Anda di halaman 1dari 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka adalah untuk menganalisis secara kritis bagian dari artikel
jurnal melalui proses meringkas, mengklasifikasi dan membandingkan dengan
penelitian sebelumnya. Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka dari
penelitian yang akan dilakukan.

II.1 Emulsi
Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fase
terdispersi) dengan zat cair lainnya (fase pendispersi). Emulsi tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu: fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator. Emulsi
adalah gabungan dua atau lebih komponen yang tidak saling melarutkan dengan
salah satu cairan terdispersi di dalam cairan lainnya.
Emulsi dapat berbentuk O/W atau W/O tergantung dari rasio minyak
terhadap air, konsentrasi elektrolit, jenis surfaktan, temperatur dan sebagainya.
Surfaktan yang mudah larut ke dalam air cenderung membentuk O/W sedangkan
yang mudah larut ke minyak cenderung membentuk W/O. Jenis emulsi yang
terbentuk ini salah satunya dipengaruhi oleh nilai HLB (Hidrophilic Liophilic
Balance) atau RSN (Relative Solubility Number) dari emulsifier (Binks, 1998).

II.1.1 Emulsi Dalam Minyak Mentah


Beberapa senyawa yang terdapat dalam crude oil, seperti asphaltene dan
resin memiliki sifat aktif permukaan seperti surfaktan. Dalam molekul surfaktan
terdapat gugus hidrofilik dan lipofilik. Gugus hidrofilik merupakan bagian dari
molekul surfaktan yang berinteraksi dengan air, sedangkan gugus lipofilik
merupakan bagian dari surfaktan yang cenderung suka untuk berinteraksi dengan
minyak. Adanya gugus hidrofilik dan hidrofobik pada molekul ini akan
menurunkan tegangan antarmuka atau interfacial tension ketika berada dalam
antarfasa suatu sistem disperse minyak dan air. Selain menurunkan tegangan
antarmuka asphaltene-resin ini akan teradsorpsi dan terakumulasi pada antarmuka
membentuk lapisan film yang rigid dan viskoelastis, sehingga asphaltene dan resin
dapat berlaku sebagai demulsifier alami.

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Aktifitas emulsifier alami yang terkandung dalam crude oil ini akan
mengakibatkan terbentuknya emulsi pada crude oil. Emulsi di dalam minyak
mentah menjadi persoalan besar pada proses produksi minyak. Emulsi tersebut
sukar dipisahkan dan akan menambah beban panas serta mengganggu proses
fraksinasi minyak mentah, oleh karena itu emulsi harus dipecah menjadi fase air
dan minyak (Sjöblom, et.al., 1994).

II.1.2 Tipe Emulsi Minyak Mentah


Tipe emulsi minyak mentah umumnya adalah air dalam minyak mentah
(W/O), minyak mentah dalam air (O/W), emulsi minyak mentah dalam air yang
terdispersi dalam fasa minyak mentah (O/W/O) atau emulsi yang lebih kompleks
(Carbognani, et.al., 1999). Emulsi juga diklasifikasikan berdasarkan ukuran tetesan
(droplet) dalam fasanya. Ketika ukuran tetesannya lebih besar dari 10 µm
dinamakan makroemulsi. Secara termodinamik tetesan ini cenderung tidak stabil
karena adanya kecendrungan emulsi akan terpisah membentuk dua fasa dengan cara
flokulasi dan koalesen. Jenis kedua adalah mikroemulsi dengan ukuran tetesan
lebih kecil dari 10 µm, cenderung lebih stabil secara termodinamika dibandingkan
dengan makroemulsi. Tipe emulsi yang terdapat pada emulsi minyak mentah dapat
dilihat pada gambar II.1.

