Anda di halaman 1dari 9

7

IDENTIFIKASI AUTOKORELASI SPASIAL PADA PENYEBARAN


PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA BANDUNG

IDENTIFICATION OF SPATIAL AUTOCORRELATION ON THE


DISTRIBUTION OF DENGUE FEVER IN BANDUNG CITY

Endang Habinuddin
Program Studi Teknik Telekomunikasi, Politeknik Negeri Bandung
Email: endang.h@polban.ac.id

ABSTRAK
Kasus wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di kota Bandung merupakan penyakit
yang masih paling tinggi dibanding dengan kabupaten atau kota lain di Indonesia. Sebaran DBD
di Kota Bandung dapat diidentifikasi dengan analisis secara spasial. Metode spasial yag
digunakan yaitu autokorelasi spasial (spatial autocorrelation), Indeks Moran (Moran’s I), Rasio
Gery (Geary’s C) dan Local Indicator of Spatial Association (LISA). Hasil yang diperoleh bahwa
terdapat autokorelasi antar wilayah kecamatan dengan 30 kecamatan dengan menggunakan
metode Moran’s I, dan tidak terdapat autokorelasi spasial dengan metode Geary’s C. Metode
Moran’s I bersifat autokorealasi spasial positif dengan pola sebaran mengelompok (Cluster).
Dengan Moran ’s Scatterplot dan pengujian Local Indicator of Spatial autocorrelation (LISA)
diperoleh bahwa daerah yang rawan terhadap penyebaran DBD adalah kecamatan Kiaracondong,
Antapani pada Kuadran High-High (HH), kecamatan Cidadap, Mandalajati berada di Kuadran
Low-High (LH), dan kecamatan Astana Anyar, Sumur Bandung, Regol dan Andir termasuk dalam
kategori daerah aman, karena berada pada Kuadran Low-Low (LL).
Kata kunci: Spatial autocorrelation, Moran’s I, Geary’s C, Moran’s Scatterplot, LISA

ABSTRACT
The case of the Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) outbreak in Bandung city is still the
highest compared to other regencies or cities in Indonesia. The distribution of DHF in Bandung
city was identified using spatial analysis. The spatial methods used are spatial autocorrelation
(spatial autocorrelation), Moran's Index (Moran's I), Gery's Ratio (Geary's C) and Local
Indicator of Spatial Association (LISA). The results reveal that there is an autocorrelation
between sub-districts using the Moran's I method, but there is no spatial autocorrelation using
the Geary's C method. Moran's I method is a positive spatial autocorrelation with a clustered
distribution pattern (Cluster). With Moran's Scatterplot and Local Indicator of Spatial
autocorrelation (LISA) testing, it was found that the areas prone to the spread of DHF are
Kiaracondong and Antapani sub-districts which are in the High-High (HH) quadrant, Cidadap
and Mandalajati sub-districts are in the Low-High (LH) quadrant, and Astana Anyar, Sumur
Bandung, Regol, and Andir sub-districts are included in the safe area category because they are
in the Low-Low (LL) Quadrant.
Keywords: Spatial autocorrelation, Moran's I, Geary's C, Moran's Scatterplot, LISA

PENDAHULUAN endemik DBD tiga tertinggi di Jawa Barat.


Kasus DBD khususnya di kota Incidence rate (IR) DBD di Kota Bandung
Bandung menjadi perhatian khusus dan menunjukkan kecenderungan mengalami
penting. Hal ini berdasarkan data yang kenaikan pada tahun 2014 – 2016, yaitu 122,
diperoleh Kota Bandung merupakan wilayah 246, dan 156 (Dinkes, 2017). Melihat
8 SIGMA-Mu Vol.13 No.1 – Maret 2021

