Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN

NEUROLOGIS
“TUMOR MEDULA SPINALIS”

OLEH :
Ardina Sulistyarini
Tri Sukmasari
Kholik Qurahman
Humayrah
Dedi Rahman
Rianur Rahman

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL


TENAGA KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKA
RAYA PROGRAM STUDI RPL SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN 2024
1. Landasan Teoritis Tumor Medula Spinalis
A. Pengertian Tumor Medula Spinalis
Tumor Medula Spinalis adalah massa pertumbuhan jaringan yang baru di dalam
Medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas (maligna) (Satyanegara, 2010).
Tumor medula spinalis merupakan tumor dapat terjadi pada semua kelompok usia, tetapi
jarang di jumpai sebelum usia 10 tahun (Muttakin, Arif, 2008). Tumor Medula spinalis
tidak hanya menderita akibat pertumbuhan tumornya saja tapi juga akibat kompresi yang
disebabkan oleh tumor (Price, 2006 : 1190). Tumor medula spinalis adalah tumor yang
berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala
karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf.
B. Etiologi Tumor Medula Spinalis
a. Tumor Medula Spinalis Primer
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian
adalah virus, faktor genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
b. Tumor Medula Spinalis Sekunder
Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar
dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding
pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk
jaringan tumor baru di daerah tersebut.
C. Klasifikasi Tumor Medula Spinalis
1. Klasifikasi tumor medulla spinalis berdasarkan asal dan sifat selnya :
a. Tumor medula spinalis primer
Tumor medula spinalis primer dapat bersifat jinak maupun ganas. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya astrositoma, neuroblastoma dan kordoma sedangkan
yang bersifat jinak contonhya neurinoma, glioma dan ependimona (neoplasma yang
timbul pada kanalis sentralis medula spinalis).
b. Tumor medula spinalis sekunder
Tumor medula spinalis sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastatis
dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, kanker payudara,
kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma.
2. Klasifikasi tumor berdasarkan lokasi tumor terhadap dural dan medula spinalis :
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam
ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis dari lesi
primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
b. Tumor intadural
Tumor intradural dibagi menjadi :
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis. Tumor ini
biasanya neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen).
Neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang neurofibroma
tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas kedalam ruang ekstradural.
Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan sarkomatosa dan menjadi
infasis atau bermetastasis. Meningioma pada umunya melekat tidak begitu erat
pada dura, kemungkinan berasal dari membran araknoid, dan sekitar 90%
dijumpai di regio toraksika. Tumor ini lebih sering terjadi pada wanita usia
separuh baya. Tempat tersering tumor ini adalah sisi posterolateral medula
spinalis. Lesi medula spinalis ektramedular menyebabkan kompresi medula
spinalis dan radiks saraf pada segmen yang terkena.
2) Tumor Intramedular
Tumor intramedular berasal dari medulla spinalis itu sendiri. Struktur histologi
tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor intrakranial. Lebih dari
95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan tumor intrakranial, tumor intra
medular cenderung lebih jinak secara histologis. Sekitar 50% dari tumor
intramedular adalah ependimoma, 45% persenya adalah atrositoma dan sisanya
adalah ologidendroglioma dan hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi
pada semua tingkat medula spinalis tetapi paling sering pada konus medularis
kauda ekuina. Tumor-tumor intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medula
spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron
substansia grisea.