Gambar II. 1 Tipe Emulsi (A) O/W (B) W/O (C) W/O/W (D) O/W/O (Kokal,
2002, Mugueta, et.al., 1997, L. Rosano, 2000)

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Warna emulsi dalam crude oil, berkaitan dengan ukuran tetesan.
Kebanyakan emulsi berwarna merah kegelapan, abu-abu, coklat dan hitam
kecoklatan. Ukuran tetesan emulsi lebih kecil memiliki luas permukaan yang besar,
sehingga akan membentuk warna yang lebih terang. Sebaliknya, tetesan berukuran
lebih besar akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang lebih gelap. Ukuran
tetesan dalam emulsi crude oil biasanya berada pada diameter 0,1 µm hingga 100
µm.

II.1.3 Mekanisme Stabilisasi Emulsi Minyak Mentah


Emulsi akan stabil ketika tetesan – tetesan yang terbentuk tidak mengalami
koalesen, creaming, sedimentasi dan inversi fasa. Sullivan dan Kilpatrick
menjelaskan ada empat mekanisme dalam menstabilisasi emulsi minyak bumi,
yaitu adanya gaya elektrostatik, gaya sterik, efek marangoni, dan stabilisasi lapisan
film tipis. (Gambar II.2)

Gambar II. 2 Mekanisme Stabilisasi Emulsi (A) Efek Elektrostatik (B) Efek Sterik
(C) Efek Marangoni (D) Stabilisasi Lapisan Film Tipis (Marit-Helen Ese, Keith L.
Gawrys dan Peter K Kilpatrick, 2003)

II.1.3.1 Gaya Elektrostatik


Efek tolakan elektrostatik terjadi karena adanya gaya tolakan coulomb
antara dua atau lebih tetesan emulsi. Efek elektrostatik ini tidak memberikan
peranan signifikan terhadap emulsi crude oil air dalam minyak, tetapi terbentuk
pada emulsi minyak dalam air, dimana emulsifier pada pH basa akan terionisasi
sehingga terjadi tolak menolak tetesan (Gambar II.2 A).

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.1.3.2 Tolakan Sterik (Steric Repulsion)
Mackor dan Van der Waals telah menjelaskan mekanisme tahanan sterik
pada antarfasa tetesan ketika terjadi absorbs molukel dengan adanya efek tahanan
sterik, ini terjadi ketika pelarut yang teradsorpsi pada antarfasa mengelilingi tetesan
emulsi. Dalam emulsi air dalam minyak agregat asphaltene dan resin yang
mengenkapsulasi tetesan air akan dikelilingi oleh pelarut sehingga terbentuk
tahanan sterik (Gambar II.2 B). Tahanan sterik ini penyebab utama kestabilan
emulsi air dalam minyak pada crude oil karena interaksi antara asphaltene dan resin
punya energi yang tinggi (Sullivan dan Kilpatrick, 2002)

Gambar II. 3 Efek Rantai Samping Pada Gugus Asphaltene Yang Menimbulkan
Tahanan Sterik (Eley, D.D., Hey, M.J., dan Symond, J.D, 1998)

Efek sterik juga karena adanya resistensi dari gugus alkil dari asphaltene
dan resin pada antarmuka tetesan lainnya dalam sistem emulsi yang sama sehingga
menghalangi proses flokulasi (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Rantai alkil yang
panjang pada agregat asphaltene-resin dapat mereduksi tegangan antarmuka air-
minyak dan menginduksi gaya tolakan sterik antar tetesan (Gambar II.3).

II.1.3.3 Efek Marangoni Gibbs


Efek marangoni merupakan transfer massa pada lapisan antarfasa karena
adanya perbedaan tegangan antarmuka, ini sangat bergantung pada pengaruh
temperatur (Bernard, Marangoni, Yangjun Cai). Ketika lapisan film pada antarfasa
mengalami pemutusan agregat asphaltene dan resin hingga terjadi drainase atau

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
kehilangan emulsifier yang terbawa keluar dari antarfasa, terjadinya medan difusi
yang melawan gerakan drainess pada film di tetesan emulsi karena adanya efek
marangoni (Wayan.D.T, 2003).
Adanya efek marangoni ini akan menghambat laju koalesen (Mukherjee dan
Kushnick, 1988). Semakin tinggi tegangan antarmuka semakin mempengaruhi
dengan meningkatkan gerakan surfaktan yang terdisfusi ke antarfasa melawan
penipisan lapisan film yang mengenkapsulasi tetesan air (Gambar II.2 C).