meningkatnya jumlah kasus DBD tersebut pola spasial penyakit Demam Berdarah
maka DBD menjadi penyakit yang tingkat Dengue (DBD) di Kota Bandung (2017)
endemisitasnya tinggi di wilayah kota (Reni, 2019), dan metode Indeks Moran dan
Bandung, sehingga diperlukan analisis yang Rasio Geary’s digunakan untuk mengetahui
dapat digunakan untuk melihat bagaimana penyebaran penyakit kusta di propinsi
pola penyebaran penyakit DBD di Kota Lampung (2017) (http://data.bandung.go.id,
Bandung. 2020).
Kota Bandung dengan jumlah Informasi tentang bagaimana pola
wilayah kecamatan yang cukup banyak, penyebaran kasus DBD di Kota Bandung
maka pola penyebaran kasus DBD di Kota secar a global dan lokal wilayah sangat
Bandung dapat diidentifikasi pola diperlukan oleh pihak tekait untuk membuat
penyebaran secara global antar lokasi dan kebijakan untuk mengantisipasi kasus DBD.
secara lokal dengan melihat wilayah misal Berdasarkan uraian di atas,
kecamatan. penelitian tentang penyebaran DBD di Kota
Pola hubungan atau korelasi antar lokasi Bandung dapat diidentifikasi dengan analisis
(amatan) dalam metode statistika digunakan data spasial menggunakan metode
Autokorelasi Spasial. Besaran autokorelasi autokorelasi spasial yaitu metode Indeks
spasial yang diperoleh digunakan untuk Moran dan Rasio Geary.
mengidentifikasi hubungan spasial antar
daerah. Metode untuk mengukur nilai Analisis Data Spasial
autokorelasi spasial dapat digunakan metode Data spasial merupakan data yang
seperti Indeks Moran (Moran ’s I), Rasio memuat informasi lokasi atau geografis dari
Geary’s (Geary’s C), dan Indeks Local suatu wilayah. Metode autokorelasi spasial
Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA). merupakan salah satu analisis data spasial
Indeks Moran dan Rasio Geary digunakan untuk mengetahui pola hubungan amatan
untuk menghitung autokorelasi spasial antar lokasi. Metode ini memberikan
secara global sedangkan Indeks LISA untuk informasi penting dalam menganalisis
menghitung autokorelasi spasial secara hubungan karakteristik objek antar wilayah.
lokal. Metode dalam spasial autokorelasi spasial
Indeks Moran digunakan untuk dapat digunakan Indeks Moran (Moran’s I),
mendeteksi keacakan spasial dan Rasio Geary, dan Local Indicator of Spatial
menunjukkkan sikan adanya pola-pola yang autocorrelation (LISA). Perhitungan pada
mengelompok atau trend terhadap ruang. masing-masing pengujian autokorelasi ini
Indeks Moran diperoleh dengan menggunakan matriks pembobot.
membandingkan nilai pengamatan di suatu
wilayah dengan nilai pengamatan di wilayah Indeks Moran
lainnya yang saling berdekatan. Sedangkan Metode Indeks Moran digunakan
Rasio Geary’s, pembandingan antara dua untuk menghitung autokorelasi spasial
nilai daerah yang berdekatan secara secara global. Rumus indeks Moran ditulis
langsung. Dua nilai daerah yang berdekatan sebagai
dibandingkan dengan yang lainnya secara − −
ni =1  j =1 wij ( xi − x)( x j − x)
n n
langsung. Selanjutnya menetukan matriks
pembobot spasial. Matriks pembobot I=
digunakan untuk pengujian utokorelasi −
i =1 ( xi − x) 2
n
spasial baik secara global maupun local.
Matriks ini menggambarkan hubungan
keterkaitan atau ketetanggaan antar lokasi. dengan
Tingkat keterkaitan dapat dilakukan dengan
I : Indeks Moran
melihat wilayah yang berbatasan terhadap
wilayah lain. n : banyaknya lokasi kejadian
Pola penyebaran spasial secara xi : nilai pada lokasi ke i
global menggunakan Indeks Moran telah
digunakan pada penelitian untuk mengetahui
xj : nilai pada lokasi ke j
Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada Penyebaran Penyakit 9
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung

𝑥̅ : rata-rata dari jumlah nilai xi dan xj. Rumusan Rasio Geary’s (G)
wij : unsur pembobot (Dwi Bekti, 2012),
terstandarisasi antara daerah i dan j

