Anda di halaman 1dari 64

p-ISSN: 1411-8912

e-ISSN: 2714-6251
http://journals.ums.ac.id/index.php/sinektika

KAJIAN PRINSIP ARSITEKTUR HIJAU PADA BANGUNAN PERKANTORAN


(STUDI KASUS UNITED TRACTOR HEAD OFFICE DAN MENARA BCA)
Achmad Fikri Mauludi ABSTRAK
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Kajian ini membahas penerapan prinsip arsitektur hijau pada bangunan
Muhammadiyah Jakarta perkantoran di Jakarta. Hal yang melatarbelakangi pentingnya kajian ini
e-mail: 2015460042@ftumj.ac.id adalah banyaknya perkantoran di Jakarta yang digunakan sebagai fasilitas
penunjang perekonomian. Pembangunan perkantoran tersebut adakalanya
Anisa tidak merespon iklim dan lingkungan sekitarnya. Permasalahan dari
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip-prinsip arsitektur hijau
Muhammadiyah Jakarta pada bangunan perkantoran. Tujuan kajian ini adalah untuk mengidentifikasi
e-mail: anisa@ftumj.ac.id dan mendeskripsikan prinsip-prinsip arsitektur hijau dan penerapannya pada
studi kasus yang diteliti. Obyek penelitian merupakan dua perkantoran yang
Anggana Fitri Satwikasari sudah mendapat sertifikat GBCI, yaitu yaitu United Tractor Head Office dan
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Menara BCA. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif,
Muhammadiyah Jakarta dengan menganalisis penerapan prinsip-prinsip arsitektur hijau pada dua
e-mail: Anggana.fitri@ftumj.ac.id studi kasus tersebut. Hasil dari kajian ini adalah perkantoran yang diteliti
sudah didesain dengan memanfaatkan kondisi alam, serta menggunakan
material yang ramah lingkungan. Selain itu, dua bangunan ini menerapkan
konsep hemat energi yang merespon positif terhadap lingkungan (tapak) dan
pengguna. Berdasarkan interpretasi pada dua studi kasus yang diteliti,
arsitektur hijau tidak selalu identik dengan “hijau” tetapi juga dapat
diinterpretasikan sebagai bangunan yang sustainable (berkelanjutan), earth
friendly (ramah lingkungan) dan high performance building (bangunan
dengan performa sangat baik).

KATA KUNCI: prinsip, arsitektur hijau, perkantoran

PENDAHULUAN mencapai keseimbangan di dalam sistem interaksi


manusia dengan lingkungan. Tema ini juga memberi
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia, berkembang kontribusi pada masalah lingkungan khususnya
sangat pesat, yang menyebabkan perusahaan- mengatasi pemanasan global. Sehingga dengan tema
perusahaan baru memerlukan tempat untuk arsitektur hijau (green architecture) ini, maka akan
melaksanakan usahanya. Kehidupan masyarakat kota memiliki beberapa manfaat, di antaranya bangunan
yang memiliki mobilitas tinggi, kehidupan sehari-hari lebih tahan lama, hemat energi, perawatan bangunan
yang menuntut efisiensi, fleksibilitas, dan efektivitas, lebih minimal, lebih nyaman ditinggali, serta lebih
mengakibatkan banyak bangunan khususnya sehat bagi penghuni.
bangunan perkantoran yang tidak memperhitungkan Bangunan perkantoran bertingkat tinggi
pemakaian energi listrik. Kesalahan tersebut menjadi memerlukan rancangan yang memaksimalkan
sangat tidak biasa ketika dalam masa krisis energi dan penggunaan energi alami namun tetap kondusif untuk
ekonomi ini dan diperparah dengan rusaknya bekerja. Pembangunan gedung-gedung perkantoran
lingkungan sekitar, yang akan berimbas pada yang sangat pesat tanpa merespon iklim dan
pemanasan global. lingkungan sekitarnya telah menyebabkan
Dalam dunia arsitektur muncul fenomena sick pemborosan energi yang kemudian menguras alam
building syndrome yaitu permasalahan kesehatan dan dan buangannya mencemari alam. Bangunan
ketidaknyamanan karena kualitas udara dan polusi perkantoran bertingkat tinggi pada daerah
udara dalam bangunan yang ditempati dan yang Jabodetabek ada beberapa yang menerapkan dan ada
mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya pula yang masih sangat minim menerapkan bangunan
ventilasi udara yang buruk, dan kurangnya yang ramah lingkungan.
pencahayaan alami. Oleh sebab itu muncul adanya Hampir keseluruhan bangunan perkantoran
konsep arsitektur hijau (green architecture), yang tersebut menggunakan kaca mati pada seluruh
merupakan salah satu cara untuk mewujudkan bangunannya. Hal ini menyebabkan pantulan efek
arsitektur yang ekologis atau ramah lingkungan demi rumah kaca dan ruang dalam menjadi lebih panas,

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 | 155


Kajian Prinsip Arsitektur Hijau Pada Bangunan Perkantoran Studi Kasus United Tractor Head Office Dan Menara BCA

sehingga membutuhkan penggunaan alat pendingin performa sangat baik). Konsep green building yang
ruangan secara maksimal. Apabila pembangunan telah lama berkembang di negara maju dapat
gedung perkantoran seperti ini dilakukan terus diterapkan untuk mengurangi polusi udara di
menerus maka lingkungan akan semakin panas dan lingkungan perkotaan.
sumberdaya alam akan semakin tercemar dan Menurut Abimanyu Takdir Alamsyah green
terkuras. Perencanaan dan perancangan bangunan architecture adalah tema rancangan arsitektural atau
perkantoran bertingkat tinggi dengan pendekatan produk pewujudan karya arsitektur yang berwawasan
arsitektur hijau ini diharapkan bisa mengatasi dan lingkungan, peduli terhadap kelestarian alam,
meminimalisir pengaruh buruk pada kesehatan mendukung keberlanjutan atau mengutamakan
manusia dan lingkungan, yang mungkin ditimbulkan konservasi lingkungan, mengupayakan efisiensi
karena desain arsitektur yang tidak tepat. material maupun penggunaan energi dalam skala lokal
atau global, bersifat holistik baik secara ekologis
Tujuan Penelitian maupun antropologis, dalam konteks arsitektural
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian maupun aspek lain yang berkaitan dengannya.
terhadap pendekatan arsitektur hijau pada bangunan Menurutnya, green architecture adalah sebutan bagi
perkantoran bertingkat tinggi adalah mengidentifikasi arsitektur yang membumi, cerminan hasil pemikiran
dan mendeskripsikan bangunan yang menjadi studi arsitektural atau setiap karya arsitek, baik secara
kasus melalui penerapan prinsip-prinsip arsitektur konseptual maupun secara naluriah, apabila ia peduli
hijau. kepada tempat dimana ia hidup, baik secara ekologis
maupun antropologis sebagai suatu kesatuan unum
TINJAUAN PUSTAKA inse bukan unum ordinis (Anisa, 2010).

Pendekatan Arsitektur Hijau Prinsip-Prinsip Pendekatan Arsitektur Hijau


Arsitektur hijau merupakan suatu pendekatan Prinsip-prinsip Arsitektur Hijau menurut Brenda dan
perencanaan bangunan yang berusaha untuk Robert Vale (1991) dalam Green Architecture Design fo
meminimalisasi berbagai pengaruh yang Sustainable Future:
membahayakan pada kesehatan manusia dan
1. Conserving Energy (hemat energi)
lingkungan. Sebagai pemahaman dasar dari arsitektur
Pada arsitektur hijau, pemanfaatan energi secara
hijau berkelanjutan, elemen-elemen yang terdapat di
baik dan benar menjadi prinsip utama. Bangunan yang
dalamnya adalah lansekap dan interior yang menjadi
baik harus memperhatikan pemakaian energi sebelum
satu kesatuan dalam segi arsitekturnya.
dan sesudah bangunan dibangun. Desain bangunan
Tujuan utama dari green architecture adalah
harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat
menciptakan eco desain, arsitektur ramah lingkungan,
beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah
arsitektur alami dan pembangunan berkelanjutan.
kondisi lingkungan yang sudah ada. Berikut ini desain
Arsitektur hijau dapat diterapkan dengan
bangunan yang menghemat energi :
meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan
pemakaian bahan-bahan yang mereduksi dampak a. Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk
bangunan terhadap kesehatan. Perancangan memaksimalkan pencahayaan dan
arsitektur hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi, menghemat energi listrik.
dan pemeliharaan bangunan. b. Memanfaatkan energi matahari yang
terpancar dalam bentuk energi termal
Definisi Arsitektur Hijau sebagai sumber listrik dengan menggunakan
Arsitektur hijau (green architecture) yaitu arsitektur alat photovoltaic yang diletakkan di atas atap.
yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke
kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami bawah menuju dinding timur-barat atau
dengan penekanan pada efisiensi energi (energy- sejalur dengan arah peredaran matahari
efficient), pola berkelanjutan (sustainable) dan untuk mendapatkan sinar matahari yang
pendekatan holistik (holistic approach) (Jimmy maksimal
Priatman, 2002). c. Memasang lampu listrik hanya pada bagian
Menurut Siregar (2012), green architecture yang intensitasnya rendah. Selain itu juga
adalah gerakan untuk pelestarian alam dan lingkungan menggunakan alat kontrol pengurangan
dengan mengutamakan efisiensi energi (arsitektur intensitas lampu otomatis sehingga lampu
ramah lingkungan). Menurut Pradono (2008) green hanya memancarkan cahaya sebanyak yang
(hijau) dapat diinterpretasikan sebagai sustainable dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
(berkelanjutan), earth friendly (ramah lingkungan), d. Menggunakan sunscreen pada jendela yang
dan high performance building (bangunan dengan secara otomatis dapat mengatur intensitas

156 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020


Achmad Fikri Mauludi, Anisa, Anggana Fitri Satwikasari

cahaya dan energi panas yang berlebihan pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali
masuk ke dalam ruangan. untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
e. Mengecat interior bangunan dengan warna 6. Holistic
cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan Memiliki pengertian mendesain bangunan
untuk meningkatkan intensitas cahaya. dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam
f. Bangunan tidak menggunkan pemanas proses perancangan. Prinsip-prinsip green
buatan, semua pemanas dihasilkan oleh architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan,
penghuni dan cahaya matahari yang masuk karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu
melalui lubang ventilasi secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-
g. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin
pendingin (AC) dan lift. dapat mengaplikasikan green architecture yang ada
secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam
2. Working with Climate (memanfaatkan kondisi site.
dan sumber energi alami)
Pendekatan green architecture bangunan Sifat-sifat pada Bangunan Berkonsep Arsitektur Hijau
berdaptasi dengan lingkungannya, hal ini dilakukan Arsitektur hijau (green architecture) mulai tumbuh
dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan sejalan dengan kesadaran dari para arsitek akan
lingkungan sekitar ke dalam bentuk serta keterbatasan alam dalam menyuplai material yang
pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara : mulai menipis. Alasan lain digunakannya arsitektur
a. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari hijau adalah untuk memaksimalkan potensi
b. Menggunakan sistem air pump dan cross site. Penggunaan material-material yang bisa didaur-
ventilation untuk mendistribusikan udara ulang juga mendukung konsep arsitektur hijau,
yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan. sehingga penggunaan material dapat dihemat. Green
c. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai dapat diinterpretasikan sebagai berikut :
pengatur iklim. 1. Sustainable (berkelanjutan)
d. Menggunakan jendela dan atap yang Sustainable yang berarti bangunan green
sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang zaman, konsisten terhadap konsepnya yang menyatu
sesuai kebutuhan. dengan alam tanpa adanya perubahan – perubahan
3. Respect for Site (menanggapi keadaan tapak yang signifikan tanpa merusak alam sekitar.
pada bangunan) 2. Earthfriendly (ramah lingkungan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antar Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai
bangunan dan tapaknya. Hal ini bertujuan keberadaan bangunan berkonsep green architecture apabila
bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan bangunan tersebut tidak bersifat ramah lingkungan.
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, Maksud tidak bersifat ramah terhadap lingkungan
dengan cara sebagai berikut : disini tidak hanya dalam perusakkan terhadap
a. Mempertahankan kondisi tapak dengan lingkungan, tetapi juga menyangkut masalah
membuat desain yang mengikuti bentuk pemakaian energi. Oleh karena itu bangunan
tapak yang ada. berkonsep green architecture mempunyai sifat ramah
b. Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, terhadap lingkungan sekitar, energi dan aspek – aspek
yaitu pertimbangan mendesain bangunan pendukung lainnya.
secara vertikal. 3. High Performance Building (bangunan dengan
c. Menggunakan material lokal dan material performa yang baik)
yang tidak merusak lingkungan. Bangunan berkonsep green architecture
4. Respect for User (memperhatikan pengguna mempunyai satu sifat yang tidak kalah pentingnya
bangunan) dengan sifat – sifat lainnya. Sifat ini adalah “high
Antara pemakai dan green architecture performance building”. Sifat ini penting, karena salah
mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan satu fungsinya untuk meminimalisir penggunaan
akan green architecture harus memperhatikan kondisi energi dengan memanfaatkan energi yang berasal dari
pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan alam (energy of nature) dan dipadukan dengan
pengoperasiannya. teknologi tinggi (high technology performance).
5. Limitting New Resources (meminimalkan sumber Contohnya :
daya baru) a. Penggunaan panel surya (solar cell) untuk
Suatu bangunan seharusnya dirancang memanfaatkan energi panas matahari
mengoptimalkan material yang ada dengan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik
meminimalkan penggunaan material baru, dimana rumahan.

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 | 157


Kajian Prinsip Arsitektur Hijau Pada Bangunan Perkantoran Studi Kasus United Tractor Head Office Dan Menara BCA

b. Penggunaan material yang dapat didaur analisis dua tahap maka diinterpretasikan atau
ulang, penggunaan konstruksi maupun ditafsirkan hasilnya.
bentuk fisik dan fasad bangunan yang dapat
mendukung konsep green architecture. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bangunan perkantoran turut menyatakan
simbol green architecture dengan Analisa Penerapan 6 Prinsip Arsitektur Hijau di
menerapkan penggunaan material yang United Tractor Head Office
mendukung konsep tersebut. 1. Conserving Energy (hemat energi)
Pada bangunan ini menerapkan pemanfaatan
METODE PENELITIAN energi secara baik dengan meminimalkan penggunaan
energi untuk alat pendingin (AC), lift dan eskalator.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Selain itu bangunan ini menggunakan sun shading dan
rasionalistik, dengan metode kualitatif deskriptif. vertical garden agar dapat mengatur intesitas cahaya
Pengambilan data dan analisis dilakukan secara dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam
deduktif menggunakan teori yang telah ditelaah ruangan. Bangunan ini pun dapat melakukan
terlebih dahulu. Data dikumpulkan melalui observasi penghematan listrik mencapai 39.5% dari baseline.
langsung dan wawancara. Observasi secara langsung Gambar 1 memperlihatkan analisis penerapan hemat
digunakan untuk merekam bentuk fisik arsitektural energy dengan memperhatikan gerak matahari.
dan melengkapinya dengan wawancara.
Objek penelitian ini adalah dua studi kasus
bangunan perkantoran di Jakarta yang menerapkan
konsep arsitektur hijau yaitu bangunan yang dalam
perancangan, pembangunan, pengoprasian, serta
dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek
lingkungan dan memenuhi syarat-syarat atau kriteria
dan bersertifikat bangunan hijau (GBCI). Dua kasus
tersebut adalah United Tractor Head Office dan
Menara BCA.
United Tractors Head Office telah menerapkan
konsep bangunan hijau berdasarkan tolok ukur
GREENSHIP New Building 1.1. Gedung yang memiliki Gambar 1. Penerapan hemat energi
luas lahan mencapai 23.468 m2. Studi kasus kedua (Sumber: Analisa Penulis, 2018)
adalah Menara BCA yang merupakan bangunan
dengan konsep green building berdasarkan tolok ukur 2. Working with Climate (memanfaatkan kondisi
GREENSHIP Existing Building 1.0. Gedung Menara BCA dan sumber energi alami)
yang terletak di Jakarta Pusat ini adalah gedung Bangunan ini didesain dengan memperhatikan
pertama di Indonesia yang meraih sertifikat pemanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan
GREENSHIP. Gedung Menara BCA mulai melakukan sekitar. Orientasi dari bangunannya pun mengikuti
proses sertifikasi GREENSHIP di pertengahan tahun arah datangnya sinar matahri. Selain itu, penggunaan
2010 hingga mendapatkan sertifikat GREENSHIP pada cross ventilation dengan mengoptimalkan udara alami,
tahun 2011. bersih dan sejuk bisa masuk ke dalam ruangan serta
Dalam proses sertifikasi gedung perkantoran ini menggunakan tumbuhan air sebagai pengatur iklim.
telah melakukan upaya keras untuk perubahan dan
penambahan fasilitas sesuai dengan tolok ukur
GREENSHIP Existing Building 1.0. Upaya ini
memperlihatkan penurunan penggunaan energi,
gedung ini melakukan penghematan listrik mencapai
30,24% sedangkan penghematan air mencapai 20%.
Saat ini sedang dalam proses resertifikasi Greenship
Existing Building.
Analisis dilakukan dua tahap, yaitu tahap
pertama adalah merekam, mengidentifikasi, dan
mendeskripsikan teori yang akan digunakan untuk
mengambil data dan menganalisis. Tahap kedua Gambar 2. Penerapan orientasi bangunan
adalah mengidentifikasi penerapan prinsip arsitektur (Sumber: Analisa Penulis, 2018)
hijau pada studi kasus yang diteliti. Setelah melakukan

158 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020


Achmad Fikri Mauludi, Anisa, Anggana Fitri Satwikasari

3. Respect for Site (menanggapi keadaan tapak mendesain bangunan kantor yang memanfaatkan
pada bangunan) kondisi bangunan, menanggapi keadaan tapak pada
Bangunan ini direncana dengan mengacu pada bangunan, meminimalkan sumber daya dan hemat
interaksi antara bangunan dan tapak, sehingga energi serta memperhatikan penggunanya.
bangunan mengikuti bentuk tapak (Gambar 3).
Keberadaan bangunan ini pun sangat baik dari segi Analisa Penerapan 6 Prinsip Utama Arsitektur Hijau
konstruksi, bentuk dan pengoprasiaanya dengan di Gedung Menara BCA
setidaknya tidak merusak lingkungan sekitar. 1. Conserving Energy (hemat energi)
Pada bangunan ini menerapkan pemanfaatan
energi dengan menurunkan emisi gas karbon dioksida
(CO2) sebesar 6.360 ton per tahun. Pemakaian lampu
LED-light emitting diode, yang mampu menghemat
listrik hingga 70% dibandingkan lampu lain
berdaya sama, dan memasang lampu tabung T5 yang
dilengkapi sensor cahaya untuk mengukur tingkat
pencahayaan saat ruangan gelap atau
terang. Memakai lampu hemat energi juga
meringankan kerja penyejuk udara atau AC, karena
suhu ruangan tidak bertambah dari panas cahaya
lampu. Bangunan ini pun dapat melakukan
Gambar 3. Penerapan menanggapi keadaan tapak
penghematan listrik mencapai 35% dari baseline.
(Sumber: Analisa Penulis, 2018)

4. Respect for Use (memperhatikan pengguna


bangunan)
Bangunan kantor United Tractor sudah
memperhatikan pengguna karena sudah menerapkan
prinsip arsitektur hijau dengan memanfaatkan
pencahayaan alami dan penghawaan alami.

Gambar 5. Penerapan hemat energi


(Sumber: Analisa Penulis, 2018)

2. Working with Climate (memanfaatkan kondisi


dan sumber energi alami)
Bangunan ini didesain dengan memperhatikan
pemanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan
Gambar 4. Penerapan memperhatikan pengguna sekitar. Menara BCA ini merupakan bagian dari
(Sumber: Analisa Penulis, 2018) pengembangan Grand Indonesia, gedung ini
memanfaatkan orientasi datangnya sinar matahari
5. Limitting New Resources (meminimalkan sumber dan pemakaian kaca ganda pada jendela.
daya baru)
Kantor United Tractor ini dirancang dengan
mengoptimalkan material yang ada dan
meminimalkan penggunaan material baru. Selain itu,
pemanfaatan grey water menjadikan hal yang
terpenting di kantor ini, karena kantor ini mempunyai
penampungan air hujan di dalam resapan yang
kemudian air tersebut diolah kembali agar bisa
digunakan untuk flushing di toilet dan untuk menyiram
tanaman.
6. Holistic
Bangunan kantor United Tractor sudah Gambar 6. Penerapan orientasi bangunan
menerapkan prinsip arsitektur hijau dengan (Sumber: Analisa Penulis, 2018)

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 | 159


Kajian Prinsip Arsitektur Hijau Pada Bangunan Perkantoran Studi Kasus United Tractor Head Office Dan Menara BCA

3. Respect for Site (menanggapi keadaan tapak pada agar bisa digunakan untuk flushing di toilet.
bangunan) Penggunaan material pada fasad bangunan ini
Desain bangunan sudah mengacu pada interaksi menggunakan kaca Low-e yaitu kaca ganda pada
bangunan dan tapak, sehingga bentuk bangunan jendela dengan tujuan untuk mengurangi suhu panas
mengikuti bentuk tapak. Hanya saja keberadaan dan mempertahankan keadaan suhu ideal lebih lama
bangunan ini menyatu dengan bangunan lainnya. di dalam ruangan.

Gambar 9. Penerapan kaca low-e


(Sumber: Analisa Penulis, 2018)

6. Holistic
Bangunan Menara BCA sudah menerapkan
prinsip arsitektur hijau dengan mendesain bangunan
Gambar 7. Penerapan menanggapi keadaan tapak kantor yang memanfaatkan kondisi bangunan,
(Sumber: Analisa Penulis, 2018) menanggapi keadaan tapak pada bangunan,
meminimalkan sumber daya dan hemat energi serta
4. Respect for Use (memperhatikan pengguna memperhatikan penggunanya.
bangunan)
Bangunan menara BCA didesain dan dibangun KESIMPULAN
dengan konsep ramah lingkungan dengan tujuan
untuk mencegah dan mengurangi pencemaran yang 1. Bangunan yang baik harus memperhatikan
disebabkan oleh aktifitas perkantoran. Pemanfaatan pemakaian energi sebelum dan sesudah
pencahayaan alami terbukti meningkatkan tingkat bangunan dibangun. Pada studi kasus ini
produktifitas kerja. pemanfataan energi listrik lebih dari 30% dengan
menghemat pemakaian lampu, penggunaan
energi dan memaksimalkan pencahayaan dan
penghawaan alami.
2. Penghematan penggunaan air pada studi kasus
ini dengan menghemat air mencapai ±50% dari
baseline, tetapi menara BCA hanya mampu
menghemat 20% saja. Selain itu pemanfaatan
grey water juga diterapkan pada masing-masing
studi kasus dengan mengola kembali air yang
ditampung ke dalam resapan untuk digunakan
Gambar 8. Penerapan memperhatikan pengguna sebagai pemakaian flushing pada toilet.
(Sumber: Analisa Penulis, 2018) 3. Bangunan ini didesain dengan memanfaatkan
kondisi alam, iklim dan lingkungan sekitar ke
5. Limitting New Resources (meminimalkan sumber dalam bentuk serta pengoperasian pada
daya baru) bangunan tersebut. Hanya saja penerapan
Kantor Menara BCA ini dirancang dengan tersebut masing-masing berbeda pada setiap
mengoptimalkan material yang ada dan bangunan studi kasus ini.
meminimalkan penggunaan material baru. Selain itu, 4. Masing-masing bangunan didesain dengan
pemanfaatan grey water menjadikan hal yang menyesuaikan bentuk tapak dengan
terpenting di kantor ini, karena kantor ini mempunyai mempertahankan kondisi tapak baik dari segi
penampungan air dari air bekas wudhu sebagai bahan konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak
outdoor AC yang kemudian air tersebut diolah kembali merusak lingkungan sekitar.

