxania pada akhir abad ke-12.23
Dikemukan oleh Djudi bahwa Az-Zarnuji menuntut ilmu pada
dua kota yang pusat keilmuannya sangat luas sehingga beliau
memfokuskan dalam mengajar, mengarang kitab pada dua kota
tersebut. Pada zaman beliau dalam menutut ilmu itu didalam
masjid.24
Seorang sastra yang hidup pada tahun 7H atau sekitaran 13-
14H, beliau merupakan ulama’ sholeh serta alim sehingga banyak
karangannya dikenal masyarakat salah satunya ta’lim muta’allim.25
Ada beberapa ulama’ besar yang menjadi guru syekh Az-
Zarnuji juga di terangkan didalam kitab karangannya, salah satu dari
guru beliau ialah Burhanuddin Ali Bin Abu Bakar Al-Maraghi,
Muhammad bin Abu Bakar, Syaikh Hammad bin Ibrohim dan masih
banyak lagi guru tempat beliau menuntut ilmu.26
Melihat dari guru yang mengajarkannya beliau hidup pada
masa puncak kejayaan islam karena pada masa itu pendidikan
sangat bertumbuh kembang sehingga menguntungkan para ilmuan
sa’at itu.
Az-Zarnuji mengemukan bahwa dengan belajar membuat
seseorang mendapatkan kebahagian duniawi-ukhrawi serta bernilai
ibadah pada orang yang belajar tersebut karena mencari keridhoan
Allah SWT. Ilmu yang didapatkan seyogyanya selalu diamalkan serta
diajarkan sehingga menjadi amal ibadah didunia dan akhirat.
Dalam sejarah pendidikan islam ada lima tahap pertumbuhan
serta perkembangan pada bidang pendidikan islam, ialah :
1. Masa nabi Muhammad SAW (571-632 M)

23
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,. 104.
24
Zuharini, Sejarah Penddikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 7.
25
Nailul huda, Kajian Dan Analisis Ta’lim Muta’allim, 3.
26
Aliy As’ad, terjemah,III, bandingkan dengan Abuddin Nata, Pemikiran oendidikan
Islam, ( Jakarta : PT. raja Grafindo persada, 2001 )103-1004.
17

2. Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M)


3. Masa Bani Umayyah di Damsyik (661-750 M)
4. Masa Kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M)
5. Masa hancurnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250-
sekarang).27
Jika melihat pada situasi dan kondisi tersebut di atas sangat
menguntungkan pada membentukkan pengetahuan az-Zarnuji
sebagai seorang ilmuan atau ulama yang berilmu pengetahuan yang
luas. Plessner mengemukakan pada bukunya bahwa az-Zarnuji
tergolong seorang filosof Arab.28
Pada masa itu kebudayaan Islam sangat berkembang pesat
dilihat pada berbagai lembaga pendidikan, mulai tingkat rendah
sampai tingkat perguruan tinggi. Salah satu pendidikan yang
berkembang pada sa’at itu ialah Madrasah Nizhamiyah yang
didirikan oleh seorang pemerintah bani saljuk yang bernama Nizham
Al-Mulk.
Pada karangan beliau ini terdapat 13 bab menjelaskan hakikat
ilmu pengetahuan, niat belajar, memilih guru, memuliakan ilmu,
istiqamah, mula belajar, tawakkal, keberhasilan, nasehat, istifadah,
wara’, memperkuat hapalan serta penghambat dan menambah rezki.
Sebuah karangan yang berisi masalah akhlak, dengan
berpedoman pada acuan pada karangan Zarnuji ini bisa membentuk
kepribadian makhluk yang ada didunia ini terutama dalam segi
pendidikan.
Sebuah kitab yang diwajibkan bagi santri untuk
mempelajarinya, tapi keterkenal beliau sirna oleh identitas yang tidak
pasti dalam memberi nama beliau.
Kelebihan dari kitab ta’limul muta'allim tersebut adalah terletak
pada materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul

27
Zuharini, Sejarah Pendidikan Islam, ,. 7
28
Az-Zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan,. iv
18

yang seolah-olah hanya membicarakan tentang metode belajar,


namun sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, prinsip
belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara
keseluruhan didasarkan pada moral religious.
Didalam karangan beliau tidak dijelaskan terperinci mengenai
arti belajar tapi dalam menuntut ilmu sangat dianjurkan dalam agama
baik berkenanaan dengan tuhan maupun manusia.
Kita mungkin tidak mengetahui berapa banyak hasil karya Al
Zarnuji ada dan salah satunya yang kita ketahui ialah Ta’limul
Mutta’allim saja yang dapat menjadi pedoman dalam membentuk
akhlak seseorang.
Dalam kitab Ta’līm Al-Muta’allim tidak ditemukan sub-bab
khusus mengenai pendidikan karakter. Dalam memaparkan
pemikiran Az-Zarnuji, peneliti menggambarkan pemikiran beliau dari
berbagai sub-bab dan dikaitkan dengan problematika pendidikan
peserta didik,29 yang akan peneliti klasifikasikan di bawah ini :
Akhlak siswa terhadap Allah SWT, dalam beberapa dalam
beberapa sub-bab ditemukan beberapa hal yang berhubungan
dengan akhlak siswa terhadap Allah SWT. Diantaranya adalah niat
baik dalam menuntut ilmu dengan berharap akan ridhoNya,
bertawakal dan bersikap wara’. Menurut penulis, pendapat ini benar
sekali. Karena hakikatnya seorang pelajar harus bertawakal
sepenuhnya kepada Allah sepanjang perjalanannya menyelami
lautan ilmu. Jika tawakal sudah berkurang, akan berakibat pada
terganggunya proses belajar.30
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat beberapa
masalah yang sering menghampiri siswa yaitu masalah finansial.
Akhlak Siswa terhadap Diri Sendiri dalam tulisannya, Az-Zarnuji

29
Darmayati zuhdi, Pendidikdn Karekter Konsep Dasar Dan Implementasi
Diperguruan Tinggi (Yogyakarta: UNY Press, 2013). 87
30
Ali Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008),
132
19

mencantumkan sifat-sifat yang wajib dimiliki oleh siswa sebagai


bentuk adanya pendidikan akhlak terhadap dirinya sendiri yaitu sifat
tawadhu’, tawakal, berani, husnudzon, wara’, menghindari
perselisihan dan saling menyayangi serta sungguh sungguh.31
Wara’ yang dimaksud oleh Az-Zarnuji yaitu meminimalisir porsi
makan agar tidak kekenyangan dan terlalu banyak tidur serta
membicarakan sesuatu yang tidak ada nilai manfaatnya serta
menahan diri agar tidak makan jajanan pasar karena jajanan pasar
kurang terjaga dari najis dan kotor sehingga dapat menjauhkan diri
dari ingat kepada Allah serta mendekatkan kepada kelalaian. Akhlak
Siswa kepada Guru, mengenai akhlak siswa dengan guru Az-Zarnuji
menjelaskan mengenai akhlak siswa terhadap guru yaitu pada bab
ketiga dan keempat. Adapun akhlak siswa terhadap guru dalam
penjelasannya yaitu:
Pertama, dalam memilih guru beliau memerintahkan untuk
memilih guru yang ahli, bersifat wara’ dan usianya lebih tua dari
siswa tersebut. Karena apabila seorang siswa tidak selektif dalam
memilih guru maka akan berdampak kurang baik pada dirinya
sendiri. Kewajiban memilih guru yang pandai harus dilakukan oleh
seorang siswa karena jika guru tidak pandai maka pelajaran tidak
akan tersampaikan dengan baik kepada siswanya begitu pula
bersifat wara’ dan lebih tua. 32
dua, dalam memilih guru menurutnya tidak boleh dilakukan
secara tergesa-gesa. Bahkan beliau memerintahkan untuk
memilihnya dengan tenang dan dengan pertimbangan yang matang.
20 Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak mudah berpindah-pindah
belajar ke satu guru ke guru yang lain dan meninggalkannya atas
dasar ketidaktertarikannya dengan apa yang guru sampaikan. Hal