Rentang Indeks Moran dengan


matriks pembobot spasial terstandarisasi
yaitu -1 ≤ I ≤ 1. Nilai -1 ≤ I < 0 artinya
utokorelasi spasial negatif, dan nilai 0 < I ≤
1 menunjukkan adanya autokorelasi spasial dengan
positif, dan I =0 mengindikasikan tidak n: banyak lokasi kejadian,
berkelompok. Selanjunya unntuk x i : nilai pengamatan pada lokasi ke-i
mengidentifikasi adanya autokorelasi x j : nilai pengamatan pada lokasi ke-j
spasial atau tidak, dilakukan uji signifikansi
𝑥̅ : rata-rata dari jumlah nilai dari n lokasi
I. Uji hipotesis untuk Indeks Moran adalah
sebagai berikut: wij : nilai pembobot matriks spasial pada
Hipotesis: baris ke i dan kolom ke j.
H0: Tidak ada autokorelasi spasial
H1: Terdapat autokorelasi spasial Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan
Rasio Geary’s berkisar antara 0 sampai 2.
Dengan tingkat signifikansi α, dan statistic Nilai Rasio Geary’s 0 < C < 1,
I −E mengindikasikan autokorelasi spasial positif
uji: Z ( I ) = dengan N (0,1) yang menunjukkan pola berkelompok. Nilai
var( I )
Rasio Geary’s 1 < C < 2, mengidikasikan
1 autokorelasi spasial negatif yang berarti pola
dengan E = I 0 = − ,
n −1 menyebar. Nilai Rasio Geary’s C =1,
mengidikasikan tidak adanya autokorelasi
n 2 s1 − ns2 + 3s 02 spasial.
var( I ) = − E2
(n − 1) s o
2 2

Uji signifikansi Rasio Geary’s, yaitu sebagai


n n berikut:
s0 =  wij H0: C = 1, (Tidak terdapat autokorelasi
i =1 j =1
spasiald i suatu lokasike-i)
H1: C ≠ 1, (Terdapat autokorelasi spasial
1 n n
s1 = 
2 i =1 j =1
( wij + w ji ) 2 di suatu lokasi ke-i).
Persamaan varians koefisiensi autokorelasi
yaitu var(G), angka baku Z(G), dan kriteria
n n n uji hipotesa (Lee dan David, 2001).
s 2 =  ( wij +  w ji ) 2
i =1 j =1 j =1
Moran’s Scatterplot
Kriteria uji Moran’s Scatterplot merupakan
diagram yang menunjukan hubungan antara
Penolaka H0 yaitu jika |𝑍(𝐼)| > 𝑍1−𝛼
nilai amatan pada suatu lokasi yang
dengan 𝑍1−𝛼 adalah (1-α) kuantil dari
distandarisasi dengan rata-rata nilai amatan
distribusi normal standar.
tetangganya. Scatterplot ini terdiri atas
empat kuadran seperti ditunjukan pada
Rasio Geary’s
gambar 1, yaitu
Geary’s Ratio adalah
pembandingan antara dua nilai daerah yang
berdekatan secara langsung. Dua nilai
daerah yang berdekatan dibandingkan
dengan yang lainnya secara langsung yaitu
Gambar 1. Moran’s Scatterplot
10 SIGMA-Mu Vol.13 No.1 – Maret 2021

Kuadran 1; High-High (HH). HH _


n
xi − x
menunjukkan lokasi yang mempunyai nilai I i = z i  wij z j , dengan zi = ,
amatan tinggi dikelilingi oleh lokasi yang i =1 
mempunyai nilai amatan tinggi. _
Kuadran 2; Low-High (LH), menunjukan xj − x
lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah zj =

dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai
dengan;  nilai standar deviasi peubah x.
amatan tinggi
Kuadran 3; Low-Low (LL), LL menunjukan
Pengujian terhadap paarmeter Ii dapat
lokasi yang mempunyai nilai amatan rendah
dilakukan sebagai berikut:
dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai
a. Hipotesis
amatan rendah.
H0 : Ii = 0 ( tidak ada autokorelasi antar
Kuadran 4; High-Low (HL), enunjukkan
lokasi)
lokasi yang mmepunyai nilai amatan tinggi
H1 : Ii ≠ 0 ( ada autokorelasi antar
dikelilingi oleh lokasi yang mempunyai nilai
lokasi)
amatan rendah.
b. Taraf signifikansi (α), dengan statistik
Matriks Pembobot I −E
uji : Z = ,
Matriks pembobot atau matriks var(I )
contiguity (W) yadalah matriks yang dengan kriteria uji : tolak H0 jika
menggambarkan hubungan antar lokasi.
unsur-unsur matriks contiguity bernilai 1 Z .  Z / 2 .
untuk lokasi pengamatan berbatasan
langsung dengan lokasi tetangganya dan METODE PENELITIAN
bernilai 0 untuk lokasi pengamatan tidak Metode penelitian ini merupakan
berbatasan langsung dengan lokasi metode kuantitatif dengan analisis statistik
tetangganya. Metode matriks pembobotan data spasial berupa data yang dihubungkan
matriks W diantaranya metode Queen dengan lokasi atau wilayah kejadian berupa
Cotiguity, yaitu matriks pembobotan spasial peta lokasi. Tahapan penelitian mulai dari
berdasarkan matriks pembobotan pengumpulan data dan analisisnya.
standarisasi (Standardize Contiguity Matrix) Data dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh dengan cara memberi nilai atau yaitu data kasus penyakit DBD tiap
bobot yang sama rata terhadap tetangga kecamatan dan peta administrasi kota
lokasi terdekat dan lokasi yang lainnya Bandung. Pengumpulan data kasus DBD
diberi bobot nol. Daerah pengamatan tahun 2019 untuk tiga puluh kecamatan yang
ditentukan berdasarkan sisi-sisi dan sudut bersumber dari BPS kota Bandung.
yang saling bersinggungan. Peta wilayah adalah peta wilayah
administrasi Kota Bandung per kecamatan.
LISA (Local Indicator of Spatial Sedangkan pengolahan data menggunakan
autocorrelation) MS EXCEl dan software aplikasi GeoDA.
LISA merupakan digunakan untuk Tahapan analisis data spasial sebagai
mengidentifikasi autokorelasi secara lokal berikut:
(Local Autocorrelation) atau korelasi spasial 1. Melakukan eksplorasi data, yaitu
pada setiap daerah. Lisa kelanjutan dai melakukan proses penggabungan data
indeks moran. Semakin tinggi nilai lokal peta batas administrasi kecamatan di
Moran ’s, memberikan informasi bahwa Kota Bandung dengan data jumlah
wilayah yang berdekatan memiliki nilai kasus DBD. Proses penggabungan
yang hampir sama atau membentuk suatu dilakuan untuk memperoleh data
penyebaran yang mengelompok. Indeks spasial yang merepresentasikan data
Local Indicator of Spatial autocorrelation kualitatif dan kuantitatif secara visual.
(LISA), dinyatakan dengan persamaan: 2. Membuat matriks pembobot spasial dan
cara memperoleh matriks pembobotan
Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada Penyebaran Penyakit 11
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung

spasial standarisasi berdasarkan pengujian statistik. Penyebaran secara


standardize contiquity matrix W lokal dengan metode LISA.
bertujuan untuk mengetahui jumlah 4. Membuat kesimpulan.
tetangga lokas/kecamatan yang dimiliki
oleh masing-masing kecamatan.
Dengan metode Queen Cotiguity HASIL DAN PEMBAHASAN
dberikan nilai atau bobot yang sama Pola penyebaran spasial kasus DBD
rata terhadap tetangga lokasi terdekat Kota Bandung dan keterkaitan antar
yaitu satu dan lokasi yang lainnya lokasi/kecamatan kasus DBD tahun 2019
diberi bobot nol. dianalisis secara spasial yaitu dengan etode
3. Melakukan perhitungan autokorelasi Moran ’s I, Geary’s Ratio dan LISA. Data
spasial secara global dan local antar kasus DBD kota Bandung tahun 2019
kecamatan. Penyebaran secara global dengan 30 (tiga puluh) kecamatan
diukur dengan menghitung nilai indeks ditunjukkkan pada Tabel 1.
Moran dan Rasio Geary’s beserta

Tabel 1. Jumlah Penderita DBD Kota Bandung per Kecamatan Tahun 2019

NO. KECAMATAN Penderita NO. KECAMATAN Penderita


1 Astana Anyar 96 16 Regol 120
2 Cicendo 110 17 Andir 78
3 Lengkong 128 18 Sukajadi 207
4 Cibiru 173 19 Gedebage 104
5 Panyileukan 77 20 Rancasari 143
6 Sukasari 176 21 Bandung Kidul 110
7 Bojongloa Kaler 150 22 Antapani 213
8 Bandung Kulon 94 23 Mandalajati 143
9 Cibeunying Kidul 206 24 Cibeunying Kaler 125
10 Sumur Bandung 49 25 Batununggal 193
11 Coblong 263 26 Cidadap 117
12 Arcamanik 241 27 Cinambo 70
13 Kiaracondong 308 28 Buah Batu 202
14 Bojongloa Kidul 114 29 Bandung Wetan 62
15 Babakan Ciparay 130 30 Ujung Berung 222