160 | SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020


Achmad Fikri Mauludi, Anisa, Anggana Fitri Satwikasari

5. Penggunaan material pada studi kasus sudah


memakai material bersifat ramah terhadap
lingkungan yang menyatu dengan alam tanpa
adanya perubahan yang signfikan dan tidak
merusak alam sekitar.
6. Kebutuhan pada konsep green architecture
harus memikirkan desain bangunan dengan
memperhatikan pengguna bangunan. Pada dua
studi kasus ini sudah didesain dan dibuat untuk
kenyamanan dan keamanan penggunan di dalam
bangunan tersebut.
7. Sertifikasi GBCI Gedung Menara BCA greenship
existing building platinum, dan Gedung United
Tractor bersertifikat greenship new building
platinum.
8. United Tractor adalah preseden yang paling
tepat karena memiliki area hijau mencapai 30%,
menghemat listrik mencapai 39,5%, penggunaan
air mencapai 55,9% dan bangunan yang paling
memikirkan pegoperasian berdasarkan arah
sinar matahari.
9. Berdasarkan interpretasi pada dua studi kasus
yang diteliti, arsitektur hijau tidak selalu identik
dengan “hijau” tetapi juga dapat
diinterpretasikan sebagai bangunan yang
sustainable (berkelanjutan), earth friendly
(ramah lingkungan) dan high performance
building (bangunan dengan performa sangat
baik).

DAFTAR PUSTAKA

Anisa. (2014). Aplikasi Green Architecture pada Rumah


Tradisional Kudus. Jurnal Teknologi Vol 6 No 2.
Pradono, B. (2008). Green Design dalam Perspektif
Arsitek Muda. Good Business With Green Design.
8 November 2008. Universitas Brawijaya,
Malang, Indonesia.
Priatman, Jimmy. (2002). Energy-Efficient
Architecture, Paradigma dan Manifestasi
Arsitektur Hijau. Dimensi Journal of Architecture
and Built Environment Vol 30 No 2.
Siregar, HH. (2012). Pengembangan Kawasan Pasar
Sei Sikambing Medan. Jurnal Arsitektur dan
Perkotaan “Koridor”. 3 (1) : 70-76
Vale, Brenda and Robert. (1991). Green Architecture
Design For A Sustainbale Future.
London: Thames and Hudson.

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/jurtek/article/view
/219/194

SINEKTIKA Jurnal Arsitektur, Vol. 17 No. 2 Juli 2020 | 161


Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020

p-ISSN 2621-1610
e-ISSN 2620-9934

http://ejournal.upi.edu/index.php/jaz - e-mail: jurnal.zonasi@gmail.com dan jurnal_zonasi@upi.edu


doi.org/10.17509/jaz.v3i2.24898

KAJIAN KONSEP ARSITEKTUR HIJAU PADA BANGUNAN MUSEUM GEOLOGI


STUDI KASUS : MUSEUM GEOLOGI BANDUNG

Article History: Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin1


First draft received: Anggana Fitri Satwikasari2
26 Mei 2020 1,2
Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jakarta, Indonesia
Revised:
15 Juni 2020 Jl. Cempaka Putih Tengah 27, RT.11/RW.5, Cemp. Putih Tim., Kec. Cemp. Putih, Kota
Accepted: Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10510
22 Juni 2020 Email: 2016460030@ftumj.ac.id
Final proof received: Anggana.fitri@ftumj.ac.id
Print:
30 Juni 2020 Abstract: Concern for nature must indeed be considered, because to prevent undesirable
effects such as global warming or damage to the surrounding environment. The cause of this
Online impact is a result of nature and even human actions themselves, such as due to volcanoes
4 Juli 2020
erupting, waste disposal, vehicle pollution, and others. But there are also causes of other
Jurnal Arsitektur ZONASI things, namely the establishment of a building without looking at the surrounding
is indexed and listed in environment, which only emphasizes the function and aesthetics, so it becomes a very
several databases: important problem. Green architecture is a concept where buildings to be erected must have
SINTA 4 (Arjuna) criteria to support the natural surroundings, so this concept is very used to minimize or
GARUDA (Garda Rujukan Digital) prevent natural damage caused by buildings. An example of the building that will be applied
Google Scholar in this research is the Geology Museum, considering that Indonesia has a complex
Dimensions geographical location and natural wealth from the bowels and extraterrestrial. The method
oneSearch used in this research is a qualitative descriptive method, which is the depiction or explaining
BASE the facts in the field by analyzing and discussing them broadly so that they can find results
and conclusions.
Member:
Crossref Keywords: Green Architecture, Museum, Qualitative Descriptive.
RJI
APTARI
FJA (Forum Jurna Arsitektur) Abstrak: Kepedulian terhadap alam memang harus diperhatikan, karena untuk mencegah
IAI dampak-dampak yang tidak diinginkan seperti pemanasan bumi atau kerusakan lingkungan
AJPKM sekitar. Penyebab dari dampak ini merupakan akibat dari alam bahkan perbuatan manusia itu
sendiri, seperti akibat gunung berapi meletus, pembuangan limbah, polusi kendaraan, dan
lain-lain. Namun ada juga penyebab dari hal lain yaitu berdirinya suatu bangunan tanpa
melihat lingkungan sekitarnya, yang hanya mementingkan fungsi maupun estetikanya,
sehingga menjadi suatu permasalahan yang sangat penting. Arsitektur hijau merupakan
sebuah konsep dimana bangunan yang akan didirikan harus memiliki kriteria untuk
mendukung alam sekitar, sehingga konsep ini sangat digunakan untuk meminimalisir atau
mencegah terjadinya kerusakan alam yang disebabkan oleh bangunan. Sebagai contoh
bangunan yang akan diterapkan pada penelitian ini adalah Museum Geologi, mengingat
Indonesia memiliki letak geografis yang kompleks dan kekayaan alam dari perut dan luar
bumi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu
penggambaran atau menjelaskan fakta-fakta yang ada di lapangan dengan cara menganalisis
serta membahasnya secara luas sehingga dapat menemukan hasil dan kesimpulan.

Kata Kunci: Arsitektur Hijau, Museum, Deskriptif Kualitatif.

1. Pendahuluan
Kerusakan alam menjadi salah satu bencana besar bagi dunia, tidak terkecuali seperti pemanasan
global, pembuangan limbah, polusi dan lain-lain. Keseimbangan antara lingkungan dan sekitarnya juga
merupakan hal yang sangat penting, mengingat generasi penerus kita semua akan menikmati keindahan serta

Copyright © 2020, Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari


211
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
kekayaan alamnya. Namun, dari kita semua semakin sedikit yang peduli tentang hal tersebut. Banyak penyebab
yang membuat alam kita rusak, seperti didirikannya bangunan tanpa melihat lingkungan sekitarnya, yang
hanya mementingkan fungsi serta estetika tanpa melihat pohon-pohon yang tumbuh di area tersebut.
Indonesia juga merupakan negara yang sangat mudah terkena dampak bencana alam mapun buatan,
dan banyak sekali yang tidak memikirkan ataupun peduli mengapa ini terjadi. Seperti baru-baru ini yang
sedang memanasnya yaitu kabut asap di Riau dan sekitarnya, hal ini dikarenakan pembakaran dan perusakan
hutan oleh manusia yang serakah dan hanya ingin mengambil keuntungan tanpa memikirkan kerugian yang
akan didapatkan. Namun, ada kalanya kabut asap juga disebabkan secara alami, seperti dari gunung meletus,
maupun cuaca yang panas sehingga terjadinya gesekan antara pohon-pohon yang kering dan mengakibatkan
kebakaran.
Tidak berbeda dengan bangunan, yang mana bangunan juga menyumbang kerusakan pada lingkungan
disekitarnya. Hal ini disebabkan banyaknya pemakaian kaca yang berlebih serta tidak memikirkan iklim.
Bukan hanya itu, terkadang orang-orang lebih mementingkan berdirinya sebuah bangunan tanpa melihat
lingkungan sekitarnya. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang besar bagi kelangsungan hidup kita untuk
kedepannya.

1.1 Arsitektur Hijau


Berdasarkan permasalahan, tentu harus ada solusi untuk menghentikannya, setidaknya mengurangi
kontribusi bangunan dalam perusakan lingkungan. Salah satu caranya adalah mendirikan sebuah bangunan
dengan penerapan konsep arsitektur hijau. Arsitektur hijau merupakan arsitektur yang mencakup mengenai
alam serta kepedulian mengenai pemeliharaan atau perlindungan terhadap lingkungan sekitar, dengan
memperhatikan terhadap energy efficient (efisiensi energi), (sustainable concept) konsep berkelanjutan, serta
holistic application (penerapan holistik) (Priatman, 2002). Arsitektur hijau juga merupakan sebuah
pengenalan untuk merencanakan arsitektur dengan meminimalisir dampak buruk terhadap kesehatan manusia
maupun lingkungan sekitarnya, sehingga memiliki tujuan utama seperti menciptakan eco desain, kepedulian
terhadap lingkungan, menciptakan arsitektur yang alami serta arsitektur yang berkelanjutan (Rusadi,
Purwatiasning, & Satwikasari, 2019). Sedangkan menurut (Syarif & Amri, 2017) menjelaskan bahwa
arsitektur hijau adalah salah satu konsep yang dipakai oleh arsitektur dengan tujuan untuk terciptanya kondisi
yang ekologis serta ramah lingkungan sehingga mendapatkan keseimbangan yang baik antara manusia,
bangunan dan lingkungan.
Dapat disimpulkan bahwa aristektur hijau merupakan salah satu konsep yang lebih memanfaatkan
sumber daya alam dibanding sumber daya buatan, hal ini mengingat kesadaran kita akan dampak-dampak yang
ditimbulkan jika terus-menerus menggunakan sumber energi buatan terhadap manusia maupun bangunan itu
sendiri. Karena arsitektur hijau juga merupakan sebuah konsep yang mempelajari berkelanjutan, maksudnya
adalah arsitektur hijau mengurangi pemakaian sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dengan tujuan agar
tidak cepat habis pakai dan menjamin untuk generasi yang akan datang agar bisa merasakan juga (Afifah,
Anisa, & Hakim, 2018). Untuk contoh penerapannya menurut (Utsman, Suroto, & Winarto, 2019) adalah bisa
meminimalkan pemakaian sumber daya terutama sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, penggunaan site
atau lahan dengan tidak mengganggu lingkungan sekitarnya, serta dapat mengolah barang bekas menjadi
barang yang dapat digunakan untuk kepentingan arsitektur, sehingga menjadi salah satu alternatif untuk bisa
menghemat biaya. Menurut (Rachmayanti & Roesli, 2014) arsitektur hijau juga memiliki manfaat-manfaat
untuk kelangsungan hidup bagi manusia, bangunan maupun lingkungan sekitarnya, seperti penghematan
energi, bangunan memiliki daya tahan yang lebih lama, meminimalkan perawatan terhadap bangunan,
memberikan kesehatan dan kenyamanan bagi pemilik, serta dapat mengurangi pemanasan bumi.
Dampak rumah kaca juga mengakibatkan perubahan iklim yang ekstrim, terganggunya ekologis,
bahkan terjadinya suhu yang meningkat. Maka dari itu arsitektur hijau dapat mengembangkan efisiensi
penggunaan energi dan air, serta penggunaan material-material yang mereduksi pengaruh bangunan dengan
manusia terhadap kesehatan (Henriyanto, 2016). Sehingga arsitektur hijau menjadi langkah untuk merancang
suatu bangunan, baik itu kawasan maupun perkotaan yang dapat mengurangi gas rumah kaca (Karyono, 2010).
Menurut (Putri, Singgih, & Gunawan, 2019) ada empat prinsip yang harus diterapkan pada bangunan
dengan konsep arsitektur hijau, antara lain material (ramah lingkungan, bisa diperbaharui, dapat diolah dari
barang bekas menjadi barang siap pakai, hemat biaya dan energi), kesehatan (kemananan dan kenyamanan
bagi pengguna), air (daur ulang air hujan dan limbah, hemat pemakaian air) serta energi alami (memanfaatkan
energi alami seperti cahaya matahari, angin). Sedangkan menurut Brenda dan Robert Vale dalam bukunya
‘’Green Architecture : Design For A Sustainable Future’’, terdapat enam prinsip antara lain conserving energy
/ hemat energi, working with climate / penyesuaian terhadap iklim, respect for site / menanggapi keadaan tapak

212 jurnal arsitektur ZONASI : Vol. 3 No. 2, Juni 2020


Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
pada bangunan, respect for user / memperhatikan pengguna atau pemilik bangunan, limitting new resources /
meminimalkan sumber daya, dan holistic / menyeluruh.

1.2 Bangunan
Bangunan merupakan suatu dinding dan lain-lain yang berdimensi besar sebagai tempat untuk
beraktifitas, seperti bangunan kantor, pendidikan, pertemuan, perdagangan dan lain-lain (Kalukar, Tumaliang,
& Tuege, 2015). Bangunan juga bisa diartikan sebagai konstruksi teknik terhadap bumi atau disimpan secara
permanen disekitar tanah maupun perairan sehingga bisa difungsikan untuk tempat tinggal, tempat usaha
maupun yang lain (Kakunsi, 2013). Sebagai contoh bangunan yang akan diteliti merupakan bangunan museum
geologi, mengingat Indonesia sendiri memiliki letak geografis yang kompleks serta kekayaan alam baik dari
luar maupun perut bumi.

1.3 Museum
Menurut (Noor & Karwina, 2012) pembangunan museum telah terjadi perubahan, yang mana definisi
museum sebagai tempat untuk menyimpan dan memamerkan koleksi, saat ini museum di dunia berusaha untuk
memberikan kesan suasana serta pengalaman yang baru dan berbeda, baik dari tujuan, misi, penunjang, dan
sebagainya sehingga membuat pengunjung akan merasakan keamanan dan kenyamanan baik di dalam museum
maupun sekitarnya.
Museum sendiri merupakan sebuah bangunan bersifat publik yang bertujuan untuk memamerkan
benda-benda nyata dan bersejarah demi kepentingan pendidikan maupun kesenangan. Sehingga harapannya,
bangunan museum khususnya museum geologi bisa menerapkan beberapa prinsip arsitektur hijau untuk
kepentingan pengguna maupun lingkungan sekitar. Bangunan publik juga merupakan fasilitasnya yang identik
sebagai pusat pelayanan untuk masyarakat, seperti kebutuhan pemerintahan, perekonomian, keamanan serta
kebutuhan lain. Sehingga Pemerintah setempat bisa mengembangkan aktifitas tersebut diberbagai sektor demi
kepentingan cita-cita masyarakat yang diharapkan (Dewanto, 2010).
Menurut International Council of Museum (ICOM), museum adalah suatu lembaga yang memilki sifat
tetap, tidak mencari untung, melayani secara umum serta pengembangannya bersifat terbuka, mendapat,
menjaga, menginfokan bahkan memamerkan peninggalan-peninggalan tentang jati diri manusia terhadap
lingkungan sekitar demi kepentingan pendidikan serta wisata. Museum juga bukan hanya tempat penyimpanan
benda-benda tua maupun antik semata, bahkan museum juga dijadikan sebagai tempat untuk penelitian,
pendidikan, bahkan konservasi, dimana museum harus terbuka dan bermanfaat untuk masyarakat umum
(Wulandari, 2014)
Dapat disimpulkan bahwa museum merupakan sebuah tempat yang bersifat terbuka atau umum dengan
tujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat, yang aktifitas didalamnya seperti merawat, mengoleksi,
mengkonservasi, serta memamerkan benda nyata untuk kepentingan pendidikan masyarakat, memberikan
informasi bahkan kesenangan. Sehingga museum hanya dapat dipahami serta diartikan karena fungsi dan
kegiatannya itu sendiri (Susanto, 2014), maksudnya adalah bangunan itu bisa disebut dengan museum asalkan
syaratnya sesuai dengan fungsi dan kegiatannya, seperti menyimpan koleksi, menjaganya, merawat, dan
sebagai tempat untuk penelitian.

1.4 Museum Geologi


Museum Geologi merupakan sebuah museum yang melayani informasi tentang kebumian, baik itu hal
struktur, komposisi, karakter, bahkan sejarahnya. Museum Geologi juga merupakan bangunan yang bertipe
tempat pendidikan maupun tempat wisata. Dimana hal ini merupakan sebagai sarana untuk menambah
wawasan, pengalaman serta kesenangan bagi pengunjung yang datang

2. Metode Penelitian
Metode yang dipakai pada penelitian ini merupakan metode deskriptif kualitatif, yaitu penggambaran
atau menjelaskan kejadian sebenarnya dengan cara menganalisis serta membahasnya secara luas sehingga dapat
menemukan hasil dan kesimpulan. Penelitian ini akan menerapkan konsep arsitektur hijau terhadap bangunan
museum geologi, yang nantinya akan membahas tentang permasalahan serta kebutuhan antara bangunan
dengan lingkungan sekitarnya.
Untuk metode pencarian literatur, penelitian ini menggunakan data primer serta sekunder. Data primer
adalah kegiatan untuk mengamati proses atau objek keadaan sekitar, dengan maksud merasakan serta melihat
langsung sehingga bisa memahami apa yang terjadi, yang kemudian dituangkan dalam sebuah catatan.
Observasi juga dilakukan untuk mengamati keadaan fisik dan non fisik, seperti bentuk dan letak bangunannya,

Copyright © 2020, Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari


213
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
keadaan sekitar bangunan, iklim nya, dan lain-lain. Observasi bisa dimanfaatkan dengan cara menulis disebuah
catatan, atau bisa juga dengan dokumentasi yang berupa digital seperti foto, video, atau rekaman sehingga hal
ini bertujuan untuk menguatkan penelitian ketika mengambil data. Sedangkan untuk data sekunder adalah
dengan diperbanyaknya mencari literatur seperti jurnal yang membahas tentang arsitektur hijau.
Metode analisis ini dilakukan dengan penjabaran kondisi eksisting yang dikaitkan berdasarkan prinsip
arsitektur hijau menurut Brenda dan Robert Vale dalam bukunya ‘’Green Architecture : Design For A
Sustainable Future’’, dengan studi kasus Museum Geologi Bandung, Jawa Barat. Prinsip-prinsip tersebut
adalah conserving energy / hemat energi, working with climate / penyesuaian terhadap iklim, respect for site /
menanggapi keadaan tapak pada bangunan, respect for user / memperhatikan pengguna atau pemilik bangunan,
limitting new resources / meminimalkan sumber daya, dan holistic / menyeluruh.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Gambaran Umum
Museum ini berlokasi di Jl. Diponegoro No.57, Cihaur Geulis, Kecamatan Cibeunying Kaler, Kota
Bandung, Jawa Barat. Museum ini memiliki luas bangunan ± 3.617,08 m² dengan luas kawasannya ± 8.342,52
m², yang berarti sekitar ± 4.725,44 atau 56 % merupakan area hijau baik itu desain aktif maupun desain pasif.

3.1.1 Data Fisik


a. Bangunan
Museum ini terdiri dari 2 lantai serta menerapkan gaya arsitektur Art Deco dengan memiliki kesan
horisontal yang kuat, sehingga masih bisa dilihat museum ini seperti bangunan pada masa kolonial. Di dalam
museum ini juga terdapat beberapa ruangan yang memiliki fungsi-fungsi tertentu, seperti terdapatnya lobi pada
lantai 1 dan 2, ruang pameran sayap barat dan sayap timur pada lantai 1, ruang pameran sisi timur dan ruang
pengelola sisi barat pada lantai 2, serta terdapatnya toilet pada lantai 1.

Gambar 1. Museum Geologi Bandung


Sumber : Jejakpiknik.com, 2019
b. Lingkungan
Museum ini memiliki taman yang luas di depan maupun dibelakang bangunan. Selain kegunaan nya
untuk estetika atau keindahan, taman di museum ini juga sangat diminati oleh pengunjung. Bukan karena
banyak tanaman atau pohon, tapi disini juga sebagai tempat penghilang penat atau capai ketika pengunjung
sudah berkeliling museum. Taman berfungsi sebagai sarana pelestarian ekosistem, seperti penunjang penting
bagi angin yang segar dan bersih untuk pengunjung dan bangunan. Selain itu, taman juga dijadikan tempat
yang bermanfaat seperti sarana komunikasi sosial, tempat berkumpulnya komunitas, dan lain-lain.

Gambar 2. Lingkungan Sekitar Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019

214 jurnal arsitektur ZONASI : Vol. 3 No. 2, Juni 2020


Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
3.1.2 Data Non Fisik
a. Pengunjung
Mayoritas pengunjung di Museum Geologi Bandung merupakan rombongan pelajar, terutama dari
kalangan TK hingga tingkat sekolah tinggi. Menurut data pengelola Museum, setiap hari selalu kedatangan
sekitar 1.000 pengunjung, kecuali pada Hari Sabtu serta Minggu akan meningkat sampai 2.000 pengunjung.
b. Sosial
Museum Geologi Bandung setiap tahun selalu mengadakan kegiatan sosialisasi, seperti di universitas
dan tempat pendidikan lainnya. Kegiatannya yaitu seperti pameran dan seminar umum.
c. Lingkungan
Museum Geologi Bandung memiliki lingkungan sekitar yang bersih dan terjaga, jarang ditemukannya
sampah, dan selalu ada tempat sampah dimana-mana. Serta, masih banyak ditemukannya pohon-pohon
disekeliling museum, dan juga taman museum sebagai penunjang keasrian. Walaupun disekeliling museum
terdapat jalan raya, namun polusi kendaraan tidak sampai masuk ke dalam bangunan, hal ini dikarenakan jarak
museum dengan jalan yang lumayan cukup jauh serta banyaknya pohon-pohon sebagai penunjang museum
untuk meminimalisir polusi yang masuk.
d. Peran masyarakat setempat
Masyarakat disekitar museum lebih banyak berprofesi sebagai pedagang, seperti menjual makanan
khas Bandung dan souvenir.

3.2 Analisis 6 Prinsip Arsitektur Hijau pada Museum Geologi Bandung


1. Conserving Energy / Hemat Energi
a. Listrik
Museum ini menerapkan penghematan listrik yang baik, terutama di area lobi pada siang hari, yang
mana listrik-listrik dimatikan, karena museum ini memiliki jendela pasif yang besar yang bisa memasukan
cahaya alami dengan maksimal kedalam bangunan. Namun ada beberapa ruangan yang sangat minim
pemakaian jendela pasif ataupun aktif, hal ini dikarenakan untuk menjaga koleksi-koleksi museum agar tetap
baik dan tidak rusak, karena lamanya waktu paparan sinar matahari akan berdampak negatif, terutama pada
koleksi batu yang memiliki sifat sensitif terhadap cahaya matahari.

Gambar 3. Jendela untuk Memasukan Cahaya Alami


Sumber : Data Peneliti, 2019
b. AC ( Air conditioner )
Museum ini juga meminimalkan alat pendingin buatan / AC, karena terdapat bukaan jendela yang
banyak baik di lantai 1 maupun 2, sehingga penghawaan didalam museum tidak terasa panas dan masih bisa
dinikmati oleh pengunjung.

