2020 TA STP 071001900115 Bab-2 Tinjauan-Umum
2020 TA STP 071001900115 Bab-2 Tinjauan-Umum
Tinjauan pustaka adalah untuk menganalisis secara kritis bagian dari artikel
jurnal melalui proses meringkas, mengklasifikasi dan membandingkan dengan
penelitian sebelumnya. Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka dari
penelitian yang akan dilakukan.
II.1 Emulsi
Emulsi adalah campuran antara partikel-partikel suatu zat cair (fase
terdispersi) dengan zat cair lainnya (fase pendispersi). Emulsi tersusun atas tiga
komponen utama, yaitu: fase terdispersi, fase pendispersi, dan emulgator. Emulsi
adalah gabungan dua atau lebih komponen yang tidak saling melarutkan dengan
salah satu cairan terdispersi di dalam cairan lainnya.
Emulsi dapat berbentuk O/W atau W/O tergantung dari rasio minyak
terhadap air, konsentrasi elektrolit, jenis surfaktan, temperatur dan sebagainya.
Surfaktan yang mudah larut ke dalam air cenderung membentuk O/W sedangkan
yang mudah larut ke minyak cenderung membentuk W/O. Jenis emulsi yang
terbentuk ini salah satunya dipengaruhi oleh nilai HLB (Hidrophilic Liophilic
Balance) atau RSN (Relative Solubility Number) dari emulsifier (Binks, 1998).
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Aktifitas emulsifier alami yang terkandung dalam crude oil ini akan
mengakibatkan terbentuknya emulsi pada crude oil. Emulsi di dalam minyak
mentah menjadi persoalan besar pada proses produksi minyak. Emulsi tersebut
sukar dipisahkan dan akan menambah beban panas serta mengganggu proses
fraksinasi minyak mentah, oleh karena itu emulsi harus dipecah menjadi fase air
dan minyak (Sjöblom, et.al., 1994).
Gambar II. 1 Tipe Emulsi (A) O/W (B) W/O (C) W/O/W (D) O/W/O (Kokal,
2002, Mugueta, et.al., 1997, L. Rosano, 2000)
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Warna emulsi dalam crude oil, berkaitan dengan ukuran tetesan.
Kebanyakan emulsi berwarna merah kegelapan, abu-abu, coklat dan hitam
kecoklatan. Ukuran tetesan emulsi lebih kecil memiliki luas permukaan yang besar,
sehingga akan membentuk warna yang lebih terang. Sebaliknya, tetesan berukuran
lebih besar akan menyebabkan terbentuknya emulsi yang lebih gelap. Ukuran
tetesan dalam emulsi crude oil biasanya berada pada diameter 0,1 µm hingga 100
µm.
Gambar II. 2 Mekanisme Stabilisasi Emulsi (A) Efek Elektrostatik (B) Efek Sterik
(C) Efek Marangoni (D) Stabilisasi Lapisan Film Tipis (Marit-Helen Ese, Keith L.
Gawrys dan Peter K Kilpatrick, 2003)
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.1.3.2 Tolakan Sterik (Steric Repulsion)
Mackor dan Van der Waals telah menjelaskan mekanisme tahanan sterik
pada antarfasa tetesan ketika terjadi absorbs molukel dengan adanya efek tahanan
sterik, ini terjadi ketika pelarut yang teradsorpsi pada antarfasa mengelilingi tetesan
emulsi. Dalam emulsi air dalam minyak agregat asphaltene dan resin yang
mengenkapsulasi tetesan air akan dikelilingi oleh pelarut sehingga terbentuk
tahanan sterik (Gambar II.2 B). Tahanan sterik ini penyebab utama kestabilan
emulsi air dalam minyak pada crude oil karena interaksi antara asphaltene dan resin
punya energi yang tinggi (Sullivan dan Kilpatrick, 2002)
Gambar II. 3 Efek Rantai Samping Pada Gugus Asphaltene Yang Menimbulkan
Tahanan Sterik (Eley, D.D., Hey, M.J., dan Symond, J.D, 1998)
Efek sterik juga karena adanya resistensi dari gugus alkil dari asphaltene
dan resin pada antarmuka tetesan lainnya dalam sistem emulsi yang sama sehingga
menghalangi proses flokulasi (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Rantai alkil yang
panjang pada agregat asphaltene-resin dapat mereduksi tegangan antarmuka air-
minyak dan menginduksi gaya tolakan sterik antar tetesan (Gambar II.3).