D. Manifestasi Klinis Tumor Medula Spinalis


1. Tumor Ekstradural
a. Gejala pertama umumnya berupa nyeri yang menetap dan terbatas pada daerah
tumor. Diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom.
b. Nyeri setempat ini paling hebat terjadi pada malam hari dan menjadi lebih hebat
oleh gerakan tulang belakang.
c. Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengejan.
d. Nyeri dapat berlangsung selama beberapa hari atau bulan sebelum keterlibatan
medula spinalis.
e. Fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali.
f. Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar.
g. Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang
ireverssibel.
h. Gangguan BAB dan BAK.
2. Tumor Intradural
a. Tumor ekstramedular
- Nyeri mula-mula di punggung dan kemudian disepanjang radiks spinal.
- Nyeri diperberat oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan dan paling berat
terjadi pada malam hari.
- Defisit sensorik
- Parestesia
- Ataksia
- Jika tumor terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik ringan serta
gangguan motorik yang hebat.
b. Tumor Intramedular
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu bilateral yang meluas diseluruh segmen yang
terkena, yang pada giliranya menyebabkan kerusakan pada kulit perifer.
- Bila lesinya besar terjadi sensasi raba, gerak, posisi dan getar.
- Defisit sensasi nyeri dan suhu.
- Kelemahan yang disertai atrofi dan fasikulasi
- Nyeri tumpul, impotensi pada pria dan gangguan spinter pada kedua jenis
kelamin
E. Pemeriksaan Penunjang Tumor Medula Spinalis
1. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan
kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan
spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis
yang komplit.
2. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi
pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang lumbosakral
AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis,
perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya
Ca payudara.
3. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat
memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu
dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-
scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.
4. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami
kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya
berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan.
5. Radiologi
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mediagnosis semua tipe tumor
medula spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras
pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
intervertebralis. Lesi intra medular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk-lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta
pelebaran jarak interpendikular.
Mielografi selalu digabungkan dengan pemeriksaan CT. tumor intradural-ekstramedular
memberikan gambaran filling defect yang berbentuk bulat pada pemeriksaan
myelogram. Lesi intramedular menyebabkan pelebaran fokal pada bayangan medula
spinalis.
F. Penatalaksanaan Tumor Medula Spinalis
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular
adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total
dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor
intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang
minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola
pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan
melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
1. Deksamethason : 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin juga
menghasilkan perbaikan neurologis).
2. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
a. Bila tidak ada massa epidural : rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik
kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.
b. Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada
10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi); radiasi
biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit.
3. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan
deteriorasi
a. Bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat: penatalaksanaan sesegera
mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya
dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama
radiasi, selama 2 minggu.
b. Bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg
selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
4. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat
dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
5. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik
myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan
tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan :
 Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi bila lesi
dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien
dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase.
 Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
 Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali
signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor
yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
 Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.
G. Komplikasi Tumor Medula Spinalis
1. Kerusakan serabut-serabut neuron
2. Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah)
3. Perdarahan metastasis
4. Kekauan, kelemahan
5. Gangguan koordinasi
6. Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih atau sembelit.
7. Komplikasi pembedahan :
a. Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar
selama tindakan operasi.
b. Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak
dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat
menyebabkan kompresi medula spinalis.
c. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi
foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
H. WOC Tumor Medula Spinalis
Kondisi patofisiologi akibat tumor medula spinalis disebabkan oleh kerusakan infiltrasi,
pergeseran dan dekompresi medula spinalis dan cairan serebrospinal. Derajad gejala
tergantung dari tingkat dekompresi dan kecepatan perkembangan, adaptasi bisa terjadi
dengan tumor yang tumbuh lamban, 85 % tumor medula spinalis jinak. Terutama tumor
neoplasma baik yang timbul ekstramedula atau intra medula. Tumor sekunder atau tumor
metastase dapat juga mengganggu medula spinalis dan lapisannya serta ruas tulang
belakang Tumor ekstramedular dari tepi tumor intramedural pada awalnya menyebabkan
nyeri akar sarat subyektif. Dengan pertumbuhan tumor bisa muncul defisit motorik dan
sensorik yang berhubungan dengan tingkat akar dan medula spinalis yang terserang.
Karena tumor membesar terjadilah penekanan pada medula spinalis. Sejalan dengan itu
pasien kehilangan fungsi semua motor dan sensori dibawah lesi/tumor. Tumor medula
spinalis, yang dimulai dari medula spinalis, sering menimbulkan gejala seperti pada
sentral medula spinalis, termasuk hilang rasa nyeri segmental dan fungsi temperatur.
Tambahan pula fungsi sel-sel tanduk anterior seringkali hilang, terutama pada tangan.
Seluruh jalur sentral yang dekat benda kelabu menjadi disfungsi. Hilangnya rasanyeri dan
sensori suhu dan kelemahan motorik berlangsung sedikit demi sedikit, bertambah berat
dan menurun. Motorik cauda dan fungsi sensorik yang terakhir akan hilang, termasuk
hilang fungsi eliminasi fecal dan urine.
Perkembangan awal dari embrio

Kelainan kongenital

Kegagalan penutupan elemen

saraf dari kanalis spinalis

Defek pada arkus posterior

Kegagalan fungsi arkus posterior

vertebra pada daerah

lumbosakral

sina bipida okulta spina bipida aperta

terlibatnya struktur saraf

paralisis spastik peningkatan TIK Nyeri

resiko tinggicidera
Resiko

resiko herniasi defisit neurologis

paralisis visera paralisis motorik paralisis motorik

gangguan
Gangguaninkontinensia paralisis anggota kehilangan sesoris
inkontinensia
urine gerak bawah anggota gerak bawah
urin