II.1.3.4 Stabilisasi Lapisan Tipis Film


Terbentuknya lapisan film viskoelastis dan rigid yang mengelilingi tetesan
emulsi crude oil akan menghasilkan rintangan fisik (physical barrier) dan
menghambat terjadi koalesen (Gambar II.2 D). Lapisan film tersebut terbentuk
karena adanya agregat asphaltene dengan beberapa molekul resin.

II.2 Minyak Mentah


Minyak mentah bisa dikatakan juga dengan kata crude oil. Crude oil berasal
dari kata Yunani yaitu minyak karang (rock oil). Minyak mentah merupakan
campuran komplek dari beberapa senyawa organik rantai pendek sampai rantai
panjang, disamping senyawa organik juga terdapat senyawa lain yang terikat di
dalam minyak mentah misalnya sulfur, karbon, air, dan lain-lain (Nuri.W, 2013).

Tabel II. 1 Komposisi Minyak Mentah (Norman, 2001)

Komponen Range Prosen Berat


Karbon 83 – 87 %
Hidrogen 10 – 14 %
Nitrogen 0,1 – 2 %
Oksigen 0,1 – 1,5 %
Sulfur 0,5 – 6 %
Metal Kurang dari 1000 ppm

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Minyak mentah atau crude oil terjadi secara alami berupa cairan yang dapat
terbakar dan terbentuk pada karang perut bumi. Minyak mentah terdiri dari
campuran komplek beberapa macam hidrokarbon molekul berat dan senyawa
organik lainnya. Kandungan hidrokarbon dalam campuran bervariasi dari 50%
sampai lebih dari 97% sedangkan komponen lainnya adalah nitrogen, oksigen,
sulfur, air dan zat – zat terikut lainnya seperti besi, nikel, tembaga, vanadium
(Norman, 2001).
Berdasarkan perbedaan sifat kelarutan atau kepolarannya, senyawaan
hidrokarbon dalam minyak mentah terbagi atas empat kelompok, yaitu saturates,
aromatik, resin, dan asphaltene (Auflem, 2002; Aske, 2002).
Kelompok pertama senyawaan dalam minyak mentah adalah kelompok
senyawaan saturates. Senyawaan saturates merupakan kelompok senyawa
hidrokarbon parafinik (alkana) yang dapat berupa alkana rantai lurus atau
bercabang dan alkana siklis. Fraksi ini merupakan fraksi terbesar dalam minyak
mentah. Contoh senyawaan hidrokarbon saturates adalah metana, propane, n-
heptana, siklopentana, dan wax.
Kelompok senyawaan kedua adalah kelompok senyawaan aromatis.
Aromatis merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki cincin
aromatis. Fraksi ini dalam minyak mentah relatif berada dalam jumlah kecil namun
terkadang dalam semua jenis minyak mentah. Senyawaan aromatik sering
diklasifikasikan sebagai mono, di, dan tri-aromatik, tergantung pada jumlah cincin
aromatik yang berada dalam molekul. Contoh senyawaan hidrokarbon aromatic
adalah benzena dan naftalena.
Kelompok senyawaan ketiga adalah resin. Senyawaan resin merupakan
senyawaan hidrokarbon kompleks yang terdiri dari gugus alkil rantai panjang,
cincin aromatik yang rapat dan cincin naftenik. Resin memiliki struktur yang mirip
dengan asphaltene namun berat molekul resin lebih kecil. Resin merupakan fraksi
minyak mentah yang mengandung molekul polar heteroatom yang mengandung
nitrogen, oksigen atau sulfur. Resin merupakan fraksi yang larut dalam alkana
rantai pendek seperti pentana dan heptana, tetapi tak larut dalam propana cair (Sheu
& Mullins, 1995).

