Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643

Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165


https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
JUDUL ARTIKEL
KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN GAMBUT
DI DESA TUMBANG BULAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU
(Type of Composition and Structure of Vegetation in Peat Swamp Forest In Tumbang
Bulan Village Sebangau National Park)

Setiarno1, Laksana Atyasa1, Muhammad Luthfi S.2


1
Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya
2
IAIN Palangka Raya

Diterima : 29 Agustus 2022


Direvisi : 13 September 2022
Disetujui : 3 Oktober 2022

ABSTRACT

Landfire is one of the main factor of peat forest degradation. This work aims to look for
species composition, vegetation structure and post-fire species diversity. This research is
situated in peat forest area at administrative zone of Desa Tumbang Bulan, around
Sebangau National Park of Central Kalimantan being burned in 2015. The research is
conducted using quadratic plot. The observed parameter include the spesies composition
of stand structure and its ecology characteristics, i.e. Diversity Index, Richness Index,
Evenness Index, and Similarity Index. The result showed the vegetation species in
research site are 101 species classified to 52 family which spread in many levels, i.e.
seedling, sapling, pole, tree and bottom plant. Pandanus sp. and Combretocarpus
rotundatus are among the species of tree and bottom plant habitat with the highest NPJ.
The index diversity, species richness, and evenness of this habitat range from low to high
index value, while the inter-site and inter-growth level of community similarity are low
in general. The horizontal stand structure in research site had different exposed diameter
that resemble upside down of "J" curve and concentrated on 10-<20 cm class diameter.

Kata kunci (Keywords): Peat Swamp Forest, species composition, vegetation structure,
growth.

PENDAHULUAN berupa hutan rawa gambut tropis.


Taman Nasional adalah kawasan Kawasan TNS mempunyai tiga fungsi
pelestarian alam, yakni kawasan yang utama, yakni fungsi perlindungan sistem
memiliki ekosistem asli, dikelola dengan penyangga kehidupan, fungsi
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk pengawetan keanekaragaman jenis
penelitian, ilmu pengetahuan, tumbuhan dan satwa liar, serta fungsi
pendidikan, menunjang budidaya, pemanfaatan secara lestari sumber daya
pariwisata, dan rekreasi (Undang- alam hayati dan ekosistemnya.
Undang Nomor 5 Tahun 1990). Taman Kawasan TNS sebagian besar
Nasional Sebangau (TNS) merupakan bentuk penutupan lahannya merupakan
salah satu bagian kawasan hutan hutan rawa gambut. Kawasan ini pernah
konservasi dengan tipe ekosistem utama mengalami insiden kebakaran. Balai

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 153


Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

Taman Nasional Sebangau (2017), Provinsi Kalimantan Tengah. Secara


bahwa sampai dengan tahun 2015 di geografis kawasan penelitian terletak
kawasan Sebangau telah terjadi beberapa pada koordinat 1°54’ – 3°08’ Lintang
insiden kebakaran besar yaitu pada tahun Selatan dan 113°20’ – 114°03’ Bujur
1992, 1994, 1997, 2002, 2009, 2014, dan Timur.
2015. Kebakaran tahun 2015 merupakan
yang terbesar selama beberapa tahun Bahan dan Alat
terakhir dengan luas ±16.506,44 ha. Bahan yang digunakan dalam
Menurut Soerianegara dan penelitian adalah tumbuhan
Indrawan (1988) jika hutan hujan tropis dasar/tumbuhan bawah dan tegakan
termasuk didalamnya hutan gambut hutan (semai, pancang, tiang, dan pohon)
mengalami kerusakan/deforestasi oleh pada sebagian areal tidak terbakar
alam atau manusia maka akan terjadi gambut dangkal, areal bekas terbakar
suksesi sekunder. Salah satu pemantik tahun 2015 yang sudah direforestasi, dan
kerusakan tersebut adalah kebakaran areal bekas terbakar tahun 2015 yang
yang terjadi di sebagian kawasan TNS mengalami suksesi alami.
termasuk di Desa/Resort Sungai Bulan Alat yang digunakan antara lain
pada tahun 2015. Gangguan habitat peta TNS, GPS (Global Position System),
akibat insiden tersebut dapat kompas Suunto, Parang, diameter tape
mengakibatkan perubahan komposisi (phi band), roll meter 30 m, tali nilon, tali
jenis dan struktur vegetasi/tegakan yang raffia, patok penanda, blangko
selanjutnya akan berdampak pada pengukuran (tally sheet), kertas label,
keanekaragaman spesies tumbuhan. buku pengenal vegetasi, alat tulis,
Sejauh ini data dan informasi terkini kamera, serta Lap top dengan software
mengenai komposisi jenis dan struktur Microsoft office exel 2010 dan Minitab
vegetasi pasca terbakar 2015 di tapak ini 16.
masih terbatas. Karena itu
mengumpulkan data komposisi jenis, Metode Pengumpulan Data
struktur tegakan, dan karakter ekologi Pencuplikan data dengan petak-
lainnya pasca terbakar tahun 2015 petak contoh dilakukan pada 3 (tiga)
merupakan sebagai informasi dasar lokasi/tapak yang berbeda. Tapak
tambahan yang dapat dipertimbangkan tersebut yakni areal belum terbakar
dalam pengelolaan suatu tapak gambut dangkal (BGD), areal gambut
khususnya TNS. bekas terbakar tahun 2015 yang sudah
Penelitian ini bertujuan untuk direforestasi (TRF), dan areal gambut
mengetahui komposisi jenis, struktur bekas terbakar tahun 2015 yang dengan
vegetasi, dan keanekaragaman jenis suksesi alami (TSA).
tumbuhan pasca terbakar tahun 2015 di Analisis vegetasi dalam plot
Desa Tumbang Bulan, kawasan Taman pengambilan dilakukan dengan
Nasional Sebangau. menggunakan metode kombinasi yang
diletakan secara sistematis. Jumlah jalur
METODOLOGI PENELITIAN yang digunakan untuk pengukuran
Waktu dan Lokasi Penelitian sebanyak 6 (enam) jalur. Jalur
Pengambilan data dilakukan pada pengamatan dibuat dengan panjang 1.000
bulan Januari 2019 di bagian kawasan m untuk di tapak BGD dan TSA serta
Taman Nasional Sebangau yang 500 m pada tapak TRF, masing-masing
termasuk ke dalam wilayah Desa dibuat 2 (dua) jalur. Pada areal hutan
Tumbang Bulan, Kabupaten Sebangau BGD dan TSA, jalur dibuat sepanjang