hambatan mobilitas Intoleransi


intoleransi aktifitas
aktifitas
fisik

Gangguan
mobilitas
fisik
2. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status pendidikan, dan pekerjaan klien/ asuransi kesehatan.
b. Riwayat Kesehatan
 Riwayat penyakit saat ini
Pasien mengeluhkan lemah dan nyeri pada punggung.
 Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien dengan timbulnya tumor.
 Riwayat penyakit keluarga
Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien,
adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya.
c. Pengkajian Fungsional Gordon
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Dikaji apakah klien mengerti tentang penyakitnya dan bagaimana pengambilan
keputusan saat sakit.
 Pola nutrisi metabolic
Kebiasaan makan pasien di rumah dalam sehari, seberapa banyak dan komposisi
setiap kali makan adakah pantangan terhadap suatu makanan, apakah ada/tidak
keluhan anoreksia, mual, perasaan penuh (begah), muntah, nyeri ulu hati sehingga
menyebabkan berat badan menurun.
 Pola eliminasi : Kaji pola BAB atau BAK apakah ada perubahan atau tidak pada
pasien tumor medulla spinalis
 Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pola aktivitas pasien dengan tumor medulla spinalis akan terganggu
karena nyeri.
 Pola tidur dan istirahat
Pada pasien tumor medulla spinalis biasanya mengalami gangguan pola tidur
akibat nyeri
 Pola persepsi kognitif dan sensori
Pada pasien tumor medulla spinalis biasanya tidak mengalami kelainan (normal).
 Pola persepsi dan konsep diri
Kaji adanya perasaan tidak berdaya dan putus asa, emosi labil dan kesulitan untuk
mengekspresikan.
 Pola peran dan hubungan
Kaji apakah pasien mengalami gangguan dalam menjalankan perannya sehari-hari.
 Pola Reproduksi dan seksualitas
Kaji adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas atau
pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas.
 Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Adanya perasaan cemas, takut, tidak sabar ataupun marah, perasaan tidak berdaya,
putus asa, respon emosional klien terhadap status saat ini, mudah tersinggung,
mekanisme koping yang biasa digunakan dan orang yang membantu dalam
pemecahan masalah.
 Pola Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu atau tidak.
d. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Composmentis
 Tanda-tanda vital : tekanan darah, suhu, pernapasan, dan denyut nadi
 Kepala : Bagaimana kesimetrisan, warna rambut, kebersihan kepala, rambut
kering, mudah putus, menipis, ada uban atau tidak, sakit kepala, pusing.
 Mata : Sclera ikterik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, pupil isokor
 Hidung : Kesimetrisan, fungsi penciuman, kebersihan, apakah ada perdarahan
pada hidung atau tidak.
 Telinga : kesimetrisan telinga, fungsi pendengaran, kebersihan telinga.
 Mulut : Keadaan mukosa mulut, kebersihan mulut, keadaan gigi, kebersihan gigi,
stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
 Leher : Kesimetrisan, adanya pembesaran kelenjar tyroid / tidak, adanya
pembesaran kelenjar getah bening/tidak
 Thoraks
- Paru-paru
 Inspeksi : apakah ada/tidak peningkatan usaha frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan.
 Palpasi : apakah fokal fremitus sama kiri dan kanan
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : bagaimana suara nafas, vesikuler/brokovesikuler, apakah
ada bunyi suara tambahan (ronki/wheezing)
- Jantung
 Inspeksi : jantung berdebar-debar, takikardia dan bising jantung
menggambarkan beban jantung dan curah jantung meningkat
 Palpasi : tidak teraba adanya massa
 Perkusi : pekak
 Auskultasi : irama regular, apakah murmur
 Abdomen
 Inspeksi : simetris, lesi ada atau tidak
 Palpasi : Terabanya pembesaran hepar / tidak, adanya nyeri tekan / tidak.
 Perkusi : Terdapat bunyi timpani
 Auskultasi : suara bising usus
 Ekstremitas : apakah gerakan ekstremitas atas dan bawah seimbang dekstra dan
sinistra, ada/tidak ada nyeri tekan, ada/tidak ada benjolan, ada/tidak ada massa.
 Genetalia : normal atau abnormal
B. Perumusan Diagnosa
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
dan nyeri
C. Penentuan Kriteria Hasil dan Perumusan Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
DS : Setelah dilakukan intervensi a. Observasi
Mengeluh nyeri keperawatan, diharapkan - lokasi,
DO : tingkat nyeri menurun dengan karakteristik,
Tampak meringis, bersikap kriteria hasil : durasi, frekuensi,
protektif, gelisah, frekuensi  Kemampuan kualitas, intensitas
nadi meningkat, sulit tidur, menuntaskan aktifitas nyeri
tekanan darah meningkat, meningkat - Identifikasi skala
pola napas berubah, nafsu  Keluhan nyeri nyeri
makan berubah, proses menurun - Identifikasi respon
pefikir terganggu, menarik  Meringis menurun nyeri non verbal
diri, berfokus pada diri  Sikap protektif - Identifikasi faktor
sendiri, diaphoresis. menurun yang memperberat
 Gelisah menurun dan memperingan
 Kesulitan tidur nyeri
menurun - Identifikasi
 Menarik diri menurun pengetahuan dan