Gambar 4. Jendela untuk Memasukan Penghawaan Alami (


Sumber : Data Peneliti, 2019

Copyright © 2020, Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari


215
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
c. Orientasi bangunan
Museum Geologi Bandung memiliki sisi bangunan yang memanjang dengan menghadap utara dan
selatan, sehingga dapat mengurangi radiasi matahari yang dapat menyebabkan kepanasan dan tidak nyaman
yang berlebihan. Museum ini juga tidak ditemukannya bukaan pada sisi timur dan barat yang menyebabkan
ruangan pada berada di sisi ini tidak mengalami kepanasan, sehingga museum ini dapat memanfaatkan dan
mengatur energi cahaya matahari dengan baik.

Gambar 5. Orientasi Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019
2. Working with Climate / Menyesuaikan dengan Iklim
a. Suhu dan kelembaban
Dikarenakan Bandung memiliki iklim pegunungan yang lembab dan sejuk dan menghasilkan suhu
sekitar 23.5 ºC, maka dinding museum ini menggunakan ketebalan dinding sekitar 40 cm, yang berfungsi untuk
meminimalkan udara dingin yang masuk ke museum, sehingga penghawaan didalam museum masih terasa
normal, yaitu tidak panas maupun dingin. Namun terkadang jika cuaca sedang panas, maka museum ini akan
memanfaatkan jendela aktif untuk dibuka sebagai sirkulasi masuk dan keluarnya udara alami, sehingga
pengunjung masih merasakan penghawaan yang baik.

Gambar 6. Tebal Dinding Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019
b. Curah hujan
Mengingat curah hujan di Bandung memiliki rata-rata sekitar 200.4 mm dengan jumlah hari hujan rata-
rata 21.3 hari perbulan, maka atap pada museum ini memiliki kemiringan yang cukup curam sekitar 45º, yang
membuat air hujan langsung turun ke bawah dan tidak tergenang atau terhambat di atas.

45⁰

Gambar 7. Kemiringan Atap Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019

216 jurnal arsitektur ZONASI : Vol. 3 No. 2, Juni 2020


Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
3. Respect for Site / Menanggapi terhadap Tapak Bangunan
Museum ini memiliki lahan di depan serta di belakang, sebagian besar berfungsi sebagai ruang terbuka
hijau. Bangunan Museum ini mendapatkan sekitar 44% dari luas lahan ± 8.342,52 m², sehingga museum ini
masih memikirkan tapak sekitar 56% sebagai tempat kegiatan aktif maupun pasif, seperti taman, area
tumbuhan, dan lain-lain. Keberadaan museum ini juga tidak merusak lingkungan sekitar, baik dilihat dari segi
konstruksinya maupun bentuk serta pemilihan materialnya.

Museum

Ruang Terbuka Hijau

Jl.Raya

Gambar 8. Site Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019
4. Respect for User / Menanggapi terhadap Pengguna Bangunan
a. Universal
Museum ini kurang memperhatikan dalam akses pengguna yang berkebutuhan khusus, terutama jika
ingin naik ke lantai 2, tidak ada lift melainkan tangga. Namun disisi lain, terdapat toilet khusus difabel dengan
ukuran yang mencukupi untuk masuknya kursi roda dan bergerak bebas di dalamnya, yaitu dengan luas 3x3
m. Bukan hanya itu, pintu toilet khusus difabel juga memiliki lebar 1 m, sehingga pengguna difabel bisa dengan
mudah untuk masuk. Serta untuk ketinggian duduk kloset memiliki ketinggian 50 cm, maksudnya bagian
bawah kloset menempel dengan lantai, hal ini bertujuan memudahkan pengguna difabel untuk turun dari kursi
roda ataupun sebaliknya dari kloset ke kursi roda.

Gambar 9. Toilet Difabel Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019
b. Material dinding
Selain adanya pencahayaan alami dan penghawaan alami, tentu pengunjung maupun pengelola
museum akan tetap merasakan kenyamanan. Karena museum ini terdapat lantai yang berbahan marmer serta
dindingnya yang tebal membuat keadaan didalam museum tetap sejuk walaupun jika diluar museum sedang
panas, ataupun sebaliknya didalam museum tidak akan dingin walaupun di luar sedang keadaan hujan.

Copyright © 2020, Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari


217
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020

Dinding

Lantai Marmer
Gambar 10. Material Dinding dan Lantai Museum Geologi Bandung
Sumber : Data Peneliti, 2019
5. Limitting New Resources / Meminimalkan Sumber Daya
Museum ini dibangun memaksimalkan bahan yang biasa digunakan pada umumnya. Seperti batu
batako untuk dinding yang tidak memerlukan bahan perekat yang tebal, sehingga bisa jadi lebih hemat, lebih
ringan dan memiliki daya ketahanan yang cukup kuat. Jendela dan pintu yang terbuat dari kayu yang memiliki
sifat solid alias padat. Serta atap yang terbuat dari metal dengan kelebihan daya tahan yang cukup tinggi dan
baik, bobot yang ringan, harga yang murah, ramah lingkungan, pemasangan mudah dan cepat sehingga bisa
menghemat waktu, serta cocok untuk rawan gempa.

Gambar 11. Material pada Museum Geologi Bandung


Sumber : Data Peneliti, 2019
6. Holistic Menyeluruh
Secara keseluruhan, Museum Geologi Bandung lebih banyak atau maksimal dalam menerapkan
prinsip arsitektur hijau, baik dari segi penghematan energinya, mampu menyesuaikan dengan iklim sekitar,
tidak mengganggu lahan dan ekosistem sekitar, mampu memperhatikan pengunjung museum, serta
menggunakan bahan yang ramah lingkungan.

4. Kesimpulan
Arsitektur hijau bukan hanya memperhatikan antara bangunan dengan lingkungan sekitar saja, namun
juga harus memperhatikan beberapa prinsip, seperti penghematan energi yang baik, mampu beradaptasi
dengan iklim sekitar, menanggapi keadaan lahan dan ekosistem sekitar, menanggapi pengguna atau
pengunjung bangunan, meminimalkan sumber daya, serta kesatuan dari prinsip pertama hingga prinsip
terakhir.
Penghematan pada museum geologi merupakan suatu hal yang penting karena harus memperhatikan
sumber energi, terutama listrik dan AC yang menjadi sumber penggunaan yang sering kita pakai sehari-hari.
Suatu bangunan juga harus dirancang dengan memperhatikan iklim setempat, karena iklim sangat berpengaruh
terhadap bentuk bangunan serta pemilihan materialnya.
Bentuk museum dan pemilihan material juga harus merespon terhadap beberapa dampak iklim
setempat, seperti kemiringan atap yang curam merupakan bentuk respon dari bentuk bangunan terhadap
dampak iklim, yaitu curah hujan yang tinggi. Pada kawasan ataupun lahan dimana bangunan museum berada,
harus memastikan bahwa eksisting di sekitarnya tetap terjaga, tidak merusak lingkungan, dan konstruksinya
tidak mengganggu lahan. Hal ini untuk menunjang keseimbangan antara bangunan museum dengan
lingkungan sekitar, terutama pohon-pohon yang menjadi sumber penghijauan.

218 jurnal arsitektur ZONASI : Vol. 3 No. 2, Juni 2020


Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari, Kajian Konsep Arsitektur Hijau
Volume 3 - Nomor 2 – Juni 2020
Selain itu, aspek universal dan kenyamanan bagi pengunjung adalah prinsip penting bagi penerapan
suatu bangunan, terutama museum. Karena harus memperhatikan segala kebutuhan bagi pengunjung yang
berkebutuhan khusus maupun pengunjung yang normal, dengan ini memudahkan pengunjung untuk berjalan
dan merasakan kenyamanan baik didalam bangunan maupun sekitarnya. Untuk material yang digunakan juga
harus memiliki nilai yang ekonomis, mudah didapatkan, memiliki daya tahan yang kuat dan lama, ramah
lingkungan, dan pemasangan yang cepat sehingga bisa menghemat waktu dan biaya. Selain itu, merancang
sebuah tempat yang bisa mendaur ulang seperti penampungan air juga merupakan hal yang penting, karena
dengan ini dapat memanfaatkan sumber daya dan menghemat pengeluaran.

5. Referensi
Afifah, R., Anisa, & Hakim, L. (2018). PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR HIJAU PADA BANGUNAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN HERBAL DI LEMBANG
BANDUNG. Jurnal Arsitektur PURWARUPA Volume 2 No 2 September 2018 : 93-98, 94.
Henriyanto, A. (2016). PERENCANAAN PUSAT TEKNOLOGI INFORMASI DI KENDARI DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR HIJAU. Volume 1 No 2| Agustus 2016, 84.
Kakunsi, I. E. (2013). ANALISIS PELAPORAN DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PADA DINAS PPKAD KABUPATEN KEPULAUAN SANGIHE. Jurnal EMBA Vol.1 No.4
Desember 2013, Hal. 1934-1945, 1934-1945.
Kalukar, S. J., Tumaliang, H., & Tuege, M. (2015). Desain Instalasi Penerangan Pada Bangunan Multi Fungsi.
12-13.
Karyono, T. H. (2010). Green Architecture Pengantar Pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia. Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA.
Priatman, J. (2002). ”ENERGY-EFFICIENT ARCHITECTURE” PARADIGMA DAN MANIFESTASI
ARSITEKTUR HIJAU. DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 2, Desember 2002: 167 - 175,
167-175.
Rusadi, P., Purwatiasning, A. W., & Satwikasari, A. F. (2019). PENERAPAN KONSEP ARSITEKTUR
HIJAU PADA PERENCANAAN AGROWISATA KOPI DI TEMANGGUNG. Jurnal Arsitektur
PURWARUPA Volume 03 No 4 September 2019, 25.
Dewanto, R. (2010, januari 11). bangunan publik. Retrieved from urban issues:
http://www.rudydewanto.com/2010/01/bangunan-publik.html
Wulandari, A. A. (2014). DASAR-DASAR PERENCANAAN INTERIOR MUSEUM. HUMANIORA Vol.5
No.1 April 2014: 246-257, 246-257.
Susanto, H. (2014). MUSEUM BERBASIS ANDROID PADA MUSEUM RANGGAWARSITA
SEMARANG DENGAN KOMPETENSI PROTOTYPE. 1.
Noor, A., & Karwina, W. (2012). Persepsi Wisatawan Domestik Terhadap Kualitas Pelayanan Museum
Geologi Bandung . Industrial Research Workshop and National Seminar 2012 , 377-384.
Putri, A. F., Singgih, E. P., & Gunawan. (2019). KONSERVASI ENERGI DAN AIR PADA FASILITAS
OLAHRAGA INDOOR DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR HIJAU DI KOTA DEPOK
JAWA BARAT . SENTHONG, Vol.2, No.1, Januari 2019 , 77-88.
Rachmayanti, S., & Roesli, C. (2014). GREEN DESIGN DALAM DESAIN INTERIOR DAN ARSITEKTUR
. HUMANIORA Vol.5 No.2 Oktober 2014: 930-939 , 930-939 .
Syarif, E., & Amri, N. (2017). Arsitektur Hijau pada Morfologi Permukiman Tepi Sungai Tallo. Jurnal
Lingkungan Binaan Indonesia 6 (2), 82-87, 82-87.
Utsman, M. R., Suroto, W., & Winarto, Y. (2019). PENERAPAN PRINSIP ARSITEKTUR HIJAU PADA
BANGUNAN KANTOR SEWA DI SURAKARTA. SENTHONG, Vol. 2, No.2, Juli 2019 , 415-424.

Copyright © 2020, Muhammad Ghiyas Ghurotul Muhajjalin; Anggana Fitri Satwikasari


219
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA | No. 3 | Vol. 3 | Hal 149 - 159
ISSN (E): 2716-4667 Agustus 2022

Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan


Apartemen Mahasiswa di Medan
Anif Sucipta 1, Aulia Muflih Nasution 2, Yunita Syafitri Rambe 2
1
Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area
2
Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Medan Area
Email: anifsucipta15@gmail.com

ABSTRAK
Layanan pendidikan di Indonesia semakin berkembang seiring berkembangnya arus globalisasi,
teknologi, dan informasi. Jumlah mahasiswa baik yang berasal dari dalam maupun luar kota dari tahun
ke tahun mengalami kenaikan, hal ini mengakibatkan kebutuhan tempat tinggal sementara terus
meningkat. Fenomena ini menjadi dasar kebutuhan untuk membangun hunian masyarakat, salah satunya
berupa apartemen mahasiswa yang berlokasi di Medan Sunggal. Pada perancangan apartemen ini,
melalui gubahan massa dan pengolahan fasad bangunan diterapkan konsep berlandaskan prinsip-prinsip
arsitektur hijau. Konsep ini memberi dampak positif pada lingkungan karena mendukung pemanfaatan
potensi sumber daya alam cahaya dan udara alami sehingga dapat menghemat energi listrik pada
pengoperasian bangunan. Selain itu cahaya dan udara alami juga memberi dampak positif bagi
kesehatan penggunanya. Penerapan kaca bersifat low-E mengurangi masuknya panas ke dalam
bangunan sehingga dapat menurunkan beban sistem AC. Semua langkah efisiensi pada penggunaan
energi dan perawatan apartemen menurunkan biaya sewa yang harus dikeluarkan mahasiswa sehingga
tidak terlalu memberatkan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap bangunan
apartemen mahasiswa ini, apakah sudah memenuhi kriteria arsitektur hijau. Metode penelitian berupa
metode kualitatif deskriptif dengan melakukan pengumpulan data dan analisis kuantitatif terhadap hasil
perancangan bangunan apartemen. Luaran dalam penelitian ini merupakan tercapainya tujuan
penelitian dengan melakukan publikasi sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
Kata kunci: Apartemen, Arsitektur Hijau, Hemat Energi, Mahasiswa

ABSTRACT
Education services in Indonesia are growing along with the development of globalization, technology,
and information. The number of students both from within and outside the city has increased from year to
year, this has resulted in the need for temporary housing to continue to increase. This phenomenon is the
basis for the need to build community housing, one of which is a student apartment located in Medan
Sunggal. In the design of this apartment, through mass composition and building facade processing,
concepts based on green architectural principles are applied. This concept has a positive impact on the
environment because it supports the utilization of the potential of natural light and natural air resources
so as to save electrical energy in building operations. In addition, natural light and air also have a
positive impact on the health of its users. The application of low-E glass reduces the entry of heat into the
building so that it can reduce the load on the AC system. All efficiency measures in energy use and
apartment maintenance reduce the rent costs that must be incurred by students so that they are not too
burdensome. This study aims to provide an assessment of this student apartment building, whether it
meets the green architecture criteria. The research method is a descriptive qualitative method by
collecting data and quantitative analysis of the results of apartment building designs. The output in this
research is the achievement of research objectives by publishing as a reference for future research.
Keywords: Apartment, Green Architecture, Energy Saving, Student

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA - 149


Anif Sucipta dkk.

1. PENDAHULUAN

Tren apartemen di kalangan mahasiswa dalam usaha real estate merupakan suatu usaha yang
menjanjikan. Hal ini disebabkan pangsa pasar yang sudah jelas dan akan terus bertambah setiap
tahunnya. Kebutuhan tempat tinggal yang nyaman dan berkualitas bagi mahasiswa menjadi pilihan
utama mereka. Apartemen mahasiswa ini sudah dibangun pada kota-kota besar di Jawa Barat dan
Jakarta. Contohnya Apartemen Taman Melati Margonda di Bandung yang dikembangkan oleh PT.
Andhi Persada Properti. Apartemen ini dibangun di lahan berpotensi yang dikelilingi oleh Universitas
Padjajaran, Institut Teknologi Bandung, Institut Pemerintahan Dalam Negeri, dan Institut Koperasi
Indonesia, dan telah terserap keseluruhan unitnya hingga mencapai 100% [1].

Kota Medan (ibu kota prov. Sumatera Utara) adalah kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI
Jakarta dan Surabaya, juga kota terbesar di luar pulau Jawa. Pada tahun 2020 kota ini telah memiliki
penduduk sebanyak 2.524.321 jiwa [2]. Pertumbuhan di bidang industri pendidikan tinggi terjadi
sangat cepat, termasuk di kota Medan. Keterkaitan antara kampus dan tempat tinggal tidak dapat
dihindari oleh mahasiswa terutama bagi yang berasal dari luar daerah dan luar negeri. Saat ini
mahasiswa di Medan mencapai 244,947 orang [3]. Jumlah mahasiswa ini bertambah setiap tahun
berbanding lurus dengan perkembangan perguruan tinggi. Mahasiswa tersebut dominan mahasiswa
dan mahasiswi yang berasal dari luar daerah maupun luar negeri, dan tinggal di kos-kosan atau sebuah
rumah kontrakan.

Di Medan mahasiswa masih bertempat tinggal di rumah sewa atau sering dikenal dengan kos-kosan.
Kehidupan kos-kosan menjadikan mahasiswa bersifat individualis, sehingga hanya digunakan sebatas
tempat untuk bermalam saja dimana mahasiswa menghabiskan sebagian waktunya di kampus atau di
tempat nongkrong. Kekurangan ini diperparah adanya permasalahan-permasalahan yaitu tempat kos
yang kurang nyaman dan aman serta tidak dilengkapi fasilitas untuk mendukung kegiatan mahasiswa,
lambatnya perbaikan kerusakan yang dilakukan oleh pemilik kos atau rumah sewa, termasuk
dihuninya kos-kosan oleh orang-orang yang berbeda latar belakang sehingga tidak tercipta komunikasi
yang baik di antara sesama mereka [4]. Oleh karena itu pembangunan apartemen mahasiswa dengan
berbagai fasilitas yang mendukung sangat tepat dilakukan di kota Medan. Dengan adanya apartemen
ini maka akan menjadi solusi hunian yang aman dan nyaman serta akan meningkatkan komunikasi
yang baik antar sesama mahasiswa. Apartemen yang lokasinya dekat dengan kampus sangat
dibutuhkan mahasiswa, karena akses yang dekat akan mengurangi jarak tempuh perjalanan, sehingga
dapat mengefisienkan waktu dan biaya.

2. METODOLOGI

2.1 Kerangka Pikir


Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif. Metode penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data yang mendalam. Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif bertujuan untuk
membuat deskripsi, gambaran sistematis, faktual, juga akurat terkait fakta-fakta, sifat-sifat, dan
hubungan antar fenomena yang diteliti [5]. Langkah penelitian dimulai dari perolehan ide atau gagasan
yang mendasari perancangan ini, kemudian dilakukan pencarian data hal-hal yang berkaitan dengan
ide dan gagasan tersebut dalam hal ini adalah perancangan apartemen mahasiswa. Data dibagi ke
dalam 2 kategori, yaitu:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya dengan cara langsung terjun ke
lapangan. Data primer ini diambil dengan cara penyebaran kuesioner pada mahasiswa baik dari
universitas negeri maupun dari universitas swasta luar kota Medan
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui perantara atau secara tidak langsung, yaitu dari
literatur peraturan pemerintah maupun literatur yang mendukung perancangan

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA – 150


Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan Apartemen Mahasiswa di Medan

Perolehan data primer maupun data sekunder diolah menjadi suatu data analisis yang merupakan dasar
perancangan apartemen mahasiswa. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada perancangan ini
yaitu:

Latar Belakang
Tempat tinggal sementara atau sering disebut kos-kosan bagi mahasiswa, saat ini hanya digunakan sebatas tempat
untuk bermalam saja, sebagian waktu mahasiswa dihabiskan di kampus atau di tempat nongkrong

Maksud dan Tujuan


Memberikan wadah tempat tinggal berupa apartemen mahasiswa bagi mahasiswa yang berkuliah di Kota Medan,
dengan dilengkapi fasilitas dan perawatan yang baik serta lokasinya dekat dengan kampus agar mudah dicapai

Permasalahan
Mahasiswa menginginkan hunian yang bisa ditempati bersama teman-teman atau komunitas yang memiliki latar
belakang sama atau saling bersinggungan, dengan fasilitas dan perawatan yang lengkap untuk menunjang kegiatan
belajar ataupun sekedar berkumpul bertukar pikiran

Feedback
Batasan Masalah
Hanya membahas tentang aparteman mahasiswa untuk mahasiswa yang sedang berkuliah dan mahasiswa yang sedang
berkuliah sambil bekerja

Tinjauan Pustaka Lokasi Perancangan Metodologi Perancangan

Analisis dan Konsep Perancagan

Perancangan Apartemen Mahasiswa

Diagram 1. Kerangka Berfikir


Sumber: Data pribadi

2.2 Tinjauan Teori


Menurut Endy Marlina, apartemen adalah bangunan yang memuat beberapa grup hunian berupa
rumah flat atau rumah petak bertingkat, untuk mengatasi masalah perumahan berupa kepadatan tingkat
hunian akibat keterbatasan lahan, dengan harga yang terjangkau di perkotaan [6]. Apartemen juga
merupakan bangunan hunian yang dipisahkan secara horizontal dan vertikal agar tersedia hunian yang
berdiri sendiri, dan mencakup bangunan bertingkat rendah atau bertingkat tinggi, serta dilengkapi
fasilitas-fasilitas sesuai dengan standar yang ditentukan [7].

Menurut De Chiara, standar hunian apartemen adalah memiliki berbagai ruang untuk melakukan
aktifitas seperti ruang tamu, tempat tidur, kamar mandi, dapur, dan fasilitas pendukung lainnya baik di
dalam maupun luar bangunan seperti AC, fasilitas olahraga, dan fasilitas parkir sesuai kebutuhan
penghuni. Sementara kebutuhan apartemen mahasiswa lebih spesifik berbeda dengan apartemen
lainnya, seperti lokasi dekat dengan kampus serta memiliki fasilitas untuk belajar, bersosialisasi,
olahraga, juga fasilitas komersil seperti foodcourt, kafe, dan laundri [8].

Arsitektur Hijau di Indonesia telah diatur oleh lembaga Green Building Council Indonesia (GBCI),
dimana penilaian dibuat secara kuantitatif berupa angka dan klasifikasinya sesuai dengan persyaratan
berdasarkan sistem Greenship, meliputi tepat guna lahan, konservasi air, manajemen lingkungan
bangunan, efisiensi dan konservasi energi, sumber dan siklus material, serta kualitas udara dan
kenyamanan udara dalam ruang. Sementara peningkatan kualitas hidup dapat diminimalisir stresnya

Jurnal Arsitektur TERACOTTA – 151


Anif Sucipta dkk.

dengan menggunakan material dan konsep penerapan arsitektur hijau sehingga menjadikan bangunan
mendukung kesehatan pengguna [9].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian ini adalah bangunan apartemen mahasiswa di Kota Medan yang merupakan hunian
bersama baik untuk mahasiswa yang sedang berkuliah atau mahasiswa yang sedang berkuliah sambil
bekerja di kota tersebut. Oleh karena itu sesuai perkembangan zaman desain dari apartemen ini harus
menarik dan sedapat mungkin pembangunan dan pengoperasiannya tidak memerlukan banyak biaya,
agar harga sewa tidak menjadi mahal sehingga mahasiswa akan mampu untuk menyewanya. Penilaian
terhadap bangunan menjadi penting untuk melihat sebesar apa arsitektur hijau yang diterapkan, yang
dapat dilihat dari perhitungan berdasarkan prinsip GBCI dalam bentuk angka atau persen [10].
Analisis kuantitatif dan penilaian berdasarkan prinsip-prinsip GBCI diuraikan pada Tabel 1 sampai
Tabel 7 dan dijelaskan melalui Gambar 1 sampai Gambar 9 berikut.