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 154


Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
1.000 m dan lebar 20 m dengan interval NPJ = Kr + Fr + Dr (untuk tumbuhan
antar petak 100 m. Sedangkan pada tingkat pohon dan tiang)
tapak TRF, jalur dibuat sepanjang 500 m NPJ = Kr + Fr (untuk tumbuhan tingkat
dan lebar 20 m dengan interval antar pancang, semai, dan tumbuhan
petak 50 m. bawah).
Pengumpulan data vegetasi
dilakukan pada suatu plot yang dibagi b. Indeks Keanekaragaman Jenis.
menjadi subplot menggunakan plot Nilai indeks keanekaragaman jenis
bertingkat/menyarang (nested plot). dinyatakan berdasarkan indeks Shannon-
Nested plot dibuat dengan ukuran 20 m x Wiener yang dihitung dengan mengacu
20 m untuk pengumpulan data vegetasi pada Mazawin dan Subiakto (2013):
tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat
tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang
dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai dan
tumbuhan bawah.
Kriteria tingkat pertumbuhan
mengacu pada SNI 7724:2011 (Badan
Standarisasi Nasional/BSN, 2011). Keterangan:
Karakter individu tumbuhan yang H' = Indeks keanekaragaman
diamati dan diukur dalam setiap plot N = Jumlah individu seluruh jenis
yaitu jenis dan diameter untuk tumbuhan ni = Jumlah individu jenis ke-i
tingkat tiang dan pohon sedangkan untuk ln = Logaritma natural
tingkat pancang, semai dan tumbuhan s = Jumlah jenis dalam komunitas
bawah yakni jenis dan jumlah individu
masing-masing jenis. Pencatatan nama Terdapat tiga kriteria dalam
jenis tumbuhan diawali dengan nama analisis indeks keanekaragaman jenis
daerah setempat (Tumbang Bulan) (H’) yakni jika nilai H’< 2,0 maka
melalui pengenal jenis tumbuhan. termasuk dalam kategori rendah, nilai 2
Sedangkan identifikasi spesies tumbuhan <H’<3 maka termasuk dalam kategori
atau nama ilmiahnya dilakukan dengan sedang, dan akan dimasukan dalam
melakukan cek silang dengan beberapa kategori baik jika H’>3 (Magurran,
pustaka. Pustaka yang digunakan untuk 2004).
indentifikasi spesies antara lain Thomas
(2014). c. Indeks Kekayaan Jenis. Kekayaan
jenis adalah jumlah jenis dalam suatu
Analisis Data luasan area tertentu. Rumus yang
Data vegetasi dianalisis dengan digunakan untuk mengetahui Indeks
perhitungan Nilai Penting Jenis (NPJ) Kekayaan Jenis yaitu dengan
termasuk karakter ekologi lainnya yakni menggunakan Indeks Margalef
Indeks Keanekaragaman jenis, Indeks (Magurran, 2004) yaitu:
kekayaan jenis, Indeks kemerataan, dan
Indeks kesamaan komunitas. s−1
R=
Ln(N)
a. Nilai Penting Jenis. Perhitungan
Nilai Penting Jenis (NPJ) mengacu Keterangan :
rumus Soerianegara dan Indrawan R = Indeks kekayaan jenis
(1998). NPJ diperoleh dari persamaan S = Jumlah jenis yang teramati
sebagai berikut : N = Jumlah total individu semua jenis
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 155
Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

ln = Logaritma natural

Besaran R<3,5 menunjukkan


kekayaan jenis tergolong rendah, R Keterangan :
antara 3,5 – 5,0 tergolong kekayaan jenis IS = Indeks kesamaan
sedang, dan R>5,0 tergolong tinggi A = Jumlah Nilai Penting Jenis dari
(Magurran, 2004). komunitas A
B = Jumlah Nilai Penting Jenis dari
d. Indeks Kemerataan/Keseragaman komunitas B
Konsep kemerataan atau W = Nilai Penting Jenis yang lebih kecil
keseragaman (ekuitabilitas) ini atau sama dari dua jenis yang
menunjukkan derajat kemerataan berpasangan, yang ditemukan pada
kelimpahan individu antar spesies. kedua komunitas.
Dalam artian lain indeks ini
menggambarkan perataan penyebaran f. Struktur Tegakan Horizontal
individu dari spesies yang menyusun Struktur tegakan dapat dianalisis
komunitas. dengan membuat hubungan antara kelas
Analisis kemerataan (ekuitabilitas) diameter (cm) dengan kerapatan pohon
atau keseimbangan antar jenis dilakukan menggunakan software Curve Expert.
dengan menggunakan rumus yang Kerapatan pohon diletakkan pada sumbu
dikemukakan oleh Pielou (1966) dalam y, sedangkan kelas diameter sebagai
Bismark (2011) sebagai berikut: absis.
Kelas diameter yang digunakan
H′
E= untuk membuat grafik struktur tegakan
Ln(S) yaitu, sebaran kelas diameter 10 – <20
cm, 20 – <30 cm, 30 – <40 cm, 40 - <50
Keterangan : cm, 50 – <60 cm, 60 – <70 cm, 70 – <80
E = Indeks kemerataan cm, dan 80 cm up.
H' = Indeks keanekaragaman jenis
S = Jumlah jenis yang teramati HASIL DAN PEMBAHASAN
Besaran E<0,3 menunjukkan Komposisi Jenis
kemerataan tergolong rendah, E antara Komposisi merupakan penyusun
0,3 – 0,6 menunjukkan kemerataan suatu tegakan yang meliputi jumlah
tergolong sedang, dan E >0,6 jenis/suku ataupun banyaknya individu
menunjukkan kemerataan tergolong dari suatu jenis pohon. Berdasarkan
tinggi (Magurran, 1988 dalam Hilwan, kondisi di lokasi penelitian individu jenis
dkk., 2012). terdistribusi dalam berbagai tingkatan
dan habitus, namun tidak semua jenis
e. Indeks Kesamaan. Indeks kesamaan ditemukan pada seluruh tingkatan
menyatakan derajat kesamaan komposisi vegetasi dan tumbuhan bawah.
jenis yang dimiliki oleh dua komunitas Kekayaan spesies yang
yang dibandingkan. Untuk mengetahui terindentifikasi dalam penelitian pada
koefisien kesamaan komunitas tiga tapak (BGD, TSA, dan TRF) di hutan
digunakan rumus sebagai berikut gambut Desa Tumbang Bulan adalah
(Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974): sebanyak 101 jenis tergolong dalam 52
suku (total luas plot contoh 2,4 ha).
Spesies tersebut tersebar pada berbagai

