Anda di halaman 1dari 94

KONSEP

PERATURAN DAERAH
KABUPATEN DOMPU
NOMOR ........ TAHUN 2022

TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI DOMPU

Menimbang: a. bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan


sumber Pendapatan Asli Daerah yang penting, guna
membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah dalam rangka memantapkan
otonomi yang luas nyata dan bertanggungjawab.
b. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdapat
beberapa perubahan terhadap jenis penerimaan terkait
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, perlu membentuk
peraturan daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang


Bangunan Gedung; (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembar
Negara Republik Indonesia Nomor 4247) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang
Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2022 tentang
Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 163,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6809);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 Tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/ Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembar Negara
Republik Indonesia Nomor 6523);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 2010 tentang
Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan insentif
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 119, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 5161);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang
perlakukan perpajakan untuk mendukung kemudahan
berusaha;(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2021Nomor 19, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 6621);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2021 tentang
pajak Daerah dan retribusi Daerah dalam Rangka
mendukung Kemudahan Berusaha dan Layana
Daerah;(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2021Nomor 20, Tambahan Lembar Negara Republik
Indonesia Nomor 6622);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 26,
Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor
6628);
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.07/2010
tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap
Pelanggaran Ketentuan di Bidang Pajak Daerah dan
Retribusi;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
15. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Daerah Kabupaten Dompu Tahun 2008 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Dompu
Nomor 11);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATENDOMPU
Dan BUPATI DOMPU

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN
RETRIBUSI DAERAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Dompu;
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan ralqrat daerah
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin petaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan
sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah;
5. Kepala Daerah adalah Bupati Dompu;
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Dompu;
7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sesuai ketentuan peraturan
Perundang-undangan yang berlaku;
8. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah;
9. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan;
10. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah
pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolban kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
11. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib
pajak kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;
12. Subjek Pajak adalah Orang pribadi atau badan yang dapat dikenai
pajak.
13. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, BUMD,
atau badan usaha milik desa, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik
atau organisasi lainya, Lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
15. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang
selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan.
16. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman.
17. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap di atas permukaan Bumi dan di bawah permukaan
Bumi.
18. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga
rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
19. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya
disingkat BPHTB adalah Pajak atas perolehan hak atas tanah
dan/atau Bangunan.
20. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
tanah dan/atau Bangunan oleh orang pribadi atau Badan
21. Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah,
termasuk hak pengelolaan, beserta Bangunan di atasnya,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan
dan Bangunan.
22. Pajak Barang dan Jasa Tertentu yang selanjutnya disingkat PBJT
adalah Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi
barang dan/atau jasa tertentu.
23. Barang dan Jasa Tertentu adalah barang dan jasa tertentu yang
dijual dan/atau diserahkan kepada konsumen akhir.
24. Makanan dan/atau Minuman adalah makanan dan/atau minuman
yang disediakan, dijual dan/atau diserahkan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, atau melalui pesanan oleh restoran.
25. Restoran adalah fasilitas penyediaan layanan Makanan dan/atau
Minuman dengan dipungut bayaran.
26. Tenaga Listrik adalah tenaga atau energi yang dihasilkan oleh suatu
pembangkit tenaga listrik yang didistribusikan untuk bermacam
peralatan listrik.
27. Jasa Perhotelan adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat
dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan
hiburan, dan/atau fasilitas lainnya.
28. Jasa Parkir adalah jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan memarkirkan
kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan Kendaraan
Bermotor.
29. Jasa Kesenian dan Hiburan adalah jasa penyediaan atau
penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,
ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati.
30. Pajak Reklame adalah Pajak atas penyelenggaraan reklame.
31. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan
corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau menarik
perhatian umum terhadap sesuatu.
32. Pajak Air Tanah yang selanjutnya disingkat PAT adalah Pajak atas
pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
33. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah.
34. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam di
dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan.
35. Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disingkat MBLB
adalah mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud di
dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batu
bara.
36. Pajak Sarang Burung Walet adalah Pajak atas kegiatan pengambilan
dan/atau pengusahaan sarang burung walet
37. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu
collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan
collocalia linchi.
38. Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase
tertentu.
39. Opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya
disebut Opsen Pajak MBLB adalah Opsen yang dikenakan oleh
provinsi atas pokok Pajak MBLB sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
40. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun
kalender, kecuali apabila Wajib Pajak menggunakan tahun buku
yang tidak sama dengan tahun kalender.
41. Kas Daerah adalah Kas Daerah KabupatenDompu.

Ketentuan Retribusi Daerah


42. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus di sediakan dan/ atau di berikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
43. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan barang, jasa, dan/ atau
perizinan;
44. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi, termasuk pemungut retribusi tertentu;
45. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
46. Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah yang dapat bersifat mencari keuntungan karena
pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta;
47. Jasa Usaha adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan
pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan
lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan;
48. Perizinan tertentu adalah kegitan tertentu Pemerintah Daerah dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber
daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
49. Retribusi pelayanan kesehatan adalah pembayaran atas jasa sarana
dan jasa pelayananan kesehatan Rumah Sakit daerah, Puskesmas,
Puskesmas Rawat Inap, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas
keliling.
50. Retribusi Pelayanan Kebersihan yang selanjutnya disebut
retribusi adalah biaya yang dipungut oleh Pemerintah
daerah atas jasa pengangkutan, pemusnahan sampah dan
lainnya.
51. Sampah adalah barang-barang yang merupakan kotoran
yang berasal dari perorangan, Rumah tangga, perumahan,
kantor dan tempat-tempat umum atau lingkungan
khususnya.
52. Bak Sampah adalah tempat untuk menampung sampah
yang disediakan oleh pemakai persil pada masing-masing.
53. Tempat Pembuangan Sampah Sementara adalah tempat
yang disediakan oleh pemerintah daerah pada tiap-tiap desa
atau kelurahan untuk menampung pembuangan sampah
dari masyarakat.
54. Pelayanan parkir ditepi jalan umum adalah perbuatan/ tindakan
memarkir kendaraan bermotor di tepi jalan umum yang dibolehkan
dan ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan Ketentuan
Peraturan Undang-undang tentang jalan dan Undang-undang
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
55. Rambu Parkir adalah tanda-tanda yang menunjukkan
tempat parkir.
56. Marka Parkir adalah tanda-tanda yang berupa garis-garis
ditempat parkir yang menunjukkan cara parkir.
57. Fasilitas Parkir Khusus adalah tempat-tempal khusus
untuk parkir dapat berupa taman parkir atau gedung
parkir
58. Retribusi Pelayanan Pasar yang selanjutnya disebut
retribusi adalah biaya yang dipungut oleh Pemerintah
Daerah atas jasa pelayanan pasar dalam pemanfaatan los
dan kios pasar.
59. Pengendalian lalu lintas adalah pungutan yang diberlakukan kepada
pengguna jalan yang memasuki suatu koridor atau kawasan yang
dilakukan untuk membatasi jumlah kendaraan yang melewati
koridor atau kawasan sehingga terjadi peningkatan kinerja lalu lintas
dan peningkatan pelayanan angkutan umum.
60. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor yang selanjutnya
disebut retribusi adalah biaya yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah atas jasa pemeriksaan dalam kelayakan
kendaraan bermotor.
61. Pengujian Kendaraan Bermotor adalah serangkaian kegiatan
menguji dan/atau memeriksa bagian-bagian kendaraan
bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan
kendaraan khusus dalam rangka pemenuhan terhadap
persyaratan teknis dan layak jalan.
62. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain
danpada kendaraan bermotor untuk penumpang dan
kendaraan bermotor untuk barang, yang penggunaannya
untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang
khusus.
63. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang
dilengkapi sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk
tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan
maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
64. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang
dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak
termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan atau
tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
65. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dan
sepeda motor, mobil penumpang, mobil bis, dan kendaraan
khusus.
66. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang
disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan
dipungut bayaran.
67. Pengujian Pertama adalah pelaksanaan pengujian bagi
kendaraan bermotor wajibuji yang baru dan/ atau yang
belum pernah diuji.
68. Buku Uji Berkala yang selanjutnya disebut Buku Uji adalah
tanda bukti lulus uji berbentuk buku yang berisi data dan
legitimasi hasil peng Ujian kendaraan bermotor.
69. Tanda Uji Berkala Kendaraan yang selanjutnya disebut
Tanda Uji Berkala adalah tanda bukti lulus uji berbentuk
pelat berisi data mengenal kode wilayah pengujian nomor uji
kendaraan dan masa berlaku yang dipasang secara
permanen pada tempat tertentu dikendaraan.
70. Tanda Samping adalah tanda yang berisi informasi singkat
hasil uji berkala, yang dicantum/dipasang secara permanen
dengan menggunakan cat pada bagian samping kanan dan
kiri mobil bis, mobil barang, kereta gandeng, kereta
tempelan dan kendaraan khusus.
71. Layak Jalan adalah suatu kondisi teknis dan kendaraan
bermotor yang secara dinamis memenuhi persyaratan yang
telahditetapkan.
72. Nilai Teknis adalah nilai gabungan/komulatif dan bagian-
bagian teknis kendaraannya yangdiuji.
73. Kekayaan Daerah adalah kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah
daerah baik yang diperoleh melalui bantuan maupun yang dibeli
melalui APBD Kabupaten Dompu dan atau yang diserahkan
bersamaan dengan penyerahan urusan kepada daerah berupa
tanah, bangunan, peralatan dan alat-alat berat;
74. Tanah adalah tanah yang dimiliki dan/ atau dikuasai oleh
Pemerintah Daerah baik yang bersertifikat maupun yang belum
bersertifikat;
75. Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau yang
diletakan atau melayani dalam waktu lingkungan secara tetap
sebagian, atau seluruhnya, diatas atau dibawah permukaan tanah
dan atau perairan yang berupa bangunan, gedung dan atau bukan
gedung;
76. Retribusi pasar grosir dan pertokoan yang selanjutnya disebut
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
pelayanan yang disediakan dan atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan usaha yang
menggunakan pasar grosir dan pertokoan milik Pemerintah
Kabupaten Dompu;
77. Pasar Grosir dan pertokoan adalah pasar dan pertokoan termasuk
tempat pelelangan ikan (TPI), ternak hasil bumi, dan fasilitas pasar/
pertokoan yang dikontrakan yang disediakan/ diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah;
78. Retribusi Tempat Pelelangan yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
pelayanan yang disediakan dalam menggunakan tempat pelelangan
baik pelelangan ikan maupun hewan;
79. Retribusi Tempat Khusus Parkir yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pungutan Pemerintah Daerah atas pemarkir terhadap
pelayanan tempat khusus parker yang disediakan, dimiliki dan/
atau dikelola oleh Pemerintah Daerah
80. Tempat Khusus Parkir adalah tempat parker yang khusus
disediakan, dimiliki dan/ atau dikelola oleh Pemerintah Daerah,
orang atau Badan;
81. Parkir adalah Keadaan tidak bergerak sesuatu kendaraan yang tidak
bersifat sementara.
82. Fasilitasi Parkir adalah fasilitasi untuk memarkir kendaraan yang
disediakan, dimiliki dan/ atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;
83. Petugas Parkir adalah petugas atau juru parkir yang melaksanakan
tugas-tugas parkir, pada tempat khusus parker yang disediakan,
dimiliki dan/ atau dikelola oleh Pemerintah Daerah;
84. Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggarahan/ Villa yang
selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan dari Pemerintah
Daerah atas Penggunaan jasa penginapan pesanggarahan dan Villa
yang disediakan oleh Pemerintah daerah;
85. Rumah Potong Hewan (RPH) adalah tempat pemotongan hewan yang
sudah memenuhi persyaratan kesehatan hewan ditetapkan oleh
pemerintah
86. Retribusi Pelayanan Kepelabuhan yang selanjutnya disebut retribusi
adalah retribusi yang dikenakan atas pelayanan pada pelabuhan
kapal perikanan dan/ atau bukan kapal perikanan, termasuk
fasilitas lainnya dilingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/
atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola
oleh BUMD dan pihak swasta.
87. Tempat Rekreasi adalah Tempat Rekreasi Pariwisata yang dimiliki
dan atau dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Dompu;
88. Tempat Olah Raga adalah sarana olah raga yang memiliki dan atau
dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Dompu;
89. Retribusi Tempat rekreasi dan olah Raga yang selanjutnya disebut
retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas penggunaan
atau pemungutan jasa tempat rekreasi/ pariwisata dan olah raga
yang dimiliki dan atau dikelolah Pemrintah Kabupaten Dompu untuk
kepentingan oraang atau pribadi;
90. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai
jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan yang
terputus karena adanya perairan, untuk mengangkut penumpang
dan kendaraan beserta muatannya.
91. Usaha Angkutan Penyeberangan adalah usaha di bidang angkutan
penyeberangan yang diselenggarakan untuk umum pada lintas
penyeberangan dengan memungut bayaran dengan menggunakan
kapal yang memiliki sertifikasi yang sesuai dengan kondisi teknis
dan operasional prasarana, sarana dan perairan.
92. Retribusi Penyeberangan di Air yang selanjutnya disebut retribusi
adalah pembayaran atas pelayanan jasa penyeberangan di air.
93. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah yang selanjutnya
disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas
hasil produksi usaha daerah yang dijual oleh Pemerintah Daerah
untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
94. Produksi Usaha Daerah adalah hasil usaha Daerah meliputi
bibit/benih tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
95. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan
konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.
96. Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat
PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik
Bangunan Gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat Bangunan
gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan Gedung.
97. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang selanjutnya
disebut SLF adalah sertifikat yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi Bangunan Gedung
sebelum dapat dimanfaatkan.
98. Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung yang selanjutnya
disingkat SBKBG adalah surat tanda bukti hak atas status
kepemilikan Bangunan Gedung.
99. Penilik Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut Penilik
adalah orang perseorangan yang memiliki kompetensi dan
diberi tugas oleh pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan inspeksi
terhadap penyelenggaraan Bangunan Gedung.
100.Prasarana dan Sarana Bangunan Gedung adalah fasilitas
kelengkapan di dalam dan di luar Bangunan Gedung yang
mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi Bangunan
Gedung.
101.Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA adalah
warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di
wilayah Indonesia.
102.Pemberi Kerja TKA adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia atau badan lainnya yang
mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
103.Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya
disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada
jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu.
104.Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang
selanjutnya disebut Pengesahan RPTKA adalah persetujuan
penggunaan TKA yang disahkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.
105.Dana Kompensasi Penggunaan TKA yang selanjutnya
disingkat DKPTKA adalah kompensasi yang harus dibayar oleh
Pemberi Kerja TKA atas setiap TKA yang dipekerjakan sebagai
penerimaan negara bukan pajak atau pendapatan daerah.
106.Wilayah pertambangan rakyat, yang selanjutnya disingkat
WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukannya kegiatan
usaha pertambangan rakyat.
107.Izin pertambangan rakyat, yang selanjutnya disingkat IPR, adalah
izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah
pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
108.Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan
jasa dan perizinan tertentu dan Pemerintah Daerah yang
bersangkutan;
109.Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya di singkat SSRD,
adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan
dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Kepala Daerah;
110.Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat
SKRD, adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan
besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang;
111.Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya
disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan retribusi yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah
kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau
seharusnya tidak terutang;
112.Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD,
adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/ atau sanksi
administratif berupa bunga dan/atau denda;
113.Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan daerah dan retribusi dan/ atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah dan retribusi daerah;
114.Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
BAB II
PAJAK DAERAH

Bagian Kesatu
Jenis Pajak
Umum

Pasal 2
(1) Pajak yang di Pungut oleh Pemerintah Kabupaten Dompu terdiri atas :
a. PBB-P2;
b. BPHTB;
c. PBJT;
d. Pajak Reklame
e. PAT;
f. Pajak MBLB;
g. Pajak Sarang Burung Walet;
h. Opsen PKB;dan
i. Opsen BBNKB.

Pasal 3
(1) Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat (2) huruf a,
huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i merupakan jenis pajak yang
dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah.
(2) Jenis Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 (1) huruf d, huruf f,
dan huruf g merupakan jenis pajak yang dipungut berdasarkan
perhitungan sendiri oleh wajib pajak.
(3) Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 antara lain adalah surat
ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terhutang.
(4) Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain adalah surat
pemberitahuan pajak daerah.
(5) Dokumen surat pemberitahuan pajak daerah sebagaimana dimaksud
ayat (2) wajib di isi dengan benar dan lengkap serta disampaikan wajib
pajak kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Kedua
PBB-P2
Paragraf 1
Nama, Obyek Pajak dan Subyek Pajak

Pasal 3
Atas setiap Bumi dan/ atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/ atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk sektor perdesaan dan
perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan dipungut pajak dengan
nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaandan Perkotaan atau disingkat
PBB-P2.

Pasal 4
(1) Obyek PBB-P2 adalah Bumi dan/ atau Bangunan yang di miliki,
dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan,
kecuali kawasan yang dipergunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
(2) Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk permukaan
bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan.
(3) Daerah dan/ atau wilayah yang termasuk dalam sektor perkotaan :
a. Seluruh Desa/ Kelurahan dalam wilayah Ibu Kota Kabupaten;
b. Seluruh Desa/ Kelurahan dalam Kecamatan pada Ibu Kota
Kabupaten;
c. Desa/ Kelurahan Ibu Kota Kecamatan.
(4) Daerah dan/ atau wilayah yang termasuk dalam sektor Perdesaan
adalah desa-desa yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
(5) Yang dikecualikan dari objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/ atau pemanfaatan
atas:
a. Bumi dan/ atau Bangunan kantor Pemerintah, kantor Pemerintah
Daerah, dan kantor penyelenggara Negara lainya yang dicatat
sebagai Barang milik Negara atau barang Milik Daerah;
b. Bumi dan/ atau Bangunan yang digunakan semata-mata untuk
melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, Panti Sosial,
Kesehatan, Pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak di
maksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. Bumi dan/ atau Bangunan yang semat-mata digunakan untuk
tempat makam ( kuburan) peninggalan purbakala,atau yang sejenis;
d. Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan
wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh
desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak;
e. Bumi dan/ atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan
diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
f. Bumi dan/ atau Bangunan yang digunakan oleh badan atau
perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri;
g. Bumi dan/ atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya
terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail
Transifl, atau yang sejenis;
h. Bumi dan/ atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan
NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
i. Bumi dan/ atau Bangunan yang dipungut pajak bumi dan
bangunan oleh Pemerintah.

Pasal 5
(1) Subjek Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/ atau memperoleh
manfaat atas Bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/ atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.
(2) Wajib Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/ atau memperoleh
manfaat atas Bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/ atau
memperoleh manfaat atas Bangunan.

Paragraf 2
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak

Pasal 6
(1) Dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP.
(2) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
proses penilaian PBB-P2.
(3) NJOP tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek
PBB-P2 di satu wilayah kabupaten/ kota, NJOP tidak kena pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan atas salah satu
objek PBB-P2 untuk setiap Tahun Pajak.
(5) NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan 100%
(seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak
sebagaimana dimakspd pada ayat (3).
(6) NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap 3 (tiga)
tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap
tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
(7) Besaran NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian PBB-P2 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 7
(1) Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima
persen).
(2) Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
sebagai berikut:
a. untuk Objek Pajak dengan NJOP sampai dengan
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1%
(nol koma satu persen); dan
b. untuk Objek Pajak dengan NJOP di atas Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

Pasal 8
Besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
dasar pengenaan PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5)
dengan tarif PBB-P2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).

Paragraf 3
Tahun Pajak, Saat Pajak Terutang dan Wilayah Pemungutan

Pasal 9
(1) Tahun Pajak PBB-P2 adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
(2) Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 yang terutang
adalah menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.
(3) Tempat PBB-P2 yang terutang adalah di wilayah Daerah yang meliputi
letak objek PBB-P2.
Bagian Ketiga
Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/ atau Bangunan (BPHTB)

Paragraf 1
Nama, Objek Pajak dan Subjek Pajak

Pasal 10
Atas setiap perolehan hak atas tanah dan/ atau bangunan dipungut pajak
dengan nama Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pasal 11
(1) Objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
(2) Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1. Jual beli;
2. Tukar-menukar;
3. Hibah;
4. Hibah wasiat;
5. Waris;
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. Penunjukan pembeli dalam lelang;
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap;
10. Penggabungan usaha;
11. Peleburan usaha;
12. Pemekaran usaha; atau
13. Hadiah; dan
b. Pemberian hak baru karena:
1. Kelanjutan pelepasan hak; atau
2. Diluar pelepasan hak.
(3) Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Hak milik;
b. Hak guna usaha;
c. Hak guna bangunan;
d. Hakpakai;
e. Hak milik atas satuan rumah susun; dan
f. Hak pengelolaan
(4) Yang dikecualikan dari objek BPHTB adalah Perolehan Hak atas Tanah
dan/ atau Bangunan:
a. Untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara
negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang
milik negara atau barang milik Daerah;
b. Oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/ atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum;
c. Untuk badan atau perwakilan lembaga internasional dengan syarat
tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar
fungsi dan tugas badan atau perwakilan lembaga tersebut yang
diatur dengan Peraturan Menteri;
d. Untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
e. Oleh orang pribadi atau Badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
f. Oleh orang pribadi atau Badan karena wakaf;
g. Oleh orang pribadi atau Badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah; dan
h. Untuk masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
(1) Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan.
(2) Wajib Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan.