 Berfokus pada diri keyakinan tentang


sendiri menurun nyeri

 Diaphoresis menurun - Identifikasi

 Perasaan depresi pengaruh budaya

(tertekan) menurun terhadap respon

 Perasaan takut nyeri

mengalami cedera - Identifikasi

berulang menurun pengaruh nyeri

 Anoreksia menurun pada kualitas hidup


- Monitor
 Ketengan otot
menurun keberhasilan terapi
komplementer yang
 Pupil dilatasi sudah diberikan
menurun - Monitor efek
 Muntah menurun samping
 Mual menurun penggunaan
 Frekuensi nadi analgetik
membaik b. Terapeutik
 Pola napas membaik - Berikan teknik

 Tekanan darah nonfarmakologis

membaik untuk mengurangi

 Proses berfikir rasa nyeri (mis.

membaik TENS, hypnosis,

 Fokus membaik akupresur, terapi

 Fungsi berkemih musik,

membaik biofeedback, terapi

 Perilaku membaik pijat, aroma terapi,


teknik imajinasi
 Nafsu makan membaik
terbimbing,
 Pola tidur membaik
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Intoleransi aktifitas Toleransi aktivitas Manajemen energi
DS : Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi
Mengeluh lelah, dispnea keperawatan, maka toleransi  Identifkasi
saat/setelah aktivitas, aktivitas meningkat dengan gangguan fungsi
merasa tidak nyaman kriteria hasil : tubuh yang
setelah beraktivitas, merasa  Frekuensi nadi mengakibatkan
lemah. meningkat kelelahan
DO :  Saturasi oksigen  Monitor kelelahan
Frekuensi jantung meningkat fisik dan emosional
meningkat >20% dari  Kemudahan dalam  Monitor pola dan
kondisi sehat, tekanan darah melakukan aktivitas jam tidur
berubah >20% dari kondisi sehari-hari  Monitor lokasi dan
istirahat, gambaran EKG meningkat ketidaknyamanan
menunjukan aritmia  Kecepatan berjalan selama melakukan
saat/setelah aktivitas, meningkat aktivitas
gambaran EKG  Jarak berjalan 2. Terapeutik
menunjukan iskemia, meningkat  Sediakan
sianosis.  Kekuatan tubuh lingkungan nyaman
bagian atas dan rendah
meningkat stimulus (mis.
 Kekuatan tubuh Cahaya, suara,
bagian bawah kunjungan)
meningkat  Lakukan rentang
 Toleransi dalam gerak pasif
menaiki tangga dan/atau aktif
meningkat  Berikan aktivitas
 Keluhan lelah distraksi yang
menurun menyenangkan

 Dyspnea saat  Fasilitas duduk di


aktivitas menurun sisi tempat tidur,

 Dipsnea setelah jika tidak dapat


aktivitas menurun berpindah atau

 Perasaan lemah berjalan

menurun 3. Edukasi

 Aritmia saat aktivitas  Anjurkan


menurun tirah baring

 Aritmia setelah  Anjurkan


aktivitas menurun melakukan

 Sianosis menurun aktivitas secara


bertahap
 Warna kulit
membaik  Anjurkan
 Tekanan darah menghubungi
membaik perawat jika tanda
 Frekuensi nafas dan gejala
membaik kelelahan tidak
 EKG iskemia berkurang
membaik  Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
3 Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik Dukungan Mobilisasi
DS: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Mengeluhkan sulit keperawatan maka mobilitas  Identifikasi adanya
menggerakkan fisik meningkat dengan nyeri atau keluhan
ekstremitas, nyeri saat kriteria hasil : fisik lainnya
bergerak, enggan  Pergerakan ekstremitas  Identifikasi toleransi
melakukan pergerakan, meningkat fisik melakukan
merasa cemas saat  Kekuatan otot meningkat pergerakan
bergerak  Rentang gerak (ROM)  Monitor frekuensi
DO : meningkat jantung dan
Kekuatan otot menurun,  Kelemahan fisik menurun tekanan darah
ROM menurun,  Nyeri menurun sebelum memulai
sendi kaku, gerakan tidak  Kaku sendi menurun mobilisasi
terkoordinasi,  Gerakan terbatas menurun  Monitor kondisi
gerakan terbatas, fisik umum selama
lemah
melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu mis; duduk
diatas tempat tidur
 Fasilitasi melakukan
pergerakan
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis:
duduk diatas tempat
tidur)
D. Evaluasi
Evaluasi ini memiliki dua jenis yaitu : evaluasi formatif yaitu pernyataan formatif yang
mereflesikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap respon langsung
pada intervensi keperawatan dan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Evaluasi
sumatif yaitu pernyataan sumatif yang mereflesikan rekapitulasi dan synopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu dan didokumentasikan
dalam catatan perkembangan. Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien
dengan tumor medulla spinalis adalah, tingkat nyeri menurun, toleransi aktifitas
meningkat, mobilitas fisik meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPN

Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai