Anda di halaman 1dari 12

OPEN ACCESS

Civilization Research, Page 1-12, Vol. 2 No. 1, 2023


crjis.com

Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi


(Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)
Zulfadli1, Cucu Surahman2
1 Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia

Article Info Abstract


Article History This study examines the uniqueness of students' concepts in the
Submitted 18-11- Qur'an. There has been quite a lot of research related to this, but
2022 there are still few who see students as individuals who are
Accepted 29-12- experiencing a phase of development or growth both physically and
2022
mentally and mentally. As individuals who are experiencing a
Published 07-01-
developmental phase, of course these students still need a lot of help,
2023
guidance and direction towards perfection. Every student has an
existence or presence in an environment, such as schools, families,
Keywords:
Islamic boarding schools and even in the community. This study aims
Learners,
to describe the concept of students in QS Al-Kahf [18]: 60 and its
Tarbawi,
implications for education. The object of this research study is the
Interpretation,
QS. Al-Kahf
books of Al-Qur'an commentary. By using a qualitative approach and
library research methods, this study found that QS Al-Kahf [18]: 60
has provided a description regarding the concept of students in Islam.
From this study it is also known that the concept of students in QS Al-
Correspondence:
zulfadli@upi.edu
Kahf [18]: 60 has theoretical implications for the components of PAI
learning in schools, which include learning materials and methods.

Penelitian ini mengkaji tentang kekhasan konsep peserta didik


yang ada dalam al-Qur’an. Sudah cukup banyak penelitian terkait
hal ini, akan tetapi masih sedikit yang melihat peserta didik sebagai
seorang individu yang tengah mengalami fase perkembangan atau
pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun fikiran.
Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan,
tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan,
bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Setiap
peserta didik memiliki eksistensi atau kehadiran dalam sebuah
lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan
dalam lingkungan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan konsep peserta didik dalam QS Al-Kahfi [18]: 60
dan implikasinya terhadap pendidikan. Objek kajian penelitian ini
adalah kitab-kitab tafsir al-Qur’an. Dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan metode library research, penelitian ini
menemukan bahwa QS Al-Kahfi [18]: 60 telah memberikan
preskripsi terkait konsep peserta didik dalam Islam. Dari
penelitian ini juga diketahui bahwa konsep peserta didik dalam QS
Al-Kahfi [18]: 60 ini memiliki implikasi teoritis terhadap
komponen pembelajaran PAI di sekolah yaitu meliputi materi dan
metode pembelajaran.

1
© 2023 by the authors; This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0 International License. (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/), which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
Zulfadli, Cucu Surahman

A. PENDAHULUAN
Pendidikan adalah upaya sengaja untuk memaksimalkan potensi manusia, baik
fisik maupun intelektual, serta proses humanisasi. Kepribadian utama dibentuk
sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yaitu al-qurān dan hadiś. Menurut yang
dijelaskan (Nata, 2016), tentang Pendidikan Islam merupakan upaya membimbing,
mengarahkan, dan membina anak didik yang dilakukan secara terarah dan terencana.
Dalam proses pendidikan, tidak akan terlepas dari seorang pendidik dan peserta didik.
Secara profesional guru dan siswa saling bergantung, seperti dua sisi mata uang yang
tidak bisa dipisahkan (Aziz, 2017).
Partisipasi siswa merupakan salah satu unsur pendidikan dalam sistem
pendidikan Islam (Rahardja, Hidayanto, Hariguna, & Aini, 2019). Peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jenjang dan bentuk pendidikan tertentu, menurut pasal 1 angka 4 UU
RI No. 20 Tahun 2003 yang mengatur tentang sistem pendidikan Nasional. Tetapi, pada
hakikatnya semua manusia adalah peserta didik (Shaturaev & Bekimbetova, 2021).
Sebab, pada hakikatnya, semua manusia adalah makhluk yang senantiasa berada
dalam proses perkembangan menuju kesempurnaan, atau suatu tingkatan yang
dipandang sempurna, dan proses itu berlangsung sepanjang hayat (Badrudin, 2018).
Tentu saja, ketika berbicara tentang pendidikan, siswa jug tidak kalah penting,
karena mereka sebagai pusat pembelajaran. (Basri, 1994). Peserta didik, dengan
berpijak pada paradigma “belajar sepanjang masa” maka istilah yang tepat untuk
menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan bukan anak didik
(Yulyani, Saepuddin, & Surbiantoro, 2018). Peserta didik cakupannya lebih luas, yang
tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga pada orang-orang dewasa. Sementara
istilah anak didik hanya khusus bagi individu yang berusia kanak-kanak. Penyebutan
peserta didik ini juga mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya di
sekolah (pendidikan formal), tapi juga lembaga pendidikan di masyarakat, seperti
majelis taklim, paguyuban, dan sebagainya (Harahap, 2016).
Tafsir tarbawi yang merupakan bagian ijtihad akademisi, berupaya mendekati Al-
qur’an melalui sudut pandang pendidikan. Ijtihad ini diharapkan dapat mewacanakan
sebuah paradigma tentang konsep pendidikan yang dilandaskan kepada kitab suci.
Dengan demikian, petunjuk kitab suci diharapkan mampu diimplementasikan sebagai
nilai-nilai dasar dalam pendidikan (Badrudin, 2018). Berdasarkan analisis dari