Tabel 1. Penilaian Tepat Guna Lahan

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


ASD UKUR YA TIDAK
Prasyarat Area Dasar Hijau P 
1 Pemilihan Tapak 1  2
2 X
2 Aksesibilitas Komunitas 1  2
2 
3 
4 
3 Transportasi Umum 1 X 2
2 X
4 Fasilitas Pengguna Sepeda 1 
2 
5 Lansekap Lahan 1  3
2 
6 Iklim Mikro 1  3
2 
3 
7 Manajemen Air Limpasan Hujan 1  2
2 
3 X
Jumlah Poin 14
Kategori Tepat Guna Lahan telah memenuhi kriteria prasyarat dan kriteria kredit tercapai 14 poin.

Tabel 2. Penilaian Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC)

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


EEC UKUR YA TIDAK
Prasyarat 1 Pemasangan Submeter P 
Prasyarat 2 Perhitungan OTTV P X
1 Efisiensi dan Konservasi Energi 1A  13
2B 
1C X

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA – 152


Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan Apartemen Mahasiswa di Medan

2 Pencahayaan Alami 1  4
2 
3 Ventilasi 1  1
4 Pengaruh Perubahan Iklim 1 X
5 Energi Terbarukan dalam Tapak 1  5
Jumlah Poin 23
Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi telah memenuhi kriteria prasyarat 1 dan kriteria kredit tercapai 23 poin.

Tabel 3. Penilaian Konservasi Air (WAC)

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


WAC UKUR YA TIDAK
Prasyarat 1 Meteran Air P 
Prasyarat 2 Perhitungan Penggunaan Air P 
1 Pengurangan Penggunaan Air 1  8
2 
2 Fitur Air 1A  3
1B 
1C 
3 Daur Ulang Air 1A X 1
1B X
4 Sumber Air Alternatif 1A  1
1B X
1C X
5 Penampung Air Hujan 1A  3
1B 
1C 
6 Efisiensi Penggunaan Air Lansekap 1  1
2 X
Jumlah Poin 17
Kategori Konservasi Air telah memenuhi kriteria prasyarat 1 & 2 dan kriteria kredit tercapai 17 poin.

Tabel 4. Penilaian Sumber dan Siklus Material (MRC)

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


MRC UKUR YA TIDAK
Prasyarat Refigeran Fundamental P 
1 Penggunaan Gedung dan Material 1A X
1B X
2 Material Ramah Lingkungan 1 X
2 X
3 X
3 Penggunaan Refrigeran Tanpa ODP 1 X
1 X
4 Kayu Bersertifikat 1 X
5 Material Prefabrikasi 1  3
6 Material Regional 1 X
Jumlah Poin 3
Kategori Sumber dan Siklus Material telah memenuhi kriteria prasyarat dan kriteria kredit tercapai 3 poin.

Jurnal Arsitektur TERACOTTA – 153


Anif Sucipta dkk.

Tabel 5. Penilaian Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (IHC)

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


IHC UKUR YA TIDAK
Prasyarat Introduksi Udara Luar P √
1 Pemantauan Kadar CO2 1 X
2 Kendali Asap Rokok di Lingkungan 1 √ 2
3 Polutan Kimia 1 X
4 Pemandangan Keluar Gedung 1 X
5 Kenyamanan Visual 1 √ 1
6 Kenyamanan Termal 1 X
7 Tingkat Kebisingan 1 X
Jumlah Poin 3
Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang telah memenuhi kriteria prasyarat dan kriteria kredit tercapai 3
poin.

Tabel 6. Penilaian Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)

KODE KRITERIA TOLAK MEMENUHI POIN


BEM UKUR YA TIDAK
Prasyarat Dasar Pengolahan Sampah P √
1 GP sebagai Anggota Tim Proyek 1 √ 1
2 Polusi dari Aktivitas Konstruksi 1 X
2 X
3 Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut 1 √ 1
2 X
4 Sistem Komisioning yang Baik dan Benar 1 X
2 X
5 Penyerahan Data Green Building 1 X
2 X
6 Kesepakatan dalam Melakukan Aktivitas Fit 1 X
Out
7 Survei Pengguna Gedung 1 X
Jumlah Poin 2
Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan telah memenuhi kriteria prasyarat dan kriteria kredit tercapai 2 poin.

Tabel 7. Rekapitulasi Penilaian terhadap Arsitektur Hijau GBCI

NO KATEGORI PENILAIAN POINT


1 Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development-ASD) 14
2 Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation-EEC) 23
3 Konservasi Air (Water Conservation-WAC) 17
4 Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle-MRC) 3
5 Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort-IHC) 3
6 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management-BEM) 2
Jumlah poin 62
Dengan jumlah poin 62, bangunan ini dengan peringkat gold sesuai dengan persyaratan GBCI.

Bentuk bangunan menjadi landasan utama perletakan bangunan pada tapak untuk memaksimalkan
perolehan sirkulasi udara. Pada pengolahan bentuk bangunan dilakukan beberapa transformasi bentuk
disesuaikan dengan kebutuhan untuk memaksimalkan sumber daya alam yang masuk ke dalam
bangunan.

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA – 154


Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan Apartemen Mahasiswa di Medan

Dari bentukan ini terlihat bagian apartemen juga berasal dari bentukan persegi panjang seperti bagian
bawah tetapi pengalami penipisan sehingga akan dapat memasukkan cahaya matahari dengan
maksimal untuk penerangan koridor. Karena bentukan bangunan yang ditipiskan maka akan terlihat
kecil dan tidak sebanding dengan podium atau bangunan di bawahnya yang besar. Oleh karena itu
bangunan apartemen ini dibuat dua tower untuk menghasilkan estetika yang lebih baik. Bangunan
yang menggantung merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam menanggapi aliran angin agar
dapat masuk lebih maksimal ke dalam bangunan. Peletakan atau penyusunan kedua tower tidak
dibuat sejajar agar sisi Timurnya dapat memperoleh sinar matahari pagi yang sama. Konsep
perolehan matahari pada seluruh tapak adalah mendapatkan sinar matahari dari pagi hingga sore. Sinar
matahari pagi baik bagi kesehatan, sedangkan sinar matahari sore sebaliknya.

Pengurangan Pengurangan di
bagian tengah
bangunan untuk
Penambahan estetika dan
memasukkan
Pengurangan angin

Penambahan Pengurangan dan


penambahan berlaku pada
kedua sisi bangunan

Gambar 1. Pengolahan Bentuk Bangunan dalam Penerapan Arsitektur Hijau


Sumber: Pengolahan data

Konsep yang akan diterapkan pada analisis matahari ini ialah menggunakan jendela geser yang besar
dengan kaca bersifat low-E yang mampu memantulkan panas agar tidak seluruhnya masuk ke dalam
bangunan namun tetap dapat memasukkan cahaya untuk penerangan alami sehingga dapat menghemat
pemakaian energi listrik. Orientasi bangunan juga diarahkan ke Timur/ ke arah matahari terbit.

Gambar 2. Pengolahan Analisis Matahari terhadap Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Jurnal Arsitektur TERACOTTA – 155


Anif Sucipta dkk.

Cahaya matahari juga dimanfaatkan dengan penggunaan panel surya untuk dikonversi mejadi energi
penerangan agar dapat menghemat energi listrik sesuai prinsip arsitektur hijau. Selain itu penempatan
unit-unit apartemen juga diatur sesuai dengan potensi penerimaan sinar matahari. Kamar VIP
diletakkan di sudut-sudut lantai apartemen agar mendapat lebih banyak sinar matahari, kamar studio 2
diletakkan di sisi Timur agar mendapat sinar matahari pagi, sedangan kamar studio tipe terendah
diletakkan di sisi barat. Bagian luar bangunan juga diberi secondary skin dari bahan aluminium produk
Hunter Douglas.

Angin pada tapak datang dari segala arah, dan tidak selalu membawa udara sejuk tetapi juga
membawa udara panas. Konsep yang diterapkan untuk menanggapi analisis ini di antaranya dengan
memberi void di tengah bangunan apartemen untuk pengaliran udara alami sehingga akan dapat
meminimalkan pemakaian energi untuk penghawaan buatan pada koridor apartemen, juga
menggunakan jendela geser yang dapat dibuka untuk memasukkan angin sebagai penghawaan alami.

Membuat void di tengah-tengah koridor apartemen untuk pengaliran angin di dalam - Angin datang dari segala arah
tower apartemen - Angin yang datang tidak selalu membawa
udara sejuk karena temperatur udara di
perkotaan cenderung panas

Menggunakan sistem pendingin/ AC dengan sistem variable refrigerant flow. Menggunakan AC LG multi v5 yang ramah lingkungan
karena tidak merusak ozon dan lebih hemat energi sesuai dengan prinsip arsitektur hijau. Penggunaan AC hanya di ruang-ruang yang
memerlukan saja

Gambar 3. Pengolahan Analisis Angin terhadap Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Sistem penghawaan pada podium dan unit apartemen akan menggunakan sistem AC VRV/VRF yang
dapat menghemat penggunaan energi listrik juga ramah lingkungan. Penggunaan AC ini dioperasikan
dengan 1 outdoor unit yang terhubung ke beberapa indoor unit dan dapat dioperasikan hanya pada
ruang-ruang yang membutuhkan.

Curah hujan di kota Medan termasuk cukup tinggi dan tidak jarang menyebabkan banjir. Menanggapi
hal ini air hujan yang jatuh ke atap bangunan akan ditampung ke dalam bak penampung kemudian
diolah dan digunakan untuk keperluan seperti mopping, flushing, dan gardening. Air hujan yang jatuh
ke tapak sedapat mungkin ditahan menggunakan sumur resapan serta bak dan kolam resapan agar
dapat mengurangi resiko banjir pada sekitar tapak, sesuai dengan prinsip arsitektur hijau yang
Jurnal Arsitektur TERRACOTTA – 156
Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan Apartemen Mahasiswa di Medan

memperdulikan lingkungan. Kemudian di pintu-pintu masuk/ entrance bangunan akan dibuat kanopi
dengan desain yang menarik.

Perencanaan Manajemen Tata Air Hujan

Dengan menggunakan sumur dan kolam Menampung air hujan yang jatuh di atas
resapan untuk menahan air hujan yang bangunan dengan memberi kemiringan pada
jatuh ke tapak agar tidak meluap ke riol atap dan membuat saluran pengaliran. Air
kota, maka setidaknya akan membantu hujan yang ditampung digunakan untuk
Curah hujan di Kota Medan cukup mengurangi banjir di area sekitar tapak. keperluan seperti mopping, flushing, dan
tinggi sehingga tak jarang menyebabkan Sumur resapan sebanyak 40 titik. gardening.
banjir Kolam resapan sebanyak 3 buah.
Bak penampung sebanyak 1 buah.

Gambar 4. Pengolahan Analisis Hujan terhadap Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Gambar 5. Pengolahan Entrance Bangunan


Sumber: Pengolahan data

View dari tapak ke luar ini dibagi menjadi dua, yaitu view dari atas dan view dari bawah, keduanya
memiliki arah-arah yang positif. View dari sisi bawah yang positif yaitu ke arah Utara, yaitu ke arah
jalan raya. Sedangkan view dari sisi atas semua arahnya benilai positif dan yang ke arah pusat kota
menjadi view yang paling bagus.

Dari atas diperoleh view yang bagus


ke segala arah, dan view di arah
Timur adalah yang paling baik karena
merupakan pusat Kota Medan

Dari bagian bawah view yang bagus Membuat satu lantai di bagian atas terbuka Menempatkan tipe hunian tertinggi di sisi-sisi
hanya yang mengarah ke Utara yaitu untuk menjadi tempat menikmati view. Di pinggir agar memiliki bukaan yang lebih banyak
ke arah jalan besar Jl. Jen. Gatot sini akan diisi kafe juga tempat untuk untuk menikmati view
Subroto bersantai dan kumpul-kumpul

Gambar 6. Pengolahan Analisis View pada Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Jurnal Arsitektur TERACOTTA – 157


Anif Sucipta dkk.

Konsep yang akan diterapkan pada poin view ialah memakai jendela kaca besar di setiap unit agar
penghuni dapat menikmati pemandangan ke luar. Unit VIP diletakkan di sudut-sudut lantai agar dapat
memperoleh view yang lebih banyak. Atap di atas podium dijadikan rooftop untuk tempat bersantai
dan menikmati pemandangan. Kemudian di tengah salah satu lantai di tower B akan dibuat kosong
untuk tempat penghuni bersantai juga menikmati pemandangan ke bawah dan ke setiap arah.

Pada konsep view ke tapak, untuk daerah bawah area yang akan berpotensi untuk dilihat orang adalah
area Utara tepatnya di sebelah jalan besar karena dilalui para pengendara. Kemudian untuk bagian atas
seluruhnya akan tampak dari segala sisi. Konsep yang juga akan diterapkan ialah memaksimalkan
lanskap area Utara, kemudian membuat ruang terbuka hijau di tower apartemen agar terlihat bagus
dari luar tapak, lalu membuat satu lantai tower B terbuka agar terhindar dari kekakuan dan memberi
estetika yang baik. Desain baik pada tower dan podium dimaksimalkan agar menarik dan berbeda dari
bangunan di Kota Medan pada umumnya.

Pencapaian ke tapak dapat dicapai atau dituju dengan berbagai jenis kendaraan, yaitu motor, mobil,
termasuk angkutan umum seperti angkot, bis dan kendaraan-kendaraan ojek online. Konsep yang akan
diterapkan adalah membuat akses keluar masuk tapak yang berbeda serta membuat halte sebagai
tempat pemberhentian bis dan tempat menunggu angkutan umum bagi para mahasiswa. Kemudian
jalan di sisi depan dibuat agak masuk ke sisi dalam untuk pemberhentian kendaraan agar tidak
memakai bahu jalan sehingga tidak akan mengganggu lalu lintas. Untuk akses pejalan kaki akan
dibuat dengan menambah pedestrian agar tidak panas serta nyaman bagi penggunanya.

Jl. Jen. Gatot Subroto merupakan


jalan besar 2 arah yang menjadi akses
satu-satunya untuk menuju tapak.
Jalan ini dilalui kendaraan roda 2 dan
4 serta angkot dan bis kota

Membuat halte untuk tempat Akses untuk pejalan kaki hanya dapat
mahasiswa menunggu angkutan dicapai melalui trotoar yang ada di
umum seperti angkot dan bis kota samping Jl. Jen. Gatot Subroto

Gambar 7. Pengolahan Analisis Akses Menuju Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Area tapak dilengkapi dengan vegetasi, yaitu pada sisi Utara di pinggir jalan besar. Untuk itu perlu
dilakukan penambahan vegetasi di dalam tapak.

Di sisi Utara terdapat vegetasi berupa Membuat desain taman dan


pohon-pohon besar yang juga dapat keseluruhan tapak tersisa dengan
difungsikan sebagai peneduh jalan ditanami vegetasi yang baik

Di sisi Barat tapak terdapat vegetasi Menambah vegetasi berupa pohon flamboyan di area
berupa tanaman liar dan rumput parkir yang dapat berfungsi sebagai peneduh

Gambar 8. Pengolahan Analisis Vegetasi pada Bangunan


Sumber: Pengolahan data

Jurnal Arsitektur TERRACOTTA – 158


Penerapan Arsitektur Hijau pada Perancangan Apartemen Mahasiswa di Medan

Di dalam tapak akan ditambah vegetasi di sudut-sudutnya (mengelilingi tapak) termasuk di area parkir
luar, dengan pohon flamboyan merah yang mampu menjadi peneduh juga memberi estetika karena
bentuk dan warnanya yang bagus. Area tapak yang tidak terdapat bangunan juga akan diberi
pepohonan, dan di bagian Utaranya akan dibuat taman dengan pengaturan vegetasi yang menarik.

Gambar 9. Perancangan Bangunan


Sumber: Pengolahan data

4. SIMPULAN DAN SARAN

Perancangan apartemen mahasiswa ini tepat dilakukan di kota besar yang memiliki jumlah mahasiswa
cukup tinggi seperti di Kota Medan. Adanya apartemen khusus mahasiswa ini akan menjadikan
komunikasi dan hubungan para mahasiswa menjadi lebih baik, juga akan memberikan pengaruh yang
baik pula bagi psikologis para mahasiswa sehingga akan berdampak positif kepada masyarakan dan
negara.

Apartemen mahasiswa ini menekankan kepada tema arsitektur hijau, dimana bangunan harus dapat
menghemat energi listrik semaksimal mungkin, serta tidak berpengaruh buruk bagi lingkungan sekitar.
Berdasarkan perhitungan yang perancang lakukan dengan mengaitkan perancangan apartemen
mahasiswa ini dengan kriteria-kriteria penilaian dari Green Building Council Indonesia (GBCI)
perancangan apartemen mahasiswa ini sudah mencapai peringkat gold dengan pencapaian 62 poin.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Latief, “Pengembang Bidik Potensi Apartemen Mahasiswa di Medan,” Kompas, 2020.
[2] “Badan Pusat Statistik.” https://www.bps.go.id/.
[3] PDDikti, “Higher Education Statistics 2020,” pp. 81–85, 2020, [Online]. Available:
https://pddikti.kemdikbud.go.id/publikasi.
[4] I. Reski and A. C. Tampubolon, “Preferensi Tipe Hunian di Kalangan Mahasiswa,” pp. G029–
G034, 2017, doi: 10.32315/ti.6.g029.
[5] Sugiyono, Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi (mixed methods). Bandung:
Alfabeta, 2018.
[6] M. Endy, Panduan Perancangan Bangunan Komersil. Yogyakarta: Andi Offset, 2008.
[7] E. Neufert, Data Arsitek, Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1980.
[8] J. & Z. Dechiara., Panero, Time Saver Standars for Interior Design and Space Planning, Second
Edi. McGraw Hill Professional, 2001.
[9] R. L. Widyawati, “Green Building Dalam Pembangunan Berkelanjutan Konsep Hemat Energi
Menuju Green Building Di Jakarta,” Karya Lintas Ilmu Bid. Rekayasa Arsitektur, Sipil, Ind., vol.
13, pp. 01–17, 2018, [Online].
Available: https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/teknik/article/view/463.
[10] A. P. Sulistiawan, “Penilaian Greenship GBCI Dalam Penerapan Reuse Material Di Café Day N
Nite Bandung,” J. Arsit. TERRACOTTA, vol. 2, no. 1, pp. 44–54, 2020, doi:
10.26760/terracotta.v2i1.4342.

Jurnal Arsitektur TERACOTTA – 159


CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
Provided by Ejournal Universitas Warmadewa

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur


Volume 6, Nomor 2, Desember 2018; pp. 51–59
https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/undagi/index
p-ISSN 2338-0454 (printed), e-ISSN 2581-2211 (online) Dipublikasi: 30 Desember 2018

Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali


(Studi Kasus: Tirta Gangga)
I Wayan Wirya Sastrawan*, I Gede Surya Darmawan dan Ni Wayan Meidayanti Mustika
Program Studi Teknik Arsitektur, Universitas Warmadewa, Denpasar, Indonesia
*wayanwiryasastrawan@gmail
How to cite (in APA style):
Sastrawan, I, W, W., Darmawan, I, G, S., & Mustika, N, W, M. (2018). Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur
Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga). Undagi: Jurnal Ilmiah Arsitektur. 6(2), pp.51-59. http://dx.doi.org/10.22225/
undagi.6.2.1018.51-59
Abstract

Thermal comfort is an absolute for the human body, therefore human always attempting to customise
the environment to achieve thermal convenience for the body. Water parks in this research are planned
with the built environment applying the elements of the exterior space architecture supported the
concept of traditional Balinese architecture. See the conditions, then there is an important opportunity
and conducted research on the characteristics of the thermal comfort of the water garden. The focus of
this research is the thermal comfort level and element of outdoor space in the garden Tirta Gangga,
Karangasem. Taman Tirta Gangga was chosen as the locus of research because it has the
characteristics of a typical application elements especially water parks that dominate and the
application of the concept of traditional Balinese architecture. The purpose of this research was to
identify the distribution of thermal conditions, knowing the level of influence of the outside space of the
element against thermal conditions, and the extent of the impact of the pattern arrangement of water
garden with traditional Balinese architecture concept against thermal comfort. So the results of this
research can be used as a foundation for architects in developing and designing a water garden can
function optimally. In this study using the method of comparison and simulation to see thermal comfort
condition visualisation objects of research. From the results of the simulations can be used to identify
the influence of the element of outdoor space and the concept of traditional Balinese architecture
against the thermal comfort on the object of research.
Keywords: Thermal comfort; Water parks; Exterior space

Abstrak

Kenyamanan termal menjadi hal yang mutlak bagi tubuh manusia, oleh karenanya manusia sesalu
berusaha mengkondisikan lingkungan untuk mencapai kenyamana termal bagi tubuhnya. Salah satu
tempat manusia beraktivitas adalah ruang luar. Taman air dalam penelitian ini merupakan lingkungan
binaan terencana dengan mengaplikasikan elemen-elemen arsitetur ruang luar yang didukung konsep
Arsitektur Tradisional Bali. Melihat kondisi tersebut, maka terdapat peluang dan penting dilakukan
penelitian mengenai Karakteristik Kenyamanan Termal Taman Air. Fokus penelitian ini adalah tingkat
kenyamanan termal dan elemen ruang luar di Taman Tirta Gangga, Karangasem. Taman Tirta Gangga
dipilih sebagai lokus penelitian karena memiliki karakteristik yang khas terutama penerapan elemen
taman air yang mendominasi serta penerapan konsep Arsitektur Tradisional Bali. Tujuan penelitian ini
untuk mengidentifikasi sebaran kondisi termal, mengetahui tingkat pengaruh elemen ruang luar terhadap
kondisi termal, dan sejauh mana pengaruh pola penataan taman air dengan konsep Arsitektur
Tradisional Bali terhadap kenyamanan termal. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan
bagi arsitek dalam mengembangkan dan merancang Taman Air yang dapat berfungsi secara optimal.
Dalam penelitian ini menggunakan metode komparasi dan simulasi untuk melihat visualisasi kondisi
kenyamanan termal dalam obyek penelitian. Dari hasil simulasi tersebut dapat digunakan
mengidentifikasi pengaruh elemen ruang luar dan konsep Arsitektur Tradisional Bali terhadap
kenyamanan termal pada obyek penelitian.
Kata Kunci : Kenyamanan Termal; Taman air; Ruang luar

selalu hidup berdampingan dan memanfaatkan


PENDAHULUAN lingkungan disekitar demi kenyamanan yang ia
inginkan. Hubungan antara manusia dengan
Dalam kehidupan di muka bumi ini manusia lingkungan bersifat saling menyesuaikan dan
UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 51
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
dengan kemampuan kognisi yang dipunyainya, beragam fungsi seperti pemandian, taman,
manusia selalu berikthiar untuk memperoleh pura, dan lainnya. Salah satu obyek Taman Air
keselarasan dengan lingkungannya (Holahan, Tradisional Bali yang memiliki karakteristik
1982). Sehingga dapat dikatakan manusia demi khas serta memiliki kompleksitas fungsi yang
kenyamanan dan keselarasan dengan beragam yaitu Taman Tirta Gangga. Taman
lingkungannya, akan menerapkan elemen- Tirta Gangga dikatakan memiliki kompleksitas
elemen alam dengan kreativitas yang fungsi yang tinggi karena memiliki fungsi yang
dimilikinya untuk diwujudkan dalam berbagai beragam seperti, sumber mata air irigasi,
bentuk berupa seni, budaya, arsitektur, ataupun pemandian, taman, peristirahatan raja, dan
filosofi yang melatar belakangi segala persembahyangan. Sedangkan peranan elemen
aktivitasnya. air dan pola penataannya dalam memberikan
Sudah sejak dulu karya arsitektur di banyak kenyamanan termal bagi pengunjung taman air
belahan dunia selalu memasukan elemen alam Arsitektur Tradisional Bali tersebut belum
dalam desain bangunan ataupun desain pernah dijelaskan baik secara verbal dari
lansekap. Tentunya desain lansekap merupakan masyarakat maupun secara ilmiah.
karya arsitektur yang paling terlihat bagaimana Berdasarkan hal tersebut diperlukan
perannya dalam menyelaraskan diri dengan penelitian untuk mengidentifikasi Bagaimana
alam lingkungan sekitar. Desain lansekap yang kondisi kenyamanan termal pada Taman Tirta
paling sering muncul adalah berupa taman. Gangga berdasarkan standar kenyamanan
Taman sendiri diartikan sebagai areal yang termal dan Sejauh mana pengaruh pola
berisikan komponen material keras dan lunak penataan konsep Arsitektur Tradisional Bali
yang saling mendukung satu sama lainnya yang dan elemen ruang luar terhadap kenyamanan
sengaja direncanakan dan dibuat oleh manusia termal pada Taman Tirta Gangga
dalam kegunaanya sebagai tempat penyegar
dalam dan luar ruangan (Hakim, 2004). KAJIAN PUSTAKA
Di daerah tertentu seperti daerah beriklim
tropis kering, peran taman air tidak hanya Tinjauan Taman Tradisional Bali
sebagai komposisi yang menarik dari segi Konsep yang diterapkan pada Pertamanan
estetika tetapi juga memberikan kenyamanan Arsitektur Tradisional Bali yaitu (Raharja,
termal dalam desain arsitektur. Penyejukan 2010):
Evaporative merupakan penyejukan dengan
memanfaatkan mekanisme pengurangan panas 1. Konsep Pemutaran Mandara Giri, konsep
akibat penguapan air (Satwiko, 2009). ini merupakan bentuk perlindungan
Berdasarkan pemahaman tersebut dapat terhadap sumber mata air alam (kelebutan)
disimpulkan bahwa taman air selain sesuai yang tersirat dalam kisah pemutaran
menawarkan keindahan dari segi estetika, juga Mandhara Giri di Ksirarnawa.
dapat memberikan atau mempengaruhi 2. Konsep Tri Hitakarana, filsafah konsep ini
kenyamanan termal yang di butuhkan oleh mengajarkan agar umat manusia senantiasa
manusia. menjaga keselarasan hubungan vertikal
Berdasarkan gambaran taman air serta dengan Tuhan, hubungan horisontal dengan
keberadaannya dalam mempengaruhi sesama dan alam lingkungan, serta makhluk
kenyamanan termal, maka hal tersubut menjadi -makhluk lain. Ini terwujud dengan
obyek yang menarik untuk diteliti. Kemudian "perlindungan" dan "penyelamatan" sumber
yang menjadi lebih menarik lagi jika dilihat mata air alam melalui pertamanan,
bagaimana dengan kenyaman termal pada 3. Konsep Tri Mandala, dalam pertamanan
taman air tradisional, mengingat pemahaman tradisional Bali terdapat tiga hirarki ruang
manusia pada jamannya dapat dikatakan belum ditata sesuai dengan tiga jenis aktivitas,
memahami hal tersebut. Melihat peluang yaitu ruang untuk aktivitas religi berada di
tersebut, peneliti bermaksud mengidentifikasi bagian hulu (Utama Mandala), ruang untuk
kondisi termal dan sejauh mana peranan dari aktivitas manusia berada di bagian tengah
pola penataan taman air tradisional (Madya Mandala) dan ruang yang bersifat
mempengaruhi kenyamanan termal pada ruang pelayanan/servis berada di bagian hilir
luar. (Nista Mandala).
Obyek-obyek taman air Arsitektur 4. Konsep Kaja-Kangin (Gunung-Matahari
Tradisional Bali cukup beragam dan banyak Terbit), dalam keyakinan di Bali orientasi
diaplikasikan diberbagai daerah di Bali dengan ruang ke arah gunung dan ke arah matahari

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 52
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
terbit memiliki nilai suci dan religious (Fanger, 1982) menyatakan skala indeks ini
sesuai dengan konsep sanga mandala. merupakan standar perhitungan tingkat
5. Konsep Bhuana Agung – Bhuana Alit, kenyamanan untuk daerah beriklim sedang.
konsep ini merupakan simbolik dua dunia, Skala indeks PMV adalah prediksi sensasi
yakni "alam atas dan "alam bawah”. termal rata-rata, yang menghubungkan antara
Teraplikasi pada adanya halaman luar taman sensasi termal dengan kombinasi dua variable
simbolik dari alam bawah bernilai profane, personal dan empat variable iklim (Sugini,
sedangkan halaman dalam taman simbolik 2007). Sensasi termal diskalakan dengan
dari alam atas bernilai suci. menggunakan tujuh titik skala psikofisis dari
6. Konsep Tat Twam Asi (Ia adalah kamu), ASHRAE yaitu: -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3 yang
konsep ini menyiratkan adanya teritorial memiliki kondisi “dingin, sejuk, agak sejuk,
ruang pada taman tradisional Bali yang netral atau nyaman, agak hangat, hangat, dan
memunculkan makna "ruang dalam" dan panas”.
"ruang luar" meski sebenarnya merupakan
METODE
satu kesatuan.
Tinjauan Ruang Luar Penelitian ini akan dilakukan dengan
Ruang luar merupakan lingkungan alam kita pendekatan kuantitatif dengan metode
yang dapat dibedakan atas, batu, tumbuh- eksperimen menggunakan teknik simulasi.
tumbuhan, binatang dan iklim, serta Metode penelitian eksperimen menggunakan
dipengaruhi hal lainnya yaitu suhu, metode simulasi sebagai teknik penelitian yang
kelembaban udara, cahaya dan bobot beserta utama, selanjutnya hasil dari simulasi akan
perwujudan materi, yaitu padat, cair, dan gas digunakan untuk mengidentifikasi pola sebaran
(Frick, 1996). Ruang luar sering disamakan kondisi termal yang dipengaruhi oleh elemn
dengan ruang terbuka, pada dasarnya ruang ruang luar dan pola penataan taman air dengan
terbuka merupakan suatu wadah yang dapat konsep Arsitektur Tradisional Bali.
menampung kegiatan aktivitas tertentu dari HASIL DAN PEMBAHASAN
warga lingkungan tersebut baik secara individu
atau secara kelompok (Hakim, 1987). Bentuk Kondisi Termal Taman Tirta Gangga
ruang terbuka ini sangat tergantung pola dan Analisis pada obyek penelitian ini dilakukan
susunan massa bangunan. Pengertian dan selama tiga hari, tiga titik, dan tiga waktu yang
batasan pola ruang terbuka adalah bentuk dasar berbeda.
ruang terbuka di luar bangunan, yang dapat
digunakan oleh publik (setiap orang), dan
memberi kesempatan untuk melakukan
bermacam-macam kegiatan.
Tinjauan Kenyamanan Termal
Penciptaan kenyamanan termal terdapat
enam variable yang harus diperhatikan, yaitu
(Fanger, 1970): (1) Temperatur udara, (2)
Temperatur radian rata-rata, (3) Kecepatan
udara relative, (4) Kelembaban udara relative,
(5) Tingkat aktifitas, (6) Thermal resistance
dari pakaian. Enam faktor tersebut
dikelompokan menjadi dua. Pertama, faktor
klimatis yang meliputi temperatur udara, Gambar 1.
temperatur radiasi, kecepatan udara dan Posisi alat ukur dan titik pengukuran
kelembaban. Kedua, faktor personal yang di Taman Tirta Gangga
meliputi tingkat metabolisme yang ditentukan Obyek Taman Tirta Gangga memiliki lokasi
oleh faktor aktivitas dan tingkat resistensi dari yang dikelilingi persawahan hijau dan
pakaian yang ditentukan oleh faktor pakaian membentang luas di sisi selatan sedengakan
(Sugini, 2007). disisi utara berbatasan langsung dengan bukit
Untuk menyeragamkan persepsi tentang dengan vegetasi yang cukup rimbun. Tentunya
tingkat kenyaman termal yang dirasakan oleh kondisi tersebut akan berpengaruh besar
seseorang, diperlukan suatu satuan pengukur. terhadap kondisi iklim mikro dilokasi.

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 53
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
temperatur awal pengukuran 25,80C dan terus
mengalami peningkatan hingga mencapai
temperatur tertinggi 28,60C pada pukul 08.30,
kemudian pengukuran terakhir menunjukan
26,40C. Dalam grafik diatas juga menunjukan
hubungan kelembaban udara dan temperatur,
seperti terjadi pada pukul 07.35 ketika
kelembaban udara mencapai puncak tertinggi
84,5% mengakibatkan temperatur menurun dan
mencapai temperatur terendah yaitu 24,30C.
Sebaliknya ketika terjadi temperatur tertinggi
28,60C pada pukul 08.30, kelembaban menurun
Gambar 2. ke titik terendah menjadi 67,3%.
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada pagi hari (Hari I, Titik 1)
Grafik diatas (gambar 2.) menunjukan pada
awal pengukuran pukul 07.00 temperatur
menunjukan 25,90C dan terus meningkat secara
simultan hingga akhir pengukuran pukul 09.00
menunjukan 29,10C. Sedangkan kelembaban
udara pada awal pengukuran menunjukan
81,3% dan yang terjadi hingga akhir
pengukuran adalah penurunan kelembaban
udara menjadi 72,6%. Grafik diatas juga
menunjukan temperatur tertinggi yaitu 29,50C Gambar 4.
terjadi pada pukul 08.25 dan 08.50, sedangkan Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada pagi hari (Hari III, Titik 3)
terendah yaitu 25,90C terjadi pada awal
pengukuran dan pukul 07.25. Kemudian Grafik diatas (gambar 4) menunjukan pada
kelembaban udara tertinggi 81,3% terjadi pada awal pengukuran pukul 07.00 temperatur udara
pukul 07.00, sedangkan terendah 69,7% terjadi 25,20C sedangkan kelembaban udara
pada pukul 08.40. Hubungan antara temperatur menunjukan 78,2%, kemudian pada akhir
dan kelembaban udara pada grafik menunjukan pengukuran pukul 09.00 terjadi kenaikan
ketika terjadi kelembaban udara tertinggi maka temperatur menjadi 270C serta penurunan
berdampak penurunan temperatur, seperti kelembaban udara menjadi 76,1%. Sedangkan
kondisi pada awal pengukuran. temperatur tertinggi yaitu 29,10C terjadi pada
pukul 08.40 dan terendah yaitu 24,30C terjadi
pukul 07.15 dan 07.35. bersamaan dengan
temperatur terendah pukul 07.35 terjadi
kelembaban udara tertinggi mencapai 86%,
sedangkan kelembaban terendah 68,3% terjadi
pada pukul 08.40.
Kondisi yang jauh berbeda pada pengukuran
pagi hari, dimana pada pengukuran siang hari
terjadi kenaikan suhu yang cukup tinggi dari
pengukuran terakhir pada pagi hari. Kondisi
Gambar 3. temperatur yang tinggi sepanjang pengukuran
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta siang hari relatif stabil sejak awal pengukuran
Gangga pada pagi hari (Hari II, Titik 2)
hingga akhir pengukuran. Seperti diperlihatkan
Tampak dalam grafik diatas (gambar 3.) pada grafik di bawah (gambar 5) yaitu
terjadi kelembaban udara yang cukup stabil pengukuran pada hari I dan di titik 1, dimana
pada awal pengukuran pukul 07.00 hinggi temperatur pada awal pengukuran pukul 11.00
pukul 08.10, kemudian setelahnya mengalami mencapai 28,50C dan kelembaban udara sebesar
penurunan. Lebih rinci pada awal pengukuran 72%. Sedangkan pengukuran terakhir pukul
kelembaban udara tercatat 78,9, kemudian 13.00 temperatur udara tercatat 29,80C dan
mencapai puncak pada pukul 07.35 yaitu kelembaban udara sebesar 70,5%. Kemudian
84,5%, dan pengukuran terakhir mengalami dalam diagram juga memperlihatkan puncak
penurunan yang menunjukan 75%. Terlihat tertinggi temperatur 32,60C pada pukul 11.50,

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 54
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
sedangkan temperatur terendah 28,5 0C terjadi temperatur udara 26,90C dan kelembaban
pada awal pengukuran. Kelembaban udara udara 78,9%. Sedangkan pengukuran terakhir
tertinggi terjadi pada pukul 12.30 sebesar pukul 13.00 menunjukan temperatur 28,20C
73,5%, sedangkan terendah 54,5% terjadi pada dan kelembaban udara sebesar 79,6%. Diagram
pukul 11.30. diatas juga menunjukan temperatur tertinggi
terjadi pada pukul 11.40 mencapai 31,70C dan
pada waktu yang sama juga terjadi kelembaban
udara terendah 65,7%. Sedangkan sebaliknya
terjadi pada awal pengukuran terjadi
temperatur terendah dan pada waktu yang sama
pula terjadi kelembaban udara tertinggi.

Gambar 5.
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada siang hari (Hari I, Titik 1)
Grafik bawah (gamabar 6) merupakan hasil
pengukuran pada hari II dan di titik 2 nampak
kelembaban udara selama pengukuran cukup Gambar 7.
stabil, hanya ketika mendekati akhir Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
pengukuran kelembaban meningkat drastis. Gangga pada siang hari (Hari III, Titik 3)
Sedangkan temperatur sendiri pada awal
Grafik di bawah (gambar 8) menunjukan
pengukuran mengalami peningkatan kemudian
hasil pengukuran pada sore hari, hari I dan di
penurunan kembali setelah separuh waktu
titik 1. Terlihat terjadi penurunan temperatur
pengukuran, namun mendekati akhir yang cukup besar dari pengukuran terakhir pada
pengukuran mengalami peningkatan kembali.
siang hari, dimana pengukuran pada pukul
Lebih rinci pada awal pengukuran pukul 11.00
15.00 temperatur menunjukan 26,30C. Hingga
temperatur mencapai 27,30C dan kelembaban
akhir pengukuran temperatur nampak stabil dan
udara sebesar 74,4%. Hingga pengukuran terakhir tercatat 270C. Temperatur tertinggi
terakhir pukul 13.00 menunjukan kenaikan
terjadi pada pukul 15.10 yaitu 28,10C,
temperatur menjadi 28,80C dan kelembaban
sedangkan temperatur terendah 25,40C terjadi
udara sebesar 82,6%. Dalam diagram juga
pada pukul 15.05 dan pada waktu itu pula
menunjukan temperatur tertinggi terjadi pada terjadi kelembaban tertinggi 87,3%. Kemudian
pukul 11.45 mencapai 32,20C, sedangkan
kelembaban terendah 65,6% terjadi pada pukul
temperatur terendah terjadi pada awal
15.50, dan hingga akhir pengukuran tercatat
pengukuran. Kelembaban udara tertinggi terjadi
kelembaban udara 72,2%. Kelembaban sendiri
pada pukul 12.55 sebesar 86%, sedangkan yang pada pengukuran sore hari nampak tidak stabil.
terendah 51,8% terjadi pada pukul 11.20.

Gambar 8.
Gambar 6. Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada sore hari (Hari I, Titik 1)
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada siang hari (Hari II, Titik 2) Hasil pengukuran pada hari II dan di titik 2
Grafik di bawah (gambar 7) merupakan hasil menunjukan kelembaban udara yang tidak
pengukuran pada hari III dan di titik 3, stabil, sebaliknya temperatur udara tidak terjadi
menunjukan pada awal pengukuran pukul 11.00 perbedaan yang mencolok pada setiap

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 55
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
pengukuran. Seperti terlihat dalam grafik di siang hari pada waktu tertentu mencapai
bawah (gambar 9) pada awal pengukuran puncak temperatur tertinggi. Sedangkan
kelembaban udara menunjukan 82,6% dan Namun jika dilihat hasil pengukuran dilokasi
terakhir menunjukan 85,2%, namun ditengah pada pagi hari masih dapat diterima dalam
pengukuran kelembaban mencapai titik batas kenyamanan yang dirasakan manusia
terendah 53,5% dan tertinggi 87,3%. Kemudia antar pukul 07.00 – 08.30. Kemudian secara
temperatur pada awal penukuran tercatat keseluruhan pada sore hari seperti ditegaskan
26,30C dan pada akhir pengukuran sebelumnya diatas, bahwa selama tiga hari
menunjukan temperatur 25,30C. Ketika pengukuran selalu muncul mendung meski
temperatur tertinggi 27,80C pada pukul 15.45 tidak sampai turun hujan. Hal tersebut jelas
kelembaban udara mencapai titik terendahnya, tampak pada hasil pengukuran suhu menurun
sedangkan temperatur terendah terjadi pada drastis dengan kelembaban cukup tinggi.
pukul 16.50 yaitu 25,20C. Dengan kondisi tersebut, maka keadaan termal
keseluruhan pada sore hari masih dalam
ambang batas kenyamanan.
Untuk melihat gambaran kedua variabel
tersebut di atas secara menyeluruh dalam obyek
Taman Tirta Gangga, maka dilakukakan
simulasi dengan menggunakan ENVI-met 3.1
seperti yang nampak pada gambar 11 di bawah
ini. Gambar 11 menunjukan bahwa areal
permukaan kolam/air yang tersebar di areal
taman ini memiliki temperatur yang lebih
Gambar 9. rendah dari areal lainnya. Hal tersebut
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta didukung pula dengan kelembaban udara yang
Gangga pada sore hari (Hari II, Titik 2) tinggi seperti tampak pada hasil simulasi di
Diagram di bawah (gambar 10) menunjukan permukaan air tersebut, tentu dapat menekan
hasil pengukuran hari III dan di titik 3 pada temperatur udara. Pada pagi hari menjelang
sore hari. Terlihat pada awal pengukuran siang hasil simulasi pada pukul 13.00 kondisi
temperatur menunjukan 24,20C dan temperatur udara hampir sama merata
kelembaban menunjukan 86,6%. Hingga akhir keseluruhan bagian site. Areal site yang
pengukuran temperatur menjadi 25,20C dan didominasi oleh air berdampak pada
kelembaban udara 80,3%. Temperatur tertinggi pemerataan temperatur di sekitar areal kolam.
27,40C dan kelembaban terendah terjadi pada Permukaan site yang tertutup hadr material
pukul 16.35, sedangkan temperatur terendah seperti jalan setapa memiliki temperatur lebih
dan kelembaban tertinggi terjadi pada awal tinggi dibandingkan dengan permukaan yang
pengukuran. tertutupi rumput. Namun pada areal jalan
setapak yang dekat dengan kolam,
temperaturnya lebih rendah dibandingkan
dengan jalan setapak yang agak jauh dari
kolam. Ini menunjukan peran komponen air
atau keberadaan kolam serta material rumput
sebagai penutup site berperan pada penurunan
temperatur udara.

Gambar 10.
Grafik temperatur dan kelembaban udara Taman Tirta
Gangga pada sore hari (Hari III, Titik 3)
Melihat keseluruhan grafik diatas dapat
dikatakan kondisi termal di Taman Tirta
Gangga bila dirata-ratakan 27,70C, dapat
dikatakan masih dalam batas kenyamanan yang
dapat dirasakan manusia (berdasarkan SNI T 03
-6572-2001). Walaupun bila dilihat kondisi

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 56
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
Gambar 11.
Simulasi temperatur Taman Tirta Gangga pada pukul
13.00

Persepsi Kenyamanan Taman Tirta Gangga


Untuk mebandingkan kenyamanan termal
dari hasil pengukuran lapangan dengan hasil
pilihan dari persepsi pengunjung, maka nilai
Clo dari model pakaian dominan yang diamati
yaitu M10 (0,51) dan nilai Met juga dari
aktivitas terbanyak yang ditemukan yaitu
ibadah (1,2). Hasil comfort calculator
menunjukan nilai PMV yaitu +0,3 seperti pada
gambar 12 di bawah. Gambar 13.
Simulasi temperatur Taman Tirta Gangga pada pukul
12.00
Adapun hasil yang ditunjukan dari simulasi
envimet di obyek tersebut, maka hal yang
mempengaruhi diantaranya:
1. Kondisi temperatur terendah yang hampir
merata diareal obyek penelitian. Ini
disebabkan karena hampir sebagian besar
areal site ditutupi oleh air.
2. Simulasi menunjukan peran keberadaan
kolam air dapat menurunkan temperatur,
akibat dari penguapan air yang berdampak
bertambahnya kelembaban udara dan
dihembuskan oleh angin kesekitar areal
Gambar 12.
kolam.
Hasil Simulasi Comfort Calculator pada Obyek Taman
Tirta Gangga 3. Keberadaan kolam air di tengah site obyek
Nilai PMV tersebut menunjukan penelitian tidak memberikan dampak banyak
kenyamanan termal di lokasi berdasarkan hasil terhadap penuruanan temperatur udara
rata-rata pengukuran di lapangan adalah terutama disisi kolam yang berlawanan
kondisi “netral” (0). Berbeda dengan hasil dengan arah datangnya angin, dan juga yang
kuesioner yang dibagikan kepada informan, berada disisi tegak lurus dengan arah
seperti ditunjukan pada pembahasan datangnya angin.
sebelumnya dimana sebagian besar informan 4. Temperatur udara lebih rendah di areal
menyatakan kondisi “agak sejuk” yaitu 19 permukaan site yang ditutupi rumput
orang atau 53% dari seluruh informan. dibandingkan dengan matererial perkerasan
Sedangkan informan yang memilih kondisi seperti beton, paving, batu alam, dan
“netral” hanya 3 orang atau 8%. pasangan batu sikat.
5. Jenis vegetasi yang memiliki tajuk yang
Faktor Pengaruh Kenyamanan Termal rindang (mangga, beringin, bambu) dan
Untuk melihat hasil simulasi dipilih waktu dengan jarak yang rapat dapat menghalangi
simulasi yang menghasilkan kondisi paling dan merubah alur angin.
ekstrim (paling tidak nyaman) bagi pengunjung 6. Vegetasi dengan tajuk yang rindang juga
yaitu pukul 12.00. Waktu ini dipilih karena dapat menambah kelembaban udara namun
matahari diperkirakan berada diposisi tegak tidak berdampak pada penurunan temperatur
lurus dengan obyek dan diperkirakan juga karena kurang mendapat hembusan angin.
temperatur mencapi puncak pada simulasi envi- 7. Vegetasi dengan tajuk yang rindang mampu
met. Sehingga hasil simulasi dapat dianalisis menaungi permukaan site yang tertutup
komponen apa saja yang dapat mempengaruhi material perkerasan dari terpaan sinar
kenyamanan pada obyek, serta mengetahui matahari yang dapat meningkatakan
kelemahan dan keunggulan dari obyek. Untuk temperatur.
melihat kondisi simulasi setiap obyek dapat
dilihat pada gambar 13 di bawah. Berdasarkan penjelasan komponen
berpengaruh pada hasil simulasi envimet
UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 57
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
tersebut maka diketahui konsep-konsep  Penggunaan hard material mendominasi
arsitektur tradisional bali yang mempengaruhi sebagai penutup permukaan site, yang
kondisi kenyamanan termal diterapkan di berperan meningkatkan temperatur udara.
kelima obyek penelitian diantaranya yaitu:  Kurangnya naungan yang menutupi
1. Konsep Pemutaran Mandara Giri, terkait permukaan site yang tertutupi hard material
dengan keberadaan elemen air yang dari paparan sinar matahari.
signifikan pada obyek penelitian. 3. Faktor yang mempengaruhi peningkatan
2. Konsep Tat Twam Asi, terkait dengan pola kenyamanan termal pada obyek pernelitian,
penataan air yang mengelilingi bangunan yaitu:
atau areal obyek penelitian.  Penggunaan elemen air yang mendominasi
3. Konsep Tri Hita Karana, terkait dengan permukaan site dan mengelilingi areal site,
penerapan elemen alam terutama vegetasi. berperan membantu penurunan temperatur
Sedangkan dua konsep lainnya dapat dengan hembusan uap air/ meingkatkan
dikatakan tidak berpengaruh secara langsung kelembaban udara.
terhadap kondisi kenyamanan termal. Seperti  Penggunaan material penutup site yang
Konsep Kaja Kangin dan Konsep Bhuana didominasi oleh soft material terutama
Agung-Bhuana Alit yang lebih menekankan rumput, sangat baik dalam penurunan
pada pola penataan nilai ruang pada site, walau temperatur.
pun pada aplikasinya juga mempengaruhi letak
 Penggunaan vegetasi pada beberapa titik di
dari elemen air namun tidak berpengaruh
dalam site dan menaungi jalan setap dengan
signifikan terhadap kenyamanan termal.
hard material, berperan mengurangi paparan
SIMPULAN sinar matahari langsung pada permukaan
jalan setapak.
Berdasarkan pembahasan serta analisis yang  Kondisi kenyamanan termal pada obyek
dipaparkan pada bab sebelumnya kemudian penelitian berdasarkan persepsi pengunjung
diperoleh temuan-temuan, maka dapat yaitu “netral”.
disimpulkan beberapa konsep yang berperan  Kondisi kenyamanan termal pada obyek
terhadap kenyamanan termal pada obyek penelitian berdasarkan pengukuran lapangan
penelitian, dan faktor yang mempengaruhi dengan simulasi comfort calculator yaitu
kenyamana termal di lokasi. Lebih rinci dapat “agak hangat”.
dipaparkan sebagai berikut:  Perbedaan tingkat kenyamanan termal
1. Konsep Taman Air Arsitektur Tradisional berdasarkan hasil pengukuran lapangan
Bali yang berpengaruh secara langsung (comfort calculator) dan persepsi
terhadap Tingkat Kenyamanan Termal, pengunjung masih dalam rentan nyaman.
yaitu: Berdasarkan penelitian Karyono (2001),
 Konsep Pemutaran Mandara Giri, konsep maka hasil simulasi comfort calkulator
ini menekankan pada konsistensi menunjukan “agak hangat” dan hasil
keberadaan elemen air yang berperan pada persepsi pengunjung menunjukan “netral”
penurunan temperatur melalui hembusan masih dalam range yang nyaman bagi
uap air. manusia.
 Konsep Tri Hita Karana, salah satu prinsip
dalam konsep ini yaitu menjaga hubungan Referensi
baik dengan lingkungan teraplikasi pada Fanger, P. (1970). Thermal Comfort: Analysis and
obyek penelitian dengan keberadaan elemen Applications in Environmental
-elemen alam seperti vegetasi, baik yang Engineering. New York: Danish
sengaja ditanam maupun yang alami Technical Press.
sehingga memberi kesan menyatu dengan Frick, H. (1996). Arsitektur dan Lingkungan.
alam. Ini berperan dengan keberadaan Yogyakarta: Kanisius.
vegetasi mampu menaungi permukaan site Hakim, R. (1987). Unsur Perancangan Dalam
yang berdampak pada penurunan temperatur Arsitektur Lansekap. Jakarta: Bina
udara. Angkasa.
2. Faktor yang mepengaruhi penurunan tingkat Hakim, R. (2004). Komponen Perancangan
kenyamanan termal pada obyek penelitian, Arsitektur Lansekap Prinsip – Unsur dan
yaitu: Aplikasi Desain. Jakarta: Bumi Aksara.