Paragraf 2
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak

Pasal 13
(1) Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak.
(2) Nilai perolehan objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut:
a. Harga transaksi untuk jual beli;
b. Nilai pasar untuk tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya,
pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak
karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan
dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar
pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha,
pemekaran usaha, dan hadiah; dan
c. Harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang untuk
penunjukan pembeli dalam lelang.
(3) Dalam hal nilai perolehan objek pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang
digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan pada tahun
terjadinya perolehan, dasar pengenaan BPHTB yang digunakan adalah
NJOP yang digunakan dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan
pada tahun terjadinya perolehan.
(4) Dalam menentukan besaran BPHTB terutang, Pemerintah Daerah
menetapkan nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagai
pengurang dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(5) Besarnya nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan
sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk perolehan
hak pertama Wajib Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya
BPHTB.
(6) Dalam hal perolehan hak karena hibah wasiat atau waris sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a angka 4 dan angka 5 yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris, termasuk suami/
istri, nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak ditetapkan sebesar
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(7) Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda.

Pasal 14
Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Pasal 15
Besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
dasar pengenaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (6), dengan tarif
BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 14.

Paragraf 3
Wilayah Pemungutan dan Saat Pajak Terutang
Pasal 16
(1) BPHTB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat tanah
dan/atauBangunan berada.
(2) Saat terutangnya BPHTB ditetapkan:
a. Pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya perjanjian pengikatan
jual beli untuk jual beli;
b. Pada tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta untuk tukar-
menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau
badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan
peralihan, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran
usaha, dan/atau hadiah;
c. Pada tanggal penerima waris atau yang diberi kuasa oleh penerima
waris mendaftarkan pera-lihan haknya ke kantor bidang
pertanahan untuk waris;
d. Pada tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap untuk putusan hakim;
e. Pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
untuk pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak;
f. Pada tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
untuk pemberian hak baru di luar pelepasan hak; atau
g. Pada tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang
(3) Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinyaperolehan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1.

Bagian Keempat
PBJT

Paragraf 1
Nama, Objek Pajak dan Subjek Pajak

Pasal 17
Objek PBJT merupakan penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi
barang dan jasa tertentu yang meliputi:
a. Makanan dan/ atau Minuman;
b. Tenaga Listrik;
c. Jasa Perhotelan;
d. Jasa Parkir; dan
e. Jasa Kesenian dan Hiburan.

Pasal 18
(1) Penjualan dan/ atau penyerahan Makanan dan/ atau Minuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a meliputi Makanan
dan/ atau Minuman yang disediakan oleh:
a. Restoran yang paling sedikit menyediakan layanan penyajian
Makanan dan/ atau Minuman berupa meja, kursi, dan/ atau
peralatan makan dan minum;
b. Penyedia jasa boga atau katering yang melakukan:
1. Proses Penyediaan Bahan Baku Dan Bahan Setengah Jadi,
Pembuatan, Penyimpanan, Serta Penyajian Berdasarkan
Pesanan;
2. Penyajian Di Lokasi Yang Diinginkan Oleh Pemesan Dan
Berbeda Dengan Lokasi Dimana Proses Pembuatan Dan
Penyimpanan Dilakukan; Dan
3. Penyajian Dilakukan Dengan Atau Tanpa Peralatan Dan
Petugasnya.
(2) Yang dikecualikan dari objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah penyerahan Makanan dan/ atau Minuman:
a. Dengan Peredaran Usaha Tidak Melebihi Batas Tertentu Yang
Ditetapkan Dalam Perda;
b. Dilakukan Oleh Toko Swalayan Dan Sejenisnya Yang Tidak
Semata-Mata Menjual Makanan Dan/ Atau Minuman;
c. Dilakukan Oleh Pabrik Makanan Dan/ Atau Minuman; Atau
d. Disediakan Oleh Penyedia Fasilitas Yang Kegiatan Usaha
Utamanya Menyediakan Pelayanan Jasa Menunggu Pesawat
(Lounge) Pada Bandar udara.

Pasal 19
(1) Konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf b adalah penggunaan Tenaga Listrik oleh pengguna akhir.
(2) Yang dikecualikan dari konsumsi Tenaga Listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Konsumsi Tenaga Listrik oleh instansi pemerintah, Pemerintah
Daerah dan penyelenggara negara lainnya;
b. Konsumsi Tenaga Listrik pada tempat yang digunakan oleh
kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing berdasarkan asas
timbal balik;
c. Konsumsi Tenaga Listrik pada rumah ibadah, panti jompo, panti
asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
d. Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri dengan
kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dai instansi teknis
terkait; dan
e. Konsumsi Tenaga Listrik lainnya yang diatur dengan Perda.

Pasal 20
(1) Jasa Perhotelan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 huruf c
meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta
penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan
seperti:
a. Hotel;
b. Hostel;
c. Vila;
d. Pondok wisata;
e. Motel;
f. Losmen;
g. Wisma pariwisata;
h. Pesanggrahan;
i. Rumah penginapan/guesthouse/bungalo/resort/ cottage;
j. Tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel; dan
k. Glamping.
(2) Yang dikecualikan dari Jasa Perhotelan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah;
b. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,
panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis;
c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata; dan
e. Jasa persewaan ruangan untuk diusahakan di hotel.

Pasal 21
(1) Jasa Parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf d meliputi:
a. Penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir; dan/atau
b. Pelayanan memarkirkan kendaraan (parl
(2) Yang dikecualikan dari jasa penyediaan tempat parkir sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah;
b. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang
hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;
c. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh kedutaan, konsulat,
dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan
d. Jasa tempat parkir lainnya yang diatur dengan Perda.

Pasal 22
(1) Jasa Kesenian dan Hiburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
huruf e meliputi:
a. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang
dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
b. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/ atau busana;
c. Kontes kecantikan;
d. Kontes binaraga;
e.
Pameran;
f.
Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
g.
Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
h.
Permainan ketangkasan;
i.
Olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ ruang dan/
atau peralatan dan perlengkaphn untuk olahraga dan kebugaran;
j. Rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana
budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan,
agrowisata, dan kebun binatang;
k. Panti pijat dan pijat refleksi; dan
l. Diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/ spa.
(2) Yang dikecualikan dari Jasa Kesenian dan Hiburan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Jasa Kesenian dan Hiburan yang
semata-mata untuk:
a. Promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran;
b. Kegiatan layanan masyarakat dengan tidak dipungut bayaran;
dan/atau
c. Bentuk kesenian dan hiburan lainnya yang diatur dengan Perda.

Pasal 23
(1) Subjek Pajak PBJT adalah konsumen barang dan jasa tertentu.
(2) Wajib Pajak PBJT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
penjualan, penyerahan, dan/ atau konsumsi barang dan jasa tertentu.

Paragraf 2
Dasar pengenaan Pajak, Tarif PBJT, dan Cara perhitungan

Pasal 24
(1) Dasar pengenaan PBJT adalah jumlah yang dibayarkan oleh
konsumen barang atau jasa tertentu.
(2) Dalam hal tidak terdapat pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dasar pengenaan PBJT dihitung berdasarkan harga jual
barang dan jasa sejenis yang berlaku di wilayah Daerah yang
bersangkutan.

Pasal 25
(1) Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
(2) Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab
malam, bar, dan mandi uap/ spa ditetapkan paling rendah 4O%
lempat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
(3) Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk:
a. Konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri,
pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi
sebesar 3% (tiga persen); dan
b. Konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling
tinggi 1,5% (satu koma lima persen).
(4) Tarif PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan dengan Perda.

Pasal 26
(1) Besaran pokok PBJT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
dasar pengenaan PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dengan
tarif PBJT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4)
(2) PBJT yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat penjualan,
penyerahan, dan/ atau konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.
(3) Saat terutangnya PBJT dihitung sejak saat pembayaran/ penyerahan/
konsumsi barang dan jasa tertentu dilakukan.
Bagian Kelima
Pajak Reklame

Paragraf 1
Nama, Subjek dan Objek Pajak

Pasal 27
(1) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame.
(2) Objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Reklame papar:l billboard/ uideotron/ megatron;
b. Reklame kain;
c. Reklame melekat/ stiker;
d. Reklame selebaran;
e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. Reklame udara;
g. Reklame apung;
h. Reklame filrn/ slide; dan
i. Reklame peragaan.
(3) Yang dikecualikan dari objek Pajak Reklame adalah:
a. Penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta
harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b. Label/ merek produk yang melekat pada barang yang
diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk
sejenis lainnya;
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada
bangunan dan/ atau di dalam area tempat usaha atau profesi yang
jenis, ukuran, bentuk, dan bahan Reklamenya diatur dalam
Perkada dengan berpedoman pada ketentuan yang mengatur
tentang nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
d. Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah;
e. Reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik,
sosial, dan keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial;
dan
f. Reklame lainnya yang diatur dengan Perda.

Pasal 28
(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan Reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan Reklame.

Paragraf 2
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak

Pasal 29
(1) Dasar Pengenaan Pajak Reklame adalah nilai sewa Reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa
Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa Reklame
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan
faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu
penayangan, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran
media Reklame.
(4) Dalam hal nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak diketahui dan/ atau dianggap tidhk wajar, nilai sewa Reklame
ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
(5) Perhitungan nilai sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Perkada.

Pasal 30
(1) Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh
lima persen).
(2) Tarif Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Perda.

Pasal 31
(1) Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan dasai pengenaan Pajak Reklame sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dengan tarif Pajak Reklame sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (21).
(2) Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat
Reklame tersebut diselenggarakan.
(3) Khusus untuk Reklame berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 ayat (2) huruf e, Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah
Daerah tempat usaha penyelenggara Reklame terdaftar.

Bagian Keenam
PAT

Paragraf 1
Nama, Objek dan Subjek PAT

Pasal 32
(1) Objek PAT adalah pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air Tanah.
(2) Yang dikecualikan dari objek PAT adalah pengambilan untuk:
a. Keperluan dasar rumah tangga;
b. Pengairan pertanian ralgzat;
c. Perikanan rakyat;
d. Peternakan ralryat;
e. Keperluan keagamaan; dan
f. Kegiatan lainnya yang diatur dengan perda.

Pasal 33
(1) Subjek PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air Tanah.
(2) Wajib PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pengambilan dan/ atau pemanfaatan Air Tanah.

Paragraf 2
Dasar Pengenaan Pajak

Pasal 34
(1) Dasar pengenaan PAT adalah nilai perolehan Air Tanah.
(2) Nilai perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
hasil perkalian antara harga air baku dengan bobot Air Tanah.
(3) Harga air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
berdasarkan biaya pemeliharaan dan pengendalian sumber daya Air
Tanah.
(4) Bobot Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan
dalam koefisien yang didasarkan atas faktorfaktor berikut:
a. Jenis sumber air;
b. Lokasi sumber air;
c. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;
d. Volume air yang diambil dan/ atau dimanfaatkan;
e. Kualitas air; dan
f. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan
dan/ atau pemanfaatan air.

Bagian KeTujuh
Pajak MBLB

Paragraf 1
Objek dan Subjek pajak

Pasal 35
(1) Objek Pajak MBLB adalah kegiatan pengambilan MBLB yang meliputi:
a. Asbes;
b. Batu tulis;
c. Batu setengah permata;
d. Batu kapur;
e. Batu apung;
f. Batu permata;
g. Bentonit;
h. Dolomit;
i. Feldspar;
j. Garam batu (halite);
k. Grafit;
l. Granit/andesit;
m. Gips;
n. Kalsit;
o. Kaolin;
p. Leusit;
q. Magnesit;
r. Mika;
s. Marmer;
t. Nitrat;
u. Obsidian;
v. Oker;
w. Pasir dan kerikil
x. Pasir kuarsa;
y. Perlit;
z. Fosfat;
aa. Talk;
bb. Tanah serap (fullers earth);
cc. Tanah diatom;
dd. Tanah liat;
ee. Tawas (alum);
ff. Tras;
gg. Yarosit;
hh. Zeolit;
ii. Basal;
jj. Trakhit;
kk. Belerang;
ll. MBLB ikutan dalam suatu pertambangan mineral; dan
mm.MBLB lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Yang dikecualikan dari objek Pajak MBLB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), meliputi pengambilan MBLB:
a. Untuk keperluan rumah tangga dan tidak diperjualbelikan/
dipindahtangankan;
b. Untuk keperluan pemancangan tiang listrik/ telepon, penanaman
kabel, penanaman pipa, dan sejenisnya yang tidak mengubah fungsi
permukaan tanah; dan
c. Untuk keperluan lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 36
(1) Subjek Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil
MBLB.
(2) Wajib Pajak MBLB adalah orang pribadi atau Badan yang mengambil
MBLB.

Paragraf 2
Dasar Pengenaan Tarif dan cara perhitungan

Pasal 37
(1) Dasar pengenaan Pajak MBLB adalah nilai jual hasil pengambilan
MBLB.
(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan
perkalian volume/ tonase pengambilan MBLB dengan harga patokan
tiap-tiap jenis MBLB.
(3) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung
berdasarkan harga jual rata-rata tiap-tiap jenis MBLB pada mulut
tambang yang berlaku di wilayah Daerah yang bersangkutan.
(4) Harga patokan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pertambangan mineral dan batu bara.

Pasal 38
(1) Tarif Pajak MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen).
(2) Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan Daerah provinsi yang
tidak terbagi dalam Daerah kabupaten/ kota otonom, tarif Pajak
MBLB ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).
(3) Tarif Pajak MBLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Perda.

Pasal 39
(1) Besaran pokok Pajak MBLB yang terutang dihituhg dengan cara
mengalikan dasar pengenaan Pajak MBLB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (1) dengan tarif Pajak MBLB sebagaimana
dimaksud dalam PasaL 74 ayat (3).
(2) Pajak MBLB yang terutang dipungut di wilayah Daerah tempat
pengambilan MBLB.

Bagian Kedelapan
Pajak Sarang Burung Walet

Paragraf 1
Objek dan Subjek pajak

Pasal 40
(1) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/ atau
pengusahaan sarang Burung Walet.
(2) Yang dikecualikan dari objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan
penerimaan negara bukan pajak; dan
b. Kegiatan pengambilan dan/ atau pengusahaan sarang Burung
Walet lainnya yang ditetapkan dengan Perda.

Pasal 41
(1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan
yang melakukan pengambilan dan/ atau mengusahakan sarang
Burung Walet.
(2) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan
yang melakukan pengambilan dan/ atau mengusahakan sarang
Burung Walet.

Paragraf 1
Dasar Pengenaan, Tarifdan cara perhitungan

Pasal 42
(1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah nilai jual sarang
Burung Walet
(2) Nilai jual sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang
Burung Walet yang berlaku di Daerah yang bersangkutan dengan
volume sarang Burung Walet.

Pasal 43
(1) Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%
(sepuluh persen).
(2) Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan dengan Perda.

Pasal 44
(1) Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung
dengan cara mengalikan dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayal (1) dengan tarif Pajak
Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2),

Bagian Kesembilan
Opsen

Paragraf 1
Pengenaan dan tarif

Pasal 45
Opsen dikenakan atas Pajak terutangdari:
a. PKB;
b. BBNKB; dan
c. Pajak MBLB.

Pasal 46
(1) Tarif Opsen ditetapkan sebagai berikut:
a. Opsen PKB sebesar 66 % (enam puluh enam persen);
b. Opsen BBNKB sebesar 66% (enam puluh enam persen); dan
c. Opsen Pajak MBLB sebesar 25 % (dua puluh lima persen),
dihitung dari besaran Pajak terutang.
(2) Besaran tarif Opsen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Perda.

Pasal 47
(1) Opsen dipungut secara bersamaan dengan Pajak yang dikenakan
Opsen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan Opsen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

Penerimaan Pajak yang Diarahkan


Penggunaannya

Pasal 49
(1) Hasil penerimaan atas jenis pajak berikut:
a. PKB dan Opsen PKB;
b. PBJT atas Tenaga Listrik;
c. Pajak Rokok; dan
d. PAT, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota dapat
dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang telah ditentukan
penggunaannya.
(2) Besaran persentase tertentu dan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diselaraskan dengan pelayanan publik yang berkaitan
dengan jenis Pajaknya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase tertentu dan
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

BAB III
RETRIBUSI DAERAH

Bagian Kesatu
Jenis Retribusi Daerah
Pasal 50

(1) Jenis Retribusi Terdiri atas:


a. Retribusi Jasa Umum;
b. Retribusi Jasa Usaha; dan
c. Retribusi Perizinan Tertentu
(2) Objek Retribusi adalah penyediaan/ pelayanan barang dan/ atau jasa
dan pemberian izin tertentu kepada orang pribadi atau Badan oleh
Pemerintah Daerah.
(3) Wajib Retribusi meliputi orang pribadi atau Badan yang
menggunakan/ menikmati pelayanan barang, jasa, dan/ atau
perizinan.
(4) Wajib Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib membayar
atas layanan yang digunakan/ dinikmati.

Pasal 51
Jenis Pelayanan Retribusi
(1) Jenis Pelayanan yang merupakan Objek Retribusi Jasa Umum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan;
b. Pelayanan Kebersihan;
c. Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum;
d. Pelayanan Pasar; Dan
e. Pengendalian lalu lintas
(2) Jenis Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak
dipungut Retribusi apabila Potensi Penerimaannya kecil dan/ atau
dalam rangka Pelaksanaan Kebijakan Nasional/ Daerah untuk
memberikan Pelayanan tersebut secara cuma-cuma.
(3) Jenis Penyediaan/ Pelayanan Barang dan/ atau Jasa yang merupakan
Objek Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (1) huruf b meliputi:
a. Penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan,
dan tempat kegiatan usaha lainnya;
b. Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil
hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat
pelelangan;
c. Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan;
d. Penyediaan tempat penginapan/ pesanggrahan/ vila;
e. Penyediaan rumah pemotongan hewan ternak;
f. Pelayanan jasa kepelabuhanan;
g. Pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
h. Pelayanan penyeberangan orang atau barang dengan
menggunakan kendaraan diair;
i. Penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah; dan
j. Pemanfaatan aset daerah yang tidak mengganggu penyelenggaraan
tugas dan fungsi organisasi perangkat daerah dan/ atau
optimalisasi asset daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Jenis Pelayanan Pemberian Izin yang merupakan Objek Retribusi
Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Persetujuan Bangunan Gedung;
b. Penggunaan Tenaga Kerja Asing; dan
c. Pengelolaan Pertambangan Rakyat.
(5) Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf a merupakan pungutan atas penerbitan persetujuan
bangunan gedung oleh Daerah.
(6) Retribusi Penggunaan Tenaga Kerja Asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b merupakan dana kompensasi penggunaan
tenaga kerja asing atas pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja
asing perpanjangan sesuai wilayah kerja tenaga kerja asing.
(7) Retribusi Pengelolaan Pertambangan Rakyat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf c merupakan Pungutan Daerah berupa Iuran
Pertambangan Rakyat kepada pemegang izin pertambangan rakyat
oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan delegasi
kewenangan Pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batu
bara.
(8) Penambahan Jenis Retribusi selain Jenis Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(9) Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) antara lain:
a. Objek Retribusi;
b. Subjek dan Wajib Retribusi;
c. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi; dan
d. Tata Cara Penghitungan Retribusi.