31
dkk. Kesuma, Dharma, Pendidikan Karakter (Kajian Teori Dan Praktik Di
Sekolah.) (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012). 156
32
A. Busiri, “Etika Murid Dalam Menuntut Ilmu,” Akademika:Jurnal Manajemen 1
(2020): 3.
20

semacam ini menjadi penyebab penghambat keberkahan menuntut


ilmu.33
Ketiga, Az-Zarnuji menyarankan kepada siswa untuk
memuliakan dan menghormati guru sebagaimana siswa tersebut
memuliakan dan menghormati orang tuanya. Menurut
penjelasannya, seorang siswa tidak akan berhasil memperoleh ilmu
dan manfaat dari ilmunya kecuali dengan cara hormat terhadap ilmu
dan guru tersebut.34
Keempat, Az-Zarnuji memberikan beberapa cara yang dapat
siswa lakukan untuk menghormati guru dengan tidak berjalan di
depannya, tidak menduduki tempat duduk guru yang biasanya
digunakan dalam mengajar, tidak berbicara kecuali telah diizinkan
oleh guru, tidak banyak bertutur kata di hadapan guru, tidak
menanyakan hal-hal ketika guru dalam keadaan lelah, kemudian
memelihara waktu yang sudah ditentukan untuk belajar dan tidak
duduk terlalu dekat dengan seorang guru ketika belajar kecuali
dalam keadaan terpaksa. Pada hakikatnya pelajar harus melakukan
hal-hal yang membuat guru Ridho yaitu menjauhkan diri dari sesuatu
yang membuat guru marah dan siswa hendaknya menaati perintah
yang tidak bertentangan dengan agama Allah.35
Akhlak Siswa kepada Teman, teman dapat mempengaruhi
siswa dalam proses pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan
pada awal bab empat dalam kitab Ta'lim Al-Muta'alim bahwa faktor
yang dapat mempengaruhi perubahan proses belajar siswa tidak
hanya orang tua dan guru saja, tetapi teman yang ada di sekitarnya

33
M. Yusuf B. Sadiyah, “Pendidikan Karakter Dalam Kitab Talim Muta’allim,” Al-
Hikam 1 (2022): 23–24
34
Aprezo Pardodi Maba, Anugrah Intan Cahyani, and Mispani, “Barokah Kyai Dan
Kebahagiaan Santri Milenial,” Tafahus: Jurnal Pengkajian Islam 1, no. 1 (2021): 1–12
35
F. Rozi M. Munif, “Strategi Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa,” Fondatia 1
(2021): 2–5.
21

juga.36Lingkungan pertemanan dapat mengubah tingkah laku dan


kebiasaan siswa. Oleh karena itu Az-Zarnuji memberikan saran
kepada siswa agar selektif dalam berteman seperti halnya dalam
memilih guru. Karena ketika siswa salah dalam bergaulan dengan
teman yang tidak baik maka akan berdampak buruk bagi
kepribadiannya sendiri. Tidak hanya sebatas kepribadian tetapi juga
akan berdampak buruk dalam kegiatan belajarnya. Siswa semacam
ini akan lebih mudah berperilaku menyimpang seperti saat ini.37
Akhlak siswa kepada Orang Tua, Pembahasan tentang akhlak
siswa kepada orang tua dalam kitab Ta’līm Al-Muta’alim sebenarnya
tidak dibahas secara khusus. Namun kita ketahui bersama bahwa
orang tua berperan penting bagi para siswa atau anak-anaknya.
Dalam kitabnya, Az-Zarnuji menjelaskan bahwa dalam proses belajar
diperlukan keseriusan dari pihak guru dan orang tua karena
keduanya sangat berpengaruh dalam proses belajar, tidak hanya
kesungguhan siswanya saja. Dapat disimpulkan bahwa orang tua
dan guru sama-sama memiliki kewajiban yakni mendidik. Maka
sudah seharusnya seorang siswa wajib melakukan apa saja yang ia
lakukan kepada gurunya.
Ketika pelajar menghormati seorang guru maka seharusnya
siswa juga menghormati orang tua dengan memperhatikan adab
sebagaimana siswa melakukan hal tersebut kepada gurunya. Salah
satu penyebab kefaqiran yakni memanggil orang tua dengan sebutan
nama, tidak mau mendoakan yang baik-baik untuk orang tua, dan
ketika berjalan didepan orang tua tanpa menundukkan kepala dan
membungkukkan badan.38

