Anda di halaman 1dari 3

AAN HIDAYAH

PTI 1 B
Pancasila sebagai Dasar Negara:
3. Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial
Budaya dan Hankam

Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial, kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan Yang Maha Esa
yang terkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan pancaran dari Pancasila. Empat
pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Penjabaran keempat pokok pikiran
Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 1945 mencakup empat aspek kehidupan bernegara,
yaitu: politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadi POLEKSOSBUD
HANKAM. Pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia harus memperhatikan rakyat
yang merupakan pemegang kekuasaan, oleh karena itu, politik Indonesia yang dijalankan adalah politik
yang bersumber dari rakyat, bukan dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dan golongan, sistem
politik di Indonesia bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial dalam wujud dan kedudukannya sebagai rakyat. sistem politik yang dikembangkan adalah sistem
yang memperhatikan Pancasila sebagai dasar-dasar moral politik.

Pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan demi
kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh bangsa ini. Pada pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwa
perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dengan menerapkan pancasila
sistem ekonomi diharapkan dapat mencapai kesejahteraan rakyat secara luas.

Dalam pasal 29 ayat (2) ditetapkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Pancasila
dalam bidang sosial budaya mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan dalam proses pembangunan masyarakat dan
kebudayaan di Indonesia. Selain itu, pengembangan sosial budaya harus dilakukan dengan mengangkat
nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuah sistem etika yang
keseluruhan nilainya bersumber dari harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab.
Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dan kewajiban setiap warga negara ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara. pasal 30 ini juga dijelaskan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri
atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan,
melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi,
mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Pancasila dalam pembuatan kebijakan
negara dalam bidang pertahanan keamanan harus diawali dengan kesadaran bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Dengan demikian dan demi tegaknya hak- hak warga negara, diperlukan peraturan
perundang- undangan negara untuk mengatur ketertiban warga negara dan dalam rangka melindungi
hak-hak warga negara. Pertahanan dan keamanan Indonesia berbasis pada moralitas kemanusiaan
sehingga kebijakan yang terkait harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia.

4. Penyebab Korupsi
Korupsi biasanya disebabkan karena kurangnya menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, selalu mementingkan kepentingan sendiri dengan kebiasaan hidup yang bermewah-
mewahan dan tidak adanya rasa nasionalisme dari dalam diri itu sendiri sehingga timbul rasa ingin
terlihat lebih dari siapa pun dan segi apa pun sehingga terjadilah penyalahgunaan kekuasaan,
penyelewengan dana, penyuapan dan lain sebagainya.

5. Dampak Korupsi pada Berbagai Bidang


Dampak korupsi dalam berbagai bidang seperti hilangnya rasa kepercayaan masyarakat
kepada para pejabat, merusak perekonomian daerah ataupun Negara, merusak kedisiplinan,
timbulnya ketidakadilan, rusaknya rasa kemanusiaan serta rusaknya tatanan hukum didalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan juga melanggar norma-norma agama

6.Tugas dan wewenang KPK

Tujuan KPK adalah melakukan pemberantasan korupsi. Hal ini juga sesuai dengan visi KPK yakni
bersama elemen bangsa, mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Berikut adalah tugas dari KPK :

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana


korupsi (TPK)
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Berikut Wewenang KPK :

1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.


2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi yang terkait.
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

KPK juga berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Pengambilalihan
penyidikan oleh KPK dilakukan dengan berbagai alasan, di antaranya adalah adanya laporan
masyarakat mengenai kasus korupsi yang tidak ditindaklanjuti, proses penanganan kasus
korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan, penanganan kasus korupsi
mengandung unsur korupsi atau adanya hambatan penanganan kasus korupsi karena campur
tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif.

7. Sejarah pengaturan pemberantasan korupsi darmasa ke Masa


Pemberantasan korupsi secara yuridis dimulai sejak 1957 dengan dikeluarkannya Peraturan
Penguasa Militer Nomor 6 Tahun 1957 atau PRT/PM/06/1957 tentang Langkah Pemberantasan
Korupsi. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membentuk Badan Pengawasan Kegiatan
Aparatur Negara (Bapekan) yang bertugas mengawasi setiap aktivitas aparatur negara dan
melakukan penelitian. Lembaga ini mendapatkan respon yang luar biasa di awal kehadirannya.
Hingga Juli 1960, tercatat ada 912 laporan korupsi yang dilaporkan masyakarat di mana 400 di
antaranya diproses. Era reformasi yang lahir dari gerakan nasional penyelamatan Indonesia dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) diharap dapat menunjukkan keseriusan dalam
pemberantasan korupsi. Di era Presiden BJ Habibie, pemberantasan korupsi dimulai dengan
dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari
KKN. Dengan berlandaskan UU ini, dibentuklah sejumlah lembaga anti korupsi, seperti Komisi
Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Struktur dan kelembagaan KPK berdiri
independen dan tidak dipengaruhi kekuasaan manapun. KPK pun langsung menunjukkan
taringnnya dan menjadi lembaga yang ditakuti para pejabat hingga saat ini.

Anda mungkin juga menyukai