2 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12


Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi (Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)

beberapa artikel sebelumnya penulis tertarik untuk membahas tentang peserta didik
dalam perspektif tafsir tarbawi, fokus pembahasan adalah Q.S. Al-Kahfi [18]: 60.
Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
tinjauan tarbawi tentang peserta didik menurut Q.S. Al-Kahfi [18]: 60, esensi yang
terkandung di dalamnya, serta implikasinya terhadap pendidikan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif dan metode library research.

B. METODOLOGI PENELITIAN
Karena data dalam penelitian ini tidak dikumpulkan melalui interaksi dengan
manusia, peneliti menggunakan pendekatan penelitian non-interaktif (Gunawan,
2013). Berdasarkan analisis dokumen, penelitian ini membuat penilaian. Pada
kenyataannya, para peneliti sendiri yang mengumpulkan, mengenali, mengkaji, dan
mensintesa informasi untuk memahami gagasan toleransi Islam yang bersumber dari
teks Q.S. al-Kahfi [18]: 60.
Penulis menggunakan sumber perpustakaan untuk mengumpulkan,
mengidentifikasi, dan mengevaluasi data. Oleh karena itu, nama lain dari penelitian ini
adalah penelitian kepustakaan (Ibrahim, 2014). Penelitian ini bersifat prosedural dan
menggunakan teknik Tahlili sebagai cara penafsiran utama dalam konteks penafsiran
Al-Qur'an (analisis), Sebaliknya, muqaran (perbandingan) dan mawdu'I (tematik)
digunakan sebagai pendukung topik yang diteliti. Informasi primer diperoleh atau
dikumpulkan oleh peneliti sendiri (Sugiyono, 2009) berdasarkan teks ayat-ayat
Alquran, terjemahan, dan tafsir. Ayat-ayat dalam Q.S. al-Kahfi [18]: 60 dan komentar
para mufassir menjadi sumber informasi utama.
Dalam investigasi ini, analisis data dilakukan selama dan setelah data yang
diperlukan dikumpulkan. Sejalan dengan Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011). Hal
ini menunjukkan bahwa tugas-tugas dilakukan secara terus menerus dan interaktif
hingga selesai dalam analisis data kualitatif. Dengan kata lain, sejak awal hingga
selesainya penulisan laporan penelitian, data dalam penelitian ini terus diolah dan
dianalisis. Setelah organisasi, masing-masing potongan data selanjutnya diperiksa
sesuai dengan fokus penelitian pada masalah yang relevan.

Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12 3


Zulfadli, Cucu Surahman

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Peserta Didik
Siswa merupakan salah satu unsur manusia yang memegang peranan penting
dalam proses belajar mengajar, mereka berfungsi baik sebagai subjek pengajaran dan
pusat perhatian. Peserta didik berpartisipasi dalam proses belajar mengajar sebagai
pihak yang memiliki tujuan dan berkeinginan untuk mencapainya seefektif mungkin.
Pembelajar akan bertindak sebagai komponen “penentu”, yang membutuhkan dan
mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk membantunya mencapai tujuan
belajarnya. Karena itu, anak-anak yang tersisa menjadi fokus belajar (Ahmadi & dkk,
2006).
Peserta didik dalam pendidikan Islam adalah orang-orang yang berubah dan
berkembang dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat dalam tataran fisik,
psikis, sosial, dan spiritual. Oleh karena itu, siswa adalah orang yang belum dewasa
yang membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu mereka menjadi dewasa
(Harahap, 2016).
Definisi formal peserta didik adalah orang yang sedang mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik maupun psikis. Tumbuh kembang
merupakan ciri seorang pendidik yang memerlukan pengawasan dari seorang
pendidik. Perkembangan bersifat psikologis sedangkan pertumbuhan bersifat fisik
(Rahmayulis, 2008). Peserta didik menurut pasal 1 angka 4 UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, merupakan anggota masyarakat yang
mengusahakan pertumbuhan pribadi melalui pendidikan pada jenjang dan bentuk
pendidikan tertentu (Maghfiroh, 2018).
Syamsul Nizar mencantumkan enam persyaratan bagi murid, antara lain:
a. Siswa memiliki dunianya sendiri dan bukan orang dewasa. Pemahaman ini penting
untuk memastikan bahwa perlakuan mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan dengan pendidikan orang dewasa dalam hal strategi pengajaran, bahan
ajar, sumber bahan ajar, dan faktor lainnya.
b. Adanya masa pertumbuhan dan perkembangan pada diri peserta didik. Untuk
memastikan bahwa kegiatan pendidikan Islam disesuaikan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan setiap anak didik, maka penting untuk memiliki
pemahaman ini. Hal ini masuk akal mengingat bahwa tingkat kemampuan murid
dipengaruhi oleh usia mereka serta tahap perkembangan atau kapasitas
pertumbuhan mereka.

4 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12


Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi (Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)

c. Siswa hidup, bernafas sebagai manusia dengan kebutuhan yang harus dipenuhi baik
secara jasmani maupun rohani. Kebutuhan biologis, kasih sayang, keamanan, harga
diri, realisasi diri, dan persyaratan lainnya termasuk di sini. Agar pekerjaan
pendidikan mereka berjalan dengan baik dan efisien, para pendidik harus
memahami semua ini.
d. Peserta didik adalah ciptaan Tuhan yang berbeda satu sama lain dengan cara unik
yang dipengaruhi baik oleh sifat alaminya maupun lingkungan tempat tinggalnya.
Sangat penting bagi pendidik untuk memahami bagaimana anak-anak berbeda satu
sama lain secara individual. Hal ini karena ia membahas strategi yang harus
diterapkan oleh para pendidik untuk menghadapi berbagai pandangan dan
perbedaan ini dalam lingkungan yang cair tanpa mengorbankan kepentingan satu
pihak atau kelompok.
e. Siswa terdiri dari dua komponen: jasmani dan rohani. Komponen fisik memiliki
kekuatan fisik yang harus dilatih dan ditanamkan melalui proses pendidikan.
Sedangkan unsur spiritual memiliki kekuatan hati nurani, akal, dan emosi. Proses
pendidikan hendaknya difokuskan untuk mengasah daya intelektual melalui ilmu-
ilmu logika guna mempertajam daya nalar. Ibadah dan pengajaran moral adalah dua
cara untuk mengasah daya rasa. Menurut pemikiran ini, pendidikan Islam harus
dilaksanakan dengan pendekatan holistik pada setiap peserta didik.
f. Orang yang sedang belajar memiliki potensi alamiah yang dapat ditingkatkan dan
ditingkatkan secara aktif. Di sini tugas pendidik adalah membina perkembangan dan
membimbingnya ke arah tujuan pendidikan yang dimaksud tanpa mengorbankan
tanggung jawab kemanusiaannya, baik secara vertikal maupun horizontal. (Nizar,
2002).
Tiga istilah digunakan untuk menunjukkan bahasa Arab kepada siswa. Ketiga
istilah tersebut adalah thalib al-ilmi, yang berarti menuntut ilmu, murid, atau pelajar;
tilmiż, yang jamaknya adalah talmiż, yang menunjukkan mereka yang menginginkan
atau membutuhkan sesuatu. Salah satu dari ketiga ekspresi ini menunjuk seorang
siswa. Penerapannya adalah satu-satunya perbedaan. Istilah “murid” atau “tilmiż”
digunakan di sekolah yang berjenjang rendah, seperti Sekolah Dasar (SD), sedangkan
“ţalib al-‘ilm” digunakan di sekolah yang berjenjang lebih tinggi, seperti SMP, SMA/
SMK dan perguruan tinggi (Nata A. , 2005).

Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12 5


Zulfadli, Cucu Surahman

Perspektif tersebut di atas memperjelas bahwa peserta didik adalah mereka yang
membutuhkan pengetahuan, bimbingan, dan arahan dari pendidik. Islam
berpandangan bahwa ilmu adalah karunia dari Tuhan. Saat belajar, informasi
ditransfer dari seorang guru melalui proses yang disebut transfer. Peserta didik
hendaknya lebih mendekatkan diri kepada Allāh SWT melalui ilmu yang diperolehnya
karena Allāh SWT adalah sumber segala ilmu.

Q.S. Al-Kahfi [18]: 60

Ayat ini menggambarkan tentang kondisi keteguhan dan kepribadian pada sosok
nabi Mūsa AS, yang berbunyi:

"Dan (ingatlah) ketika mūsa berkata kepada muridnya : "aku tidak akan
berjalan (berhenti) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku
akan berjalan sampai bertahun-tahun".

Dalam ayat-ayat sebelumnya (ayat 54-59 Surat al-Kahfi), Allah menggambarkan


betapa keras kepala dan ingkarnya orang-orang musyrik dan kafir yang mengabaikan
seruan Nabi. Sebaliknya, Al-Qur'ān memuat banyak perumpamaan dan kisah tentang
orang-orang yang dimusnahkan oleh Allāh sebagai akibat dari ketidaktaatan mereka.
Hati nabi Mūsa AS digambarkan gigih dalam surat al-Kahfi ayat 60 sampai 70. untuk
menemukan kedalaman ilmu dan kebenaran. Dia tidak pernah menyerah meskipun
rute berbahaya dan jalan yang menantang harus diambil (Bayan, 1430 H/ 2009 M).
Nabi Musa AS. pada ayat di atas nampak memiliki semangat yang tinggi untuk terus
menerus belajar walaupun dia telah menjadi seorang guru. Ini menunjukan bahwa
salah satu karakteristik yang harus dimiliki murid (peserta didik) adalah semangat
untuk belajar. Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu
pengetahuan merupakan perbuatan mulia di hadapan Allah yang tidak kalah
derajatnya dengan berjihad fi> sabi>lilla>h. Tentunya menuntut ilmu yang murni
karena mengharap rid}a Allah SWT
Nabi Musa AS adalah seorang guru bagi umatnya. Pada ayat diatas sepertinya Ia
memiliki keinginan yang kuat untuk terus belajar. Hal ini menunjukkan bahwa salah
satu kualitas yang harus dimiliki siswa (siswa) adalah semangat belajar. Tidak kurang
dari jihad fī sabīlillāh mempersiapkan diri untuk berkonsentrasi mempelajari hal-hal
baru. Tentu saja, mereka hanya membutuhkan kebenaran untuk menyenangkan Allāh
SWT (al-Maraghi, tt.).

