melepaskan jabatan tangannya dan meninggalkan kami dengan lenggak lenggoknya “ woiii za ” tegur indra sambil menggerakan telapak tangannya di depan muka gw “ gimana za, apa penilaian lu ?” tampak minto dan yanto menantikan jawaban gw “ hmmmmm ” “ apa za, malah hmmmm ” tanya indra kembali “ SINDEN ” “ lohhh koq sinden ?” terlihat minto tertawa sambil menepuk jidatnya “ ya kan enggak salah, sinden itu kan pakai kebaya ” ucap gw membela diri “ enggak begitu juga kali za, sinden tuh pakai kebaya lengkap, disanggul, lahh ini kan enggak ” “ kalau ini pakai kebaya, pakai celana jeans, rambut di gerai, bedalah ” yanto mencoba menerangkan perbedaan sinden dengan bukan sinden “ maksud gw tuh za, gimana tuh cewek, cantik apa enggak ” ucap indra sambil tertawa “ awalnya biasa aja, gw biasa lihat cewek seperti itu di Jakarta ” “ lu bilang kan awalnya, terus gimana sekarang ” tanya indra penasaran, lama gw terdiam untuk tidak menjawab, semua sengaja gw lakukan untuk memberikan rasa penasaran kepada mereka “ gimana za?” akhirnya minto pun ikut penasaran “ sekarang gw pening kalau melihatnya ” mendengar jawaban yang terlontar dari mulut gw, serentak mereka tertawa terbahak2 “ pening apa nahan nafsu lu za ” ucap yanto tanpa bisa menghentikan tawanya “ ya begitulah ” jawab gw sambil ikut tertawa “ itu juga yang kami rasakan za ” terlihat raut muka indra menjadi serius “ tapi kami bisa menahan rasa nafsu itu, begitu kami mengingat apa yang pernah terjadi pada arda ” “ arda ? maksud kalian apa? Apa yang terjadi dengan arda?” tanya gw dengan rasa penasaran. Sore hari sesampainya di mess, kembali berbagai macam pertanyaan yang sedari siang tadi bersemayam di kepala ini segera terucap, kini minto dan indra tidak mempunyai pilihan lain selain menjawab semua pertanyaan gw “ sebenarnya apa yang terjadi di mess ini ?” ucap gw memulai pembicaraan “ apa yang terjadi dengan arda dan apa hubungan hesti dengan semua ini ?” terlihat minto dan indra saling pandang “ lu aja yang nerangin to ” “ ahh lu aja ndra, sumpah gw enggak cerita aja udah merinding, apalagi disuruh cerita ” kini tatapan mata minto memandang ke semua sudut ruangan seakan khawatir setiap ucapannya ada yang memperhatikan “ ya kalau gitu ganti gantian aja, lu pikir gw enggak takut apa ” ucap indra kembali, sambil ikut memperhatikan seisi ruangan, buat gw semua ruangan di mess ini tidaklah menyeramkan, tp harus gw akui ruangan yang paling nyaman di mess ini hanyalah ruangan tamu, entah mengapa bagian ruangan yang lain hawanya terasa lembab dan dingin “ sebenarnya gw enggan menceritakannya za, gw takut lu jadi enggak kerasan untuk tinggal di mess ini za ” dari arah pembicaraan indra gw bisa menangkap arahnya, semua pembicaraan ini pasti akan mengarah ke hal hal yang berbau mistis dan klenik “ tenang ndra, semua ucapan lu enggak akan gw telan bulat2 ” ucap gw menepis keraguan indra “ gw orang yang lebih mengutamakan logika berpikir dibanding harus ketakutan untuk hal hal yang tidak masuk akal ” “ sebenarnya kejadian kejadian yang menyeramkan dan tidak bisa diterima oleh akal sehat sudah terjadi dari dulu za ” kini indra mulai menerangkan