Bagian Kedua
Retribusi Jasa Umum

Pasal 52
(1) Jenis Retribusi Jasa Umum yang diatur dalam PERDA ini
adalah:
a. Pelayanan Kesehatan;
b. Pelayanan Kebersihan;
c. Pelayanan Parkir Di Tepi Jalan Umum;
d. Pelayanan Pasar; Dan
e. Pengendalian lalu lintas.
(2) Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

Bagian Ketiga
Retribusi Jasa Usaha

Pasal 53
(1) Jenis Retribusi Jasa Usaha yang di atur dalam PERDA ini
adalah :
a. Penyediaan tempat kegiatan usaha berupa pasar grosir, pertokoan,
dan tempat kegiatan usaha lainnya;
b. Penyediaan tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil
hutan termasuk fasilitas lainnya dalam lingkungan tempat
pelelangan;
c. Penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan;
d. Penyediaan tempat penginapan/ pesanggrahan/ vila;
e. Penyediaan rumah pemotongan hewan ternak;
f. Pelayanan jasa kepelabuhanan;
g. Pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga;
h. Pelayanan Penyeberangan orang atau barang dengan
menggunakan kendaraan di air;
i. Penjualan Hasil Produksi Usaha Pemerintah Daerah; dan
j. Pemanfaatan Aset Daerah yang tidak mengganggu
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi perangkat Daerah
dan/ atau Optimalisasi Aset daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

Bagian Keempat
Retribusi Perizinan Tertentu

Pasal 54
(1) Jenis Retribusi Perizinan Tertentu yang diatur dalam PERDA
ini adalah:
a. Persetujuan Bangunan Gedung;
b. Penggunaan Tenaga Kerja Asing; dan
c. Pengelolaan pertambangan rakyat.
(2) Jenis retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digolongkan sebagai Retribusi Perizinan tertentu.

Bagian Kelima
Retribusi Pelayanan Kesehatan

Pasal 55
Dengan nama Retribusi Pelayanan Kesehatan dipungut setiap Retribusi
Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Polindes/ Poskesdes atau
pelayanan kesehatan lain yang sejenis.

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 56
(1) Subjek Retribusi adalah orang Pribadi atau Badan yang memperoleh
atau menerima Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah,
Puskesmas,Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan
Polindes/Poskesdes atau pelayanan kesehatan lain yang sejenis.
(2) Objek Retribusi adalah Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah,
Puskesmas,Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan
Polindes/Poskesdes atau pelayanan kesehatan lain yang sejenisyang
dimiliki dan/ atau kelola oleh Pemerintah Daerah.
(3) Dikecualikan dari obyek Retribusi sebagaimana di maksud pada ayat
(2) adalah Pelayanan Kesehatan Bakti Sosial yang di lakukan oleh
Pemerintah, BUMN, BUMD, dan Pihak Swasta. (Konfirmasi KE RSUD)

Pasal 57
Jenis Pelayanan Kesehatan dan Kelas Perawatan
(1) Jenis Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Terdiri dari :
a. Rawat Jalan;
b. Rawat Inap dan Kamar bersalin;
c. Rawat Gawat Darurat.
a. Pemeriksaan Penunjak Diagnostik;
b. Tindakan Medik Therapi;
c. Rehablitasi Medik;
d. Pelayanan Medis Gigi
e. Pelayanan Spesialistik;
f. Pelayanan Umum;
g. Pelayanan Jenazah;
h. Pelayanan Ambulance atau Mobil Jenazah; dan
i. Pelayanan Konsultasi Khusus.
(2) Jenis Pelayanan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
Keliling dan Polindes/PoskesdesTerdiri dari:
a. Rawat Jalan;
b. Rawat Inap;
c. Tindakan Medik;
d. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik;
e. Pelayanan Rujukan;
f. Pelayanan Home care/Home Visit;
g. Pelayanan Pertolongan Pertama Pada Kecalakaan pada berbagai
kegiatan yang bersifat massal.
(3) Jenis Pelayanan di Laboratorium Kesehatan Daerah Terdiri dari:
a. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik;
b. Pemeriksaan kualitas air.
(4) Segala jenis pemeriksaan dan tindakan lain yang belum tergolong
dalam satu kelompok pelayanan akan ditetapkan oleh Bupati
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 58
Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis Pelayanan dan
lamanya penggunaan jasa sarana dan jasa pelayanan yang diberikan di
Rumah Sakit Umum Daerah, Laboratorium kesehatan Daerah, Puskesmas,
Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, dan tempat
pelayanan kesehatan lainnya yang sejenis.

Pasal 59
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
dimaksud untuk menutup sebagian biaya penyelenggaraan pelayanan
dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 60
Jenis Struktur dan Besar Tarif
(1) Jenis Struktur Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD di tetapkan
sebagai berikut :
a. Biaya Administrasi:
1) Pendaftaran Pasien Baru
a) Poliklinik;
b) Rawat Inap; dan
c) IGD.
2) Pendaftaran Pasien Lama
a) Poliklinik;
b) Rawat Inap; dan
c) IGD.
3) Rekam Medis Pasien Baru
a) Poliklinik;
b) Rawat Inap; dan
c) IGD.

b. Biaya pemeriksaan dalam rangka penerbitan:


1) Surat Keterangan Kesehatan;
2) Surat Keterangan Sakit;
3) Surat Keterangan Kesehatan Calon Pegawai;
4) Surat Keterangan cuti hamil;
5) Surat Keterangan untuk menikah;
6) Surat keterangan untuk Klaim asuransi;
7) Surat Keterangan untuk kepentingan penyidikan (visum
luar) kecuali visum KDRT;dan
8) Surat Keterangan untuk GeneralCheckUp.

c. Pemeriksaan Dokter Rawat Jalan dan IGD:


1) Jasa Pelayanan
a) Dokter Umum;
b) Dokter Spesialis; dan
c) IGD.
2) Konsultasi Gizi
a) Dokter Umum; dan
b) Dokter Spesialis.

d. Tindakan Rawat Jalan dan IGD


1) Kelompok I (III A)
a) Dokter Umum
b) Dokter Spesialis
c) IGD & Rawat Jalan
Tindakan Rawat Medik sebagai Berikut :
(1) Audiometri / PTA
(2) Eustachian tube function test
(3) OAE
(4) Refleks stapedius ipsilateral / kontralateral
(5) Timpanometri
(6) Endoskopi telinga
(7) Tes penala / garputala
(8) Tes berbisik / suara
(9) Tes dix halpike dengan frenzel
(10)Aff tampon anterior unilateral
(11)Aff tampon anterior bilateral
(12)Aff tampon posterior
(13)Kaustik hidung epistaksis
(14)Eksisi lesi hidung lainnya (sinekia, pelebaran ostium)
sederhana
(15)Ektraksi benda asing hidung
(16)Ekstraksi benda asing hidung dengan penyulit
(17)Irigasi hidung
(18)Irigasi sinus unilateral
(19)Irigasi sinus bilateral
(20)Pasang NGT
(21)Pasang NGT dengan endoskopi
(22)Ganti NGT
(23)Aff NGT
(24)Swab hidung
FARING, LARING, LEHER
(1) Flexible Endoscopic Evalution Of Swallowing (FEES)
(2) Trans nasal esofagoskopi fleksibel
(3) Trakeoskopi fleksibel melalui stoma trakeostomi
(4) Laringoskopi indirek
(5) Ekstraksi benda asing faring dengan endoskopi
(6) Ekstraksi benda asing mulut
(7) Ekstraksi benda asing tonsil-faring
(8) Kaustik orofaring
(9) Punksi / Aspirasi abses peritonsiler
(10)Penutupan stoma trakeostomi
(11)Ganti kanul trakeostomi / rekanulasi
(12)Closed reduction dislokasi TMJ
(13)Swab tenggorok
TINDAKAN LAIN-LAIN
(1) Ganti verban / drain
(2) Aff hecting (<6)
(3) Aff hecting (>6)
(4) Punksi / aspirasi abses
(5) Skin prick test
TINDAKAN IGD
(1) Alergi Test/patch Test;
(2) Angkat K-Wire;
(3) Bilas Lambung;
(4) Biopsi (Pengambilan Jaringan)
(5) Cabut Gigi tanpa komplikasi;
(6) Dilatasi Phimosis;
(7) Eksisi Clavus;
(8) Eksisi Condiloma Accuminata;
(9) Eksisi granuloma pyogenikum;
(10)Eksis Keloid<5 cm;
(11)Eksisi Syringoma;
(12)Eksisi Veruka Vulgaris;
(13)Ekstrasi kalium Oxalat;
(14)Ektirpasi Kista Ateroma/Lipoma/Ganglion<2Cm;
(15)Ekstrasi Kuku;
(16)Epilasi Bulu Mata;
(17)FNA (Fine Needle Aspiration);
(18)Ganti Balut (Khusus gangrene dibetika dan luka baker
luas>25%);
(19)Insisi Furunkel/Abses;
(20)IPPB (Intermiten Positive Pressure Breathing);
(21)Irigasi Telinga;
(22)Kaustik;
(23)Labolaplasti 1 Telinga;
(24)Mantoux Test;
(25)Nekretomi;
(26)Papsmear (Pengambilan Sekret);
(27)Parasentese Telinga;
(28)Pasang/Angkat Implat/IUD;
(29)Pasang dan Angkat Jahit;
(30)Pasang Infus umbilicalis;
(31)Pasang Pesarium;
(32)Pemasangan Belog Tampon;
(33)Pemasangan Kateter (Kasus Non Operasi);
(34)Pengeluaran Corpu Alienum;
(35)Pengisian Saluran Gigi Sulung;
(36)Pengobatan Epistaksis;
(37)Perawatan Saluran Akara Gigi+Pulp;
(38)Pulpatomi;
(39)Punksi Batu;
(40)Punksi Hematoma Telinga;
(41)Reposisi Trauma Hidung Sederhana;
(42)Sondage Canalculi Lacrimalis;
(43)Spooling Cerumen Telinga;
(44)Spooling Cerumen Telinga;
(45)Tindakan Anoscopy;
(46)Tindakan Businasi;
(47)Tindakan Cuci Sinus (Perawata);
(48)Tindakan Nebulizer;
(49)Tindakan pada Keratosis Seboroika;
(50)Tindakan Psikoterapi/Psikometri
(51)Tindakan Roser Plasty;
(52)Water Drinking Test; dan
(53)Tindakan Pembuatan Visum et repertum korban Hidup.
(54)Oksigen per garis (tambahan dari WA)
(55)Sati tabung dengan jasa (tambahan dari WA)
(56)Tindakan Nebulixei (tambahan dari WA)

2) Kelompok II (III B)
a) Dokter Umum
b) Dokter Spesialis
c) IGD
Tindakan Rawat Medik sebagai berikut :
(1) Akupuntur (4x Tindakan)
(2) Angkat K-Wire dengan Hekting;
(3) Aspek Reseksi (gigi);
(4) Aspirasi Pneumotoraks;
(5) Eksisi Chalazion;
(6) Eksisi Hordeulum/Granuloma;
(7) Eksisi Keloid>5 cm;
(8) Ektirpasi KKista Ateroma / lipoma/ ganglion>2 cm;
(9) Fisiotrapi dengan Alat (4x Tindakan);
(10)Insisi Abses Glutea/Mammae (besar)
(11)Insisi Epulis;
(12)Insisi Intra Oral;
(13)Jahit Luka Palpebra;
(14)Lobulolasti 2 Telinga;
(15)Pasang Gips;
(16)Pemberian Sitostatika;
(17)Pencabutan Gigi dengan Komplikasi;
(18)Pengakatan Neuro Fibroma;
(19)Pengangkatan Nevus;
(20)Pengangkatan Skin tag;
(21)Pengangkatan Tandur Kulit;
(22)Terapi Okupasi (4x tindakan)
(23)Terapi Wicara (4x tindakan)
(24)Tindakan Bedah Beku;
(25)Tindakan Bedah Flap;
(26)Tindakan Cryosurgery;
(27)Tindakan Dermabrasi;
(28)Tindakan Punksi Lumbal;
(29)Tindakan Electro Convulsive Therapy (ECT);
(30)Eksisi Granulasi Telinga;
(31)Insisi Abses Mastoid;
(32)Pengeluaran Corpus alienum yang sulit (THT)
(33)Punksi Sinus (Kack Punpksi);
(34)Bedah Kimia (Kulit & kelamin);
(35)Eksisi Condiloma Acuaminata>5 cm. >10 cm (kul kel);
(36)Eksisi Veruka Vul Garis >5 cm. >10 cm (kul kel);
(37)Electro cauterisasi keratosis seborsis>10 lesi (kul kel);
dan
(38)Electrobcauterisasi Syringoma>10 lesi (kul kel).
(39)Oksigen per garis (tambahan dari WA)
(40)Sati tabung dengan jasa (tambahan dari WA)
(41)Tindakan Nebulixei (tambahan dari WA)

3) Kelompok III (III C)


a) Dokter Umum
b) Dokter Spesialis
c) IGD
(1) Alveolectomi;
(2) Amputasi Jari (tanpa Narkose);
(3) Eksisi Pterigium;
(4) Ektirpasi Fibroma;
(5) Enucleatie Kista D 42;
(6) Fistulectomi;
(7) Frenectume;
(8) Gingivectomy;
(9) Injeksi Haemoroid (termasuk obat);
(10)Injeksi Varises (termasuk obat);
(11)Insisi Mucocele;
(12)Kuretase tanpa narkose;
(13)Adontectomy dengan local anestesi;
(14)Operculectomy;
(15)Pemasangan WSD;
(16)Penutupan Oroantral Fistula;
(17)Punksi / Irigasi Pleura;
(18)Punksi Sumsum Tulang;
(19)Reposisi dengan anestesi Lokal;
(20)Sistostomi;
(21)Tindakan Deepening Sulcus;
(22)Tindakan manual plasenta;
(23)Tubektomi;
(24)Vasektomi;
(25)Vena Seksi;
(26)Hecting Conjunctiva (MATA)
(27)Eksterpasi Cyste Conjuctiva (MATA); dan
(28)Tumorpalpebra.
(29)Oksigen per garis (tambahan dari WA)
(30)Sati tabung dengan jasa (tambahan dari WA)
(31)Tindakan Nebulixei (tambahan dari WA)

e. Tindakan Kebidanan
1) Pertus normal
a) Bidan:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP
b) Dokter Umum:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP
c) Dokter Spesialis Obgyn:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP

2) Pertus dengan vakum/ forcep


a) Bidan:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP
b) Dokter Umum:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP
c) Dokter Spesialis Obgyn:
(1) Kelas 3
(2) Kelas 2
(3) Kelas 1
(4) Kelas VIP

f. Partus dengan Sectio Secaria


1) Sectio Secaria
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
2) Resustisasi Bayi Oleh Dokter Anak :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
3) Resustisasi Bayi Oleh Perawat Kamar Bayi :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
4) Partus dengan Sectio Secaria dengan Komplikasi :
a) Sectio Secaria di Rawat di ICU
b) Resustansi Bayi Oleh Dokter anak
c) Resustansi Bayi Oleh Perawat Kamar Bayi

g. Biaya rawat Inap :


1) Kamar :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
2) Visite Dokter Umum :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
3) Visite Dokter spesialis :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU

h. Tindakan keperawatan
1) Pasang infus :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
2) Pasang cateter/ mangslang/ NGT :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
3) Pasang Hugna:
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
4) WSD:
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
5) Pleural:
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
6) Asites :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
7) EKG/ECG :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
8) Nebulizer :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
9) Jahit luka :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU

10) Traksi :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
11) Sryring Pump :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP
e. ICU
12) Blood title :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
13) Dc Shok :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
14) Perawatan Luka :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
15) Persiapan operasi :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
16) RJP :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
17) Perawatan luka D :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
18) USG kehamilan :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
19) Infuse Pump :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU
20) USG Non Kehamilan :
a) Kelas 3
b) Kelas 2
c) Kelas 1
d) Kelas VIP
e) ICU

i. Perawatan Bayi
1) Perawatan :
a) Ruang Bayi Normal
b) Ruang Bayi Bermasalah
c) Ruang Bayi Picu
2) Visite :
a) Ruang Bayi Normal
b) Ruang Bayi Bermasalah
c) Ruang Bayi Picu
3) Fototerapi :
a) Ruang Bayi Normal
b) Ruang Bayi Bermasalah
c) Ruang Bayi Picu
4) Konsultasi laktasi :
a) Ruang Bayi Normal
b) Ruang Bayi Bermasalah
c) Ruang Bayi Picu
5) Imunisasi :
a) Ruang Bayi Normal
b) Ruang Bayi Bermasalah
c) Ruang Bayi Picu
6) Memandikan bayi :
Ruang Bayi Normal

j. Tindakan Operasi di bedah sentral


1) Kelompok 1 :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP
Jenis Tindakan Operasi :
1) Angkat Pen/ screw;
2) Apendektomi akut;
3) Biopsi dalam Narkose Umum;
4) Biopsiprostat;
5) Biopsi saraf kutaneus/ otot;
6) Biopsis testis;
7) Blok saraf tepi;
8) Dibredement Fraktur Terbuka;
9) Dilatasi Urethra;
10) Eksisi/ konikasi;
11) Enucleatie Kista;
12) Excochliasi;
13) Extirpasi Polip;
14) Extipasi Tumor;
15) Fiksasi Externa Sederhana;
16) Fiksasi Internal Sederhana
17) Fistulektomi;
18) Flebek Tomi;
19) Foto Koagulasi;
20) Hemoroiddektomi;
21) Kolostomi;
22) Kuretase/ Diratase Kuretase dengan narkose;
23) Labioplasti Unilateral;
24) Laparotomy Percobaan;
25) Marsupialisasi ranula;
26) Meatotomi;
27) Odontectomy >2 elemen dengan narkose;
28) Operasi hernia tanpa komplikasi;
29) Operasi Hidrokel;
30) Operasi Katarak ICCE/ ECCE;
31) Pengangkatan Febro Adenom Mamae;
32) Pengangkatan Ganglion Poplitea dengan narkose;
33) Punksi cairan otak dengan narkose;
34) Rekonstruksi Kelainan jari/ ekstremitas (polidaktili,
sindaktili, construction hanf) sederhana;
35) Repair Fistel urthra pascauretroplasti;
36) Repair Komplikasi A V Shunt;
37) Repair luka robek sederhana pada wajah;
38) Reposisi Fraktur sederhana os nasal;
39) Seshaping untuk Tours/ Tumor Tulang;
40) Sequesterectomy dengan narkose;
41) Sirklase;
42) Sirkumsisi pada Phymosis dengan narkose;
43) Sistostomy;
44) Terapi SKlerosing;
45) Tonsilakstomy;
46) Turbiknotomy;
47) Enuelasi/ Evicerasi (MATA);
48) Nectino Skiera/ Comea/ Explorasi(MATA); dan
49) Antrostomy Irigasi (THT)

2) Kelompok 2 :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP
Jenis Tindakan Operasi :
1) Adenolisis;
2) Amputasi Transmedular;
3) Anoplasti sederhana (Cut Back);
4) Apendektomi Perforata;
5) Atrostomi & Adenoidektomy;
6) Caldwell Luc Anthorostomy;
7) Debridement pada luka bakar;
8) Drainage kista pancreas;
9) Drainage periureter;
10) Eksisi Chodee;
11) Eksisi Higroma;
12) Eksisi kelenjar liur submandibular;
13) Eksisi kista Tiroglosus;
14) Eksisi Urachus;
15) Eksplorasi Abses Parafaringeal;
16) Eksporasi kista Baranchial;
17) Eksporasi Kista Ductus Tiroglosus;
18) Eksplorasi kista Tiroid;
19) Ethmoidektomy (Intraenasal);
20) Extirpatie Plunging Ranula;
21) Fiksasi internal yang kompleks;
22) Fissurektomy;
23) Fissurektomy peri anal;
24) Hysterectomy partial;
25) Kehamilan Ektopik Terganggu (Ket);
26) Kistetomy;
27) Koreksi Disartikulasi;
28) Koreksi Extropion/ Entropion;
29) Koreksi Priapismus;
30) Koreksi Symblepharon;
31) Koreksi Torsio Testis;
32) Labioplasti Bilateral;
33) Ligase Tinggi Hidrokel;
34) Mastectomy Subkutaneus;
35) Myomectomy;
36) Open Renal Biopsi;
37) Operasi Hernia Incarcareta;
38) Operasi Hernia dengan Komplikasi;
39) Operasi Hypospadia;
40) Operasi mencester Fortegil;
41) Operasi mikrotia;
42) Operasi pada spermatocele;
43) Operasi pada voricocele/ palomo;
44) Operasi palatoplasti;
45) Orchidektomy Subkapsuler;
46) Pemasangan pipa Shepard;
47) Pemasangan T Tube;
48) Penektomy;
49) Potong Flap;
50) Regional Flap;
51) Rekanalisasi Ruptura/ Transkannal;
52) Rekontruksi Kontraktur;
53) Repair Fistel;
54) Repair Fraktur Penis;
55) Repair luka pada wajah kompleks;
56) Repair tendon jari;
57) Reposisi Fixatie (Computate);
58) Reposisi Fraktur/ Dislokasi Dalam narkose;
59) Reposisi Fraktur rahang sederhana;
60) Reposisi Fraktur rahang simple;
61) Salpingoofarektomi unilateral;
62) Segmentatomy;
63) Seksio Sesaria (Sectio Ceasaria);
64) Septum Reseksi;
65) Skingrafting yang tidak luas;
66) Tindakan Congenital Fornix Plastik;
67) Tindakan Argon Laser/ Kenon;
68) Tindakan blok Resectie;
69) Tindakan Cyclodia Termi;
70) Tindakan pada Kolpodeksis;
71) Tonsilio Adenoidectomi;
72) Tracheostomy;
73) Uretorelysis;
74) Ureterostomi;
75) Vasografi;
76) Vesicolithotomi (Section Alta);
77) Eksplorasi Abses Septumenase (THT);
78) Mastoidektomi Sederhana (THT);
79) Reposisi Fraktur os Nasai terbuka (THT); dan
80) Repair Atresia Choanae (THT).