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 156


Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
tingkatan baik semai, pancang, tiang, dan rekayasa lingkungan. Kenfack dkk.
pohon juga tumbuhan bawah. (2014), tingkat keragaman jenis suatu
Keragaman spesies yang ditemukan di vegetasi merupakan hasil dari proses
lokasi penelitian lebih rendah ekofisiologis yang dinamis dan korelasi
dibandingkan dengan penelitian- dengan kondisi iklim setempat, kondisi
penelitian lain (Page et al., 1999 dan hara, rentang toleransi jenis, faktor
Sidiyasa, 2012). Hasil penelitian Page et biogeografi (Lee, dkk., 2002) atau
al. (1999) mendapatkan spesies sebaran jenis dan variasi kondisi ekologi
sebanyak lebih dari 100 spesies di hutan. Kimmins (1987), bahwa variasi
wilayah Sebangau Kalimantan Tengah. komposisi jenis vegetasi dalam suatu
Menurut Sidiyasa (2012), spesies yang komunitas dipengaruhi oleh fenologi
ditemukan sebanyak 124 spesies yang tumbuhan dan natalitas.
terdiri atas 70 marga dan 36 suku di hutan Keberhasilannya menjadi individu baru
rawa gambut Tuanan dan Katunjung, dipengaruhi oleh fertilitas yang berbeda
Provinsi Kalimantan Tengah. Studi setiap spesies sehingga terdapat
(Rose et al., 2011), bahwa keragaman perbedaan komposisi masing-masing
spesies hutan rawa gambut di Asia komunitas.
Tenggara sangat tinggi mencapai 1.524 Ada dua (dua) spesies yang selalu
spesies tumbuhan. Selanjutnya terdata dalam tapak penelitian. Jenis
disebutkan spesies tumbuhan tersebut tersebut adalah tumih (Combretocarpus
tersebar di Indonesia, Malaysia, rotundatus) dan galam merah (Syzygium
Thailand, dan Brunei. nemestrinum). Jika menelisik dari
Komposisi jenis tumbuhan di sejumlah penelitian, ada dikemukakan
lokasi selain Taman Nasional Sebangau bahwa Combretocarpus rotundatus
juga sangat beragam. Studi keragaman merupakan jenis utama pada hutan rawa
jenis tumbuhan pada hutan rawa gambut gambut termasuk di hutan gambut
terdegradasi di Riam Berasap, Kalimantan. (Page et al., 1999; Page &
Kalimantan Barat, menemukan sebanyak Waldes, 2008; Sidiyasa, 2012; Major, et
108 jenis pada tiga tipe penutupan lahan, al., 2013; Blackman et al., 2014;
yakni > 10 tahun setelah penebangan Mirmato, 2010 dalam Qirom dan Nurul,
(low), 5 – 10 tahun setelah penebangan 2019).
(intermediate), dan hutan terdegradasi Dominansi Jenis
(areal terbuka atau bekas kebakaran) Dominansi jenis menunjukkan
(Astiani, 2016 dalam Qirom, dkk., 2019). jenis-jenis tumbuhan yang berperan
Komposisi jenis vegetasi di tapak penting dalam suatu komunitas. Dalam
penelitian (BGD, TSA, dan TRF) artian lain dominansi suatu jenis
bervariasi. Pada tapak BGD tercatat menggambarkan tingkat dominansinya
sebanyak 81 jenis vegetasi di seluruh suatu jenis terhadap jenis-jenis lain dalam
tingkat pertumbuhan, pada tapak TSA suatu komunitas dan dapat dilihat dari
diperoleh 9 (sembilan) jenis, sedangkan ukuran Nilai Penting Jenis (NPJ).
di tapak TRF tercatat sebanyak 11 jenis. Penguasan spesies tertentu dalam suatu
Mencermati data tersebut, bahwa jumlah komunitas apabila spesies yang
jenis yang ditemukan di tapak BGD bersangkutan berhasil menempatkan
dengan di tapak TSA dan TRF memiliki sebagian besar sumber daya yang ada
perbedaan yang sangat mencolok. dibandingkan dengan spesies yang
Perbedaan ini dimungkinkan terjadi lainnya (Sharjo dan Cornelio, 2011).
karena adanya perbedaan kondisi tempat
tumbuh, intesitas kebakaran maupun