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
kehilangan emulsifier yang terbawa keluar dari antarfasa, terjadinya medan difusi
yang melawan gerakan drainess pada film di tetesan emulsi karena adanya efek
marangoni (Wayan.D.T, 2003).
Adanya efek marangoni ini akan menghambat laju koalesen (Mukherjee dan
Kushnick, 1988). Semakin tinggi tegangan antarmuka semakin mempengaruhi
dengan meningkatkan gerakan surfaktan yang terdisfusi ke antarfasa melawan
penipisan lapisan film yang mengenkapsulasi tetesan air (Gambar II.2 C).
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Minyak mentah atau crude oil terjadi secara alami berupa cairan yang dapat
terbakar dan terbentuk pada karang perut bumi. Minyak mentah terdiri dari
campuran komplek beberapa macam hidrokarbon molekul berat dan senyawa
organik lainnya. Kandungan hidrokarbon dalam campuran bervariasi dari 50%
sampai lebih dari 97% sedangkan komponen lainnya adalah nitrogen, oksigen,
sulfur, air dan zat – zat terikut lainnya seperti besi, nikel, tembaga, vanadium
(Norman, 2001).
Berdasarkan perbedaan sifat kelarutan atau kepolarannya, senyawaan
hidrokarbon dalam minyak mentah terbagi atas empat kelompok, yaitu saturates,
aromatik, resin, dan asphaltene (Auflem, 2002; Aske, 2002).
Kelompok pertama senyawaan dalam minyak mentah adalah kelompok
senyawaan saturates. Senyawaan saturates merupakan kelompok senyawa
hidrokarbon parafinik (alkana) yang dapat berupa alkana rantai lurus atau
bercabang dan alkana siklis. Fraksi ini merupakan fraksi terbesar dalam minyak
mentah. Contoh senyawaan hidrokarbon saturates adalah metana, propane, n-
heptana, siklopentana, dan wax.
Kelompok senyawaan kedua adalah kelompok senyawaan aromatis.
Aromatis merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki cincin
aromatis. Fraksi ini dalam minyak mentah relatif berada dalam jumlah kecil namun
terkadang dalam semua jenis minyak mentah. Senyawaan aromatik sering
diklasifikasikan sebagai mono, di, dan tri-aromatik, tergantung pada jumlah cincin
aromatik yang berada dalam molekul. Contoh senyawaan hidrokarbon aromatic
adalah benzena dan naftalena.
Kelompok senyawaan ketiga adalah resin. Senyawaan resin merupakan
senyawaan hidrokarbon kompleks yang terdiri dari gugus alkil rantai panjang,
cincin aromatik yang rapat dan cincin naftenik. Resin memiliki struktur yang mirip
dengan asphaltene namun berat molekul resin lebih kecil. Resin merupakan fraksi
minyak mentah yang mengandung molekul polar heteroatom yang mengandung
nitrogen, oksigen atau sulfur. Resin merupakan fraksi yang larut dalam alkana
rantai pendek seperti pentana dan heptana, tetapi tak larut dalam propana cair (Sheu
& Mullins, 1995).
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Selama ini emulsi minyak mentah-air menjadi persoalan berat pada proses
produksi minyak. Mekanisme dan kestabilan emulsi menjadi faktor penting
terhadap biaya dan pencemaran lingkungan. Minyak mentah merupakan cairan
komplek yang meliputi partikel koloid, asphaltene agregat resin yang terdispersi di
dalam larutan bercampur dengan alipatik atau aroamatik (Aske, et.al., 2002).
10
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Dalam medium non polar, gugus polar resin berinteraksi dengan inti
struktur asphaltene yang mengandung klaster aromatis dan gugus non polarnya
berinteraksi dengan fasa minyak. Gugus polar pada inti asphaltene dapat
berinteraksi dengan gugus polar molekul asphaltene lain membentuk agregat
asphaltene yang disolvasi oleh resin (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Selanjutnya
agregat asphaltene-resin ini akan teradsorpsi dan terakumulasi pada antarmuka
membentuk lapisan film emulsi yang rigid dan viskoelastis, sehingga dan dapat
mencegah terjadinya koalesen (Gambar II.5).