3) Kelompok 3 :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP
Jenis Tindakan Operasi :
1) Amputasi Eksisi Kista Branchiogenik;
2) Anterior/ posterior SKlerotomi;
3) Arthreosplasty;
4) Detorsi Testis dengan Orchidopexi;
5) Divertikulektomi;
6) Eksisi Angiofibroma Nasofaring;
7) Eksisi hemangiona komplek;
8) Eksisi Mamma Aberran;
9) Eksplorasi Duktus Kuledokus;
10) Enukleasi Kista Ginjal;
11) Extraksi Linear;
12) Fare Head Flap;
13) Faringotomi;
14) Fistula Ureterovesika;
15) Frontoethmoidektomi (Ekstranasal);
16) Goniotomi;
17) Graf Vena membuat A Vistula;
18) Hemiglosektomi;
19) Herniatomi Bilateral;
20) Hystrecktomy Total;
21) Internal Urethrotomi;
22) Isthobektomi;
23) Keratoplastie lamellar;
24) Kolosistektomi;
25) Koreksi Atresia Ani;
26) Koreksi CTEV (congenital talipes equino varus);
27) Koreksi Fraktur Rahang Multiple/ Kompleks;
28) Koreksi Strabismus;
29) Labiopalatoplasti Bilateral;
30) Laparatomi Eksplorasi;
31) Laparatomi VC;
32) Litotripsi;
33) Maksilektomi Partialis;
34) Madnibulektomi Marginalis;
35) Mastektomi Simpleks;
36) Mastoidektomi radikal;
37) Myringoplasty;
38) Nefropexie;
39) Nefrostomi open;
40) Neurektomi Saraf Vidian;
41) Open Reduksi Fraktur/ Dislokasi Lama;
42) Operasi Cyclodialysa;
43) Operasi Peyronie;
44) Operasi Psoas Hiscth/ Boari Flap;
45) Operasi Tumor jinak Ovarium;
46) Operasi Tumur Pembuluh Darah;
47) Orchidektomi Ligasi Tinggi;
48) Orthognatie Surgery;
49) Parotidektomi;
50) Pembedahan Kompartemental;
51) Phacoemulsifikasi;
52) Prostetektomi Retropublik;
53) Pyeloplasty;
54) Rekonstruksi Kontraktur Kompleks;
55) Rekonstruksi Blassemeck;
56) Rekonstruksi Defek/ kelainan tubuh yang kompleks;
57) Rekonstruksi Vesikal;
58) Reparasi Fistula Vesiko Vaginal;
59) Reposisi Fraktur maksila/ Zygoma;
60) Recectie Rahang;
61) Reseksi Adenomiosis;
62) Reseksi Anastomosis;
63) Reseksi Partial Vesika;
64) Reseksi Urachus;
65) Rinotomi Lateralis;
66) Salpingoofarektomi bilateral;
67) Salvaging operasi mikro;
68) Simpatektomi;
69) Sistoplasti Reduksi;
70) Skingrafting yang luas;
71) Solenektomi;
72) Tindakan Dekomresi Fasialis;
73) Tindakan Pharyngeal Flap;
74) Tirodektomi;
75) Trabekulektomi;
76) Transeksi Esofagus;
77) Tumor ganas/ Adneksa luas dengan rekonstruksi;
78) Uretero Singmoidostomi;
79) Uretero Ureterostomi;
80) Ureterocutaneostomi;
81) Ureterolithotomi;
82) Urethrektomi;
83) Uretroplasti;
84) Bronkoskopi Rigis Eksplosrasi (THT);
85) Esotagoskopi Rigis Eksplosrasi (THT);
86) Midfacial degloving (THT);
87) Mastoidektomi Modifikasi (THT); dan
88) Sphenoimidektomi (THT);

4) Khusus :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP
Jenis Tindakan Operasi:
1) Adrenalektomi abdominotorakal;
2) Amputasi Forequarter;
3) Ampulasi Hind Quarter;
4) Bladder Neck Incision;
5) Compilacated Functional Neuro Percuteneus Paraverteb/
Visceral block;
6) Compilacated Functional Neuro Percuteneus Kordotomi;
7) Compilacated Functional Neuro Stereotaxy Kompleks;
8) Compilacated Functional Neuro Stereotaxy Sederhana;
9) Debulking;
10) Dekompresi Syaraf;
11) Dekompresi Syaraf tepi;
12) Direksi Kelenjar Getah Benih (KGB) Pelvis;
13) Direksi Kelenjer Inguinal;
14) Diseksi Leher Radikal Modifikasi/ Fungsional;
15) Divertikulektomi Vesika;
16) Eksisi luas Radikal + Rekonstruksi;
17) Ekstirpasi Tumor Scalp/ Cranium;
18) Epididimovasostomi;
19) Eplorasi testis mikro surgery;
20) Extended Pylolithektomi (Gilverne);
21) Free Flap Surgery;
22) Fungsional Endoscopy Sinus Surgery (FESS);
23) Ganti Sendi (total Knee, HIP, Elbow) Tidak termasuk
alat;
24) Gastrectomi (Biroth 1 & 2 );
25) Glosektomi Totalis;
26) Grafting pada Arterial Insufisiensi;
27) Hemiglosektomi + RND;
28) Hemipelvektomi;
29) Histrectomy Radikal;
30) Horseshoe Kidney Koreksi;
31) Koledeko Jejunostomi;
32) Koreksi Impresif Fraktur sederhana;
33) Koreksi Scoliosis;
34) Koreksi Spondilitis;
35) Kraniotomi/ trenpanasi konvesional;
36) Kraniotomi+Bedah Mikro;
37) Kraniotomi+Endoskopi;
38) Laminaktomi Kompleks;
39) Laminaktomi Sederhana;
40) Laparascopy Operatif
41) Laparaskopik Kolesistektomi;
42) Laringektomi;
43) Le-Ford advancement surgery;
44) Limfadenektomi ileoinguinal;
45) Limfadenektomi Retroperitoneal;
46) Longitudinal Nefrolithotomi (Kadet);
47) Maksilektomi Totalis;
48) Mandibulektomi Partialis dengan rekontruksi;
49) Mandibulektomi Totalitasl;
50) Mastektomi Radikal;
51) Microsurgery;
52) Microsurgery Ligasi Vena Sprematika;
53) Miles Operation;
54) Myocutaneus Flap/ Pectoral Mayor;
55) Nefretomi Partial;
56) Nefretomi Radikal;
57) Nefro Ureterektomi;
58) Nefrostom Percutan;
59) Neurektomi/ Neurolise;
60) Operasi Ablatio Retina;
61) Operasi Aneurisme Aorta;
62) Operasi Arteri Carotis;
63) Operasi Arteri Renalis Stenosis;
64) Operasi Fraktur Kompleks (Acetabulum, Tulang
Belakang, Pelvis);
65) Operasi Fraktur Muka Multiple (tanpa miniplate Screw)
66) Operasi Frektur Tripodo/ multiple;
67) Operasi Fusi Korpus Vertebra Approach Anterior;
68) Operasi Fusi Korpus Vertebra Approach Posterior;
69) Operasi Ileal Condoit (Bricker);
70) Operasi Konvensial Plexus Brakhialis/ Lumbalis
Sacralis/ Cranial/ Spinalis Perifer;
71) Operasi Kranioplasti/ Koreksi Fraktur;
72) Operasi Mega Kolon (Hirschprung);
73) Operasi Mikro Cranialis/ Spinalis Perifer;
74) Operasi Mikro Plexus Brakhialis/ Lumbalis Sacralis;
75) Operasi pada Atresia Esofagus;
76) Operasi Pemasangan Fiksasi internal pada kasus beda
syaraf;
77) Operasi Pemasangan Pintasan VA/ VP Shunt;
78) Operasi Pemasangan Traksi Cervical/ dan Pemasangan
Halo Vest;
79) Operasi Shunting Femoralis;
80) Operasi Shunting Poplitea/ Tibialis;
81) Operasi Shunting Splenorenal;
82) Operasi Tumor Ganas Ovarium;
83) Operasi Tumor Spinal Daerah Cervikal;
84) Operasi Tumor Spinal Daerah Kraniospinal;
85) Operasi Tumor Spinal Daerah Torakolumbal;
86) Operasi Usus (Duhamel);
87) Operasi Vaskuler yang memerlukan Teknis Operasi
Khusus;
88) Orbitotomi Lateral;
89) Orthognatic Surgery;
90) Pankreaktektomi;
91) Parotidektomi Radikal + Mandibulektomi;
92) Pembedahan Forequater;
93) Percutaneous Nephrolithostripsy (PCNL);
94) Postero Sagital Anorectoplasty (PSA);
95) Radical Neck Desection;
96) Radikal Cystektomi;
97) Radikal Prostatektomi;
98) Rekontruksi Kelopak mata berat;
99) Rekontruksi Meningokel Kranial (anterior/ posterior);
100) Rekontruksi Meningokel Spina Bifida;
101) Rekontruksi Orbita Congenital;
102) Rekontruksi Renovaskuler;
103) Rekontruksi Saket Berat;
104) Repair Vasico Vagina Fistel Complax;
105) Replantasi;
106) Reseksi Esofagus + interposisi Kolon;
107) Reseksi Hepar;
108) RPLND;
109) Simple Functional Neuro Surgery;
110) Splenektomi;
111) Stapedektomi;
112) Surgical Staging;
113) Temporal Bone Recection;
114) Timpano Plastik;
115) Tindakan Astroscopy;
116) Triple Produser Keratiplasti dengan Glaukoma;
117) TUR Prostat;
118) TUR Tumor Buli-buli;
119) Ureteroneo Cystosthomi;
120) Uretrenuscopy (URS)
121) Uretroplasty;
122) Ventrikulostomi/ VE Drainege;
123) Vitrektomi;
124) Vulvektomi; dan
125) Paket Bedah paru.

5) Ruang pemulihan :
a. Kelas 3
b. Kelas 2
c. Kelas 1
d. Kelas VIP

k. Pemeriksaaan laboratorium :
1) Pemeriksaan darah rutin/ lengkap :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
2) Pemeriksaaan urine :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
3) Pemeriksaan faeces :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
4) Pemeriksaan sputum :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
5) Pemriksaan golongan darah :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
6) Pemeriksaan tes kehamilan :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
7) Widal Slide :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
8) Malaria :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
9) Masa pembukuan dan pendarahan :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
10) Tes psikotropik :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
11) HIV test :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
12) Tubex :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
13) TPHA :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
14) VDRL :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
15) IG BTA :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
16) IGM DBD :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
17) IGG DBD :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
18) HCV :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
19) Analisa sperma :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
20) Analisa cairan vagina :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
21) Hapusan darah :
a. Rawat Jalan
b. Kelas 3 & 2
c. Kelas 1
d. VIP
22) Kimia klinik :
a. Asam Urat :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
b. Gula Darah Sewaktu :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
c. Gula Darah Puasa :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
d. Gula Darah 2 Jam PP :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
e. GOT/GPT :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
f. Albumin :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
g. Cholestrol HDL :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
h. LDL :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
i. Trigliserida :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
j. Ureum :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
k. Creatinin :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
l. Bilirubin Total :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
m. Bilirubin Direct :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
n. Pemeriksaan HBSAg/Kimia Klinik :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP
o. Pemeriksaan HBAIC :
1) Rawat Jalan
2) Kelas 3 & 2
3) Kelas 1
4) VIP

l. Pemeriksaaan radiologi :
1) Thorax PA
2) Thorax AP/ Lat
3) Thorax Anak PA
4) Thorax Anak AP/ Lat
5) Abdomen (BNO)
6) Abdomen Anak
7) Abdomen 3 Posisi
8) Abdomen Anak 2 Posisi
9) Schedel AP/ Lat
10) Waters (SPN) 1 Posisi
11) Basis Cranii
12) Cranium AP/ Lateral
13) Orbita 1 Posisi
14) Mandibula Close Mouth AP/ OBL
15) Mandibula Open Mouth AP/ OBL
16) TMJ 1 Posisi
17) Mastoid
18) Nasal bone
19) Vertebrae Cervical AP/ Lateral
20) Vertebrae Cervical AP/ Lateral/ Obl
21) Vertebrae Lumbal
22) Vertebrae Lumbal AP/ Lateral/ OBL
23) Os.Scarum 2 Posisi
24) Os.Coccygins AP/ Lateral
25) Pelvis/ Coxae AP
26) Pelvis Anak AP
27) Coxae AP/ Lateral
28) Scapula PA
29) Clavicula AP
30) Shoulder Joint AP
31) Humerus AP/ Lateral
32) Elbow Joint AP/ Lateral
33) Antebrachi AP/ Lateral
34) Wrist Joint AP/ Lateral
35) Manus AP/ OBL
36) Digiti AP/ Lateral
37) Femur AP/ Lateral
38) Genu AP/ Lateral
39) Cruris AP/ Lateral
40) Angcle Joint AP/ Lateral
41) Pedis AP/ OBL
42) Digiti AP/ Lateral
43) Calcenius AP/ Lateral
44) Softtissue AP/ Lateral
45) Gigi Geligi/ Dental

m. Pelayanan instalasi farmasi :


1) Jasa pembacaan tiap resep
2) Jasa racik tiap puyer/ kapsul
3) Jasa racik tiap salep/ krim

n. Tarif pelayanan ambulance :


1) Repereal dalam kota dompu :
1. Siang
2. Malam
2) Luar Kota :
1. Dihitung per-kilometer @ Rp. 5.000.00 tidak termaksud
penyebrangan;
2. Jasa perawatan dan sopir masing-masing 15%
3) Angkutan mayat :
1. Siang
2. Malam

o. Kamar jenazah :
1) Perawatan jenazah :
1. Umum
2. Khusus
2) Konservasi jenazah :
1. Umum
2. Khusus
3) Visum ET Repertum Luar
4) Penyimpanan jenazah

(2) Jenis Struktur retribusi pelayanan kesehatan di Laboratorium


Kesehatan Daerah di tetapkan sebagai berikut :
a. Laboratorium Klinik Umum
1) Hematologi
a) Darah lengkap
b) Hemoglobin
c) Trombosit
d) Hitung Eritrosit
e) Hitung Eusinofil
f) Leju Endap Darah
g) Hitung Retikulosit
h) Morfologi sel darah
2) Urinalisa
a) Urine Lengkap
b) NAPZA ( Skrining )
c) Tes Kehamilan
3) Tinja
a) Makroskopis
b) Mikroskopis, Telur Cacing
c) Mikroskopis, Amoeba
d) Mikroskopis, Sisa Makanan
e) Mikroskopis, Protozoa Usus dan Jaringan Lainnya
f) Darah Samar
4) Hemostasis
a) Faal Hemostasis
b) Golongan Darah ABO,rh
5) Kimia Klinik
a) Protein total
b) Albumin
c) Globulin
d) Bilirubin Total
e) Bilirubin Direct
f) Bilirubin Indirect
g) SGOT
h) SGPT
i) Fosfatase lindi ( Alkali)
j) Fosfatase Asam
k) Ureum
l) Kreatinin
m) Asam Urat
n) Trigliserida
o) Kholesterol Total
p) HDL
q) LDL
r) Glukose
6) Imunologi
a) Widal
b) VDRL & TPHA
c) Tes Kehamilan
d) A S T O / A S O Titer
e) Hbs Ag ( Elisa )
f) Hbs Ag ( Rapid )
g) Anti HBs
h) Covid ( Rapid )
i) Covid ( PCR )
j) Dengue Ns 1/ IgG IgM
k) Anti Hbc ( ELFA )
l) Anti HIV ( Rapid )
m) Anti HIV ( Elisa )
n) Anti HIV ( ELFA )
o) T3
p) T4
q) TSH
7) Mikrobiologi
a) Malaria
b) BTA
c) Pewarnaan Gram

b. Laboratorium Kesehatan Masyarakat


1) Mikrobiologi
a) Mikrobiologi Air Bersih
b) Mikrobiologi Air Minum
2) Fisika Kimia Air
a) Parameter Kimia An-Organik
- Flouride
- Nitrat
- Nitrit
b) Parameter Fisika
- Bau
- TDS
- Rasa
- Suhu
- Warna
- Kekeruhan
c) Parameter Kimia
- Besi
- Kesadahan
- Mangan
- PH
- Total khlor
- Sianida
- Pestisida
- Amoniak
- Phosphat
- Sisa Khlor

(3) Struktur Tarif retribusi Pelayanan Kesehatan di Puskesmas dan


Jaringannya ditetapkan sebagai berikut:
a. Besar Retribusi Pelayanan Kesehatan di sarana Kesehatan
Dasar adalah sebagai berikut :
......
a. Biaya Permintaan Surat Keterangan :
1) Surat Keterangan Kesehatan
2) Surat Keterangan Sakit
3) Surat Keterangan Cuti Hamil
4) Surat Keterangan untuk Menikah
5) Surat Keterangan Rujukan
6) Surat Keterangan Kelahiran
7) Surat Keterangan Kematian
b. Rawat Jalan/Poliklinik untuk setiap kunjungan
1) Puskesmas
2) Puskesmas Pembantu
3) Puskesmas Keliling
4) Polindes/Poskesdes
c. Tarif One Day Care
d. Rawat Inap
1) Kelas/hari
2) VIP (AC & kulkas/hari
(termasuk jasa kamar, visite dokter dan jasa perawat)
e. Tarif Laboratorium Puskesmas
1) Pemeriksaan Darah Rutin
2) Pemeriksaan Urin
3) Pemeriksaan Tes Kehamilan
4) Pemeriksaan Gol Darah
5) Pemeriksaan DDL Malaria
6) Pemeriksaan Hepatitis
7) Pemeriksaan Widal
8) Pemeriksaan Trombosit
9) Pemeriksaan BTA
10) Sipilis Gram Negatif
11) GO
12) Faces
13) Hemoglobin
14) Sedimen
15) Jamur
16) Laju Endapan Darah (LDD)
17) Hemaktorit
18) Hitungan Jenis Leokosit
19) Kimia Klinik :
1. SGOT
2. SGPT
3. Akalin Fosfat
4. Gama GT
5. Bilirubin Total
6. Bilirubin Dire
7. HbSAg
8. Cholesterol Total
9. Cholesterol HDL
10. Cholesterol IDL
11. Trigliserida
12. CKMB
13. CKNAC
14. TIBC
15. Iron
16. Alpbumin
17. Kalsium
18. Protein Total
19. Ureum
20. Kreatin
21. Gula Darah Acak
22. Gula Darah Puasa
23. Gula Darah 2 Jam PP
f. Pemeriksaan Medik dan Terapi
1) Tindakan Medic dan Terapi :
1. Persalinan Normal
2. Persalinan dengan Penyulit
2) Tindakan Medik Kecil Penjahit Luka :
1. Luka Kecil < 5 jahitan
2. Luka Sedang 6-10 jahitan
3. Luka Sedang >10 jahitan
3) Insisi abses
1. Kecil
2. Sedang
3. Besar
4) Sirkumsisi / Hitan :
5) Eksterfasi Tumor Superfisial :
1. Besar
2. Sedang
3. Kecil
6) Tindik Bayi
7) Pembersih Serum
8) Pengeluran Benda Asing dari Telinga
9) Pengambilan Corpus Alenium (THT)
10) Perawatan Luka
g. Perawatan Penambalan Gigi
1) Tumpatan Sementara
2) Tumpatan Permanen
h. Pembersih Karang Gigi
1) Insis Absesi:
1. Intra Oral
2. Ekstra Oral
2) Pencabutan Gigi Sulung
3) Pencabutan Gigi Permanen
4) Pencabutan Gigi Miring
i. Visum Et Repertum
1) Visum Luka
2) Pemeriksaan Diagnostik
j. Pelayanan Kesehatan lain-lain
1) Pemeriksaan Kesehatan :
1. Untuk keperluan sekolah
2. Untuk keperluan bekerja
3. Pemeriksaan refraksi mata
4. Pemeriksaan buta warna
2) Transport Rujukan Pasien dari Desa/ Pustu/ Polindes/
Poskesdes dari Puskesmas ke RSUD Dompu, RSU Kab/
Kota lain dan RSUP Provinsi NTB, BBM per Km =
RP.4.500,00 (sudah termasuk jasa operasional Puskel,
jasa tenaga kesehatan, supir,dll), pembagian prosentase
tersebut akan diatur berdasarkan keputusan Bupati.
3) Pemeriksaan Calon Jemaah Haji :
Tarif Rawat Jalan
4) Pemeriksaan Calon Pengantin
5) Pemeriksaan Calon Tenaga Kerja
6) Pelayanan Keluarga Berencana :
1. Pemasangan IUD
2. Pencabutan IUD
3. Pemasangan implant
4. Suntik KB
7) Penanganan efek samping/komplikasi IUD/Implant
k. UGD
1) Tarif Tindakan sesui dengan Tarif Tindakan Medic dan
Terapi
2) Tarif Rawat Inap sesui dengan Tarif Rawat Inap
(4) Tarif R awat Jalan bagi peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Kesehatan (BPJS) dan anggota keluarganya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Bagi pasien yang tidak mampu harus menunjukkan kartu
tidak mampu/ kartu sehat dan tidak dipungut
pembayaran, ketentuan ditentukan oleh direktur Rumah
Sakit Umum Daerah.
(6) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(7) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Keenam
Retribusi Pelayanan Kebersihan

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 61
Dengan nama Retribusi Pelayanan Kebersihan dipungut setiap Retribusi
Pelayanan Kebersihan.
(1) Subjek Retribusi adalah orang Pribadi atau Badan yang memperoleh
Pelayanan Jasa Kebersihan dan diwajibkan untuk membayar
Retribusi.
(2) Objek Retribusi adalah Pelayanan Kebersihan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah, meliputi:
a. Pengambilan/ Pengumpulan sampah dan sumbernya ke lokasi
pembuangan sementara;
b. Pengangkutan sampah dan sumbernya dan atau lokasi
pembuangan sementara ke lokasi pembuangan/ pemusnahan
akhir sampah; dan
c. Penyediaan lokasi pembuangan/ pemusnahan akhir sampah.
(3) Dikecualikan dan Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah Pelayanan Kebersihan jalan umum, taman, tempat ibadah,
sosial, dan tempat umum lainnya.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 62
(1) Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan Jenis dan Volume
Sampah.
(2) Jenis Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Sampah
Organik dan Non Organik.
(3) Dalam hal volume sampah sulit diukur, maka volume sampah dapat
ditaksir dengan berbagai pendekatan, antara lain berdasarkan luas
lantai bangunan rumah tangga, perdagangan dan industri serta fungsi
dan jenis usaha.