Peta wilayah kota Bandung dengan batas kecamatan) ditunjukkkan pada gambar 2
wilayah administrasi 30 (tiga puluh berikut.
12 SIGMA-Mu Vol.13 No.1 – Maret 2021

Gambar 2. Peta Administrasi Kota Bandung

Matriks Pembobot spasial berordo 30x30. Berdasarkan matriks


Dengan matriks pembobot spasial pembobot tersebut, diperoleh hubungan
Queen Contiguity (persinggungan sisi- ketetanggan tiap kecamatan seperti pada
sudut), untuk jumlah pengamatan sebanyak Tabel 2.
30 kecamatan, diperoleh matriks pembobot

Tabel 2. Hubungan Ketetanggaan tiap Kecamatan di Kota Bandung

No. Kecamatan Wilayah Tetangga

Bojongloa Kaler, Sumur Bandung, Bojongloa Kidul, Regol,


1 Astana Anyar
Andir, Bandung Kidul
2 Cicendo Sumur Bandung, Coblong, Andir, Sukajadi, Bandung wetan
3 Lengkong Sumur Bandung, Regol, Bandung Kidul, Batununggal
4 Cibiru Panyileukan, Ujung Berung
5 Panyileukan Cibiru, Gedebage, Cinambo, Ujung Berung
6 Sukasari Sukajadi, Cidadap
7 Bojongloa Kaler Astana Anyar, Bojongloa Kidul, Babakan Ciparay, Andir
8 Bandung Kulon Babakan Ciparay, Andir
Cibeunying Kiara Condong, Mandalajati, Cibeunying Kaler, Batununggal,
9
Kidul Ujung Berung
Astana Anyar, Cicendo, Lengkong, Regol, Andir, Batununggal,
10 Sumur Bandung
Bandung Wetan
11 Coblong Cicendo, Sukajadi, Cibeunying Kaler, Cidadap, Bandung Wetan
Gedebage, Rancasari, Antapani, Mandalajati, Cinambo, Ujung
12 Arcamanik
Berung
Cibeunying Kidul, Antapani, Mandalajati, Batununggal, Buah
13 Kiaracondong
Batu
Astana Anyar, Bojongloa Kaler, Babakan Ciparay, Bandung
14 Bojongloa Kidul
Kidul
Babakan
15 Bojongloa Kaler, Bandung Kulon, Bojongloa Kidul, Andir
Ciparay
Astana Anyar, lengkong, Cibiru, Sumur Bandung, Andir,
16 Regol
Bandung Kidul
Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada Penyebaran Penyakit 13
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung

Astana Anyar, Cicendo, Bojongloa Kaler, Bandung Kulon,


17 Andir
Sumur Bandung, Babakan Ciparay, Regol
18 Sukajadi Cicendo, Sukasari, Coblong, Cidadap, Bandung Wetan
19 Gedebage Panyileukan, Arcamanik, Rancasari, Cinambo
20 Rancasari Arcamanik, Gedebage, Antapani, Buah Batu
Astana Anyar, Lengkong, Bojongloa Kaler, Batununggal, Buah
21 Bandung Kidul
Batu
22 Antapani Arcamanik, Kiara Condong, Rancasari, Mandalajati, Buah Batu
Cibeunying Kidul, Arcamanik, Kiara Condong, Antapani,
23 Mandalajati
Ujung Berung
Cibeunying
24 Cibeunying Kidul, Coblong, Bandung Wetan
Kaler
Lengkong, Cibeunying Kidul, Sumur Bandung, Kiara Condong,
25 Batununggal
Bandung Kidul, Buah Batu, Bandung Wetan
26 Cidadap Sukasari, Coblong, Sukajadi
27 Cinambo Panyileukan, Arcamanik, Gedebage, Ujung Berung
Kiara Condong, Rancasari, Bandung Kidul, Antapani,
28 Buah Batu
Batununggal
Cicendo, Cibeunying Kidul, Sumur Bandung, Coblong,
29 Bandung Wetan
Sukajadi, Cibeunying Kaler, Batununggal
30 Ujung Berung Cibiru, Panyileukan, Arcamanik, Mandalajati,Cinambo

Dari tabel 2 menunjukkan bahwa Geary’s Ratio (C).