Gambar II. 5 Lapisan Film Agregat Asphaltene-Resin Pada Tetesan Crude Oil
(Kokal, 2002)
Semakin banyak asphaltene yang terkandung dalam crude oil, lapisan film
yang terbentuk semakin rigid, sehingga emulsi semakin stabil dan air semakin sulit
dipisahkan (Gambar II.6).
11
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Kuwait Foundation for Advancement of Sciences menemukan bahwa
asphaltene, resin, dan wax merupakan komponen penstabil emulsi minyak-air.
Keberadaan asphaltene akan menambah stabilitas emulsi minyak-air. Stabilitas
emulsi juga relevan dengan kandungan resin dan pH fase air di dalamnya. Semakin
besar kandungan resin dan pH air emulsi minyak-air akan semakin stabil. Stabilitas
juga tergantung rasio resin terhadap asphaltene (R/A), rasio 3:1 stabil, kurang dari
3:1 kurang stabil dibanding asphaltene saja. Asphaltene dan resin selama ada di
dalam minyak mentah menyebabkan lapisan antar permukaan komponen menjadi
aktif. Asphaltene dan resin terkumpul pada antar permukaan minyak-air dan akan
memfasilitasi pembentukan emulsi (Adel, et.al., 2008).
II.4 Demulsifikasi
Terbentuknya emulsi dalam crude oil menimbulkan banyak kerugian dalam
industri minyak bumi. Semakin banyak asphaltene yang terkandung akan
meningkatkan konsentrasi air yang terkandung dalam crude oil, meningkatkan
viskositas crude oil, menurunkan kualitas minyak bumi dan mengganggu proses
produksi. Proses destabillsasi emulsi atau demulsifikasi ini bertujuan untuk
memecahkan emulsi pada crude oil sehingga fasa air dan minyaknya terpisah.
Pemisahan yang baik pada crude oil adalah pemisahan yang dapat memisahkan air
dari minyak mentah secara cepat hingga didapatkan nilai BS&W yang rendah
dibawah 0,2%.
Untuk memisahkan air dan minyak pada emulsi ini, lapisan antar fasa ini
harus dirusak dan dihancurkan, menurut Sunil L. Kokal, dalam skala industry ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan proses demulsifikasi, yaitu:
1. Temperatur
Meningkatnya temperatur akan:
• Menurunkan viskositas air, minyak, dan lapisan film tipis pada
antarmuka air-minyak.
• Meningkatkan perbedaan densitas minyak dan air sehingga
memudahkan pemisahan.
• Meningkatkan collision atau tumbukan antar tetesan.
• Meningkatkan laju koalesen.
12
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
• Merusak lapisan film pada antarfasa.
2. Agitasi atau Shear, tahanan terhadap tumbukan dan gesekkan tetesan emulsi
3. Waktu pemanasan
4. Solid Removal (Penghilangan Padatan)
Padatan yang terkandung dalam crude oil cendrung meningkatkan kestabilan
emulsi sehingga sulit untuk dipisahkan.
5. Pengontrolan Emulsfying Agent (Emulsifier)
Emulsifier merupakan molekul yang berperan dalam stabilisasi emulsi,
semakin meningkatkan konsentrasinya akan meningkatkan kestabilan
emulsinya.
13
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Tahapan demulsifikasi crude oil dapat dilihat pada gambar II.7.
14
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
Koalesen sering terjadi setelah proses flokulasi pada demulsifikasi.
Peningkatan koalesen dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut (Bobra. M, 1990):
• Peningkatan laju flokulasi akan meningkatkan frekuensi tumbukan
dari tetesan sehingga meningkatkan laju koalesen.
• Adanya lapisan film pada antarfasa minyak crude oil, semakin kuat
secara mekanika film terbentuk semakin lambat laju koalesen yang
terjadi.