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Selama ini emulsi minyak mentah-air menjadi persoalan berat pada proses
produksi minyak. Mekanisme dan kestabilan emulsi menjadi faktor penting
terhadap biaya dan pencemaran lingkungan. Minyak mentah merupakan cairan
komplek yang meliputi partikel koloid, asphaltene agregat resin yang terdispersi di
dalam larutan bercampur dengan alipatik atau aroamatik (Aske, et.al., 2002).

Gambar II. 4 Kelompok Senyawaan Hidrokarbon Dalam Minyak Bumi


Berdasarkan Perbedaan Sifat Kepolarannya (Sheu dan Mullins, 1995)

II.3 Asphaltene, Resin, dan Wax


Di dalam petroleum substansi (wujud) asphaltene dan resin mempunyai
aktivitas antarmuka pada minyak. Keberadaan asphaltene dan resin di dalam
minyak mentah dapat menstabilkan emulsi yang mana asphaltene dan resin
menjadi agen pengemulsi. Asphaltene dan resin keduanya akan menurunkan
tegangan antarmuka dan gaya tolak menolak antara butiran minyak-air
(Abdurahman, et.al., 2008).

10

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Dalam medium non polar, gugus polar resin berinteraksi dengan inti
struktur asphaltene yang mengandung klaster aromatis dan gugus non polarnya
berinteraksi dengan fasa minyak. Gugus polar pada inti asphaltene dapat
berinteraksi dengan gugus polar molekul asphaltene lain membentuk agregat
asphaltene yang disolvasi oleh resin (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Selanjutnya
agregat asphaltene-resin ini akan teradsorpsi dan terakumulasi pada antarmuka
membentuk lapisan film emulsi yang rigid dan viskoelastis, sehingga dan dapat
mencegah terjadinya koalesen (Gambar II.5).

Gambar II. 5 Lapisan Film Agregat Asphaltene-Resin Pada Tetesan Crude Oil
(Kokal, 2002)
Semakin banyak asphaltene yang terkandung dalam crude oil, lapisan film
yang terbentuk semakin rigid, sehingga emulsi semakin stabil dan air semakin sulit
dipisahkan (Gambar II.6).

Gambar II. 6 Pengaruh Konsentrasi Asphaltene Terhadap % Pemisahan


(Salager, J.L., 1990)

11

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Kuwait Foundation for Advancement of Sciences menemukan bahwa
asphaltene, resin, dan wax merupakan komponen penstabil emulsi minyak-air.
Keberadaan asphaltene akan menambah stabilitas emulsi minyak-air. Stabilitas
emulsi juga relevan dengan kandungan resin dan pH fase air di dalamnya. Semakin
besar kandungan resin dan pH air emulsi minyak-air akan semakin stabil. Stabilitas
juga tergantung rasio resin terhadap asphaltene (R/A), rasio 3:1 stabil, kurang dari
3:1 kurang stabil dibanding asphaltene saja. Asphaltene dan resin selama ada di
dalam minyak mentah menyebabkan lapisan antar permukaan komponen menjadi
aktif. Asphaltene dan resin terkumpul pada antar permukaan minyak-air dan akan
memfasilitasi pembentukan emulsi (Adel, et.al., 2008).

II.4 Demulsifikasi
Terbentuknya emulsi dalam crude oil menimbulkan banyak kerugian dalam
industri minyak bumi. Semakin banyak asphaltene yang terkandung akan
meningkatkan konsentrasi air yang terkandung dalam crude oil, meningkatkan
viskositas crude oil, menurunkan kualitas minyak bumi dan mengganggu proses
produksi. Proses destabillsasi emulsi atau demulsifikasi ini bertujuan untuk
memecahkan emulsi pada crude oil sehingga fasa air dan minyaknya terpisah.
Pemisahan yang baik pada crude oil adalah pemisahan yang dapat memisahkan air
dari minyak mentah secara cepat hingga didapatkan nilai BS&W yang rendah
dibawah 0,2%.
Untuk memisahkan air dan minyak pada emulsi ini, lapisan antar fasa ini
harus dirusak dan dihancurkan, menurut Sunil L. Kokal, dalam skala industry ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan proses demulsifikasi, yaitu:
1. Temperatur
Meningkatnya temperatur akan:
• Menurunkan viskositas air, minyak, dan lapisan film tipis pada
antarmuka air-minyak.
• Meningkatkan perbedaan densitas minyak dan air sehingga
memudahkan pemisahan.
• Meningkatkan collision atau tumbukan antar tetesan.
• Meningkatkan laju koalesen.