kecamatan yang mempunyai tetangga Hasil yang diperoleh untuk statistik
terbanyak dengan tujuh kecamatan tetangga Geary’s C kasus DBD kota Bandung tahun
yaitu kecamatan Sumur Bandung, Andir, 2019 yaitu Geary’s Ratio (C) = 0,8984.
dan Bandung Wetan. Hal ini berarti bahwa Pengujian statistic uji signifikan Geary
kejadian DBD di tiga kecamatan kecamatan dengan Nilai C = 0,8984, Varians (C =
tersebut mempengaruhi dan dipengaruhi 0,0071, diperoleh z (C) = 1,20. Dengan α=
secara signifikan oleh tujuh tetangga. 5%, diperoleh z 0,475 = 1,96 (sebaran normal
Sedangkan kecamatan Cibiru dan Bandung baku. Karena z (C) < z =1,96 artinya
Kulon mempunyai tetangga paling sedikit diterima Ho. Hal ini mengindikasikan bahwa
dengan dua kecamatan tetangga. tidak terdapat autokorelasi spasial antar
daerah.
Nilai Moran ’s I
Berdasarkan hasil perhitungan Analisis data selanjutnya dari
diperoleh nilai Indeks Moran I = 0,1896 pengembangan dari indeks Moran, yaitu
dan Z-value = 1,8761. Indeks Moran I = dengan membuat Moran ’s Scatterplot dan
0,1896 autokorelasi positif, yang Local Indicator of Spasial Autocorrelation
menunjukkan kejadian DBD di kodya (LISA).
Bandung mempunyai penyebaran pola Analisis Moran Scatterplot dengan bantuan
mengelompok (Cluster). Hasil pengujian software GeoDa ditunjukkan pada Gambar
autokorelasi spasial global dengan Moran ’s 3.
I dengan tingkat signifikansi 5%, diketahui
bahwa terdapat autokorelasi spasial antar
wilayah pengamatan karena nilai
|Zhit|=1,8761 > 1,645. Ini menunjukkan
bahwa terdapat keterkaitan atau hubungan
jumlah penderita BDB antar kecamatan di
kota di Bandung.
14 SIGMA-Mu Vol.13 No.1 – Maret 2021

Tabel 4. Nilai indeks LISA pada setiap


wilayah
LISA-p
No. Kecamatan
value
1 Mandalajati 0,0010
2 Regol 0,0100
3 Antapani 0,0100
4 Andir 0,0110
5 Astananyar 0,0150
6 Kiaracondong 0,0220
7 Sumur Bandung 0,0260
Gambar 3. Moran ’s Scatterplot Kasus DBD 8 Cidadap 0,0320
Kota Bandung 9 Buah Batu 0,0440
10 Bojongloa Kaler 0,0710
Berdasarakan Moran ’s Scatterplot,
DBD per kecamatan tersebar dalam kuadran
I sampai dengan IV. Penyebaran kejadian Berdasarkan Tabel 4, diperoleh
DBD per kecamatan dalam kuadran pengujian Local Indicator of Spatial
ditunjukkan pada Tabel 3. Autocorrelation (LISA) dengan P value yang
Tabel 3. Hasil Moran ’s Scatterplot beragam. Wilayah dengan P-value < α = 5%
yaitu kecamatan Mandalajati, Regol,
Antapani, Buah batu, Antapani, Andir, Astananyar,
Kiara Condong, Sukasari, Kiaracondong, Sumur Bandung, Cidadap,
Kuadran I
Cibeunying Kidul,
(HH)
Cibiru, Batununggal,
dan Buah Batu yang berarti bahwa
Arcamanik kecamatan tersebut terdapat keterkaitan
Cinambo, Bandung kejadian DBD antar wilayah di setiap
Kuadran II wetan, Cibeunying Kaler, kecamatan Kota Bandung.
(LH) Rancasari, Cidadap, Adapur klaster penyebaran DBD kota
Mandalajati Bandung dilihat harga I dan LISA yang
Bandung Kidul, ditunjukkan pada Gambar 4.
Panyileukan, Cicendo,
Gedebage, Bojongloa
Kuadran III Kidul, Sumur Bandung,
(LL) Lengkong, Astana
Anyar, Bandung Kulon,
Babakan Ciparay, Regol,
Andir
Sukajadi, Ujung Berung,
Kuadran IV
Coblong, Bojongloa
(HL)
Kaler