• Tingginya tegangan antarmuka pada sistem akan mengakibatkan
proses koalesen menurun.
• Meningkatnya air yang dipisahkan akan meningkatkan laju
koalesen.
• Nilai viskositas antarfasa yang rendah akan memudahkan proses
koalesen.
• Demulsifier yang menggantikan film rigid menjadi lapisan
demulsifier yang lemah akan memudahkan terjadinya proses
koalesen.
• Temperatur yang tinggi akan mereduksi viskositas film antarmuka,
dan meningkatkan tumbukan antar tetesan, sehingga meningkatkan
proses koalesen.
15
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
b. Penurunan kecepatan aliran. Penurunan kecepatan aliran akan diikuti
pemisahan secara gravitasi dari air terhadap minyak.
c. Merubah karakter fisik dari emulsi. (Kokal, 2005). Karakter fisik emulsi
seperti viskositas jika diturunkan maka air akan muda terpisah dari minyak
atau emulsi karena dengan viskositas turun akan menyebabkan air lebih
mudah bergerak.
16
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.4.3 Demulsifikasi Menggunakan Pemanasan (Heater)
Penggunaan panas untuk pemisahan minyak sering digunakan, tetapi jarang
sekali metode ini digunakan tanpa kombinasi dengan metode lain, seperti kimia,
listrik, dan lain-lain. Metode pemanasan selalu menggunakan pula settling tank,
sehingga kombinasi dengan cara gravitasi pasti dilakukan seperti juga cara kimia.
Pemanasan dikatakan dapat memecahkan emulsi karena:
1. Dapat menurunkan viskositas minyak, sehingga meningkatkan laju
terjadinya tumbukan antar partikel air dan mempercepat proses
settling.
2. Pemanasan menaikkan perbedaan berat jenis minyak dan air, karena
laju penurunan berat jenis minyak lebih besar dibandingkan dengan
laju penurunan berat jenis air apabila terjadi kenaikkan temperatur.
3. Pemanasan menaikkan kecepatan gerak partikel air, sehingga
kemungkinan terjadinya tumbukan antar partikel air juga semakin
besar.
4. Pemanasan mengakibatkan pemuaian, sehingga partikel – partikel
air akan membesar dan cenderung untuk lebih mudah pecah jika
bertumbukan.
5. Apabila temperatur cukup tinggi, maka dapat mengubah fasa cair
menjadi uap, sehingga uap air akan memecahkan dinding partikel di
sekeliling tetesan air.
17
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
2. Untuk minyak berat (20 – 30°API), efektifitas pengolahan dicapai
pada selang temperatur 100 – 170 °F atau 40 – 80 °C.
3. Untuk minyak sangat berat (< 20°API) diperlukan temperatur yang
lebih tinggi dari minyak berat.
Dengan mengasumsi air bebas telah terpisah dari emulsi, air dalam minyak
diperkirakan kurang dari 10% dan pemanas diisolasi untuk meminimalkan
kehilangan panas, maka perhitungan untuk panas yang masuk adalah :
18
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman
II.5 Salinitas
Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terlarut di dalam air
yang dinyatakan dalam satuan ppm (part per million) atau ppt (part per thousand)
atau gram / liter. Salinitas disusun atas tujuh ion utama, yaitu sodium, potassium,
kalium, magnesium, khlorida, sulfat, bikarbonat (Ambardhy, 2004).
Pengertian salinitas air yang sangat mudah dipahami adalah jumlah kadar
garam yang terdapat pada suatu tempat/perairan. Hal ini dikarenakan salinitas air
ini merupakan gambaran tentang padatan total didalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida dan
semua bahan organik telah dioksida.
Satuan untuk pengukuran salinitas air adalah satuan gram permil. Nilai
salinitas air untuk perariran tawar biasanya berkisar antara 0 – 0,5 ppm, perairan
tawar biasanya berkisar antara 0,5 – 30 ppm (salinitas air payau) dan salinitas
perairan laut lebih dari 30 ppm. (Johnson, 2005: 16-17).
19
Studi laboratorium pengaruh temperatur tinggi thd beberapa konsentrasi salinitas pd proses demulfikasi minyak bumi
Denny Aditya Rachman