Pasal 63
(1) Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi dimaksudkan untuk menutup sebagian biaya
penyelenggaraan pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan
masyarakat dan aspek keadilan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain biaya
pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan sampah dan/ atau
pemusnahan sampah.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 64
(1) Struktur Pelayanan Kebersihan ditetapkan sebagai berikut:
a. Rumah Permanen
b. Rumah Semi Permanen/Panggung
c. Kos-kosan
d. Hotel/Penginapan
e. Restoran
f. Rumah Makan
g. Warung Makan/ Kantin/ Kedai
h. Pedagang Kaki Lima (PKL)
i. Kios Penjualan
j. Toko
k. Toko dengan rumah kediaman (Ruko)
l. Mini Market
m. Bakulan
n. Bengkel bermotor
o. Gedung Pertemuan
p. Rumah Sakit Umum Daerah
q. Puskesmas
r. Klinik/ Praktek Dokter
s. Apotek
t. Kantor Pemerintah / Swasta
u. Industri/ Pabrik/ Gudang
v. Sampah Masuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
w. Ranting Kayu Pemangkasan (konfirmasi kembali)
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau
kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Ketujuh
Retribusi Pelayanan Parkir Tepi Jalan
Pasal 65
Dengan nama Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan dipungut setiap
Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan.

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 66
(1) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan
atau memanfaatkan tempat Pelayanan Parkir di tepi jalan dan
diwajibkan untuk membayar Retribusi.
(2) Objek Retribusi adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan dan
atau parkir berlangganan yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Dikecualikan dan Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah tempat pelayanan parkir yang disediakan, dimiliki, dan/
atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 67
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kendaraan dalam
pemanfaatan tempat pelayanan parkir di tepi jalan.

Pasal 68
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
dimaksudkan untuk menutup sebagian biaya penyelenggaraan pelayanan
dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 69
(1) Struktur Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum
ditetapkan sebagai berikut:
a. Sepeda;
b. Benhur dan sejenisnya; (konfirmasi kembali)
c. Gerobak dorong; (konfirmasi kembali)
d. Sepeda Motor;
e. Sepeda Motor Roda Tiga;
f. Oplet/ jip/Pickup/ Mini bus, Sedan dan sejenisnya;
g. Bus/ Micro Bus/ Truck dan Sejenisnya; dan
h. Tronton/ Trailer dan Sejenisnya.
(2) Pelayanan parkir dijalan pada arus lalu lintas dan
kawasan wisata dipungut retribusi parkir sebagai berikut:
a. Sepeda;
b. Sepeda Motor;
c. Sepeda motor roda tiga;
d. Benhur dan sejenisnya (konfirmasi kembali); dan
e. Bus/ Micro Bus/ Truk/ Sedan dan Sejenisnya.
(3) Setiap penggunaan parkir ditepi/ bahu jalan untuk kegiatan
bongkar muatan barang dipungut retribusi parkir sebagai
berikut:
a. Truk/ Mobil/ Motor Roda Tiga Barang dengan muatan
sumbu terberat (MST) dibawah 1 ton;
b. Truk/ Mobil Barang dengan muatan sumbu terberat
(MST) 1 ton s/d 5 ton;
c. Truk/ Mobil Barang dengan muatan sumbu terberat
(MST) diatas 6 ton.
(jam oprasional belum diatur)
(4) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2) dan Ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(5) Tarif Tetribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2)
dan Ayat (3) dapat ditinjau kembali paling lama 3 (tiga)
tahun sekali.

Bagian Kedelapan
Retribusi Pelayanan Pasar

Pasal 70
Dengan nama Retribusi Pelayanan Pasar dipungut setiap Retribusi
Pelayanan Pasar yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 71
(1) Subjek Retribusi adalah orang Pribadi atau Badan yang menggunakan
atau memanfaatkan Jasa Pelayanan Pasar dan diwajibkan untuk
membayar Retribusi;
(2) Objek Retribusi adalah penyediaan fasilitas Pasar Moderen, pasar
tradisional/ sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola
Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang.
(3) Dikecualikan dari Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) adalah pelayanan fasilitas pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD,
dan pihak swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 72
Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis, luas, kelas dan
jangka waktu pemanfaatan Jasa Pelayanan Pasar.

Pasal 73
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
dimaksudkan untuk menutup biaya sebagian penyelenggaraan pelayanan
dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 74
(1) Struktur Retribusi Pelayanan Pasar ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pasar Induk/ Pasar K abupaten:
1. Untuk pemakaian pelataran pasar beratap/ los
bersekat/ pembatas;
2. Untuk pemakaian pelataran pasar beratap/ los; dan
3. Untuk pemakaian pelataran pasar terbuka.
b. Pasar Kecamatan yang dikuasai PEMDA:
1. Untuk pemakaian pelataran pasar beratap/ los
bersekat/ pembatas;
2. Untuk pemakaian pelataran pasar beratap/ los; dan
3. Untuk pemakaian pelataran pasar terbuka.
c. Lapak Kabupaten/ Kecamatan yang dikuasai PEMDA.
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati; dan
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kesembilan
Retribusi Pengendalian Lalu Lintas

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 75
(1) Objek Retribusi Pengendalian Lalu Lintas sebagaimana dimaksud
meliputi penggunaan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau
kawasan tertentu pada waktu tertentu oleh kendaraan bermotor
perseorangan dan barang.
(2) Tidak termasuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. Sepeda Motor; (masih di pelajari dishub)
b. Kendaraan Penumpang Umum;
c. Kendaraan Pemadam Kebakaran; dan
d. Ambulans.

Pasal 76
(1) Subjek Retribusi Pengendalian Lalu Lintas meliputi orang
perseorangan dan badan hukum yang menggunakan kendaraan
bermotor perseorangan dan barang pada ruas jalan, koridor, atau
kawasan yang dikenakan Retribusi Pengendalian Lalu Lintas.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
Wajib Retribusi.

Pasal 77
(1) Ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) ditetapkan
berdasarkan kriteria:
a. Memiliki 2 (dua) jalur jalan yang masing-masing jalur memiliki
paling sedikit 2 (dua) lajur; dan
b. Tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum massal dalam
trayek.
(2) Angkutan Umum Masal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
harus memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
menteri yang bertanggung jawab dibidang sarana dan prasarana lalu
lintas dan angkutan jalan.

Pasal 78
Penetapan ruas jalan tertentu, koridor tertentu, atau kawasan tertentu,
pada waktu tertentu yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 dan Pasal 77 diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 79
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kendaraan dalam
Pemanfaatan Pengendalian Lalu Lintas.

Pasal 80
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi
dimaksudkan untuk menutup sebagian biaya penyelenggaraan pelayanan
dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 81
(1) Dalam Penetapan Tarif Retribusi Pengendalian Lalu Lintas harus
memenuhi prinsip dan sasaran yang meliputi:
a. Efektivitas pengendalian lalu lintas; dan
b. Dapat menutup biaya penyelenggaraan.
(2) Efektivitas Pengendalian Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a diukur berdasarkan biaya kemacetan.
(3) Biaya Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi biaya modal, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan
biaya bunga.
(4) Besarnya Tarif Retribusi Pengendalian Lalu Lintas ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Bupati.

Bagian Sepuluh
Pemanfaatan Aset Daerah
Pemanfaatan Aset Daerah adalah Aset yang digunakan tetapi tidak
mengganggu Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Organisasi Perangkat
Daerah dan/ atau Optimalisasi Asset Daerah dengan tidak mengubah
status kepemilikan sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 82
Dengan nama Retribusi Pemanfaatan Aset Daerah dipungut
Retribusi atas setiap Pemanfaatan Aset Daerah.

Pasal 83
(1) Subjek Retribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang
memanfaatan Aset Daerah dan diwajibkan untuk membayar
R etribusi.
(2) Objek Retribusi adalah Pelayanan yang diberikan atau
disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk setiap Pemanfaatan
Aset Daerah;
(3) Jenis Pemanfaatan Aset Daerah terdiri dari :
a. Pemanfaatan Tanah;
b. Pemanfaatan Ruangan/ Gedung/ Bangunan;
c. Pemanfaatan Kendaraan/ Alat Berat;
d. Pemanfaatan Videotron;
e. Pemanfaatan Papan Reklame; dan
f. Pemanfaatan Fasilitas lain milik Pemerintah Daerah
seperti Penginapan/ Mess Pemerintah/ Wisma Olahraga.
g. Holding Ground.
(5) Dikecualikan dari pengertian Pemanfaatan Aset Daerah adalah
penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah
tersebut.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 84
Tingkat Penggunaan Jasa diukur berdasarkan jenis Pemanfaatan
aset daerah yang dipakai, frekuensi, dan Jangka waktu
pemakaian dengan batas waktu 1 (satu) jam, 1 (satu) hari, 1
(satu) minggu, 1 (satu) bulan atau 1 (satu) tahun.

Pasal 85
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar dan/ atau standar
harga.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 86
(1) Retribusi dan Jenis Pemanfaatan Aset Daerah ditetapkan
sebagai berikut:
a. Retribusi Pemanfaatan tanah :
1. Tanah Pemerintah (ex. jaminan Aparat Desa) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Tanah Pemerintah (ex. jaminan Aparat Desa)
dilakukan melalui sewa menyewa sesuai ketentuan
Peraturan Bupati yang berlaku;
b) Tatacara pelaksanaan sewa menyewa dan besarnya
retribusi diatur dengan Peraturan Bupati.
2. Tanah Pemerintah
a) Tanah Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
b) Tanah Kompleks Pemerintah Daerah (PEMDA)
3. Kebun Napa
a) Bagian Utara
b) Bagian selatan
4. Kebun Lanci
a) Lahan kering
b) Lantai Jemur dan gudang
5. Kebun Soriutu
a) Lahan kering

b. Pemanfaatan Ruang/ Gedung/ Bangunan:


1. Gedung Pertemuan Umum
a) Gedung Samakai;
b) Gedung Monta Baru;
c) Gedung Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
(PKK);
d) Gedung Dharma Wanita;
e) Gedung Sanggar Kegiatan Belajar (SKB);
f) Gedung Pemuda; (konfirmasi bagian umum)
g) Aula Pertemuan Sanggilo;
h) Asrama Sanggilo;
i) Lapangan Bulu Tangkis Sanggilo;
j) Gedung Pertemuan Serbaguna Sanggilo;
k) Balai Latihan Kerja (BLK) Manggelewa.
2. Rumah Dinas
3. Bangunan Usaha
a. Sewa Bangunan Dan Mesin Cold Storage;
b. Sewa Pabrik Es;
c. Sewa Bangunan Sentral Mene Pela;
d. Gudang Dan Lantai Jemur Rumput Laut.

c. Pemakaian Kendaraan / Alat Berat:


1) Motor Greder Mitsubshi MG 330
2) Wallas Bomag/ Tandem Roller Bomag BW 141 AD
3) Wallas Tiga Roda
4) Bakhoe loder

d. Pemanfaatan Videotron

e. Pemanfaatan Papan Reklame

f. Pemakaian Fasilitas lain milik Pemerintah seperti:


1) Wisma Praja Dompu
2) Pelayanan Laboraturium Pemeriksaan Ternak :
a) Pemeriksaan specimen ternak potong
b) Pemeriksaan specimen ternak bibit
c) Pemeriksaan specimen ternak kecil
d) Pemeriksaan Hewan Kesayangan
e) Pemeriksaan spesimen produk ternak
(1) Daging ternak besar dan kecil
(2) Daging unggas
(3) Telur
(4) Kulit
f) Pemeriksaan spesimen ternak unggas
(1) DOC, DOD
(2) unggas
g) Nekropsi hewan besar
h) Nekropsi hewan kecil
i) Nekropsi hewan unggas
3) Pelayanan Klinik/ Puskeswan
1. Ternak Besar
1. Pemeriksaan
2. Pengobatan
3. Infus
4. Bedah minor
5. Bedah mayor
2. Ternak Kecil
a) Pemeriksaan
b) Pengobatan
c) Infus
d) Bedah minor
e) Bedah mayor
3. Hewan Kesayangan
a) Pemeriksaan
b) Pengobatan
c) Infus
d) Bedah minor
e) Bedah mayor
4. Ternak Unggas
a) Pemeriksaan
b) Pengobatan
c) Bedah minor
5. Anasthesia
6. Rawat inap
7. Visite
4) Pelayanan inseminasi buatan (IB)
5) Pelayanan pemeriksaaan bibit ternak
6) Hijauan makanan ternak (HMT)
a. Rumput
- King Grass
- Odot
- Rumput gajah
- Pachong
- HMT
b. HMT Jenis Rumput Lapang yang dikembangkan
- Rumput setaria
- Rumput benggala
- stargress
c. Leguminosae
- Lamtoro
- Turi
- Indigovera
- Siratro
- Centrocema P
d. Pakan Olahan
- Fermentasi
- Silase
- Hay
- Amoniase
7) Laboraturium Pengetesan (Beton)
a) Penyondiran (ringan) Per titik
b) Mix Design Agregat
c) Dinamica Cone Penetrometer Per Titik
d) Survey Dengan Alat Theodolith Per Hari
e) Mix Design Beton Per Sampel
f) Mix Design Pasangan Batu
g) Tanah Timbunan
h) Tanah Batuan (Kerikil, Sirtu, LPB, LPA)
i) Apal
j) Uji Kuat Tekan Beton Per Kubus
k) Sand Cone Test Per Titik
l) Core Drill Per Titik
g. Houlding Ground/ pengeluaran ternak:
1) Ternak potong:
a) Ternak besar
- Houlding Ground
- Keur
2)Ternak kecil
- Houlding Ground
- Keur
4) Ternak bibit
1) Ternak besar
- Houlding Ground
- Keur
2) Ternak kecil
- Houlding Ground
- Keur
5) Pelayanan Pengkartuan Ternak

(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
Bagian Kesebelas
Retribusi pasar grosir/ pertokoan

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 87
Dengan nama Retribusi Pasar Grosir dan/ atau Pertokoan
dipungut Retribusi atas setiap Retribusi P enggunaan Pasar
Grosir dan/ atau Pertokoan.

Pasal 88
(1) Subjek R etribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang
menggunakan atau memanfaatkan pasar grosir dan/ atau
pertokoan dan diwajibkan untuk membayar R etribusi.
(2) Objek Retribusi adalah Penyediaan Fasilitas pasar grosir
berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/ pertokoan yang
dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh
Pemerintah D aerah.
(3) Dikecualikan dan Objek Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah fasilitas pasar yang disediakan, dimiliki,
dan/ atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 89
Perizinan
(1) Setiap orang atau badan yang menempati pasar grosir dan/
atau pertokoan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah
Daerah wajib memiliki izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 90
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan kelas, luas, jenis
dan jangka waktu pemanfaatan fasilitas pasar grosir dan/ atau
pertokoan.

Pasal 91
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 92
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
(1) Struktur Pasar Grosir dan/atau Pertokoan ditetapkan
sebagai berikut:
a. Pasar kabupaten (kategori kelas A)
b. Pasar kecamatan (kategori kelas B)
c. Pasar kelurahan/ Desa (kategori kelas C)
(2) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(3) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lambat 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kedua Belas


Retribusi Tempat pelelangan
(tidak ada potensi PAD)
Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi
Pasal 94

Dengan nama Retribusi tempat pelelangan dipungut retribusi


atas setiap retribusi pengunaan tempat pelelangan yang secara
khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 94
(1) Subjek R etribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang
menggunakan atau memanfaatkan tempat pelelangan dan
diwajibkan untuk membayar Retribusi.
(2) Objek Retribusi adalah penyediaan tempat pelelangan yang
secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk
melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil
hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang
disediakan di tempat pelelangan.
(3) Dikecualikan dari Obyek Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah tempat pelelangan yang disediakan,
dimiliki dan/ atau dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak
swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 95
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan volume
yang digunakan dalam pemakaian jasa tempat pelelangan.

Pasal 96
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 97
(1) Struktur Retribusi Tempat Pelelangan ditetapkan sebagai
berikut: (tidak ada potensi PAD)
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Ketiga Belas


Retribusi Penyediaan Tempat Khusus Parkir Diluar Badan Jalan

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi
Pasal 98
Dengan nama Retribusi tempat khusus parkir dipungut
retribusi atas pemberian pelayanan jasa dalam menggunakan
tempat khusus parkir.

Pasal 99
(1) Subjek R e tribusi adalah Orang Pribadi atau Badan yang,
memperoleh Pelayanan Jasa Parkir pada tempat khusus
parkir.
(2) Objek Retribusi adalah Pelayanan tempat khusus parkir
yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah
daerah.
(3) Dikecualikan dari Objek Retribusi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah pelayanan tempat parkir yang
disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah,
BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 100
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis kendaraan
dan frekuensi pemakaian tempat khusus parkir.

Pasal 101
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 102
(1) Struktur dan Jenis Retribusi tempat khusus parkir
ditetapkan sebagai berikut:
a. Kendaraan lebih dari roda empat
b. Kendaraan Roda Empat
c. Kendaraan Roda Tiga
d. Kendaraan Roda Dua
e. Kendaraan Tidak Bermotor
f. Kendaraan Roda empat di objek wisata
g. Kendaraan Roda Dua di objek wisata
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Keempat Belas


Retribusi Penyediaan Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/ Vila
(belum ada potensi PAD)

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 103
Dengan nama Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa
dipungut Retribusi Daerah sebagai pembayaran atas pelayanan Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 104
(1) Objek Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ... meliputi pelayanan Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa yang disediakan, dimiliki,
dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dikecualikan dari objek Retribusi Tempat Penginapan,
Pesanggrahan, dan Villa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhadap pelayanan Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa
yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan pihak swasta.

Pasal 105
Subjek Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi orang pribadi atau
Badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa dari Pemerintah Daerah.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 106
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan klasifikasi kelas dan
frekuensi waktu penggunaan atau pemanfaatan Tempat Penginapan,
Pesanggrahan, dan Villa.