36
Djoko dan Ing. Gatut Saksono Dwiyanto, Pendidikan Karakter Berbasis
Pancasila (Yogyakarta: Ampera Utama, 2012). 159
37
Pradana, “Pengembangan Karakter Siswa,” Untirta Civic Education Journal 2
(2019): 3.
38
Jannah, “Peran Pembelajaran Aqidah Akhlak,” Al:Madrasah: Jurnal Pendidikan 1
(2020): 3
22

B. Kerangka Berpikir
Gambaran dari sebuah penelitian berawal dari sebuah kerangka
berpikir yang ada. Kerangka berpikir tersebut dapat mempermudah
peneliti dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan atau fokus masalah
yang akan diteliti oleh peneliti, adapun fokus masalah yang akan diteliti
oleh peneliti adalah :
1. Pendidikan karakter perspektif Az zarnuji
2. Kitab Ta’lim Muta’allim

3. Akhlak Terpuji
Dengan posisi peneliti sebagai observer murni (outsider) yang
bersifat non partisipan, peneliti ingin menjaga jarak antara peneliti
dengan subjek yang diteliti sehingga objektifitas penelitian tetap
teraga. Posisi peneliti yang seperti itu juga memberikan ruang lebih
luas kepada peneliti untuk menautkan antara teori yang dipakai
peneliti dengan realita yang ada.
BAB III

METODE PENEITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan


jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Kirl dan Miller,
bergantung pada pengamatan terhadap manusia atau orang-orang yang
berhubungan dengan masalah yang hendak diteliti.39
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh
Moleong adalah penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa
kata-kata tertulis, lisan maupun perilaku seseorang yang dapat diamati.40
Adapun data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-
data lapangan dan dipadukan dengan data-data dari literatur-literatur
berupa buku, jurnal mapun karya ilmiah lain sehingga diperoleh data yang
relevan dengan penelitian yang akan dikaji oleh penulis.
Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis
adalah pendekatan studi kasus tentang pendidikan karakter dan
menggunakan teori pendidikan karakter perspektif Imam Az Zarnuji dalam
meningkat akhlak terpuji santri di daarul Qur’an Kabupaten Muaro jambi
Provinsi Jambi.
B. Data dan Sumber Data Penelitian

Subjek yang terpilih menjadi sumber data pada sebuah penelitian


dapat disebut sebagai sumber data. Wawancara dapat digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data dari responden. Responden yaitu orang yang
memberikan respon dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
peneliti. Pertanyaan tersebut dapat berupa pertanyaan lisan maupun
melalui tulisan. Selain itu, peneliti juga dapat

39
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1997), 3.
40
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , 5

23
24

melaksanakan observasi jika ingin mendapatkan data pendukung yang

lebih mendalam.41

MenurutmSuharsimi Arikuntombahwa yang di maksud dengan

sumber data dalam penelitian adalah subjek.42 Dalam memperoleh data

ini , penelitian berhadapan langsung dengan informan untuk mendapatkan

data yang akurat, agar peneliti dalam melakukan pengolahan data tidak

mengalami kesulitan. Adapun sumber data penelitian ini dibagi atas dua

jenis, diantaranya:

1. Data Primer

Sumber primer adalah data atau sumber asli maupun data

yang diperoleh secara langsung melalui hasil observasi dan

wawancara. Peneliti di sini melakukan wawancara dengan Guru

dan peserta didik. Sumber primer yang di dapat dari penelitian

ini adalah para pengurus di Pondok Pesantren Tahfizh Daarul

Qur’an, pengajar, serta beberapa para siswa.

2. Data Skunder

Data yang dimaksud adalah berbagai bahan yang tidak

langsung berkaitan dengan objek dan tujuan dari penelitian ini,

bahan tersebut diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas

data primer.

41
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2013), 172.
42
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Dan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 59.
25

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada jenis penelitian lapangan, tentu banyak teknik yang harus

digunakan dalam menangkap dan mengungkap informasi yang

berhubungan dengan permasalahan yang ada secara lebih mendalam.

Hal itu dapat diperjelas tekniknya sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi merupakan satu dari beberapa teknik untuk

mengumpulkan data penelitian dengan cara turun langsung ke

lapangan mengamati segala sesuatu yang berkenaan dengan

penelitian. Melalui observasi atau pengamatan, kemampuan

peneliti dapat dioptimalkan dari cara berfikirnya dan apapun itu

dari sudut pandang yang dimiliki oleh subyek penelitian untuk

menangkap fenomena yang terjadi di lapangan.43

Jenis observasi partisipatiflah yang dipilih peneliti. pada

posisi sebagai partisipan pasif, peneliti datang ke tempat

pelaksanaan kajian kitab tersebut tapi tidak ikut terlibat..44

2. Wawancara

Wawancara merupakan bentuk aktifitas yang dilakukan oleh

dua orang atau lebih dalam sebuah sesi tanya jawab yang

memiliki sebuah tujuan yaitu menggali informasi, menganalisa dan

memferivikasinya dari sumber data baik manusia maupun bukan,

43
Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004) cet.20, hal.175
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2018), 108.
26

yang tidak diperoleh selama melakukan observasi.45

Jenis wawancara yang bisa digunakan sangat bergam.

Namun dengan beberapa pertimbangan, maka peneliti akan

menggunakan wawancara terstruktur dan wawancara tidak

terstruktur. Penggunaan wawancara terstruktur dilakukan oleh

peneliti saat menggali informasi pada studi pendahuluan penelitian

ini, langkahnya yaitu mempersiapkan sebuah instrumen yang

berisi indikator pertanyaan secara tertulis dan dapat dikuatkan

dengan alat bantu seperti recorder atau media visual.

Sedangkan wawancara tidak terstruktur yaitu mengajukan

pertanyaan secara terbuka saat pelaksanaan penelitian untuk

mendapatkan informasi lebih mendalam, dimana pihak

terwawancara diminta pendapat tentang apa yang menjadi

pemikirannya tanpa menggunakan pedoman wawancara, Peneliti

hanya perlu mendengar secara seksama kemudian mencatatnya.

Adapun narasumber yang akan difokuskan sebagai informan

oleh peneliti adalah:

a. Kepala Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an,

b. Guru Tahfizh

c. Siswa

3. Dokumentasi

Dokumentasi termasuk catatan dari berbagai peristiwa di

45
Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016), 186.
27

masa lalu yang sudah terekam. Hasil data yang dapat diperoleh

bisa saja dalam bentuk tulisan, gambar atau hasil karya

seseorang.46 Hasil dokumentasi ini tentu saja akan memperkuat

data yang telah diperoleh dari hasil observasi pengamatan) dan

wawancara. Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data dan

catatan tentang :

a. Profil lembaga Pondok Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an,.

b. Kegiatan Pembelajaran Pondok Pesantren Tahfizh Daarul

Qur’an.

D. Teknik Analisis Data

Analisa adalah sebuah tahapan setelah mengumpulkan data, lalu

memilahnya menjadi bagian yang dapat dikelola, disintesiskan, dicari pola

yang tepat dalam menemukan hal-hal yang penting dan memutuskan data

mana yang layak untuk disampaikan sebagai bagian dari hasil penelitian

kepada orang lain.47

Peneliti menggunakan data yang diperoleh dari studi pustaka untuk

membuat pedoman penelitian di lapangan. Teknik analisis deskriptif

diaplikasikan oleh peneliti untuk mengolah data yang berasal dari

hasilpengamatan, wawancra dan dokumentasi selama penelitian

berlangsung untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya nampak di

46
Sugiyono, Metode......, 124.
47
Moloeng, Metode......., 248.
28

lapangan. Lalu menyusunnya secara sistematis dengan model Miles dan

Huberman dalam tahapan sebagai berikut:48

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Data pada jenis penelitian kualitatif diperoleh dari

pengamatan, wawancara mendalam, dokumentasi atau gabungan

dari ketiganya (Triangulasi Sumber Data)

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Setelah data dikumpulkan maka selanjutnya dalah

mereduksinya, dengan cara memgelompokkan, memilah mana

hal-hal penting yang dibutujkan. Banyaknya data yang diperoleh di

lapangan tentu akan menyulitkan bagi peneliti untuk

mengolahnya. Penggunaan alat teknologi tentu akan

memudahkan peneliti.

Reduksi data adalah sebuah proses untuk berfikir sensitif

dan kritis yang memerlukan wawasan dan kedalaman

pengetahuan peneliti. Diskusi dengan pihak ketiga tentu akan

sangat membantu mengembangkan pola berfikir peneliti dalam

mengolah data temuan sesuai teori secara signifikan.

3. Penyajian Data (Data Display)

Dalam sebuah jenis penelitian kualitatif, cara yang digunakan

untuk menyajikan data dapat berupa uraian singkat, bagan, skema

dan sejenisnya yang dapat membantu pemahaman pembaca

48
Sugiyono, Metode, 134-141.
29

dalam menangkap hasil penelitian. Dan yang sering digunakan

memang penyajian data dengan bentuk naratif.

E. Keabsahan Data

Dalam sebuah penelitian kualitatif, semua temuan data atau

informasi yang didapat di lapangan harus dikroscekkan kembali untuk

mengetahui keabsahannya. Perlu diketahui bahwa kebenaran data yang

diperoleh dari lapangan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam hal

misalnya saja latar belakang keluarga maupun pendidikan.

Pengujian keabsahan data pada jenis penelitian kualitatif mencakup

dan meliputi beberapa hal yaitu :

1. Credibility (Validasi Internal)

Untuk menguji kepercayaan data dari hasil penelitian

kualitatif dapat dilakukan dari berbagai jalan atau cara.

Diantaranya yaitu dengan melakukan pengamatan lebih lama,

meningkatkan kemampuan berfikirk melakukan triangulasi, diskusi

dengan teman sejawat dll.

2. Transferability (Validasi Eksternal)

Nilai transfer merupakan jawaban dari pertanyaan pada hasil

penelitian. Jika hasil tersebut bisa di5erapkan pada situasi dan

kondisi yang berbeda, maka berarti penelitian ini memilki

transferabiity. Seorang peneliti kualitatif harus bisa menjelaskan

secara rinci dan detail tentang hasil temuannya di lapangan,

sehingga pembaca laporan penelitian dapat memahaminya dan


30

bisa menerapkannya di tempat lain yang berbeda.

3. Depeandability (Reliabilitas)

Uji depeandability ini dlakukan dengan cara mengaudit dan

mengevaluasi keseluruhan proses penelitian. Jika ada sebuah

penelitian tidak dilakukan tetapi ada data yang diberikan, maka

penelitian ini dianggap tidak reliable atau depeandable.

Pengujian ini dilakukan oleh seorang auditor yang

independen atau pembimbing yang dapat merekam semua

kegiatan peneliti dimulai dari menentukan fokus masalah, hadir di

lapangan, menentukan sumber data, mengumpulkan data,

menganalisa data hingga menarik kesimpulan dari hasil penelitian.

Jika peneliti tidak dapat menunjukkan bukti rekam jejak

penelitiannya, maka hasil penelitian tersebut bisa diragukan dan

dianggap tidak memiliki depeandability.

4. Confirmability (Obyektifitas)

Jika sebuah penelitian dapat diterima dan disepakati oleh

masyarakat banyak maka penelitian tersebut dinyatakan obyektif.

Pengujian obyektifitas hasil penelitian dapat dikaitkan dengan

proses yang dilakukan. Jangan sampai proses penelitian tidak

pernah terjadi atau tidak pernah dilakukan tetapi ada hasil data

yang disampaikan.49

49
Sugiyono, Metode....., 185-195.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan,


(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009)
A. Rahman, Pendidikan Akhlak Menurut Az-Zarnuji Dalam Kitab
Ta’lim Al-Muta’allim. AtTa’dib (Jakarta: Paramadina, 2016).
A Setiawan, “Prinsip Pendidikan Karakter Dalam Islam: Studi
Komparasi Pemikiran AlGhazali Dan Burhanuddin Al-Zarnuji.,” Dinamika
Ilmu: Jurnal Pendidikan 14(1) (2014)
Az-Zarnuji, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Terj. Ali
As’ad, (Kudus: Menara Kudus, 2007)
Azzet, Ahmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia,
(Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2011)
Agustina, Ary Ginanjar. ESQ Power Sebuah Inner Journey melalui
Al-Ihsan, (Jakarta: Arga, 2003)
As’ad, Aliy. terjemah,III, bandingkan dengan Abuddin Nata,
Pemikiran oendidikan Islam, ( Jakarta : PT. raja Grafindo persada, 2001 )
A. Busiri, “Etika Murid Dalam Menuntut Ilmu,” Akademika:Jurnal
Manajemen 1 (2020)
A. Sadiyah, M. Yusuf. “Pendidikan Karakter Dalam Kitab Talim
Muta’allim,” Al-Hikam 1 (2022)
Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013)
Daud, Muhammad. Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Rajawali
Press, 2008)
Dkk. Kesuma, Dharma, Pendidikan Karakter (Kajian Teori Dan
Praktik Di Sekolah.) (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012)
Djoko dan Ing. Gatut Saksono Dwiyanto, Pendidikan Karakter
Berbasis Pancasila (Yogyakarta: Ampera Utama, 2012)
Fitri, Agus Zainul. Pendidikan Krakter Berbasis Nilai & Etika di
Sekolah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2012)
Hoedari, Amien, dkk, Masa Depan Pesantren: Dalam Tantangan
Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, ( Jakarta: IRD Press,
2014)
Huda, Nailul. Kajian Dan Analisis Ta’lim Muta’allim, (Kediri : lirboyo
pres, 2015)
Jannah, “Peran Pembelajaran Aqidah Akhlak,” Al:Madrasah: Jurnal
Pendidikan 1 (2020)
Kamus Besar Bahasa Indonesia V (Kelima) Kemedikbud 2016,
Makna Pendidikan.
Koesoema A, Doni. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak
di Zaman Global (Jakarta: Grasindo, 2007)
Lexy J Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016)
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, 2015)
Munif, F. Rozi M. “Strategi Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa,”
Fondatia 1 (2021)
Maba, Aprezo Pardodi. Anugrah Intan Cahyani, and Mispani,
“Barokah Kyai Dan Kebahagiaan Santri Milenial,” Tafahus: Jurnal
Pengkajian Islam 1, no. 1 (2021)
Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf dan Karkater Mulia (Jakarta, Rajawali
Pers, 2014)
Pradana, “Pengembangan Karakter Siswa,” Untirta Civic Education
Journal 2 (2019)
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2018)
Susestyo, Benny. Politik Pendidikan Penguasa, (Yogyakarta: LkiS,
2013)
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,
2009)
Syafri, Ulil Amri. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta:
Raja Grafindo, 2014)
Wiyani, Novan Ardy. Manajemen Pendidikan Karakter (Yogyakarta:
PT Pustaka Insan Madani, 2012)
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar dan
Implementasi (Jakarta: Prenadamedia, 2016)
Zuharini, Sejarah Penddikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
Zuhdi, Darmayati. Pendidikdn Karekter Konsep Dasar Dan
Implementasi Diperguruan Tinggi (Yogyakarta: UNY Press, 2013)

Anda mungkin juga menyukai