6 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12


Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi (Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)

Al-qur’ān memberikan gambaran dengan beberapa sikap dan karakter murid


(peserta didik). Murid yang ideal hendaknya memiliki karakter sebagai berikut :
a. Peserta didik hendaknya mempunyai niat yang suci dalam hatinya sehingga
mudah mencerna dan memahami pelajaran.
b. Seorang peserta didik haruslah memiliki motivasi yang tinggi dan maksimal untuk
menggali dan memahami suatu ilmu demi mendapatkan yang terbaik serta
jangan lupa ibadah.
c. Peserta didik harus banyak membaca, memahami, tekun, dengan memperhatikan
pelajaran secara serius.
d. Patuh dan hormat terhadap guru.
e. Hendaklah bermusyawarah dalam menghadapi permasalahan yang sulit ketika
menuntut ilmu dan bertanyalah kepada yang ahlinya (Nata A. , 2009).
Jika menelusuri paradigma pendidikan Nabi SAW, maka konsep yang harus
diperkenalkan sebagai langkah awal dalam proses belajar mengajar adalah proses
penataan diri (tazkiyah), setelahnya proses ta’lim al-kitab (proses penggunaan bahan
ajar atau buku) dan dilanjutkan dengan ta’lim (belajar) apa yang belum diketahui oleh
siswa (Ridha, tt.). Akibatnya, tumbuhnya potensi-potensi lain, seperti kemampuan
perkembangan intelektual, diawali dengan kegiatan proses pembelajaran tatanan
mental siswa.
Tanpa pendidikan, besar kemungkinan anak-anak akan tumbuh dengan menolak
Tuhan, berakhlak buruk, buta huruf, dan malas bekerja. Oleh karena itu, menciptakan
instruksi dan pengajaran untuk siswa adalah yang paling penting. sebagaimana hadiś
Rasul yang berbunyi:

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina, sungguh menuntut ilmu merupakan


tuntutan kewajiban bagi setiap muslim”
Keterangan di atas oleh para ulama hadis| dikategorikansebagai hadis| masyhur
yang non-terminologis, hadits yang sudahpopuler di masyarakat (meskipun itu belum
tentu benar-benar haditsyang berasal dari Nabi SAW.). Sebab yang menjadi kriteria di
siniadalah ia disebut hadits oleh mASyarakat umum, dan ia masyhur atau populer di
kalangan mereka (Ya’qub, 2003).
Berbeda halnya dengan hadits masyhur yang terminologis, yaitu hadits yang
jumlah rawi dalam setiap jenjang periwayatannya berkisar antara tiga sampai
sembilan orang (Ya’qub, 2003). Imam Ibnu Hibban menyatakan bahwa hadits tersebut

Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12 7


Zulfadli, Cucu Surahman

di atas termasuk Bathil La asla lahu (batil, palsu, dan tidak ada dasarnya). Sumber
kepalsuan hadits itu adalah rawi yang bernama Abu ’Atikah Tarif bin Sulaiman (ada
yang mengatakan Salman). Menurut Imam Bukhori, Imam Nasa’i dan Abu Hatim bahwa
’Atikah Tarif tersebut tidak memiliki kredibilitas sebagai rawi hadits
Hadits yang dikutip di atas, menurut Imam Ibnu Hibban memiliki status baţil La
asla lahu (palsu dan tidak berdasar). Narator atau sumber kepalsuan hadiś ini adalah
Abū 'Atikah Tarif bin Sulaimān adalah orang yang hafal hadiś (ada yang mengatakan
Salman). Namun di sisi lain Atikah Tarif kurang memiliki kredibilitas sebagai perawi
hadits, menurut Imam Bukhori, Imam Nasa'i, dan Abu Hatim. (Ya’qub, 2003).
Menurut Imam Bukhori, Nabi Musa AS pernah berpidato sambil berdiri di tengah
pengikutnya (Bani Isra'il). kemudian dimintai keterangan tentang siapakah orang yang
paling berilmu ?‛. lalu nabi Mūsa AS menjawab: ‛Saya‛. Dia menderita kecaman dari
Allah atas jawaban ini karena dia gagal mengembalikan pengetahuan kepada Allah.
Allah kemudian memberinya wahyu. Demi Allah, "Aku yakin aku memiliki seorang
hamba yang tinggal di pertemuan dua lautan. Dia lebih tahu darimu." Nabi Musa
kemudian disuruh Allah untuk membawa ikan dalam keranjang. Nabi Khidir AS ada
disana, dimanapun dia kehilangan ikan. Nabi Musa AS. melaksanakan perintah Allah
tersebut (Al-Maraghi, tt.). Nilai pendidikan dalam cerita tersebut menunjukkan sebagai
hamba Allah yang şālih sangat dilarang sifat bangga diri (’ujub dan takabbur).
Pelajaran yang dapat dipetik dengan merenungkan narasi yang terkandung dalam
Surat Al-Kahfi ayat 60 adalah bahwa manusia adalah makhluk unik yang, ketika Allah
mengangkat mereka ke kemuliaan (diberikan derajat) sebagai khalifah-Nya di bumi ,
harus menanggung ujian dan kesulitan. Pengangkatan ini sarat dengan hak dan
supremasi martabat manusia. (Abdullah, 2005). Sehingga pada puncaknya manusia
yang sukses adalah mereka yang benar-benar bertakwa kepada Allah dan senantiasa
punya martabat ‘ārif billāh..
Demikian pula dalam belajar sangat diperlukan kesabaran dengan masa yang
cukup panjang, demi kesuksesan dan keberhasilan. Hal ini sebagaimana keteguhan
seorang Nabi Mūsa AS. dan kesetiaan murid dan pembantunya (Yusa’ bin Nūn bin
Afrośim bin Yūsuf AS.) (Al-Zuhaili, 1991 M/1411 H). Namun, seorang pembelajar juga
harus membuang sifat-sifat menjijikkan yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an.