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 58
Kenyamanan Termal pada Taman Air Berarsitektur Tradisional Bali (Studi Kasus: Tirta Gangga)
Holahan, C. J. (1982). Environmental psychology. Satwiko, P. (2009). Fisika Bangunan. Yogyakarta:
New York: Random House. Andi.
Raharja, I. G. M. (2010). Konsep Ruang yang Sugini. (2007). Model Kenyamanan Termal Termo
Mendasari Desain Interior Rumah Adaptif Psikologis Pada Ruang Dalam
Tinggal Tradisional Bali Madya/Bali Bangunan Di Yogyakarta. Yogyakarta:
Arya II. Universitas Gadjah Mada.

UNDAGI: Jurnal Ilmiah Arsitektur, Volume 6, Nomor 2 Desember 2018 CC-BY-SA 4.0 License Page 59
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 63
di Kota Malang

SIGNIFIKANSI ELEMEN ARSITEKTUR BANGUNAN KOLONIAL


BERGAYA ART DECO DI KOTA MALANG

Syamsun Ramli
Program Studi Magister Arsitektur Lingkungan Binaan, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,
Universitas Brawijaya, Malang
e-mail: syamsunramli@gmail.com
Herry Santosa
Dosen Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
e-mail: herrysantosa@ub.ac.id
Antariksa
Guru Besar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang
e-mail: antariksa@ub.ac.id

ABSTRAK
Tampilan visual dan karakter bangunan dibentuk oleh elemen
arsitekturnya. Bangunan bergaya Art Deco memiliki karakter tersendiri.
Kota Malang berkembang pesat di era pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1920 sampai 1938. Dalam rentang waktu tersebut gaya Art Deco
sedang berkembang di Eropa. Tren ini berdampak terhadap bangunan di
Kota Malang sehingga sebagian bangunan kolonial bergaya Art Deco.
Bangunan-bangunan tersebut berada di kawasan yang memiliki nilai
komersial yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada
bangunan karena tuntutan komersial, baik keseluruhan bangunan maupun
elemen arsitekturnya. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menilai
signifikansi elemen arsitektur bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota
Malang, sebagai upaya untuk mempertahankan karakter bangunan
tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data
didapatkan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukan
bentuk bangunan, atap, kanopi, ornamen, material, dan warna
berpengaruh signifikan terhadap karakter bangunan kolonial bergaya Art
Deco di Kota Malang.

Kata kunci : Signifikansi, Elemen Arsitektur, Art Deco, Bangunan


Kolonial

ABSTRACT
Its architectural elements shape the visual appearance and character of a
building. Art Deco-style buildings have their character. Malang City
developed rapidly in the era of the Dutch East Indies government in 1920
to 1938. In that period, the Art Deco style was developing in Europe. This
trend has an impact on buildings in the city of Malang so that some colonial
buildings are Art Deco style. The buildings located in an area that has high
commercial value. This can cause changes to the building due to
commercial demands, both the entire building and architectural elements.
So this study aims to assess the significance of the architectural elements

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 64 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

of the colonial-style Art Deco buildings in Malang, as an effort to maintain


the character of the building. This research uses a quantitative approach,
where data is obtained using a questionnaire. The data obtained were then
analyzed using the SPSS program. The results showed that the shape of
the building, roof, canopy, ornaments, materials, and colours significantly
influence the character of the Art Deco-style colonial buildings in Malang..

Keywords : Significance, Architectural Elements, Art Deco, Colonial


Buildings

1. PENDAHULUAN
Kota Malang merupakan kota yang pernah diduduki oleh Belanda.
Surat kaputusan pembentukan Gemeente Kotapraja Malang menjadi bukti
otentik berdirinya Kota Malang pada tanggal 1 April 1914. Perkembangan
Kota Malang dipengaruhi UU Gula (Suikerwet) dan UU Agraria
(Agrarischewet) (Handinoto. 1996). Sehingga Kota Malang berkembang
menjadi kota perkebunan yang mengakibatkan peningkatan penduduk
asing. Penduduk asing (Portugis, Jerman, Belanda, Perancis, Arab dan
Tionghoa) mengalami pertumbuhan yang signifikan dari tahun 1920 sampai
1938 (Liempt 1939). Pertambahan penduduk asing tersebut membuat
bangunan kolonial mengalami pertumbuhan. Bangunan kolonial tersebut ikut
dipengaruhi oleh perkembangan gaya Art Deco di Eropa (Santoso 2017),
dimana bangunan publik dan komersial bergaya Art Deco muncul pertama
kali pada tahun 1920-an (Harris 2008), sedangkan dalam arsitektur gaya Art
Deco banyak digunakan pada tahun 1930-an (Harris 2006). Sehingga
beberapa bangunan kononial di Kota Malang bergaya Art Deco. Bangunan-
bangunan tersebut turut mempengaruhi karakter wajah bangunan di Kota
Malang (Santoso 2017). Setiap Bangunan memiliki karakter yang dibentuk
oleh elemen arsitektur (Antariksa 2017), dan bangunan kolonial bergaya Art
Deco memiliki karakter tersendiri yang tercermin dari elemen arsitekturnya
(Santoso 2017).

2. TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa penelitian yang berlokasi di Kota Malang yaitu penelitian
bangunan yang bernilai sejarah (Mulyadi 2014), penelitian karakteristik
spasial dan visual koridor jalan provinsi berdasarkan preferensi publik
(Santosa et al. 2018), dan penelitian yang menilai kulitas pencahayaan di
siang dan malam pada bangunan bersejarah di koridor Kayutangan (Azis et
al. 2019). Beberapa penelitian tentang elemen arsitektur yang pernah
dilakukan diantaranya penilaian kualitas fasade bangunan modern pada

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 65
di Kota Malang

Koridor Jalan Kayutangan (Fauziah et al. 2012). Penilaian elemen arsitektur


bangunan bersejarah berdasarkan persepsi visual di Kota Kumbakonam
India (Kiruthiga and Thirumaran 2017). Penelitian tentang bangunan kolonial
bergaya Art Deco yaitu penelitian dengan menelusuri secara historis melalui
visual bangunan art deco di Kota Malang (Santoso 2017), dimana penelitian
tersebut menggunakan pendekatan kualitatif. Oleh karena itu, maka
penelitian ini fokus untuk menilai signifikansi elemen arsitektur pada
bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang dengan pendekatan
kuantitatif.

3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kota Malang. Pendekatan yang dipilih adalah
metode kuantitatif. Bangunan yang dijadikan studi kasus diperoleh dari
penelitian sebelumnya tentang bangunan kolonial di Kota Malang. Kriteria
yang digunakan untuk menentukan sampel bangunan adalah bangunan
bergaya Art Deco, bangunan publik, mewakili fungsi tertentu (Mulyadi 2018),
dan keaslian bangunan masih terjaga. Sehingga diperoleh tiga bangunan
sebagai sampel yaitu:
 Toko Oen yang dibangun pada tahun 1930 (Mulyadi 2018) dengan
fungsi komersial (perdagangan)
 Gereja Bromo yang dibangun pada tahun 1925, dengan fungsi
keagamaan
 SMK Bina Cendika yang dibangun pada tahun 1936 (Handinoto.
1996) dengan fungsi pendidikan

Gambar. 1
Lokasi Penelitian
Sumber: Peta Persil Kota Malang

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 66 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Variabel penelitian berjumlah 13 yang diperoleh dari penelitian


sebelumnya tentang elemen arsitektur yaitu: Fasade (Widyanti et al. 2009;
Salura, 2013; Mulyadi, 2014; Mulyadi 2018; Jennath & Nidhish, 2016).
Bentuk bangunan (Mulyadi, 2018). Atap (Karisztia et al. 2008; Harani &
Motic, 2017; Santoso, 2017). Dinding (Karisztia et al. 2008; Harani & Motic,
2017). Pintu (Widyanti et al. 2009; Harani & Motic, 2017; Santoso, 2017).
Jendela (Widyanti et. al. ,2009; Harani & Motic, 2017; Santoso, 2017).
Warna (Widyanti et al. 2009; Amir & Binti Askari, 2009; Fauziah et al. 2012;
Santosa et al. 2013; Jennath & Nidhish, 2016). Ornamen (Widyanti et al.,
2009; Amir & Binti Askari, 2009; Fauziah et al. 2012; Santosa et al. 2013).
Material (Amir & Binti Askari, 2009; Fauziah et al. 2012; Santosa et al. 2013;
Jennath & Nidhish, 2016). Tekstur (Amir & Binti Askari, 2009; Fauziah et al.
2012; Santosa et al. 2013). Kanopi (Santoso, 2017).. Variabel diukur
menggunakan Semantic Differential Scale yang terdiri dari tujuh skala dan
menggunakan kata-kata yang berlawanan. Penilaian negatif ada di sisi kiri
dan penilaian positif ada di sisi kanan, sebagaimana diperlihatkan dalam
Tabel 1.

Tabel 1.
Variabel Penelitian
Semantic Differential Scale
No. Variabel
Penilaian S ignifikansi
1 Bentuk Bangunan Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
2 Fasade Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
3 Atap Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
4 Kanopi Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
5 Dinding Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
6 Pintu Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
7 Jendela Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
8 Ornamen Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
9 M aterial Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
10 Tekstur Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
11 Warna Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan
12 Seluruh Bangunan Sangat Tidak Signifikan 1 2 3 4 5 6 7 Sangat Signifikan

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data penilaian dari


responden. Responden adalah masyarakat Kota Malang yang telah berusia
di atas 18 tahun dan sehat secara rohani. Jumlah sampel minimal adalah:
12 variabel x 10 = 120 sampel (Roscoe 1982). Sampel penelitian diambil
menggunakan teknik random sampling. Masyarakat menilai variabel
berdasarkan persepsi pribadi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis
menggunakan SPSS. Analisis SPSS yang digunakan adalah frequency,
descriptive, dan multiple linear regression. Hasil descriptive analysis

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 67
di Kota Malang

diklasifikasikan menggunakan tabel kontinum (Roscoe 1982) untuk


menentukan tingkat signifikansi variabel. Tabel kontinum diperlihatkan oleh
Tabel 2.

Tabel 2.
Tabel Kontinum

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden yang telah berpartisipasi berjumlah 200 orang, terdiri dari
43 orang masyarakat umum (21,5%), 17 pegawai Disbubpar (8,5%), 27
orang pegawai Barenlibang (13,5%), 29 pegawai DPUPR (14,5%), 39
mahasiswa arsitektur (19,5%), 32 dosen arsitektur (16), dan 13 anggota
Ikatan Arsitek Indonesia (6,5%). Mayoritas responden berdomisili di Kota
Malang (81,0%).
Hasil descriptive analysis memperlihatkan hampir 100% elemen
arsitektur signifikan mempengaruhi karakter bangunan, dimana elemen
arsitektur adalah setiap komponen yang bersama-sama membentuk objek
arsitektur (Archambault 2009) dan turut menentukan karakter arsitektur
bangunan (Harris 2006).

Toko Oen
Toko Oen berada di Jalan Basuki Rahmat no. 5 Malang. Toko Oen
merupakan salah satu bangunan yang selamat saat peristiwa bumi hangus
di Malang pada Juli 1947 (TACB Kota Malang 2018). Toko Oen ditetapkan
sebagai Cagar Budaya Kota Malang pada tahun 1980an , sehingga sampai
saat ini keaslian bangunan tetap terjaga. Analisis signifikansi elemen
arsitektur Toko Oen diperlihatkan oleh Tabel 3., Tabel 4., dan Tabel 5.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 68 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Tabel 3.
Penilaian Signifikansi Elemen arsitektur Toko Oen

Frequency
Elemen Grafik
1 2 3 4 5 6 7 Mean Tingkat Signifikansi
Arsitektur
STS TS TTS B AS S SS
Bentuk Bangunan 0 0 2 29 38 63 68 5,83** Signifikan
Fasade 0 0 0 30 37 73 60 5,82 Signifikan
Atap 0 4 4 42 42 67 41 5,44 Signifikan
Kanopi 0 1 3 44 40 77 35 5,47 Signifikan
Dinding 0 1 7 52 40 62 38 5,35 Signifikan
Pintu 0 0 3 37 48 64 48 5,59 Signifikan
Jendela 0 0 3 33 44 73 47 5,64 Signifikan
Ornamen 0 3 5 35 43 73 41 5,51 Signifikan
Material 0 0 7 50 48 58 37 5,34* Signifikan
Tekstur 0 1 5 51 41 60 42 5,40 Signifikan
Warna 1 0 5 43 35 71 45 5,52 Signifikan
STS = Sangat Tidak Signifikan; TS = Tidak Signifikan; TTS = Tidak Terlalu Signifikan;
B = Biasa; AS = Agak Signifikan; S = Signifikan; SS = Sangat Signifikan
* = Mean terendah; ** = Mean tertinggi

Tabel 4.
Anova Signifikansi Elemen arsitektur Toko Oen

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 124,424 11 11,311 23,740 ,000b
1 Residual 89,576 188 0,476
Total 214,000 199
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk Bangunan,
Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter Toko Oen

Tabel 5.
Model Summary Signifikansi Elemen arsitektur Toko Oen

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,763a 0,581 0,557 0,690
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk
Bangunan, Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter Toko Oen

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 69
di Kota Malang

Gambar. 2
Toko Oen
Sumber: Ramli

Berdasarkan Tabel 3. terlihat bahwa 100% elemen arsitektur


berpengaruh signifikan terhadap karakter Toko Oen. Bentuk bangunan
menjadi elemen arsitektur yang memiliki signifikansi tertinggi dengan nilai
rata-rata 5,83. Elemen arsitektur yang memiliki signifikansi terendah adalah
material dengan nilai rata-rata 5,34. Tabel 4. memperlihatkan dua belas
elemen arsitektur tersebut memiliki nilai rata-rata yang berbeda secara
signifikan (Sig sebesar 0,000 < 0,05). Dari Tabel 5. dapat diketahui bahwa
bentuk bangunan, fasade, atap, kanopi, dinding, pintu, jendela, ornamen,
material, tekstur, dan warna memiliki korelasi yang kuat terhadap karakter
Toko Oen (R = 0,763). Sehingga semua elemen arsitektur pada Toko Oen
tersebut patut pertahankan. Elemen-elemen tersebut berkontribusi sebesar
58,1% terhadap karakter Toko Oen (R Square = 0,581). Hal ini
memperlihatkan terdapat indikasi ada aspek lain yang berpengaruh
terhadap karakter Toko Oen.

Gereja Bromo
Gereja Bromo terletak di Jalan Bromo No. 2 Malang. Bangunan
tersebut awalnya merupakan vila milik Han Tiauw An, seorang Kapitan
Tionghoa. Kemudian Han Tiauw An menghibahkan rumah tersebut beserta
tanahnya kepada Gereja Kristen Jawa Timur Malang pada tanggal 5 Januari
1961. Pihak gereja tetap menjaga keaslian bangunan hingga saat ini.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 70 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Analisis signifikansi elemen arsitektur Gereja Bromo diperlihatkan oleh Tabel


6., Tabel 7., dan Tabel 8.

Tabel 6.
Penilaian Signifikansi Elemen arsitektur Gereja Bromo

Frequency
Elemen Grafik
1 2 3 4 5 6 7 Mean Tingkat Signifikansi
Arsitektur
STS TS TTS B AS S SS
Bentuk Bangunan 0 0 2 18 23 77 80 6,08** Signifikan
Fasade 0 1 2 16 23 84 74 6,05 Signifikan
Atap 0 1 1 20 33 85 60 5,90 Signifikan
Kanopi 0 1 8 35 43 71 42 5,51* Signifikan
Dinding 0 2 8 31 39 73 47 5,57 Signifikan
Pintu 0 3 4 31 29 83 50 5,68 Signifikan
Jendela 0 3 3 29 27 94 44 5,69 Signifikan
Ornamen 0 0 4 18 35 73 70 5,94 Signifikan
Material 0 1 9 33 44 71 42 5,51* Signifikan
Tekstur 0 1 10 32 25 74 58 5,68 Signifikan
Warna 0 2 9 36 38 68 47 5,51* Signifikan
STS = Sangat Tidak Signifikan; TS = Tidak Signifikan; TTS = Tidak Terlalu Signifikan;
B = Biasa; AS = Agak Signifikan; S = Signifikan; SS = Sangat Signifikan
* = Mean terendah; ** = Mean tertinggi

Tabel 7.
Anova Signifikansi Elemen arsitektur Gereja Bromo

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 86,036 11 7,821 15,228 ,000b
1 Residual 96,559 188 0,514
Total 182,595 199
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk Bangunan,
Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter Gereja Bromo

Tabel 8.
Model Summary Signifikansi Elemen arsitektur Gereja Bromo

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 ,686 0,471 0,440 0,717
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk
Bangunan, Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter Gereja Bromo

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 71
di Kota Malang

Gambar. 3
Gereja Bromo
Sumber: Ramli

Berdasarkan Tabel 6. tampak masyarakat menilai seluruh elemen


arsitektur signifikan mempengaruhi karakter Gereja Bromo. Elemen
arsitektur yang memiliki signifikansi tertinggi adalah bentuk bangunan
dengan nilai rata-rata 6,08. Kanopi, material, dan warna menjadi elemen
arsitektur yang memiliki signifikansi terendah adalah dengan nilai rata-rata
5,51. Tabel 7. memperlihatkan semua elemen arsitektur memiliki nilai rata-
rata yang berbeda secara signifikan (Sig sebesar 0,000 < 0,05). Dari Tabel
8. (model summary) dapat diketahui bahwa bentuk bangunan, fasade, atap,
kanopi, dinding, pintu, jendela, ornamen, material, tekstur, dan warna
memiliki korelasi yang kuat terhadap karakter Gereja Bromo (R = 0,686).
Sehingga penelitian merekomendasikan seluruh elemen tersebut
dipertahankan, terutama bentuk bangunan. Elemen-elemen tersebut
berkontribusi sebesar 47,1% (R Square = 0,471) terhadap karakter Gereja
Bromo. Hal ini menunjukan adanya indikasi terdapat aspek lain yang
berpengaruh terhadap karakter bangunan.

SMK Bina Cendika


SMK Bina Cendika berada di jalan Semeru no. 42 Malang. Gedung
SMK Bina Cendika termasuk gedung yang selamat saat peristiwa bumi
hangus Malang pada Juli 1947 (TACB Kota Malang 2018). Gedung SMK
Bina Cendika masih terjaga keaslian sampai saat ini. Gedung SMK Bina
Cendika merupakan tempat berdirinya Tentara Genie Pelajar (TGP) pada
tahun 1947, dimana TGP merupakan cikal bakal kesatuan zeni TNI AD.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 72 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Analisis signifikansi elemen arsitektur SMK Bina Cendika diperlihatkan oleh


Tabel 9., Tabel 10., dan Tabel 11.