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 157


Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

Tabel 1 memperlihatkan spesies Mencermati data Tabel 2, bahwa


yang paling dominan (NPJ tertinggi) di jenis Combretocarpus rotundatus
lokasi penelitian. Memperhatikan tabel mempunyai NPJ konsisten yakni
tersebut, jenis tumih hampir mempunyai tertinggi di setiap tapak penelitian
nilai tertinggi pada semua tapak (BGD, terutama pada tingkat pohon. Hal ini
TSA, dan TRF) dan tingkat membuktikan bahwa jenis tersebut
pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan paling tinggi daya adapatasinya dengan
bahwa jenis tersebut memiliki segala perubahan lingkungan sekitarnya.
kemampuan beradaptasi lebih baik Lubis (2009), bahwa suatu jenis vegetasi
terhadap kondisi lingkungannya. dapat mempengaruhi kestabilan
Soerianegara dan Indrawan (1988), suatu ekosistem karena sifat dominan dari jenis
jenis dominan dalam komunitas jika jenis lainnya. Jenis yang mempunyai NPJ
tersebut berhasil memanfaatkan sebagian paling besar berarti mempunyai peranan
besar sumber daya yang ada untuk yang paling penting di dalam kawasan
pertumbuhan hidupnya dibanding tersebut.
dengan jenis yang lain. Pernyataan NPJ tertnggi pada tapak TSA dan
serupa dikemukakan Mawazin dan TRF untuk vegetasi tingkat pohon dan
Subiakto (2013), bahwa jenis yang tiang ditempati Combretocarpus
dominan adalah jenis yang dapat rotundatus, walaupun areal hutan
memanfaatkan lingkungan yang tersebut telah mengalami kebakaran.
ditempati secara efisien dibanding jenis Keadaan ini mengindikasikan,
lain dalam tempat yang sama. Combretocarpus rotundatus memiliki
NPJ tertinggi di tapak BGD tingkat adaptasi yang tinggi terhadap
dikuasai oleh jenis Pandanus sp. kondisi lahan gambut terbakar ataupun
(132,73%) yang merupakan tumbuhan maupun lahan gambut pasca terbakar.
bawah, sedangkan NPJ terendah adalah Hal ini membuktikan bahwa jenis
jenis Tetractomia tetrandum sebesar vegetasi ini memiliki daya regenerasi
17,19% sebagai tumbuhan tingkat yang cukup tinggi. Dominansi tumbuhan
pancang. Hal ini menggambarkan ini disebabkan adanya kelimpahan
tumbuhan bawah tersebut pada areal tumbuhan, sebaran tumbuhan pada lokasi
BGD terindikasi memiliki tingkat penelitian dan penguasaan ruang oleh
adaptasi yang lebih tinggi terhadap jenis tumbuhan tsersebut. Sejalan dengan
lingkungan sehingga dapat berkembang hal tersebut Kusmana dan Susanti (2015),
dengan baik yang selanjutnya bahwa dominannya suatu jenis tumbuhan
mendominasi di areal tersebut. disebabkan oleh kemampuannya yang
Jenis Combretocarpus rotundatus lebih baik dalam memanfaatkan sumber
pada areal TSA untuk tingkat pohon daya yang ada dibandingkan dengan
memiliki NPJ teringgi (257,89%), jenis-jenis yang lain.
sebaliknya pada tingkat pancang NPJ Keberhasilan setiap jenis untuk
Combretocarpus rotundatus menduduki mengokupasi suatu areal dipengaruhi
peringkat terendah (NPJ = 73,33%). oleh kemampuannya beradaptasi secara
Kemudian di tapak TRF, untuk tingkat optimal terhadap seluruh faktor
pohon NPJ dengan peringkat tertinggi lingkugan (cahaya, temperatur, struktur
juga diisi jenis Combretocarpus tanah, kelembapan, dan lain-lain), faktor
rotundatus (NPJ = 247,90%), sedangkan biotik (interaksi antar jenis, kompetisi,
jenis dengan NPJ terendah diduduki jenis parasitisme) dan faktor kimia yang
Stenochlaena palustri sebesar 76,76% meliputi ketersediaan air, oksigen, pH,
berasal dari komunitas tumbuhan bawah. nutrisi dalam tanah dan lain-lain yang

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 158


Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
saling berinteraksi (Krebs dan sebaliknya. Walter (1971), di dalam
Loeschcke, 1994). lingkungan yang tidak menunjukkan
Dinyatakan Saito dkk., (2005), faktor khusus, maka komunitas yang
tumih dapat diklasifikasikan sebagai menduduki lingkungan yang
jenis yang cepat tumbuh dan toleran bersangkutan akan menunjukkan tingkat
terhadap kondisi kering dan terbuka. keanekaragaman jenis yang tinggi.
Karakteristik ini sangat penting untuk Odum (1993), keanekaragaman jenis
menghindari persaingan dengan liana, cenderung memuncak pada tingkat
jenis paku/ pakis sehingga jenis ini sesuai permulaan dan pertengahan dari tingkat
untuk mengawali penanaman dalam suksesi kemudian menurun pada tingkat
usaha rehabilitasi hutan rawa gambut klimaks. Dengan demikian bila
pada lahan terganggu. membandingkan keragaan nilai indeks
keanekaragamannya, menunjukkan pola
Indeks Keanekaragaman Jenis, Indeks
yang tidak teratur.
Kekayaan dan Indeks Kemerataan
Keanekaragaman suatu komunitas
Indeks ekologi terdiri dari Indeks sangat bergantung jumlah jenis dan
Keanekaragaman Jenis (H’), Indeks jumlah individu yang terdapat pada suatu
Kekayaan Jenis (R), Indeks Kemerataan komunitas (Mahadiono, 2001).
(E), dan Indeks Kesamaan Komunitas Selanjutnya nilai indeks keanekaragaman
(IS). Indeks keanekaragaman digunakan jenis dipengaruhi oleh dua hal yakni
untuk melihat tingkat keanekaragaman kekayaan jenis (kelimpahan jenis) dan
jenis tumbuhan pada suatu komunitas kemerataan jenisnya (Mulyasana, 2008).
hutan. Sedangkan Indeks kekayaan jenis Hal serupa juga disebutkan Peet (1974),
digunakan untuk mengetahui kekayaan indeks keanekaragaman merupakan
jenis dalam suatu komunitas. kombinasi dari kekayaan jenis (jumlah
Berdasarkan data yang disajikan jenis) dan kemerataan/keseragaman
pada Tabel 2, diketahui bahwa Indeks (ekuitabilitas). Jika jenis yang ditemukan
Keanekaragaman Jenis (H’) yang semakin banyak dan jumlah individu
diperoleh di tapak BGD berkisar dari 1,0 pada masing-masing jenisnya merata,
– 3,7. Jika menggunakan kriteria nilai indeks keanekaragaman jenis yang
Magurran (2004) maka indeks H’ diperoleh semakin tinggi. Deshmukh
tergolong rendah (H’< 2,0) sampai tinggi (1992), bahwa keanekaragaman jenis
(H’>3). Keanekaragaman yang tinggi lebih besar, yaitu jika populasi-populasi
untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon yang ada satu sama lain adalah merata
tercermin dari kelimpahan dan dalam kelimpahannya. Tidak hanya itu,
persebaran frekuensi masing-masing individu jenis yang tersebar merata pada
jenis yang umumnya rendah (Dony dan setiap jenis yang ada juga akan
Denhalm, 1985 dalam Simbala, 2007). meningkatkan nilai indeks
Menelisik pada tapak TSA dan keanekaragaman jenis suatu komunitas.
TRF nilai H’ yang muncul secara Hal tersebut sesuai hasil perhitungan
keseluruhan bernilai <2. Jika (Tabel 2), yang mana semakin tinggi nilai
menggunakan kriteria Magurran (2004) R dan nilai E mendekati angka 1 maka
maka indeks H’ di kedua tapak ini nilai H’ yang didapatkan akan makin
termasuk kategori rendah. Rendahnya tinggi.
keanekaragaman jenis di kedua tapak ini
disebabkan jumlah speseisnya lebih
sedikit dan kemerataannya (ekuitabilitas)
lebar, sedangkan di tapak BGD terjadi hal