Nilai Local Indicator of Spasial Gambar 4. Kluster Penyebaran asus DBD


Tahun 2019
Autocorrelation (LISA)
Untuk mengetahui signifikansi Berdasarkan Gambar 4, nampak
autokorelasi spasial secara local biasa bahwa daerah yang rawan terhadap
digunakan nilai LISA. LISA merupakan penyebaran DBD adalah Kecamatan Kiara
pengujian lanju dari Moran’s I. Hasil Condong dan Antapani pada Kuadran High-
pengujian ini signifikansi secara lokal pada High (HH). Kecamatan Cidadap dan
masing-masing kecamatan diperoleh seperti Mandalajati merupakan daerah yang berada
pada Tabel 4. di Kuadran Low-High (LH). Sedangkan
Identifikasi Autokorelasi Spasial Pada Penyebaran Penyakit 15
Demam Berdarah Dengue di Kota Bandung

Kecamatan Astana Anyar, Sumur Bandung, Hubungan Kemiskinan Di Jawa Timur.


Regol dan Andir termasuk dalam kategori Jurnal ComTech, 03 (01). ISSN
daerah aman, karena berada pada Kuadran 2087:1244.
Low-Low (LL).
Hafilah. H, Hafilah. H and Sukarna, Sukarna
SIMPULAN and Sanusi, Wahidah (2019) Analisis
Berdasarkan hasil analisis dan Autokorelasi Moran’s I, Geary’s C,
pembahasan data spasial penyebaran kasus Getis-Ord G, dan LISA serta
DBD di Kota Bandung disimpulkan sebagai Penerapannya pada Penderita Kusta di
berikut: Kabupaten Gowa. Diploma thesis,
1. Terdapat autokorelasi dengan UNIVERSITAS NEGERI
menggunakan metode Moran ’s I, dan MAKASSAR. http://eprints.unm.ac.id.
tidak terdapat autokorelasi spasial
dengan metode Geary’s C. Metode
Jumlah Penderita Demam Berdarah Dengue
Moran ’s I dengan autokorealasi parsial
tahun 2016 – 2018 Berdasarkan UPT
positif dengan pola sebaran
mengelompok (Cluster). Puskesmas di Kota Bandung,
2. Hasil pengujian LISA menunjukkan peta http://data.bandung.go.id, download 9
pola sebaran kasus DBD kota Bandung Juni 2020.
yaitu daerah yang rawan terhadap
Reni Yunitasari, 1517031029 (2019).
penyebaran DBD adalah kecamatan
Kiaracondong dan Antapani pada Analisis Spasial Penyebaran Penyakit
Kuadran High-High (HH). Kecamatan Kusta dengan Indeks Moran dan Rasio
Cidadap dan Mandalajati merupakan Geary’s (Studi Kasus: di Provinsi
daerah yang berada di Kuadran Low- Lampung Tahun 2017).
High (LH), dan kecamatan Astana Anyar, UNIVERSITAS LAMPUNG,
Sumur Bandung, Regol dan Andir FAKULTAS MATEMATIKA DAN
termasuk dalam kategori daerah aman, ILMU PENGETAHUAN ALAM.
karena berada pada Kuadran Low-Low http://digilib.unila.ac.id.
(LL).
Bagi peneliti yang tertarik dengan Rika Hernawati, Muhamad Yordi, (2017).
materi penelitian ini dapat melanjutkan Analisis Pola Spasial Penyakit Demam
penelitian ini menggunakan metode lain Berdarah Dengue di Kota Bandung
seperti Getis-Ord Gy, dan memasukkan Menggunakan Indeks Moran, Jurnal
beberapa peubah yang berpengaruh terhadap Rekayasa Hijau No.3 | Vol. I ISSN:
terjadinya kasus DBD. 2550-1070.
Triastuti Wuryandari1, Abdul Hoyyi, Dewi
DAFTAR PUSTAKA Setya Kusumawardani, Dwi
Rahmawati (2014), Identifikasi
Azad Abdulhafedh. (2017). A Novel Hybrid
Autokorelasi Spasial Pada Jumlah
Method for Measuring the Spatial
Pengangguran Di Jawa Tengah
Autocorrelation of Vehicular Crashes:
menggunakan Indeks Moran. Media
Combining Moran’s Index and Getis-
Statistika, Vol. 7, No. 1.
Ord Gi* Statistic.
DOI: 10.4236/ojce.2017.72013 , Open
Journal of Civil Engineering, 2017, 7,
208-221
http://www.scirp.org/journal/ojce.
Dwi Bekti, Rokhana (2012) Autokorelasi
Spasial Untuk Identifikasi Pola

Anda mungkin juga menyukai