Tabel 9.
Penilaian Signifikansi Elemen arsitektur SMK Bina Cendika

Frequency
Elemen Grafik
1 2 3 4 5 6 7 Mean Tingkat Signifikansi
Arsitektural
STS TS TTS B AS S SS
Bentuk Bangunan 0 0 3 22 35 78 62 5,87** Signifikan
Fasade 1 0 4 28 33 85 49 5,72 Signifikan
Atap 1 2 4 31 46 78 38 5,53 Signifikan
Kanopi 0 1 5 35 49 79 31 5,47 Signifikan
Dinding 1 2 9 32 46 70 40 5,45 Signifikan
Pintu 1 1 6 42 50 63 37 5,38 Signifikan
Jendela 1 1 5 33 37 84 39 5,56 Signifikan
Ornamen 2 4 18 47 58 48 23 4,96* Agak Signifikan
Material 1 2 6 48 54 62 27 5,23 Signifikan
Tekstur 3 2 4 44 50 73 24 5,26 Signifikan
Warna 1 5 10 43 41 72 28 5,23 Signifikan
STS = Sangat Tidak Signifikan; TS = Tidak Signifikan; TTS = Tidak Terlalu Signifikan;
B = Biasa; AS = Agak Signifikan; S = Signifikan; SS = Sangat Signifikan
* = Mean terendah; ** = Mean tertinggi

Tabel 10.
Annova Signifikansi Elemen arsitektur SMK Bina Cendika

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 158,326 11 14,393 31,212 ,000b
1 Residual 86,694 188 0,461
Total 245,020 199
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk Bangunan,
Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter SMK Bina Cendika

Tabel 11.
Model Summary Signifikansi Elemen arsitektur SMK Bina Cendika

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 a 0,646 0,625 0,679
,804
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk
Bangunan, Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter SMK Bina Cendika

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 73
di Kota Malang

Gambar. 4
SMK Bina Cendika
Sumber: Ramli

Berdasarkan Tabel 9. dapat diketahui bahwa masyarakat menilai


hampir seluruh elemen arsitektur berpengaruh signifikan terhadap gedung
SMK Bina Cendika, kecuali ornamen yang dinilai agak signifikan
mempengaruhi karakter bangunan. Bentuk bangunan memiliki nilai
signifikansi tertinggi dengan nilai rata-rata 5,87. Tabel 10. menunjukan
semua elemen arsitektur memiliki nilai rata-rata yang berbeda secara
signifikan (Sig sebesar 0,000 < 0,05). Tabel 10. (model summary)
memperlihatkan bentuk bangunan, fasade, atap, kanopi, dinding, pintu,
jendela, ornamen, material, tekstur, dan warna memiliki korelasi yang sangat
kuat terhadap karakter bangunan SMK Bina Cendika (R = 0,804). Elemen-
elemen tersebut berkontribusi sebesar 64,6% terhadap karakter SMK Bina
Cendika (R Square = 0,646). Hal ini menunjukan indikasi ada aspek lain
yang mempengaruhi karakter bangunan.

Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco


Masyarakat menilai bentuk bangunan merupakan elemen arsitektur
yang paling berpengaruh signifikan terhadap karakter bangunan.
Berdasarkan Tabel 12. dapat diketahui bahwa elemen arsitektur (predictors)
memiliki korelasi yang kuat terhadap karakter bangunan kolonial bergaya Art
Deco di Kota Malang (R = 0,726). Elemen-elemen tersebut berkontribusi
sebesar 52,8% terhadap karakter bangunan (R Square = 0,528).

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 74 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Tabel 12.
Model Summary Signifikansi Elemen arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
a
1 ,726 0,528 0,519 0,731
Predictors: (Constant), Warna, Ornamen, Atap , Jendela, Bentuk
Bangunan, Kanopi, Material, Tekstur, Fasade, Dinding, Pintu
Dependent Variable: Karakter Bangunan

Tabel 13.
Multiple Linear Regression Signifikansi Elemen arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya
Art Deco

Coefficients a
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta

(Constant) 1,160 0,192 6,030 0,000


Bentuk Bangunan 0,271 0,048 0,266 5,645 0,000
Fasade 0,066 0,054 0,066 1,221 0,223
Atap 0,110 0,048 0,118 2,281 0,023
Kanopi 0,100 0,046 0,104 2,177 0,030
Dinding 0,026 0,052 0,029 0,491 0,624
Pintu -0,007 0,065 -0,007 -0,101 0,920
Jendela 0,054 0,056 0,057 0,968 0,334
Ornamen 0,164 0,038 0,191 4,313 0,000
Material -0,136 0,053 -0,149 -2,591 0,010
Tekstur 0,053 0,050 0,061 1,066 0,287
Warna 0,120 0,038 0,139 3,166 0,002
Dependent Variable: Karakter Bangunan

Tabel 13. Menunjukan bentuk bangunan, atap, kanopi, ornamen,


material, dan warna berpengaruh signifikan terhadap karakter bangunan
kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang. Bangunan bergaya Art Deco
menekankan penggunaan bentuk-bentuk geometris (Harris 2006), oleh

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 75
di Kota Malang

karena itu bentuk bangunan berpengaruh signifikan terhadap karakter


bangunan. Bentuk geometris ini dapat dilihat di seluruh sampel bangunan.
Atap menjadi elemen arsitektur yang berpengaruh signifikan terhadap
karakter bangunan karena atap Art Deco memiliki karakter tersendiri,
dimana atap bisa berbentuk atap datar dengan tembok pembatas atau atap
berbentuk menara (Dewidar 2018). Atap datar dengan tembok pembatas
dapat dilihat pada bangunan Toko Oen dan atap berbentuk menara ada
pada Gereja Bromo. Kanopi menjadi elemen arsitektur yang berpengaruh
signifikan pada bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang. Hal ini
dipengaruhi oleh iklim Kota Malang yang memiliki curah hujan tinggi
(Dewidar 2018), berbeda dengan bangunan Art Deco di Eropa yang tidak
menggunakan kanopi. Signifikansi kanopi ini selaras dengan hasil penelitian
sebelumnya yang menyatakan kanopi sebagai elemen yang ada pada
bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang (Santoso 2017). Gaya
Art Deco mengedepankan ornamen (Mulyadi 2018) yang berbentuk
geometris (Dewidar 2018). Ornamen tersebut dapat dilihat pada bangunan
Toko Oen dan Gereja Bromo, tetapi tidak terlihat pada bangunan SMK Bina
Cendika. Bangunan bergaya Art Deco juga menekankan penggunaan
material dengan karakter aslinya (Allen and Rand 2016), oleh karena itu
material menjadi elemen penting pada bangunan bergaya Art Deco
(Dewidar 2018). Dalam penelitian ini ditemukan perbedaan tentang
signifikansi fasade, dimana penelitian sebelumnya berpendapat bahwa
fasade sangat penting pada bangunan bergaya Art Deco (Mulyadi 2018),
tetapi pada penelitian ini ada indikasi fasade tidak berpengaruh signifikan
terhadap karakter bangunan (lihat Tabel 13.). Karakter bangunan bergaya
Art Deco juga terlihat dalam penggunaan warna-warna berani seperti
kuning, hijau, merah delima, dan pirus (Marta 2009). Warna hijau pada Toko
Oen dan warna oranye pada SMK Bina Cendika mencerminkan karakter
bangunan bergaya Art Deco.

5. KESIMPULAN
Elemen arsitektur memiliki korelasi yang kuat terhadap karakter
bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang. Elemen arsitektur yang
berpengaruh signifikan terhadap karakter bangunan adalah bentuk
bangunan, atap, kanopi, ornamen, material, dan warna. Elemen arsitektur
yang paling berpengaruh signifikan adalah bentuk bangunan. Sehingga
elemen arsitektur pada bangunan kolonial bergaya Art Deco di Kota Malang
perlu dipertahankan agar karakter bangunan tetap terjaga. Di dalam
penelitian ini ditemukan indikasi ada aspek lain yang ikut mempengaruhi
karakter bangunan, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan menemukan
aspek tersebut.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 76 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

DAFTAR PUSTAKA

Allen, E, and P Rand. 2016. Architectural Detailing: Function, Constructibility,


Aesthetics: Third Edition Architectural Detailing: Function, Constructibility,
Aesthetics: Third Edition.

Amir, Hossein, and Kamariah Binti Askari. 2009. 5 Journal of Design and the Built
Environment Influence of Building Façade Visual Elements on Its Historical
Image Influence of Building Façade Visual Elements on Its Historical Image:
Case of Kuala Lumpur City, Malaysia.

Antariksa. 2017. Teori & Metode Pelestarian Arsitektur Dan Lingkungan Binaan. 1st
ed. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Archambault, Ariane. 2009. The Visual Dictionary of Art & Architecture : Art &
Architecture. Montreal: QA International.

Azis, Baskoro, Herry Santosa, and Jenny Ernawati. 2019. “Assessing Public
Perception For Illumination of Building In Kayutangan Street, Malang,
Indonesia.” DIMENSI (Journal of Architecture and Built Environment) 46: 11–
22.

Dewidar, Khaled. 2018. Art Deco Architectural Style.

Dwi Karisztia, Arthantya, Galih Widjil Pangarsa, and Antariksa Sudikno. 2008. 1
arsitektur e-Journal Tipologi Façade Rumah Tinggal Kolonial Belanda Di
Kayutangan-Malang.

Fauziah, Nur, Antariksa Sudikno, and Jenny Ernawati. 2012. 10 Jurnal RUAS
Kualitas Visual Fasade Bangunan Modern Pasca Kolonial Di Jalan
Kayutangan Malang.

Gavin Ambrose, Paul Harris, Sally Stone. 2008. The Visual Dictionary of
Architecture. Lausanne: AVA Publishing SA.

Handinoto., Paulus H Soehargo, and Universitas Kristen PETRA. 1996.


“Perkembangan Kota & Arsitektur Kolonial Belanda Di Malang.” Arsitektur
kolonial Belanda di Malang: iv, 230 p.

Harris, Cyril M. 2006. Dictionary of Architecture & Construction. Fourth. New York
Chicago San Francisco Lisbon London Madrid Mexico City Milan New Delhi
San Juan Seoul Singapore Sydney Toronto: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Signifikansi Elemen Arsitektur Bangunan Kolonial Bergaya Art Deco H a l . | 77
di Kota Malang

Jennath, K Aysha, and P J Nidhish. 2016. “Aesthetic Judgement and Visual Impact
of Architectural Forms: A Study of Library Buildings.” Procedia Technology 24:
1808–18.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212017316303176.

Kiruthiga, K., and K. Thirumaran. 2017. “Visual Perception on the Architectural


Elements of the Built Heritage of a Historic Temple Town: A Case Study of
Kumbakonam, India.” Frontiers of Architectural Research 6(1): 96–107.

Lalu Mulyadi, Gaguk Sukowiyono. 2014. “Kajian Bangunan Bersejarah Di Kota


Malang Sebagai Pusaka Kota (Urban Heritage) Pendekatan Persepsi
Masyarakat.” In Temu Ilmiah IPLBI 2014,.

Liempt. 1939. Stadsgemeente Malang 1914-1939. Soerabaia: Gedrukt Bij N. V. G.


Kolff & Co. TE Soerabaia.

Marta. 2009. “Art Deco Architecture.” Art Deco Style. http://artdecostyle.ca/art-deco-


style-blog/art-deco-architecture (November 5, 2019).

Mulyadi, Lalu. 2018. Model Pengelolaan Bangunan Bernilai Sejarah Di Kota Malang
Berbasis Konservasi Arsitektur. Malang: Dream Litera Buana. http://arsitektur-
lalu.com/model-pengelolaan-bangunan-bernilai-sejarah-di-kota-malang-
berbasis-konservasi-arsitektur/.

Rochma Harani, Arnis, and Ken Motic. 2017. 5 Jurnal Pengembangan Kota
Pengaruh Fasade Bangunan Terhadap Karakter Visual Kawasan (Studi
Kasus: Pecinan Semarang, Malaysia Dan Singapura).

Roscoe. 1982. Research Methods For Business. New York: Mc Graw Hill.

Salura, Purnama. 2013. Journal of Basic and Applied Scientific Research


Conservation of Dutch Colonial Architecture Heritage on Rectorate Building of
Education University of Indonesia Bandung.

Santosa, Herry, J Ernawati, and Lisa Wulandari. 2018. “Visual Quality Evaluation of
Urban Commercial Streetscape for the Development of Landscape Visual
Planning System in Provincial Street Corridors in Malang, Indonesia.” IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science 126: 12202.

Santosa, Herry, Shinji Ikaruga, and Takeshi KOBAYASHI. 2013. “Visual Evaluation
of Urban Commercial Streetscape Through Building Owners Judgment.”
Journal of Architecture and Planning (Transactions of AIJ) 78: 1995–2005.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
H a l . | 78 Syamsun Ramli | Herry Santosa |
Antariksa |

Santoso, Imam. 2017. “Penelusuran Historis Melalui Visual Bangunan Art Deco.
Sebuah Upaya Buffer Kualitas Wajah Kota Ke Era Komersialisasai Di Malang.”
MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume I Nomor I, Maret 2017.

TACB Kota Malang. 2018. Bangunan Cagar Budaya Di Kota Malang. Cetakan I.
Malang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang.

Tri Widyanti, Artika, Antariksa, and Ema Yunita Titisari. 2009. “Pelestarian Stasiun
Kereta Api Kota Baru Malang.” arsitektur e-journal.

Jurnal PAWON, Nomor 02 Volume IV, Bulan Juli-Desember Tahun 2020, ISSN 2597-7636
Vol 3 No 2, Juli 2020; halaman 483- 494
E-ISSN : 2621 – 2609
https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/index

VENTILASI ALAMI SEBAGAI STRATEGI ARSITEKTUR HIJAU PADA BANGUNAN


TINGGI
Studi Kasus pada Desain Apartemen Umum di Kota Madiun

Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhruddin Faiz, Geri Amora Putra,


Tri Yuni Iswati, Wiwik Setyaningsih.
Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email: anisaheryuntia@gmail.com

Abstrak
Pembangunan yang semakin pesat harus diikuti dengan kesadaran akan dampak pada lingkungan.
Pembangunan berkontribusi dalam peningkatan suhu global. Untuk mengurangi efek dari global warming,
perencanaan bangunan harus menerapkan konsep yang sesuai dengan iklim dan lingkungan alam sekitar.
Konsep bangunan hijau merupakan wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan di bidang konstruksi
dalam menyikapi pemanasan global yang mempertimbangkan kenyamanan penggunanya. Perencanaan
dengan konsep Green Building diatur dalam sertifikasi bangunan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI)
dengan aspek kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang (IHC) sebagai faktor kenyamanan bagi
penggunanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi bangunan hijau yang ideal untuk
diaplikasikan pada kasus bangunan tinggi. Metode penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Metode kuantitatif dengan melakukan penilaian pada tahap Design Recognition (DR) berdasarkan kriteria
GREENSHIP dari GBCI dengan hasil penilaian berupa skala indeks. Hasil data kuantitatif kemudian
dikomparasikan secara kualitatif pada data hasil observasi dan wawancara serta data sekunder dari pihak
perencana meliputi gambar rencana, BoQ (Bill of Quantity) dan RKS (Rencana Kerja Syarat-syarat). Pada hasil
penelitian ditemukan bahwa pada kriteria IHC merupakan hal yang krusial sehingga perlu perhatian dari
perencana bangunan untuk menghasilkan bangunan hijau. Optimalisasi desain ventilasi alami merupakan
strategi ideal untuk menciptakan bangunan hijau pada kasus Apartemen di kota Madiun.

Kata kunci: ventilasi alami, bangunan hijau, bangunan tinggi, apartemen hijau

1. PENDAHULUAN
Pembangunan adalah salah satu hal yang grafiknya selalu meningkat, selalu bertambah, dan
jumlah produk tidak pernah menurun. Pembangunan yang pesat berdampak langsung pada
perubahan suhu global. Perubahan suhu global mengakibatkan perubahan unsur iklim terutama
kenaikan suhu udara (Mas'at, 2009). Seiring dengan pembangunan, kesadaran akan dampak
pembangunan perlu dimiliki oleh pihak pembangun, termasuk di dalamnya arsitek pada desain dan
konsep bangunan. Diperlukan konsep pembangunan dengan sistem berkelanjutan (PT Bika Solusi
Perdana, 2019). Pembangunan berkelanjutan dapat menguntungkan pihak pembangun maupun
pihak pengguna.
Bangunan berkelanjutan memiliki unsur-unsur yang selaras dengan bangunan hijau. Manfaat
bangunan hijau sendiri adalah penghematan, peningkatan produktivitas dan kualitas hidup, dan
material yang mendukung kesehatan. Penghematan terjadi karena biaya perawatan bangunan hijau
per bulannya akan lebih terjangkau karena berbasis lingkungan. Peningkatan produktivitas dan
kualitas hidup karena bangunan hijau dapat meminimalisir stress dari penggunaan material dan

_____________________________________________________________________483
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020
konsep bangunan yang digunakan. Sehingga bangunan hijau menjadikan bangunan sehat (Jakarta
Green Building, 2018).
Kriteria bangunan hijau di Indonesia diatur oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) dalam
sistem rating (perangkat tolok ukur) yang dinamakan Greenship. Green Building Council Indonesia
adalah lembaga non pemerintah dan nirlaba yang berkomitmen terhadap pendidikan masyarakat
dalam aplikasi bangunan berbasis lingkungan dan berkelanjutan. Kriteria bangunan hijau
berdasarkan sistem greenship adalah: tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi
air, sumber dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan udara dalam ruang, dan manajemen
lingkungan bangunan (Green Building Council Indonesia, 2013).
Salah satu aspek yang menunjang kenyamanan pengguna adalah kualitas udara dan
kenyamanan udara dalam ruang. Dalam kriteria greenship sendiri, introduksi udara luar adalah poin
prasyarat untuk lolos dalam penilaian aspek kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang. Desain
ruang membutuhkan potensi introduksi udara luar untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruang
sesuai kebutuhan ventilasi untuk kesahatan pengguna gedung (Green Building Council Indonesia,
2013). Ventilasi dibutuhkan pada bangunan supaya udara dapat bergerak dan menghasilkan
penyegaran dalam ruang. Ventilasi merupakan jalan bagi aliran udara apabila terdapat perbedaan
suhu dalam ruang dan luar ruangan (Sakti, 2019). Orientasi bangunan yang didesain menurut arah
angin dapat mengoptimalkan penghawaan secara alami sehingga meningkatkan kualitas udara
dalam ruang (Prasetyo, 2019). Oleh karena itu, penggunaan ventilasi dan arah hadap bangunan
menjadi solusi pemenuhan aspek kualitas udara dan kenyamanan udara dalam ruang pada
Apartemen Umum di Kota Madiun.
Ventilasi dibutuhkan agar udara di dalam ruangan tetap sehat dan nyaman. Aktivitas manusia
maupun benda-benda di dalam ruang dapat menghasilkan gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan
apabila tetap terkonsentasi di ruangan dalam jumlah yang melebihi batas toleransi manusia, hingga
udara kotor harus diganti dengan udara yang lebih bersih. Sistem ventilasi alami dengan proses cross
ventilation mengandalkan kekuatan pendorong alami, seperti perbedaan suhu/tekanan udara dalam
bangunan dengan lingkungannya, untuk mendorong terjadinya pergerakan udara segar pada sebuah
bangunan karena angin bergerak dari tekanan udara tinggi ke rendah. Pergerakan udara merupakan
tindakan pengondisian lingkungan yang sangat berdampak pada kenyamanan termal yang
bermanfaat untuk mengganti udara kotor dengan udara bersih (Razak, 2015).
Apartemen umum di Kota Madiun merupakan bangunan baru yang didesain menggunakan
kriteria greenship untuk mewujudkan konsep bangunan hijau yang berkualitas, berbasis lingkungan,
dan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kriteria greenship yang dapat
diterapkan pada bangunan baru Apartemen Umum di Kota Madiun sehingga sesuai dengan konsep
bangunan hijau yang berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat sebagai pedoman bagi
apartemen serupa yang menggunakan kriteria greenship sebagai bangunan hijau berkelanjutan.
Berikut adalah gambar desain Apartemen umum di Kota Madiun sebagai objek penelitian, termasuk
isometri, denah lantai dasar, dan tampak bangunan.

Gambar 1
Isometri Apartemen Umum di Kota Madiun
Sumber: Faiz, 2019
484
Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhrudin Faiz, Geri Amora/ Jurnal SENTHONG 2020

Gambar 2
Denah Lantai Dasar Apartemen Umum di Kota Madiun
Sumber: Faiz, 2019

485
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020

Gambar 2
Tampak Apartemen Umum di Kota Madiun
Sumber: Faiz, 2019

2. METODE PENELITIAN
Metode perancangan yang dipakai untuk memperoleh informasi dan data-data yang
relevan, lengkap, dan jelas yang meliputi studi literatur, pengumpulan data dan analisis data. Pada
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data-data dari literatur yang berkaitan dengan
perancangan. Studi literatur diperoleh dari materi pelajaran mata kuliah arsitektur hijau, buku,
internet, E-book, jurnal, serta bacaan populer lainnya dengan kasus dan permasalahan yang saling
berhubungan. Selanjutnya, pengumpulan data dengan data yang dihasilkan berasal dari data tugas
mata kuliah STUPA 4 (Faiz, 2019) dengan objek perancangan bangunan apartemen umum Kota
Madiun yang berada di Kota Madiun, Jawa Timur, serta data preseden. Analisis data metode
penelitian pada artikel ini menggunakan skala indeks perangkat penilaian Greenship Untuk Bangunan
Baru versi 1.2 tahun 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif.
Metode kuantitatif dengan melakukan penilaian pada tahap Design Recognition (DR) berdasarkan
kriteria greenship dari GBCI dengan hasil penilaian berupa skala indeks. Hasil data kuantitatif
kemudian dikomparasikan secara kualitatif pada data hasil observasi dan wawancara serta data
sekunder dari pihak perencana meliputi gambar rencana, BoQ (Bill of Quantity) dan RKS (Rencana
Kerja Syarat-syarat). Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data perencanaan gedung dari pihak perencana bangunan, data perangkat
penilaian greenship dari GBC Indonesia, dan data dari penelitian langsung yang didapat peneliti
melalui survei, wawancara, dan pengukuran. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh
pihak lain dan telah didokumentasikan sehingga dapat digunakan oleh pihak lain (peneliti) meliputi
gambar rencana, BoQ (Bill of Quantity) dan RKS (Rencana Kerja Syarat-Syarat). Tahap Design
Recognition (DR) merupakan tahap penilaian yang dilakukan saat proyek dalam finalisasi desain dan
perencanaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Bangunan hijau adalah bangunan yang sejak dimulai dalam tahap perencanaan,
pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya memperhatikan aspek-
aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu
dari kualitas udara di dalam ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semua
berpegang pada kaidah bersinambungan.
486
Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhrudin Faiz, Geri Amora/ Jurnal SENTHONG 2020
Bangunan dikatakan sudah menerapkan konsep bangunan hijau jika berhasil melalui proses
evaluasi penilaian yang disebut Sistem rating. Sistem rating adalah suatu alat yang berisi butir-butir
dari aspek yang dinilai dan setiap butir rating mempunyai nilai. Sistem rating disusun oleh Green
Building Council yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau.
Greenship adalah sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council
Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan bisa dinyatakan layak bersertifikat
bangunan hijau atau belum. Butir-butir penilaian dalam rating yang menjadi kategori penilaian green
building meliputi 6 butir yaitu: Kesesuaian tata guna lahan (Approtiate Site Development/ASD),
Efisiensi dan Konservasi energi (Energy Efficiency & Conservation/EEC), Konservasi Air (Water
Conservation/WAC), Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle/MRC), Kualitas Udara
dan Kenyamanan Ruang (Indoor Health and Comfort/IHC), Manajemen Lingkungan Bangunan
(Building and Environment Management/BEM).
Hasil dan pembahasan pada poin ini mencakup hasil analisis Uji Kelayakan Bangunan
(Eligibility), kriteria prasyarat, kriteria kredit dan kriteria bonus menggunakan metode indeks. Uji
Kelayakan Bangunan (Eligibility) terdapat 6 (enam) kriteria telah memenuhi standar uji kelayakan,
sedangkan 1 (satu) kriteria belum memenuhi (Tabel 1).