Pasal 107
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa didasarkan pada tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang layak.
(2) Keuntungan yang layak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
merupakan keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa dilakukan secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 108
(1) Struktur dan besarnya tarif Retribusi Tempat Penginapan,
Pesanggrahan, dan Villa ditetapkan berdasarkan perkalian antara
tingkat penggunaan jasa Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan
Villa dengan tarif Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan
Villa.
(2) Ketentuan mengenai struktur dan besarnya tarif Retribusi Tempat
Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(tarif dan besarya tarif ditetapkan dengan peraturan kepala Daerah
atau Peraturan bupati)

Pasal 109
(1) Tarif Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan Villa ditinjau
kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan Tarif Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, dan
Villa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
(3) Ketentuan mengenai Penetapan Tarif Retribusi Tempat Penginapan,
Pesanggrahan, dan Villa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kelima Belas


Penyediaan Rumah Pemotongan Hewan Ternak

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 110
(1) Dengan nama penyediaan rumah pemotongan hewan ternak,
dipungut Retribusi atas pelayanan penyediaan fasilitas rumah
pemotongan hewan termasuk pemeriksaan kesehatan hewan
sebelum dipotong dan pemeriksaan daging setelah hewan dipotong
yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Objek Retribusi adalah setiap pelayanan penyediaan fasilitas rumah
pemotongan hewan termasuk pemeriksaan kesehatan hewan
sebelum dipotong dan pemeriksaan daging setelah hewan dipotong
yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(3) Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menikmati
pelayanan penyediaan fasilitas rumah potong hewan yang dimiliki
dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(4) Dikecualikan dari Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan
hewan ternak yang disediakan, dimiliki, dan/ atau dikelola oleh
Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 111
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan, jenis
fasilitas dan jenis hewan ternak.

Pasal 112
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan
yang layak untuk menutup biaya investasi, biaya perawatan dan
pemeliharaan, biaya penyusutan dan biaya administrasi.
(2) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada kepentingan penggunaannya.
(3) Untuk penggunaan yang bersifat sosial dapat dibebaskan dari
pengenaan tarif dengan mengajukan permohonan kepada Bupati.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 113
(1) Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis pelayanan yang
disediakan pada Rumah Potong Hewan (RPH).
(2) Setiap orang atau badan yang mendapat jasa pelayanan RPH,
wajib membayar retribusi.
(3) Jenis Pelayanan dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a) Rumah potong hewan
1) Sapi, Kerbau, dan kuda
2) Kambing, domba, dan babi
b) Sewa kandang
1) Sapi, Kerbau, dan kuda
2) Kambing, domba, dan babi
c) Pemeriksaan ante mortem/ post mortem
1) Sapi, Kerbau, dan kuda
2) Kambing, domba, dan babi
(4) Struktur dan besarnya tarif retribusi dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah atau
Peraturan upati.

Bagian Keenam Belas


Retribusi Pelayanan Pelabuhan

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 114
Dengan nama Retribusi Pelayanan kepelabuhan dipungut
Retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan kepelabuhan.

Pasal 115
(1) Subjek Retribusi adalah setiap orang atau badan yang
menggunakan Jasa Pelayanan Kepelabuhan.
(2) Objek Retribusi adalah Pelayanan Jasa Kepelabuhan,
termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang
disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemerintah
D aerah.
(3) Dikecualikan dan Objek Retribusi adalah Pelayanan Jasa
Kepelabuhan yang disediakan, dimiliki dan/atau dikelola
oleh pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak swasta.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 116
Tingkat Pengguna Jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan
yang diberikan dan jangka waktu pemakaian jasa
kepelabuhanan dan fasilitas lainnya dilingkungan pelabuhan:
(1) Kapal angkutan laut Dalam Negeri
a. Dari GT lOO s/d GT 500
b. Lebih dari GT 500
(2) Kapal pelayanan rakyat kapal perintis
a. Dari GT l s/d GT 3
b. Lebih dari GT 3 s/d GT 7
c. Lebih dari GT 7 s/d GT 35
d. Lebih dari GT 35 s/d GT 100
e. Lebih dari GT 100 s/d GT 500
f. Lebih dari GT 500
(4) Kapal yang melaksanakan kegiatan Niaga
(1) Kapal angkutan laut Dalam Negeri
a) Dan GT 100 s/d GT 500
b) Lebih dari GT 500
(5) Kapal pelayaran rakyat/kapal perintis
a. Dari GT l s/d GT 3
b. Lebih dari GT 3 s/d GT 7
c. Lebih dari GT 7 s/d GT 35
d. Lebih dari GT 35 s/d GT 100
e. Lebih dari GT 100 s/d GT 500
f. Lebih dari GT 500
(6) Kapal yang melakukan kegiatan tetap di perairan pelabuhan
1. Kapat angkutan Laut Dalam Negeri
a) Dari GT 100 s/d GT 500
b) Lebih dari GT 500
2. Kapal pelayaran rakyat/Kapal Perintis
a) Dari GT 1 s/d GT 3
b) Lebih dari GT 3 s/d GT 7
c) Lebih dari GT 7 s/d GT 35
d) Lebih dari GT 35 s/d GT 100
e) Lebih dari GT 100 s/d GT 500
f) Lebih dari GT 500

Pasal 117
Prinsip, sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara
efisien dan berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 118
(1) Struktur dan Jenis Retribusi Pelayanan kKpelabuhan
ditetapkan sebagai berikut :
1. Tempat Tambat :
a. Kapal angkutan laut Dalam Negeri :
1) Dari GT 100 s/d GT 500
2) Lebih dari GT 500
b. Kapal pelayanan rakyat/ kapal perintis
1) Dari GT 1 s/d GT
2) Lebih dari GT 3 s/d GT 7
3) Lebih dari GT 7 s/d GT
4) Lebih dari GT 35 s/d GT 100
5) Lebih dari GT 100 s/d GT 500
6) Lebih dari GT 500
2. Tempat Labuh :
b. Kapal yang melaksanakan kegiatan Niaga
c. Kapal angkutan laut Luar Negeri
d. Kapal angkutan laut Dalam Negeri
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh Belas


Retribusi Pelayanan Tempat Rekreasi/ Pariwisata Dan Olahraga

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi
Pasal 119
Dengan nama Retribusi tempat rekreasi dan olahraga, dipungut Retribusi
sebagai pembayaran atas setiap pengunjung yang menikmati fasilitas
yang tersedia pada obyek wisata baik obyek wisata alam, wisata minat
khusus maupun wisata buatan manusia.

Pasal 120
(1) Objek Retribusi adalah tempat rekreasi dan/atau olahraga yang
disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
a. Objek Retribusi Tempat Rekreasi meliputi:
1) Memasuki Kawasan Rekreasi
a) Anak-anak
b) dewasa
2) Menggunakan Fasilitas :
a) Kios Cenderamata
b) Tempat penjualan
- Kantin/ warung
- Pedagang kaki lima
c) Kolam renang
- Anak-anak
- Dewasa
d) Tenda kemah
e) Tambatan perahu
f) Parahu wisata
g) Parkir kendaraan
- Motor
- Mobil
h) Pondok wisata
- Kelas I
- Kelas II
- Kelas III
i) Toilet WC
- Buang air kecil
- Buang air besar
- mandi
j) Alat dive
k) Alat surfing
l) Panggung
3) Objek Retribusi Tempat Rekreasi meliputi:
a) Pacuan kuda lepadi dan sera ala Kempo
b) Sarana panggung
c) Lapangan tennis
d) Bulu tangkis
e) Lapangan volly ball
f) Lapangan basket
g) Lapangan takrow
h) Lapangan footsall
i) Stadion
j) Lapangan gor ginte
(2) Dikecualikan dari Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah pelayanan tempat rekreasi, pariwisata, dan olahraga yang
disediakan, dimiliki, dan/ atau dikelola oleh pemerintah, BUMN,
BUMD, dan pihak swasta.

Pasal 121
Subjek Retribusi adalah setiap orang yang berkunjung pada Kawasan
Objek Rekreasi dan Olahraga.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 122
Jasa Pelayanan pada sub sektor kebudayaan, pariwisata dan olahraga
diukur berdasarkan jasa/ fasilitas yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan pemakai jasa dan pemanfaatan yang diterima.
Pasal 123
Prinsip sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi
didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan sebagian atau seluruh biaya
penyediaan jasa pelayanan yang ada di tempat rekreasi dan/atau
olahraga.
Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 124
(1) Struktur Tarif digolongkan pada Tarif Proporsional yang ditentukan
berdasarkan jasa/fasilitas di tempat rekreasi dan/atau olahraga yang
dimanfaatkan atau digunakan dan Tingkat Pelayanan.
(2) Penetapan Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(3) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kedelapan Belas


Retribusi Penyebrangan di Air
(nunggu draf revisi DISHUB)
Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 125
Nama Subyek dan Obyek
Dengan nama Retribusi Penyeberangan di Air dipungut retribusi sebagai
pembayaran atas Jasa Pelayanan Penyeberangan orang/ barang dengan
menggunakan kendaraan di air yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh
Pemerintah Daerah.

Pasal 126
(1) Obyek Retribusi Penyeberangan di Air adalah pelayanan
penyeberangan orang atau barang dengan menggunakan kendaraan
di air yang dimiliki dan/ atau dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dikecualikan dari obyek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah pelayanan penyeberangan yang dikelola Pemerintah,
BUMN, BUMD dan pihak swasta.

Pasal 127
Subyek Retribusi Penyeberangan di Air adalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan/ menikmati pelayanan penyeberangan orang atau
barang dengan menggunakan kendaraan di Air yang dimiliki dan/ atau
dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 128
Tingkat Penggunaan Jasa penyeberangan diukur berdasarkan frekuensi
pemanfaatan pelayanan penyeberangan di Air.

Pasal 129
Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
layak dan sebagai pengganti investasi, administrasi, pemeliharaan,
penyusutan dan pengendalian.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 130
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
(1) Struktur dan jenis retribusi untuk sekali penyeberangan ditetapkan
sebagai berikut :
a. untuk orang dewasa;
b. untuk anak-anak;
c. untuk sepeda;
d. untuk sepeda motor;
e. untuk becak;
f. untuk ternak kambing dan sejenisnya;
g. untuk ternak sapi dan sejenisnya;
h. untuk mobil roda empat tanpa muatan;
i. untuk mobil barang.
(2) Penetapan tarif retribusi akan ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(3) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud dapat ditinjau kembali
paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kesembilan Belas


Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 131
Nama Subyek dan Obyek
Dengan nama Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah dipungut
Retribusi atas penjualan hasil produksi usaha daerah.

Pasal 132
(1) Objek Retribusi adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah
daerah.
(2) Dikecualikan dari objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah penjualan produksi oleh Pemerintah, BUMN, BUMD, dan pihak
swasta.

Pasal 133
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang membeli hasil
produksi usaha Daerah.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 134
Tingkat Penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah hasil produksi yang
terjual.

Pasal 135
(1) Prinsip yang dianut dalam penetapan besarnya tarif Retribusi
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
sebagaimana keuntungan yang pantas diterima;
(2) Keuntungan yang layak sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah
keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut
dilakukan secara efesien dan berorientasi pada harga pasar.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 136
(1) Struktur dan jenis retribusi digolongkan berdasarkan jenis bibit atau
bahan tanaman adalah Balai Benih Utama (BBU) Montabaru.
(2) Struktur dan jenis retribusi digolongkan berdasarkan jenis dan objek:
1) Matua
- Balai Benih Ikan (BBI)
2) Persinggahan
- Balai Benih Ikan (BBI)
- Ikan konsumsi (Air Tawar)
3) Denpond Mumbu
- Ikan konsumsi (Air payau)
4) Tambak Jambu
- Ikan konsumsi (Air payau)
5) Tambak Mbawi
- Ikan konsumsi (Air payau)
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
(4) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kedua Puluh


Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 137
Nama, Objek dan Subjek Retribusi
Dengan nama Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
dipungut Retribusi atas penerbitan PBG, Sertifikat Laik Fungsi
(SLF) Bangunan Gedung atau Prasarana Bangunan Gedung dan
Penerbitan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG).

Pasal 138
(1) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137
adalah penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG),
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Surat Bukti Kepemilikan
Bangunan Gedung (SBKBG);
(2) Penerbitan PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan layanan konsultasi pemenuhan standar tekhnis
(rencana struktur, arsitektur, utilitas dan dokumen spesifikasi
tekhnis bangunan gedung), inspeksi Bangunan Gedung,
penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Surat Bukti
Kepemilikan Bangunan Gedung (SBKBG) serta Pencetakan
plakat SLF;
(3) Penerbitan PBG, SLF dan SBKBG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk permohonan
persetujuan:
a. Pembangunan baru;
b. Bangunan Gedung yang sudah terbangun dan belum
memiliki PBG dan/atau SLF;
c. Bangunan Gedung yang sudah terbangun dan memiliki IMB
dalam hal ini perubahan dari IMB ke PBG diintegrasikan ke PBG;
d. Perencanaan Desain bangunan yang mengajukan ijin PBG harus
dikerjakan oleh lembaga/individu yang memiliki Sertifikat
Keahlian (SKA);
e. Perpanjangan ijin PBG;
f. PBG perubahan untuk:
1)Perubahan fungsi Bangunan Gedung;
2)Perubahan lapis/ Tingkat Bangunan Gedung;
3)Perubahan luas Bangunan Gedung;
4)Perubahan tampak Bangunan Gedung;
5)Perubahan spesifikasi dan dimensi komponen pada
Bangunan Gedung yang mempengaruhi aspek
keselamatan dan/atau kesehatan;
6) Perkuatan dan/atau Rehabilitasi Bangunan Gedung
terhadap tingkat kerusakan sedang atau berat;
7) Perlindungan dan/atau pengembangan Bangunan
Gedung cagar budaya; atau
8) Perbaikan Bangunan Gedung yang terletak di kawasan
cagar budaya.
(4) PBG perubahan tidak diperlukan untuk pekerjaan
pemeliharaan dan pekerjaan perawata.
(5) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah penerbitan PBG untuk Bangunan milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Bangunan yang
memiliki fungsi keagamaan.

Pasal 139
(1) Subjek Retribusi PBG yang selanjutnya disebut wajib retribusi
adalah setiap orang pribadi atau badan yang memperoleh PBG;
(2) Wajib Retribusi PBG adalah orang pribadi atau badan yang
diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi PBG.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 140
(1) Besarnya Retribusi PBG yang tertuang dihitung berdasarkan
perkalian antara tingkat penggunaan jasa atas penyediaan
layanan dan harga satuan Retribusi PBG;
(2) Tingkat penggunaan jasa atas penyediaan layanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diukur berdasarkan
formula yang mencerminkan biaya penyelenggaraan
penyediaan layanan;
(3) Harga satuan Retribusi PBG sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas :
a. Indeks Lokalitas dan Standar Harga Satuan Tertinggi untuk
Bangunan Gedung; atau
b. Harga satuan Retribusi Prasarana Bangunan Gedung
untuk Prasarana Bangunan Gedung.
(4) Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas
formula untuk :
a. Bangunan Gedung; dan
b. Prasarana Bangunan Gedung.
(5) Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri
atas:
a. Luas Total Lantai;
b. Indeks Terintegrasi; dan
c. Indeks Bangunan Gedung Terbangun.
(6) Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri
atas :
a. Volume;
b. Indeks Prasarana Bangunan Gedung; dan
c. Indeks Bangunan Gedung Terbangun.
Pasal 141
(1) Prinsip dan sasaran penetapan besaran tarif Retribusi PBG
didasarkan pada tujuan untuk menutup seluruh biaya
penyelenggaraan penerbitan PBG dan SLF.
(2) Biaya penyelenggaraan penerbitan PBG dan SLF sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi penerbitan dokumen PBG dan
SLF, inspeksi Penilik Bangunan, penegakan hukum,
penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari penerbitan PBG
dan SLF tersebut.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 142
(1) Struktur dan besaran tarif Retribusi PBG ditetapkan
berdasarkan kegiatan pemeriksaan pemenuhan standar teknis
dan layanan konsultasi untuk:
a. Bangunan Gedung; dan
b. Prasarana Bangunan Gedung.
(2) Tarif Retribusi PBG untuk Bangunan Gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan Luas
Total Lantai (LLt) dikalikan Indeks Lokalitas (Ilo) dikalikan
Standar Harga Satuan Tertinggi (SHST) dikalikan Indeks
Terintegrasi (It) dikalikan Indeks Bangunan Gedung Terbangun
(Ibg) atau dengan rumus:
PBG = LLt x (Ilo x SHST) x It x Ibg
(3) Tarif Retribusi PBG untuk Prasarana Bangunan Gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung
berdasarkan Volume (V) dikalikan Indeks Prasarana Bangunan
Gedung (I) dikalikan Indeks Bangunan Gedung Terbangun (Ibg)
dikalikan harga satuan Retribusi Prasarana Bangunan
Gedung (HSpbg) atau dengan rumus:
PBG Prasarana BG = V x I x Ibg x HSpbg
(4) Indeks terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung
berdasarkan indeks fungsi (If) dikalikan penjumlahan dari bobot
parameter (bp) dikalikan indeks parameter (Ip) dikalikan faktor
kepemilikan (Fm) atau dengan rumus:
It = If x ∑ (bp x Ip) x Fm
(5) Rincian perhitungan struktur dan besaran tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Terlampir.

Pasal 143
(1) Tarif retribusi PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3)
dan ayat (4) ditinjau paling lama 3 (Tiga) tahun sekali;
(2) Peninjauan tarif retribusi PBG sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan Indeks Harga dan
perkembangan perekonomian.

Pasal 144
Cara mendapatakan Persetujuan Bangunan Gedung :
(1) Tahap pendaftaran adalah melalui Sistem Informasi Manajemen
Bangunan Gedung (SIMBG);
(2) Tahap pemeriksaan dokumen administrasi dan teknis yang
diajukan, antara lain:
a. Online
b. Offline
1) Informasi Tata Ruang
2) Keterangan Rencana Kota (KRK)
3) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
(PKKPR), atau Konfirmasi Kesesuaian Pemanfaatan Ruang
(KKPR)
4) KTP
5) Sertifikat Kepemilikan Lahan
(3) Tahap Penerbitan PBG meliputi:
1) Penetapan Nilai Retribusi Daerah
2) Pembayaran Retribusi Daerah
 Penerbitan PBG Penetapan Nilai Retribusi Daerah dilakukan
oleh Dinas Teknis
 Nilai Retribusi Daerah ditetapkan berdasarkan Indeks
Terintegrasi dan Harga Satuan Retribusi
 Harga Satuan Retribusi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota
 Penerbitan PBG dilakukan setelah DPM-PTSP setelah
mendapatkan bukti pembayaran retribusi
(4) Tahap Penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Setelah selesai pelaksanaan pembangunan maka pihak pemilik
bangunan mengajukan permohonan verifikasi terhadap bangunan
terbangun kepada Instansi Teknis untuk mendapatkan Sertifikat
Laik Fungsi;
(5) Tahap penerbitan Surat Bukti Kepemilikan Bangunan Gedung
(SBKBG) setelah pemohon dan/atau pemilik bangunan gedung
memperoleh PBG, SLF dan berita acara hasil inspeksi Penilik.

Pasal 145
Pelaku Penyelenggara Bangunan Gedung
(1) Tim Profesi Ahli (TPA) Tim yang terdiri atas Profesi Ahli yang ditunjuk
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dari basis data TPA untuk
memberikan pertimbangan teknis dalam Penyelenggaraan Bangunan
Gedung;
(2) Tim Penilai Teknis (TPT) Tim yang dibentuk oleh Pemerimtah Daerah
Kabupaten/Kota yang terdiri atas instansi terkait penyelenggara
Bangunan Gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam
proses penilaian dokumen rencana teknis bangunan rumah tinggal
serta pemeriksaan dokumen permohonan SLF perpanjangan;
(3) Penilik adalah Orang perseorangan yang memiliki kompetensi dan
diberi tugas oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan inspeksi
terhadap penyelenggaraan Bangunan Gedung;
(4) Sekertariat yaitu Tim atau perseorangan yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas Teknis untuk mengelola pelaksanaan tugas TPA,TPT dan
Penilik;
(5) Pengelola Teknis Bangunan Gedung Negara (BGN) yaitu Tenaga
teknis Kementerian dan/atau Organisasi perangkat Daerah yang
bertanggung jawab dalam pembinaan BGN, yang ditugaskan untuk
membantu Kementerian/Lembaga dan/atau Organisasi perangkat
Daerah dalam pembangunan BGN;
(6) Pengkaji Teknis adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang
mempunyai sertifikat kompetensi kerja kualifikasi ahli atau sertifikat
badan usaha untuk melaksanakan pengkajian teknis atas kelaikan
fungsi Bangunan Gedung. Penugasan Pengkaji Teknis dilakukan oleh
Pemilik atau Pengguna melalui kontrak kerja. Dengan tugas untuk
melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi Bangunan Gedung dalam
rangka pemeriksaan pemenuhan standar teknis untuk penerbitan
SLF BG yang sudah ada (existing) dan SLF perpanjangan; dan/atau
melakukan pemeriksaan berkala Bangunan Gedung.

Pasal 146
Standar Penyedia Jasa
(1) Standar Teknis untuk Penyedia Jasa Perseorangan:
a. Memiliki pendidikan paling rendah sarjana dalam bidang teknik
arsitektur dan/atau teknik sipil;
b. Memiliki pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun dalam
melakukan pengkajian teknis, Pemeliharaan, Perawatan,
Pengoperasian dan/atau pengawasan konstruksi Bangunan
Gedung; dan
c. Memiliki keahlian pengkajian teknis dalam bidang arsitektur,
struktur dan/atau utilitas yang dibuktikan dengan sertifikat
kompetensi kerja kualifikasi ahli.

(2) Standar Teknis untuk Penyedia Jasa Badan Usaha:


a. Memiliki pengalaman perusahaan paling sedikit 2 (dua) tahun
dalam melakukan pengkajian teknis dan/atau pengawasan
konstruksi Bangunan Gedung; dan
b. Memiliki tenaga ahli Pengkaji Teknis di bidang arsitektur,
struktur, mekanikal, elektrikal, dan tata ruang luar yang masing-
masing paling sedikit 1 (satu) orang.

Bagian Kedua Puluh Satu


Retribusi Penggunaan Tenga Kerja Asing (TKA)

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 147
Nama, Objek Dan Subjek Retribusi
Dengan nama Retribusi Penggunaan Tenga Kerja Asing (TKA)
dipungut Retribusi dari pembayaran Dana Kompensasi
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKPTKA) atas Pengesahan
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) perpanjangan oleh
Pemerintah Daerah.

Pasal 148
(1) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
adalah Pengesahan RPTKA perpanjangan bagi TKA yang
bekerja di Daerah.
(2) Tidak termasuk objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah Pengesahan RPTKA perpanjangan bagi instansi
pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional,
lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di
lembaga pendidikan.

Pasal 149
(1) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147
adalah Pemberi Kerja TKA.
(2) Subjek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Wajib Retribusi.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip dan Sasaran Dalam
Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 150
(1) Besarnya Retribusi Penggunaan TKA yang terutang dihitung
berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa atas
pemberian layanan dengan tarif Retribusi Penggunaan TKA.
(2) Tingkat penggunaan jasa atas pemberian layanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan jumlah
penerbitan dan jangka waktu Perpanjangan RPTKA.

Pasal 151
(1) Prinsip dan sasaran penetapan besaran Tarif Retribusi
Penggunaan TKA didasarkan pada tujuan untuk menutup
seluruh biaya Pengesahan RPTKA perpanjangan.
(2) Biaya penyelenggaraan Pengesahan RPTKA perpanjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Penerbitan dokumen izin Pengesahan RPTKA perpanjangan;
b. pengawasan di lapangan;
c. penegakan hukum;
d. penatausahaan;
e. biaya dampak negatif dari Pengesahan RPTKA
perpanjangan; dan
f. kegiatan pengembangan keahlian dan ketrampilan tenaga
kerja lokal.

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Pasal 152
(1) Struktur Retribusi Penggunaan TKA ditetapkan berdasarkan
tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
150
(2) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(3) Tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.

Bagian Kedua Puluh Dua


Retribusi Pengelolaan Pertambangan Rakyat
(belum dibahas/ tidak ada potensi PAD)

Paragraf 1
Objek, Subjek dan Wajib Retribusi

Pasal 153
Setiap pengelolaan Usaha pertambangan Rakyat hanya dapat
dilakukan setelah mendapat Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).

Pasal 155
IPR hanya dapat diterbitkan pada Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) yang telah ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 156
(1) Kewenangan Pemberian atau yang menerbitkan IPR adalah
Bu pati.
(2) Pemberian IPR oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilimpahkan kewenangannya kepada pejabat yang
berwenang.

Pasal 157
Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
Kriteria untuk menetapkan WPR adalah. Sebagai berikut:
(1) Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba.
(2) luas maksimal wilay·ah pertambangan adalah 25 (dua puluh
lima) hektar;
(3) Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang;
dan /atau
(4) merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat
yang sudah dikerjakan sekurang-k urangnya 15 (lima belas)
tahun.

Pasal 158
Penetapan WPR harus berada diluar wilayah Usaha
Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Negara tetapi masih
dalam Wilayah Pertambangan

Pasal 159
Wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah
dikerjakan tetapi belum ditetapkan sebagai WPR diprioritaskan
untuk ditetapkan sebagai WPR sepanjang lokasi tersebut layak
untuk ditambang dan tidak bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku.

Pasal 160
(1) Rencana WPR sebelum ditetapkan oleh Bupati, dikonsultasikan
dengan DPRD dan dikoordinasikan kepada Pemerintah Provinsi.
(2) Bupati melakukan Konsultasi ke DPRD dan berkoordinasi
dengan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk mendapatakan pertimbangan atas rencana penetapan
WPR.

Pasal 161
Rencana Penetapan WPI sebelum dikonsultasikan ke DPR dan
dikoodinasikan kepada Pemerintah Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 Bupati wajib menyampaikan rencana
tersebut kepada masyarakat setempat dimana WPR
direncanakan.

Pasal 162
Penyampaian Rencana Penetapan WPR kepada masyarakat
dilakukan melalui sosialisasi dan/atau pengumuman pada
Kantor Kecamatan dan Kelurahan/ Desa setempat serta Dinas
Pengelola.

Pasal 163
Materi Pengumuman Rencana Penetapan WPR sekurang-
kurangnya memuat :
a. Peta situasi yang mengambarkan lokasi;
b. luas rencana Wilayah Pertambangan. Rakya.t;
c. batas dan daftar koor1linat;
d. jenis komoditas tambang; dan
e. daftar pemegang hak atas tanah yang berada dalam rencana
WPR.

Pasal 164
(1) WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ditetapkan
dengan Keputusan Bupati.
(2) Keputusan Bupati bagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurangkurangnya memuat:
a. Lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat;
b. Luas Wilayah Pertambangan Rakyat;
c. Jenis Komoditas yang ditambang;
d. Gambar Peta Lokasi W llayah Pertambanga n Rakyat;
e. Daftar Koordinat Lokasi.

Pasal 165
Penetapan WPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165
disampaikan secara tertulis oleh Bupati kepada Men teri melalui
Gubenur.

Pasal 166
Jenis komoditas pertambangan mineral bukan logam dan batuan
yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi;
(1) Komoditas pertambangan mineral bukan logam terdiri dari:
Kuarsa, Asbes, Talk, Mika, Ball, Clay, Fare Clay, Zeolit,
Marmer, Zirkon, Kaolin, Feldspar, Gipsum, Dolomi, Kansit,
Oniks, Rijang, dan mineral bukan logam lainnya.
(2) Komoditas pertambangan batuan terdiri: Tras, Gabro,
Peridotit, Basalt, Marmer, tanah urug, garnet, giok, batu
gunung, quarry besar, kerikil galian dari bukit, kerikil
sungai, batu kal, kerikil sungai ayak tanpa pasi, pasir, pasir
urug, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan
pilihan(tanah), urugan tanah setempat, tanah merah (laterit),
batu gamping, TanahIiat, Pasir dan batu lainnya sepanjang
tidak mengandung unsur-unsur mineral logam, unsur
mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari
segi ekonomi pertambangan.

Pasal 167
Pihak Yang Dapat Diberikan Izin Perambangan Rakyat
(1) Pem berian IPR diutamakan kepada masyarakat/ penduduk
setempat.
(2) Masyarakat/ penduduk setempat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah penduduk yang berada dilingkungan
wilayah pertambangan rakyat dan/atau masyarakat yang
barada dalam satu daer ah wilayah pertambangan.

Pasal 168
Masyarakat/ Penduduk Setempat yang dapat diberikan IPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 yaitu:
a. Perorangan;
b. Kelompok masyarakat; atau
c. Koperasi

Pasal 169
Tata Cara Memperoleh Izin Pertambangan Rakyat
Setiap Usaha Pertambangan Rakyat sebelum mel akukan
penambangan wajib memegang IPR yang diterbitkan oleh Bupati
atau Pejabat tertentu yang diberi wewenang oleh Bupati .

Pasal 170
Pemegang IPR dalam melakukan aktifitas penambangan pada
Wilayah dan lokasi IPR yang telah ditetapkan.

Pasal 171
(1) Untuk mendapatkan IPR oleh Pemohon harus
menyampaikan/ mengajukan surat permohonannya
kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Pengajuan Surat Permohonan harus memenuhi Syarat
Administrasi, Teknis dan Finansial.
(3) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) juga pemohon
diwajibkan memenuhi syarat tambahan, antara lain :
(4) Membuat kajian lingkungan sesui luas lokasi kegiatan penambangan
yang diajukan, bagi pemohon kelompok Masyarakat dan Koperasi;
(5) Surat pernyataan Kesanggupan melaksanakan pengelolaan
lingkungan, bagi pemohonperorangan;
(6) Surat pernyataan kesanggupan melaksanakan Reklamasi/ penutupan
Tambang bila selesai melakukan aktifitas tambang;
(7) Surat pernyataan kesanggupan membayar iuran dan retribusi daerah;
(8) Surat pernyataan melaksanakan proses penambangan sesui
ketentuan yang berlaku

Pasal 172
Persyaratan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (2) untuk:
(1) Orang perseorangan, paling sedikit meliputi :
a. Surat permohonan;
b. Kartu tanda penduduk;
c. Komoditas tambang yang dimohon; dan
d. Surat keterangan
(2) Kelompok masyarakat, paling sedikit meliputi :
a. Surat permohonan;
b. Komoditas tambang yang dimohon; dan
c. Surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.
(3) Koperasi setempat, paling sedikit meliputi :
a. Surat permohonan;
b. Nomor pokok pajak
c. Akte pendirian koperasi yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang;
d. Komoditas tambang yang dimohon; dan
e. Surat keterangan dari kelurahan/desa setempat.

Pasal 173
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam pasal 172 ayat
(2), paling sedikit meliputi:
a. Peta wilayah dilengkapi dengan batas, daftar titik koordinat geografis;
b. Daftar peralatan;
c. Sumuran pada IPR paling dalam 25 (dua puluh lima) meter;
d. Menggunakan pompa mekanik, penggelundungan atau permesinan
dengan jumlah tenaga maksimal 25 (dua puluh lima) horse power
untuk 1 (satu) IPR; dan
e. Tidak menggunakan alat berat dan bahan peledak

Pasal 174
Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (2) berupa laporan keuangan I (satu) tahun terakhir dan
hanya di persyaratkan bagi koperasi setempat.

Pasal 175
Luas dan Masa Izin Pertambangan Rakyat
(1) Luas Wilayah IPR untuk perseorangan paling banyak
diberikan seluas 1 (satu) Hektar.
(2) Luas Wilayah IPR untuk kelompok masyarkat paling banyak
diberikan seluas 5 (satu) Hektar.
(3) Luas Wilayah IPR untuk koperasi paling banyak diberikan
seluas 10 (sepuluh) Hektar.

Pasal 176
(1) Massa IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat di perpanjang.
(2) Perpanjangan masa IPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberikan paling banyak 2 kali dengan masa
perpanjangan masing-masing 1 (satu) tahun.
(3) Permohonan perpanjangan masa Izin disampaikan selambat-
lambatnya 3 )tiga) bulan sebelum masa Izin berakhir.

Paragraf 2
Cara Mengukur Tingat Penggunaan Jasa, Prinsip Dan Sasaran Dalam
Penetapan Strukur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi

Bagian Kedua Puluh Tiga


Tata Cara Penghitungan Retribusi

Pasal 177
Besaran Retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara
tingkat penggunaan jasa dengan tarif Retribusi.

Pasal 178
Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90
merupakan jumlah penggunaan jasa yang dijadikan dasar alokasi beban
biaya yang dipikul Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan jasa yang
bersangkutan.

Pasal 179
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 merupakan
nilai rupiah yang ditetapkan untuk menghitung besarnya Retribusi
yang terutang.
(2) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditentukan
seragam atau bervariasi menurut golongan sesuai dengan prinsip dan
sasaran penetapan tarif Retribusi.

Pasal 180
(1) Tarif Retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177
ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Peninjauan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan
perekonomian, tanpa melakukan penambahan objek Retribusi.
(3) Penetapan tarif Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (21
ditetapkan dengan Perkada.

BAB IV
MUATAN PERDA TENTANG PAJAK
DAN RETRIBUSI

Pasal 181
Jenis Pajak dan Retribusi, Subjek Pajak dan Wajib Pajak, Subjek Retribusi
dan Wajib Retribusi, objek Pajak dan Retribusi, dasar pengenaan Pajak,
tingkat penggunaan jasa Retribusi, saat terutang Pajak, wilayah
pemungutan Pajak, serta tarif Pajak dan Retribusi, untuk seluruh jenis
Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar
pemungutan Pajak dan Retribusi di Daerah.

BAB V
PEMUNGUTAN PAJAK DAN RETRIBUSI

Paragraf 1
Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak dan Retribusi

Pasal 182
(1) Pemungutan Pajak dan Retribusi dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi.
(2) Ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan mengenai:
a. Pendaftaran Dan Pendataan;
b. Penetapan Besaran Pajak Dan Retribusi Terutang;
c. Pembayaran Dan Penyetoran;
d. Pelaporan;
e. Pengurangan, Pembetulan, Dan Pembatalan Ketetapan;
f. Pemeriksaan Pajak;
g. Penagihan Pajak Dan Retribusi;
h. Keberatan;
i. Gugatan;
j. Penghapusan Piutang Pajak Dan Retribusi Oleh Kepala Daerah;
dan
k. Pengaturan Lain Yang Berkaitan Dengan Tata Cara Pemungutan
Pajak dan Retribusi.
(3) Ketentuan umum dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.

Paragraf 2
Pemberian Keringanan, Pengurangan, dan Pembebasan

Pasal 183
(1) Kepala Daerah dapat memberikan keringanan, pengurangan,
pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/ atau
sanksi Pajak dan Retribusi.
(2) Pemberian keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dan/atau
objek Pajak atau objek Retribusi.

BAB VI
Pengaturan Pajak Dan Retribusi Dalam Rangka Mendukung Kemudahan
Berusaha Dan Berinvestasi
Paragraf 1
Kewenangan Pemerintah dalam Pengawasan dan Evaluasi Tarif
Pasal 184
1. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan fiskal nasional dan untuk
mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi serta untuk
mendorong pertumbuhan industri dan/ atau usaha yang berdaya
saing tinggi serta memberikan pelindungan dan pengaturan yang
berkeadilan, Pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional
dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan Pajak dan Retribusi
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
2. Kebijakan fiskal nasional yang berkaitan dengan Pajakdan Retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Dapat mengubah tarif Pajak dan tarif Retribusi dengan penetapan
tarif Pajak dan tarif Retribusi yang berlaku secara nasional; dan
b. Pengawasan dan evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan
Retribusi yang menghambat ekosistem investasi dan kemudahan
dalam berusaha.
3. Penetapan tarif Pajak yang berlaku secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup tarif atas jenis Pajak
provinsi dan jenis Pajak kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal ....
4. Penetapan tarif Retribusi yang berlaku secara nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup objek Retribusi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan tarif Pajak dan
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Bupati.

Paragraf 2
Evaluasi Rancangan Perda dan Perda Pajak dan Retribusi
Pasal 185
(1) Evaluasi rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi
dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan dalam negeri dan Menteri.
(2) Rancangan Perda provinsi mengenai Pajak dan Retribusi yang telah
disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur sebelum
ditetapkan wajib disampaikan kepada menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan Menteri
paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan.
(3) Evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan
Retribusi dilakukan oleh gubernur, menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan Menteri.
(4) Rancangan Perda kabupaten/kota mengenai Pajak dan Retribusi
yang telah disetujui bersama oleh DPRD kabupaten/kota dan
bupati/wali kota sebelum ditetapkan wajib disampaikan kepada
gubernur, menteri
yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri, dan
Menteri paling. Lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal
persetujuan.
(5) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian rancangan Perda
dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan umum,
dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi.
(6) Gubernur melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk menguji kesesuaian
rancangan Perda dengan ketentuan Undang-Undang ini, kepentingan
umum, dan/atau peraturan perundang-undangan lain yang lebih
tinggi.
(7) Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
dan gubernur dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6) berkoordinasi dengan Menteri.
(8) Dalam pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
Menteri melakukan evaluasi dari sisi kebijakan fiskal nasional.
(9) Hasit evaluasi yang telah dikoordinasikan dengan Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat berupa persetujuan atau
penolakan.
(10) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan oleh
menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
kepada gubernur untuk rancangan Perda provinsi dan oleh gubernur
kepada bupati/wali kota untuk rancangan Perda kabupaten/kota
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
diterimanya rancangan Perda dimaksud dengan tembusan kepada
Menteri.
(11) Hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(9) disampaikan dengan disertai a-lasan penolakan.
(12) Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (9), rancangan Perda dimaksud dapat langsung ditetapkan.
(13) Dalam hal hasil evaluasi berupa penolakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (9), rancangan Perda dimaksud dapat diperbaiki oleh
gubernur, bupati/wali kota bersama dengan DPRD yang
bersangkutan, untuk kemudian disampaikan kembali kepada
menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
dan Menteri untuk rancangan Perda provinsi dan kepada gubernur
dan Menteri untuk rancangan Perda kabupaten/kota.
(14) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi
rancangan Perda tentang Pajak dan Retribusi diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 186
(1) Perda yang telah ditetapkan oleh bupati disampaikan kepada menteri
yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan untuk
dilakukan evaluasi.
(2) Menteri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
dalam negeri melakukan evaluasi Perda kabupaten tentang Pajak dan
Retribusi yang telah berlaku untuk menguji kesesuaian antara Perda
dimaksud dengan kepentingan umum, ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, dan kebijakan fiskal nasional.
(3) Dalam hal berdasarkan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) Perda bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan/atau kebijakan
fiskal nasional, Menteri merekomendasikan dilakukannya perubahan
atas Perda dimaksud kepada menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan dalam negeri.
(4) Penyampaian rekomendasi perubahan Perda oleh Menteri kepada
menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Berdasarkan rekomendasi perubahan Perda yang disampaikan oleh
Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam
negeri memerintahkan bupati untuk melakukan perubahan Perda
dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja.
(6) Jika dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja, bupati tidak melakukan
perubahan atas Perda tersebut, menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri menyampaikan rekomendasi
pemberian sanksi kepada Menteri.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi Perda tentang
Pajak dan Retribusi dan pengawasan pelaksanaan Perda mengenai
Pajak dan Retribusi dan aturan pelaksanaannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 187
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
185 dan Pasal 186 oleh Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan
atau pemotongan DAU dan/atau DBH.
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Menteri
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 3
Pemberian Fasilitas Pajak dan Retribusi

Pasal 188
(1) Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,
bupati dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di
daerahnya.
(2) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok
Pajak, pokok Retribusi, dan/atau sanksinya.
(3) Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan
atas permohonan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi atau diberikan
secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan, antara
lain:
a. kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;
b. kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak terkena bencana
alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan
karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari
pembayaran Pajak;
c. untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha
mikro dan ultra mikro;
d. untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mencapai
program prioritas Daerah; dan/atau
e. untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mencapai program
prioritas nasional.
(4) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberitahukan, kepada DPRD dengan melampirkan pertimbangan
Kepala Daerah dalam memberikan insentif fiskal tersebut.
(5) Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (21
ditetapkan dengan Perkada.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.

BAB VII
Penetapan Target Penerimaan Pajak dan Retribusi dalam APBD
Pasal 189
(1) Penganggaran Pajak dan Retribusi dalam mempertimbangkan paling
sedikit:
a. kebijakan makroekonomi Daerah; dan
b. potensi Pajak dan Retribusi.
(2) Kebijakan makroekonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi struktur ekonomi Daerah, proyeksi pertumbuhan
ekonomi Daerah, ketimpangan pendapatan, indeks pembangunan
manusia, kemandirian fiskal, tingkat pengangguran, tingkat
kemiskinan, dan daya saing Daerah.
(3) Kebijakan makroekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a diselaraskan dengan kebijakan makroekonomi regional dan
kebijakan makroekonomi yang mendasari penyusunan APBN.