12

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
• Merusak lapisan film pada antarfasa.
2. Agitasi atau Shear, tahanan terhadap tumbukan dan gesekkan tetesan emulsi
3. Waktu pemanasan
4. Solid Removal (Penghilangan Padatan)
Padatan yang terkandung dalam crude oil cendrung meningkatkan kestabilan
emulsi sehingga sulit untuk dipisahkan.
5. Pengontrolan Emulsfying Agent (Emulsifier)
Emulsifier merupakan molekul yang berperan dalam stabilisasi emulsi,
semakin meningkatkan konsentrasinya akan meningkatkan kestabilan
emulsinya.

II.4.1 Mekanisme Demulsifikasi


Menurut Trond Erik Havre proses demulsifikasi memiliki beberapa
tahapan, yaitu flokulasi, sedimentasi dan koalesen (Gambar II.7). Flokulasi adalah
proses mendekatnya dua atau lebih tetesan emulsi tanpa ada gaya interaksi diantara
keduanya. Flokulasi merupakan tahap awal dalam proses demulsifikasi. Selama
demulsifikasi, tetesan menggumpal membentuk agregasi. Laju flokulasi
bergantung pada faktor berikut (Bobra. M, 1990, L.L. Schramm, 1992):
• Air yang terkandung dalam emulsi, laju flokulasi akan meningkat
ketika pemisahan air meningkat.
• Temperatur, meningkatnya temperatur akan meningkatkan collision
probability, gerakan molekul yang juga mengarah pada peningkatan
laju flokulasi.
• Viskositas minyak yang rendah akan menurunkan waktu settling,
meningkatkan laju flokulasi.
• Perbedaan densitas, semakin tinggi perbedaan densitas minyak dan
air semakin meningkatkan laju sedimentasi tetapi didahului dengan
laju flokulasi.
• Adanya medan elektrostatik, meningkatnya medan elektrostatik
akan meningkatkan gerakan tetesan menuju elektroda dimana
tetesan – tetesan ini beragregasi.

13

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Tahapan demulsifikasi crude oil dapat dilihat pada gambar II.7.

Gambar II. 7 Tahapan Demulsifikasi Crude Oil (Bobra, M., 1990)

Creaming adalah proses pengambangan, sedangkan sedimentasi merupakan


proses pengendapan. Creaming dan sedimentasi dihasilkan dari perbedaan densitas
antara dua fasa cairan dimana sedimentasi terjadi jika ∆ρ > 0 sedangkan creaming
terjadi saat ∆ρ < 0. Creaming tetesan pada emulsi dapat ditentukan dengan
persamaan Stokes (Pena, 2003).
𝑔 ∆ρ 𝑑 2
𝑉𝑠 =
18 𝜇𝑐
(II.1)
Vs = Kecepatan Sedimentasi/Creaming
d = diameter partikel tetesan (droplet)
∆ρ = Selisih densitas antara fase pendispersi dan fase terdispersi
g = Percepatan Gravitasi
µc = Viskositas fasa pendispersi

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa laju sedimentasi


dan creaming tetesan semakin besar jika partikel yang terdispersi berukuran besar,
mempunyai perbedaan yang besar antara densitas fasa terdispersi dengan fasa
pendispersinya dan viskositas fase pendispersinya yang rendah.
Koalesen adalah proses penggabungan tetesan emulsi menjadi tetesan yang
lebih besar akibat tumbukan antara tetesan – tetesan emulsi tersebut. Adanya
koalesen akan mereduksi luas permukaan total tetesan, sehingga koalesen
bertendensi pada terpisahnya fasa air dan minyak.

14

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Koalesen sering terjadi setelah proses flokulasi pada demulsifikasi.
Peningkatan koalesen dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut (Bobra. M, 1990):
• Peningkatan laju flokulasi akan meningkatkan frekuensi tumbukan
dari tetesan sehingga meningkatkan laju koalesen.
• Adanya lapisan film pada antarfasa minyak crude oil, semakin kuat
secara mekanika film terbentuk semakin lambat laju koalesen yang
terjadi.
• Tingginya tegangan antarmuka pada sistem akan mengakibatkan
proses koalesen menurun.
• Meningkatnya air yang dipisahkan akan meningkatkan laju
koalesen.
• Nilai viskositas antarfasa yang rendah akan memudahkan proses
koalesen.
• Demulsifier yang menggantikan film rigid menjadi lapisan
demulsifier yang lemah akan memudahkan terjadinya proses
koalesen.
• Temperatur yang tinggi akan mereduksi viskositas film antarmuka,
dan meningkatkan tumbukan antar tetesan, sehingga meningkatkan
proses koalesen.

II.4.2 Metode Demulsifikasi


Demulsifikasi dapat disempurnakan dengan satu metode atau kombinasi
dari metode – metode berikut:
II.4.2.1 Metode Fisis
Metode fisis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu:
a. Pemanasan. Dengan pemanasan akan memperbanyak pemecahan atau
pemisahan, menurunkan viskositas minyak sehingga akan menaikan
kecepatan pemisahan air. Temperatur dinaikkan juga akan menurunkan
stabilitas film. Selanjutnya frekuensi pengelompokan antar butir air naik
karena menerima energi termal. Dengan kata lain panas akan mempercepat
proses pemecahan emulsi.

15

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
b. Penurunan kecepatan aliran. Penurunan kecepatan aliran akan diikuti
pemisahan secara gravitasi dari air terhadap minyak.
c. Merubah karakter fisik dari emulsi. (Kokal, 2005). Karakter fisik emulsi
seperti viskositas jika diturunkan maka air akan muda terpisah dari minyak
atau emulsi karena dengan viskositas turun akan menyebabkan air lebih
mudah bergerak.

II.4.2.2 Metode Kimia


Metode kimia paling umum digunakan untuk memecahkan emulsi yaitu
dengan menambahkan zat kimia yang disebut demulsifier. Zat kimia tersebut
dirancang untuk menetralkan pengaruh pemicu pengemulsi yang menstabilkan
emulsi. Demulsifier adalah senyawa aktif permukaan dan jika ditambahkan ke
emulsi zat pemicu tersebut akan berpindah ke lapisan antarmuka minyak-air atau
memperlemah film yang kaku serta akan memperbanyak pengelompokan butiran
air. Pada pemakaian metode kimia yang perlu diperhatikan adalah, pemilihan dan
jumlah zat kimia yang cocok, pecampuran, pH, kecukupan waktu dan suhu (Kokal,
2005).
Bahan kimia yang dapat digunakan dalam demulsifikasi adalah larutan yang
mengandung alkoxilat dari alkilpenol, alkilamin, alkilol atau larutan garam yang
larut ke dalam air seperti, Reagen twitchell, glicerid sullfonat, minyak kastor
asetilat, resin penol formaldehid etoxilat. (Argellir, et.al., 2004).

II.4.2.3 Metode Listrik


Metode ini dilakukan menggunakan medan listrik. Bidang medan listrik
dapat memecah emulsi minyak mentah-air yang stabil (Aske, et.al., 2002). Medan
listrik akan mengganggu film antar muka yang kaku dengan cara penataan kembali
molekul – molekul polar. Dengan cara tersebut ikatan film menjadi lemah dan akan
memperbanyak pengelompokan. (Kokal, 2005).

16

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.4.3 Demulsifikasi Menggunakan Pemanasan (Heater)
Penggunaan panas untuk pemisahan minyak sering digunakan, tetapi jarang
sekali metode ini digunakan tanpa kombinasi dengan metode lain, seperti kimia,
listrik, dan lain-lain. Metode pemanasan selalu menggunakan pula settling tank,
sehingga kombinasi dengan cara gravitasi pasti dilakukan seperti juga cara kimia.
Pemanasan dikatakan dapat memecahkan emulsi karena:
1. Dapat menurunkan viskositas minyak, sehingga meningkatkan laju
terjadinya tumbukan antar partikel air dan mempercepat proses
settling.
2. Pemanasan menaikkan perbedaan berat jenis minyak dan air, karena
laju penurunan berat jenis minyak lebih besar dibandingkan dengan
laju penurunan berat jenis air apabila terjadi kenaikkan temperatur.
3. Pemanasan menaikkan kecepatan gerak partikel air, sehingga
kemungkinan terjadinya tumbukan antar partikel air juga semakin
besar.
4. Pemanasan mengakibatkan pemuaian, sehingga partikel – partikel
air akan membesar dan cenderung untuk lebih mudah pecah jika
bertumbukan.
5. Apabila temperatur cukup tinggi, maka dapat mengubah fasa cair
menjadi uap, sehingga uap air akan memecahkan dinding partikel di
sekeliling tetesan air.

Penggunaan panas dilakukan dengan bermacam – macam cara, antara lain


dengan boiler (ketel uap) (gambar II.8). Alat pemanas ini dapat digolongkan
sebagai sebuah peralatan yang memberikan kalor kepada proses pemisahan minyak
emulsi. Kalor dapat dipindahkan dengan jalan konduksi dan digunakan secara tidak
langsung.
Berdasarkan °API minyak, temperatur minyak yang dibutuhkan untuk dapat
terjadi proses pemisahan yang efektif adalah:
1. Untuk minyak ringan (> 30°API), pengolahan emulsi dilakukan
pada selang temperatur 75 – 125 °F atau 25 – 50 °C.

17

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
2. Untuk minyak berat (20 – 30°API), efektifitas pengolahan dicapai
pada selang temperatur 100 – 170 °F atau 40 – 80 °C.
3. Untuk minyak sangat berat (< 20°API) diperlukan temperatur yang
lebih tinggi dari minyak berat.

Gambar II. 8 Boiler (Ketel Uap) (Murni, 2012)

Dengan mengasumsi air bebas telah terpisah dari emulsi, air dalam minyak
diperkirakan kurang dari 10% dan pemanas diisolasi untuk meminimalkan
kehilangan panas, maka perhitungan untuk panas yang masuk adalah :

𝑞 = 15 𝑥 𝑄𝑜 𝑥 ∆𝑇 (0,5(𝑆𝐺𝑜) + 0,1 (II.2)

q = Panas Masuk, Btu/jam


𝑄𝑜 = Laju Alir Minyak, BOPD
∆T = Kenaikan Temperatur, °F
Sgo = SG minyak relatif terhadap air

18

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.5 Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terlarut di dalam air
yang dinyatakan dalam satuan ppm (part per million) atau ppt (part per thousand)
atau gram / liter. Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potassium,
kalium, magnesium, khlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004).
Pengertian salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar
garam yang terdapat pada suatu tempat/perairan. Hal ini dikarenakan salinitas air
ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida dan
semua bahan organik telah dioksida.
Satuan untuk pengukuran salinitas air adalah satuan gram permil. Nilai
salinitas air untuk perariran tawar biasanya berkisar antara 0 – 0,5 ppm, perairan
tawar biasanya berkisar antara 0,5 – 30 ppm (salinitas air payau) dan salinitas
perairan laut lebih dari 30 ppm. (Johnson, 2005: 16-17).

Tabel II.2 Tingkatan Salinitas Berdasarkan Kandungan Garam

Air Tawar <0,5 %


Air Payau 0,5 – 30 %
Air Saline 30 – 50 %
Brine >50 %

19

Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman

Anda mungkin juga menyukai