8 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12


Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi (Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)

2. Implikasi dalam Pendidikan


Narasi Nabi Mūsa AS dan Khidir AS, sebagaimana diceritakan dalam surat al-Kahfi,
menunjukkan perlunya sisi dalam bagi segala sesuatu yang bersifat eksternal. Karena
ada hal-hal batiniah yang berada di luar kemampuan para nabi dan kekuatan manusia,
artinya kekuatan Allāh SWT, di balik hal-hal lahiriah yang ditampilkan kaum musyrik.
Nabi Muhammad SAW. tidak merasa tertekan atau berat hati ketika mengamati sikap
mereka. Sehubungan dengan hal ini, pembenaran dan peringatan yang diberikan
dalam ayat-ayat yang membahas kisah dua nabi Allah menunjukkan bahwa peristiwa-
peristiwa aktual dan yang terjadi seperti yang dirasakan memiliki takwil, atau bahwa
ada makna lain di balik apa yang diucapkan. (Shihab, M. Quraish Shihab) Inilah hakikat
kebenaran Allah Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Ruh yang suci akan menerima kebenaran Tuhan yang menciptakan ruh tersebut.
Menurut Al-Ghazali ruh terbagi menjadi dua bentuk, yaitu al – ruh dan al- nafs. Al-ruh
adalah daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri, tuhan, dan men-capai ilmu
pengetahuan, sehingga dapat menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia
serta menjadi motivator seka-ligus penggerak bagi manusia untuk menjalankan
perintah Allah. Al-nafs adalah pembeda dengan makhluk lainnya dengan kata lain
pembeda tingkatan manusia dengan makhluk lain yang sama-sama memiliki al-nafs
seperti halnya hewan dan tumbuhan (al-Ghazali, 1994).
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa implikasi pendidikan dari penelitian ini
sangat penting dan berfungsi sebagai landasan yang kokoh bagi orang untuk mencapai
kehormatan dalam segala bentuknya—luar, dalam, fisik, dan mental. Dengan demikian,
Al-Qur'ān mengangkat derajat pengetahuan manusia. Islam, di sisi lain, menekankan
perlunya pengetahuan agar setiap orang dapat menghargai keajaiban ciptaan Tuhan,
termasuk langit, bumi, umat manusia, serta ketepatan dan keteraturan segala sesuatu.
untuk memperluas cakrawala pengetahuan seseorang. Oleh karena itu, Islam dengan
tegas menilai individu yang berbagi ilmu sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas
sebagai pembela hidup dan kehidupan (Badrudin, 2018).