BAB VIII
Kerahasiaan Data Wajib Pajak
Pasal 190
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala
sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib
Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
Daerah.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan Daerah.
(3) Yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) adalah:
a. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau
ahli dalam sidang pengadilan; dan
b. Pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah
untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara
atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan
dalam bidang Keuangan Daerah.
(4) Untuk kepentingan Daerah, Kepala Daerah berwenang memberikan
izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (21, agar memberikan
keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib
Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
(5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana
atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan hukum acara
pidana dan hukum acara perdata, Kepala Daerah dapat memberikan
izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk
memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib
Pajak yang ada padanya.
(6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus
menyebutkan nama tersangka atau narna tergugat, keterangan yang
diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang
bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

BAB IX
Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi
Pasal 191
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi dapat
diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui APBD.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan
pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

BAB X
Penyidikan
Pasal 192
(1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Hukum
Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah dan Retribusi agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah dan
Retribusi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau
Badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan
Daerah dan Retribusi;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan
Retribusi;
g. menyuluruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang
dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di
bidang perpajakan Daerah dan Retribusi;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan Daerah dan Retribusi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Po1isi Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang mengenai Hukum Acara Pidana.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 193
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2022
tentang Hubungan Keuangan antara Keuangan antara
pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
b. Peraturan Daerah Kabupaten Dompu Nomor 11 Tahun 2019
Tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Nomor 18
tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum;
c. Peraturan Daerah Kabupaten Dompu Nomor 12 Tahun 2019
Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 19 tahun
2011 tentang Retribusi Jasa Usaha;
d. Peraturan Daerah Kabupaten Dompu Nomor 13 Tahun 2019
Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 20 tahun
2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu;
e. Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2011 tentang Retribusi
Jasa Umum;
f. Peraturan Daerah Nomor 19 tahun 2011 tentang Retribusi
Jasa Usaha;
g. Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2011 tentang Retribusi
Perizinan Tertentu;
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 194
Peraturan Bupati dan/ atau Keputusan Bupati sebagai
pelaksanaan atas Peraturan Daerah ini ditetapkan paling lambat
1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 195
Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan daerah ini,
sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan dan/ atau Keputusan Bupati.

Pasal 196
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Kabupaten Dompu.

***

PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU
NOMOR ..... TAHUN 2022
TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

I. UMUM
1. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara dibentuk
dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya berdasarkan
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah
provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas Daerah kabupaten dan
kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai
pemerintahan sendiri. Pemerintah provinsi, kabupaten,
dan kota berhak mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Daerah
dilaksanakan berdasarkan asas otonomi, sedangkan Urusan
Pemerintahan yang bukan merupakan tanggung jawab Pemerintah
Daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas
pembantuan. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan dari tingkat
pusat hingga Daerah merupalan bagian dari kekuasaan
pemerintahan yang berada di tangan Presiden sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sehingga tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut
adanya sinergisme pendanaan atas urusan tersebut dalam rangka
pencapaian tujuan bernegara.
Pembagian Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi
provinsi, kabupaten, dan kota, dan pembagian Urusan
Pemerintahan antar pemerintahan tersebut menimbulkan adanya
hubungan wewenang dan hubungan keuangan. Sesuai dengan
amanat Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun L945, hubungan keuangan, pelayanan umum,
serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-
Undang.
Untuk melaksanakan amanat Pasal 18A ayat (21 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut
disusunlah Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Penyusunan
Undang-Undang ini juga didasarkan pada pemikiran perlunya
menyempurnakan pelaksanaan Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang selama ini
dilakukan berdasarkan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Penyempurnaan implementasi Hubungan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan sebagai
upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang
efisien melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah yang transparan, akuntabel, dan
berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan publik dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan
tersebut, Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat) pilar utama,
yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi
sumber daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui
kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong
peningkatan kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan
fiskal antara Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan
layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan fiskal.

2. Sistem Pajak dan Retribusi


Dalam rangka mengalokasikan sumber daya nasional secara
lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah
untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui
restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan
Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan
harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja.
Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima)
jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu
PBJT. Hal ini memiliki tujuan untuk (i) menyelaraskan Objek Pajak
antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari
adanya duplikasi pemungutan pajak; (ii) menyederhanakan
administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan; (iii) memudahkan
pemantauan pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah; dan (iv)
mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha
dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan. Selain
integrasi pajak-pajak Daerah berbasis konsumsi, PBJT mengatur
perluasan Objek Pajak seperti atas parkir valet objek
rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek
olahraga permainan).
Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen
Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota,
yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen atas PKB dan BBNKB
sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal
tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa
menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan
akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas
penerimaan Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas
penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan
dibandingkan dengan skema bagr hasil. Sementara itu,
penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber
penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan
izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di Daerah. Hal ini
akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih
berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi
APBD akan lebih baik. Opsen Pajak juga mendorong peran Daerah
untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan Daerah baik itu bagi
pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.
Penyederhanaan Retribusi dilakukan melalui rasionalisasi
jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis,
yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi
Perizinan Tertentu. Lebih lanjut, jumlah atas jenis Objek Retribusi
disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan
belas) jenis pelayanan. Rasionalisasi tersebut memiliki tujuan agar
Retribusi yang akan dipungut Pemerintah Daerah adalah Retribusi
yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya
pemungutan dan biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu,
rasionalisasi dimaksudkan untuk mengurangi beban masyarakat
dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi kewajiban
Pemerintah Daerah. Rasionalisasi juga sejalan dengan
implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentatg
Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan berusaha, iklim
investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan penciptaan
lapangan kerja yang lebih luas.
Penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja dilakukan melalui pemberian kewenangan
kepada Pemerintah untuk meninjau kembali tarif Pajak Daerah
dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong
perkembangan investasi di Daerah. Pemerintah dapat
menyesuaikan tarif Pajak dan Retribusi dengan penetapan tarif
yang berlaku secara nasional, serta melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang
menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.

3. TKD
TKD sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah ditujukan
untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan Daerah
(vertikal) dan ketimpangan fiskal antar-Daerah (horizontal),
sekaligus mendorong kinerja Daerah dalam mewujudkan
pemerataan pelayanan publik di seluruh Daerah. TKD meliputi
DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan,
serta Dana Desa.
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengurangi
ketimpangan fiskal dan kesenjangan pelayanan antar-Daerah,
pengelolaan TKD akan mengedepankan kinerja sehingga dapat
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan di Daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab Daerah
dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan
disiplin. Untuk itu, DBH dialokasikan berdasarkan realisasi
penerimaan negara yang dibagihasilkan satu tahun sebelumnya
dalam rangka memberikan kepastian penerimaan bagi Daerah.
Selain itu, pengalokasian DBH akan memperhitungkan kinerja
Daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang
dibagihasilkan ataupun perbaikan lingkungan yang terdampak
akibat aktivitas eksploitasi.
Reformulasi pengalokasian DAU dilakukan melalui
penghitungan kebutuhan fiskal berdasarkan pada unit cost dan
target layanan, serta penghitungan kapasitas fiska1 sesuai dengan
potensi pendapatan Daerah sehingga lebih mencerminkan
kebutuhan dan kapasitas fiscal secara riil. Selain pada aspek
pengalokasian, reformulasi DAU dilakukan pada aspek
penggunaan yang ditujukan untuk mendorong kinerja pencapaian
pelayanan dasar masyarakat. Sementara itu, DAK akan lebih
difokuskan pada upaya mendukung Daerah dalam pencapaian
prioritas nasional dengan berdasarkan pada target kinerja,
sekaligus menjaga pemerataan serta keseimbangan tingkat
layanan antar-Daerah.
TKD juga memasukkan dana transfer yang diatur dalam
peraturan perundangan lainnya, yaitu Dana Otonomi Khusus
Aceh, Papua, dan Papua Barat, Dana Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Yograkarta, dan Dana Desa. Hal ini dimaksudkan
untuk menggabungkan dana-dana tersebut dalam taksonomi TKD
secara utuh, sekaligus melakukan penguatan dalam rangka
mendorong proses alokasi yang lebih tepat, transparan, dan
akuntabel, serta mendorong perbaikan kinerja layanan masyarakat
melalui penerapan target kinerja.
Pemerintah juga dapat memberikan insentif fiskal tertentu
kepada Daerah tertentu, sebagai bentuk penghargaan dan
sekaligus merangsang kinerja Daerah dalam pengelolaan
Keuangan Daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan
dasar publik, dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Yang dimaksud “Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur
kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas
raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenisnya”
adalah jalur rel yang digunakan sebagai infrastruktur
perhubungan untuk moda berbasis rel dimaksud, tidak
termasuk area lain pada stasiun seperti kantor, gedung
parkir, lounge, fasilitas makan/minum, dan fasilitas
hiburan di stasiun
Huruf h Cukup jelas
Huruf i Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Pasal 10 Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12 Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (7) Perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu
antara lain waris atau hibah wasiat yang berlaku pada
kebudayaan dan adat istiadat di Daerah tertentu di mana
tanah/bangunan yang diperoleh tidak dapat atau harus
diwariskan kembali.
Ayat (8) Cukup jelas
Pasal 14 Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Huruf a Contoh Penjualan dan/atau penyerahan Makanan dan/atau
Minuman:
1. Toko roti A melakukan penjualan roti dan minuman
kepada konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain
(pabrik roti), kemudian didistribusikan melalui Toko Roti
A untuk di jual kepada konsumen. Toko Roti A tidak
menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan makan di
lokasi penjualan. Oleh karena itu, Toko Roti A tidak
memenuhi kriteria Restoran, sehingga atas penjualan roti
dan minuman yang dilakukan tidak terutang PBJT,
melaikan merupakan objek pajak pertambahan nilai.
2. Toko Roti dengan merek dagang B pada Mal X di Kota Z
melakukan penjualan roti dan minuman kepada
konsumen. Roti diproduksi dari tempat lain (pabrik roti),
kemudian didistribusikan melalui Toko Roti B untuk di
jual kepada konsumen. Untuk meningkatkan pelayanan
kepada konsumen, Toko Roti B menyediakan meja dan
kursi kepada konsumen untuk menyanap di tempat.
Oleh karena itu, toko roti dimaksud merupakan Restoran
sehingga atas penjualan roti dan minuman yang
dilakukan terutang PBJT bukan objek pajak
pertembahan nilai.
3. Toko Roti dengan merek dagang B pada Pusat Pertokoan
Y di Kota Z melakukan produksi (proses pembutan dan
pengolahan bahan menjadi roti) sekaligus penjualan roti
kepada konsumen. Toko dimaksud hanya melakukan
pembuatan dan penjualan langsung kepada konsumen
tampa menyediakan meja, kursi, dan/atau peralatan
makan di lokasi penjualan. Olej karena itu, Toko Roti
dimaksud tidak memenuhi kriteria Restoran sehingga
atas penjualan roti dan minuman yang dilakukan tidak
terutang PBJT, melaikan merupakan objek pajak
pertambahan nilai. Dengan demikian, meskipun atas
toko riti yang memiliki merek dagang yang sama, dapat
terjadi perbedaan perlakuan perpajakan, bergantung
pada pelayanan riil toko roti apakah hanya menjual
(didtribusi) atau memberikan pelayanan selayaknya
Restoran.
Huruf b Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Cukup jelas
Huruf h Cukup jelas
Huruf i Cukup jelas
Huruf j Yang dimaksud dengan “tempat tinggal pribadi yang
difungsikan sebagai hotel” adalah rumah, apartemen, dan
kondominium yang disediakan sebagai jasa akomodasi
selayaknya akomodasi hotel, tetapi tidak termasuk bentuk
persewaan (kontrak) jangka panjang (lebih dari satu bulan)
Huruf k Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Yang dimaksud dengan “pesewaan ruangan untuk
diusahakan di hotel” adalah ruangan yang disewa oleh
pelaku usaha untuk menyelenggarakan kegiatan usaha
seperti kantor, toko, atau mesin anjungan tunai mandiri
(ATM) di dalam hotel)
Pasal 21 Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Huruf a Cukup jelas
Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Huruf d Cukup jelas
Huruf e Cukup jelas
Huruf f Cukup jelas
Huruf g Cukup jelas
Huruf h Yang dimaksud dengan “permainan ketangkasan” adalah
bentuk permainan yang berada di dalam kawasan area
dan/atau taman bermain yang di pungut bayaran, baik
yang berada di dalam ruangan maupun di luar ruangan
seperti permainan din-dong, lempar bola ke dalam
keranjang, paintball, dan sebagainya.
Huruf i Yang dimaksud dengan “olahraga permainan” adalah bentuk
persewaan ruang dan alat olahraga seperti tempat
kebugaran (fitness center), lapangan futsal, lapangan tenis,
kolam renang, dan sebainya yang dikenakan bayaran atas
penggunaannya.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Penjualan atau penyerahan barang dan jasa tertentu oleh
Wajib Pajaktermasuk penyediaan akomodasi yang
dipasarkan oleh pihak ketiga berupa tempat tinggal yang
difungsikan sebagai hotel. Dalam kondisi dimaksud, yang
menjadi Wajib Pajak PBJT adalah pemilik atau pihak yang
menguasai tempat tinggal, yang menyerahkan jasa
akomodasi kepada konsumen akhir, bukan penyedia jasa
pemasaran atau pengolahan melalui platform digital
Pasal 24 Cukup jelas
Pasal 25 Cukup jelas
Pasal 26 Cukup jelas
Pasal 27 Cukup jelas
Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31 Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemamfaatan” adalah kegiatan
penggunaan Air Tanah di sumbernya tanpa dilakukan
pengambilan.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 33 Cukup jelas
Pasal 34 Cukup jelas
Pasal 35 Cukup jelas
Pasal 36 Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Cukup jelas
Pasal 40 Cukup jelas
Pasal 41 Cukup jelas
Pasal 42 Cukup jelas
Pasal 43 Cukup jelas
Pasal 44 Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
Pasal 46 Cukup jelas
Pasal 47 Cukup jelas
Pasal 48 Cukup jelas
Pasal 49 Cukup jelas
Pasal 50 Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (7) Cukup jelas
Ayat (8) Penambahan jenis Retribusi misalnya adalah
pelayanan pengendalian perkebunan kelapa sawit.
Ayat (9) Cukup jelas
Pasal 52 Cukup jelas
Pasal 53 Cukup jelas
Pasal 54 Cukup jelas
Pasal 55 Cukup jelas
Pasal 56 Cukup jelas
Pasal 57 Cukup jelas
Pasal 58 Cukup jelas
Pasal 59 Cukup jelas
Pasal 60 Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tempat umum lainnya”
dalam ketentuan ini adalah tempat yang dapat
digunakan oleh masyarakat umum dan dikelola oleh
pemerintah daerah.
Pasal 62
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan sampah organik adalah
sampah yang mudah membusuk dan mudah
diuraikan oleh mikroba seperti sisa makanan,
sayuran dan daun-daun kering. Sedangkan
sampah non organik adalah sampah yang tidak
bisa diuraikan oleh mikroba dan tidak mudah
membusuk seperti kaleng, plastik, botol, dan
sejenisnya.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan volume sampah sulit
diukur dalam ketentuan, ini adalah volume
sampah dapat ditaksir dengan berbagai
pendekatan, yaitu diukur dengan
menggunakan pendekatan jenis dan fungsi
bangunan rumah, rumah tangga, perdagangan
dan industri.
Pasal 63 Cukup jelas
Pasal 64 Cukup jelas
Pasal 65 Cukup jelas
Pasal 66 Cukup jelas
Pasal 67 Cukup jelas
Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Cukup jelas
Pasal 70 Cukup jelas
Pasal 71 Cukup jelas
Pasal 72 Cukup jelas
Pasal 73 Cukup jelas
Pasal 74 Yang dimaksud dengan Kios Kelas A dalam
ketentuan ini adalah kios milik Pemerintah
Kabupaten Dompu yang berada di lokasi pasar
yang dibangun dikompleks bisnis moderen
(Mall, Pusat Pertokoan, Square).
Yang dimaksud dengan kios Kelas B dalam
ketentuan ini adalah kios milik Pemerintah
Kabupaten Dompu yang dibangun diluar
kompleks bisnis moderen (Mall, Pusat
Pertokoan, Square).

Pasal 75 Cukup jelas


Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77 Cukup jelas
Pasal 78 Cukup jelas
Pasal 79 Cukup jelas
Pasal 80 Cukup jelas
Pasal 81 Cukup jelas
Pasal 82 Cukup jelas
Pasal 83 Cukup jelas
Pasal 84 Cukup jelas
Pasal 85 Cukup jelas
Pasal 86 Cukup jelas
Pasal 87 Cukup jelas
Pasal 88 Cukup jelas
Pasal 89 Cukup jelas
Pasal 90 Cukup jelas
Pasal 91 Cukup jelas
Pasal 92 Cukup jelas
Pasal 93 Cukup jelas
Pasal 94 Cukup jelas
Pasal 95 Cukup jelas
Pasal 96 Cukup jelas
Pasal 97 Cukup jelas
Pasal 98 Cukup jelas
Pasal 99 Cukup jelas
Pasal 100 Cukup jelas
Pasal 101 Cukup jelas
Pasal 102 Cukup jelas
Pasal 103 Cukup jelas
Pasal 104 Cukup jelas
Pasal 105 Cukup jelas
Pasal 106 Cukup jelas
Pasal 107 Cukup jelas
Pasal 108 Cukup jelas
Pasal 109 Cukup jelas
Pasal 110 Cukup jelas
Pasal 111 Cukup jelas
Pasal 112 Cukup jelas
Pasal 113 Cukup jelas
Pasal 114 Cukup jelas
Pasal 115 Cukup jelas
Pasal 116 Cukup jelas
Pasal 117 Cukup jelas
Pasal 118 Cukup jelas
Pasal 119 Cukup jelas
Pasal 120 Cukup jelas
Pasal 121 Cukup jelas
Pasal 121 Cukup jelas
Pasal 123 Cukup jelas
Pasal 124 Cukup jelas
Pasal 125 Cukup jelas
Pasal 126 Cukup jelas
Pasal 127 Cukup jelas
Pasal 128 Cukup jelas
Pasal 129 Cukup jelas
Pasal 130 Cukup jelas
Pasal 131 Cukup jelas
Pasal 132 Cukup jelas
Pasal 133 Cukup jelas
Pasal 134 Cukup jelas
Pasal 135 Cukup jelas
Pasal 136 Cukup jelas
Pasal 137 Cukup jelas
Pasal 138 Cukup jelas
Pasal 139 Cukup jelas
Pasal 140 Cukup jelas
Pasal 141 Cukup jelas
Pasal 142 Cukup jelas
Pasal 143 Cukup jelas
Pasal 144 Cukup jelas
Pasal 145 Cukup jelas
Pasal 146 Cukup jelas
Pasal 147 Cukup jelas
Pasal 148 Cukup jelas
Pasal 149 Cukup jelas
Pasal 150 Cukup jelas
Pasal 151 Cukup jelas
Pasal 152 Cukup jelas
Pasal 153 Cukup jelas
Pasal 154 Cukup jelas
Pasal 155 Cukup jelas
Pasal 156 Cukup jelas
Pasal 157 Cukup jelas
Pasal 158 Cukup jelas
Pasal 159 Cukup jelas
Pasal 160 Cukup jelas
Pasal 161 Cukup jelas
Pasal 162 Cukup jelas
Pasal 163 Cukup jelas
Pasal 164 Cukup jelas
Pasal 165 Cukup jelas
Pasal 166 Cukup jelas
Pasal 167 Cukup jelas
Pasal 168 Cukup jelas
Pasal 169 Cukup jelas
Pasal 170 Cukup jelas
Pasal 171 Cukup jelas
Pasal 172 Cukup jelas
Pasal 173 Cukup jelas
Pasal 174 Cukup jelas
Pasal 175 Cukup jelas
Pasal 176 Cukup jelas
Pasal 177 Cukup jelas
Pasal 178 Cukup jelas
Pasal 179 Cukup jelas
Pasal 180 Cukup jelas
Pasal 181 Cukup jelas
Pasal 182 Cukup jelas
Pasal 183
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) Kondisi Wajib Pajak atau Wajib Retribusi antara lain
adalah kemampuan membayar Wajib Pajak atau Wajib
Retribusi atau tingkat likuiditas Wajib Pajak atau Wajib
Retribusi.
Kondisi objek Pajak antara lain adalah lahan pertanian
yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang
ditempati Wajib Pajak atau Wajib Retribusi dari
golongan tertentu, dan nilai objek Pajak sampai dengan
batas tertentu.
Pasal 184 Cukup jelas
Pasal 185 Cukup jelas
Pasal 186 Cukup jelas
Pasal 187 Cukup jelas
Pasal 188 Cukup jelas
Pasal 189 Cukup jelas
Pasal 190 Cukup jelas
Pasal 191 Cukup jelas
Pasal 192 Cukup jelas
Pasal 193 Cukup jelas
Pasal 194 Cukup jelas
Pasal 195 Cukup jelas
Pasal 196 Cukup jelas

Anda mungkin juga menyukai