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 159


Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

Tabel 1. Nilai Penting Jenis (NPJ) Tertinggi Setiap Tingkat Pertumbuhan atau Habitus pada Tapak
Penelitian
Tingkat
No Tapak Pertumbuhan/ Jenis (Nama lokal dan Nama ilmiah) NPJ (%)
Habitus
Pohon Tumih (Combretocarpus rotundatus) 16,60
Tiang Katepung (Tetractomia sp.) 20,41
1 BGD Pancang Kayu masam (Tetractomia tetrandum) 17,19
Semai Medang (Elaeocarpus mastersii) 64,77
Tumbuhan Bawah Pandan (Pandanus sp.) 132,73
Pohon Tumih (Combretocarpus rotundatus) 257,89
Tiang Tumih (Combretocarpus rotundatus) 199,58
2 TSA Pancang Tumih (Combretocarpus rotundatus) 73,33
Semai Galam merah (Syzygium nemestrinum) 79,49
Tumbuhan Bawah Kelakai (Stenochlaena palustris) 145,68
Pohon Tumih (Combretocarpus rotundatus) 247,90
Tiang Tumih (Combretocarpus rotundatus) 198,44
3 TRF Pancang Bangka (Ploiarium alternifolium) 171,37
Semai Bangka (Ploiarium alternifolium) 149,87
Tumbuhan Bawah* Kelakai (Stenochlaena palustris) 76,76
Keterangan: BGD (Belum Terbakar Gambut Dangkal), TSA (Terbakar Suksesi Alami), TRF (Terbakar
Reforestasi)

Soegianto (1994), bahwa Indeks kemerataan menunjukkan


keanekaragaman spesies dapat derajat kemerataan kelimpahan individu
digunakan untuk mengukur stuktur antara setiap spesies. Apabila setiap
komunitas dan mengukur kemantapan spesies memiliki jumlah individu yang
komunitas, sedangkan Hariyanto (2004), sama, maka komuntas tersebut memiliki
bahwa kemantapan habitat merupakan nilai evenness maksimum. Sebaliknya,
faktor yang mengatur keanekaragaman jika nilai kemerataan kecil maka dalam
spesies. komunitas tersebut terdapat jenis
Nilai indeks kekayaan jenis dominan, sub dominan, dan jenis yang
berbanding lurus dengan jumlah jenis terdominansi, maka komunitas tersebut
dan indvidu tumbuhan pada suatu memiliki evenness minimum. Nilai
komunitas. Semakin banyak jenis kemerataan memiliki rentang dari 0 – 1,
tumbuhan yang ditemukan, nilai indeks jika niai indeks mendekati 1(satu) berarti
kekayaannya akan semakin besar (Fathia, penyebarannya semakin merata.
2017). Rangkuman data nilai indeks Rangkuman perhitungan
keanekaragaman jenis, kekayaaan jenis, kemerataan (Tabel 2) menunjukkan
dan kemerataan jenis diperlihatkan pada hampir pada seluruh tingkat
Tabel 2. pertumbuhan memiliki nilai kemerataan

Tabel 2. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H’), Kekayaan Jenis (R), dan Kemerataan Jenis (E) pada
Tapak Penelitian
Tingkat/Bentuk Pertumbuhan
No Tapak Pohon Tiang Pancang Semai Tbhn Bawah
H’ R E H’ R E H’ R E H’ R E H’ R E
1 Belum Terbakar
Gambut Dangkal 3,7 10,2 0,9 3,6 9,5 0,9 3,5 10,2 0,8 1,8 5,8 0,5 1,0 1,5 0,5
2 Terbakar Suksesi
Alami 0,4 0,4 0,5 0,6 0,5 0,9 1,6 1,6 0,8 1,1 1,2 0,8 0,5 0,2 0,6
3 Terbakar
Reforestasi 0,5 0.4 0,7 0,7 0,5 0,9 0,3 0,5 0,2 0,7 0,5 0,6 1,0 0,6 0,6