D. SIMPULAN
Setiap orang yang selalu berkembang sepanjang hidupnya adalah pembelajar.
Kaitannya dengan pendidikan adalah bahwa pertumbuhan anak didik selalu mengarah
pada kedewasaan, dan semua itu terjadi sebagai akibat dari dukungan dan arahan yang
diberikan oleh guru. Potensi peserta didik dalam proses pendidikan adalah objek atau

Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12 9


Zulfadli, Cucu Surahman

tujuan dari sistem pendidikan yang secara langsung berfungsi sebagai topik atau
individu yang harus diakui oleh lingkungan sesuai dengan keberadaan individu
tersebut.
Lingkungan, tingkat bakat anak, karakteristik siswa, minat, dan faktor-faktor lain
semuanya perlu diperhitungkan selama mengajar. Oleh karena itu, setiap orang atau
sekelompok orang yang dipengaruhi oleh seseorang atau sekelompok orang yang
terlibat dalam kegiatan pendidikan dianggap sebagai siswa dalam definisi kata yang
paling luas. Sedangkan siswa—khususnya dalam konteks pendidikan—adalah anak
kecil yang menjadi tanggung jawab guru.

10 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12


Peserta Didik dalam Perspektif Tafsir Tarbawi (Tinjauan tentang Q.S. Al-Kahfi [18]: 60)

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. S. (2005). Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al- qur’an (terj.), (Jakarta :
Rineka Cipta. 2005), cetakan ke-3, hlm. 88. Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmadi, A., & dkk. (2006). Ilmu Pendidikan (Vol. 2). Jakarta: Rineka Cipta.

Al-Ghazali, I. (1994). Mi’raj as-Salikin. Kairo : al-saqafat al-Islamiyah.

Al-Maraghi, A. M. (tt.). Tafsir Al-Maraghi (Vol. 4). Beirut: Darul Fikr.

Al-Zuhaili, W. (1991 M/1411 H). At-Tafsir Al-Munir (Fil'aqidah Wassyari'ah


Walmanhaj) (Vol. 1). Beirut-Libanon: Darul Fikri Al-Ma'ashir.

Aziz, A. (2017, Juli). Komunikasi Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam.
Mediakita, 1 (2), 173-184.

Badrudin. (2018). Peserta Didik dalam Perspektif Al-Qur’An (Interpretasi QS. at-
Taubah: 122 ). Al-Fath, 06(01), 50-69.

Basri, H. (1994). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Abadi.

Bayan, A.-q. (1430 H/ 2009 M). Al-qur’an Bayan. ttp: Bayan Qur'an.
Harahap, M. (2016, Desember). Esensi Peserta Didik dalam Perspektif Pendidikan
Islam. Jurnal Al-Thariqah, 1(2), 140-155.

Maghfiroh, L. (2018). Hakikat Pendidik dan Peserta Didik dalam Pendidikan Islam.
Pendidikan Agama Islam, 1(2), 80-94.

Nata, A. (2005). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Nata, A. (2009). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy. Jakarta:


Rajawali Press.

Nata, A. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.


Nizar, S. (2002). Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis
Pers. Jakarta: Ciputat.

Rahardja, U., Hidayanto, A., Hariguna, T., & Aini, Q. (2019). Design Framework on
Tertiary Education System in Indonesia Using Blockchain Technology.
International Conference on Cyber and IT Service Management (CITSM) (pp. 14-
23). Jakarta: IEEE.

Rahmayulis. (2008). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2008.


Ridha, M. R. (tt.). Tafsir Al-Manar (Vol. 2). Beirut: Darul Fikr.

Shaturaev, J., & Bekimbetova, G. (2021). Indigent Condition in Education and Low
Academic Outcomes in Public Education System of Indonesia and Uzbekistan.
researchgate.net, 1(1), 1-11.

Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12 11


Zulfadli, Cucu Surahman

Shihab, M. Quraish Shihab, S. S. (n.d.). . 2007. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
Cetakan ke-7. Vol. 5.

Ya’qub, A. M. (2003). Hadis-hadis Bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Yulyani, M., Saepuddin, A., & Surbiantoro, E. (2018). , 2, 3. Prosiding Pendidikan Agama
Islam, 4(2), 155-161.

12 Civilization Research: Journal Of Islamic Studies, Vol. 2 No. 1, 2023 : 1-12

Anda mungkin juga menyukai