TABEL 1
Kelayakan Bangunan (Eligibility)
Kelayakan
No Kriteria
Ya Tidak
2
1. Minimum luas gedung dalam 2500 m √
2. Ketersediaan data gedung untuk diakses GBC Indonesia terkait sertifikasi √
3. Fungsi gedung sesuai dengan peruntukan lahan RT/RW setempat √
4. Kepemilikan AMDAL dan UKL/UPL -
5. Kesesuaian gedung dengan standar keselematan kebakaran √
6. Kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan ketahanan gempa √
7. Kesesuaian gedung terhadap standar aksesibilitas difabel √

Pada penilaian Tepat Guna Lahan (ASD) dibagi menjadi beberapa poin, yaitu pertama ASD P-
Area Dasar Hijau. Area hijau pada bangunan baru seluas 40% dari total lahan dengan pertimbangan
jenis tanaman oleh Peraturan Menteri PU No. 5/PRT/M/2008 Mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. Kedua ASD 1-Pemilihan Tapak. Daerah
pembangunan menggunakan lahan dengan ketentuan KLB > 3 dan menggunakan lahan bekas
pembangunan sehingga tidak terjadi salah fungsi lahan. Ketiga ASD 2-Aksesibilitas Komunitas. Pada
bangunan menyediakan fasilitas/akses jaringan konektivitas yang aman, nyaman dan bebas dan
meningkatkan penggunaan gedung untuk mempermudah dalam menjalankan kegiatan sehari-hari
dan menghindari kendaraan. Keempat ASD 3-Transportasi Umum. Menyediakan fasilitas halte
kurang lebih 5 meter dan jembatan laying kurang lebih 10 meter dari bangunan. Kelima ASD 4-
Fasilitas Pengguna Sepeda. Ada jalur sepeda yang memadai bagi penggunaan sepeda sehingga
mengurangi jumlah pengguna kendaraan bermotor. Keenam ASD 5-Lansekap Pada Lahan. Lahan
hijau pada bangunan seluas 40% dari lahan keseluruhan. Terakhir ASD 6-Iklim Mikro Bangunan
menggunakan material-material yang menghindari efek heat island. Perolehan indeks hasil analisis
setiap kriteria dalam kategori Tepat Guna Lahan (ASD) dapat dilihat dari tabel 2.

TABEL 2
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)
Nilai Kriteria
Kategori dan Kriteria Nilai Kriteria
Tolak Ukur
ASD P Area Dasar Hijau (Basic Green Area) P P
ASD 1 Pemilihan Tapak (Site Selection) 2 2
ASD 2 Aksesibilitas Komunitas (Community Accessibility) 2 1,5
487
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020
ASD 3 Transportasi Umum (Public Transportation) 2 1,5
ASD 4 Fasilitas Pengguna Sepeda (Bicycle Facility) 2 1
ASD 5 Lansekap Pada Lahan (Site Landscaping) 2
ASD 6 Iklim Mikro (Micro Climate) 3 1
ASD 7 Manajemen Air Limpasan Hujan (Stormwater 3 0
Management)
Total Nilai Kategori 9

8,91%

Menjelaskan kategori Tepat Guna Lahan (ASD) pada kriteria prasyarat telah memenuhi area
dasar hijau, sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks 9 (sembilan).
Kategori tepat guna lahan merupakan usaha perencanaan pembangunan yang memperhatikan
sarana dan prasarana dalam bentuk efisiensi energi dan biaya.
Pada penilaian Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC) dibagi menjadi enam, yaitu pertama EEC
P1-Pemasangan Sub-Meter. Digunakan untuk memantau penggunaan energi sehingga dapat
menjadi dasar penerapan manajemen energi lebih baik. Dengan memasang kWh meter untuk
mengukur konsumsi listrik. Kedua EEC P2-Perhitungan OTTV. Perhitungan OTTV berdasarkan SNI 03-
63892011 atau SNI edisi terbaru tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada Bangunan
Gedung. Ketiga EEC 1- Langkah Penghematan Energi. Langkah penghematan energi dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu menghitung nilai OTTV yang sesuai standar, menggunakan lampu
dengan daya pencahayaan lebih hemat sebesar 15%, zonasi pencahayaan menggunakan sensor
gerak, penempatan tombol lampu dengan jarak jangkau pada saat buka pintu, menggunakan fitur
hemat energi. Keempat EEC 2-Pencahayaan Alami dengan penggunaan jendela yang cukup dan
ukuran yang pas dapat memudahkan cahaya masuk ke dalam bangunan secara maksimal. Kelima
EEC 3-Ventilasi dengan pengadaan ventilasi alami untuk ruang wc, tangga, koridor dan lobi lift.
Keenam EEC 4-Pengaruh Perubahan Iklim yaitu mengatur pola energi yang berlebihan yang akan
berpengaruh terhadap perubahan iklim. Perolehan indeks hasil analisis setiap kriteria dalam kategori
Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC) dapat dilihat dari tabel 3.
Pada kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi,
sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks 16 (enam belas). Penilaian
kategori efisiensi dan konservasi energi merupakan konsep sosialisasi yang dapat mendukung
prosedur penghematan listrik. Pada penilaian Konservasi Air (WAC) dibagi menjadi beberapa poin,
yang pertama adalah WAC P1-Meteran Air. Pemasangan alat meteran air ditempatkan di lokasi-
lokasi tertentu pada sistem distribusi air. Hal ini dilakukan untuk memantau penggunaan volume air,
memonitor keluaran sistem daur ulang dan mengukur tambahan keluaran air bersih. Kedua WAC P2-
Perhitungan Penggunaan Air. Perhitungan menggunakan worksheet perhitungan air dari GBC
Indonesia.

TABEL 3
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC)
Nilai Kriteria Tolak
Kategori dan Kriteria Nilai Kriteria
Ukur
EEC P1 Pemasangan Sub-Meter (Electrical Sub Metering) P P
EEC P2 Perhitungan OTTV (OTTV Calculation) P P
EEC 1 Langkah Penghematan Energi (Energy Efficiency 20 10
Measures)
EEC 2 Pencahayaan Alami (Natural Lighting) 4 4
EEC 3 Ventilasi (Ventilation) 1 1
EEC 4 Pengaruh Perubahan Iklim (Climate Change 1 1
Impact)
EEC 5 Energi Terbarukan Dalam Tapak (On Site 5 0
Renewable Energy (Bonus))

488
Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhrudin Faiz, Geri Amora/ Jurnal SENTHONG 2020
Total Nilai Kategori 16
15,8%

Ketiga WAC 1-Pengurangan Penggunaan Air. Pengurangan penggunaan air bertujuan


meningkatkan penghematan penggunaan air bersih yang akan mengurangi beban konsumsi air
bersih dan mengurangi keluaran air bersih. Sehingga dari waktu ke waktu pengguna bangunan akan
lebih menghargai air. Keempat WAC 2-Fitur Air. Penggunaan fitur air untuk mendorong upaya
penghematan air. Dengan memasangkan fitur air yang sejumlah minimal 25% pengadaan produk
fitur air. Fitur air seperti wc flush valve, keran wastafel, keran tembok dan shower. Kelima WAC 3-
Daur Ulang Air. Penggunaan seluruh air bekas pakai (grey water) yang telah di daur ulang untuk
kebutuhan sistem flushing atau cooling tower. Terakhir WAC 4-Sumber Air Alternatif. Menggunakan
sumber air alternatif yang diproses sehingga menghasilkan air bersih untuk mengurangi kebutuhan
air dari sumber utama. Menjadi salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air
bekas wudhu, atau air hujan. Atau bisa menggunakan teknologi yang memanfaatkan air laut atau air
danau atau air sungai untuk keperluan air bersih sebagai sanitasi, irigasi dan kebutuhan lainnya.
Perolehan indeks hasil analisis setiap kriteria dalam kategori Konservasi Air (WAC) dapat dilihat dari
tabel 4.

TABEL 4
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Konservasi Air (WAC)
Nilai Kriteria Tolak
Kategori dan Kriteria Nilai Kriteria
Ukur
WAC P1 Meteran air (water metering) P P
WAC P2 Perhitungan pengunaan air (water calculation) P P
WAC 1 Pengurangan penggunaan air (water use reduction) 8 3
WAC 2 Fitur air (water fextures) 3 3
WAC 3 Daur ulang air (water recycling) 3 1
WAC 4 Sumber air alternative (alternative water resources) 2 2
WAC 5 Penampungan air hujan (rainwater harvesting) 3 0
WAC 6 Efisiensi pengunaan air lansekap (water efficiency 2 0
landscaping)
Total Nilai Kategori 9

8,91%

Kategori Konservasi Air (WAC) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi, sedangkan pada
kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks sebesar 9 (sembilan), dalam kategori konservasi
air dilakukan penilaian upaya serta langkah penghematan air pada gedung.
Pada penilaian Sumber dan Siklus Material (MRC) dibagi beberapa poin, yaitu pertama MRC
Prasyarat (Refigeran Fundamental). Prasyarat yang harus dilakukan pada poin MRC adalah tidak
menggunakan chloro fluoro-carbon (CFC) sebagai refigeran dan halon sebagai bahan pemadam
kebakaran. Alat pemadam api ringan (APAR) yang digunakan adalah berbasis karbon dioksida (CO2)
sehingga tidak menimbulkan residu karena berbentuk gas. Jenis APAR ini adalah alat kebakaran
media AF11. Kedua MRC 1 (Penggunaan Gedung dan Material). Poin MRC 1 adalah penggunaan
material bekas untuk bangunan baru. Tetapi, untuk apartemen Umum di Kota Madiun belum
mencapai 10% dari pembiayaan dalam penggunaan material bekas sehingga tidak bisa memenuhi
poin MRC 1. Ketiga MRC 2 (Material Ramah Lingkungan). Material pada Apartemen Umum di Kota
Madiun menggunakan material dengan sumber daya terbarukan dan masa jangka panen pendek
yaitu kurang dari 10 tahun. Material dengan sumber daya terbarukan ini bernilai 2% dari total biaya
material. Keempat MRC 3 (Penggunaan Refigeran tanpa ODP). Poin MRC 3 adalah tidak
489
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020
menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem pendinginan gedung. Pada sistem pendingin
AC dan kulkas menggunakan refigeran tanpa ODP. Saat ini sudah ada bahan pendingin alternatif
pengganti yaitu refigeran hidrokarbon (natural hydrocarbon) dengan merek Musicool. Kelima MRC 4
(Kayu Bersertifikat). Penggunaan kayu pada Apartemen Umum di Kota Madiun belum bisa
diidentifikasi pihak pemberi sertifikat ecolabel Indonesia. Keenam MRC 5 (Material Prefabrikasi).
Material yang digunakan untuk Apartemen Umum di Kota Madiun adalah material prefabrikasi pada
berbagai elemen baik struktur maupun finishing. Elemen struktur pada pondasi dan bekisting plat
lantai, kolom, dan balok. Elemen finishing meliputi sekat dinding, lantai, plafon, dan tangga.
Menggunakan material prefabrikasi dapat mempercepat waktu pengerjaan dan ukuran yang sudah
pasti sehingga menghemat biaya konstruksi. Ketujuh MRC 6 (Material Regional). Pada poin MRC 6
menjelaskan penggunaan material berbasis wilayah atau regional untuk menghemat biaya
transportasi. Material pabrikasi yang digunakan pada Apartemen Umum di Kota Madiun berada
pada wilayah Indonesia dan bernilai 80% dari total biaya material. Perolehan indeks hasil analisis
setiap kriteria dalam Sumber dan Siklus Material (MRC) dapat dilihat dari tabel 5.

TABEL 5
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Sumber dan Siklus Material (MRC)
Nilai Kriteria
Kategori dan Kriteria Indeks Nilai
Tolok Ukur
MRC P Refrigeran fundamental P P
MRC 1 Pengunaan gedung dan material bekas 1A 0
1B 0
MRC 2 Material ramah lingkungan 1 0
2 0
3 1
MRC 3 Pengunaan refrigerant tanpa OD 1 2
MRC 4 Kayu bersetifikasi 1 0
2 0
MRC 5 Material prafabrikasi 1 3
MRC 6 Material regional 1 0
2 1
Total Nilai Kategori 7
6,93%

Kategori Sumber dan Siklus Material (MRC) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi,
sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai sebesar 7 (tujuh) poin. Kategori sumber
dan siklus material diterapkan dimana sebagai bentuk usaha untuk mendukung perkembangan
industri material bangunan yang ramah lingkungan.
Pada penilaian Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruang (IHC) dibagi menjadi beberapa poin,
yaitu pertama IHC 2-Kendali Asap Rokok di Lingkungan. Memasang tanda “Dilarang Merokok di
Seluruh Area Gedung” dan menyediakan bangunan/area khusus untuk merokok hanya di luar
gedung. Kedua IHC 3-Polutan Kimia. Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile
organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia.
Selain itu juga menggunakan material lampu yang kandungan merkurinya pada toleransi maksimum
yang disetujui GBC Indonesia dan tidak menggunakan material yang mengandung asbestos. Ketiga
IHC 4-Pemandangan Ke Luar Gedung. Memberikan Pemandangan Jarak Jauh dan meyediakan
koneksi visual ke luar gedung dengan menyediakan bukaan transparan 75% dari net lettable area
(NLA). Perolehan indeks hasil analisis setiap kriteria Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (IHC)
dapat dilihat dari tabel 6.

490
Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhrudin Faiz, Geri Amora/ Jurnal SENTHONG 2020
TABEL 6
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (IHC)
Nilai Kriteria
Kategori dan Kriteria Indeks Nilai
Tolok Ukur
IHC P Introduksi Udara Luar P
IHC 1 Pemantauan Kadar CO2 1 0
IHC 2 Kendali asap rokok di lingkungan 2 2
IHC 3 Polutan kimia (chemical pollutant) 1 1
3 1
IHC 4 Pemandangan ke luar gedung (outside view) 1 1
IHC 5 Keyamanan Visual (Visual Comfort) 1 0
IHC 6 Kenyamanan Termal (Thermal Comfort) 1 0
IHC 7 Tingkat Kebisingan (Acoustic Level) 1 0
Total Nilai Kategori 5
4,95%

Menjelaskan pada Kategori Kualitas Udara Dan Kenyamanan (IHC) pada kriteria prasyarat
belum memenuhi, sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks sebesar 5
(lima). Usaha pengendalian kualitas udara yang mengacu pada praktik lingkungan dalam ruang yang
sehat dan nyaman termasuk penilaian dalam kategori kualitas udara dan kenyamanan.
Pada penilaian Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM) dibagi menjadi delapan poin (Tabel
7), yaitu pertama BEM P (Dasar Pengelolaan Sampah). Di bagian gedung apartemen disediakan
instalasi atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah tangga
berdasarkan jenis organik, anorganik, dan B3. Kedua BEM 1 (GP sebagai Anggota Tim Proyek). Sejak
dari tahap awal tidak diterapkan langkah-langkah desain suatu green building. Ketiga BEM 2 (Polusi
dari Aktivitas Konstruksi). Gedung ini memiliki rencana manajemen sampah konstruks Limbah cair,
yaitu dengan menjaga kualitas seluruh buangan air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak
mencemari drainase kota. Keempat BEM 3 (Pengelolaan Sampah Tingkat Lanjut). Gedung apartemen
mengolah limbah organik yang dilakukan secara mandiri maupun bekerjasama dengan pihak ketiga
sehingga menambah nilai manfaat dan dapat mengurangi dampak lingkungan. Kelima BEM 4 (Sistem
Komisioning yang Baik dan Benar). Gedung apartemen tidak melaksanakan komisioning yang baik
dan benar. Keenam BEM 5 (Penyerahan Data Green Building). Gedung apartemen sudah melengkapi
database implementasi green building di Indonesia untuk mempertajam standar-standar dan bahan
penelitian. Ketujuh BEM 6 (Kesepakatan dalam Melakukan Aktivitas Fit-Out). Gedung apartemen
sudah mengimplementasikan prinsip green building saat fit out gedung. Yaitu dengan tolak ukur:
Penggunaan kayu yang bersertifikat untuk material fit-out, Pelaksanaan pelatihan yang akan
dilakukan oleh manajemen gedung, Pelaksanaan manajemen indoor air quality (IAQ) setelah
konstruksi fit-out. Implementasi dalam bentuk Perjanjian Sewa (lease agreement) atau POS. Terakhir
BEM 7 (Survei Penggunaan Gedung). Mengukur kenyamanan pengguna gedung melalui survei yang
baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian gedung.

TABEL 7
Ringkasan Perolehan Poin Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)
Nilai Kriteria Tolok
Kategori dan Kriteria Indeks Nilai
Ukur
BEM P Dasar pengelolaan sampah P P
BEM 1 GP sebagai anggota tim proyek 1 0
BEM 2 Polusi dari aktivitas konstruksi 2 1
BEM 3 Pengelolaan sampah tingkat lanjut 2 1
BEM 4 Sistem komisioning yang baik dan benar 3 0
BEM 5 Penyerahan data green building 2 2
BEM 6 Kesepakatan dalam melakukan aktivitas fit-out 1 0

491
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020
BEM 7 Survei penggunaan gedung 1 1
Total Nilai Kategori 5
4.9%

Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi,
mendapatkan perolehan nilai indeks sebesar 5 (lima). Penerapan manajemen lingkungan bangunan
merupakan bentuk usaha untuk mengarahkan tindakan operasional bangunan agar menunjukkan
hasil bangunan yang ramah lingkungan.
Pada tahap ini dilakukan penilaian Rekognisi Desain (Design Recognition-DR) dengan
maksimum nilai indeks 101. Tahap ini dilakukan selama objek masih dala tahap perencanaan. Total
indeks yang diperoleh dari masing-masing kategori kemudian dihitung menggunakan persamaan
dibawah ini:

TABEL 8
Total Penilaian Apartemen Umum Kota Madiun
NO KETERANGAN JUMLAH
1. Total Nilai Kategori ASD 9
2. Total Nilai Kategori EEC 16
3. Total Nilai Kategori WAC 9
4. Total Nilai Kategori MRC 7
5. Total Nilai Kategori IHC 5
6. Total Nilai Kategori BEM 5
Total Keselurahan Nilai Kategori 51

Sehingga nilai total yang diperoleh 46 maka presentasenya menggunakan persamaan

= 50,49%

4. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan hasil penilaian apartemen umum Kota Madiun menggunakan GREENSHIP rating
tool adalah sebagai berikut: Pada kategori Tepat Guna Lahan (ASD) pada kriteria prasyarat telah
memenuhi area dasar hijau, sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks 9
(8,91%). Pada kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC) pada kriteria prasyarat sudah
memenuhi, sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan perolehan nilai indeks 16 (15,8%). Pada
kategori Konservasi Air (WAC) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi, sedangkan pada kriteria
kredit mendapatkan perolehan nilai indeks sebesar 9 (8,91%). Pada kategori Sumber dan Siklus
Material (MRC) pada kriteria prasyarat sudah memenuhi, sedangkan pada kriteria kredit
mendapatkan perolehan nilai sebesar 7 (6,93%). Pada Kategori Kualitas Udara Dan Kenyamanan
(IHC) pada kriteria prasyarat belum memenuhi, sedangkan pada kriteria kredit mendapatkan
perolehan nilai indeks sebesar 5 (4,95%). Pada kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)
pada kriteria prasyarat sudah memenuhi, mendapatkan perolehan nilai indeks sebesar 5 (4,9%).
Sehingga nilai total yang diperoleh 46 (45,54%).
492
Anisa Heryuntia, Benedicta Brigitta, Fakhrudin Faiz, Geri Amora/ Jurnal SENTHONG 2020
Pada objek bangunan tinggi apartemen umum di Kota Madiun belum bisa dikatakan bangunan
hijau karena belum memenuhi kriteria prasyarat pada kategori kualitas udara dan kenyamanan
dalam ruang (IHC). Kriteria prasyarat pada IHC adalah introduksi udara luar dengan tujuan menjaga
dan meningkatkan kualitas udara dalam ruang dengan melakukan introduksi udara luar ruang sesuai
dengan kebutuhan laju ventilasi untuk kesehatan pengguna gedung. Tolok ukur pada kriteria
prasyarat IHC adalah desain ruang yang menunjukkan potensi udara luar sesuai dengan standar
ASHRAE 62.1-2007 atau standar ASHRAE terbaru. Sehingga pada tahap perencanaan apartemen
umum di Kota Madiun selanjutnya dapat memperhatikan desain bangunan yang sesuai dengan tolok
ukur IHC untuk menghasilkan bangunan hijau.
Bagi pengembang bangunan Apartemen Umum Kota Madiun disarankan untuk
memaksimalkan pada kriteria prasyarat IHC yaitu kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang. Pada
Kriteria Kualitas Udara dan Kenyamanan harus ditingkatkan dengan ventilasi alami. Standar ventilasi
alami yang sesuai dengan ASHRAE 62.1-2007 adalah harus terbuka permanen untuk dan dalam jarak
8 meter dari dinding atau bukaan atap yang dapat dioperasikan ke luar. Area yang dapat dibuka
minimal 4% dari luas lantai yang dapat ditempati. Sistem ventilasi mekanis harus mencakup kontrol,
manual atau otomatis, yang memungkinkan sistem kipas beroperasi kapanpun pada ruang yang
ditempati. Kedua dengan sistem ventilasi intake luar diperlukan sebagai bagian dari sistem ventilasi
alami dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga jarak terpendek dari intake ke sumber
potensial kontaminan luar secara spesifik harus sama dengan atau lebih besar dari jarak pemisahan.

REFERENSI
Fakhruddin Faiz. (2019). Tugas Studio Perancangan Arsitektur 4 Apartemen Umum di Kota Madiun.
Program Studi Arsitektur Universitas Sebelas Maret.

Green Building Council Indonesia. (2013). Perangkat Penilaian Greenship. Retrieved from Green
Building Council Indonesia.

Humairoh Razak, D. N. (2015). PENGARUH KARAKTERISTIK VENTILASI DAN LINGKUNGAN TERHADAP


TINGKAT KENYAMANAN TERMAL RUANG KELAS SMPN DI JAKARTA SELATAN. AGORA, Jurnal
Arsitektur, Volume 15, Nomor 2, 5.

Iqbal Prasetyo, H. Y. (2019). Penerapan Teori Arsitektur Hijau pada Pengolahan Tapak Terminal Bus
Tipe A di Kulon Progo. Jurnal SenTHong vol. 2 no. 1, 253.

Jakarta Green Building. (2018, Agustus 8). Seberapa Pentingkah Penerapan Konsep 'Green Building'
untuk Indonesia? Retrieved from Jakarta Green Building:
https://greenbuilding.jakarta.go.id/news/2018/08/09/seberapa-pentingkah-penerapan-
konsep-green-building-untuk-indonesia/

Maria Kinanthi Sakti NH, W. S. (2019). Penerapan Prinsip Arsitektur Ekologis pada Pengembangan
Agrowisata Teh Kemuning di Karanganyar. Jurnal SenTHong vol.2 no. 1, 166.

Mas'at, A. (2009). Efek Pengembangan Perkotaan terhadap Kenaikan Suhu Udara di Wilayah DKI
Jakarta. J.Agromet 23 (1), 52.

Materi Perkuliahan Green Building Mata Kuliah Arsitektur Hijau Program Studi Arsitektur Universitas
Sebelas Maret

493
SENTHONG, Vol. 3, No.2, Juli 2020
Materi Perkuliahan Green Building Pada Bangunan dan Lingkungan Binaan Mata Kuliah Arsitektur
Hijau Program Studi Arsitektur Universitas Sebelas Maret

Materi Perkuliahan Arsitektur ‘Hijau’ (Green Architecture) VS Arsitektur Hijau (Biophilic Architecture)
Mata Kuliah Arsitektur Hijau Program Studi Arsitektur Universitas Sebelas Maret

Materi Perkuliahan Tokoh Green Architecture Mata Kuliah Arsitektur Hijau Program Studi Arsitektur
Universitas Sebelas Maret

494

Anda mungkin juga menyukai