(E) berada dalam kategori sedang (E >


licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 160
Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
0,6). Kecuali pada tingkat pancang di Perbedaan komposisi jenis pada suatu
lokasi TRF yang memiliki nilai komunitas disebabkan oleh kondisi
kemerataan termasuk dalam kategori lingkungan yang berbeda (suhu,
rendah (E < 0,3). kelembapan, topografi, dan tanah) dan
Odum (1993) menyatakan nilai adanya gangguan hutan (Fathia, 2017).
indeks kemerataan akan tinggi jika tidak Kemudian Indriyanto (2006 dan 2018),
terjadi pemusatan individu pada suatu bahwa besar kecilnya indeks kesamaan
spesies, sebaliknya indeks kemerataan jenis (IS) menggambarkan tingkat
akan rendah jika terjadi pemusatan kesamaan komposisi spesies dari dua
individu suatu spesies tertentu. komunitas, atau antar tegakan atau antar
unit sampling yang dibandingkan.
Indeks Kesamaan
Bedasarkan hasil analisis, Struktur Tegakan Horizontal
komunitas pohon dan permudaan (tiang, Struktur tegakan menunjukkan
pancang, semai) maupun tumbuhan ketersedian tegakan pada setiap kelas
bawah antar tapak yang dibandingkan diameter (Muhdin dkk., 2008). Struktur
memiliki nilai indeks kesamaan (IS) tegakan dapat ditinjau dari dua arah,
berkisar antara 3,27–82,63%. Hal ini yakni struktur tegakan horizontal dan
dapat diartikan komunitas pohon, struktur vertikal. Kerapatan, luas bidang
permudaan dan tumbuhan antar plot dasar, distribusi diameter dan kelas
termasuk berbeda sampai agak mirip. diameter dapat menggambarkan struktur
Nilai kesamaan komunitas yang hutan (Kacholi, 2014). Kershaw (1964)
tergolong tinggi hanya ditunjukkan antar dalam Mueller-Dombois dan Ellenberg
area hutan terbakar suksesi alami dan (1974), bahwa struktur tegakan
terbakar reforestasi komunitas (TSA dan horizontal didapat dari hubungan antara
TRF) pada tingkat pohon karena nilai kerapatan dengan kelas diameter. Dalam
kesamaannya >75%, pada tingkat tiang artian lain distribusi atau penyebaran
tergolong sedang dengan nilai IS >50%, individu-individu spesies di dalam
sedangkan tingkat pancang, semai dan habitatnya. Sedangkan struktur tegakan
tumbuhan bawah tergolong rendah vertikal dinyatakan sebagai sebaran
dengan nilai IS<50%. Adapun nilai IS jumlah pohon pada berbagai lapisan
menurut kluster pertumbuhan adalah tajuk.
sebagai berikut tingkat pohon 82,63%; Struktur tegakan di lokasi
tiang 66,15%; pancang 10,32%; semai penelitian digambarkan dalam grafik
25,07% dan tumbuhan bawah (27,19%). sebaran diameter dengan interval 10 cm.
Bedasarkan hasil analisis nilai IS Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3
antar plot/areal BGD dengan areal TSA menyajikan nilai sebaran diameter
ataupun BGD dengan areal TRF jumlah pohon per satuan luas (hektar)
memiliki nilai IS yang sangat rendah. pada berbagai tingkat pertumbuhan
Nilai yang muncul setelah dianalisis dalam lokasi penelitian. Berdasarkan
selalu berada dibawah <27%. Adapun gambar tersebut kerapatan individu
nilai IS tersebut adalah sebagai berikut terkosentrasi pada kelas diameter 10 –
tingkat pohon 6,61% dan 6,30%; tiang <20 cm dan kemudian nilainya
3,27% dan 4,36%; pancang 4,76% dan berangsur-angsur menurun dengan
1,40%, semai 17,29% dan 5,11% dan meningkatnya ukuran diameter. Dimana
tumbuhan bawah 9,70% dan 26,08%. batas akhir selang kelas diameter tegakan
Mencermati nilai tersebut bahwa semua pada tapak penelitian yakni 30 – 39 cm.
nilai IS di lokasi penelitian <80%.

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 161


Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

Modified Geometric Fit


S = 13.76787175
r = 0.99837587 di area tersebut mempunyai karakterisitik
714
.88
hutan tidak seumur yang seimbang.
.75
K=1,51(D)3,36/D
595
Dendang dkk. (2015), hal itu
Kerapatan (ind/ha)

.63
476

.50
mengindikasikan proses regenerasi
357

.38
sedang berlangsung. Pernyataan ini
238

119
.25
hampir serupa dengan Sidiyasa, et.
0.1
3
8.0 22.0 36.0 50.0 64.0 78.0 92.0
al.(2006), hutan memiliki tingkat
Diameter (cm) regenerasi yang baik jika pola kurvanya
Gambar 1. Struktur Tegakan Horizontal di Tapak berbentuk “J” terbalik. Meyer et al.
Hutan Gambut Dangkal (1961), tegakan normal dari tegakan
tidak seumur mempunyai rasio yang
Heat Capacity Model S = 2.28812383
konstan antara jumlah pohon per satuan
r = 0.99273978

49.5
0 luas dengan kelas diameter meskipun
41.2
5 K=-6,403+5,196(D)+1.158/D2 selalu terjadi penyusutan jumlah individu
Kerapatan (ind/ha)

33.0
0
dengan bertambahnnya diameter
5
24.7

0
16.5

8.2
5
KESIMPULAN
0.0
0
8.0 22.0 36.0 50.0 64.0 78.0 92.0 Kesimpulan
Diameter (cm)
1) Komposisi jenis vegetasi dalam
Gambar 2. Struktur Tegakan Horizontal di Tapak lokasi penelitian beragam. Penyusun
Hutan Suksesi Alami
vegetasinya terdiri atas 101 jenis
Rational Function S = 0.72008560
r = 0.99922929
tergolong dalam 52 suku. Jenis
44.0
0 tersebut tersebar pada berbagai
K= -1,733+2,825(D)/1+1,519(D)+-
36.6
7
tingkat pertumbuhan baik semai,
Kerapatan (ind/ha)

2,468(D2)
29.3
3
pancang, tiang, pohon dan termasuk
22.0
0
golongan tumbuhan bawah. Pandan
7
14.6
(Pandanus sp.) dan tumih
3
7.3

0
(Combretocarpus rotundatus)
0.0
8.0 22.0 36.0 50.0

Diameter (cm)
64.0 78.0 92.0
merupakan jenis yang konsisten
Gambar 3. Struktur Tegakan Horizontal di Tapak memiliki Nilai Penting Jenis (NPJ)
Hutan Reforestasi tertinggi.
2) Komunitas flora di kawasan ini
Pola sebaran kelas diameter pada memiliki indeks keanekaragaman
tapak penelitian ini mengikuti bentuk jenis, kekayaan jenis, dan
kurva eksponensial “J” terbalik (inverse kemerataan berkisar dari rendah
J-shaped) atau pola kurva bentuk “L”, sampai tinggi sedangkan kesamaan
artinya semakin besar kelas diameternya komunitasnya secara umum rendah.
maka semakin kecil kerapatannya. Kurva 3) Berdasarkan struktur tegakan
“J” terbalik atau “L” terbentuk hanya jika horizontalnya, pada tapak penelitian
sebaran jumlah individu menurun seiring (BGD, TSA, dan TRF) memiliki
dengan pertambahan diameter. diameter terekspos yang berbeda
Kerapatan individu yang tersebar akan membentuk kurva “J” terbalik dan
semakin menurun seiring dengan terkosentrasi pada kelas diameter 10
bertambahnya ukuran diameter sehingga cm – <20 cm.
hanya tersisa sedikit pohon pada Saran
diameter besar. Pamoengkas (2006), 1) Perlu ada pengayaan data base aspek
bahwa sebaran kelas diameter yang vegetasi dalam lansekap lebih luas
mendekati kurva J-terbalik menunjukkan
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 162
Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
untuk mendukung kegiatan Jengonoi, Kabupaten Sintang.
penelitian lainnya dan operasional PPHKA, Bogor.
TNS.
Hastuti, S., Abdul, M. & Edyy, T. 2014.
2) Khusus pada tapak dengan kekayaan Keanekaragaman Spesies Vegetasi
jenis, kerapatan rendah dan pada Hutan Rawa Gambut
penyebaran tidak merata perlu Sekunder dan Belukar Rawa Desa
dilakukan pengayaan dengan Sungai Pelang Kabupaten
mengutamakan jenis-jenis endemik Ketapang. Fakultas Kehutanan.
vegetasi rawa gambut. Universitas Tanjungpura.
Pontianak.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Hidayat, N. 2001. Keragaan Beberapa
Pengukuran dan Perhitungan Sifat Dimensi Tegakan pada Hutan
Cadangan Karbon-Pengukuran Rawa Gambut yang Dikelola
Lapangan untuk Penaksiran dengan Sistem Tebang Pilih Tanam
Cadangan Karbon Hutan (Ground Indonesia (TPTI). Studi Kasus di
Based Forest Carbon Accounting) Areal HPH PT. Inhutani II,
(2011 No 7724). Jakarta. Kalimantan Barat. Tesis. Sekolah
Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Balai Taman Nasional Sebangau Provinsi
Kalimantan Tengah. 2017. Hilwan, I., Mulyana, D. dan Pananjung,
Rencana Pengelolaan Jangka W.G. 2012. Keanekaragaman Jenis
Panjang Taman Nasional Sebangau Tumbuhan Bawah pada Tegakan
Periode 2018-2027. Palangka Sengon Buto (Enterolobium
Raya. cyclocarpum Griseb.) dan
Trembesi (Samanea saman Merr.)
Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi di Lahan Pasca Tambang Batubara
Standar (SOP) untuk Survei PT Kitadin, Embalut, Kutai
Keragaman Jenis pada Kawasan Kartanegara, Kalimantan Timur.
Konservasi. ITTO, 40 pp. Jurnal Silvikultur Tropika 4(01) :
Deshmukh I. 1992. Ekologi dan Biologi 6-10.
Tropika. Yayasan Obor Indonesia. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT.
Jakarta. Bumi Aksara. Jakarta.
Fandeli, C.H. 1992. Analisis Mengenai Indriyanto, 2018. Metode Analisis
Dampak Lingkungan Prinsip Dasar Vegetasi dan Komunitas Hutan.
dan Pemaparannya dalam
Graha Ilmu, Yogjakarta.
Pembangunan. Liberty.
Yogjakarta. Kacholi, D. S. 2014. Analysis of
Structure and Diversity of the
Fathia, A.A. 2017. Komposisi Jenis dan Kilingwe Forest in Morogoro
Struktur Tegakan serta Kualitas Region, Tanzania. International
Tanah di Hutan Gunung Journal of Diversity, Volume 2014
Galunggung Tasikmalaya. IPB. Article ID 516840, 8 pages. doi:
Bogor. 10.1155/2014/516840.
Hariyanto, NM. 2004. Suksesi Hutan Kenfack, D., Chuyong, G.B., Condit, R.,
Bekas Tebangan di Kelompok Russo, S.E., dan Thomas, D.W.
Hutan Sungai Lakawai-Sungai 2014. Demographic Variation and
Habitat Specialization of Tree

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 163


Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Gambut di Desa Tumbang Bulan Taman Nasional Sebangau
(Setiarno, Laksana Atyasa, Muhammad Luthfi S.)

Species in A Diverse Tropical Management 2nd Edition. New


Forest of Cameroon. Forest York: The Ronald Press Company.
Ecosystem, 1 (1) : 1 – 13. Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974.
Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Aim and Method of Vegetation of
Macmillan Publishing Company. Ecology. New York (US): Willey
Krebs, R.A. dan Loschcke, V. 1994. and Sons Inc.
Costs and Benefits of Activation of Muhdin, Suhendang E., Wahjono D.,
the Heat-Shock Response in Purnomo H, Istomo,
Drosophila melanogaster. Simangunsong, BCH. 2008.
Functional Ecology. 730 – 737. Keragaman Struktur Tegakan
Hutan Alam. Jurnal Manajemen
Kusmana C. dan Susanti, S. 2015.
Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Tropika. 14 (2): 81 – 87.
Hutan Alam di Hutan Pendidikan Mulyasana, D. 2008. Kajian
Gunung Walat, Sukabumi. Jurnal Keanekaragaman Jenis Pohon pada
Silvikultur Tropika. 5 (3). Berbagai Ketinggi Tempat di
Taman Nasional Gunung Ciremai
Lee, H.S., Davies, S.J., La Frankie, J.V.
Tan, S., Itoh, A., Yamakura, T., Provinsi Kalbar. IPB. Bogor.
Okhubo, T., dan Asthon, P.S. 2002. Odum E. P.1996. Dasar-dasar Ekologi.
Floristic and Structural Diversity of Edisi Ketiga. Diterjemahkan Oleh
Mixed Dipterocarp Forest in Ir. Tjahjono Samingan, M.Sc,
Lambir Hills National Park, FMIPA-Institut Pertanian Bogor.
Sarawak, Malaysia. J.Trop Forest Gadjah Mada University Press.
Sci., 14 (3) : 379 – 400. Yogjakarta.
Lubis S.R. 2009. Keanekaragaman dan Page, S.E., Rieley, J.O., Shotyk W. and
Pola Distribusi Tumbuhan Paku di Weiss, D. 1999. Interdepedence of
Hutan Wisata Alam Taman Peat in a Tropical Peat Swamp
Eden Kabupaten Toba Samosir Forest. Biological Sciences, 354
Provinsi Sumatera Utara. Medan: (1391) : 1885 – 1897).
Pascasarjana Universitas Sumatera Pamoengkas, P. 2006. Kajian Aspek
Utara. Vegetasi dan Kualitas Tanah
Magurran AE. 2004. Ecological Sistem Silvikultur Tebang Pilih
Diversity and Its Measurement 6th. Tanam Jalur (Studi Kasus di Area
London (GB): Croom Helm Ltd. HPH PT. Sari Bumi Kusuma,
Kalimantan Tengah. (Disertasi)
Mahadiono. 2001. Ekologi Vegetasi.
Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Peet, R.K. 1974. The Measurement of
Mawazin dan Subiakto, A. 2013.
Species Diversity. Annual Review
Keanekaragaman dan Komposisi
of Ecology and Systematic. Vol 5
Jenis Permudaan Alam Hutan
Rawa Gambut Bekas Tebangan di (1974). Pp 285-307.
Riau. Indonesian Forest Qirom, M.A., Wawan H., Dony R., dan
Rehabilitation Journal, 1 (1) : 59 – Agustinus P.T. 2019. Studi
73. Biofisik pada Lanskap Hutan Rawa
Gambut di Taman Nasional
Meyer H.A, Recknagel, A.B., and
Sebangau : Kasus di Resort
Stevenson, D. 1961. Forest
Mangkok. JIPI, 24 (3) : 188 – 200.
licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 164
Jurnal Hutan Tropika e-ISSN: 2656-9736 / p-ISSN: 1693-7643
Vol. 17 No. 2 / Desember 2022 Hal. 153-165
https://e-journal.upr.ac.id/index.php/JHT Akreditasi Menristek/Kep.BRIN No.148/M/KPT/2020
Rose, M., Posa, C., Wijedasa, L.S., & Soerianegara, I dan Indrawan A. 2002.
Corlett, R.T. 2011. Biodiversity Ekologi Hutan Indonesia. Bogor
and Conservation of Tropical Peat (ID): Lembaga Kerja Sama
Swamp Forest. BioScience, 61 Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
(49): 49 – 57. Susanti, S. 2014. Komposisi Jenis dan
Saharjo BH dan Cornelio, G. 2011. Struktur Tegakan Regenerasi
Suksesi Alami Paska Kebakaran Alami di Hutan Pendidikan
pada Hutan Sekunder di Desa Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi.
Fatuquero, Kecamatan Railaco, Departemen Silvikultur, Fakultas
Kabupaten Ermera Timor Leste. Kehutanan IPB. Bogor.
Jurnal Silvikultur Tropika 2 (1) : 40 Tata, L. H., Narendra, H.B., dan
– 45. Mawazin. 2017. Tingkat
Saito H, Shibuya M, Tuah SJ, Turjaman Kerawanan Gambut di Kabupaten
M, Takahashi K, Jamal Y, Segah H, Banyuasin, Sumatera Selatan.
Putir PE, Limin SH. 2005. Initial Jurnal Penelitian Hutan Tanaman.
Screening of Fast-Growing Tree 14 (1) : 51-71.
Spesies Being Tolerant of Dry Thomas, A. 2014. Panduan Lapangan
Tropical Peatlands in Central Pengenalan Jenis Pohon. KFCP,
Kalimantan, Indonesia. Journal of
Indonesia – Australia.
Forestry Research 2 (2) : 1-10.
WWF-Indonesia Program Kalimantan
Setiadi, D. 2005. Keanekaragaman
Tengah. 2013. Panduan Visual
Spesies Tingkat Pohon di Taman Jenis Pohon di Punggualas Taman
Wisata Alam Ruteng. Nusa Nasional Sebangau. Kalimantan
Tenggara Timur. Biodiversitas
Tengah.
6(2): 188-122.
Sidiyasa K. Zakaria, Iwan R. 2006. Hutan
Desa Setulang dan Sangayan
Malinau Kalimantan Timur :
Potensi dan Indentifikasi Langkah-
langkah Perlindungan dalam
rangka Pengelolaan Secara Lestari.
Central for International Forest
Research. Bogor.
Simbala, H.E.I. 2007. Keanekaragaman
Floristik dan Pemanfaatannya
Sebagai Tumbuhan Obat di
Kawasan Konservasi II Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone
(Kabupaten Bolaang Mongondow
Sulut). IPB. Bogor.
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1998.
Ekologi Hutan Indonesia.
Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License 165

Anda mungkin juga menyukai